Anda di halaman 1dari 17

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (M1)

A. KASUS
Sampel darah pasien perempuan, umur 39 tahun dikirim oleh dokter IGD
tanggal 30 Desember 2015 ke laboratorium RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
pemeriksaan hematologi:
Hasil Pemeriksaan
Parameter
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
Blast
MCV
MCH
MCHC
Retikulosit

Hasil
6,2
20
1,82
12.000
56.700
0
0
0
0
14
4
82
108
34
31
1,4

Satuan
g/dL
%
juta/mm3
/mm3
/uL
%
%
%
%
%
%
%
fL
pg
%
%

Nilai Normal
12-16
37-43
4,0-4,5
150.000-400.000
5000-10.000
0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
0
82-92
27-31
32-36
0,5-2

Evaluasi sediaan hapus darah tepi:


Eritrosit

: Anisositosis normokrom, polikrom positif

Leukosit

: jumlah meningkat, ditemukan blast 82%

Trombosit

: kesan jumlah sangat kurang, morfologi normal

Kesan

: susp. Leukemia akut

Anjuran

: Pemeriksaan BMP, Sitokimia dan Immunophenotyping

Gambar 1. Blast pada Sediaan Hapus Darah Tepi (1000x)

DATA TAMBAHAN
Anamnesis:
Keluhan utama: pucat semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pucat semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Pucat sudah terlihat sejak
satu bulan yang lalu.

Riwayat menstruasi memanjang satu bulan yang lalu.

Riwayat buang air besar berwarna merah kehitam sejak satu bulan yang
lalu, frekuensi 1 x/hari, volume 1/2 1 gelas. Sekarang buang air besar
tidak berdarah.

Penurunan berat badan 15 kg dalam satu bulan terakhir.

Riwayat perdarahan gusi dan hidung (+).

Riwayat lebam di tubuh (+).


2

Sering mengalami demam, tidak tinggi dan tidak menggigil.

Riwayat konsumsi obat-obatan, radiasi, dan paparan pestisida disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada yang penting
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga yang menderita penyakit keganasan disangkal

Riwayat keluarga menderita penyakit diabetes disangkal

Riwayat keluarga menderita penyakit hipertensi disangakal

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Status Perkawinan


Pasien seorang ibu rumah tangga.
Pemeriksaan Fisik:
-

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Edema
Sianosis
Anemis

: sedang
: komposmentis
: 110/70 mmHg
: 110 x/menit
: 37,30C
: 30 x/menit
: tidak ada
: tidak ada
: ada

Kulit
: turgor normal, purpura atau hematom tidak ditemukan
Kelenjar getah bening : tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
Mata
: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: septum nasal dalam batas normal
Leher
: JVP 5-2 cmH2O, pembesaran kelenjar tiroid tidak
dijumpai
Jantung/Paru

: dalam batas normal

Perut

: tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, perkusi


timpani

Anus
Anggota gerak

: melena tidak ada


: akral hangat
3

Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 31 Desember 2015


Parameter
Hasil
Satuan
Glukosa sewaktu
104
mg/dL
Ureum
28
mg/dL
Kreatinin
0,7
mg/dL
SGOT
59
U/L
SGPT
53
U/L
Natrium
136
mmol/L
Kalium
3,3
mmol/L
Klorida
104
mmol/L
Kesan
: SGOT dan SGPT meningkat, Kalium menurun

Nilai Normal
<200
10,0 - 50,0
0,6 1,1
<32
<31
136 - 145
3,5 - 5,1
97 - 111

Hasil Pemeriksaan Sumsum Tulang: tanggal 4 Januari 2016


Sediaan dipulas

: Giemsa dan Wright

Partikel

: Ditemukan

Selularitas

: Hiperseluler

Trombopoiesis

: Megakariosit sulit ditemukan

Hitung jenis
Mieloblast
Promielosit
Mielosit
Metamielosit
Batang
Segmen
Basofil
Eosinofil
Rubriblas
Prorubrisit
Rubrisit
Metarubrisit
Monosit
Limfoblast
Prolimfosit
Limfosit
M:E rasio

Jumlah (%)
64
14
0
0
0
0
0
0
2
4
9
3
0
0
0
4
6:1

Kesan: Partikel ditemukan, selularitas hiperseluler.

Nilai rujukan (%)


0-1
1-5
2-10
5-15
10-40
10-30
0-1
0-3
0-1
1-4
10-20
5-10
0-2
0-1
0-4
5-15

Megakariosit sulit ditemukan


Aktivitas : Eritropoietik tertekan
Aktivitas : Granulopoietik meningkat, ditemukan mieloblast 64%,
Promielosit 14% dengan Auer Rod positif.
Aktivitas : Trombopoietik tertekan
SBB

: positif

Kesimpulan : Gambaran sumsum tulang sesuai dengan LMA-M1.

Gambar 2. Partikel pada Sediaan Sumsum Tulang (Pembesaran 100x)

Gambar 3. Sediaan Sumsum Tulang (Pembesaran 1000x)


5

Gambar 4. Sudan Black B Sediaan Sumsum Tulang (Pembesaran 1000x)


Diagnosis: Leukemia Mieloblastik Akut -M1
Anjuran : Immunophenotyping
Sitogenetik

B. TINJAUAN PUSTAKA
LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT
1. DEFINISI
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang
berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi leukosit,
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.
Leukemia adalah penyakit keganasan darah dengan gangguan
dalam

pengaturan

sel

leukosit.

Leukosit

dalam

darah

berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali serta


fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses
tersebut, fungsi sel darah normal yang lain juga terganggu
hingga menimbulkan gejala leukemia. Leukemia akut dibagi atas
leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut
(LMA) (Bain, 2003a; Abdul-Hamid, 2011).
Leukemia mieloid akut/acute myeloid leukemia memiliki beberapa istilah
seperti acute myelocytic leukemia, acute myelogenous leukemia, acute
granulocytic leukemia, dan acute nonlymphocytic leukemia (American Cancer
Society, 2016). Leukemia mieloid akut adalah suatu penyakit yang
ditandai

dengan

transformasi

neoplastik

dan

gangguan

diferensiasi sel progenitor atau sel induk hematopoietik dari seri


mieloid. Leukemia ini ditandai oleh dominasi sel yang belum matang dengan
variabel pematangan yang tidak lengkap disertai hematopoiesis yang abnormal.
Gangguan satu atau beberapa garis keturunan hematopoietik dapat terjadi pada
leukemia mieloblastik akut. Syarat persentase sel blast pada LMA berdasarkan
kriteria French-American-British (FAB) adalah 30%, sedangkan menurut WHO
adalah 20% dari semua sel berinti dalam darah perifer atau sumsum tulang
(Fouchar et al, 2010; Abdul-Hamid, 2011).

Klasifikasi morfologik LMA menurut FAB (France-America-British)


seperti berikut ini :
- M 0 leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal.
- M 1 leukemia mielositik akut tanpa maturasi.
- M 2 leukemia mielositik akut dengan maturasi.
- M 3 leukemia promielositik hipergranuler.
- M 4 leukemia mielomonositik akut.
- M 5 leukemia monositik akut.
- M 6 leukemia eritroblastik (eritroleukemia).
- M 7 leukemia megakariositik akut.
2. Epidemiologi
Insiden LMA di dunia paling tinggi di negara Amerika Serikat, Australia
dan Eropa barat. Jumlah kasus baru LMA di Amerika Serikat dari tahun 2009
sampai 2013 adalah 4,1 per 100.000 laki-laki dan perempuan pertahun. Jumlah
yang meninggal 2,8 per 100.000 laki-laki dan perempuan per tahun. Kasus baru
LMA di tahun 2016 diperkirakan sebanyak 19.950 (15-20% merupakan kasus
LMA M1) dan 10.430 diantaranya akan meninggal dunia. Leukemia
mieloblastik akut biasanya mengenai orang dewasa dan lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Rerata kasus
baru LMA meningkat 3,4 % pertahun dalam 10 tahun belakangan
ini. Rerata kematian stabil dari 2004-2013 dengan 5 tahun
ketahanan hidup (NIH, 2016; Deschler & Lubbert, 2006).
3. Etiologi
Etiologi sebagian besar kasus LMA tidak diketahui. Ada beberapa faktor
yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi
LMA pada populasi tertentu seperti (American Cancer Society, 2016) :

Merokok: Substansi tembakau yang ada dirokok akan diserap oleh paruparu dan menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain.

Terpapar dengan zat kimia tertentu seperti: benzene dengan kadar tinggi
dalam waktu lama. Benzene digunakan sebagai bahan pelarut di industri

karet, kilang minyak, pupuk, pabrik sepatu, dan ditemukan juga di rokok
sigaret, lem, produk pembersih, deterjen dan cat.

Pasien kanker yang diterapi dengan kemoterapi seperti: alkylating agents,


platinum agents, dan topoisomerase II inhibitors.

Terpapar radiasi

Penyakit kelainan darah seperti polisitemia vera, trombositemia esensial


dan mielofibrosis idiopatik. Risiko LMA semakin meningkat apabila
diterapi dengan kemoterapi.

Sindrom genetik seperti sindrom Down, trisomi 8, anemia fanconi,


sindrom bloom, telangiektasis ataksia, anemia Diamond-Blackfan,
sindrom Schwachman-Diamond.

Riwayat keluarga

Leukemia mieloid akut sering terjadi pada pria umur tua

4. Patogenesis
Leukemia mieloid akut merupakan serangkaian perubahan genetik di
dalam sel prekursor hematopoietik. Perubahan ini mengubah pertumbuhan dan
diferensiasi hematopoietik normal, mengakibatkan akumulasi sel abnormal, sel
mieloid imatur di sumsum tulang dan perifer. Sel ini mampu membelah dan
berproliferasi, tetapi tidak dapat berdiferensiasi menjadi sel hematopoietik matur
(netrofil) (Stock & Thirman, 2016).
Banyak penelitian mengenai mutasi deoxyribonucleic acid (DNA) yang
menyebabkan perubahan sel sumsum tulang normal menjadi sel leukemia. Sel
manusia normal tumbuh dan berfungsi berdasarkan informasi yang terkandung
dalam kromosom masing-masing sel. Kromosom adalah untaian panjang DNA di
setiap sel. Deoxyribonucleic acid dalam sel manusia memberikan petunjuk untuk
bagaimana semestinya sel berfungsi. Beberapa gen mengontrol pertumbuhan,
pembelahan dan apoptosis sel pada waktu yang tepat. Gen tertentu yang
membantu pertumbuhan, pembelahan, dan menyebabkan sel hidup lebih lama
disebut onkogen. Tumor suppressor genes berfungsi memperlambat pembelahan
sel atau membuat sel mengalami apoptosis pada waktu yang tepat (Reckzeh,
2012).
9

Mutasi pada gen tertentu ditemukan pada banyak kasus LMA, tetapi
perubahan yang lebih besar dalam satu atau lebih kromosom juga umum.
Meskipun perubahan ini melibatkan potongan yang lebih besar dari DNA,
efeknya hanya perubahan dalam satu atau beberapa gen yang ada dibagian
kromosom. Beberapa jenis perubahan kromosom dapat ditemukan dalam sel LMA
(Giles et al., 2002; Reckzeh, 2012).

Translokasi merupakan

jenis perubahan DNA yang paling umum yang

dapat menyebabkan leukemia. Sebuah translokasi berarti bagian dari satu


kromosom putus dan melekat pada kromosom yang berbeda. Daerah
kromosom yang terputus dapat mempengaruhi gen terdekat misalnya, dapat
mengaktifkan onkogen atau menginaktifkan gen RUNX1dan Rara, yang
biasanya akan membantu sel darah menjadi matur.

Deletions terjadi ketika bagian dari kromosom hilang. Hal ini dapat
mengakibatkan sel kehilangan gen yang membantu menjaga pertumbuhan
sel (tumor suppressor genes).

Inversi terjadi ketika bagian kromosom berbalik, sehingga perintah juga


terbalik. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya gen karena sel tidak bisa
lagi membaca instruksi (seperti mencoba membaca buku mundur).

Penambahan atau duplikasi berarti ada ekstra kromosom atau bagian dari
kromosom. Hal ini dapat menyebabkan terlalu banyak salinan gen tertentu
dalam sel, sehingga menjadi masalah jika salah satu atau lebih dari gen ini
adalah onkogen.

5. Gejala Klinis
Banyak gejala leukemia mieloid akut disebabkan kekurangan sel darah
normal karena sel leukemia mendesak sel darah normal di dalam sumsum tulang,
akibatnya jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit normal menjadi menurun.
Kekurangan eritrosit menyebabkan gejala anemia termasuk: lelah, lemah, pusing,
merasa dingin, sakit kepala, dan sesak nafas. Jumlah leukosit normal yang
menurun menyebabkan infeksi berulang dan demam. Jumlah trombosit rendah
menyebabkan munculnya memar dengan alasan yang tidak jelas, mimisan, gusi
berdarah, dan perdarahan yang tidak biasa. Sel leukemia dapat menginfiltrasi
10

daerah lain sehingga menimbulkan gejala seperti: nyeri sendi, nyeri tulang,
splenomegali, hepatomegali, ruam kulit, pembesaran kelenjar getah bening, dan
penglihatan kabur (Hu et al., 2011; Bacarea, 2012).
6. Laborataorium
6.1 Darah Tepi dan Sumsum Tulang
Pemeriksaan darah perifer biasanya didapatkan anemia normositik
normokrom, neutropenia, trombositopenia, dengan jumlah leukosit bervariasi <
1000/L hingga >100.000/L. Hiperleukositosis dengan jumlah leukosit
>100.000/L dapat terjadi leukositosis di paru, otak dan saluran kemih. Menurut
WHO hitung jenis leukosit didapatkan jumlah sel blast 20%. Perdarahan pada
LMA dapat

terjadi

akibat

trombositopenia,

disseminated

intravascular

coagulation (DIC), fibrinolisis yang meningkat dan peningkatan sekresi


interleukin-1 (IL-1). Trombositopenia terjadi karena penekanan trombopoiesis
oleh sel leukemia, dan juga disebabkan oleh DIC yang terjadi pada leukemia
promielositik akut (LPA) karena granula azurofilik dari sel leukemia melepaskan
tissue factor-like procoagulants yang dapat terjadi pada induksi dengan
kemoterapi (Abdul-Hamid, 2011; Bacarea, 2012).
Blast LMA M1di sumsum tulang pada umumnya dengan ukuran sedang
sampai besar, rasio inti dengan sitoplasma bervariasi, inti bulat atau oval, jumlah
anak inti satu atau lebih dapat terlihat mencolok, Auer rod dapat dijumpai pada
sitoplasma, granul sedikit atau bervakuol. Blast LMA M1 pada umumnya blast
tipe 1 (Bain, 2003a).
6.2 Sitokimia
Pewarnaan sitokimia mieloperoksidase (MPO) dan Sudan Black B (SBB)
diperlukan untuk membedakan LMA dengan leukemia limfoblastik akut (Bain,
2003). Pewarnaan SBB merupakan pewarnaan larut dalam lemak mewarnai
partikel lemak (steroles, fosfolipid dan lemak netral) yang terdapat pada granul
primer dan sekunder sel mieloid serta monositik sehingga memberikan hasil SBB
positif pada LMA. Pewarnaan MPO merupakan pewarnaan untuk menilai adanya
enzim mieloperoksidase yang terdapat pada granul neutrofil dan prekusornya,
eosinofil, monosit, dan Auer rod (Bain, 2003a).
11

Jumlah blast LMA M1 minimal 3% positif dengan pewarnaan MPO atau


SBB. Reaksi pewarnaan SBB lebih sensitif sebagai penanda prekursor granulosit
awal dibandingkan MPO. Reaksi pewarnaan LMA M1 dengan chloroacetate
esterase (CAE) positif, sedangkan dengan pewarnaan -naphthyl acetate esterase
(ANAE) dan -naphthyl butyrate esterase (ANBE) negatif. Pewarnaan MPO dan
SBB lebih sensitif dibandingkan CAE dalam mendeteksi diferensiasi neutrofil.
Pewarnaan LMA M1 dengan periodic acid-Schiff (PAS) memberikan hasil negatif
(Bain, 2003b).
6.3 Immunophenotyping
Pemeriksaan immunophenotyping merupakan pemeriksaan untuk menilai
ekspresi antigen leukosit pada permukaan sel atau sitoplasma yang dapat dideteksi
dengan menggunakan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal tersebut
dikelompokkan ke dalam cluster Diferentiation (CD) berdasarkan reaksi terhadap
antigen yang sesuai (Carrol et al, 2011).
Immunophenotyping dilakukan dengan cara flowcytometry menggunakan
bahan darah atau sumsum tulang, digunakan antibodi berlabel fluorokom,
sehingga ekspresi setiap antigen dapat dievaluasi. Forward light scatter sesuai
dengan ukuran sel, side scatter menentukan struktur sel termasuk granularitas
dapat dianalisis melalui ekspresi antigen (Brown & Wittwer, 2000).
Deteksi ekspresi antigen sitoplasmik dan inti penting dilakukan. Deteksi
ekspresi paling awal lineage-related antigens seperti CD3, CD13, dan CD22 serta
deteksi antigen sitoplasmik mieloperoksidase atau epitop sitoplasmik (CD79a)
dan kemudian deteksi ekspresi antigen inti yaitu terminal deoxynucleotidil
transferase (TdT). Ekspresi antigen spesifik dilaporkan dalam presentase dengan
nilai cut-off sebesar 20% untuk sebuah penanda dinyatakan positif. Ekspresi
CD13, CD33, CD34, CD117, MPO dengan ekspresi CD19, CD7, cCD3, CD79a,
CD14, CD64 merupakan LMA M1 dari progenitor awal dan menyingkirkan
proliferasi monosit atau limfoid (Wozniak & Kopec-Szlezak, 2008).
6.4 Sitogenetik
Pemeriksaan kelainan kromosom penting dilakukan untuk menentukan
klasifikasi dan diagnosis leukemia. Pemeriksaan sitogenetik bertujuan untuk
12

menentukan kariotip sel. Kariotyping leukemia akut penting untuk prognosis dan
pemantauan terapi. Sebagian besar kasus LMA (70%) ditemukan satu atau lebih
kelainan kromosom. Kelainan ini berkaitan erat dengan gambaran klinik dan
morfologi yang merupakan faktor utama penentu outcome penderita. Kelainan
sitogenetik yang berkaitan dengan prognosis baik yaitu t(8;21), inv (16) dan
t(15;17). Abnormalitas sitogenetik LMA M1 pada umumnya adalah t (9;22)
(q34;q11) (Abdul-Hamid, 2011).
7. Diagnosis
Diagnosis LMA menurut FAB ditegakkan berdasarkan morfologi dan
sitokimia yang dibedakan menjadi M0-M7. Diagnosis menurut WHO ditegakkan
berdasarkan morfologi, sitokimia, immunophenotyping, dan sitogenetik (Bacarea,
2012).
Kriteria diagnosis LMA M1 menurut FAB yaitu blast sumsum tulang
30% dari seluruh sel berinti di sumsum tulang, blast sumsum tulang 90% dari
seluruh sel non erythroid sumsum tulang, pewarnaan peroksidase atau SBB 3%
blast positif, seri pematangan monosit (promonosit sampai monosit) sumsum
tulang 10% dari seluruh sel non erythroid, seri pematangan granulosit
(promielosit sampai neutrofil segmen) sumsum tulang 10% dari seluruh sel non
erythroid (Bacarea, 2012).
8. Prognosis
Respons terapi LMA berbeda-beda antara satu pasien dengan pasien
lainnya, tergantung leukemianya dan pasien itu sendiri. Perbedaan respons terapi
ini disebut dengan faktor prognostik. Faktor prognostik membantu klinisi
menentukan tambahan ataupun pengurangan terapi pada pasien dengan tipe LMA
tertentu. Beberapa diantaranya adalah (American Cancer Society, 2016).
Abnormalitas Kromosom
Sel LMA memiliki banyak jenis perubahan kromosom, beberapa
diantaranya dapat mempengaruhi prognosis seseorang yaitu abnormalitas
kromosom dengan prognosis baik dan buruk (McKenna, 2000).
1. Abnormalitas baik:
13

Translokasi antara kromosom 8 dan 21


Inversi kromosom 16
Translokasi antara kromosom 15 dan 17
2. Abnormalitas buruk:
Delesi kromosom 5 atau 7
Translokasi atau inversi kromosom 3
Translokasi antara kromosom 6 dan 9
Translokasi antara kromosom 9 dan 22
Abnormalitas kromosom 11
Mutasi Gen
Leukemia mieloid akut dengan mutasi di gen FLT3 memiliki prognosis
buruk. Mutasi pada gen NPM1 (tidak ada mutasi di tempat lain) memiliki
prognosis lebih baik (American Cancer Society, 2016).
Penanda sel leukemia
Sel leukemia yang memiliki protein CD34 dan/atau P-glikoprotein (MDR1
gene product) pada permukaan sel memiliki prognosis buruk (American Cancer
Society, 2016).
Umur
Pasien dengan umur tua (lebih 60 tahun) memiliki prognosis yang lebih
buruk karena biasanya memiliki kromosom abnormalitas buruk. Pasien orang tua
biasanya juga mengidap penyakit lain yang menyebabkan terapinya menjadi lebih
sulit (American Cancer Society, 2016).
Jumlah sel leukosit
Jumlah leukosit yang tinggi (>100.000) memiliki prognosis yang buruk.
C. ANALISIS KASUS (EKSPERTISE)
Pasien dewasa perempuan umur 39 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan pucat semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Pucat sudah terlihat
sejak satu bulan yang lalu. Keluhan disertai menstruasi memanjang satu bulan
yang lalu, buang air besar berwarna merah kehitam, sering demam namun tidak
14

tinggi, riwayat perdarahan gusi dan hidung, lebam di tubuh, dan penurunan berat
badan. Pemeriksaan fisik ditemukan anemis, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan hematologi memperlihatkan
kadar hemoglobin rendah, hematokrit rendah, jumlah leukosit meningkat, jumlah
trombosit menurun, jumlah retikulosit meningkat. Morfologi darah tepi ditemukan
anisositosis nomokrom, polikrom positif, blast 82%, dan trombositopenia.
Pemeriksaan kimia klinik ditemukan kadar kalium menurun, SGOT dan SGPT
meningkat. Diagnosis kerja adalah leukemia akut.
Anemia ditemukan pada pasien ini dengan hemoglobin dan hematokrit
rendah (20%). Anemia dan trombositopenia dapat terjadi karena penekanan
sumsum tulang akibat proliferasi dan akumulasi sel leukemia di sumsum tulang.
Evaluasi sediaan hapus darah tepi didapatkan blast 82% dengan morfologi sel
berbentuk bulat, inti bulat, kromatin halus, beranak inti serta pada beberapa sel
blast dijumpai granula azurofilik dan Auer Rod di sitoplasma.
Peningkatan MCV dan MCH pada pasien ini merupakan peningkatan palsu
yang disebabkan gangguan pemeriksaan jumlah eritrosit dan hematokrit.
Gangguan ini terjadi akibat jumlah leukosit yang sangat tinggi sehingga
mempengaruhi hasil hitung sel eritrosit dan hematokrit oleh alat. Pemeriksaan
hitung eritrosit menggunakan alat otomatis akan menghitung leukosit sebagai
eritrosit (Bain, 2006; Merrit, 2014).
Riwayat menstruasi memanjang, buang air besar berwarna merah segar
dan hitam, perdarahan gusi dan hidung pada pasien ini disebabkan oleh jumlah
trombosit (trombositopenia) yang sangat rendah. Trombositopenia dapat terjadi
karena penekanan seri trombopoietik sumsum tulang akibat proliferasi dan
akumulasi sel leukemia. Sering demam tapi tidak tinggi disebabkan oleh masa
hidup eritrosit yang singkat akibat desakan sel leukemia pada pembuatan sel
eritrosit normal di sumsum tulang sehingga pasien tidak memiliki sel eritrosit
normal yang cukup (American Cancer Society, 2016).
Perubahan konsentrasi ion natrium, kalium, dan kalsium dapat terjadi
dengan penurunan yang sedikit atau banyak. Keadaan hipokalemia yang paling
sering ditemukan pada pasien LMA bisa diakibatkan oleh diet yang tidak adekuat,
muntah, diare, disfungsi tubular ginjal dan hiperleukositosis (Nanji & Denegri,
15

1981; Udayakumar et al., 2006). Hipokalemia pada pasien ini bisa disebabkan
oleh keadaan hiperleukositosis, dan diet tidak adekuat bukan disebabkan oleh
disfungsi tubular ginjal karena kadar urem dan kreatinin masih dalam batas
normal (Udayakumar et al., 2006).
Hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan pada LMA namun tidak
seberat yang ditemukan pada leukemia kronik, yang menunjukkan keterlibatan
organ ekstramedular. Keadaan ini disebabkan infiltrasi sel leukemia ke organ
tersebut sehingga terjadi gangguan fungsi hati yang ditandai dengan peningkatan
kadar enzim aminotransferase (SGPT dan SGOT). Pemeriksaan fisik pada pasien
ini tidak ditemukan hepatomegali, namun kadar enzim SGPT dan SGOT sedikit
meningkat. Peningkatan kadar enzim ini disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia ke
hati sehingga terjadi kerusakan hati akut tanpa disertai hepatomegali (Ciesla,
2007).
Pasien dianjurkan pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan sitokimia dan
Immunophenotyping. Evaluasi sediaan sumsum tulang didapatkan hasil partikel
ditemukan, selularitas hiperseluler, aktivitas trombopoietik dan eritropoietik
tertekan. Aktivitas granulopoietik meningkat, ditemukan mieloblast 64%,
promielosit 14% dengan Auer Rod positif. Auer Rod adalah gumpalan bahan
granular azurophilik yang tampak seperti jarum memanjang pada sitoplasma blast
leukemia. Auer rod terdiri dari lisosom yang tergabung/melebur dan mengandung
peroksidase, enzim lisosomal dan kristal inklusi yang besar (McKenna, 2000;
Bain, 2003b). Pewarnaan SBB mewarnai granul yang mengandung lemak yang
terdapat pada granul granulosit, eosinofil, dan monosit. Hasil pemeriksaan
sitokimia pada kasus LMA MI dengan pewarnaan SBB dan mieloperoksidase
didapatkan positif lebih dari 3% blast menunjukkan diferensiasi granulosit.
Pemeriksaan dengan periodic acid shiff (PAS), alpha-naphthyl acetate esterase
dan napthol AS-D-esterase negatif (Abdul-Hamid, 2011).
Pewarnaan sitokimia pada pasien ini ditemukan Sudan Black staining
(SBB) positif. Pewarnaan SBB merupakan pewarnaan sitokimia untuk
membedakan leukemia mieloid akut dengan leukemia limfoblastik akut. Auer rod
ditemukan pada blast sekitar 50% pada kasus LMA M1. Berdasarkan kriteria FAB

16

pemeriksaan sumsum tulang dan sitokimia pasien dapat disimpulkan gambaran


sumsum tulang sesuai dengan LMA-M1 (Abdul-Hamid, 2011).

17

Anda mungkin juga menyukai