Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ANALISIS PANGAN

ANALISIS KUANTITATIF VITAMIN


Kelompok 5:
Desnastiyas Lusiana
240210130024
Adista Andrian H
240210130025
Nurul Fauziah
240210130026
Firna Telia Res
240210130027
Mina Amalina
240210130028
Irene Steny
240210130029
Kurnia Agustina
240210130030

Departemen Teknologi Industri Pangan


Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran
Jatinangor
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa juga kita sanjung sajikan selawat beriringkan salam kepada nabi
kita yakni Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari alam kebodohan
hingga alam yang penuh pengetahuan yang seperti kita sarakan pada saat ini.
Tak lupa kami ucapkan dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberi dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu Kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun motivasi. Semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.

Makassar, 24 Mei 2015

Penulis

Analisis Kuantitatif Vitamin

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...........................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................4
C. TUJUAN...............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

VITAMIN A...........................................................................................6
VITAMIN D.........................................................................................11
VITAMIN E.........................................................................................12
VITAMIN B1........................................................................................15
VITAMIN B2........................................................................................18
VITAMIN B6........................................................................................21
VITAMIN B12.......................................................................................23
VITAMIN C.........................................................................................24

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN...................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin.
Setiap orang punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak-anak, orang tua,

Analisis Kuantitatif Vitamin

orang yang menderita penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah


yang lebih tinggi akan beberapa vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam
pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam
tubuh. Karena vitamin adalah zat organic maka vitamin dapat rusak karena
penyimpanan dan pengolahan.
Vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh manusia. Vitamin tidak dapat diproduksi oleh tubuh
manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus vitamin
adalah sebagai kofaktor (elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik. Vitamin
juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya, termasuk
regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan sistem kekebalan
tubuh dan pembekuan darah.
Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin karena bahan-bahan
makanan mengandung vitamin yang cukup untuk mencegah timbulnya
gangguan yang hebat terhadap kesehatan. Bahan makanan yang disajikan
oleh alam mengandung berbagai vitamin dan bila dimakan secara bersamasama akan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu konsumsi jenis
bahan makanan yang monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan
terjadinya kekurangan vitamin.
Dalam makalah ini akan di bahas analisis kuantitatif dari vitamin yang
larut dalam lemak dan air.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana rumus struktur, metode analisis, dan interaksi obat vitamin
yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) ?
2. Bagaimana rumus struktur, metode analisis, dan interaksi obat vitamin
yang larut dalam air (vitamin B dan C) ?

C. TUJUAN
1.

Agar mahasiswa mengetahui dan memahami rumus struktur,

metode analisis, dan interaksi obat vitamin A, D, E, dan K secara


kuantitatif.
2.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami rumus struktur,
metode analisis, dan interaksi obat vitamin B dan C secara kuantitatif.

Analisis Kuantitatif Vitamin

BAB II
PEMBAHASAN
A. VITAMIN A
Vitamin A mempunyai struktur kimia sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Struktur Vitamin A

Tabel 2.1. Vitamin bentuk vitamin A


Senyawa

Analisis Kuantitatif Vitamin

Gugus R

maks

E11 cm

BM

Vitamin A
Vitamin A asetat
Vitamin A palmitat

H
CH3CO
C15H31CO

324,5 nm
326 nm
326 nm

1841
1534
961

286,44
328,48
524,44

Vitamin A alkohol atau akseroftol mudah dioksidasi oleh udara atau


oleh senyawa oksidator lainnya dan peka terhadap sinar, sedangkan ester
vitamin A relatif lebih stabil terhadap oksidasi.
Potensi sediaan vitamin A dihitung dari hasil pengukuran spektrum
ultraviolet dan dinyatakan dalam satuan internasional (SI) . Tiap SI setara
dengan 0,344 g trans vitamin A asetat atau 0,3 g trans vitamin A.
METODE ANALISIS VITAMIN A
1. Metode spektrofotometri
Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A asetat
mempunyai absorbansi maksimal pada panjang gelombanh antara 325
sampai 328 nm dalam berbagai pelarut. Larutan vitamin A dalam
isopropanol absorbansinya diukur maks dan pada dua titik, yakni satu
sebelah kanan

maks dan satunya lagi pada sebelah kiri

maks.

Absorbsi pada

maks dikoreksi terhadap senyawa pengganggu

dengan menggunakan formula koreksi karena senyawa senyawa ini


akan ikut menyerap pada daerah UV. Beberapa pengganggu, terutama
pada minyak ikan adalah vitamin A2, kitol, anhidro vitamin A, dan asam
polien. Pada vitamin A sintetik senyawa pengganggunya adalah
senyawa-senyawa anatara (intermediet).
Untuk mengkoreksi pembacaan pada absorbansi maksimum,
Morton dan Stubbs mengemukakan koreksi geometrik. Jika larutan
vitamin A menyerap lurus pada daerah panjang gelombang 325-328 nm
maka koreksi geometrik dapat digunakan. Koreksi digunakan untuk
mengkoreksi senyawa penganggu yang mempunyai absorbansi tetap,
akan tetapi kesalahan yang besar akan terjadi apabila formula koreksi
ini digunakan terhadap penganggu yang tidak lurus.
Cara penetapan vitamin A secara spektrofotometri
Penetapan dilakukan secepat mungkin, terlindung dari cahaya,
dan terlindung dari senyawa oksidator. Sebelum dilakukan penetapan
kadar, skala spektrofotometer diperiksa terlebih dahulu. Sebagai
pedoman dapat digunakan garis raksa pada 313,16 nm dan 334,5 nm

Analisis Kuantitatif Vitamin

serta garis hidrogen pada 379,7 nm dan 486,1 nm . ketetapan absobansi


yang telah dikoreksi lebih rendha jika dibandingkan dengan absorbansi
yang diamati langsung dan dgunakan dalam perhitungan. Karena itu
pengukuran absorbansi membutuhkan perhatian khusus dan sekurangkurangnya harus dilakukan dua kali penetapan.
a. Akseroftol dalam bentuk ester.
Zat yang tidak segera larut dalam sikloheksan dimurnikan
dengan cara penyaringan atau cara lain yang tidak menggunakan
cara penyabunan. Jika cara pemurnian. Tersebut tidak dilakukan,
maka penetapan dilakukan menurut cara yang tertera dalam
aakseroftol lain.
Cara penetapan kadar akseroftol murni adalah sebagai berikut
: sejumalh sampel atau sampel yang sudah dimurnikan ditimabng
secara saksam lalu dilarutkan dalam siklohesan secukupnya hingga
diperoleh larutan yang mengandung antara 9 SI sampai 15 SI tiap
mL dan ditetapkan panjang gelombang yang tertera dalam daftar
berikut dan dihitung sebagai absorbansi relatif terhadap absorbansi
pada 328 nm.
Panjang gelombang
300 nm
316 nm
328 nm
340 nm
360 nm

Absorbansi relatif
0,550
0,907
1,000
0,811
0,299

Jika panjang gelombang maksimal terletak antara 326 nm dan


329 nm, dan absorbansi relatif yang terbaca tidak berbeda lebih
dari 0,02 dari harga yang tertera dalam daftar, maka potensi (dalam
SI) tiap zat yang diperiksa dihitung dengan rumus
A328 X 19.000
Jika panjang gelombang absorbansi maksimal terletak antara
326 nm dan 329 nm, tetapi absorbansi relatif yang terbaca berbeda
lebih dasar 0,02 dari harga yang tertera dalam daftar, maka dihitung
harga absorbansi pada 328 nm yg dikoreksi dengan rumus
A328 nm (kor) = 3,52 ( 2A328 nm - A316 nm - A340 nm)

Analisis Kuantitatif Vitamin

Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi [A328 nm (kor) ]


terletak dalam batas 3 % dari harga absorbansi yang belum
dikoreksi maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan

harga absorbansi yang belum dikoreksi


Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak antara 85 %
sampai 97 % dari harga yang belu dikoreksi maka perhitungan
dilakukan menggunakan harga absorbansi yang belum

dikoreksi
Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak lebih kecil
dari 85 % dan lebih besar dari 103 % dari harga yang belum
dikoreksi atau jika panjang gelombang absorbansi maksimal
tidak terletak antara 326 nm sampai 329 nm, maka penetapan

kadar dilakukan menurut cara yang tertera pada akseroftol lain.


b. Akseroftol lain
Cara penentuan Akseroftol lain: sejumlah zat yang ditimbang
secara saksama, (mengandung tidak kurang dari 500 SI akseroftol dan
tidak lebih dari 1 gram lemak), dicampur dengan 30 mL etanol mutlak
dan 3 mL kalium hidorksida 50 %. Campuran direfluks selama 30 menit
sambil mengalirkan gas nitrogen bebas oksigen kedalamnya, lalu
didinginkan dengan cepat dan ditmabh 30 mL air. Larutan dipindah ke
dalam corong pisah dan dilakukan ekstraksi tiga kali, tiap kali dengan
50 mL eter. Larutan digojong selama satu menit dan dibiarkan
memisah. Lapisan air dibuang. Lapisan eter dicuci 4 kali, tiap kali
dengan 50 mL air. Pada 2 kali pencucian pertama dilakukan secara hatihati untuk mencegah emulsi. Sari eter diuapkan hingga tersisa kurang
lebih 5 mL. Sari eter habis. Residu eter dilakukan dalam isopropanol
secukupnya hingga diperoleh larutan yang mengandung 9 SI sampai 15
SI akseroftol tiap mL. Absorbansi larutan diukur 300 nm, 310 nm,
325 nm dan 334 nm. Selanjutnya dilakukan penentuan panjang gelomb
ang maksimal. Perhitungan potensial dilakukan sebagai berikut:
Jika maksimal gelombang maksimal antar 323 nm dan 327 nm dan
perbandingan absorbansi pada 300 nm terhadap absorbansi pada
327 nm tidak lebih dari 0,73, maka absorbansi yang telah dikoreksi
[A328 nm (kor)] dihitung dengan rumus.

Analisis Kuantitatif Vitamin

A325 nm (kor) = 6,815 A325 nm - 2,555 A310 nm 4,26 A334 nm


Potensi dalam SI tiap zat yang diperiksa dihitung dengan rumus
A325 nm (kor) x 18.000
Jika absorbansi yang telah dikoreksi terletk dalama batas 3 %
dari harga absorbansi yang belum dikoreksi, perhitungan dilakukan

dengan menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi


Jika panjang gelombang absorbansi maksimal tidak terletak antara
325 nm dan 327 nm atau jika perbandingan absorbansi pada 300
nm terhadap absorbansi pada 327 nm lebih dari 0,73 maka tidak
tersabunkan dari zat yang diperiksa harus dimurnikan dengan cara
kromatografi.
Pemilihan dan penggunana pelarut
Jika larutan akseroftol terkena sinar matahari maka spektrum

absorbsinya menyimpang. Pada mulanya absorbansi pada panjang


gelombang maksimal naik kemudian turun secara cepat. Pada waktu
yang sama perbandingan absorbansi pada kedua sisi panjang
gelombang maksimal naik dengan cepat dengan kenaikan yang lebih
besar pada panjang gelombang yang lebih rendah. Karena sinar
menyebabkan kenaikan absorbansi maka koreksi geometri menjadi
lebih penting.
Pemilihan pelarut biasanya merupakan pemilihan pribadi tetapi
dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Pergantian dari satu pelarut
ke pelarut lain harus dihindari karena akseroftol yang tertinggi sebagai
lapisan tipis pada labu akan mudah terurai oleh sinar matahari.
Sikloheksan lebih disukai karena perbedaan spektrum diantara
neo dan all trans akseroftol pada daerah 310 355 nm kurang tegas
dibandingkan dengan penggunaan pelarut isopropanol atau petroleum
eter. Sifat petroleum eter yang mudah menguap serta kehilangan pelarut
karena penguapan selama pengukuran dapar dihindari dengan
menggunakan kubet tertutup.

2. Metode Kolorimetri
a. Metode Carr-Price

Analisis Kuantitatif Vitamin

Metode ini berdasarkan atas reaksi akseroftol dengan antimon


triklorida anhidrat dalam kloroform yang mengahsilkan warna biru.
Reaksi ini terjadi antara antimon triklorid dengan rantai tidak jenuh
dari akseroftol. Karoten, asam poliena dan beberapa sneyawa
dalam minyak ikan menghasilkan warna biru juga. Warna yang
terjadi intensitasnya cepat mecapai maksimum tetapi juga cepat
pucat. Pembacaan biasanya dilakukan dalam waktu 10 sampai 15
detik setelah sampel ditambah pereaksi.
b. Pengubahan akseroftol menjadi anhidroakseroftol.
Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol dengan
bantuan sejumlah kecil asam organik kuat. Pada metode budowski
dan bondi, akseroftol diubah menjadi anhidroakseroftol dalam
pelarut benzen dengan katalisator asam toluen-p-sulfonat pada
temperatur kamar. Kenaikan absorbansi pada 399 nm merupakan
hasil dehidrasi yang brbanding langsung dengan jumlah akseroftol
yang terkandung. Reaksi ini dapat dihentikan dengan penambahan
alkali. Pengukuran absorbansi pada 358 nm, 377 nm, dan 399 nm
dalam benzen merupakan cara yang baik untuk mengetahui
kemurnian akserofotol yakni dengan melihat bahwa A399 nm/ A377 nm
sebesar 0,868 dan A358 nm/ A377 nm sebesar 0,692.
Larutan katalisator dibuat dengan melarutkan 15 mg asam
toluen-p-sulfonat monohidrat dalam 100 mL. Benzen yang telah
didestilasi lalu direfluks sampai larut. Digunakan kalsium klorida
pada ujung pendingin balik. Kurang lebih 10 mL benzen didestilasi
untuk menghilangkan air dan larutan dijaga terhadap kelembapan
udara dan didiamkan sampai dingin lalu ditambah benzen anhidrat
sampai 100 mL. Larutan diaktidkan sebelum digunakan dengan
melakukan destilasi ulang.
Cara analisis: sebanyak 1,0 mL larutan sampel dalam benzen
dicampur dengan 4 mL larutan katalisator. Setelah 1 menit, larutan
dinetralkan dengan 5 mL natrium hidroksida 0,5 N, dan digojog
selama 1 menit. Kedua larutan dipisahkan dengan pemusingan dari

Analisis Kuantitatif Vitamin

larutan jenuh benzen diukur pada 399 nm terhadap blanko yang


berdiri atas 1 mL sampel dalam benzen yang diencerkan dengan 4
mL benzen. Tiap mL larutan sampel setara dengan A/0,0122 satuan.
0,0122 adalah kenaikan daya resap sesuai dengan 1 satuan
akseroftol.
c. Metode kromatografi
Aktivitas isomer vitamin A cukup berbeda sehingga untuk
pemisahan dikembangkan dengan kolom microbore. Sampel (1,010,0 g) dihomogenkan. Sebanyak 30 mL air ditambahkna ke dalam
sampel (jika sampelnya padat). Saponifikasi dilakukan dengan
campur 40 mL sampel yang telah dihomogenkan dengan 12 mL
larutan KOH 60%; 80 mL etanol mutlak; 0,5 mL ter-butilhidroksi
toluen-etanolik 1%; dan 0,5 g asam askorbat untuk menghindari
terjadinya oksidasi. Sampel diaduk pada suhu kamar selama 16
jam. Setelah selesai saponifikasi, solut diencerkan sampai 250 mL
dengan air dan etanol untuk memperoleh suatu rasio etanol: air (1:1
v/v). Sebanyak 20 mL aliquot ditambahkan ke dalam catridge
Kiselguhr dan setelah 20 menit diekstraksi dengan 50mL petroleum
eter ringan. Eluat selanjutnya diuapkan dan dilarutkan kembali
dengan 2-50 mL isooktana( tergantung pada konsentrasi vitamin A
dalam sampel mula-mula). Isomer geometri retinol (vitamin A)
dipisahkan dengan kolom pengaman ( 7 x 2 mm i.d) dan kolom
analisis (10 cm x 0,2 cm i.d) yang keduanya berisi silika gel
dengan ukuran partikel 3 mikron. Sebagai eluen adalah heksan
yang mengandung 1-oktanol dalam konsentrasi rendah. Karena
panjang gelombang absorbsi maksimum isomer-isomer ini berbeda
maka digunakan detektor Photodiode array (PAD). Metode ini
telah sukses memisahkan 7 isomer vitamin A yakni: 11-cis-; 11,13di-cis-; 13-cis-; 9,13-di-cis-; 9-cis-; 7-cis; dan semua trans-retinol
dengan waktu retensi relatif terhadap trans-retinol masing-masing
sebesar 0,510; 0,568; 0,672; 0,740; 0,877; 0,924; dan 1,000.
B. VITAMIN D

Analisis Kuantitatif Vitamin

Dari beberapa vitamin D, 2 diantaranya dianggap yang paling penting


yaitu D2 (ergo kalsiferol) dan vitamin D3 (kole kalsiferol). Struktur kedua
vitamin ini sangat mirip dalam bahan nabati, sementara vitamin D3 banyak
terdapat dalam minyak ikan hati.

Gambar 2.2. struktur vitamin D2 dan D3

Dalam AOAC, analisis kuantitatif vitamin D dalam minyak yang


mengandung 100.000 SI kolekalsiferol atau vitamin D3/g , dalam resin
yang mengandung 20.000.000 SI kolekalsiferol/gram, dan dalam serbuk
atau dispersi cair yang mengandung 25.000 SI kolekalsiferol/g dilakukan
dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan
kolom kromatografi Lichrosorb Si 60 (ukuran partikel 5m) menggunakan
detektor UV 254 nm ( sensitifitas detektor 0,128 AUFS). Fase gerak: nheksana; n-amil alkohol (977:3 v/v). Kecepatan alir fase gerak 2 mL/menit
(1 atmosfer), sementara volume injeksi l.
C. VITAMIN E
Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak.
Keaktifan vitamin E dalam beberapa senyawa tokoferol berbeda. Dikenal
-; -; dan -tokoferol. -tokoferol menujukkan keaktifan vitamin E yang
paling tinggi. Struktur kimia tokoferol adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3. Struktur kimia tokoferol

Alfa-tokoferol
Alfa-tokoferol asetat

Analisis Kuantitatif Vitamin

Gugus R
H
CH3CO

Susunan
C29H50O2
C31H52O3

Berat molekul
430,72
472,76

Alfa-tokoferol alam memutar memutar bidang polarisasi ke kanan,


sedang alfa-tokoferol buatan adalah resemik (DL). Tokoferol lainnya
(beta,gama, dan belta) kurang penting karena potensi hayatinya rendah.
Berbagai bentuk alfa-tokoferol telah diketahui potensinya yakni :
1 mg L--tokoferol asetat

1 SI

1 mg (D-L) --tokoferol

1,1 SI

1 mg D--tokoferol asetat

1,36 SI

1 mg D--tokoferol

1,49 SI

Tokoferol bebas cepat dioksidasi oleh udara dan sinar, karenanya


dalam perdagangan digunakna tokoferol ester yang stabil.
METODE ANALISIS VITAMIN E (TOKOFEROL)
1. Metode Serimetri
Metode serimetri berdasarkan atas sifat mereduksi tokoferol
setelah tokoferol asetat dihidrolisis dengan asam. Tokoferol tidak stabil
dalam larutan basa.
Cara penetapan kadar tokoferol asetat murni: lebih kurang 250
mg tokoferol astetat yang ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam
labu coklat kuning dasar bulat 100 mL dan dilarutkan dalam 25 mL
etanol mutlak. Larutan ditambahkan 20 mL larutan asam sulfat 15% v/v
dalam etanol 95%, lalu direfluks selama 3 jam dan didinginkan. Larutan
dipindahkan ke dalam labu takar coklat kuning 200 mL dan diencerkan
dengan etanol mutlak secukupnya hingga 200 mL. Sebanyak 50,0 mL
larutan yang diukur secara saksama ditambah 50 mL larutan asam sulfat
1,5% v/v dalam etanol 95% dan 20 mL air. Sambil dicampur baikbaik,larutan dititrasi dengan serium (IV) sulfat 0,01 N menggunakan
indikator 2 tetes difenilamin. Titrasi dilakukan terlindung dari cahaya
langsung, sebaiknya ditempat gelap, dengan tetesan diatur tiap 10 detik.
Dilakukan juga titrasi blanko. Tiap mL serium (IV) sulfat 0,01 N setara
dengan 2,3638 mg tokoferol asetat.
2. Metode Spektrofotometri
Alfa-tokoferol dalam etanol 95% menunjukkan absorbansi
maksimum pada 292 nm dan minumum pada 257 nm. Jika digunakan

Analisis Kuantitatif Vitamin

pelarut sikloheksan maka alfa-tokoferol menunjukkan absorbansi


maksimum pada 298 nm dan minimum pada 257 nm.
Alfa-tokoferol asetat dalam etanol 95% menunjukkan
absorbansi maksimum pertama pada 284 nm dan kedua pada 279 nm
serta absorbansi minimum di 281 nm. Dalam sikloheksan, alfatokoferol menunjukkan absorbansi minimum ketiga pada 288 nm
dengan minimum pada 286 nm.
Untuk penetapan kadar alfa-tokoferol dalam etanol digunakan
panjang gelombang 292 nm atau 298 nm dalam sikloheksan. Sementara
itu, untuk alfa-tokoferol asetat panjang gelombang 284 nm dapat
digunakan untuk kedua pelarut tersebut.
3. Metode Kolorimetri
Daun AOAC (1995), penetapan kadar vitamin E dalam makanan
baik dalam bentuk kering maupun basah dilakukan secara kolorimetri.
Prinsipnya: alfa-tokoferol diekstraksi dari sampel dengan palrut
organik. Residu lemak disabunkan, -tokoferol diisolasi dengan
kromatografi lapis tipis, dan ditetapkan kadarnya secara kolorimetri.
INTERAKSI OBAT VITAMIN YANG LARUT DALAM LEMAK

Vitamin A, D, E, K Minyak mineral (pencahar)


Akibatnya : penyerapan vitamin berkurang.
Vitamin A dan D Kolestiramin (Ceumid, Questran)
Akibatnya : penyerapan vitamin A dan D berkurang. Kolestiramin
digunakan pada pasien yang kadar kolesterolnya tinggi dalam darah.
Vitamin D Fenitoin (Dilantin)
Akibatnya : efek vitamin D berkuramg. Fenitoin adalah antikonvulsan
yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti

ayan.
Vitamin E Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah. Akibatnya :

resiko perdarahan meningkat


Vitamin K Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Vitamin K
meningkatkan efek pembekuan darah. Akibatnya : darah mungkin

Analisis Kuantitatif Vitamin

membeku pada saat pasien diobati dengan antikoagulan. Pasien tersebut


harus menghindari makanan kaya vitamin K seperti hati, sayuran
berdaun (asparangus, kol, kembang kol kangkung, slada, bayam, sawi

hijau, seledri air). Penambahan vitamin K haruslah dengan resep dokter.


Vitamin A dan B1 (Tiamin) Antasida
Akibatnya : penyerapan vitamin berkurang.
Besi Antasida
Akibatnya : penyerapan besi berkurang
Besi, kalsium, seng Antibiotika tetrasiklin
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Tetrasiklin adalah antibiotic yang
digunakan untuk melawan infeksi. Akibatnya : infeksi mungkin tidak
terkendali dengan baik.

D. VITAMIN B1
Dalam makanan, vitamin B1 (Thiamin HCl) dapat ditemukan dalam
bentuk bebas atau dalam bentuk kompleks dengan protein atau kompleks
protein-fosfat.

Gambar 2.4. Struktur kimia vitamin B1 (tiamin HCl)

Tiamin hidroklorid dalam keadaan kering cukup stabil dan pada


pemanasan 1000 C, akan tetapi jika pH larutannya di atas 5,5 akan cepat
terhidrolisa. Satu gram tiamin hidroklorida kristal setara dengan 333,000 SI.
Tiamin mononitrat padat lebih stabil daripada tiamin hidroklorida.
METODE ANALISA VITAMIN B1
1. Metode Spektrofluorometri
Tiamin dalam makanan dan dalam sediaan farmasi harus disari
lebih dahulu secara kuantitatif yang biasanya dengan mendidihkannya
dalam asam encer kemudian tiamin dibebaskan dari persenyawaan
kompleks dengan enzim fosfatese. Untuk sampel yang mengandung
protein diperlukan enzim proteolitik seperti pepsin. Tiamin bebas perlu

Analisis Kuantitatif Vitamin

dimurnikan dari senyawa pengganggu dengan mengalirkannya melalui


zeolit (suatu penukar ion anorganik) sehingga tiamin akan tertinggal
dalam zeolit, sedangkan senyawa lain seperti reduktor, asam dan
senyawa yang netral akan keluar dari kolom. Kemudian tiamin dielusi
dari zeoit dengan kalium klorida yang diasamkan.
Tiamin dioksida oleh kalium heksasianoferat (III) atau kalium feri
sianida menghasilkan tiokrom, suatu senyawa berfluorosensi biru.
2. Metode Kolorimetri
Dalam metode ini adalah reaksi antara tiamin dengan 6-aminotimol yang telah didiazotasi. Hasil peruraian tiamin tidak menghasilkan
warna dengna pereaksi ini. Dektrosa, laktosa, maltosa, sukrosa, tepung,
kasein, gelatin, pepton, urea, gliserofosfat dan logam berat, dengan
kadar 100 kali besar dari tiamin tetap tidak mengganggu. Sedangkan
riboflavin, asam nikotinat, nikotinamid, piridoksin, asam pantotenat,
guanin, adenin, triptopan, tirosin, dan histidin yang terdapat dengan
kadar 20 kali lebih besar daripada kadar tiamin yang mengganggu.
Pereaksi 6-aminotimol dibuat dengan melarutkan 50mg 6aminotimol dalam 50ml asam klorida 0,35% dan mengencerkannya
dengan air secukupnya hingga 100ml.
Cara uji tiamin murni dengan pereaksi 6-aminotimol: sejumlah 5,0
pereaksi 6-aminotimol didinginkan dengan es, ditambah 2,0 ml natrium
nitrit 0,1%, lalu dicampur dan didiamkan selama 1 menit. Larutan
selanjutnya ditambah 5,0 ml natrium hidroksida 20% dan diencerkan
dengan air secukupnya sampai 20,0 ml. Sejumlah 1,0 pereaksi ini
ditambah 1,0 larutan sampel. Setelah 5 menit, larutan diencerkan untuk
mendapatkan absorbansi yang sesuai. Digunakan larutan blanko.
Jika larutan sampel telah berwarna atau keruh, dilakukan penetapan
seperti di atas kemudian warna yang terjadi disari dengan campuran
pelarut yang terdiri atas 90 ml toluem redestilasi dan 10 ml n-butanol.
Lapisan pelarut organik dipisahkan dan ditambah sedikit natrium sulfat
anhidrat untuk mengeringkan pelarut lalu diukur absorbansinya.
3. Metode Alkalimetri
Adanya hidroklorida pada tiamin hidroklorida dapat dititrasi
dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator brom timol
biru.

Analisis Kuantitatif Vitamin

Cara penetapan kadar tiamin hidroklorida dengan metode


alkalimetri: lebih kurang 500 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang
saksama, dilarutkan dalam air bebas CO2 lalu dititrasi dengan NaOH
0,1 N menggunakan indikator brom timol biru. Tiap ml NaOH 0,1 N
setara dengan 33,70 mg tiamin hidroklorida.
Berat ekuivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
alkalimetri adalah sama dengan berat molekulnya (BM). Hal ini
disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 1
mol NaOH.

V NaOH N NaOH BE
100
mg sampel
4. Metode Titrasi Bebas Air (TBA)
Tiamin hidroklorida dalam asam asetat glasial dapat dititrasi
Kadar Tiamin HCl=

dengan asam perklorat dengan sebelumnya ditambah raksa (II) asetat


berlebihan. Kedua atom nitrogen dalam tiamin hidroklorida tertitrasi
sehingga berat ekivalennya setengah dari berat molekulnya. Sebagai
indikator dapat digunakan p-naftol benzen, merah kuinaldin, atau
dengan kristal violet.
Prosedur uji tiamin dengan metode TBA: lebih kurang 250 mg
tiamin hidroklorida yang ditimbang saksama ditambah 10 ml asam
asetat glasial, 10 ml raksa (II) asetat 5% dalam asam asetat glasial, dan
ditambah 20 ml dioksan. Selanjutnya larutan dititrasi dengan asam
perklorat 0,1 N menggunakan indikator 3 tetes kristal violet sampai
warna biru. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 16,86
Berat ekivalen (BE) tiamin hidrolorida pada penetapan secara
titrasi bebas air adalah setengah dari berat molekulnya (MB/2). Hal ini
disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 2
mol HClO4.
kadar Tiamin HCl=

V HCLO 4 N HCLO 4 BE
100
mg sampel

5. Metode Argentometri
Adanya klorida dalam tiamin hidroklorida dapat ditetapkan secara
argentometri dengan menggunakan metode Volhard. Pada penetapan
dengan metode Volhard suasananya harus asam maka akan terjadi
reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag(OH) yang pada
tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O, akibatnya

Analisis Kuantitatif Vitamin

perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga bereaksi
dengan basa.
Prosedur uji : lebih kurang 100 mg tiamin hidroklorida yang
ditimbang saksama dilarutklan dalam 20 mL air. Larutan diasamkan
dengan asam nitrat encer dan ditambahkan 10mL perak nitrat 0,1N,
Endapan yang terjadi disaring dan dicuci dengan air sampai tidak
mengandung klorida. Filtrate selanjutnya dititrasi dengan larutan baku
ammonium tiosianat 0,1N menggunakan indicator besi (III) ammonium
sulfat. Tiap mL perak nitrat 0,1N setara dengan 16,86 mg tiamin
hidroklorida.
Berat Ekuivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
argentometri adalah setengah dari berat molekulnya (BM/2). Hal ini
disebabkan karena tiap 1 moltiamin hidroklorida (yang mengandung 2
Cl-) bereaksi dengan 2 mol AgNO3.
6. Metode Gravimetri
Tiamin dalam tablet vitamin B1 dan dalam injeksi dapat ditetapkan
secara gravimetric dengan cara mengendapkan larutan tiamin
menggunakan asam silikowolframat.
Prosedur uji tiamin dengan metode gravimetric: sejumlah tertentu
tablet yang telah ditimbang secara saksama dan setara denngan lebih
kurang 50 mg tiamin hidroklorida, diencerkan dengan air secukupnya
hingga 50 mL lalu ditambah 2 mL asam klorida pekat dan dipanadkan
hingga mendidih. Pada larutan yang telah mendidih ini selanjutnya
ditambah dengan cepat tetes demi tetes 4 mL asam silikowolframat
yang baru disaring lalu dididihkan selama 4 menit. Larutan disaring
melalui kaca masir lalu dicuci dengna 50 mL campuran mendidih yang
terdiri atas 1 bagian volume asam klorida pekat dan 19 bagian air yang
mengandung asam silikowolframat 0,2 % b/v, kemudian dicuci 2 kali
tiap kali dengna 5 mL aseton. Sisa dikeringkan pada suhu 105 C
selama satu jam lalu didinginkan selama 10 menit dan dibiarkan dalam
eksikator di atas larutan asam sulfat 38% lalu ditimbang. Tiap gram sisa
setara dengan 192,9 mg tiamin hidroklorida.
E. VITAMIN B2

Analisis Kuantitatif Vitamin

Vitamin B2 disebut juga riboflavin karena strukturnya mirip dengan


gula ribose dan juga karena ada hubungan dengan kelompok flavin.
Riboflavin larut dalam air dan member warna flouresen kuning-kehijauan.
Riboflavin sangat mudah rusak oleh cahaya tampak dan ultraviolet, akan
tetapi tahan terhadap panas, oksidator, asam dan sebaliknya sangat sensitive
terhadap basa.

Gambar 2.5. Struktur vitamin B2 (Riboflavin)

Kelarutan riboflavin dalam air bervariasi dari 1 bagian riboflavin


dalam 3000 bagian air sampai 1 bagian riboflavin dalam 15.000 bagian air.
Variasi ini disebabkan oleh variasi bentuk kristalnya.
Riboflavin dalam larutan buffer pH 4,0 menunjukkan panjang
gelombang maksimal pada 267 nm, 375 nm, dan 444 nm dengan harga
1
masing-masing sebesar 850, 274, dan 320.
E 1 cm
Pada waktu penetapan kadar, riboflavin harus terhindar dari cahaya.
Penyinaran dengan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak terhadap larutan
riboflavin dalam basa menghasilkan lumiflavin, sedangkan larutan
riboflavin dalam suasana netral atau asam menghasilkan lumikrom yang
berflouresensi biru. Reduktor seperti natrium hidrosulfit mereduksi
riboflavin menjadi leukoflavin. Reaksi ini bersifat reversible.

METODE ANALISIS VITAMIN B2 (RIBOFLAVIN)


1. Metode Spektrofluorometri

Analisis Kuantitatif Vitamin

Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang


bebas dari senyawa berwarna yang mengganggu atau senyawa
pengganggu lain dan mengandung riboflavin lebih dari 0,1%.
Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang
tidak mengandung senyawa berfluoresensi atau senyawa berwarna yang
larut dalam air atau dalam asam encer. Pengukuran harus dilakukan
secepat mungkin karena riboflavin terurai oleh sinar ultraviolet.
Beberapa senyawa pengganggu dapat dioksidasi dengan penambahan
kalium permanganat. Kemudian, kelebihan permanganat dapat
dihilangkan dengan penambahan hydrogen peroksida.
Larutan sampel: sejumlah serbuk yang ditimbang saksama dan
setara dengan lebih kurang 2,5 mg riboflavin dimasukkan ke dalam labu
250 mL lali ditambahkan 1 mL asam asetat 32,5% dan air secukupnya
hingga 200 mL. larutan dipanaskan di atas penangas air sambil sering
dikocok hingga riboflavin larut, lalu didinginkan hingga suhu 20C.
larutan ditambah air secukupnya hingga 250 mL dan dicampur baikbaik. Sebanyak 10,0 mL larutan diencerkan dengan air secukupnya
hingga 1000 mL dan dicampur baik-baik.
Larutan riboflavin baku persediaan I, dibuat dengan melarutkan 50
mg riboflavin yang telah dikeringkan pada suhu 105C selama 2 jam
dalam asetat 0,02 N secukunya hingga 500 ml. Jika perlu larutan
dihangatkan diatas penangas air. Larutan disimpan dibawah lapisan
toluene dalam lemari pendingin.
Larutan riboflavin baku persediaan II , dibuat dengan cara
menambah 10,0ml larutan riboflavin baku persedian I dengan asam
asetat 0,02 N secukupnya hingga 100ml. larutan disimpan dibawah
lapisan toluene dalam lemari pendingin.
Larutan riboflavin baku, dibuat dengan mengencerkan 10,0 ml
larutan riboflavin baku persediaan II dengan air secukupnya hinggan
1ooml. Tiap ml larutan ini setara dengan 1g riboflavin. Larutan
riboflavin baku tidak boleh disimpan sebagai persediaan.

Analisis Kuantitatif Vitamin

Cara penetapan riboflavin secara fluorometri: (selama percobaan


larutan riboflavin diindungi terhadap cahaya). Kedalam dua tabung
dimasukkan masing-masing 10ml larutan. Pada tabung pertama
ditambah 1ml larutan riboflavin baku lalu dicampur. Pada tabung kedua
ditambah 1ml air lalu dicampur. Kedalam masing-masing tabung
ditambah 1 ml asam asetat glacial lalu diacampur. Kedalam kedua
tabung selanjutnya ditambah 0,5ml larutan kalium permanganate 4%b/v
sambil diaduk dan dibiarkan selama 2 menit lalu ditambah 0,25ml
hydrogen peroksida 27,5%. Warna permanganate harus hilang dalam
waktu 10 detik. Kedua tabung dikocok kuat-kuat hingga kelebihan
oksigen keluar. Jika setelah pembusaan berhenti ada gelembung gas
pada dinding, maka dihilangkan dengan memiringkan tabung perlahanlahan. Larutan dalam tabung pertama selanjutnya diukur fluoresensinya
(pembacaan A) demikian juga dalam tabung kedua (pembacaan B).
pada tabung pertama ditambah 20 mg natrium bisulfit, dicampur, lalu
diukur fluoresensinya dalam waktu lima detik setelah pencampuran.
Dilakukan percobaan yang sama dalam tabung kedua (pembacaan ratarata kedua tabung adalah pembacaan C).
Kadar (dalam mg riboflavin) dihitung dengan menggunakan
rumus:
2,5

BC
AB

2. Metode Spektrofotometri
Larutan riboflavin dalam dapar pH 4,0 menunjukan absorbansi
maksimum ( max) pada 444 nm dengan

1 %}
E1 cm 320. Cara ini

digunakan untuk menetapkan kemurnian riboflavin atau untuk


penetapan riboflavin dengan kadar ebih besar dari 90%. Penetapan
riboflavin dilakukan dengan cara terlindung dari cahaya.
Cara penetapan riboflavin tunggal secara spektrofotometri: lebih
kurang 100mg riboflavin yang ditimbang saksama dilarutkan dengan
pemanasan dalam campuran 2ml asam asetat glacial dan 150ml air.
Larutkan selanjutnya diencerkan dengan air, didinginkan, ditambah air

Analisis Kuantitatif Vitamin

secukupnya hingga 1000ml. pad 10,0 ml larutan ditambah 3,5ml


natrium asetat 0,1M kemudian ditambah air secukupnya hingga 100ml.
larutan akhir diukur absorbansinya dengan kuvet 1cm pada panjang
gelombang 444nm. Kadar riboflavin dihitung dengan menggunakan
riboflavin baku sebagai pembanding.
F. VITAMIN B6
Di alam, vitamin B6 terdapat sebagai campuran piridoksin, piridoksal,
dan piridoksamin dengan perbandingan yang bervariasi. Rumus bangun
ketiga senyawa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Piridoksin HCl

Piridoksal

Piridoksamin HCl
BM=205,65

BM=203,63

BM=241,12
Gambar 2.6. Struktur kimia piridoksin HCl, piridoksal HCl, dan piridoksamin HCl.

Penetapan kadar secara mikrobiologi atau secara hayati dari ketiga


senyawa tersebut menunjukan tanggapan yang selektif. Sedangkan metode
fisika dan kimia tidak dapat membedakan ketiga senyawa tersebut. Metode
fisika dan kimia hanya cocok untuk piridoksin murni dan persediaannya.
METODE ANALISIS VITAMIN B6
1. Metode spektrofotometri
Pada daerah ultraviolet, piridoksin, piridokamin, dan piridoksal
menunjukan daerah penyerapan yang karakteristik walaupun tidak ada
maksimum untuk ketiganya. Kadar vitamin B6 jumlah dalam larutan
Buffer pH 6,75 dapat ditetapkan pada panjang gelombang 325 nm. Pada
panjang gelombang ini, piridoksin dan piridoksamin menunjukan
absorbansi maksimum, sedangkan piridoksal menunjukan absorbansi
maksimum pada 316nm. Kurva penyerapan piridoksin sendiri berubah
dengan berubahnya pH larutan. Larutan piridoksin dalam asam klorida

Analisis Kuantitatif Vitamin

0,1N menunjukan satu absorbansi maksimum pada 291 nm, sedang


dalam larutan netral atau larutan alkali menunjukan dua absorbansi
maksimum.
Tabel 2.2. Panjang gelombang maksimal piridoksin dalam berbagai pelarut serta nilai

E11 cm
Pelarut
Asam klorida 0,1 N
Dapar fosfat pH 7
Natrium Hidroksida 0,1 N

Maks
291nm
254nm
324nm
244nm
309nm

E11 cm
430
180
350
326
338

Cara penetapan kadar piridksin dalam tablet tunggal secara


spektrofototmetri:sebanyak 20 tablet ditimbang dan diserbuk. Pada
sejumlah serbuk yang ditimbang saksama yang setara dengan lebih
kurang 25mg piridoksin hidroklorida,ditambah 50ml asam klorida 0,1
N,sambil sekali-kali diaduk. Larutan diencerkan dengan asam klorida
0,1N secukupnya hingga 100ml. larutan dikur absorbansinya
menggunakan kuvet dengan ketebalan 1 cm pada panjang gelombang
maksimum (lebih kurang 291nm). Kadar piridoksin hidroklorida
dihitung terhadap piridoksin hidroklorida baku.
Pada penggunaan meode ini harus tidak ada senyawa pengganggu.
2. Metode kolorimetri
Metode ini pertama kali diketengahkan oleh Seudi yang
mendasarkan pada reaksi fenol dengan 2,6-dikloro-p-benzokuin-4klorimina dengan menghasilkan warna biru yang dapat disari dengan
pelarut organic. Reaksi ini merupakan reaksi umum untuk senyawa
fenol yang berkedudukan para terhadap gugus hidroksil fenol tidak
tersubstitusi. Metode ini menunjukan kepekaan yang rendah jika sampel
mengandung kurang dari 0,1 mg dan peruraian dapat terjadi sebelum
warna berkembang mencapai maksimum.
3. Metode titrasi Bebas Air
Piridoksin hidroklorida dapat ditetapkan secara titrasi bebas air
setelah ditambah raksa (II) asetat. Cara penetapan kadar piridoksin
hidroklorida dengan titrasi bebas air: lebih kurang 300mg piridoksin
hidroklorida yang ditimbang saksama,dilarutkan dalam 40ml asam

Analisis Kuantitatif Vitamin

asetat glacial lalu dititrasi dengan asam perklorat 0,1N menggunakan


indicator 3 tetes Kristal violet sampai biru hijau. Tiap ml asam perklorat
0,1 N setara dengan 20,56 mg piridoksin hidroklorida.
4. Metode Kromatografi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detector
fluoresen telah digunakan secara luas untuk analisis kuantitatif vitamin
B6 dalam ayam dan bahan makanan lainnya.
Sampel yang telah digerus (2,5g sampel jika kandungan vitamin B6
lebih besar daripada 2,0 g/g dan sebanyak 5 g jika kandungan vitamin
B6-nya lebih rendah) dicampur dengan 25ml larutan natrium asetat
0,05M; 2,5ml larutan asam glioksalat 1M; 400l larutan besi (II) sulfat
(36,56 mg fero sulfat yang dilarutkan dalam 10ml natrium asetat
0,05M); dan 20 mg fosfatase asam. Campuran digoyang terus-menerus
pada suhu 37C selama semalam. Setelah selesai inkubasi, campuran
didinginkan dan diencerkan sampai 50ml dengan air mendidih lalu
disaring atau disentrifugasi. Sebanyak 5,0 ml aliquot dicampur dengan
4,5ml larutan natrium brohidrida 0,1M lalu dokocok dan selanjutnya
ditambah dengan 0,5 ml asam asetat glacial. Larutan selanjutnya
disaring dan digunakan untuk analisis dengan KCKT. Pemisahan
dilakukan dengan kolom oktadesil silan (250 X 4,6m i.d; ukuran
partikel 5 mikron) yang dihubungkan dengan kolom pengaman
oktadesil silan (4Xmm X 4mm i.d; ukuran partikel 10 mikron). Eluen
dihantarkan secara isokratik yang tersusun atas; asetonitril-kalium
dihidrogen fosfat 0,05M atau natrium oktan sulfonat 0,03 M; pH diatur
2,5 dengan asam ortofosfat. Kecepatan alir fase gerak 1 ml/menit
dengan panjang gelombang eksitasi dan emisi detector masing-masing
sebesar 290 dan 395 nm.
G. VITAMIN B12
Sianokobolamin C63H88O14N14PCo, merupakan senyawa kompleks
dengan kordinat kobalt berberat molekul 1355,4. Kristalnya cepat menyerap
lembab udara. Sianokobolamin bersifat netral dan mengandung gugus sian.
Gugus ini dapat diganti dengan berbagai ion untuk menghasilkan senyawa

Analisis Kuantitatif Vitamin

baru seperti klorokobalamin dan hidroksokobalamin. Bila sianokobalamin


dihidrolisis dengan asam maka akan menghasilkan 5,6-dimetilbenzimidazol.
METODE PENETAPAN KADAR VITAMIN B12
(SIANOKOBALAMIN)
1. Metode spektrofotometri
Sianokobalamin dalam air menunjukan absorbansi maksimum
( maks) pada 2781nm,361nm dan 550 2nm. Metode
spektrofotometri tidak spesifik untuk sianokobalamina karena senyawa
berwarna merah dan pseudosianokobalamin menunjukan spectra
absorbansi yang serupa. Metode yang paling sederhana adalah dengan
menetapkan pada 550 nm, tetapi metode ini hanya dapat digunakan
terhadap sianokobalamin yang bebas senyawa pengganggu. Metode
yang lebih peka ialah dengan melakukan penetapan pada panjang
gelombang 361 nm.
Cara penetapan kadar sianokobalamin secara spektrofotometri:
lebih kurang 2 mg sianokobalamin yang ditimbang saksama, dilarutkan
dalam air secukupnya hingga 50 mL. Larutan diukur absorbansinya
dengan kuvet 1 cm pada panjang gelombang 361 nm. Nilai E1%1 cm pada
361 nm adalah 207.
2. Metode Kromatografi
Metode KCKT telah sukses digunakan untuk pemisahan dan
analisis kuantitatif vitamin B1, B2, dan campuran-campurannya dalam
berbagai macam bahan makanan. Berbagai macam isomer vitamin B12
(sianokobalamin) yang ada dalam berbagai macam susu juga telah
dipisahkan dengan menggunakan metode KCKT fasse terbalik.
Sianokabalamin diekstraksi dari sampel dengan mencampur 25
mL susu dengan 2-4 mL HCl 0,1 M pH 4,6. Campuran dipanaskan pada
suhu 1200C selama 10 menit dan selanjutnya disaring. pH filtrate diatur
5,5 dengan natrium hidroksida 0,1 M dan diencerkan dengan aquades
sampai 50 mL. Sianokabalamin selanjutnya dipekatkan pada cartridge
oktadesil silan yang telah dikondisikan dengan 2 mL asetonitril dan
dicuci dengan 6 mL aquades. Filtrat selanjutnya dilewatkan melalui
cartridge dan selanjutnya cartridge dicuci dengan 12 mL air.
Sianokobalamin dielusi dengan asetonitril: air (1:1 v/v) dan dipisahkan
dengan kolom oktil silica. Elusi gradient dimulai dengan asetonitril:

Analisis Kuantitatif Vitamin

larutan ammonium fosfat pH 3,0 (5:95) lalu konsentrasi asetonitril


ditingkkatkan sampai 30% selama 16 menit. Konsentrasi vitamin B12
selanjutnya ditentukan dengan metode radioassay.
H. VITAMIN C
Rumus bangun asam askorbat (berat molekul 176,13) atau vitamin C
dapat digambarkan sebagai berikut:

Asam askorbat dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam


larutan cepat dioksidasi oleh udara. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh
beberapa logam, terutama tembaga. Asam askorbat jika terkena sinar lambat
laun akan berubah menjadi coklat.
METODE ANALISIS VITAMIN C
1. Metode Iodimetri
Dasar dari metode ini adalah sifat mereduksi asam askorbat.
Metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0,1 N)
dapat digunakan terhadap asam askorbat murni atau larutannya.
Cara penetapan kadar vitamin C secara iodimetri: lebih kurang
400 mg asam askorbat yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam
campuran yang terdiri atas 100 mL air bebas karbon dioksida dan 25
mL asam sulfat encer. Larutan dititrasi segera dengan iodium 0,1 N
menggunakan indicator kanji smapai terbentuk warna biru tetap. Tiap
mL iodium setara dengan 8,806 mg asam askorbat.
Metode ini dapat juga digunakan untuk pemeriksaan harian
terhadap sediaan vitamin C yang tidak mengandung senyawa mereduksi
lainnya. Larutan baku lain yang dapat digunakan berdasarkan sifat
mereduksi asam askorbat adalah serium (IV) ammonium sulfat atau
2.

kalium iodat.
Metode 2,6-diklorofenolindofenol (DCIP)
Metode 2,6-diklorofenolindofenol (DCIP) ini berdasarkan atas
sifat mereduksi asam askorbat terhadap zat warna 2,6-

Analisis Kuantitatif Vitamin

diklorofenolindofenol. Asam askorbat akan mereduksi indikator warna


2,6-diklorofenol-indofenol membentuk larutan yang tidak berwarna.
Pada titik akhir titrasi, kelebihan zat warna yang tidak tereduksi akan
berwarna merah muda dalam larutan asam.
Hasil penetapan dengan metode ini mendekati hasil penetapan
dengan metode hayati. Walaupun demikian, metode ini tidak spesifik
karena bebrapa senyawa mereduksi lainnya dapat mengganggu
penetapan. Senyawa pengganggu tersebut adalah senyawa sulfhidril,
tiosulfat, bentuk tereduksi dari turunan asam akontianat, riboflavin, dan
senyawa besi (II) organik.
Pelarut terbaik untuk asam askorbat adalah asam metafosfat dan
asam oksalat karena senyawa ini mencegah pengaruh tembaga.
Suatu cara untuk menghilangkan pengaruh senyawa pengganggu
adalah :
Semua asam askorbat diubah menjadi asam dehidroaskorbatt
dengan menambahkan norit kedalam larutan asam askorbat atau

dengan menggunakan aksidase asam Askorbat.


Jumlah senyawa mereduksi yang masih ada ditetapkan.
Asam dehidroaskorbat direduksi menjadi asam askorbat dengan

penambahan hydrogen sulfide pada pH 4-7


Asam askorbat dititrasi dengan diklorofenol indofenol.
Dengan menggunakan cara tersebut di atas maka metode DCIP

menjadi lebih spesifik. Asam dehidroaskorbat tidak bereaksi dengan


diklorofenolindofenol. Metode ini digunakan untuk penetapan kadar
asam askorbat dalam sediaan vitamin dan jus. Metode ini tidak dipakai
untuk penetapan kadar larutan jus yang sangat berwarna atau Karen
adanya besi(II) (Fe2+), stano (Sn2+), tembag(I) (Cu+), SO2, sulfit, atau
tiosulfat.
Berikut adalah carqqa penetapan vitamin C dengan metode 2,6
diklorofenolindofenol :
Bahan yang digunakan :
a) Larutan Pengekstraksi
Larutan asam metafosfat-asam asetat dibuat dengan
melarutkan 15 g asam metafosfat (HPO3) dalam 40 mL asam

Analisis Kuantitatif Vitamin

asetat dan 200 mL aquades dengan penggojongan lalu


mengencerkannya sampai 500 mL. larutan disaring cepat dan
disimpan dalam refrigerator (HPO3 akan berubah secara
perlahan-lahan menjadi H3PO4, tapi jika disimpan dalam
refrigerator larutan akan tahan 7-120 hari)
Larutan asam metafosfat-asam Asetat-asam sulfat, dibuat

dengan cara melakukan seperti (a), kecuali penggunaan H2SO4


0,3 N untuk mengganti air.
b) Larutan baku asam askorbat 1 mg/mL, dibuat dengan menimbang
secara saksama 50 mg asam askorbat baku yang telah disimpan
dalam desikator dan dihindarkan dari pengaruh cahaya sampai
batas tanda dengan larutan asam metafosfat-asam asetat saesegera
mungkin saebelum digunakan.
c) Larutan baku diklorofenol indofenol (DCIP), dibuat dengan
melarutkan 50 mg garam Na 2,6-diklorofenol indofenol yang telah
disimpan dalam desikator melalui soda lime dalam 50 mL air
yang telah ditambahkan 42 mg natrium bikarbonat , lalu digojog
kuat. Jika zat warna telah larut maka larutan diencewrkan dengan
200 mL air lalu disaring dan dihindarkan dari pengaruh cahayas
dan disimpan dalam refrigerator.
d) Indicator pH timol dengan 10,75% ml NaOH 0,02 N dengan
penghangatan. Larutan diencerkan dengan H2o sampai 250 mL.
Prosedur uji vitamin C dalam minuman dengan metode DCIP
a) Pembakuan Larutan Baku DCIP dengan Larutan Baku Vitamin C
Masing-masing 2,0 mL larutan baku asam askorbat
dipindahkan ke dalam 3 labu Erlenmeyer dan masing-masing

labu Erlenmeyer ditambah 5 mL larutan HPO3- CH3COOH.


Larutan dititrasi cepat dengan larutan DCIP dari buret 50 mL
sampai muncul warna merah mudah dalam waktu 5 detik.
Dihitung volume rata-rata larutan baku DCIP yang digunakan

untuk titrasi.
Dilakukan juga 3 kali titrasi blanko yang terdiri atas 5,0 mL
larutan HPO3- CH3COOH dan 2 mL H2O. di hitung untuk
titrasi blanko (misalkan Y)

Analisis Kuantitatif Vitamin

Banyaknya volume X di kurangi dengan volume Y. dihitung


kesetaran mg vitamin C tiap mL buku DCIP. (pembakuan
DCIP sepereti diatas, dilakukan setiap kali mau membakukan

DCIP dengan baku asam askorbat yang di buat baru.


b) Uji Pendahuluan Adanya Senbyawa Basa Dalam Jumlah Cukup
Besar
Sejumlah sampel dari kapsul, tablet, atau sediaan padat
lainnya digerus lalu ditambahkan 2 mL larutan HPO3-CH3COOH.
pH larutan diuji dengan meneteskan indicator pH timol biru. Jika
pH >1,2 menunjukan adanya senyawa yang bersifat basa dalam
jumlah yang cukup besar.
Untuk sediaan cair, sejumlah sampel diencerkan dengan 2
kali larutan HPO3-CH3COOH sebelum diuji dengan indicator pH
timol biru.
c) Penyiapan Larutan Sampel
i.
Untuk sampel kering yang tidak mengandung senyawa basa
dalam jumlah cukup tinggi.
Sampel diserbukkan dengan pengerusan lemah, lalu
ditambahkan larutan HPO-CH3COOH. Larutan diencerkan
dengan HPO3-CH3COOH sampai volume yang terukur.

Larutan ini dengan V mL.


Digunakan 10 mL larutan pengekstraksi /g sampel kering
(Larutan akhir diusahakan mengandung 10 - 100 mg asam

ii.

askorbat/100 mL).
Untuk sampel kering yang mengandung senyawa basa dalam
jumlah cukup tinggi.
Sampel diserbukkan dengan penggerusan lemah, lalu
ditambah larutan HPO-CH3COOH-H2SO4 untuk mengatur
pH 1,2. Larutan diencerkan dengan HPO-CH3COOH
sampai volume yang gterukur. Volume ini ditandai dengan

V mL.
Digunakan 10 mL larutan pengestraksi/g sampel kering.
(Larutan akhir diusahakan mengandung 10-100 mg asam

iii.

askorbat/100 mL)
Untuk sampel cair

Analisis Kuantitatif Vitamin

Diambil sejumlah sampel yang mengandung 100 mg asam


askorbaT. Jika sampel mengandung senyawa basa dalam
jumlah yang cukup tinggi maka pH-nya diatur 1,2 dengam

menambahkan larutan HPO3-CH3COOH-H2SO4.


Larutan diencerkan dengan HPO3-CH3COOH sampai
volume yang terukur yang mengandung 10-100 mg asam

askorbat/100 mL. volume ditandai dengan V mL.


d) Penetapan Kadar
Diambil sejumlah volume aliquot sampel yang mengandung
kurang lebih 2 mg asam askorbat. Jika volume aliquot sampel
yang mengandung 2 mg asam askorbat <7 mL, lalu ditambah

larutan HPO3-CH3COOH hingga volumenya 7 mL.


Larutan dititrasi secara cepat dengan larutan DCIP dengan
menggunakan buret 50 mL sampai muncul warna merah muda

dalam waktu 5 detik.


Dilakukan replikasi 3 kali lalu dihitung volume rata-rata

larutan DCIP yang digunakan untuk titrasi.


Dilakukan juga 3 kali titrasi blanko seperti titrasi sampel
dengan banyak mL aliquot sampel diganti dengan mL H2O
dalam jumlah yang sama lalu dihitung volume rata-rata larutan

baku DCIP yang digunakan untuk titrasi blanko.


e) Perhitungan
F
V
mg asam askorbat/g, tablet, mL = (X-B) x
x
E
Y
X
: Volume rata-rata DCIP untuk titrasi sampel
B
: Volume rata-rata DCIP untuk titrasi blanko
F
: Kesetaraan mg asam askorbat/mL DCIP
E
: Jumlah g sampel, tablet, mL dsb yang diukur
V
: Volume larutan uji awal yang diambil
Y
: volume aliquot sampel yang dititrasi
3. Metode Kolorimetri 4-metoksi-2-nitroanilin
Asam askorbat dengan 4-metoksi-2-nitroanilin yang telah
didiazotasi mewmbentuk senyawa yang bewarna biru. Metode ini
cukup spesifik untuk asam askorbat karena asam dehidroaskorbat, asam
2,3-diketoglukonat, tiamin, riboflavin, piridoksin, pantotenat, asam
folat, niasin, niasinamid, vitamin A, vitamin D, Vitamin E, fenol,
gliserol, propilenglikol, dan tween tidak mengganggu penetapan .

Analisis Kuantitatif Vitamin

Pereaksi 4-metoksi-2-nitroanilin dibuat dengan melarutkan 500


mg 4-metoksi-2-nitroanilin dalam 126 mL asam asetat glacial lalu
mengencerkannya dengan asdam sulfat 10% sampai 250 mL.
Cara penetapan vitamin C dengan pereaksi 4-metoksi-2-nitroanilin
ditambah 2 mL natrium nitrit 0,2%, diaduk hingga warna jingga hilang
lalu ditambah 75 mL n-butil alcohol dan dicampur. Larutan ini
selanjutnya ditambahkan 0,5-2 mg asdam askorbat 0,5 % dan
dipindahkan ke dalam corong pisah. Selanjutnya larutan ditambah 25
mL natrium hidroksida 10% dan 150 mL dietil eter, digojog baik-baik,
dan didiamkan hingga memisah. Lapisan bawah (lapisan air)
dipisahkan. Lapisan organic dicuci 3 kali, tiap kali dengan 15 mL
natrium hidroksida 10%. Lapisan air dan cairan hasil cucian dengan air
diencerkan dengasn air hingga 200 mL. blanko dibuat dengan cara yang
sama tanpa penambahan pereaksi. Absorbansi larutan diukur terhadap
blanko pada 570 nm.
4. Metode Spektrofluorometri
Asam askorbat dalam larutan air netral menunjukkan absorbansi
maksimum pada 264 nm dengan nilai E1 cm = 579. Panjang gelombang
maksimum ini akan bergeser aleh adanya asam mineral. Asam askorbat
dalam asam sulfat 0,01 mempunyai panjang gelombang maksimaL 254
nm dengan nilai E1cm.
5. Metode Spektrofluorometri
Suatu metode spektrofluorometri untuk menentukan kadar
vitamin C yang mendasarkan pada reaksi yang dikatalis oleh
hemoglobin telah dikembangkan.
Ke dalam labu takar 25 mL, dimasukkan 0,1 mL hydrogen
peroksida 1,0 X 10-3 M; 6,0 mL larutan buffer fosfat pH 10,4 yang
mengandung NH3-NH4Cl 5,0 M; sejumlah tertentu sampel yang
mengandung asam askorbat 9X10-10 M dan 0,5 mL hemoglobin 1,0 X
10-5 M. larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas tanda sebelum
dilakukan penggoyangan. Larutan selanjutnya diletakkan diatas
penangas air yang suhunya dijaga tetap pada suhu 250C selama 10

Analisis Kuantitatif Vitamin

menit. Intensitas fluoresensi larutan sampel (F) dan blanko (F0) diukur
pada panjang gelombang eksitasi 318 nm dan panjang gelombang emisi
422 nm. Selanjutnya dihitung selisih F-Fo.
Sampel injeksi dfan tab let vitamin C dianalisis kandungan
vitamiunnya dengan metode diatas. Sebanyak 20 tablet ditimbang lallu
berat rata-rata tablet dihitung sebewlum digerusa menjadi serbuk.
Sejumlah serbuk yang setara dengan berat tablet rata-rata dilarutkan
dalam air lalu disaring dan ditambahkan air lagi hingga 25,0 mL.
Sampel injeksi juga diencerkan sedemikian rupa hingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi yang sesuai.
Metode ini linier pada kisaran konsentrasi asam askorbat 9,0 X 1010

sampai 3,6 X 10-8 M. batas deteksi (hasil perhitungan) 3,0 X 10 -10 M.

simpangan baku relatifd metode ini 1,6 % pada konsentrasi 7,0 X 10-9
M ( 11 kali replikasi).
Metode spektroflurometri lain untuk analisis kuantitatif vitamin
adalah berdasarkan pada reaksi antara asam askorbat (AA) dengan
metilen biru (MB). Intensitas fluoresensi MB diukur pada panjang
gelombang eksitasi 664 nm dan panjang gelombang emisi 682 nm.
Konsentrasi MB menurun sebagai fungsi penurunan intensitas
fluorosensi MB karena terbentuk MB yang kurang bewarnas (LeucoMB) setelah terjadi reaksi antara AA dan MB. Reaksi ini merupakan
reaksi redoks, yang mana AA akan dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat sementara MB akan direduksi menjadi Leuco-MB
yang kurang bewarna.
Suatu hubungan linier diperoleh antara penurunan intensitas
fluoresensi MB dan konsentrasi AA pada kisaran 3,0 X 10-7 sampai 6,0
X 10-6 M. batas deteksi metode ini 2,5 X 10-7 M. Metode ini telah
sukses digunakan untuk menetapkan kadar vitamin C dalam tablet
supplement vitamin.
6. Metode Kromatografi
Suatu metode kramotografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) telah
dikembangkan untuk penentuan asam askorbat dalam minuman ringan

Analisis Kuantitatif Vitamin

dan jus apel menggunakan tris (2,2-bipiridin rutewnium (II) atau


(Ru(bpy)32+ elektroluminesense. Sampel disaring dan diencerkan
sebelum dilakukan analisis dengan KCKT dan tidak ada pra-perlakuan
lain yang dilakukan. Pemisahan asam askorbat dilakukan dengan
menggunakan kolom oktadesilbsilan (ODS, C18) menggunakan fase
gewrak larutan buffer NaH2PO4-K2HPO4 (pH 6,5). Aliran fase gerak 0,3
mL/menit. Asam askorbat yang terelusi dicampur dengan (Ru(bpy)32+
0,5 mM dan dioksidasi pada 1,5 V (dengan elektroda Ag/AgCl). Adanya
gangguan asam sitrat dapat dihindari dengan menambah tetrabutilamonium-tetrafluoroborat (Bu4NBF4) 10-4 M pada eluen.
INTERAKSI OBAT VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR

Vitamin C Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah. Akibatnya:
antikoagulan mungkin tidak seefektif yang diharapkan. Warfarin dan

Coumadin adalah antikoagulan yang paling banyak digunakan.


Vitamin C Asparin
Akibatnya :
Efek vitamin C menurun
Vitamin C takaran tinggi (lebih dari 2000 mg setiap harinya dapat

meningkatkan kadar darah aspirin mencapai konsentrasi toksik)


Vitamin C Barbiturat
Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan efek barbiturate. Barbiturate

digunakan sebagai seditiva atau pil tidur.


Vitamin C Pil KB
Akibatnya : Resiko hamil dapat meningkat jika digunakan vitamin C
takaran tinggi (1000 mg atau lebih setiap harinya) secara tidak teratur
Ini akibat pengikatan kembali komponen hormone dari pil KB pada saat
pemberian vitamin diberikan. Perdarahan merupakan tanda terjadinya
reaksi.
Catatan : Penggunaan vitamin dalam takaran sekitar 250-500 mg dapat

mengurangi interaksi tersebut.


Vitamin C Kinidin
Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan masa kerja kinidin. Kinidin
digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak
beraturan.

Analisis Kuantitatif Vitamin

Vitamin C Primidon (Mysoline)


Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan masa kerja primidon.
Primidon adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mencegah kejang

pada gangguan seperti ayan


Vitamin C Uji glukosa air kemih
Akibatnya : mungkin terjadi kesalahn hasil uji ketika mengukur kadar

gula dalam air kemih penderita diabetes


Vitamin B2 (Riboflavin) Asam borat
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B2 dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan vitamin. Sumber asam borat : obat kumur,

salep kulit, supositoria wasir.


Vitamin B6 (Piridoksin) Pil KB
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya :

mungkin terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.


Vitamin B6 (Piridoksin) Estrogen (hormon wanita)
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya :

mungkin terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.


Vitamin B6 (Piridoksin) Hidralazin (Apresolin)
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.

Hidralazin digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi.


Vitamin B6 (Piridoksin) Isoniazida
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.

Isoniazida digunakan untuk mengobati tuberculosis


Vitamin B6 (Piridoksin) Levodopa (Dopar, Larodopa, Sinemet)
Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk
mengendalikan tremor karena penyakit Parkinson. Akibatnya : kondisi
yang diobati mungkin tidak terkendali de4ngan baik. Catatan :

penggunaan sinemet akan mengurangi interaksi.


Vitamin B12 Kalium klorida
Akibatnya : efek vitamin B12 dapat berkurang. Kepadea penderita
tekanan darah tinggi yang menggunakan diuretika sering diberikan

tambahan kalium klorida karena tubuh sering kehilangan kalium.


Asam folat (Vitamin B9) Pil KB
Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.
Asam folat (Vitamin B9) Estrogen (hormon wanita)

Analisis Kuantitatif Vitamin

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya :

mungkin terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.


Asam folat (Vitamin B9) Fenitoin (Dilantin)
Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan,
tapi jangan terlalu banyak asam folat dalam jumlah banyak dapat
menurunkan efek fenitoin. Fenitoin adalah antikonvulsan yang

digunakan untuk menegendalikan kejang pada gangguan seperti ayan.


Asam folat (Vitamin B9) Primidon (Mysoline)
Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.
Primidon adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan

kejang seperti ayan.


Asam folat (Vitamin B9) Sulfasalazin (Azulfidine)
Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya :
mungkin terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.
Sulfasalazin digunakan pada colitis ulseratif.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fungsi khusus vitamin adalah sebagai kofaktor (elemen pembantu)
untuk reaksi enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai macam

Analisis Kuantitatif Vitamin

fungsi tubuh lainnya, termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan


syaraf dan sistem kekebalan tubuh dan pembekuan darah.
Vitamin, pada umunya, dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok
yaitu vitamin yang larut dalam lemak yakni vitamin A,D,E, dan vitamin K,
serta vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan vitamin C yang
masing-masing dapat dianalisis dengan berbagai metode, seperti metode
spektrofotometri, metode kolorimetri, dll

DAFTAR PUSTAKA
Hardkness, Richard, 1989, Interaksi Obat, ITB, Bandung.
Hoan Tjay, Tan., Rahardi, Kirana., 2007, Obat-Obat Penting Edisi Keenam, PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Gan Gunawan, Sulistia, 2007, Farmakologi dan Terapi, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Sudjadi, dan Rohman, A., 2008, Analisis Kuantitatif Obat, Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
Underewood, A.L., dan Day Ji, R.A., 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga,
Surabaya.

Analisis Kuantitatif Vitamin

Anda mungkin juga menyukai