Metode Al Barqy
Metode Al Barqy
A.
Sebenarnya belajar baca tulis Al-Quran itu adalah merupakan bagian daripada
belajar Bahasa Arab. Bahkan ia merupakan langkah awal daripada belajar bahasa
tersebut. Oleh karena itu dalam pengajaran baca tulis huruf Al-Quran harus
menggunakan metode pengajaran Bahasa Arab.
Selama ini pengajaran baca tulis huruf Al-Quran seakan-akan terpisah dari
pengajaran bahasa, sehingga banyak buku yang terbit tentang pengajaran baca tulis
Al-Quran yang mengabaikan metode yang lazim dipakai untuk pengajaran bahasa.
Padahal semestinya setiap buku yang mengajarkan bahasa harus menggunakan
disiplin metode yang akurat. Jadi bukan hasil otak-atik yang dianggap matuk, tetapi
sering dari metode maupun aspek psikologis dari bahasa itu sendiri dalam kaitannya
dengan anak didik yang belajar bahasa tersebut.
Malangnya, sampai sekarang ini masih banyak buku pengajaran baca tulis
huruf Al-Quran yang tanpa mencantumkan metode atau pendekatan yang dipakai
oleh buku tersebut.
Beberapa buku ditingkat Ibtida'iyyah di negara Arab, ternyata sudah sejak lama
menggunakan metode ini. Jadi sudah meninggalkan pengenalan dengan nama
huruf, yaitu Alif ( ) , Ba' ( ) , Ta' ( ) dan seterusnya. Yang dapat diketahui
sekarang ini ada 2 (dua) metode yang berkembang dalam pengenalan huruf Arab di
negara Arab, Yaitu :
a) SAS murni
b) Semi SAS
Yang dimaksud semi SAS disini ialah penggunaan Struktur kata atau kalimat,
yang tidak mengikutkan bunyi mati/ sukun, umpama ; jalasa, kataba. Penyusun buku
ini berpendapat bahwa untuk bahasa Arab atau bahasa Indonesia lebih cocok
menggunakan semi SAS, sebab kedua bahasa ini, terutama bahasa Arab
mempunyai fonim yang sempurna yaitu satu suku kata, satu huruf dan tak ada huruf
rangkap.
Berbeda dengan bahasa Inggris, dalam satu suku kata mungkin diwakili dengan
tiga huruf atau lebih, umpamanya : one, two, three, dan lain sebagainya. Untuk
bahasa yang demikian ini sangat cocok menggunakan SAS murni, karena antara
tulisan dengan bunyi tidak sama.
Tiap-tiap metode harus memenuhi 3 hal, yaitu : Pendekatan, sistem dan
tekhnik. Untuk itulah, maka ini sengaja menggunakan metode yang diberi nama
metode kata lembaga (sebagai kata kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan
global dan bersifat analitik sintetik.
Tiap kata lembaga hanya 4 suku kata, karena jumlah huruf yang dicapai lebih
sedikit, yaitu setengah dari jumlah huruf Arab, yang mirip dengan bunyi Indonesia.
Yang perlu diingat, tiap-tiap kata lembaga tersebut memiliki arti, hingga mudah
difahami dan dihafal, yang kemudian dapat digunakan sebagai kunci rujukan pada
saat anak-anak lupa. Karena itu, metode ini membuat mereka ANTI LUPA.
Tekhnik penyajian yang akurat, seperti :
a) Konsentrasi menggunkan titian ingatan (untuk mengingat sewaktu lupa).
b) Mengadakan pengelompokan bunyi untuk mengenal/pindah dari huruf yang
telahdikenal ke huruf yang sulit (transfer).
c)
Isyarat bunyi (morse).
d) Mengelompokkan bentuk huruf untuk memudahkan belajar menyambung
(imla').
e)
f)
Fase Analitik A:
Guru mengucapkan kata lembaga (struktur) pada halaman 1 lajur A, yaitu:
( tidak boleh dieja), murid menirukan sampai hafal. Untuk lebih menarik, murid
disuruh memejamkan mata, lalu mengucapkan kata lembaga dan menghafal.
(Setelah ini, murid memiliki pengetahuan tersedia, dan guru tinggal mendorong saja,
yang seolah-olah tanpa mengajar lagi)
a.
b.
c.
2.
Murid disuruh mengucapkan kata lembaga yang telah hafal tadi dan melihat
papan tulis yang tersedia tulisan (lebih baik membawa tulisan pada karton
yang tinggal menempelkan pada papan tulis.
Ketika anak mengucapkan kata lembaga (a-da-ra-ja), maka guru menunjuk
pada suku-suku kata dari kata lembaga tersebut yang telah terpampang di
papan tulis.
Begitu berulang-ulang, kadang-kadang cepat dan kadang-kadang lambat.
Fase Analitik B:
a.
Kata lembaga dibagi dua, yaitu a-da dan ra-ja
b.
Guru menunjuk dua suku kata saja, yaitu a-da. Begitu berulang-ulang dan
dibolak-balik, yaitu a-da, da-a, dan seterusnya. Begitu pula dua suku yang
lain, yaitu ra-ja, ja-ra, dst.
c.
Kata lembaga dibagi dalam tiap-tiap suku kata, yaitu : a, da, ra, dan ja
d.
Lajur D untuk mematangkan anak, pada bunyi tiap-tiap huruf, yaitu a-a-a,
da-da-da, ra-ra-ra, ja-ja-ja.
e.
Guru mengadakan evaluasi, yaitu dengan menunjuk huruf tertentu dan
anak mengucapkannya.
f.
Membaca huruf-huruf yang disambung dan dibolak-balik
3.
Fase Sintetik
Yaitu satu huruf (suku) digabung dengan suku yang lain, sehingga berupa suatu
bacaan.
A-DARA-JA, MA-HA-KA-YA, KA-TA-WA-NA, SA-MA-LA-BA
Tiap dua kata lembaga, diajarkan (dimana dua kata lembaga itu merupakan
rangkaian kalimat untuk memudahkan menghafalkan), maka dibuat sintesa berupa
bacaan yaitu :
A-DARA-JA, MA-HA-KA-YA, KA-TA-WA-NA, SA-MA-LA-BA
4.
Fase Penulisan
a.
b.
c.
d.
5.
6.
Fase Pemindahan
Untuk memudahkan pengenalan bunyi Arab yang sulit, maka didekatkan
dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia yang berdekatan. Yaitu ditulis diatas
bunyi huruf bahasa Indonesia, misal , maka dibawahnya ditulis , dan diatas
ditulis dibawahnya ditulis dengan anak panah menurun.
7.
8.
9.
Pembelajaran Al-Quran, yang terdiri atas belajar membaca dan menulis huruf
Al-Quran mengalami perkembangan yang pesat, seiring dengan perkembangan
agama Islam. Pembelajaran Al-Quran tidak hanya dilaksanakan di sekolah, tetapi
juga di luar sekolah seperti surau, masjid, ataupun Pondok pesantren, sehingga
disusun beberapa buku sebagai penunjang pembelajaran beserta kurikulumnya.
Buku yang terkenal antara lain: Iqra, Qiroati, Al-bagdadi, dan Al-Barqy. Masingmasing buku tersebut mempunyai kelebihan, keunggulan, dan menggunakan metode
pembelajaran yang berbeda-beda. Peneliti memilih buku Al-Barqy karena keunikan
dari buku tersebut, antara lain :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)