Anda di halaman 1dari 9

KEMASAN CERDAS PENYERAP KELEMBABAN AIR

(MOISTURE SCAVANGER 2 )
Review Jurnal

Oleh:
NURUL IMAMAH
F152130181

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Penyerap Kelembaban Air (Moisture Scavengers)


Inovasi dalam kemasan saat ini yaitu pada desain baru bahan penghambat (polimer, bahan
kompleks dan multilayer) untuk tujuan pemasaran. Kemasan makanan tidak lagi hanya berperan
pasif dalam melindungi produk dari kerusakan selama pemasaran. Konsep baru tentang kemasan
aktif dan kemasan cerdas adalah solusi yang inovatif untuk memperpanjang umur simpan,
meningkatkan mutu dan keamanan pangan (Gontard, 2000; Dobrucka, 2014). Hal ini dibuktikan
dengan adanya peningkatan aspek ekonomi pada pasar global yang memilih menggunakan
kemasan aktif dan cerdas untuk pengemasan makanan dan minuman ditambah dengan
penggunaan kemasan atmosfer termodifikasi (Restuccia et al., 2010).
Kemasan aktif mengacu pada penggabungan zat aditif tertentu ke dalam kemasan film
atau dalam wadah kemasan dengan tujuan mempertahankan dan memperpanjang umur simpan
produk (Day, 1989; Dobrucka 2014). Kemasan aktif memungkinkan kemasan untuk berinteraksi
dengan produk atau dengan lingkungan dan berperan dinamis dalam mengawetkan makanan.
Berbeda dengan kemasan tradisional kemasan aktif dan cerdas dapat mengubah komposisi dan
karakteristik organoleptik produk, asalkan perubahan yang terjadi konsisten untuk produk yang
dikemas. Kemasan dapat disebut aktif ketika melakukan beberapa peran yang diinginkan dalam
pengawetan makanan selain hanya memberikan penghalang benturan dari kondisi eksternal
(Hutton, 2013).
Penyerap kelembaban (moisture scavengers) adalah salah satu komponen dari kemasan
aktif. Kelebihan air yang terus bertambah didalam kemasan akibat tingginya aktivitas air seperti
pada produk segar mendukung tumbuhnya cendawan dan bakteri, yang mengakibatkan
menurunya kualitas produk dan mengurangi umur simpan. Pengendalian kelembaban air yang
berlebih pada kemasan produk pangan sangat penting untuk menghambat pertumbuhan mikroba
dan mempertahankan mutu produk. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengendalikan
kelembaban air pada kemasan adalah dengan menggunakan penyerap kelembaban air (moisture
scavengers) (Ozdemir & Floros, 2004).
Alat kontrol kelembaban dapat membantu dalam mengendalikan aw sehingga dapat
mengurangi pertumbuhan mikroba, menghilangkan air yang mencair dalam produk yang
dibekukan, mencegah kondensasi dari produk segar dan menjaga tingkat oksidasi lemak.
Desiccants seperti gel silika, tanah liat alami dan kalsium oksida digunakan pada makanan
kering, sementara alat kontrol kelembaban internal digunakan untuk makanan yang memiliki

kelembaban tinggi. Desiccants biasanya berbentuk sachet berpori internal atau seperti kartrij
plastik berlubang yang berisi desiccants.
Pada pengemasan makanan, sejumlah kelembaban mungkin terjebak selama
pengemasan atau mungkin berkembang dalam kemasan karena permeasi. Masalah
kelembaban mungkin timbul dalam berbagai situasi termasuk respirasi pada tanaman
hortikultura, mencairnya es, fluktuasi suhu dalam kemasan makanan yang memiliki
ekuilibrium RH tinggi, atau tetesan cairan yang dihasilkan saat memotong daging. Hal
tersebut dapat diminimasi menggunakan kemasan, baik dengan cara penyerapan cairan
maupun kelembaban udara.
Penurunan kelembaban relatif di sekitar kemasan akan menurunkan aktivitas air di
permukaan bahan pangan, sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Kondisi ini
dapat diperoleh dengan cara menyerap air dalam bentuk fase uapnya sehingga penggunaan
humektan lebih efektif daripada polimer super absorben. Ada banyak penyerap kelembaban
air yang telah berhasil diteliti dan diterapkan untuk memperpanjang umur simpan produk.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa contoh aplikasi penyerap kelembaban air dengan
berbagai inovasi.
A. CaO, CaCl2, KCl, Bentonite dan Sorbitol
Pada pengemasan MAP untuk buah terung belanda yang dilakukan oleh Naibaho
(2013), digunakan bahan penyerap uap air yaitu CaO sebanyak 5 gram. Bahan yang
digunakan tidak hanya penyerap uap air tetapi bahan penyerap lain seperti penyerap oksigen
dan etilen yang kemudian dikombinasikan. Bahan penyerap dimasukan ke dalam sachet
yang terbuat dari kertas saring. Bahan penyerap uap air ini dimasukkan ke dalam kemasan
plastik LDPE untuk melihat pengaruhnya terhadap produk yang dikemas. Hasil penelitian
menunjukan metode pengemasan dengan kemasan aktif pada kombinasi penyerap oksigen
dan uap air, dengan lama penyimpanan sampai 4 minggu, menunjukan nilai pengamatan
paling baik (Naibaho, 2013).
Bahan penyerap tunggal sudah diaplikasikan dalam penyerapan uap air pada
pengemasan tomat dan paprika yang menghasilkan umur simpan yang lebih panjang.
Namun, pada pengemasan jamur tiram aplikasi bahan penyerap tunggal menunjukan hasil
yang kurang efektif karena tingginya proses transpirasi uap air dari jamur. Oleh karena itu,
dibuat kombinasi dari ketiga bahan penyerap kelembaban (kalsium oksida, kalsium klorida
dan sorbitol) dengan beberapa konsentrasi zat untuk meningkatkan kapasitas penyerapan uap
air. Dengan metode simplex lattice. Analisis Pareto menunjukan bahwa kalsium klorida

memiliki efek yang paling signifikan dalam penyerapan uap air. Campuran yang paling
optimal untuk penyerapan uap air pada pengemasan jamur tiram adalah 0.5 g kalsium
oksida, 0.26 g kalsium klorida, dan 0,24 sorbitol. Masing-masing memiliki kapasitas
menyerap uap air sebesar 0.813 g.
Mahajan et al. (2008) mengembangkan kemampuan penyerap kelembaban air pada
pengemasan jamur segar dengan menggunakan kombinasi berbagai bahan penyerap air.
CaCl2 (0.55 g g-1), Sorbitol (0.25 g g-1) dan Bentonit (0.2 g g-1) menjadi proposi kombinasi
terbaik dalam menyerap kelembaban air. Ditemukan pula bahwa kapasitas memegang
kelembaban air tergantung pada kelembaban relatif,

yang terus meningkat dengan

meningkatnya kelembaban relatif. Namun, suhu tidak berpengaruh signifikan terhadap


kapasitas memegang kelembaban tersebut. Berikut dapat dilihat tingkat penyerapan bahan
penyerap yang telah dikombinasikan pada perlakuan suhu dan kelembaban yang berbeda..

Pada kasus lain penggunaan sorbitol tunggal sebagai penyerap kelembaban pada
kemasan jamur Pleurotus tidak direkomendaskan karena mengakibatkan kebocoran jaringan.
Penggunaan silika gel dapat digunakan pada dosis yang tepat, jika jumlah silika gel teralu
banyak makan akan mengakibatkan susut bobot pada jamur. Pengemasan MAP dengan
komposisi udara 15 kPa O2 dan 5 kPa CO2 dapat diterapkan untuk pengemasan jamur
Pleurotus yang dapat menjaga kualitas selama 7 hari pada suhu 4oC (Villaescusa, 2003).
B. Attapulgite

Attapulgite adalah mineral tanah liat alami dengan struktur rantai tiga dimensi dari
kristal terhidrasi magnesium alumino-silikat yang menyediakan koloid unik dan properti
penyerap. Attapulgite telah diakui aman (GRAS) (USDA, 2010) dan terdaftar di European
Union Register of Feed Additives berdasarkan peraturan (EC) No 1831/2003 (EC, 2012).
Attapulgite telah banyak digunakan sebagai bahan penyerap kelembaban air untuk produk
makanan, pakan, industri kecantikan, dan obat-obatan. Sintesis attapulgite dengan
poliakrilamida (ATPGAA) adalah polimer super absorben yang meningkatkan kapasitas
penyerapan kelembaban dan memperkuat sifat fisik (Zhang et al., 2007; Lawal et al., 2009).
Kemampuan penyerapan ATPGAA telah dibuktikan dalam studi terbaru (Zhang et al, 2006,
2010;

Wang

et

al,

2007).
Pada penelitian Choi et al. (2013) ATPGAA dikembangkan untuk melihat
pengaruhnya terhadap mutu dari seasoned laver yang memiliki daya serap tinggi terhadap
kelembaban air atau sebagai produk sensitif kelembaban selama penyimpanan. ATPGAA
dengan berbagai konsentrasi diserapkan pada plastik LLDPE untuk plastik pengemasan.
Hasil penelitian menunjukan film ATPGAA 4% memiliki nilai efisiensi penyerapan paling
tinggi dibanding LLDPE tanpa ATPGAA (Choi et al., 2013). Berikut model Chen yang
dapat menggambarkan proses sorpsi isotermis untuk ATPGAA.

C. Polimer Super Absorben

Penyerap yang umum digunakan adalah polimer super absorben yang diletakan diantara 2
lapisan dari sebuah microporous atau polimer non woven. Bahan ini tersedia dalam bentuk
lembaran berbagai ukuran yang digunakan sebagai bantalan untuk penyerap tetesan (Kerry et al.,
2006). Polimer lain yang sering digunakan untuk menyerap air adalah garam poliakrilat dan
kopolimer dari pati. Polimer super absorben ini dapat menyerap 100-500 kali dari beratnya
sendiri. Alat yang sama dengan skala yang lebih besar digunakan untuk menyerap lelehan es
pada transportasi ikan segar dan hasil laut lain melalui udara.
Perusahaan Showa Denko Co., di Jepang telah mengembangkan film (Pichit) yang dapat
menyerap uap air dan digunakan untuk rumah tangga. Film ini dilaminasi dengan propilen glikol
dan polivinil alkohol (PVA). Film PVA akan menahan glikol tapi permeabilitasnya terhadap air
sangat tinggi. Bahan pangan dibungkus di dalam selofan kemudian dimasukkan ke dalam
kantung Pichit dan disimpan dalam refrigerator. Perbedaan aktivitas air antara bahan pangan dan
glikol berarti bahwa air ditarik dari permukaan bahan pangan dan diabsorbsi oleh film. Pengaruh
yang diinginkan, misalnya mengeringnya permukaan biasanya akan terjadi dalam waktu 4-6 jam.
Masa simpan ikan yang disimpan dikemas dengan bahan penyerap air ini 3-4 hari lebih panjang
dari pada ikan yang dikemas tanpa penyerap air. Kantung Pichit dapat digunakan kembali yaitu
untuk 10 kali penggunaan setelah bahan yang dikemas dikeluarkan dengan cara mencuci kantung
di dalam air dan dikeringkan.
Penambahan bahan anti kabut (anti fog) yang dicampur dengan resin polimer sebelum
proses ekstrusi dapat mencegah timbulnya kabut dan embun di permukaan kemasan. Bahan
amfifilik akan menurunkan tegangan permukaan di antara polimer dan konsendasi air, akibatnya
tetesan air akan menyebar sebagai lapisan tipis yang transparan di permukaan film polimer.
Konsumen akan dapat melihat dengan jelas produk yang ada di dalamnya, tetapi air masih tetap
ada dan berpotensi untuk menyebabkan kebusukan. Oleh karena itu, perlakuan ini hanya
digunakan untuk memperindah bentuk kemasan aktif tapi tidak untuk memperpanjang masa
simpannya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Aplikasi teknologi moisture scavenger pada pengemasan produk pangan sudah mampu
memperbaiki sistem pengawetan makanan yang lebih aman tanpa harus adanya penambahan zat
aditif langsung kedalam makanan. Aplikasi moisture scavenger pada beberapa penelitian telah
dapat mempertahankan mutu produk selama penyimpanan dan memperpanjang umur simpan.
Namun, penggunaan moisture scavenger harus pada proporsi yang tepat karena dampak
berlebihan pada penggunaan moisture scavenger akan mengakibatkan kerusakan pada produk
yang disimpan.
Kombinasi dari berbagai zat aditif penyerap kelembaban yang disintesis kedalam film
kemasan saat ini menjadi inovasi yang banyak dilakukan untuk mendapatkan kombinasi yang
optimal. Oleh karena itu, pada penelitian-penelitian selanjutnya dapat dilakukan pencampuran
dari penyerap kelembaban untuk mencari konsentrasi dan kombinasi serta pada tingkat perlakuan
yang berbeda untuk mendapatkan penyerap kelembaban air yang lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Aaron L. Brody, et al. 2008. Innovative Food Packaging Solutions. Journal of food science-Vol.
73, Nr. 8, 2008.
Azevedo et al. 2011. Application of simplex lattice design for development of moisture absorber
for oyster mushrooms. Procedia Food Science 1 (2011) 184 189.
Choi et al. 2013. Characteristics of moisture-absorbing film impregnated with synthesized
attapulgite with acrylamide and its effect on the quality of seasoned laver during storage.
Journal of Food Engineering 116 (2013) 829839.
Csaba Kenyo, et al. 2013. Functional packaging materials: factors affecting the capacity and
rate of water adsorption in desiccant composites. journal of polymer research october
2013, 20:294
Forogh Mohtarami et al. 2013. Investigating Technological Aspects Used in Active Juice
Packing. Advances in Environmental Biology, 7(1): 12-15, 2013.
Jung H. 2005. An excerpt from Innovations in Food Packaging. Article Packaging
Innovations, with permission from Elsevier.
Karnvir Singh et al. 2013. Study the performance of liquid desiccant regenerator with PVC
zigzag packing. Mechanica Confab Vol. 2, No. 6, October-November 2013 18 ISSN:
2320-2491
N. Charles et al. 2006. Effects of Packaging Systems on the Natural Microflora and Acceptability
of Chicken Breast Meat. Processing, Products, and Food Safety 2006 Poultry Science
85:17981801
Naibaho et al. 2013. Penyimpanan buah terung belanda dengan kemasan aktif menggunakan
bahan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen. Jurnal Rekayasa Pangan
dan Pert., Vol.I No. 3 Th. 2013.
O.P. Chauhan, et al. 2006. Modified atmosphere packaging of banana (cv. Pachbale) with
etylene, Carbon di-oxide and moisture scrubbers and effect on its ripening behaviour.
American journal of food technology 1 (2): 179-189, 2006.
P.V. Mahajan et al. 2008. Development of a moisture absorber for packaging of fresh mushrooms
(Agaricus bisporous). Postharvest Biology and Technology 48 (2008) 408414.

R. Villaescusa, M.I. Gil. 2003. Quality improvement of Pleurotus mushrooms by modified


atmosphere packaging and moisture absorbers. Postharvest Biology and Technology 28
(2003) 169_/179.
Realini et al. 2014. Active and intelligent packaging systems for a modern society. Meat Science
98 (2014) 404419.
Renata Dobrucka, et al. 2014. Active and Intelligent Packaging Food Research and
Development A Review. Pol. J. Food Nutr. Sci., 2014, Vol. 64, No. 1, pp. 7-15.
Teknologi Pengemasan Aktif. Handout Teknologi Pengemasan Aktif.

Anda mungkin juga menyukai