A. Latar Belakang
Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan
Milenium adalah delapan tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai bangsa pada
tahun 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di seluruh
dunia. MDGs merupakan komitmen bersama negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang dalam menangani permasalahan kemiskinan dan
memenuhi hak-hak asasi manusia di dalam satu paket. Untuk mewujudkan hal
tersebut, Indonesia menghadapi tantangan maupun hambatan, sehingga masih
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tantangan tersebut antara lain adalah:
(i) masih tingginya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan
terutama perempuan, (ii) belum terpenuhinya akses pendidikan dasar yang merata
bagi semua orang, (iii) masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta (iv)
masih tingginya angka pengangguran.
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam
mencukupi kebutuhan gizi anak usia pertumbuhan. Setelah disapih, anak sangat
memerlukan asupan gizi yang memadai agar mampu tumbuh dan berkembang
fisik maupun kecerdasannya. Oleh karena itu peningkatan konsumsi susu
berkaitan erat dengan upaya mencerdaskan masyarakat, sekaligus untuk
mengurangi kematian bayi karena kekurangan asupan gizi. Secara umum,
masyarakat di Sragen memang tidak terbiasa minum susu segar, hanya masyarakat
perkotaan yang biasa meminum susu dalam bentuk olahan. Oleh karena itu
sosialisasi minum susu bagi masyarakat dan anak sekolah atau dalam masa
pertumbuhan menjadi sangat penting.
Produksi susu di dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan nasional,
kira-kira hanya mampu memasok 30% dan sekitar 70% harus dicukupi dari impor.
Pada tahun 2005 permintaan susu secara nasional sudah mencapai 1,3 juta ton,
sedangkan produksi susu nasional baru mencapai 0,4 juta ton. Meningkatnya
harga susu dunia, telah menyebabkan susu di dalam negeri sangat kompetitif
sehingga industri pengolahan susu (IPS) cenderung membeli bahan baku dari
dalam negeri. Diperkirakan permintaan susu di Indonesia akan terus meningkat,
sebagai akibat peningkatan populasi, perkembangan ekonomi nasional, serta
kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, disamping
adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Untuk mengantisipasi peningkatan
permintaan susu dan mengurangi keter- gantungan pada impor, diperlukan upayaupaya agar produksi susu nasional terus meningkat di tahun-tahun mendatang.
Hal-hal inilah yang akan menggairahkan petani untuk lebih giat dalam
mengembangkan usaha sapi perah, termasuk para peternak di Sragen. Saat ini
populasi ternak sapi di Sragen tahun 2006 adalah 115.158 ekor dengan produksi
susu 71.375.710 liter.
Makalah ini akan mengupas tentang Analisis Produksi sapi Perah di
Sragen serta upaya-upaya yang akan dilakukan untuk ikut mewujudkan kesadaran
masyarakat minum susu, serta dalam upaya meningkatkan kesejahteraan peternak
sapi perah, sesuai MDGs 2015.
B. Analisa Data
Dinas
Peternakan
Kabupaten
Sragen
telah
menyusun
program
ketahanan
pangan
sumber
protein
hewani
dengan
C. Permasalahan
Dalam lima tahun terakhir ini populasi sapi perah di Sragen cenderung
stagnan atau sedikit menurun dari 119 ribu ekor (2011) menjadi 115 ribu ekor
(2015). Penurunan populasi tersebut disebabkan antara lain karena: (i) sapi
dengan produksi rendah dipotong, (ii) sapi yang kurang produktif di IB dengan
sapi potong, atau (iii) sapi dijual ke luar daerah.
Dua kabupaten yang mempunyai populasi sapi perah cukup tinggi adalah
Kecamatan Gesi dan Kecamatan Miri (Tabel 1). Semakin membaiknya harga susu
dalam beberapa bulan terakhir ini telah menyebabkan peternak sapi perah di
Sragen bergairah kembali. Sapi dengan produksi rendah sekarang tetap
dipertahankan. Harga sapi bibit
peningkatan yang sangat signifikan. Peternak yang akan menambah populasi sapi
perah mengalami kesulitan mendapatkan bibit, atau kalaupun ada harganya sangat
mahal.
D. Pembahasan
Agribisnis sapi perah di Sragen dalam beberapa tahun terakhir ini
menghadapi berbagai masalah yang cukup berat, baik yang bersifat makro
maupun mikro. Aspek makro mungkin harus menjadi pemikiran pemerintah
pusat bersama pemerintah daerah, serta lembaga legislatif. Modal atau kredit
murah dalam jangka panjang masih menjadi masalah yang sangat besar bagi
peternak yang ingin meningkatkan skala usahanya. Rantai pemasaran yang
panjang, serta kebijakan dan dukungan dalam promosi maupun tataniaga
pemasaran menjadi masalah lain yang juga harus ditangani pemerintah.
Kelembagaan yang ada, seperti koperasi, pada prinsipnya sudah sangat
tepat. Namun perlu lebih diberdayakan, sehingga peternak benar-benar
memperoleh kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dan pemasaran susu
dengan harga yang layak. Dinas Peternakan sepenuhnya dapat membantu
dukungan teknis, antara lain pencegahan dan pemberantasan penyakit. Bersama
BPTP, Perguruan Tinggi, Swasta dan instansi/institusi lainnya, Dinas Peternakan
juga akan proaktif dalam menyalurkan informasi dan inovasi yang sangat
diperlukan peternak. Masalah utama dalam hal ini adalah kenyataan bahwa
sebagian besar peternak (SDM) hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
sehingga sulit diajak berubah ke arah yang lebih maju.
Masalah teknis yang cukup menonjol adalah harga pakan (konsentrat)
yang mahal, sehingga peternak tidak memberi pakan sesuai kebutuhan. Masalah
kesadaran untuk menerapkan good farming practice juga menjadi kendala
tersendiri, sehingga kualitas susu yang dihasilkan masih rendah. Hal ini berujung
pada harga rendahnya susu yang diterima peternak.. Harga susu yang rendah akan
berakibat sulitnya peternak untuk mencukupi pakan yang berkualitas. Masalahmasalah ini timbul karena adanya interaksi antara kualitas SDM, harga susu, serta
masih belum mantapnya kelembagaan di tingkat desa yang berperan sebagai agen
untuk membina peternak.
Bibit sapi perah menjadi masalah serius, karena di Sragen masih sedikit
usaha pembesaran (rearing) yang mampu menyedia- kan bibit pengganti
(replacement) berkualitas. Saat ini kekurangan bibit menjadi masalah tersendiri,
karena peternak sudah terlanjur memotong sapi betina yang kurang produktif,
atau mengawinkan dengan sapi potong. Mutasi sapi juga sangat cepat, sementara
identifikasi dan recording produksi belum berjalan dengan baik. Dengan
demikian ancaman terjadinya inbreeding tidak mustahil. BIB-Daerah saat ini juga
belum sepenuhnya dapat menyediakan semen dari elite bull. Oleh karena itu
masalah perbibitan harus dapat diatasi, karena di Sragen terdapat BPTU Sapi
Perah di Batu Raden dan ada BIB-D yang cukup bagus.
Investasi dalam bidang persusuan di Sragen juga masih terbatas. Hal ini
kemungkinan karena permasalahan
koordinasi antar instansi atau lembaga terkait. Pemerintah Propinsi Sragen dan
Provinsi DIY telah membuat kesepakatan untuk bekerjasama dalam mendorong
agribisnis sapi perah bagi kesejahteraan masyarakat. Sasarannya bukan hanya
untuk peternak, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu upaya untuk mewujudkan
hanya produksi dan produktivitas meningkat, tetapi kualitas susu juga dapat
diperbaiki. Dalam program ini peternak secara langsung belajar dan praktek, atau
learning by doing, sehingga potensi SDM dan sumberdaya yang ada dapat lebih
dioptimalkan.
Walaupun peternakan rakyat yang
E. Penutup
Tujuan MDGs 2015 diantaranya adalah untuk mengentaskan penduduk
dari kemiskinan. Selain itu MDGs juga diarahkan untuk mencegah kematian ibu
dan bayi karena kelaparan atau kurang gizi, sekaligus untuk mengurangi
pengangguran. Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu alternatif
yang tepat untuk dikembangkan di Sragen, karena banyak kawasan yang sesuai
dan didukung kesiapan SDM serta sumberdaya lokal lainnya. Secara ekonomis,
saat ini usaha sapi perah sangat atraktif dan prospektif. Produk yang dihasilkan
dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama untuk anak pada masa
pertumbuha, sehingga ancaman lost generation dapat diantisipasi dan diatasi.
Perkembangan usaha sapi perah yang stagnan dalam beberapa tahun
terakhir ini diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pembenahan dalam
berbagai hal, mulai dari hulu sampai hilir, dengan mendorong usaha yang
berwawasan agribisnis. Kelembagaan
yang ada lebih diberdayakan, peran masyarakat dan swasta lebih
diutamakan, dan pemerintah lebih berperan sebagai motivator, dinamisator dan
(de) regulator. Namun dalam hal-hal tertentu Dinas Peternakan akan tetap
DAFTAR PUSTAKA