Anda di halaman 1dari 10

BELLS PALSY

Pendahuluan
Bells Palsy (BP) adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang terjadi
secara akut yang penyebabnya tidak diketahui. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur, namun lebih sering pada usia 20 50 tahun. Angka kejadian antara pria dan
wanita sama besarnya.
Bells palsy hampir selalu terjadi unilateral, namun dapat terjadi paralysis
bilateral dalam 1 2 minggu kemudian. Penyakit ini dapat berulang.

Etiologi
Ada 4 teori yang dianggap sebagai penyebab terjadinya BP, yaitu
1. teori iskemik vaskular.
Menurut teori ini, terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N VII.
Terjadi vasokonstriksi arteriol yang memperdarahi N VII sehingga terjadi
iskemik, kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler
yang meningkat, dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudasi ini
akan menekan kapiler limfe sehingga menutup. Keadaan ini akan
menyebaban pengeluaran cairan makin bertambah dan akan makin
menekan kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi
iskemik,
2. teori virus.
Penderita Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus, sehingga
menurut teori ini penyebab BP adalah virus. Perjalanan penyakit ini juga
menyerupai viral neuropathy pada saraf perifer lainnya.
3. teori herediter.
Menurut Willbrand (1974), mendapatka 6% penderita BP penyebabnya
adalah herditer, autosomal dominan. Keadaan ini mungkin karena kanalis
fallopii yang sempit pada keturunan tersebut sehingga menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya BP.

4. teori imunologi.
Dikatakan bahwa BP terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus
yang timbul sebelumnya atau akibat dari pemberian imunisasi.
Gambaran klinis.
Pada awalnya, penderita akan merasakan kelainan pada mulut saat bangun
tidur, gosok gigi atau berkumur. Mulut akan tampak mencong dan kelopak mata
tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), bila penderita disuruh untuk menutup mata
maka bola mata akan tampak berputar keatas. Penderita akan sulit untuk bersiul
atau meniup, bila penderita berkumur atau minum maka air akan keluar dari sisi
yang sakit.
Gejala dan tanda klinis dari paresis N VII berhubungan dengan
tempat/lokasi dari lesi,
a. lesi diluar foramen stilomastoideus.
Mulut tertarik ke arah sisi yang sehat, makanan terkumpul di antara pipi
dan gusi, dan sensasi dalam di wajah hilang, lipatan kulit dahi hilang. Air
mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala klinis seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya pengecapan
lidah 2/3 anterior dan berkurangnya salivasi pada sisi yang lesi. Keadaan
ini akibat dari terlibatnya n intermedius. Ini menunjukan lesi di daerah
antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus
fasialis di kanalis fasialis.
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan M Stapedius)
Gejala dan tanda seperti (a) dan (b) ditambah dengan adanya hiperakusia.
d. Lesi yang melibatkan ganglion genikulatum.
Gejala klinis seperti (a), (b) dan (c) disertai dengan nyeri di belakang dan
di dalam liang telinga
e. Lesi di meatus akustikus.
Gejala klinis seperti di atas dan disertai dengan tuli sebagai akibat dari
terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons.


Gejala dan tanda seperti diatas dan disertai dengan terlibatnya n
trigeminus, n akustikus dan kadang kadang n abdusens, n. aksesorius dan
n hipoglosus.
Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis Bell Palsy, harus ditetapkan dulu adanya
paralisis fasialis tipe perifer.
Untuk membuat diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan.
a. Pemeriksaan telinga dan audiometri, ini untuk menyingkirkan adanya
infeksi telinga tengah dan kolestoma.
b. Pemeriksaan neurologi dan nervi kraniales. Ini untuk mencari adanya Ca
nasopharing atau tumor pada sudut serebelo pontin.
c. Pemeriksaan radiologi pada os temporal dan mastoid untuk mencari
adanya mastoiditis dan fraktur os temporal.
Penatalaksanaan
Pengobatan BP dapat secara terapi medikamentosa, fisioterapi dan terapi
operatif.
1. Terapi medikamentosa.
Telah diteliti beberapa obat, antara lain kortikosteroid. Dari golongan ini
telah diteliti beberapa macam obat, antara lain prednison, prednisolon,
ACTH, kortison dan glukokortikoid. Dosis prednison 80 mg/hari selama 5
hari, kemudian diturunkan secara bertahap sampai hari ke 11. Sedangkan
prednisolon dipakai dengan dosis 80 mg/hari dan diturunkan secara
bertahap sampai hari ke 10. Efek dari obat ini adalah untuk mengurangi
edema saraf di dalam kanali fasialis.
2. Fisioterapi
Fisioterapi

diberikan

terutama

stimulasi

listrik

(faradisasi

atau

galvanisasi). Terapi diberikan berdasarkan stadium dari penyakitnya. Pada


stadium akut dapat diberikan tindakan berupa pemanasan pada muka dan

telinga atau dengan penyinaran. Sedangkan setelah lewat fase akut dapat
dilakukan pemberian galvanisasi.
3. terapi operatif.
Terapi operatif diberikan berikan bila terjadi pengurangan produksi air
mata dan aliran saliva berkurang juga bila respon terhadap tes listrik antara
sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA. Terapi ini masih kontroversial pada
BP.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat BP antara lain,
1. Crocodile tear phenomen.
Keadaan dimana air mata penderita keluar saat makan, timbul beberapa
bulan setelah terjadinya paresis. Keadaan ini timbul akibat regenerasi yang
salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi
menuju ke kelenjar lakrimal.
2. Synkinesi.
Akibat dari innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi
bersambung dengan serabut otot yang salah/keliru.
Contohnya: bila mata dipejamkan dapat terjadi kontraksi platisma atau
berkerutnya dahi.
3. Hemifasial spasme.
Timbul kedutan pada wajah, pada stadium awal hanya pada satu sisi tetapi
dapat berkembang menjadi kedua sisi. Keadaan ini timbul akibat
penyembuhan yang tidak sempurna yang dapat timbul dalam beberapa
bulan.
Prognosis
Antara 80 85 % penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.
Paralisis ringan atau sedang

merupakan tanda prognosis baik. Sedangkan

denervasi otot wajah setelah 2 3 minggu menunjukan pemulihan yang lebih


lama dan tidak sempurna.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologis Klinis Dasar : PT Dian Rakyat,1989
2. Adour KK : Current Concept in Neurology, Diagnosis and Management of
Facial paralysis. Engl J Med 1982, 307 : 348 351.
3. J. Sabirin. Bells Palsy, dalam Simposium Gangguan Gerak, Cetakan ke dua
Semarang,1996 : 163 72.
4. Thamrinsyam H . Elektrodiagnosa Dini untuk Penilaian Bells Palsy, dalam
Bells Palsy, Surabaya, 1991 : 51-63.
5. Djamil Y, Basjirudin. Paralisis Bell, dalam Kapita Selekta Neurologi.
Gajahmada Press, Jogjakarta, 2000.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama

: Ny E

Umur

: 28 tahun

Pekerjaan : Tidak bekerja


Alamat

: Jatingaleh

No CM

: B 329227

II.ANAMNESIS ( tanggal 2 Desember 2005 )


Keluhan Utama : mulut mencong ke kiri
Kronologis : 3 hari yang lalu penderita mengeluh mulut tertarik ke kiri,
penderita merasakan ini saat sedang berkaca. Selain itu penderita merasakan
kelopak mata kanan tidak dapat menutup dan sering mengeluarkan air mata..
Penderita juga merasakan saat berkumur, air kumur keluar dari mulut dan bila
makan, makanan terkumpul di pipi kanan. Penderita juga mengeluh bila
makan, rasa makan berkurang.
Penderita bila tidur sering miring kekanan dan tempat tidur penderita dekat
dengan jendela dan sering terkena angin.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penderita belum pernah sakit seperti ini, riwayat sakit pada telinga (-),
riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat trauma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita ibu rumah tangga, suami bekerja swasta, penghasilan 1 jt/ bulan.
Anak 1 orang umur 5 tahun sekolah TK. Penderita tinggal dengan 2
keponakan . Biaya pengobatan ditanggung sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Presen (2 Desember 2005)
Keadaan Umum : Baik GCS E:4 M:6 V:5
Tanda Vital

: TD 110/70 Nadi : 88 /mnt RR : 24 /mnt Suhu : 37 C


BB : 65 kg

TB : 165 cm BMI : 24 (N)

Mata

: pupil isokor, konjungtiva tak anemis

Leher

: tak ada pembesaran kelenjar limfonodi.

Dada

: simetris kanan kiri, jantung dan paru dalam batas normal

Perut

: supel, hepar dan lien tak teraba

2.Status Neurologi.
Kepala

: mesosefal, tak ada kelainan

Mata

: pupil isokor, 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+

Nervus kranialis : paresis N VII dekstra perifer,pengecapan


Motorik

: ekstremitas atas dan bawah : dalam batas normal.

Sensibilitas

: dalam batas normal

Vegetatif

: dalam batas normal

Status lokalis N. VII


Ugo Fisch Score :
Waktu istirahat

20 x 70 % = 14

Mengerutkan dahi

10 x 70 % = 7

Menutup mata

30 x 70 % = 21

Tersenyum

30 x 30 % = 9

Bersiul
Jumlah total

10 x 0 % = 0
51

Celah mata

: 3 mm

Lagoftalmus dextra.

IV. ASSESMEN
DK : Paresis N VII dekstra perifer

DT : kanalis fasialis
DE : Idiopatik
V. TERAPI
a. Medikamentosa
b. Rehabilitasi Medik
REHABILITASI MEDIK
1.

FISIOTERAPI
Assesmen : Kontak baik, pengertian baik.
Kerutan dahi asimetris.
Mulut bila tersenyum masih mencong ke kiri, berkumur
bocor disisi kanan, makanan mengumpul pada sisi kanan
Celah mata kanan 3 mm.
Lagoftalmus dextra.
Program :

Infra red dan massage : 1 x / hari 6 x evaluasi.


Gentle massage, selanjutnya ES.
Home training 2 x /hari : kompres hangat & massage
Latihan gerak otot wajah kanan dengan menggunakan cermin
(mirror excercise) dengan gerakan; mengerutkan dahi,
menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup ,mengangkat
sudut mata

2. Okupasional terapi
Assesmen : Kontak dan pengertian baik.
Kerutan dahi asimetris.
Kelemahan menutup mata kanan.
Kelemahan otot pipi dan wajah kanan, makanan terkumpul
di sisi kanan, berkumur bocor disisi kanan.
Program : Latihan memperkuat otot : memejamkan mata, meniup
nyala api lilin, meniup bola pingpong dan bersiul.
Latihan gerak otot wajah kanan dengan menggunakan cermin

(mirror excercise) dengan gerakan; mengerutkan dahi,


menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup ,mengangkat
sudut mata
Edukasi : menghindari kipas angin, memakai helm bila
naik sepeda motor, menghindari tidur di lantai.
3. Terapi Wicara
Assesmen : Pasien kooperatif, kemampuan mengunyah, menghisap dan
menelan baik, pernafasan baik, kemampuan berbahasa baik,
irama baik dan kelancaran baik. Bibir asimetri.
Tersenyum dan bicara dapat dipahami.
Program : saat ini tidak ada program
4. Ortotik Prostetik
Assesmen : Wajah tidak simetris, mulut merot kekiri
Program : Dapat dipasang Y plester yang diganti tiap 8 jam, untuk
fiksasi sudut mulut.
5. Sosial Medik
Assesmen : Penderita seorang ibu rumah tangga, suami wiraswasta
dengan 1 orang anak dan biaya pengobatan ditanggung
sendiri.
Program : Memberikan motivasi pada penderita dan keluarga untuk
menjalankan latihan teratur di PRU dan dirumah.
6. . Psikologi
Assesmen : Kontak dan pengertian baik,
Perasaan malu, takut bila kelumpuhan wajah tidak pulih .
Penerimaan dan perhatian keluarga baik.
Kemauan untuk sembuh besar dan menjalani aturan program
Rehabilitasi Medik.
Program : Memberikan dukungan mental supaya pasien tidak cemas/

takut dengan penyakit.


Memotivasi untuk latihan teratur dan kontrol teratur.

10

Anda mungkin juga menyukai