Anda di halaman 1dari 7

Nama

: Nurul Hakim

Kelas

: 3 D3 Teknik Elektro Industri A

NRP

: 1303131001

K3 PADA SISTEM GROUNDING PESAWAT TERBANG


Kita ketahui bahwa petir akan condong menyambar tempat yang tinggi, seperti gedung
bertingkat , pohon yang menjulang , tower antena ataupun petani yang sedang di persawahan .
Tempat tinggi seperti di atas sering menjadi sasaran empuk sambaran petir yang tentunya akan
menyebabkan kerusakan bila tidak di lengkapi dengan penangkal petir. Pertanyaan bagaimana
dengan pesawat yang mengudara? bukankah pesawat melayang diudara dengan ketinggian
ribuan meter dari daratan?
Tentunya kondisi ini akan menjadi target utama untuk petir menyambar , apakah pesawat
juga mempunyai penangkal petir ? dan mengapa tidak ada maskapai yang menghentikan
penerbangan ketika terjadi badai petir ? mungkin kita simpan dahulu pertanyaan tersebut.
Terlebih dahulu kita bahas tentang petir. dari berbagai sumber dan buku bahwa terjadinya
petir disebabkan oleh gesekan antar awan. Petir terjadi diakibatkan terkumpulnya ion bebas
bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan dan
kejadian Ionisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau
sebaliknya, bahkan perubahan padat (es) menjadi cair.
Static discharge sistem/penangkal petir pesawat
Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang berhembus,
bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial
yang cukup untuk menyambar maka inilah yang disebut petir.
Kembali kepertanyaan semula , bahwa benda yang terbang di udara akan menimbulkan
muatan listrik statis yang diakibatkan karena gesekan antara benda tersebut dengan udara atau
awan , atau hampir sama kejadiannya dengan terjadinya petir begitu pula dengan pesawat
terbang badan pesawat akan bermuatan listrik static saat mengudara saat peristiwa gesekan badan
pesawat dengan udara, mungkin dahulu pesawat kerap sekali tersambar petir tetapi pada jaman
sekarang sambaran petir yang mengenai pesawat sudah tidak membahayakan lagi sebab pesawat
sudah dilengkapi dengan sistem static discharge atau penangkal petir pesawat.
Pada saat pesawat terbang diangkasa bergesekan dengan udara dan awan akan timbul
muatan listrik statis diseluruh badan pesawat , karena terdapat static discharger pada beberapa
tempat di badan pesawat maka akan segera membuang listrik ke udara tanpa harus menggunakan
sistem grounding penangkal petir pada umumnya .
Sama halnya bila pesawat tersambar petir aliran listrik dari petir tersebut akan segera di
lepas kembali ke udara , Bahan material dari Static Discharge walau berbentuk kecil tetapi

mampu dilalui oleh arus listrik yang besar sebab memakai bahan material yang sangat keras .
sehingga sangat kecil kemungkinan pesawat rusak di sistem instrument nya akibat tersambar
petir.
Bentuk dari batang Static Discharge pada pesawat sangat simple dan sederhana , karena
hanya berupa potongan logam yang dibungkus plastik yang jika dilihat secara visual seperti Paku
dan ditempatkan pada ujung sayap, ekor dan hidung pesawat dan hanya berjumlah kurang lebih
antara 12 atau 16.
Ketika ada sambaran petir yang mengenai pesawat maka muatan listrik tersebut akan
dialirkan menuju permukaan kawat yang lebih runcing yang berada di sayap maupun di ekor
pesawat , dengan begitu muatan listrik tidak akan masuk kedalam ruang pesawat itu atau
merusak peralatan instrumen elektroniknya dan apabila ada kejadian pesawat tersambar petir
berarti alat atau static discharge /penangkal petir yang terpasang tidak bekerja dengan baik tapi
itupun jarang sekali terjadi.
Jadi dengan adanya batang Static Discharger sebuah pesawat terbang yang sedang
mengudara akan aman dari semua efek petir , baik efek Static badan pesawat dengan awan,
ataupun efek dari sambaran petir yang mengenainya.
Bandar udara (bandara) merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala penjuru dunia
yang datang dan pergi dengan pesawat udara, dan juga tempat berkumpulnya banyak orang yang
melakukan kegiatannya masing-masing untuk menunjang operasi penerbangan yang lancar,
aman dan nyaman.
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) , Airpot is a
defined area on land or water (including any buildings, installations, and equipment) intended to
be used either wholly or in part for arrival, departure, and movements of aircrafts. Menurut PT
(persero) Angkasa Pura, bandar udara, ialah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan
peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi
angkutan udara untuk masyarakat.
Dengan perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas manusia serta barang yang
makin tinggi, maka fungsi bandara (bandar udara) makin bertambah penting. Di daerah-daerah
penerbangan perintis, bandara masih sederhana, tetapi di kota-kota besar sudah berkembang
menjadi besar dan canggih karena merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala
penjuru dunia, dan tempat berkumpulnya banyak orang melakukan kegiatannya masing-masing
untuk menunjang operasi penerbangan yang aman dan nyaman. Untuk itu dalam
pengoperasiannya suatu bandara harus menyediakan fasilitas medik untuk dapat menanggulangi
gawat darurat penerbangan, gawat darurat medik atau gangguan kesehatan lainnya. Lagi pula
untuk memberi kemudahan pada calon penumpang dan pengunjung, di bandara disediakan
kafetaria, restoran, coffee shop, duty free shop, kantor pos, bank, money changer dsb. Dan di
bandara internasional selalu ada kantor/petugas C.I.Q. (Custom Immigration Quarantine).
Akibat hal-hal di atas timbul masalah hygiene dan sanitasi di bandara yang harus
ditangani sungguh-sungguh, sebab suatu bandara internasional adalah pintu gerbang suatu

negara. Masalah hygiene dan sanitasi di bandara berhubungan erat dengan penyebaran penyakit
menular dan juga dengan keselamatan penerbangan. Di samping masalah-masalah tersebut di
atas, sering melalui bandara seorang pasien ingin berobat ke rumah sakit yang,besar di kota lain,
bahkan ke luar negeri. Ini menimbulkan masalah, karena tidak semua orang sakit boleh diangkut
dengan pesawat udara (pesawat dari airline).
Untuk membangun suatu bandar udara harus dipilih lokasi yang cocok. Lokasi ini harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu :
1. Dekat dengan sumber lalu lintas.
2. Bebas dari rintangan.
3. Masih tersedia lahan untuk perluasan/perpanjangan landasan.
4. Kecocokan medan di sekitarnya untuk pendaratan.
5. Kondisi metereologis.
6. Biaya konstruksi dan pemeliharaan.
7. Hubungannya dengan airways yang ada.
Kriteria-kriteria tersebut tidak selalu sama pentingnya, misalnya jarak dengan sumber traffic
tidak begitu penting bila bandar udara yang akan dibangun nanti hanya untuk refueling atau
untuk overnight stop (tidak menurunkan penumpang). Di samping kriteria tersebut juga perlu
diperhatikan major sanitary conditions, yaitu :
1. Jaraknya ke pemukiman penduduk.
2. Jaraknya ke daerah nyamuk berkembang biak, terutama rawa atau genangan air yang tidak
mengalir.
3. Keberadaan serangga, binatang-binatang kecil dan tikus.
4. Arah angin sepanjang tahun yang dapat membawa nyamuk dari tempat jauh.
5. Sifat persediaan air, terutama sumbernya, status kontaminasi dan debitnya yang cukup.
6. Dalamnya dan sifat permukaan air tanah.
7. Drainase daerah itu berlangsung secara alami atau melalui saluran buatan.
Semua masalah-masalah diatas harus dianalisis lebih dahulu sebelum pembangunan
bandar udara dimulai, hal ini untuk mengindari kesulitan-kesulitan baru atau tambahan selama
proses konstruksi bandar udara sedang berjalan. Juga perlu diperhatikan bahwa tidak semua
penumpang itu sehat, tetapi ada orang cacat, orang tua, wanita hamil dan anak-anak. Maka dalam
membangun suatu bandar udara harus dibuat fasilitas untuk orang-orang. Selain itu dalam
pembangunan bandara harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan agar dapat
memenuhi persyaratan K3 untuk menunjang operasi penerbangan yang lancar, aman dan
nyaman. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya suatu gawat
darurat penerbangan, gawat darurat medik, gawat darurat karena bencana alam atau suatu
kecelakaan kerja. Masalah hygiene dan sanitasi di bandara harus diperhatikan dan ditangani
sungguh-sungguh karena bandara adalah pintu gerbang suatu negara. Masalah yang juga penting
di bandara adalah yang berhubungan dengan gangguan kesehatan karena lingkungan kerja yaitu
karena bising, gelombang mikro, debu radioaktif dan sinar x, dan bahan-bahan kimia yang
terdapat di bandara. Akhirnya masalah penanggulangan dan penyelidikan kecelakaan pesawat

udara yang terjadi di bandara dan sekitarnya, dan selanjutnya sering melalui bandara diangkut
penumpang yang sakit untuk berobat ke kota atau negara.lain semua ini perlu ditangani.
Masalah keselamatan kerja di bandara adalah menyangkut masalah tentang tenaga kerja
dan orang lain yang berada di tempat kerja. Adapun potensi bahaya yang menyangkut tenaga
kerja dan orang lain di bandara meliputi :
1. Gawat darurat yang melibatkan pesawat, yaitu :
a. Kecelakaan pesawat udara di bandar udara.
b. Kecelakaan pesawat udara di sekitar bandar udara.
c. Insiden pesawat udara dalam penerbangan.
d. Insiden pesawat udara di darat.
e. Sabotase, termasuk ancaman bom.
f. Pembajakan.
2. Gawat darurat yang tidak melibatkan pesawat yaitu :
a. Kebakaran bangunan.
b. Sabotase, termasuk ancaman bom.
c. Bencana alam.
d. Bahaya petir.
e. Bahaya listrik
3. Gawat darurat medik.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya undang-undang yang menyangkut
tentang keselamatan kerja yaitu Undang-undang No. 1 tahun 1970 yang bertujuan untuk
melindungi tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di dalam tempat kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat. Selain itu, bandara harus mempunyai sertifikasi sesuai dengan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomer : KM 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar
Udara.
Pengendalian terhadap bahaya kebakaran juga harus di perhatikan. Menurut Permenaker RI No.
Per. 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan. Dimana di dalamnya diatur tentang syarat pemasangan yang meliputi penggunaan apar
yang sesuai dengan jenis kebakaran dan juga termasuk pemasangan alarm kebakaran yang
mungkin timbul di bandara serta jalur penyelamatan seperti tangga darurat, koridor, pintu
kebakaran, lift kebakaran, penerangan darurat dan penunjuk arah keluar, komunikasi darurat,
sistem pengendalian asap.
Pengaturan seperti instalasi listrik dan instalasi petir harus disesuaikan dengan peraturan
perundangan yang ada seperti Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor : Kep. 75/MEN/2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Nomor : SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (Puil 2000) di
Tempat Kerja dengan tujuan :
1. Instalasi listrik dapat dioperasikan dengan baik.
2. Terjamin keselamatan manusia.
3. Terjamin keselamatan instalasi listrik beserta perlengkapannya.

4. Terjamin keamanan gedung dan isinya terhadap kebakaran akibat listrik.


5. Terjamin perlindungan lingkungan.
Selain itu aspek kesehatan di bandara juga perlu mendapat perhatian. Karena banyak sekali
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada
atau di sekitar bandara. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Bising.
2. Bahan kimia.
3. Debu atau bahan radioaktif.
4. Gelombang mikro dan sinar X.
5. Polusi udara.
Bising yang terdapat di bandara terutama berasal dari mesin pesawat yang mempunyai
frekuensi tinggi dan intensitas besar, yaitu 90-110 dBA atau lebih. Menurut Kepmenaker No.
Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja bahwa untuk
NAB kebisingan adalah 85 dBA untuk pemajanan 8 jam sehari. Artinya tenaga kerja dapat
bekerja dengan intensitas kebisingan sebesar 85 dBA maksimal hanya 8 jam. Sedangkan
kebisingan di bandara yang mencapai 90-100 dBA hanya boleh di alami tenaga kerja maksimal
selama 2 jam. Untuk itu tenaga kerja harus memakai alat pelindung diri, karena intensitas
pekerjaan hampir selama 24 jam.
Akibat bising yang paling penting adalah menurunnya pendengaran dan dapat terjadi tuli
permanen (sensoric deafness). Hampir 15% dari awak darat airline mengalami gangguan ini
secara tak langsung. Dalam hubungannya dengan pesawat tersebut karyawan dibagi dalam
golongan, yaitu :
1. Golongan I : Mereka yang bekerja dekat sekali dengan pesawat (kurang dari 8 meter) selama
runs up.
2. Golongan II : Mereka yang relatif dekat (8 50 m) pesawat, misalnya maintenance personnel,
starting crew, dan trouble line personnel.
3. Golongan lII : Mereka yang kadang-kadang harus bekerja tidak jauh dari pesawat (50 120
m), misalnya pramugari darat, personel kargo, dsb.
Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat dibagi menjadi 4 zone yaitu :
1. Zone A : Daerah dengan tingkatan bising antara 150 dB. Zone ini jangan dimasuki sama
sekali.
2. Zone B : Daerah dengan tingkatan bising antara 135 150 dB. Di daerah ini orang harus
berusaha sesingkat mungkin dan harus memakai ear muff.
3. Zone C : Daerah dengan tingkatan bising antara 115 135 dB. Semua orang yang bekerja di
sini harus memakai ear muff. Bila hanya sebentar boleh memakai ear plug.
4. Zone D : Daerah dengan tingkatan bising antara 100 115 dB. Mereka yang bekerja di sini
harus mekakai ear plug terus menerus.
Untuk mencegah/mengurangi akibat gangguan bising perlu dilakukan Hearing Conservation
Program, dengan cara :
1. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan tersebut di atas.

2. Dilakukan usaha-usaha pencegahannya, di antaranya ialah memakai :


a. Helmet : Dipakai bila bekerja dekat sekali dengan pesawat yang run-up. Diperkirakan
sebagian bising diserap oleh tulang-tulang kepala, jadi perlu helmet.
b. Ear muff : Dibuat dari plastik atau karet dengan ukuran small, medium dan large.
c. Golongan I memakai helmet dan ear plug.
d. Golongan II memakai ear muff.
e. Golongan III cukup memakai ear plug.
Dalam pemeriksaan audiometri, dibuat Base Line Audiogram untuk frekuensi 250, 500,
1000, 2000, 4000, dan 8000 c/s, yang terpenting adalah frekuensi 500, 1000, dan 2000 c/s. Bila
ada seorang dengan hearing loss 15 dB atau lebih, perlu dibuat audiogram ulangan setelah 48
jam bebas dari bising. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan yang terpapar
bising, dilakukan tiap 2 4 tahun sekali.
Para tenaga kerja atau karyawan di darat juga dihadapkan pada bahan kimia, seperti bahan bakar
(bensin, bensol, avtur) minyak hidrolik, larutan desinfektans, insektisida dsb. Bahan-bahan
tersebut dapat menyebabkan dermatitis kontak, dan bila tertelan atau terhirup dapat terjadi
intoksikasi yang membahayakan. Oleh karena itu perlu dicegah dengan cara :
1. Memakai sarung tangan dan pakaian kerja, bila perlu masker.
2. Disediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan kamar ganti pakaian.
3. Ventilasi kerja harus baik.
4. Penyuluhan tentang kesehatan kerja.
5. Pemeriksaan kesehatan berkala (1 2 tahun sekali).
Selain itu perlu juga diketahui nilai ambang batas bahan kimia yang diperbolehkan sebagai
upaya pengendalian. Peraturan yang mengatur tentang bahan kimia adalah SE Menaker No. SE
01/MEN/1997 tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja dan juga Kepmenaker No.
KEP 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kima berbahaya di tempat kerja. Di dalamnya
diatur tentang Nilai Ambang Batas bahan kimia dan juga mencegah kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka perlu diatur
pengendaliannya.
Dalam pengoperasian radar digunakan gelombang mikro dan sinar X. Gangguan yang
ditimbulkan gelombang ini akan dirasakan terutama oleh teknisi radar, jarang pada operator
radar. Gelombang mikro dapat merusak lensa mata dan terjadilah katarak, atau dapat juga
merusak kelenjar testis, akibatnya adalah kemandulan. Oleh karena hal-hal tersebut perlu
dilakukan usaha pencegahannya. Dalam Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyatakan bahwa NAB untuk gelombang mikro .
Sinar X juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, yaitu dapat menyebabkan mutasi gen,
munculnya kanker dan lain sebagainya. Dalam penanganannya, ada beberapa cara yaitu :
1. Mengatur waktu pemajanan dengan memberikan jam istirahat.
2. Isolasi sumber sinar X.
3. Bekerja dengan menggunakan remote control.

4. Tenaga kerja harus menggunakan APD.


Petugas ground handling kadang-kadang harus menangani muatan yang berisi bahan
radioaktif. Bila terjadi kebocoran dalam pengepakan dapat membahayakan sekitarnya. Dan
pesawat udara secara berkala diperiksa untuk mengetahui keretakan pada bagian-bagiannya.
Kedua radiasi ini dapat membahayakan kesehatan dan perlu dilakukan usaha pencegahannya.
Polusi udara terjadi karena asap yang keluar dari mesin pesawat, kendaraan ground handling, dan
mobil yang lalu lalang. Juga hembusan yang kuat (jet blast) yang keluar dari exhaust pesawat
menyebabkan debu beterbangan; ini akan menambah tingkat polusi yang sudah ada. Untuk itu
perlu usaha pencegahan yaitu :
1. Pemakaian masker.
2. Sarung tangan.
3. Baju pelindung.
4. Penyuluhan kesehatan bagi tenaga kerja.
Masalah hygiene dan sanitasi di bandara juga perlu di perhatikan sesuai dengan Undangundang Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi di bandar udara akan menyangkut
empat masalah,yaitu :
1. Penyediaan air (water supply).
2. Kebersihan makanan (food hygiene).
3. Pembuangan sampah dan kotoran (waste disposal).
4. Pemberantasan serangga/binatang yang dapat menularkan penyakit (vector control).
Hygiene dan sanitasi di bandar udara harus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena
bila tidak, dapat membahayakan keselamatan penerbangan dan orang lain di lingkungan bandara.

Anda mungkin juga menyukai