Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS WAJAH SEBAGAI PANDUAN PRA BEDAH PADA

RINOPLASTI
Windy Woro Paramyta

ABSTRAK
Kecantikan dapat dikenali dengan mudah sesuai dengan budaya, namun sulit
untuk dideskripsikan secara obyektif. Standar dari kecantikan wajah secara
objektif dapat diukur dengan memahami kombinasi dari simetri dan proporsi
bagian wajah.1 Hidung merupakan organ paling penting yang terletak di tengah
wajah dan berperan dalam penampilan luar seseorang. Perencanan dan diskusi
mengenai adanya asimetris wajah penting dalam evaluasi preoperatif rinoplasti,
baik itu dalam edukasi pasien maupun rencana operasi karena akan
mempengaruhi efek psikologis perubahan bentuk hidung pasca operasi. 2
Rinoplasti dapat mengubah sudut hidung dengan wajah; panjang dan lebar
hidung; perubahan dalam bentuk, ukuran dan hubungan hidung dengan elemen
lain dari wajah. Analisa wajah pada pasien secara menyeluruh sebelum rinoplasti
sangat penting baik untuk rencana dan panduan suatu pembedahan.1
Kata kunci: kecantikan, rinoplasti, analisis wajah
ABSTRACT
Beauty is easily recognizable within a given culture but it is often difficult to
define objectively. Standart of beauty can estimated objectively by understanding
the combination of symmetry and proportions.1 Nose is the most important
features that located in the center of face and give impact on facial appearance.
Detection and discussion about facial asimetry important to rhinoplasty preoperative evaluation for patient education and operation procedure.2 Rhinoplasty
can change nasal angle; lenght and width of nose; shape, size and nose relation
with other facial features. Facial analysis before rhinoplasty very important to
plan operative procedure and patient guidance.1
Key words: beauty, rhinoplasty, facial analysis
PENDAHULUAN
Konsep mengenai wajah yang ideal
menarik, hingga cantik diperlukan
dalam melakukan analisis wajah.
Setiap etnik atau ras mempunyai
karakteristik tersendiri dan sangatlah
penting untuk mengidentifikasinya
agar kita dapat mempertahankan
karakteristik tersebut, baik dalam
melakukan operasi estetik maupun
rekonstruksi wajah.

Media komunikasi, baik media


elektronik maupun media cetak, telah
mempopulerkan
standar
cantik
Kaukasian. Ras Kaukasian umumnya
mempunyai hidung lebih prominen
(mancung), proyeksi puncak hidung
(tip) lebih jelas dan tulang hidung
tebal dengan kulit yang tipis1,2
Kecantikan dapat dikenali dengan
mudah sesuai dengan budaya, namun
sulit untuk dideskripsikan secara
1

obyektif. Standar dari kecantikan


wajah secara objektif diukur dengan
memahami kombinasi dari simetri,
proporsi, sudut dan hubungan antar
bagian wajah. Tindakan bedah untuk
asimetri bentuk wajah berdasarkan
hasil
analisis
wajah
dapat
menentukan metode pendekatan
operasi.1
Rinoplasti mempunyai tujuan untuk
mendapatkan hasil estetik yang baik
dengan mempertahankan fungsi
hidung. Nilai estetika berbeda pada
setiap ras dan budaya, namun
terdapat beberapa kriteria normal dan
panduan proporsi yang belum
berubah sejah masa bangsa mesir.2
Antropometri analisis wajah telah
dikenal sejak lama, Aristoteles dan
Plato mengatakan bahwa kecantikan
adalah
simetri,
proporsi
dan
geometri. Leonardo da Vinci
mengembangkan hipotesis mengenai
wajah ideal sejak abad ke 16 hingga
saat ini. Leonardo da Vinci
memvisualisasikan bentuk ideal dari
tubuh manusia dalam lukisan
vitruvian man (Gambar 1).3 Lukisan
ini merupakan simbol simetri dan
proporsi tubuh manusia.

Gambar 1. Lukisan Vitruvian karya


Leonardo da Vinci.3

Penting bagi ahli bedah untuk


mengenali bagian wajah secara ras
dan etnis saat melakukan intervensi
bedah plastik. Variasi individu
berpengaruh besar meskipun terdapat
generalisasi mengenai hubungan ras
dan anatomi. Hidung adalah salah
satu bagian yang paling sering
dibahas mengenai perbedaan anatomi
secara ras. Hinderer seperti yang
dikutip Larabee dan Makielski4
mendeskripsikan bahwa terdapat tiga
jenis hidung dengan karakteristik ras,
yaitu Platyrrhine (ras Afrika),
mesorrhine (ras Asia), dan letorrhine
(ras Kaukasia).4
Analisis Hinderer yang dikutip oleh
Larabee
dan
Makielski4
menggunakan indeks hidung (rasio
lebar hidung antara piriform crest
dan panjang hidung) serta tip indeks
(rasio dari lebar hidung dari apex
hidung dengan bagian terlebar ala
nasi) untuk mengukur perbedaan
tersebut. Indeks tersebut telah
digunakan pada literatur antropologi.
Perbedaan yang terlihat berdasarkan
variasi anatomis secara spesifik,
seperti hidung ras Afrika mempunyai
kulit lebih tebal, spina nasal yang
lebih kecil dan lebih sedikit jaringan
kartilago dibandingkan ras Kaukasia.
Hidung pada ras Afrika lebih lebar,
pendek, dasar hidung kurang
berbentuk segitiga dan tip yang lebih
tinggi dibandingkan ras Kaukasia,
yang menghasilkan indeks hidung
yang tinggi, sementara hidung padaa
ras Asia berada di tengahnya. Ras
Kaukasia mempunyai kulit lebih
tipis, tip kartilago yang lebih
prominen (mancung) dan spine nasi
yang lebih prominen, dan tulang
hidung
yang
lebih
panjang
dibandingkan ras Afrika (gambar 2).4

Studi ini tidak menunjukkan adanya


perbedaan dari jenis kelamin pada
ras yang sama. Variasi individual
bagaimanapun juga harus lebih
ditekankan
lebih
penting
dibandingkan perbedaan rerata pada
tiap ras.4

Gambar 2. variasi bentuk hidung


berdasarkan ras.4

Variasi anatomi wajah sesuai dengan


ras di Indonesia telah di teliti oleh
Trimartani5
dan
Reksodiputro6.
Penelitian tersebut membandingkan
antara wajah perempuan Indonesia
Jawa murni dengan Kaukasia dan
suku di Indonesia (Minang, Batak,
Jawa) dengan Kaukasia. Analisis
wajah antara ras Kaukasia dengan
perempuan
Jawa
Murni
menunjukkan perbedaan bermakna
terhadap nilai ideal yang selama ini
digunakan
sebagai
patokan.
Perbedaan paling menonjol terdapat
pada tebal bibir atas yang lebih tebal,
jarak interkantus yang lebih pendek,
serta lebar cuping hidung, lebar
pangkal
hidung,
dan
sudut
nasofrontal yang lebih lebar (hidung
lebih rendah).5.6
PERTIMBANGAN
RINOPLASTI

DALAM

Filosofi umum mengenai rinoplasti


adalah operasi dengan hasil terbaik
dicapai dengan teknik konservatif
berdasarkan pengenalan anatomi
yang tepat, dan pemilihan teknik

untuk mencapai hasil yang normal


dan natural. Rinoplasti rekonstruksi
dan estetik sudah dikenal luas
sebagai operasi yang paling elegan
dan sulit dibandingkan prosedur
bedah plastik lainnya.9
Rinoplasti selama tahun 2010 telah
mencapai lebih dari 980.000 operasi
berdasarkan International Society of
Aesthetic Surgery (ISAPS) atau
sekitar 10,8% dari seluruh bedah
estetik di seluruh dunia. Rinoplasti
berada pada posisi ke 4 teratas dari
seluruh bedah estetik. 9
Rinoplasti mempunyai tujuan untuk
mendapatkan hasil estetik yang baik
dengan mempertahankan fungsi
hidung.2
Hasil akhir dari prosedur rinoplasti
bergantung dari anatomi pasien
secara individual dan keahlian dari
ahli bedah plastik tersebut. Tidak ada
dua hidung yang mirip satu sama
lain, sehingga tidak ada satu standar
prosedur yang cukup untuk dapat
merekonstruksi hidung dengan baik.
Kemampuan untuk mendiagnosa
kemungkinan dan keterbatasan pada
setiap pasien adalah syarat absolut
untuk mendapatkan hasil yang
terbaik. 2,10
Piramid hidung dapat dilihat sebagai
suatu subunit, begitu pula dengan
radiks, dorsum, area supra-tip,
kolumela, lobul ala dan dinding
lateral hidung. Subunit tersebut harus
seimbang satu sama lain, termasuk
juga dengan subunit wajah lainnya
seperti dahi, pipi, bibir dan dagu
sehingga didapatkan harmonisasi
wajah. Untuk menjaga keseimbangan
yang proporsional, dapat dilakukan
modifikasi dari subunit yang
memerlukan kombinasi dari reduksi
dan augmentasi pada subunit.10
3

Kualitas dari kulit adalah salah satu


indikator keberhasilan operasi dan
mempunyai peranan penting dalam
perencanaan operasi. Intervensi pada
pasien dengan kulit yang tebal harus
diperhatian agar tidak mengurangi
terlalu banyak jaringan antara tulang
rawan
dan
kartilago
agar
mendapatkan hidung yang lebih
kecil. Kegagalan kulit yang tebal
untuk
berkontraksi
dapat
mengakibatkan
jaringan
parut
berlebih, bentuk hidung amorf, dan
bentuk pollybeak (gambar 3).7

aspek lateral dari dorsum, bagian


distal dari kartilago septum, tahanan
dari dorsum dan tip hidung kearah
posterior dan kecepatan kembalinya
tip ke konfigurasi normal.8
Penilaian untuk mengukur kekuatan
dan penunjang dari puncak hidung
dikenal dengan tip recoil. Tekanan
jari pada puncak hidung memberikan
hasil tes yang cepat dan tepat dari
kemampuan pergerakan struktur
puncak hidung untuk kembali ke
posisi semula. Tekanan pada
kartilago alar tidak dapat ditoleransi
oleh jaringan tip yang lemah dengan
baik dan menyebabkan kerja
tambahan jaringan penyokong untuk
memperbaiki daya penyokongnya
(gambar 4).8

Gambar 3. Bentuk hidung pollybeak.7

Tipe kulit yang ideal adalah kulit


yang tidak terlalu tebal, tidak terlalu
tipis dan tidak berminyak. Tipe kulit
ini mempunyai cukup jaringan
subkutan untuk memberikan bantalan
diatas tulang hidung dan memberikan
hasil yang baik dalam waktu
singkat.6
Evaluasi dari tipe kulit dapat dikenali
dengan inspeksi dan palpasi yaitu
dengan menyusuri kulit sepanjang
tulang hidung dan mencubitnya
diantara jari pemeriksa. Informasi
diagnostik dapat juga diperoleh
dengan palpasi ibu jari dan telunjuk
dari tangan yang lebih dominan.
Pemeriksaan ini dapat memberikan
informasi mengenai ujung distal dari
tulang hidung, iregularitas tulang dan
kartilago pada garis tengah atau

Gambar 4. Pemeriksaan palpasi pada


hidung.8

Tip yang lemah ini kadang diikuti


dengan sisi dinding alar yang tipis
dan kulit yang tipis. Apabila
kembalinya puncak hidung pada tes
spontan, cepat dan kartilago puncak
hidung dapat menahan tekanan dari
jari, maka dapat dilakukan operasi
pada tip tanpa hilangnya jaringan
yang penting. Ukuran, bentuk, sikap
dan ketahanan dari kartilago alar
4

dapat diukur dari palpasi atau


ballotement pada krus lateral dengan
menggunakan
dua
jari
yang
ditempatkan pada margin kaudal dan
sefalik. Ahli bedah plastik pada
pemeriksaan ini dapat memikirkan
rencana apakah yang akan dilakukan
pada proyeksi tip. Asimetrisitas pada
kartilago alar harus dikenali untuk
koreksi lebih lanjut.
Asimetri wajah dan hubungan
proyeksi dagu terhadap hidung harus
didokumentasikan.
Pengharapan
yang realistis dan inform consent
yang baik merupakan poin penting
untuk mendapatkan hasil operasi
yang baik.9,10
ANATOMI
HIDUNG

WAJAH

DAN

Wajah dan leher dapat dibagi


menjadi beberapa regio, yaitu: 1.
Dahi, 2. Temporal, 3.Arkus zigoma,
4. Malar, 5. Orbita, 6. Infraorbita, 7.
Hidung, 8. Daun telinga, 9. Parotismaseter, 10. Bukal, 11. Oral , 12.
Dagu, 13. Tepi mandibula, 14.Arkus
mandibula, 15. Suprahyoid, 16.
Segitiga submandibula, 17. Segitiga
karotis, 18. Fossa retromandibula,
19.
Servikal
medial,
20.
8
Sternocleidomastoid (gambar 5).

Hidung merupakan bagian estetika


yang paling menonjol dari profil
wajah karena terletak di tengah
wajah dan mempunyai proyeksi
paling anterior pada tampak lateral.
Hidung paling sering diubah oleh
para ahli bedah plastik dan
rekonstruksi, oleh karena itu banyak
dipelajari untuk menentukan proporsi
estetika dan hubungannya dengan
bagian wajah lainnya.10,11
Daerah tulang dibentuk dari dua
buah tulang hidung, terletak pada
prosessus nasalis yang berbatasan
dengan tulang frontal diatasnya,
prosessus frontal maksila di bagian
lateral, lempeng perapendikular
ethmoid
dan kartilago septum
dibagian bawah.10
Bagian atas kartilago terdiri dari dua
kartilago lateral atas, yang berbentuk
segitiga dan bersatu dengan septum
di garis tengah. Batas atas tumpang
tindih dengan tulang hidung dan
prosessus frontal maksila. Kartilago
lateral bawah terbentuk dari bagian
bawah kartilago dengan bentuk
bervarasi, dan membantu membentuk
ala nasi (gambar 6).10

Gambar 6. Anatomi hidung.12

Gambar 5. Pembagian area wajah.8

Dua buah krus medial menempel


satu sama lain dengan jaring fibrosa
dan ditutupi kulit pada ujung bawah
septum membentuk kolumela dan
septum membranosa. Krus medial
tumpang tindih dengan kartilago
5

lateral atas dan septum pada garis


tengah. Septum terdiri dari kartilago
dan tulang. Bagian kartilago dari
septum
merupakan
lempengan
kartilago
quadrilateral
yang
membentuk daerah anteroinferior
septum. Daerah tersebut bersatu
dengan septum bagian tulang
dibelakang lempengan perpendikular
dari ethmoid, dibawah vomer, krista
maksila dan spina maksila. Proyeksi
seperti ekor pada kartilago diantara
lempeng perapendikular dan vomer
dikenal dengan prosesus sphenoid.
Bagian kecil dari kartilago yang
kadang tidak ada, berada dibawah
spina nasal dan krista maksila yang
dikenal
dengan
kartilago
vomeronasal Jacobson (gambar 7).10

bawah disebut sebagai vermilion


superior dan vermilion inferior.
Stomion adalah pertemuan kedua
bibir. Menton atau gnation adalah
batas bawah jaringan lunak dagu.3,12
Glabela adalah bagian yang paling
menonjol
pada
penampang
midsagital dari dahi. Rinion adalah
pertemuan antara tulang tulang
rawan dorsum nasi merupakan
bagian yang paling menonjol dari
dorsum nasi. Tip merupakan
proyeksi paling anterior hidung dan
pertemuan kedua kubah kartilago
lateral bawah.
Titik kolumela
merupakan bagian anterior dari
jaringan lunak kolumela. Bagian
lateral lekukan alar merupakan
bagian posterior dari hidung.
Mentolabial sulkus adalah bagian
yang menurun diantara bibir bawah
dan dagu. Pogonion adalah bagian
yang menonjol pada proyeksi
anterior dagu. Tragion adalah titik
supra tragal dari telinga (gambar 8).3

Gambar 7. Anatomi septum. 10

TITIK PENUNJUK ANATOMI


(LANDMARK) WAJAH
Titik penunjuk anatomi untuk
menilai wajah pada tampak frontal
terdapat trichion yang ditandai
sebagai batas atas dahi yang
berlokasi pada garis rambut di
frontal.3,12
Nasion merupakan bagian depresi
dari pangkal hidung sejalan dengan
sutura nasofrontal. Radiks adalah
pangkal hidung bagian lanjutan dari
sisi superior dari alis mata ke bagian
hidung lateral. Subnasal adalah
hubungan antara kolumela dan bibir
atas pada dasar hidung. Pertemuan
mukokutaneus dari bibir atas dan

Gambar 8. Petunjuk anatomi pada tampak


frontal dan lateral.3

Komponen keseluruhan wajah perlu


diperhatikan dalam merencanakan
koreksi dari deformitas hidung.
Kegagalan
dari
pertimbangan
hubungan hidung dengan dagu,
6

maksila dan dahi menghasilkan


bentuk hidung yang terlihat tidak
natural. Prosedur acuan untuk
analisis dari deformitas termasuk
memberi tanda pada foto, instrumen
pengukuran mekanik langsung pada
wajah dan penggunaan tomografi
komputer dapat dilakukan. Harmoni
antara seluruh komponen wajah
harus diperhatikan. 3,8,11
ANALISIS WAJAH
Ahli antropometri membagi wajah
menurut beberapa garis dasar. Garis
yang ditarik dari tepi atas superior
kanalis auditorius eksterna (porion)
pada foto sefalometri atau titik tragus
pada pasien ke tepi bawah orbita
(titik infraorbita) dikenal dengan
garis horisontal Frankfurt. Garis ini
membelah wajah menjadi dua bagian
yang sama dari trikion ke gnation.
Garis ini biasa digunakan untuk
analisa sefalometri (Gambar 9).3

Gambar 10. Pembagian wajah


berdasarkan Leonardo da Vinci.3

Metode kedua tidak memasukkan


bagian sepertiga wajah atas karena
variasi dari garis rambut. Pengukuran
digunakan dari nasion ke subnasal
dan subnasla ke menton. Metode ini
memperlihatkan bagian tengah wajah
mempunyai 43% tinggi dan 57%
pada wajah bagian bawah (gambar
11).3,12

Gambar 11. Pembagian wajah secara


vertikal2
Gambar 9. Frankfort line.3

Tinggi dari wajah dapat diukur


dengan menggunakan dua metode.
Metode pertama membagi wajah
menjadi tiga bagian sama besar
sesuai dengan yang dikatakan
Leonardo Da Vinci. Pengukuran
dimulai dari trichion ke glabella,
glabella ke subnasal dan subnasal ke
menton (gambar 10).3,12

Lebar wajah dievaluasi dengan


membagi wajah menjadi lima bagian
yang sama besar (gambar 12).3,12

Gambar 14. Sudut nasofrontal yang


tumpul7

Gambar 12. Pengukuran lebar wajah.3

Analisis wajah dibagi dalam


beberapa proporsi, yaitu dahi, mata,
hidung, bibir dan dagu serta telinga.
Dahi
Dahi membentuk sepertiga atas
wajah yang berawal dari trichion
sampai dengan glabella dan bagian
superior dari alis mata pada
lateralnya. Bagian yang paling
penting pada dahi dari segi bedah
adalah sudut nasofrontal yang
biasanya membentuk sudut 115 135 (gambar 9). 3,12

Gambar 13. Sudut Nasofrontal

Sudut nasofrontal yang tumpul


memberikan ilusi berupa hidung
yang panjang pada tampak frontal.
(gambar 14).7

Reksodiputro6 dalam penelitiannya


mendapatkan hasil pengukuran nilai
rerata sudut nasofrontal pada
perempuan Jawa murni lebih lebar
secara
bermakna
dibandingkan
Kaukasia.
Mata
Mata merupakan sentral dari wajah
bersama dengan hidung. Mata
berguna
untuk
menunjukkan
ekspreksi. Lebar mata antara kantus
medial dan lateral biasanya seperlima
dari keseluruhan lebar wajah. Jarak
antara kedua sisi kantus medial
adalah sama dengan lebar mata.
Bentuk dan ukuran fissura palpebra
bervariasi seusai dengan umur dan
etnik. Idealnya jarak interkantus
sama
dengan
setengah
jarak
interpupil. Jarak interkantus juga
sebaiknya sama dengan lebar ala nasi
pada hidung etnik kaukasia. Rerata
jarak interkantus adalah 30 35 mm,
dan jarak interpupil biasanya adalah
60 70 mm. Jarak ala nasi harus
sama dengan jarak interkantus atau
setengah jarak interpupil. Komisura
lateral mulut berada pada satu garis
tegak lurus limbus medial dari mata
(gambar 15).3,12

Deformitas berbentuk C terjadi


apabila terjadi deviasi pada 1/3
medial, mengindikasikan adanya
masalah pada septum atau kartilago
lateral atas. Deviasi pada tip hidung
di 1/3 bawah merupakan akibat dari
asimetri kartilago lateral bawah atau
deviasi pada anterior septal angle.10

Gambar 15. Jarak interpupil.12

Reksodiputro6 dari penelitiannya


didapatkan 90% perempuan Jawa
murni mempunyai lebar ala nasi
yang lebih besar dibandingkan jarak
interkantus.

Bentuk
hidung
yang
ideal
ditampilkan dari brow tip aesthetic
line. Garis ini ditarik dari alis bagian
medial sepanjang dinding hidung
lateral ke titik batas tip hidung.
Tujuan dari adanya garis ini adalah
untuk
memperlihatkan
adanya
bentuk irreguler yang mungkin
muncul (gambar 16).3

Hidung
Analisis hidung sebelum operasi
sangat penting. Sebaiknya kita dapat
melihat melalui subkutis dan
subkutan serta dapat membayangkan
bentuk kerangka tulang dan tulang
rawan.
Pada
tampak
frontal,
karakteristik hidung mencakup lebar
hidung, simetri dan tampak lengkung
dorsum nasi. Lebar hidung dari
lekukan ala nasi ke lekukan ala nasi
sisi sebelahnya adalah 70% panjang
hidung dari nasion ke puncak hidung.
Pelebaran jarak interalar tersebut
ditemukan pada ras Oriental dan
Afrika.11
Hidung lurus sempurna yang
diciptakan pada wajah asimetri dapat
terlihat tidak natural. Penempatan
sebuah objek pada garis tengah dapat
membantu untuk menentukan arah
dari deviasi. Cara tersebut dapat
membantu
mengidentifikasi
perbedaan minimal dari dorsum.
Hidung dibagi menjadi 3 bagian
secara horisontal. Deviasi dari 1/3
atas
mengindikasikan
adanya
malposisi dari tulang hidung.

Gambar 16. Brow tip aesthaetic line.3

Secara umum, orang Afrika memiliki


perbedaan paling nyata dibandingkan
orang Kaukasia, sedangkan orang
Asia memliki karakteristik fisik
diantara keduanya. Ciri khas hidung
Asia adalah dorsum yang lebar dan
rendah, defisiensi proyeksi tip, lobul
lebar, kulit lobul tebal, jaringan
lemak
subkutis
dan
retaksi
4
kolumela.
Profil hidung
Faktor yang dianggap menentukan
bentuk hidung adalah profil, proyeksi
rotasi tip dan panjang hidung.
Apabila terdapat kelebihan lekukan
9

rinion pada tampak wajah anterior


akan memperlihatkan profil hidung
berpunuk (nasal hump). Bentuk ideal
profil dorsum nasi adalah lurus,
walaupun sedikit lekukan pada rinion
masih dapat diterima.
Proyeksi tip
Powell dan Humprey mempunyai
formula mengenai hubungan hidung
dengan wajah, beberapa diantaranya
adalah sudut nasofrontal, sudut
nasolabial, sudut nasofacial, dan
sudut nasomental. Sudut nasofasial
sering
digunakan
untuk
mengevaluasi secara tidak langsung
derajat proyeksi puncak hidung.
Nilai ideal dari sudut nasofasial ini
adalah 36, tetapi nilai tersebut dapat
bervariasi sekitar 30- 40 (Gambar
17).7

ditarik tegak lurus dari titik puncak


hidung.
Metode Goode menilai proyeksi tip
dengan memperhitungkan jarak dari
ala hidung ke puncak hidung dan
menghubungkan pengukuran tersebut
dengan panjang dorsum hidung.
Sebuah segitiga siku-siku dibuat
dengan menggambar garis dari
nasion ke alur ala hidung dan wajah,
garis tegak lurus yang melalui titik
puncak hidung, dan garis dari nasion
ke puncak hidung. Proyeksi puncak
hidung ideal yang didapatkan dari
metode ini adalah 0,55 - 0.6:1.12
Crumley dan Lancer seperti yang
dikutip
Stambaugh12
mengembangkan metode tersebut
dengan menentukan hubungan dari
proyeksi puncak hidung, panjang
hidung dan tinggi vertikal sebagai
segitiga siku siku yang memiliki
rasio 3:4:5 pada setiap sisinya. Sudut
nasofasial mendekati nilai idealnya
yaitu 36 dengan menggunakan
metode ini (gambar 18).12

Gambar 17. Sudut nasofasial

Rerata nilai sudut nasofasial pada


perempuan Jawa murni 0,35 lebih
kecil
dibandingkan
perempuan
Kaukasia berdasarkan penelitian
Reksodiputro.6
Hubungan ideal antara proyeksi dan
tinggi puncak hidung didefinisikan
oleh Powell dan Humphries seperti
yang dikutip Stambaugh12 dengan
rasio 2.8:1, dimana tinggi puncak
hidung diukur dari nasion ke
subnasal, dan proyeksi puncak
hidung diukur dengan garis yang

Gambar 18. Pengukuran proyeksi tip.12

Metode paling sederhana untuk


menilai proyeksi tip menggunakan
metode
Simons,
yang
menghubungkan
proyeksi
tip
(panjang tip ke subnasal) dengan
10

panjang dari bibir atas (diukur dari


subnasal ke tepi vermillion). Simon
mengatakan bahwa proyeksi tip dan
panjang bibir atas mempunyai
ukuran yang sama. Metode ini dapat
dipakai
untuk
mendapatkan
perkiraan cepat dari proyeksi tip
yang ideal (gambar 19).3,12

Gambar 19. Pengukuran puncak hidung


menurut Simmon.3

Reksodiputro6 mengukur proyeksi


tip nasi pada perempuan Jawa murni
sesuai
dengan
rasio
Simon,
didapatkan hasil perbandingan jarak
tip ke subnasal dengan jarak subnasal
ke tepi vermillion adalah 0,76:1.
Proyeksi tip yang ideal menurut
Trimartani5 dalam penelitiannya
banyak dijumpai pada suku Minang,
sedangkan
pada
suku
Jawa
didapatkan tip yang underprojection.
Bentuk
hidung
ketiga
suku
mempunyai variasi yang sama dan
setelah diiuji statistik, ini tidak
berbeda antar suku.
Analisa dari tip hidung harus
mempertimbangkan
parameter
seperti proyeksi, rotasi, posisi,
volume, lebar dan bentuk. Proyeksi
tip adalah jarak antara alar crease
junction dan titik paling anterior tip
hidung. Proyeksi tip dapat dibagi
menjadi proyeksi ekstrinsik dan
intrinsik.
Proyeksi
intriksik
berhubungan dengan porsi lobul dari

tip, sementara proyeksi ekstrinsik


bergubungan dengan panjang ala dan
kolumela. Meningkatnya rotasi tip
hidung akan meningkatkan proyeksi
tip
hidung
meningkat
dan
menurunkan panjang hidung (gambar
20).12

Gambar 20. Hubungan peningkatan


Proyeksi tip dengan panjang hidung. 12

Sudut rotasi tip diukur antara garis


proyeksi tip dengan garis vertikal.
Nilai normalnya adalah 105 untuk
wanita dan 100 untuk laki laki
(gambar 21).8

Gambar 21. sudut rotasi tip.8

Dasar hidung
Hidung berbentuk seperti segitiga
sama kaki pada tampak dari dasar
hidung, dengan kolumela yang
11

membagi dua segitiga sama sisi.


Rasio perbandingan lobul dengan
kolumela adalah 2:1 dan lebar kedua
sisi lobul adalah 75% dari lebar dasar
hidung. Lubang hidung biasanya
menyerupai bentuk buah pir, dengan
bagian paling lebar pada dasar
(gambar 22). 3,12

Gambar 22. Tampak dasar hidung.12

Pada tampak lateral dari dasar


hidung, rasio ala-lobul adalah 1:1.
Collumelar show perlu juga menjadi
pertimbangan
dan
mempunyai
ukuran berkisar 3 5 mm (gambar
23).3,12

Gambar 23. A. Rasio ala nasi dengan


lobul; B. Colllumelar show. 3

horisontal. Hidung asia berada


ditengah antara hidung Kaukasi dan
Afrika. Pada tampak frontal, lebar
ala nasi kurang lebih sama dengan
jarak antara kantus medius.4
Hubungan sudut nasofrontal dan
nasolabial dengan panjang hidung
Panjang hidung sulit untuk dinilai.
Panjang dari hidung dibandingkan
dengan panjang keseluruhan dari
wajah untuk menentukan panjang
idealnya. Hidung mempunyai tiga
panjang, dengan nasion ke puncak
hidung sebagai panjang sentral, dan
nasion ke tepi ala sebagai panjang
lateral. Panjang lateral hidung dapat
memperlihatkan ala yang retraksi
atau tertutup.panjang sentral dapat
memperlihatkan sudut nasolabial
yang tumpul atau tajam. Sudut
nasofrontal yang dalam memberikan
ilusi sehingga hidung terlihat pendek,
sementara sudut nasofrontal yang
dangkal memberikan efek hidung
yang terlihat panjang. Hubungan
antara sudut nasolabial, nasofrontal
dan panjang hidung digambarkan
dalam gambar 24.Ttiga buah gambar
pertama
menunjukkan
sudut
nasolabial yang sama dengan sudut
nasofrontal yang berbeda. Tiga buah
gambar berikutnya menunjukan
perbedaan pada sudut nasofasial,
sementara sudut nasofrontal sama
(gambar 24).13

Porter seperti yang dikutip oleh


Tardy10 mengatakan pada umumnya
bangsa non-Kaukasia mempunyai
dasar hidung yang lebih lebar
dibandingkan jarak interkantus.
Terdapat perbedaan nyata antara
etnik pada konfigurasi cuping
hidung. Hidung pada ras Afrika lebih
lebar dan proyeksi rendah, serta
memiliki lubang hidung yang
12

Bibir dan Dagu


Dagu membentuk sepertiga bawah
dari wajah. Metode untuk menilai
posisi dagu dengan menarik garis
vertikal tangensial dari titik Li
dengan garis horisontal Frankfort.
Sulkus Mentolabial tereletak sekitar
4 mm di belakang garis ini (gambar
26).3,12

Gambar 24. Hubungan sudut nasofrontal


dan nasolabial dengan panjang hidung.13
Gambar 26. Sulkus mentolabial.3

Hubungan ala dan kolumela


Ukuran dari ala dapat dibedakan
menjadi besar, normal dan kecil.
Kompleksitas dari hubungan ala dan
kolumela diungkapkan oleh Gunter
seperti yang dikutip toriumi, terdapat
sembilan buah bentuk kombinasi
hubungan ala kolumela. (gambar
25).13

Dari penilaian sudut mentoservikal,


yang
menggambarkan
sudut
kelancipan dagu, nilai yang dianggap
ideal untuk Kaukasia adalah 800-950
(gambar 27). 3,12

Gambar 27. Sudut mentoservikal. 3

Pengukuran sudut mentoservical


pada perempuan Jawa murni pada
penelitian Reksodiputro6 didapatkan
hasil lebih besar 12 pada sudut
perempuan Kaukasia.
Gambar 25. Hubungan ala dengan
kolumela.13

Bibir merupakan sesuatu yang


dinamik dan kompleks ekspresi.
13

Bibir atas dan hidung saling


berhubungan dan merupakan unit
penting pada estika. Bibir umumnya
penuh dengan definisi yang baik
pada usia muda dan menipis dengan
karakter yang menghilang pada
proses penuaan. Bibir bawah dan
dagu membentuk dua pertiga bagian
bawah wajah, sementara bibir atas
merupakan sepertiganya. Bibir atas
biasanya merupakan lebih panjang 23 mm dari bibir bawah, namun ini
semua tergantung dari struktur gigi.
Bibir dan Kolumela membentuk
sudut Nasolabial. Nilai ideal untuk
Kaukasia adalah 900-950 untuk lakilaki dan 950-1100 untuk perempuan
(gambar 28). 3,12

perempuan Jawa murni lebih kecil


11 dibandingkan rerata sudut
nasolabial perempuan Kaukasia
sesuai
dengan
penelitian
Reksodiputro.6
Telinga
Ukuran telinga biasanya sesuai
dengan jarak Antara alis mata dengan
Ala Nasi. Lebar telinga biasanya
55% panjang telinga. Aksis panjang
telinga parallel dengan aksis panjang
Dorsum Nasi (gambar 30).3,12

Gambar 30. Ukuran dan aksis telinga.3,12

Gambar 28. Sudut nasolabial. 3

Sudut Nasomental adalah sudut yang


dibentuk oleh Dorsum Nasi, Tip Nasi
dan Pogonion, dan nilai yang
dianggap normal untuk Kaukasia
adalah 1200-1320 (gambar 29). 3,12

Gambar 29. Sudut nasomental. 3

Ukuran rerata sudut nasomental


perempuan jawa murni lebih besar
10 dibanding perempuan Kaukasia,
sementara Sudut nasolabial pada

DOKUMENTASI WAJAH
Analisis
wajah
yang
akurat
merupakan salah satu komponen
penting dalam perencanaan bedah
plastik.
Holly
Broadbent15
mendeskripsikan satu tekhnik standar
untuk
analisis
wajah
dengan
pengambilan
radiografi
untuk
mengukur craniofasial yang sekarang
dikenal dengan sefalometri.
Teknik fotografi dan dokumentasi
yang konsisten adalah dasar utama
dalam analisa wajah pra operasi.
Fotografi
wajah
menggunakan
kamera single-lens reflex (SLR) 35mm dan latar belakang berwarna
hijau atau biru sebagai penyeimbang
warna kulit. Teknologi yang semakin
berkembang menjadikan fotografi
digital menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari praktek dokter
14

bedah plastik. Kemajuan teknologi


memungkinkan
gambar
dapat
disimpan
dalam
arsip
dan
dimodifikasi
dengan
imaging
software komputer, memberikan
keuntungan untuk dapat melakukan
analisis wajah secara obyektif.8,15
Fotografi sebelum dan sesudah
operasi adalah rutinitas yang harus
dilakukan. Fotografi dalam bedah
plastik
sangat
penting
dan
merupakan bagian dari rekam medis
pasien. Fotografi standar dan
seragam
lebih
informatif
dibandingkan hanya dengan catatan
yang
detail,
keduanya
dapat
digunakan sebagai paduan untuk
operasi dan untuk kepentingan
medikolegal.
Fotografi ini dapat memperlihatkan
proses
penyembuhan
yang
mempengaruhi hasil dari operasi dan
alat
untuk
pengajaran.
Garis
horizontal Frankfurt digunakan untuk
memposisikan
pasien
sehingga
didapatkan posisi duduk yang
seragam dan sesuai standar.11
Dokumentasi foto yang akurat
tergantung
pada
penggunaan
peralatan yang konsisten dan ketat,
faktor pencahayaan, dan posisi
pasien.
Jarak
30
-45
cm
dipertahankan antara subjek dan latar
belakang untuk meminimalkan efek
bayangan subjek di latar belakang.
Warna latar belakang pilihan yang
ideal untuk fotografi medis adalah
warna biru. Latar belakang biru
memberikan kontras yang cukup,
cocok untuk semua warna kulit,
menyenangkan
untuk
mata,
memungkinkan untuk melihat lebih
mendalam
ke
lapangan,
dan
mempunyai bayangan yang moderat
tanpa mempengaruhi subjek secara

berlebihan.
Persetujuan
untuk
dokumentasi
harus
diperoleh
sebelum
fotografi
dilakukan.
Persetujuan
harus
mencakup
pernyataan yang menjelaskan tujuan
dari pengambilan foto.15
Persiapan untuk dokumentasi sangat
penting untuk menjaga konsistensi
dan memproduksi foto-foto yang
menangkap detail anatomi penting.
Rambut pasien harus ditarik jauh dari
wajah untuk mengekspos dahi dan
kedua telinga, dan dapat dicapai
dengan jepit rambut atau pita rambut
fleksibel. Make up perlu dihapus
sebelum mengambil foto meskipun
beberapa pasien mungkin menolak.
Manfaatnya
adalah
dengan
penghapusan
make
up dapat
mengungkapkan penyimpangan kulit
atau rhytidia halus yang dapat
ditangani sebagai bagian dari rencana
bedah.3,4,15
Standar dokumentasi untuk sebagian
besar prosedur estetika wajah pra
operasi dan pasca operasi terdapat
lima buah tampak, yang terdiri dari
(1) Posisi anteroposterior (AP) atau
frontal, (2) Posisi oblik dari kanan
dan kiri, dan (3) Posisi lateral dari
kanan dan kiri. Tampak foto
tambahan diperlukan pada operasi
rinoplasti, yaitu posisi basal dengan
cara mensejajarkan tip hidung
dengan glabella yang memberikan
informasi mengenai kompleks ala
dan kolumela dan dorsum hidung.
Tampak lainnya adalah posisi lateral
dengan pasien tersenyum untuk
mengetahui pergerakan dinamik tip
hidung karena ptosis tip atau terlalu
aktifnya muskulus depressor septi
(gambar 31).15

15

infraorbital, perlu diperhatikan dalam


pengambilan foto sebagai referensi
untuk memastikan posisi kepala yang
tepat. Pasien harus diposisikan
sedemikian rupa sehingga garis ini
sejajar
dengan
tanah.
a

Tampak oblik dapat dicapai dengan


menyelaraskan
kantus
medial
ipsilateral pasien ke komisura oral
atau tip hidung dari pasien harus
terlihat menyentuh pipi yang
didapatkan dengan sedikit rotasi dari
kepala pasien.15
d

Gambar 31 : a. Posisi frontal, b. Posisi


oblik kiri, c. Posisi lateral kiri, d. Posisi
oblik kanan, e. Posisi lateral kanan, f.
Posisi basal g,h. Posisi lateral dengan
tersenyum. 15

Lensa kamera harus berada pada


ketinggian yang sama dengan pusat
daerah yang sedang difoto. Gambar
diambil sejajar dengan mata pasien.
Garis horizontal Frankfort, garis
imajiner yang membentang dari
bagian atas tragus ke tepi

METODE ANALISIS FASIAL


Sefalometrik
Ahli
bedah
maksilofasial
menggunakan analisis sefalometrik
untuk merencanakan terapi dan
mengevaluasi hasil. Metode ini
melibatkan pengukuran maksila,
mandibula, dan hubungan gigi geligi
pada penelusuran tulang serta
jaringan lunak pada radiografi lateral
wajah
dan
dasar
tengkorak.
Sefalostat digunakan untuk menahan
kepala dalam posisi tetap saat
pengambilan radiografi. Metode ini
banyak dilakukan oleh orthodontis
dan ahli bedah mulut karena
pengukuran ini lebih baik digunakan
untuk menilai hard tissue.3,6,12
Fotogramometri
Fotogrametri merupakan pengukuran
langsung proporsi jaringan lunak
pada foto wajah. Metode ini disukai
oleh sebagian besar ahli bedah
plastik wajah. Ketebalan jaringan
lunak bervariasi tergantung pada
daerah wajah dan reposisi tulang
pasca operasi tidak sepenuhnya
berhubungan dengan perubahan
bentuk jaringan lunak di atasnya.
16

Ahli bedah plastik wajah secara rutin


menggunakan foto dan gambar video
untuk mendokumentasikan temuan
pada sebelum dan sesudah operasi,
sehingga akan lebih mudah untuk
menggunakan gambar tersebut untuk
menilai
dan
membandingkan
proporsi wajah. Berbagai sudut dan
rasio antara unit estetika dihitung
berdasarkan profil fotografi serupa
dengan
sefalometrik.
lunak.
Fotogrametri dapat dilakukan dengan
dua dimensi dan tiga dimensi.
Fotogrametri yang dilakukan pada
foto ukuran standar dengan teknik
standar akan dihasilkan pengukuran
yang akurat.3,6,12
Peck dan Peck seperti yang dikutip
Sambough12 menggambarkan suatu
metode fotometri lateral. Hidung,
maksila, sudut mandibula diukur
untuk menetapkan proporsi vertikal.
Puncak dari sudut ini adalah tragion
(Tr), dan ditarik garis ke nasion (Tr N), titik puncak hidung (Tr - Tp),
tepi vermilion superior (Tr - Vs), dan
pogonion (Tr - Pg). Sudut hidung
mengevaluasi ketinggian hidung
vertikal dari nasion ke puncak
hidung (N-Tr-T), sudut maksila
mengevaluasi ketinggian maksila
dari puncak hidung ke bibir atas (TpTr-Vs), dan sudut mandibula
mengevaluasi ketinggian mandibula
dari bibir atas ke pogonion (Vs - Tr
Pg) (gambar 31).12

Legan dan Burstone seperti yang


dikutip Sambough12 menggunakan
analisis sefalometri jaringan lunak
untuk
mengevaluasi
tingkat
konveksitas
wajah.
Sudut
konveksitas wajah dibentuk oleh
garis yang ditarik melalui glabella
dan subnasale (G Sn), garis dari
subnasale ke pogonion (Sn - Pg).
Posisi horizontal relatif wajah bagian
tengah dan bawah ditentukan dengan
menarik garis tegak lurus horizontal
dari glabella (G). Jarak horizontal
dari subnasale (Sn) dari garis ini
menilai protrusi atau retrusi maksila.
Jarak horizontal dari pogonion (Pg)
memperkirakan tingkat prognatisme
retrognatism mandibula (gambar
32).12

Gambar 32. Sudut konveksitas wajah.12

Powell dan Humphries mengatakan


mengenai konsep segitiga estetika
analisis wajah . Sudut penting dalam
sistem ini adalah sudut nasofrontal,
nasofasial,
nasomental,
dan
mentocervical. Sudut ini digunakan
untuk mendefinisikan hubungan dari
kelima bagian estetika utama
wajah.12
PERANAN ANALISIS WAJAH
DALAM RINOPLASTI

Gambar 31. Metode fotometri Peck dan


Peck.12

Peranan analisis wajah penting untuk


mengevaluasi pre dan pasca operasi
17

wajah khususnya untuk rinoplasti.


Analisis wajah dalam rinoplasti
berguna untuk menilai prominen
hidung, dorsum hidung, rotasi tip,
proyeksi tip dan ala nasi. Prominen
hidung dapat diukur dari tinggi
radiks, yang dinilai dari jarak antara
kornea ke nasion pada tampak
lateral. Proyeksi tip dapat dinilai dari
sudut
nasofasial,
penguukuran
dengan cara metode Goode dan
Simon. Rotasi hidung dapat diukur
dengan menilai sudut antara garis
proyeksi tip dengan garis vertikal
atau dengan sudut nasolabial. Ala
nasi dapat dinilai dari columella
show.
Penilaian ini akan sangat baik
apabila kita mengetahui perbedaan
anatomi pada setiap ras dan budaya,
agar didapatkan hasil rinoplasti yang
natural.

3.

4.

5.

6.

7.
8.
9.

KESIMPULAN
Penilaian pra dan pasca tindakan
rinoplasti dengan analisis wajah baik
secara
langsung
maupun
fotogrametri dapat menjadi panduan
rinoplasti serta mengevaluasi hasil
operasi.
Ahli
bedah
perlu
memperhatikan adanya variasi pada
setiap individu sebagai pertimbangan
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

Bettina C, Annelyse CB, Renata VB,


Cezar ASB, Johann GH, Marcos M.
Rhinoplasty And Facial Asymmetry:
Analysis
Of
Subjective
And
Anthropometric
Factors
In
The
Caucasian
Nose.
Int.
Arch.
Otorhinolaryngol. 2012. p.445-451
Dimitrije EP. Facial Analysis. In:
Dimitrije EP ed. Aesthetic Surgery Of

10.

11.
12.

13.

14.

15.

The Facial Mosaic. New York: Springer;


2007. p.24-28.
Marc SZ. Aesthetic Facial Analysis. In:
Paul WF et al ed. Cummming
Otolaryngology Head & Neck Surgery.
5th ed. Elsevier; 2010. p.269-280.
Larabee WF, Makielski KH. Variation
of Facial Anatomy with Race, Sex and
Age. In: Surgical Anatomy of The Face.
Raven Press; p. 13-20
Trimartani. Menuju Karakteristik Wajah
Menarik Perempuan Indonesia Ditinjau
dari Aspek Analisis Wajah dengan
Fotogrametri Menggunakan Perangkat
Lunak Analisis Wajah: Perempuan
Jawa, Minang dan Batak. Indonesia:
FKUI; 2008
Reksodiputro MH. Antropometri dan
Analisis Wajah dengan menggunakan
Rhinobase Software pada Perempuan
Jawa Murni di Jakarta. Indonesia:
FKUI; 2006
Frankel AS, Metha U. Nasal
Analysis. In: Master Techniques in
Rhinoplasty. Elsevier; p.31-42
Fabio M. Basic Facial Analysis. In:
Fabio M. Clinical Facial Analysis.
Germany. Springer; 2005. p. 44-56
Wolfgang G, Andreas D. Aesthetic
Rhinoplasty Plus Brow, Eyelid And
Conchal
Surgery:
Pitfalls
Complications Prevention.
GMS
Current Topics In Otorhinolaryngology
- Head And Neck Surgery. 2013.
Tardy ME. Nasal Reconstruction And
Rhinoplasty. In: Ballenger JJ, Snow JB
ed. Otorhinology head and neck surgery.
Spain: BC Decker; 2003. p. 842-98
Charles RW, Stephen SP. Nasal and
Facial Analysis. Clin Plastic Surgery.
2010. p.181189
Karen HC, Kweon IS. Facial Analysis
and Preoperative Evaluation. In: Bailey
BJ, Johnson JT, NewlandsSD. Head &
Neck Surgery Otolaryngology.
Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
p.2481-96
Toriumi DM, Becker DG. Rhinoplasty
Analysis. In: Rhinoplasty Dissection
Manual. Philadephia: Lippincot William
and Wilkins; 1999. p. 9-23
Farkas LG. Anthropometry of the Head
and Face in Clinical Practice. In:
Anthropometry of the Head and Face.
2nd ed. Raven Press; 1994. p. 71-1
Ravi SS, Sam PM. Pre and
Postoperative Portrait Photography:
Standardize
Photos
for
Various

18

Procedures. Facial Plastic Surgery


Clinics of North America. 2010. p. 24552

19

Anda mungkin juga menyukai