Anda di halaman 1dari 154

PENYUSUN MODUL PRAKTIKUM

PERANCANGAN PRODUK
SEMESTER GENAP
2015/2016

Muhammad Iqbal, S.T., M.M

08820485-1

Teddy Sjafrizal, B.Eng(Hons), Msc.

14821528-2

Rizaldi Darmawan

1102120049

Annisa Falimantik

1102124305

Ahmad Ali

1102120224

Regi Nindiana Putri

1102120146

Nathaniel Ardy Perdana

1102120227

Desva Ria Adriani

1102120155

Iftitah Noor Pratomo

1102121261

Amrullah Paksi Imami

1102120026

Bintang Sri Perdana

1102120190

Antonio Bennarivo Nainggolan

1102120141

Rendra Gilang Yuniarto

1102120045

Yuki Hana Putri Tejima

1102120150

Andheani Cheryana Putri

1102120160

Wildan Rasyid Abdat

1102120123

TATA TERTIB
PRAKTIKUM PERANCANGAN PRODUK
SEMESTER GENAP 2015/2016
KEHADIRAN
1.

Semua Praktikan wajib mengikuti seluruh rangkaian

2.

Praktikum sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, tidak boleh diwakilkan dan
jika berhalangan hadir wajib menyerahkan surat keterangan maksimal 2x24 jam
setelah praktikum dilaksanakan.

3.

Untuk Praktikan yang berhalangan hadir karena alasan kesehatan, keluarga,


keagamaan, dan akademik, maka praktikan wajib menyerahkan surat pengantar dari
pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut sesuai dengan peraturan yang
ada.

4.

Praktikan wajib datang tepat waktu pada saat praktikum atau akan dikenakan sanksi
yaitu:
a.

Keterlambatan < 15 menit diperkenankan praktikum, namun tidak diberi


tambahan waktu pengerjaan Tes Awal.

b.

Keterlambatan 15 20 menit diperkenankan mengikuti praktikum, tanpa ada


Tes

Awal

susulan dan mendapat diskon 25 % dari nilai praktikum

keseluruhan untuk modul yang bersangkutan.


c.
5.

Keterlambatan > 20 menit tidak diperkenankan mengikuti praktikum.

Praktikan

yang

tidak

hadir

(kesehatan/keluarga/keagamaan/akademik/tanpa

keterangan) sebanyak lebih dari 2 kali dinyatakan GAGAL mengikuti praktikum


perancangan produk dan harus mengulang kembali praktikum perancangan produk di
tahun berikutnya.

PRAKTIKUM
1.

Syarat yang harus dipenuhi praktikan untuk mengikuti praktikum, yakni:


a. Kartu praktikum.
b. Kelengkapan praktikum.

2.

Praktikan wajib mengisi presensi pada lembar yang telah disediakan.

3.

Setiap praktikan wajib melaksanakan praktikum sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, kecuali praktikan yang sudah melakukan tukar jadwal dengan membawa
bukti form tukar jadwal.

4.

Kegiatan tukar jadwal dilakukan antar kelompok (bukan individu), dengan mengisi
form tukar jadwal maksimal 1x24 jam sebelum pelaksanaan praktikum, membawa
serta kartu praktikum dan ditandatangani oleh Asisten serta dihadiri oleh perwakilan
kedua kelompok yang akan melaksanakan tukar jadwal. Form tukar jadwal diberi
cap Laboratorium Perancangan Produk.

5.

Setiap praktikan wajib mengikuti kegiatan praktikum hingga selesai dan tidak
diperkenankan untuk meninggalkan praktikum tanpa izin dari Asisten jaga.

6.

Pada saat praktikum, Praktikan :


a.

Tidak diperkenankan untuk mengganggu jalannya praktikum.

b.

Tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan di luar tugas yang harus


diselesaikan.

c.

Tidak diperkenankan untuk mengerjakan tugas praktikan lain.

d.

Tidak diperkenankan untuk membawa fasilitas, perlengkapan dan/atau peralatan


praktikum keluar dari Laboratorium Perancangan Produk.

e.

Mengkondisikan alat komunikasi.

f.

Tidak diperkenankan untuk menggunakan alat komunikasi selama kegiatan


praktikum berlangsung kecuali dengan ijin asisten.

g.

Wajib untuk menjaga kerapihan dan kebersihan ruangan laboratorium, serta


peralatan yang telah digunakan harus dikembalikan pada tempatnya semula.

7.

Setiap pengumuman terkait dengan praktikum hanya akan dipublikasikan melalui


mading Laboratorium Perancangan Produk.

8.

Praktikan yang melakukan kecurangan atau plagiatisme (terlihat sama dan serupa)
dalam mengerjakan tes awal, tes akhir, tugas atau laporan akan mendapatkan nilai 0
untuk penilaian tes awal, tes akhir, tugas atau laporan yang terindikasi dilakukan
kecurangan.

9.

Waktu yang akan digunakan dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan praktikum
adalah Waktu Indonesia Barat (WIB).

ii

KELENGKAPAN PRAKTIKUM
1.

Untuk setiap praktikan diwajibkan untuk menggunakan seragam sesuai dengan


ketentuan yang berlaku di Universitas Telkom, seragam (bersepatu) kemeja putih
dan celana untuk pria atau rok untuk wanita dengan bahan biru dongker atau hitam
dan tidak diizinkan untuk memakai jeans ketika mengikuti kegiatan praktikum. Pada
hari Jumat dan Sabtu, praktikan diperbolehkan mengenakan batik berlengan yang
sopan dan rapi.

2.

Setiap praktikan diwajibkan untuk membawa kartu praktikum yang telah dilengkapi
dengan foto formal ukuran 3x4 dan distempel oleh asisten Laboratorium
Perancangan Produk.

3.

Jika praktikan tidak membawa kartu praktikum yang telah dipersyaratkan


sebelumnya, maka praktikan akan diberikan kesempatan untuk membawa kembali
kartu praktikum untuk tetap mengikuti praktikum modul yang bersangkutan dengan
sanksi keterlambatan yang berlaku.

4.

Untuk praktikan putra dilarang berambut panjang, tidak melebihi telinga, alis, dan
kerah baju.

PRAKTIKUM SUSULAN
1.

Praktikum susulan hanya akan diselenggarakan 1 kali untuk modul tertentu dengan
kondisi yang memungkinkan.

2.

Tidak ada praktikum susulan untuk praktikum modul 0 dan 9.

3.

Praktikum susulan hanya akan diberikan pada praktikan dengan alasan yang dapat
diterima yang dibuktikan dengan surat izin seperti yang tertera pada peraturan yang
ada.

PRAKTIKAN
1.

Praktikan wajib mengikuti semua rangkaian modul praktikum.

iii

2.

Praktikan wajib mengerjakan tugas selama praktikum sesuai dengan instruksi


yang diberikan Asisten.

3.

Praktikan wajib mematuhi semua Tata Tertib yang telah disebutkan sebelumnya.

PROGRESS REPORT DAN FINAL REPORT


1. Akan ada Progress Report di setiap modul (terkecuali modul 6 dan 9) dan akan ada
Final Report pada modul 8.
2. Aturan pengerjaan Progress Report dan Final Report akan diberitahukan pada
akhir kegiatan praktikum (kecuali modul 6 dan 9).
3. Waktu pengumpulan laporan akan diberitahukan pada saat praktikum.
4. Keterlambatan pengiriman laporan akan mendapatkan konsekuensi sebagai berikut:
a. Terlambat < 15 menit, nilai laporan dikurangi 5%.
b. Terlambat 15-30 menit, nilai laporan dikurangi 10%.
c. Terlambat 31-60 menit, nilai laporan dikurangi 15%.
d. Terlambat 61-120 menit, nilai laporan dikurangi 30%.
e. Terlambat > 120 menit, nilai laporan dikurangi 50%.
5. Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Tertib Praktikum 2015/2016 Perancangan
Produk akan ditetapkan kemudian melalui rapat koordinasi Asisten.

iv

PROPORSI NILAI

MODUL

TES
AWAL

PRAKTIKUM

TES AKHIR /

PROGRESS

JURNAL

REPORT

PRESENTASI

60%

40%

30%

70%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

10%

50%

10%

30%

30%

35%

35%

MODUL 0
PENGANTAR PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK
1.

PENGANTAR PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK

1.1. Pengertian Produk


Menurut Philip Kotler (2009), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke
pasar yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk yang ditawarkan ke
pasar tersebut dapat berupa benda fisik (physical goods), jasa (services), pengalaman
(experiences), personal, organisasi, acara, tempat, informasi, serta ide atau gagasan.
Berdasarkan wujudnya, produk diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu barang
(goods) dan jasa (services). Barang adalah produk yang berwujud atau tangible,
sedangkan jasa adalah produk yang tidak berwujud atau intangible. Dapat dikatakan
bahwa sebagian besar barang itu mengandung jasa dan sebagian besar jasa
mengandung barang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 0.1 Goods and Services


(Sumber: Heizer and Render, 2008)
Selain itu, berdasarkan ketahanan (durability), produk dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Nondurable goods : produk tangible yang biasanya dikonsumsi dalam satu
atau beberapa kali penggunaan.

2. Durable goods

: produk tangible yang biasanya mampu dikonsumsi atau


digunakan lebih lama.

1.2. Klasifikasi Produk


Salah satu tujuan dari desain produk adalah untuk dapat bersaing di pasaran. Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut, produk harus memiliki pembeda dengan produk
lainnya membutuhkan nilai lebih dibandingkan dengan pesaing atau yang disebut
dengan diferensiasi. Diferensiasi produk merupakan suatu hal yang penting bagi
perusahaan. Suatu produk yang baik dapat ditawarkan dengan memiliki diferensiasi
pada hal-hal sebagai berikut:
1.

Form
Produk dapat dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk, atau struktur fisik
lainnya. Misalnya, sebuah produk pengusir nyamuk yang diproduksi dengan
berbagai macam varian, seperti obat nyamuk bakar, semprot, menggunakan
listrik, atapun lotion. Hal tersebut tentu akan lebih mampu memenuhi
kebutuhan konsumen dengan berbagai tipe kebutuhan dibandingkan produk
yang hanya memiliki satu macam tipe.

2.

Features
Produk dapat ditawarkan dengan berbagai fungsi tambahan yang melengkapi
fungsi dasarnya. Misalnya seperti beberapa produk handphone mengedepankan
fitur akses internet, ada pula yang lain mengedepankan kecanggihan kamera,
dan sebagainya. Semua itu melengkapi fungsi dasar handphone sebagai alat
komunikasi.

3. Performance Quality
Tingkatan karakteristik utama suatu produk dapat bekerja dengan baik.
Contohnya seperti operator seluler yang memungkinkan akses internet lebih
cepat tentunya dapat mengungguli operator lain.
4. Conformance Quality
Tingkatan kesamaan dan kemampuan unit-unit produk untuk mencapai
spesifikasi yang ditawarkan. Misalnya motor dengan tipe yang sama
seharusnya memiliki kemampuan yang sama. Motor pertama bisa mencapai
kecepatan 120 km/jam dalam 70 detik, dan motor kedua dengan tipe yang sama

ternyata hanya membutuhkan 40 detik untuk mencapai kecepatan 120 km/jam,


maka dapat dikatakan motor pertama tidak memiliki conformance yang baik.
5. Durability
Usia suatu produk atau operating life sampai produk tersebut harus diganti.
Misalnya produk peralatan rumah tangga dapat memiliki keunggulan dengan
operating life yang lebih panjang.
6. Reliability
Produk yang reliable atau dapat diandalkan memiliki kemungkinan yang kecil
untuk rusak atau tidak berfungsi (fail/malfunctioned).
7. Repairability
Kemudahan produk untuk dapat diperbaiki ketika produk tersebut rusak atau
tidak berfungsi.

1.3. Daur Hidup Produk


Produk melalui fase-fase yang disebut dengan daur hidup produk atau product life
cycle. Seetelah diciptakan, produk akan mengalami fase-fase tertentu sampai
akhirnya produk tersebut mati. Terdapat empat tahapan yang dilalui oleh sebuah
produk, yaitu sebagai berikut:
1.

Introduction : sebuah

produk

yang

baru

pertama

kali

diluncurkan.

Pertumbuhan penjualan masih lambat karena produk masih


dalam fase pengenalan ke pasar. Profit juga masih sedikit
karena adanya biaya yang digunakan untuk mengenalkan
produk.
2.

Growth

: produk sudah mulai berkembang dan diterima oleh pasar,


penjualan sudah meningkat dan profit sudah mulai bisa
dirasakan perusahaan.

3.

Maturity

: pada

fase

ini,

produk

sudah

memiliki

pesaing

dan

kompetisinya semakin meningkat. Hal ini berakibat pada


pertumbuhan penjualan mulai melambat serta profit sudah
stagnan atau menurun.

4.

Decline

: pada fase ini terlihat penjualan sudah mulai menurun drastis,


profit

perusahaan

juga

makin

menurun

dan

dapat

menyebabkan produk sudah mulai menghilang dari pasar.


Gambar 0.2 berikut merupakan gambaran fase daur hidup pada sebuah produk.

Gambar 0.2 Siklus Hidup Produk


(Sumber: Heizer and Render, 2008)
1.4. Definisi Pengembangan Produk
Menurut Ulrich dan Eppinger (2011), pengembangan produk adalah serangkaian
aktivitas yang bermula dari pemahaman mengenai peluang pasar dan berakhir pada
produksi, penjualan, serta distribusi dari sebuah produk. Pengembangan produk
terdiri dari berbagai aktivitas perusahaan yang mengarahkan pada aliran penawaran
produk ke pasar yang berubah dari waktu ke waktu.
1.5. Jenis Pengembangan Produk
Pengembangan produk juga memiliki beberapa jenis, yaitu:
1.

New to the World Products


Produk New to the World dapat diartikan sebagai pengembangan untuk
produk yang belum ada sama sekali di pasaran. Secara tidak langsung,
pengembangan produk juga akan memunculkan bisnis baru.

2.

New Product Lines Products

Produk New Product Lines dapat diartikan di mana perusahaan sebagai


pengembang produk, memasuki pasar baru dengan jenis atau lini produk yang
belum pernah dimasuki sebelumnya.
3.

Additions to Existing Product Lines Products


Produk Additions to Existing Product Lines dapat diartikan pengembang
produk menambahkan atau memodifikasi produk yang sudah ada sehingga
produk usulan meningkatkan market share.

4.

Improvements and Revisions of Existing Products


Pada jenis pengambangan ini, pengembangan produk dilakukan dengan
memperbaiki segala sesuatu yang dirasa belum maksimal. Pengembangan
dapat dilakukan dengan melakukan redesign produk atau repackaging sehingga
value yang lebih dapat ditawarkan ke konsumen.

5.

Repositioning
Kegiatan dari pengembangan ini berfokus pada pemikiran konsumen, di mana
pengembang berusaha mengubah persepsi yang sudah melekat dalam pikiran
konsumen.

6.

Cost Reductions
Pengembangan jenis ini merupakan pengambangan produk yang berfokus pada
pengurangan biaya, baik proses produksi, desain, maupun pemasarannya.
Pengurangan biaya dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti
DFMA dan lainnya

1.6. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Produk


Pada umumnya aktivitas pengembangan produk di perusahaan dilakukan oleh tim
pengembangan. Secara garis besar pihak yang akan terlibat dalam pengembangan
produk antara lain:
1.

Marketing

: merupakan

penghubung

antara

perusahaan

dengan

konsumen. Bagian marketing berguna untuk identifikasi


dari peluang produk, segmen pasar, dan identifikasi
kebutuhan konsumen. Pemahaman mengenai konsumen
merupakan hal yang penting dan menentukan sukses atau
tidaknya sebuah produk.

2.

Design

: merupakan bagian penting dari usaha mewujudkan


keinginan pengembang menjadi suatu produk yang nyata.
Secara garis besar, ada dua kategori desain yaitu
engineering design dan indutrial design.

3.

Manufacturing

: merupakan bagian
merancang

dan

yang bertanggung
mengoperasikan

jawab dalam

sistem

produksi

(production system) untuk menghasilkan produk.


1.7. Tahapan Pengambangan Produk
Dalam suatu pengembangan produk terdapat enam fase utama yang dapat dilihat
pada Gambar 0.3 berikut:

Planning

Concept
System-Level
Development
Design

Detail
Design

Testing and
Refinement

Production
Ramp-Up

Gambar 0.3 Tahapan Proses Pengembagan Produk


Definisi dari enam fase utama pengembangan produk adalah sebagai berikut:
1.

Planning (Perencanaan)
Tahap ini dimulai dengan pendefinisian strategi perusahaan, termasuk
penilaian mengenai perkembangan teknologi dan pasar sasaran. Keluaran yang
diinginkan dari tahap ini adalah mission statement dari proyek yang
menjelaskan secara spesifik pasar sasaran dari produk, tujuan bisnis, asumsiasumsi dan beberapa tantangan yang mungkin muncul.

2.

Concept Development (Pengembangan Konsep)


Konsep merupakan sebuah penjelasan dari suatu bentuk, fungsi, dan fitur dari
suatu produk dan biasanya diikuti dengan spesifikasi produk tersebut, Di tahap
ini dilakukan identifikasi kebutuhan dari pasar sasaran, pembuatan dan evaluasi
alternatif konsep produk, dan satu atau beberapa konsep dipilih untuk
pengembangan selanjutnya kemudian dilakukan pengujian.

3.

System-Level Design (Pendesainan Level Sistem)


Tahap ini mencakup defisini mengenai rancangan dan dekomposisi produk.
Keluaran yang diharapkan dari tahap ini mencakup geometric layout dari

sebuah produk, spesifikasi fungsional dari masing-masing sub sistem produk


dan diagram alir dari proses awal serta proses akhir perakitan.
4.

Detail Design (Pendesainan Terperinci)


Tahap ini mencakup spesifikasi lengkap dari geometri, bahan dan toleransi
semua bagian-bagian produk. Keluaran dari tahap ini adalah dokumentasi
untuk menggambarkan geometri dari parts dan tools, spesifikasi dari berbagai
bagian yang ada, serta rencana proses fabrikasi dan perakitan, secara manual
maupun digital dengan menggunakan komputer.

5.

Testing and Refinement (Pengujian dan Perbaikan)


Tahap ini mencakup pembangunan dan pengevaluasian produk dari berbagai
fungsi produk terhadapa kondisi ekstrim tertentu. Tahap ini juga meruapakan
tahapan membangun prototype untuk mendapatkan gamabran produk yang
nyata.

6.

Production Ramp-Up (Proses Produksi)


Pada tahap ini produk dibuat mengguanakan sistem produksi yang bertujuan
untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap berbagai masalah yang terjadi
pada proses produksi.

2.

PERENCANAAN PRODUK

2.1. Proses Perencanaan Produk


Perencanaan produk memiliki beberapa langkah yang perlu dilakukan, di antaranya:
1.

Mengidentifikasi Peluang
Proses perencanaan produk dimulai dengan melakukan identifikasi peluang
produk yang dikembangkan. Langkah ini dianggap sebagai opportunities
funnel karena menyatukan seluruh masukan perusahaan.

2.

Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek


Pada langkah kedua ini dilakukan pemilihan sebagai alasan untuk memilih
proyek yang paling menjanjikan untuk dilaksanakan.

3.

Mengalokasikan Sumber Daya dan Rencana Waktu


Pada langkah ini dilakukannya alokasi sumber daya yang dibutuhkan selama
proses perancanaan produk serta waktu proyek.

4.

Perencanaan Pra Proyek


Langkah ini berisikan mengenai vision statement dan mission statement dari
produk. Vision statement berisi tentang tujuan produk yang akan dirancang.
Sedangkan mission statement merupakan rangkuman arah pengembangan
produk yang akan dirancang dan harus diikuti oleh tim pengembangan produk.
Isi dari mission statement adalah:

Product Description
Mendeskripsikan produk yang akan dirancang dan dilengkapi dengan
kegunaannya.

Benefit Proposition
Mengungkapkan beberapa alasan penting pelanggan untuk membeli
produk dan hipotesis awal yang nantinya akan dilakukan validasi dalam
proses pengembangan produk.

Key Business Goals


Tujuan dari proyek yang mendukung strategi perusahaan yang umumnya
mencangkup tujuan untuk waktu, cost, dan kualitas.

Primary Market
Mengidentifikasi pasar primer atau pangsa pasar utama yang harus
dipertimbangkan saat mendesain.

Secondary Market
Mengidentifikasi pasar sekunder atau pangsa pasar kedua yang harus
dipertimbangkan saat mendesain.

Assumptions and Constraints


Pada bagian ini berisikan mengenai asumsi terhadap produk dan batasan
dari produk yang dirancang agar tidak meluas.

Stakeholders
Daftar semua pemangku kepentingan produk dan semua kelompok orang
yang dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan produk.

5.

Merefleksikan Hasil dan Proses


Pada tahapan akhir dari perencanaan dan strategi ini, tim harus menanyakan
beberapa pertanyaan untuk menilai kualitas baik proses maupun strategi.

10

3.

ROADMAP MODUL
Pada modul ini menjelaskan bagaimana tahapan-tahapan dalam merancang dan
mengembangkan

suatu

produk.

Adapun

roadmap

atau

tahapan

kegiatan

pengembangan produk pada modul ini adalah sebagai berikut:

Modul 0, Pengantar Perancangan dan Pengembangan Produk, mengenalkan apa


yang dimaksud dengan produk serta pengembangannya, daur hidup produk,
tahapan pengembangan produk secara generik yang disertai roadmap modul
secara keseluruhan yang akan dibahas mulai dari modul 1 hingga 9. Pada modul
ini akan lebih membahas mengenai Mission Statement yang menjadi landasan
dan acuan suatu produk yang akan dirancang atau dikembangkan.

Modul 1, Identifikasi Kebutuhan Pelanggan, menjelaskan metode untuk


memahami kebutuhan konsumen dan mengkomunikasikannya secara efektif
dalam perancangan produknya. Modul ini merupakan salah satu aktivitas kunci
pada tahap pengembangan konsep. Keluan dari langkah ini adalah sekumpulan
pernyataan kebutuhan pelanggan yang telah diinterpretasikan, diatur dalam
daftar secara hierarki dan diberi bobot-bobot kepentingan untuk tiap kebutuhan.

Modul 2, QFD (Quality Function Deployment) dan HOQ (House of Quality),


menjelaskan bagaimana cara untuk menentukan spesifikasi pada produk yang
akan dirancang serta mengkonversi spesifikasi tersebut ke dalam bentuk
karakteristik teknis berdasarkan pada kebutuhan customer.

Modul 3, Concept Generation, pada modul ini input spesifikasi, dan need
statement dari modul sebelumnya, akan melahirkan masalah. Lalu masalah ini
diklarifikasikan menjadi sub masalah dengan dekomposisi fungsional. Lalu
pilih sub masalah yang diprioritaskan dan mencari solusi baik eksternal maupun
internal. Kemudian solusi-solusi yang sudah dikeluarkan diklasifikasikan
berdasarkan teknologi, kemampuan ataupun kesamaan lainnya dalam
mempermudah pola pikir user. Lalu dikombinasikan tiap solusi solusi tiap sub
masalah agar menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan.

Modul 4, Concept Selection, melihat dan menganalisis kelebihan serta


kekurangan beberapa konsep produk yang telah dibentuk dan kemudian
memilih konsep yang yang paling sesuai dengan kriteria kebutuhan yang telah
diidentifikasi.

11

Modul 5, Detail Design: Material Selection dan DFM, menjelaskan definisi dan
tahapan Design for Manufacturing serta hal-hal yang terkait dengan aspek
pengembangan produk. Lalu dijabarkan konsep pemilihan material yang tepat
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu

seperti

sifat

material,

ketersediaan material di pasaran dan sebagainya

Modul 6, Computer Simulation, membahas tentang uji-uji kekuatan atau


ketahanan

dan

kenyaman

dari

produk

dengan

melakukan

simulasi

menggunakan software.

Modul 7, Design for Environment (DFE) & Industrial Design, membahas


tentang pertimbangan dampak lingkungan yang terkait dengan produk dan
menyajikan metode untuk mengurangi dampak tersebut melalui keputusan
desain yang lebih baik. Serta membahas peran desainer industri dan bagaimana
isu-isu tentang interaksi manusia, termasuk estetika dan ergonomi, diperlakukan
dalam pengembangan produk.

Modul 8, Prototyping & Failure Mode and Effect Analysis (FMEA),


mengenalkan berbagai macam metode rapid prototyping yang sering dilibatkan
dalam pembuatan prototype dan juga cara bagaimana mengatur suatu
penanganan untuk mencegah kegagalan yang mungkin terjadi dalam proses
pembuatan suatu produk.

Modul 9, Presentasi, melakukan presentasi secara keseluruhan mengenai


konsep produk lengkap dengan tahapannya dan disertai dengan prototipe dari
masing-masing tim perancang yang terbentuk berdasarkan kategori.

Dari penjelasan modul yang telah terdeskripsikan diatas dapat diketahui pula dimana
posisi bahasan atau materi dari setiap modulnya yang dapat dilihat pada diagram
dibawah ini:

12

Fase 0

Planning

Fase 1

Fase 2

Concept
Development

Fase 3

System-Level
Design

Fase 4

Detail
Design

Fase 5

Testing and
Refinement

Production
Ramp-Up

Modul 0:
Perencanaan Produk

Modul 1: Identifikasi
Kebutuhan Pelanggan

Modul 2:
Quality Function Deployment (QFD) & HoQ

Modul 3: Concept
Generation
Modul 4: Concept
Selection

Modul 5: Computer Aided Design (CAD)

Modul 6: Detail Design (Design For Manufacturing and Material Selection)

Modul 7: Detail Design (Desain For Environment, Part Deployment


dan Industrial Design)

Modul 8: Prototyping dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Modul 9: Presentation

Gambar 0.3 Proses Pengembangan Produk

TRIVIA

13

Trama adalah furnitur inovatif yang memberikan bermacam-macam


kemungkinan konfigurasi untuk mengatur buku dan benda-benda dalam
bentuk kubik dalam berbagai ketinggian, arah atau kemiringan melalui
lempengan yang saling sesuai dan mengait satu sama lain. Fitur rakitan
dapat memungkinkan pengguna untuk membentuk bentuk dua dan tiga

dimensi dari komponen-komponen. Desain struktural yang dihasilkan


dari lubang persegi pada lempengan yang membentuk bingkai persegi
dirancang untuk mengoptimalkan penggunaan material. Kedinamisan
produk menciptakan potongan sisi sumbu rotasi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna.
(www.internationaldesignaward.com/competition-2015).
DAFTAR PUSTAKA
1.

Karl T. Ulrich, S. D. (2008). Product Design and Development. Singapore: McGrawHill.

2.

Heizer, Jay, & Render, Barry. (2008). Operations Management 9th Edition. New York:
Pearson Prentice Hall.

3.

Kotler, Philip T., & Keller, Kevin Lane (2009). Marketing Management. New Jersey:
Pearson Education.

14

MODUL 1
IDENTIFIYNG CUSTOMER NEEDS

Planning

Mission
Statement

Concept
Development

Identifyng
Customer
Needs

Establish
Establish
Target
Target
Specification
Specification

System-Level
Design

Generate
Generate
Product
Product
Concept
Concept

Select
Select
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Detail
Design

Test
Test
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Testing and
Refinement

Set
Set
Final
Final
Specifications
Specifications

Final
Final
Specifications
Specifications

Production
Ramp-Up

Plan
Plan
Downstream
Downstream
Development
Development

Development
Plan

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan memahami cara identifikasi kebutuhan pelanggan menggunakan
Forum Group Discussion (FGD), wawancara dan obeservasi.
2. Praktikan mampu mengintepretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan.
3. Praktikan mampu menggorganisasikan kebutuhan menjadi hierarki.
LANDASAN TEORI
1. Identifiying Customer Needs
2. Tahap Identifiying Customer Needs
3. Kuesioner
4. Dimensi Kualitas Produk
PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes Awal

2.

Penjelasan Materi

3.

Simulasi pengumpulan data

4.

Pengolahan data

5.

Tes akhir

ALAT DAN BAHAN


1.

Alat tulis

2.

Komputer

3.

Software Excel

17

DASAR TEORI
1. IDENTIFYING CUSTOMER NEEDS
1.1 Definisi
Identifying Customer Needs (Identifikasi kebutuhan pelanggan) adalah kegiatan untuk
memahami kebutuhan konsumen dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada tim
pengembangan. Identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian penting dari fase
pengembangan konsep, di mana fase tersebut merupakan salah satu fase pada proses
pengembangan produk. Output dari langkah ini adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan
pelanggan yang telah diinterpretasikan dan diatur dalam daftar secara hierarki dengan
bobot-bobot kepentingan untuk tiap kebutuhan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari metode identifikasi kebutuhan pelanggan antara lain:
a) Meyakinkan pelanggan bahwa produk yang dibuat telah berfokus terhadap
kebutuhan.
b) Mengidentifikasi

kebutuhan

pelanggan

yang

tidak diketahui dan

tidak

terucapkan (laten needs).


c) Menyediakan pertimbangan berbasis fakta untuk menyusun spesifikasi produk.
d) Memudahkan pembuatan dokumen dari aktivitas identifikasi kebutuhan untuk
proses pengembangan produk.
e) Memastikan tidak ada kebutuhan penting yang terlewatkan.
f) Menanamkan pemahaman yang sama mengenai kebutuhan pelanggan diantara
anggota tim pengembangan.
1.3 Tahap Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Dalam rencana pengembangan produk terdapat tahap untuk melaksanakan identifikasi
kebutuhan

pelanggan.

Sebelum

tahap

pertama

dijalankan,

maka

sebaiknya

mendefinisikan ruang lingkup pengembangan produk mengacu pada mission statement


agar mempermudah dalam menentukan fokus pada tahap awal identifikasi kebutuhan
pelanggan yaitu proses pengumpulan data. Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam
identifikasi pelanggan:

18

1.3.1 Tahap 1: Mengumpulkan Data Mentah dari Pelanggan


Proses pengumpulan data yang dilakukan akan mencakup interaksi dengan pelanggan
dan mengumpulkan pengalaman dari pengguna produk. Mendokumentasikan interaksi
dengan pelanggan, berupa:
a. Rekaman Suara
b. Pencatatan
c. Rekaman Video
d. Fotografi
Mengumpulkan data kebutuhan pelanggan dapat dilakukan dengan beberapa
supporting tools, di antaranya:
a.

Interview/Wawancara
Metode ini pelanggan diminta untuk menyampaikan pendapatnya secara
langsung dengan menanyakan beberapa pertanyaan.

Dilakukan

dengan

mendiskusikan kebutuhan dengan pelanggan. Kelebihan wawancara antara lain:


Pengembang produk mengenai user dapat diterlusuri lebih dalam.
Memungkinkan

pewawancara

untuk

mengembangkan

pertanyaan-

pertanyaan sesuai dengan situasi yang berkembang.


Pewawancara dapat menanyakan penggunaan produk khusus yang tidak
selalu terjadi.
Mencari fakta-fakta, memverifikasi fakta, klarifikasi fakta, mendapatkan
end user yang terlibat, mengidentifikasi kebutuhan, dan mengumpulkan ideide dan pendapat.
Metode wawancara memiliki kekurangan, kekurangan wawancara antara lain:
Membutuhkan banyak waktu.
Pewawancara harus bekerja lagi untuk merapikan informasi yang didapat.
Hasil dari wawancara bisa saja tidak valid.
Wawancara tidak selalu tepat untuk kondisi-kondisi di tempat tertentu,
misalnya di lokasi-lokasi yang ribut dan ramai.
Wawancara sangat mengganggu aktivitas dari orang yang diwawancarai
bila waktu yang dimilikinya sangat terbatas.

19

b.

Focus Groups Discussion (FGD)


Menurut Kotler (2009), Focus Group adalah sebuah perkumpulan yang terdiri dari
6 sampai 10 orang yang dipilih secara teliti oleh periset berdasarkan pertimbangan
demografis, psikografis atau pertimbangan lain dan dipersatukan untuk
mendiskusikan berbagai topik minat. Focus Group memungkinkan meneliti
bagaimana dan mengapa konsumen menerima atau menolak konsep dan ide.
Kunci

keberhasilan dalam melaksanakan

Focus Group adalah dengan

mendengarkan dan mengamati.


FGD dilakukan dengan mendiskusikan kebutuhan dengan beberapa orang
pelanggan. Seorang moderator diperlukan untuk memandu sesi focus group dan
mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang
dianggap penting dan berhubungan dengan topik diskusi. Peserta mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengajukan dan memberikan pernyataan. Interaksi
antar pelanggan akan menentukan hasil pengumpulan data. Interaksi antar peserta
merupakan dasar untuk memperoleh informasi.
Prosedur-prosedur dalam FGD adalah:
1. Memperjelas cakupan pangsa pasar dan tujuan penelitian.
2. Memperjelas peran FGD dalam memenuhi tujuan tersebut.
3. Tentukan masalah yang akan dikembangkan dalam FGD.
4. Tentukan jenistarget responden untuk pelaksanaan FGD.
5. Tentukan lokasi di mana untuk melakukan FGD.
6. Tentukan anggota untuk setiap kelompok.
7. Menjalankan FGD.
8. Menganalisis data dan temuan.
c.

Observasi
Mengamati bagaimana pelanggan menggunakan sebuah produk atau melakukan
aktivitas yang akan didukung oleh produk yang sedang dikembangkan.
Observasi merupakan pengamatan tanpa ada interaksi langsung ataupun kerja
sama dalam menggunakan produk pelanggan. Namun demikian observasi
memungkinkan tim pengembang produk

mengetahui pengalaman dalam

menggunakan produk dari pengguna langsung. Pengembang produk dapat

20

dilakukan dengan mengobservasi pada lingkungan sehingga bisa mengetahui


penggunaan yang sebenarnya dan juga mengobservasi pada penggunaan yang
bukan fungsi produk sebenarnya.
1.3.2. Tahap 2: Menginterpretasikan Data Mentah Menjadi Kebutuhan Pelanggan
Data mentah yang telah dikumpulkan berupa kebutuhan pelanggan dinyatakan dalam
pernyataan tertulis (customer statement) kemudian diterjemahkan menjadi need
statement. Need statement adalah pernyataan kebutuhan pelanggan secara tertulis yang
telah diinterpretasikan.
Menurut Griffin dan Hauser menyatakan bahwa beberapa analis mungkin saja
menerjemahkan wawancara yang sama menjadi kebutuhan yang berbeda, sehingga
akan berguna memiliki lebih dari satu anggota dalam tim untuk melaksanakan proses
penterjemahan. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membuat
needs statement:
1. Ungkapkan dinyatakan dalam pernyataan apa yang harus dilakukan oleh produk,
bukan

bagaimana

melakukannya.

Pelanggan

sering

mengekspresikan

kesenangannya dengan menguraikan konsep solusi, atau pendekatan untuk


implementasi, akan tetapi pernyataan kebutuhan haruslah diekspresikan secara
independen dari solusi teknologi tertentu.
2. Nyatakan kebutuhan dengan spesifik. Kebutuhan dapat diekspresikan pada
berbagai tingkatan spesifik. Untuk menghindari kehilangan informasi, ekspresikan
kebutuhan pada tingkatan detail yang sama seperti data mentah.
3. Menggunakan kata-kata positif, bukan menggunkana kata negatif. Perubahan
yang berurutan dari kebutuhan menjadi spesifikasi produk lebih mudah dilakukan
jika kebutuhan diekspresikan sebagai pernyataan positif.
4. Nyatakan kebutuhan sebagai atribut dari produk. Mengungkapkan kebutuhan
sebagai peryataan tentang produk menjamin konsistensi dan mendukung proses
perubahan menjadi spesifikasi produk.
5. Hindadir kata harus dan mesti. Kata-kata harus dan mesti menyiratkan dari
kebutuhan. Tingkat kepentingan setiap kebutuhan nantinya akan ditentukan dengan
menggunakan skala.

21

Tabel 1.1 Petunjuk penulisan pernyataan kebutuhan pelanggan


Guideline

Customer

Need Statement

Need Statement

Statement

Wrong

Rigth

Handphone

Handphone ini

ini butuh

membutuhkan

baterai.

charger.

Saya sering

Casing

Handphone dapat

menjatuhkan

handphone

beroperasi normal

Apa bukan

Handphone ini

Bagaimana

mati.

Spesifik

Positif tidak
negative

handphone saya. kuat.

setelah jatuh.

Saat hujan,

Handphone

Handphone dapat

handphone saya

tidak mati saat

beroperasi normal

baik-baik saja.

terkena hujan.

saat hujan.

Saya ingin
mengisi baterai

Sebuah adaptor

Atribut dari

handphone

mobil dapat

produk

saya saat

mengisi baterai

sedang

handphone.

Baterai handphone
dapat diisi dari
adaptor di mobil.

berkendara.
Saya tidak
Hindari

suka ketika

Harus dan

handphone

Mesti

saya mati
mendadak.

Seharusnya
handphone

Handphone

memiliki

memberikan

notifikasi ketika

notifikasi saat

baterai akan

baterai akan habis.

habis.

1.1.1. Tahap 3: Mengorganisasikan Kebutuhan Menjadi Hirarki


Ada kemungkinan akan banyak kebutuhan pelanggan yang dinyatakan dalam
needs statement dan jumlah need statement yang banyak akan sulit untuk
digunakan ke tahap pengembangan produk selanjutnya, oleh karena itu
penyusunan

terhadap

needs

statement

ini

perlu

dilakukan

dengan

mengorganisasikan kebutuhan-kebutuhan menjadi beberapa hierarki. Hirarki

22

kebutuhan ini terdiri dari beberapa kebutuhan primer, di mana masing-masing


kebutuhan primer akan tersusun dari beberapa kebutuhan sekunder. Dalam
kasus produk yang sangat kompleks kebutuhan sekunder mungkin dipecah lagi
menjadi kebutuhan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling
umum sifatnya, sementara kebutuhan sekunder dan tersier diekspresikan secara
lebih terperinci.
1.1.2. Tahap 4: Mengukur Tingkat Kepentingan Relatif Setiap Kebutuhan
Langkah selanjutnya adalah mengukur tingkat kepentingan relatif dari
kebutuhan yang telah diidentifikasi. Tingkat kepentingan relatif menunjukkan
berapa penting suatu kebutuhan menurut konsumen. Hal ini perlu diketahui
untuk menentukan pemenuhan kebutuhan yang akan dilakukan oleh produk,
sesuai dengan prioritas kebutuhan konsumen. Pendekatan untuk menentukan
tingkat kepentingan relatif setiap kebutuhan adalah dengan kesepakatan
bersama yang dilakukan oleh tim pengembang atau dengan melakukan survei
ke pelanggan.
1.1.3. Tahap 5: Merefleksikan Hasil dan Proses
Setelah semua tahap dilalui, maka dilakukan evaluasi dengan tujuan agar dapat
melakukan identifikasi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik di masa yang
akan datang. Tim harus menguji hasilnya untuk meyakinkan bahwa hasil
tersebut konsisten. Berikut ini contoh pertanyaan yang dapat diajukan untuk
langkah ini yaitu:

Sudahkah kita berinteraksi dengan semua tipe pelanggan utama dalam


target pasar kita?

Apakah

kita

sanggup

menangkap

lebih

jauh

kebutuhan

yang

berhubungan dengan produk sekarang untuk menangkap kebutuhan yang


tersembunyi dari pelanggan?

Apakah ada pernyataan dari pelanggan yang diluar perkiraan kita?


Pentingkah hal itu dalam pengembangan produk?

Bagaimana kita memperbaiki proses pada usaha pengembangan di masa


yang akan datang?

23

2.

KUESIONER DAN DIMENSI KUALITAS PRODUK

2.1. Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi sekumpulan pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden.
Kuesioner

diisi

oleh

responden

sesuai

dengan

yang

responden

kehendaki/ketahui/rasakan. Proses merancang kuesioner:


a. Tetapkan kebutuhan informasi yang ingin diketahui.
b. Tentukan jenis kuesioner dan metode administrasinya.
c. Tentukan isi dari masing-masing pertanyaan.
d. Tentukan banyak respon atas setiap pertanyaan.
e. Tentukan kata-kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan.
f. Tentukan urutan pertanyaan.
g. Tentukan karakteristik fisik kuesioner.
h. Uji kembali langkah 1 sampai 7 dan lakukan perubahan jika perlu.
i. Lakukan uji awal atas kuesioner dan lakukan perubahan jika perlu.
2.1.1 Konten Kuesioner
Konten kuesioner seharusnya berdasarkan pada variabel penelitian. Ada 2 hal yang
sebaiknya dipertimbangkan berhubungan dengan pengukuran variabel, yaitu jumlah
dimensi variabel dan level manifestasi variabel. Jumlah dimensi variabel
menentukan kelengkapan pertanyaan (jumlah pertanyaan). Level manifestasi
variabel akan menentukan apakah hal itu merupakan pengukuran langsung atau
tidak langsung. Variabel dengan level manifestasi rendah (latent variabel)
menggunakan pengukuran tidak langsung.

2.2. Dimensi Kualitas Produk


Dimensi kualitas produk adalah aspek ciri karakteristik untuk melihat kualitas
sebuah produk. Menurut Gaspersz (2011) dimensi-dimensi kualitas produk antara
lain:

24

a. Performance (Kinerja)
Dimensi ini menyangkut karakteristik fungsi produk. Maksudnya sejauh mana
produk dapat berfungsi sebagaimana fungsi utama produk tersebut. Misalnya,
jam tangan memiliki fungsi utama penunjuk waktu. Sejauh mana jam tangan
tersebut dapat memberi kita informasi mengenai waktu secara akurat. Dimensi
performance ini merupakan hal terpenting bagi pelanggan dan hal terpenting
bagi pelanggan adalah apakah kualitas produk menggambarkan keadaan yang
sebenarnya atau tidak? Apakah pelayanan diberikan dengan cara yang benar
atau tidak. Itu yang terpenting.
b. Features (Karakteristik Pelengkap)
Dimensi ini menyangkut kelengkapan fitur-fitur tambahan. Maksudnya, suatu
produk selain punya fungsi utama, biasanya juga dilengkapi dengan fungsifungsi lain yang bersifat komplemen. Misalnya, produk handphone, selain
dapat digunakan untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, juga banyak yang
dilengkapi dengan fitur-fitur tambahan seperti dapat digunakan untuk membuat
schedule, catatan, memiliki fungsi jam, penunjuk lokasi, kalkulator, permainan
dan lain-lain. Jadi, selain fungsi utama dari suatu produk dan pelayanan,
pelanggan sering kali tertarik pada kemampuan/keistimewaan yang dimiliki
produk dan pelayanan.
c. Realibility (Keandalan)
Dimensi ini menyangkut

kemungkinan

tingkat kegagalan

pemakaian.

Artinya, apakah produk sering tidak dapat dioperasikan sesuai fungsi utama
karena adanya masalah-masalah teknis ataukah lancar-lancar saja? Misalnya,
produk smartphone, saat dihidupkan ternyata memerlukan waktu yang lama
untuk setup dan sering prosesnya terhenti atau orang menyebutnya hang dan
harus direset ulang. Atau motor baru sering macet saat digunakan. Masalahmasalah tersebut menyangkut dimensi reliability.
d. Conformance (Kesesuaian)
Dimensi ini melihat kualitas produk dari sisi apakah bentuk, ukuran, warna,
berat

dan

lain-lain

sesuai

dengan

yang

diinginkan

dan

apakah

pengoperasiannya sesuai dengan standar tertentu atau tidak. Intinya, sejauh


mana karakteristik disain dan operasi memenuhi standar.

25

e. Durability (Ketahanan)
Dimensi ini berkaitan dengan seberapa lama produk dapat terus digunakan
selama jangka waktu tertentu. Tentunya dengan pola penggunaan dan
perawatan yang rasional (masuk akal). Misalnya, sepeda motor digunakan di
jalan perkotaan, dengan perawatan tertentu akan dapat bertahan hingga
misalnya 4 tahun.
f. Serviceability (Perawatan)
Dimensi ini melihat kualitas barang dari kemudahan untuk pengoperasian
produk dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti.
Jadi dimensi ini terkait dengan sejauh mana kemudahan produk untuk dapat
dilakukan perawatan sendiri oleh penggunanya. Bila suatu barang, dalam hal
perawatan membutuhkan perawatan khusus dan membutuhkan pihak ketiga,
maka dapat dikatakan serviceability dari barang tersebut relatif rendah. Cerita
yang lain terkait serviceability suatu barang, misalnya adalah apakah bila terjadi
kerusakan pada suatu komponen barang tersebut, maka komponen atau
sparepart dari barang tersebut dapat dengan mudah diperoleh ataukah untuk
mendapatkan sparepart tersebut harus dengan pengorbanan tertentu.
g. Aesthetic (Penampilan)
Dimensi ini melihat kualitas suatu barang dari penampilan, corak, rasa, daya
tarik, bau, selera, dan beberapa faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting
dalam kualitas. Dimensi ini menyangkut keindahan, keserasian atau kesesuaian
yang membuat enak untuk dipandang, atau dirasakan sehingga memberikan
suatu daya tarik tersendiri kepada konsumen.

26

TRIVIA

Terdapat satu masalah yang sering dialami mahasiswa yang tinggal di


asrama atau rumah kos, yaitu ruangan yang sempit. Ide yang kreatif
sangat dibutuhkan untuk hidup di tempat tinggal tersebut. Bagaimana
cara mendapatkan luas yang maksimal dan membuat ruang menjadi
nyaman? Hang Out adalah konsep sebuah pintu yang dibuat dari dua
unsur. Selain menjadi pintu, Hang Out juga dapat menjadi jemuran atau
gantungan baju. Alat ini dapat digunakan secara mandiri, tapi
Komponen-komponen dari alat ini dapat diatur sesuai dengan

27

Bersamaan kedua unsur dapat membentuk kesatuan. Komponenkomponen dari alat ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pengguna.
(www.internationaldesignaward.com/competition-2015).

DAFTAR PUSTAKA
1

Gaspersz, V., & Fontana, A. (2011). Lean Six Sigma : For Manufacturing And
Service Industries. Bogor: Vinchristo Publication.

Iqbal, M., & Hani, A. (2010). Buku Ajar : Perancangan Produk. Bandung: IT
Telkom.

Karl T. Ulrich, S. D. (2008). Product Design and Development. Singapore:


McGraw-Hill.

Kotler, Philip T., & Keller, Kevin Lane (2009). Marketing Management, Thirteenth
Edition. Pearson Education.

28

Wiyono. (2005). Diktat Kuliah Kuesioner. STT Telkom.

MODUL 2
SPESIFICATION AND QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
(HOUSE OF QUALITY)
Planning

Mission
Statement

Concept
Development

Identifyng
Identifyng
Customer
Customer
Needs
Needs

Establish
Target
Specification

System-Level
Design

Generate
Generate
Product
Product
Concept
Concept

Select
Select
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Detail
Design

Test
Test
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Testing and
Refinement

Set
Set
Final
Final
Specifications
Specifications

Final
Final
Specifications
Specifications

Production
Ramp-Up

Plan
Plan
Downstream
Downstream
Development
Development

Development
Plan

TUJUAN PRAKTIKUM
1.

Praktikan mengerti tentang salah satu metode yang digunakan dalam perancangan
produk

yaitu

Quality

Function

Deployment

(QFD)

serta

mengetahui

implementasinya dalam perancangan produk barang atau jasa.


2.

Praktikan mampu menggunakan matriks House of Quality (HOQ) dalam metode


Quality Function Deployment (QFD).

LANDASAN TEORI
1.

Spesifikasi Produk

2.

Metode Quality Function Deployment (QFD)

3.

Matriks House of Quality (HOQ)

4.

Matriks Klein Greid

PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes Awal

2.

Penjelasan materi

3.

Pengolahan data kuesioner

4.

Pengolahan data dengan Matriks HOQ

5.

Analisis hasil pengolahan data

ALAT DAN BAHAN


1.

Komputer

2.

Software Microsoft Excel

3.

Alat Tulis

31

DASAR TEORI
1. SPESIFIKASI PRODUK
1.1. Definisi
Spesifikasi Produk merupakan serangkaian spesifikasi yang mengungkapkan detaildetail yang tepat dan terukur mengenai apa yang harus dilakukan produk. Spesifikasi
produk tidak memberikan informasi bagaimana memenuhi kebutuhan pelanggan,
tetapi menampilkan pernyataan mengenai apa yang harus dilakukan dalam upaya
memuaskan kebutuhan pelanggan.
Spesifikasi terdiri dari metrik dan nilai metrik. Nilai terdiri dari beberapa bentuk,
termasuk angka tertentu, kisaran, atau ketidaksamaan serta nilai selalu diikuti dengan
satuan yang sesuai (contoh: meter, kilogram, Joule). Metrik dan nilai bersama-sama
membentuk spesifikasi. Spesifikasi produk merupakan kumpulan dari spesifikasispesifikasi individual. Sebagai contoh, waktu rata-rata untuk memasang
merupakan sebuah metrik, sementara kurang dari 75 detik merupakan sebuah nilai
metrik.
1.2. Membuat Target Spesifikasi
Target spesifikasi berperan dalam menjelaskan produk agar sukses di pasaran dan
target spesifikasi akan diperbaiki tergantung kepada batasan konsep produk yang
akhirnya akan dipilih.
a.

Menyiapkan daftar matriks, dan menggunakan metrik-metrik kebutuhan jika


diperlukan.

b.

Mengumpulkan informasi tentang pesaing.

c.

Menentukan nilai target ideal dan marginal yang dapat dicapai untuk tiap
matriks.

d.

Merefleksikan hasil dan proses.

2. METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)


2.1. Definisi
Quality Function Deployment (QFD) pertama kali dikembangkan di Jepang pada
tahun 1996 oleh Dr. Yoji Akao. Menurut Akao, QFD merupakan sebuah metode
yang digunakan untuk mengembangkan kualitas desain untuk memuaskan konsumen

32

dan kemudian menerjemahkan permintaan konsumen menjadi target desain dan poin
utama kualitas jaminan untuk digunakan di seluruh tahap produksi. QFD adalah cara
untuk menjamin kualitas desain produk karena tahap desain merupakan tahap yang
sangat penting. QFD yang diterapkan secara tepat akan memberikan manfaat yaitu
pengurangan waktu pembuatan produk dari satu-setengah sampai tiga kali lebih
cepat (Akao, 1990).
Fokus utama QFD adalah melibatkan pelanggan sedini mungkin dalam proses
pengembangan produk, karena pelanggan tidak akan mudah puas dengan suatu
produk, meskipun suatu produk telah dihasilkan secara sempurna.
2.2. Tujuan
Adapun tujuan utama dalam menerapkan QFD adalah:
a.

Memprioritaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan secara lisan dan tidak


lisan.

b.

Menerjemahkan kebutuhan ke dalam karakteristik teknis dan spesifikasi.

c.

Membangun dan memberikan kualitas produk atau layanan dengan


memfokuskan setiap kepuasan pelanggan.

2.3. Manfaat
Manfaat dari penggunaan QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya
saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktivitasnya secara berkesinambungan
yaitu:
a.

Meningkatkan keandalan produk.

b.

Meningkatkan kualitas produk.

c.

Meningkatkan kepuasan konsumen.

d.

Memperpendek time to market.

e.

Mereduksi biaya perancangan.

f.

Meningkatkan komunikasi.

g.

Meningkatkan produktivitas.

h.

Meningkatkan keuntungan perusahaan.

2.4. Kelebihan
a.

Menyediakan format standar untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen


menjadi persyaratan teknis, sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

33

b.

Menolong tim perancang untuk memfokuskan proses perancangan yang


dilakukan pada fakta yang ada.

c.

Memungkinkan proses modifikasi selama tahap perancangan sehingga dapat


terus dikaji ulang.

3. HOUSE OF QUALITY (HOQ)


Rumah kualitas atau biasa disebut juga House of Quality (HOQ) merupakan tahap pertama
dalam penerapan metodologi QFD.Secara garis besar matriks ini adalah upaya untuk
mengkonversi voice of customer secara langsung terhadap karakteristik teknis atau
spesifikasi teknis dari sebuah produk (barang atau jasa) yang dihasilkan. Perusahaan akan
berusaha mencapai karakteristik teknis yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan,
dengan sebelumnya melakukan Benchmarking terhadap produk pesaing. Benchmarking
dilakukan untuk mengetahui posisi-posisi relatif produk yang ada di pasaran
yangmerupakan kompetitor. Berikut ini bagan yang memberikan penjelasan tentang House
of Quality (HOQ):

Gambar 2.1 Bagan House of Quality (HOQ)


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Penjelasan tentang masing-masing matriks:
a.

Bagian A : Customer Requirements


Berisi data atau informasi terstruktur mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen
berdasarkan hasil riset pemasaran. Data tersebut diungkapkan dalam bahasa
konsumen dan bersifat kualitatif. Data akan ditempatkan secara terstruktur dalam
Tree Diagram.

34

b.

Bagian B : Planning Matrix


Untuk mengetahui posisi relatif produk terhadap produk pesaing. Bagian ini berisi
tiga tipe informasi:

Data pasar kuantitatif, yaitu yang mengindikasikan tingkat kepentingan dan


kepuasan relatif dari tiap kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk
perusahaan dan tingkat kepuasan relatif konsumen terhadap produk pesaing.

c.

Setingan Capaian (Goal setting) untuk poduk atau jasa yang akan diluncurkan.

Perhitungan untuk pengurutan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Bagian C : Technical Response


Terdiri dari karakteristik teknis yang mendeskripsikan desain layanan dan aplikasi
produk yang dirancang. Karakteristik teknis ini diturunkan dari Voice of Customer
pada bagian A, disebut juga dengan Voice of Company. Secara sederhana dapat
disusun dengan bantuan model Whats Vs Hows. Perlu ditentukan juga arah
peningkatan atau target terbaik yang dapat dicapai (Direction of Goodness).

d.

Bagian D : Inter-Relationships
Berisi pertimbangan penilaian keterkaitan hubungan antara elemen-elemen
karakteristik teknis (bagian C) dengan setiap kebutuhan pelanggan pada bagian A.

e.

Bagian E : Technical Corelations


Terdiri dari penilaian tim perancang terhadap implementasi keterkaitan (korelasi)
antar elemen-elemen karakteristik teknis (bagian C). Korelasi ini tergantung kepada
direction of goodness dari masing-masing karakteristik teknis. Lima kemungkinan di
antaranya adalah:

Strong positive impact, artinya mengadakan perubahan pada karakteristik


teknis 1 ke arah direction of goodness-nya akan menimbulkan pengaruh positif
kuat pada direction of goodness karakteristik teknis 2.

Moderate positive impact, artinya mengadakan perubahan pada karakteristik 1


ke arah direction of goodness-nya akan menimbulkan pengaruh positif yang
moderat pada direction of goodness karakteristik teknis 2.

No impact, artinya mengadakan perubahan pada karakteristik teknis 1 ke arah


direction of goodness-nya tidak akan menimbulkan pengaruh pada direction of
goodness karakteristik teknis 2.

35

Moderate negative impact, artinya mengadakan perubahan pada karakteristik


teknis 1 ke arah direction of goodness-nya akan menimbulkan pengaruh negatif
pada direction of goodness karakteristik teknis 2.

Strong negatif impact, artinya mengadakan perubahan pada karakteristik teknis


1 ke arah direction of goodness-nya kan menimbulkan pengaruh negatif kuat
pada direction of goodness karakteristik teknis 2.

f.

Bagian F : Target Matrix


Berisikan tiga macam jenis data, yaitu:

Tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.

Technical

Benchmarking

dari

produk

yang

dibandingkan.

Technical

benchmark menguraikan informasi pengetahuan mengenai keunggulan


technical response pesaing.

Target kinerja karakteristik teknis dari produk yang dikembangkan.

3.1. Tahapan Menyusun HOQ


Menurut Cohen (1992) tahap-tahap dalam menyusun House of Quality dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.

Matrik Kebutuhan Pelanggan


Tahapan ini meliputi:

Memutuskan siapa pelanggan.

Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan


konsumen.

b.

Benchmarking dan Penetapan Target.

Pembuatan diagram afinitas.

Matrik Perencanaan
Tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan
menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan.

c.

Respon Teknis
Pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan konsumen
yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut.

36

d.

Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen


Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3)
dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1).

e.

Korelasi Teknis
Tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara karakterisitik kualitas
pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu respon
teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam
proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi bottleneck.

f.

Benchmarking dan Penetapan Target


Pada tahap ini perusahaan perlu menentukan respon teknis mana yang ingin
dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan oleh produk sejenis.

Gambar 2.2 Tahap Penyusunan HOQ


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Langkah-langkah penjabarannya:
a.

Menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi karakteristik teknis dengan


matriks House of Quality (HoQ).

b.

Menerjemahkan karaktiristik teknis menjadi komponen.

c.

Menerjemahkan karakteristik komponen menjadi karakteristik proses.

d.

Menerjemahkan karakteristik proses menjadi kebutuhan konsumen.

37

4. MATRIX KLEIN GRID DAN SERVICE QUALITY


Robert Klein mengemukakan bahwa ada dua perbedaan cara untuk mengukur
tingkatkepentingan dari kebutuhan pelanggan, yaitu dengan menanyakan secara langsung
kepada pelanggan, atau dengan mengambil kesimpulan tingkat kepentingan berdasarkan
pada data yang lain. Tingkat kepentingan yang diukur dengan metode secara langsung
disebut stated importance. Dan suatu metoda untuk mengambil kesimpulan tingkat
kepentingan pada data yang lain adalah dengan mengukur bagaimana kekuatan
performansi kepuasan dari suatu atribut yang dihubungkan dengan keseluruhan tingkat
kepuasan.
Model Klein menggunakan keduanya, yaitu revealed importance dan stated importance
setiap atribut dalam mengklasifikasikan kebutuhan pelanggan menjadi 4 kategori, yaitu:
a.

Expected
Expected merupakan kebutuhan dasar yang menurut pelanggan harus dipenuhi. Jika
kebutuhan itu tidak terpenuhi maka pelanggan akan menjadi sangat tidak puas. Dan
jika kebutuhan itu terpenuhi, maka tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan hanya
biasa saja.

b.

Low Impact
Low impact adalah kebutuhan yang memiliki pengaruh minimal terhadap
keseluruhan tingkat kepuasan pelanggan baik terpenuhi atau tidak.

c.

High Impact
High impact adalah kebutuhan yang menyebabkan tingkat kepuasan pelanggan
menjadi puas atau sangat puas jika kebutuhan itu terpenuhi dan menyebabkan tingkat
kepuasan pelanggan menjadi tidak puas atau sangat tidak puas jika kebutuhan itu
tidak terpenuhi.

d.

Hidden
Hidden adalah kebutuhan di mana pelanggan mengatakan tidak penting terhadap
kebutuhan itu atau kebutuhan yang tidak terpikirkan oleh pelanggan namun jika
kebutuhan itu dapat dipenuhi maka sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan.

38

Very
Important

EXPECTED

Stated
Importance

HIGH IMPACT

Harus terpenuhi

Tidak puas jika tidak


terpenuhi

Tidak tinggi tingkat


kepuasan yang dicapai

Tinggi
tingkat
kepuasan jika terpenuhi
Tidak puas jika tidak
terpenuhi

LOW IMPACT

Not
Important

Mempunyai pengaruh
minimal
terhadap
keseluruhan kepuasan
baik itu terpenuhi atau
tidak

HIDDEN
Berpeluang
untuk
keunggulan kompetitif
Tidak
kepuasan
berlebih
dibanding
yang diakui konsumen

Weak Link

Strong Link
Revealed
Importance

Gambar 2.3 Bagan Matriks Klein Grid


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Dengan mengetahui apakah kebutuhan pelanggan terdapat pada salah satu dari keempat
kategori Klein Grid dapat membantu tim pengembangan untuk memberikan penilaian
sasaran performansi kepuasan pelanggan (goals) dan menentukan sales points. Biasanya,
goals dinilai tinggi untuk atribut-atribut yang diklasifikasikan sebagai High Impact dan
Expected. Atribut-atribut yang diklasifikasikan sebagai Low Impact, biasanya tidak
memerlukan nilai goals yang tinggi (kecuali kalau ada beberapa hubungan tidak langsung
pada atribut-atribut di kategori lainnya). Atribut yang diklasifikasikan sebagai Hidden
harus dilihat secara teliti untuk menentukan pengaruh strategi yang digunakan dalam
menilai goal.

39

TRIVIA

'Rocking furniture' adalah furnitur multi


fungsional dengan beberapa ide untuk
edukasi anak yang juga dirancang untuk
orang dewasa. Setiap 'Rocking Furniture'
dapat digunakan sebagai kursi, dimainkan
seperti kuda-kudaan, jembatan mainan,
taman bermain untuk anak-anak dan juga
dapat digunakan sebagai meja bundar.
Anak-anak dapat mengembangkan rasa
ingin tahu mereka. Tidak hanya terfokus
pada desain multi fungsional untuk anakanak, kenyamanan untuk pengguna orang
dewasa juga dipertimbangkan. Alat ini

dirancang dengan ketinggian yang sesuai


untuk orang dewasa ketika duduk dan
berbicara

dengan

anak-anak

mereka

(www.internationaldesignaward.com/comp
etition-2015).

40

PRACTICAL TIPS

Salah satu kesalahan yang sering terjadi saat membuat spesifikasi adalah

1.

menentukan solusi, bukan ukuran. Hati-hati jika Anda membuat


spesifikasi yang diawali dengan kata ketersediaan. Biasanya spesifikasi
yang disampaikan akan berupa solusi.
2.

Mengapa spesifikasi bukanlah berupa solusi? Spesifikasi yang berupa


solusi akan menutup alternatif solusi yang lain. Berikut ilustrasinya:

Kebutuhan pelanggan adalah Ruangan yang sejuk

Spesifikasi yang tepat adalah menunjukkan ukuran dari kesejukan


ruangan, yaitu: Suhu ruangan antara x y dalam satuan C.

Mengapa jumlah AC, misalnya, bukan merupakan spesifikasi yang


tepat? Jika kita menggunakan spesifikasi ini maka alternatif solusi yang
lain (kipas angin, misalnya?) tidak akan pernah terpikirkan.

3.

HoQ akan membantu kita menganalisis needs statement dan spesifikasi


secara komprehensif. Perhatikan bahwa bagian horizontal HoQ adalah halhal yang terkait dengan analisis Needs dan bagian vertikal adalah hal-hal
yang terkait dengan analisis spesifikasi.

41

Quality Function Deployment pertama kali dikembangkan di Jepang oleh


Mitaubishis Kobe Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh
Toyota. Konsep QFD dibawa ke Amerika Serikat pada tahun 1986 oleh ford
motor company dan Xerox. Semenjak itu konsep QFD banyak diterapkan oleh
perusahaan-perusahaan di jepang, Amerika, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan

besar seperti General Motor, Hawlett Packard, kini menggunakan konsep dari
Quality Function Deployment untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan
produk,

serta

proses

dan

sistem

pengukuran.

(Sumber:

http://www.academia.edu/9376419/QFD)

=
F
C

Modul

Technical Response

A
Customer
Requirement

42

Inter-Relationships

Planning Matrix

Modul

Technical Corelations

DAFTAR PUSTAKA
1.

Cohen, L. (1995). Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You.
Massachusetts: Addison Wesley Publishing Company.

2.

Ulrich, K. T., & Eppinger, S. D. (2012). Product Design and Development Fifth
Edition. Singapore: McGraw-Hill Companies, Inc.

43

MODUL 3
CONCEPT GENERATION

Planning

Mission
Statement

Concept
Development

Identifyng
Identifyng
Customer
Customer
Needs
Needs

Establish
Establish
Target
Target
Specification
Specification

System-Level
Design

Generate
Product
Concept

Select
Select
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Detail
Design

Test
Test
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Set
Set
Final
Final
Specifications
Specifications

Testing and
Refinement

Final
Final
Specifications
Specifications

Production
Ramp-Up

Plan
Plan
Downstream
Downstream
Development
Development

Development
Plan

TUJUAN PRAKTIKUM
1.

Praktikan dapat menghasilkan ide konsep dari spesifikasi produk, kebutuhan


pelanggan dan mission statement yang telah disediakan secara sistematis.

LANDASAN TEORI
1.

Concept Generation

PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes awal

2.

Penjelasan Materi

3.

Sesi kreatif dengan Five Step Method

4.

Review dari Hasil Five Step Method

5.

Tes Akhir

ALAT DAN BAHAN


1.

Komputer

2.

Microsoft Office

3.

Kertas dan alat tulis

4.

Referensi

47

DASAR TEORI
1.

Aktivitas Generasi Konsep (Concept Generation Activity)

Konsep produk adalah gambaran kasaran dari teknologi, prinsip kerja dan bentuk
geometris produk (Ulrich K. T., 2012). Ini merupakan gambaran bagaimana produk
memenuhi kebutuhan konsumen. Proses generasi konsep dimulai dengan input kebutuhan
pelanggan dan spesifikasi target dan akan menghasilkan output yaitu konsep-konsep
produk di mana akan diseleksi pada proses seleks konsep.
Generasi konsep yang baik akan memberikan rasa percaya diri terhadap tim
pengembangan produk di mana seluruh alternatif sudah dipertimbangkan. Bila eksplorasi
alternatif yang sudah dilakukan dari awal dalam proses pengembangan akan mengurangi
kemungkinan menemui konsep yang lebih baik ketika fase-fase terakhir pengmbangan
produk.
2.

Pendekatan Terstruktur Mengurangi Kemungkinan Terjadinya Masalah

Berikut kesalahan yang sering dilakukan oleh tim pengembangan produk ketika melakukan
generasi konsep:
a.

Hanya mempertimbangkan satu atau dua alternatif pilihan.

b.

Salah dalam mempertimbangkan kegunaan konsep yang dihasilkan oleh refrensi lain.

c.

Hanya melibatkan satu atau dua orang saja dalam proses ini, membuat kurang adanya
komitmen untuk seluruh anggota tim.

d.

Integrasi yang tidak efektif terhadap sebagian solusi yang menjanjikan.

e.

Gagal dalam mempertimbangkan seluruh kategori solusi.

Pendekatan terstruktur mengurangi kesalahan-kesalahan yang ada di atas, di mana metode


yang kita gunakan adalah Five Step Method. Metode ini memudahkan untuk semua
penggunanya tidak terkecuali pengguna yang kurang berpengalaman dalam merancang
produk untuk ikut berpartisipasi.
3.

Metode Lima Langkah (Five Step Methode)

Metode ini (Gambar 3.2), akan memecahkan masalah yang akan menjadi sub-masalah
yang lebih sederhana. Lalu konsep solusi akan teridentifikasi untuk penyelesaian sub
masalah dengan prosedur pencarian eksternal maupun internal. Pohon klasifikasi dan tabel

48

kombinasi konsep kemudian digunakan untuk ekspolari sistematis solusi konsep dan
mengintegrasikan solusi sub masalah menjadi solusi total. Lalu, tahap terakhir adalah
evaluasi terhadap validitas dan tingkat kemudahan implementasi dari hasil sebelumnya.

1. Klarifisikan Masalah

Mengerti
Permasalahan
Dekomposisi
Masalah
Fokus pada submasalah yang kritis

Sub-masalah

2. Pencarian Eksternal

3. Pencarian Internal

Lead Users
Experts (Para Ahli)
Patents
Literatur
Benchmarking

Konsep yang sudah ada

Individual
Kelompok

Konsep Baru

4. Eksplorasi
Sistematis

Pohon
Klasifikasi
Tabel
Konsep
Kombinasi

Solusi yang terintegrasi

5. Mempertimbangkan
kembali solusi dan
proses

Feedback
konstruktif

yang

Gambar 3.2 Gambar tahap Metode Lima Langkah


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)

49

3.1. Klarifikasikan Masalah


Pada tahap ini dilakukan pemahaman terhadap masalah dan memecahnya menjadi
sub masalah. Sub masalah ini memudahkan tim mencari solusi-solusi atau
menghasilkan konsep-konsep itu sendiri.
Energy
Nails

Handheld Nailers

Driven
Nails

Sense (tool trip)

Energy

Store or accept
external energy

Convert energy to
translational
energy

Nails

Store Nails

Isolate Nails

Sense Trip

Trigger Tool

Trip of Tool

Apply
translational
energy to nail

Driven Nails

Gambar 3.3 Contoh Function Diagram untuk penggunaan penembak paku


(Sumber: Ulrich &Eppinger, 2012)
a.

Dekomposisi Masalah menjadi Sub Masalah yang Sederhana


Memecah masalah menjadi sub masalah dapat menggunakan Function
Diagram (Gambar 3.3) di mana metode ini sangat berguna untuk produkproduk yang teknis maupun produk yang non teknis. Tahap pertama adalah
merepresentasikan black box dari produk yang ingin kita buat dengan tidak
lupa material, sinyal, dan energi yang melewati kotak produk seperti pada
gambar 3.3. Lalu dari black box itu dipecah-pecah menjadi sub fungsi untuk
membuat gambaran spesifik apa elemen produk tersebut lakukan sehingga
mengimplementasikan fungsi produk secara keseluruhan.

50

b.

Fokus terhadap Sub Masalah yang Kritis


Setelah

dipecah-pecah

menjadi

sub-masalah

yang

sederhana

dengan

menggunakan Function Diagram, lalu dari sub-masalah ini akan diidentifikasi


sub masalah yang perlu diberikan penanganan utama. Misalkan dari Function
Diagram tadi, pilih fokus terhadap sub masalah dengan urutan Energi
Menyimpan energi Konversi energi menjadi energi translasi Implementasi
energi translasi terhadap paku.
3.2. Pencarian Eksternal
Pencarian ini mencari solusi yang sudah ada, baik untuk seluruh permasalahan
maupun sub masalah. Implementasi solusi yang sudah ada biasanya lebih cepat dan
murah. Tidak lupa bahwa pencarian eksternal tidak hanya evaluasi rinci terhadap
produk kompetitor maupun teknologi yang digunakan produk terhadap sub
fungsinya. Berikut cara dalam mengumpulkan informasi terkait sumber eksternal.
a.

Lead Users
Lead Users adalah pengguna produk dimana mengalami kebutuhan lebih dulu
daripada mayoritas pasar. Sering terjadi bahwa Lead Users sudah menemukan
solusi lebih dulu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Solusi maupun
kebutuhan para pengguna

ini

merupakan

informasi

berharga

untuk

menyelesaikan sub masalah produk kita.


b.

Patents
Hak paten kaya dan siap pakai akan sumber mengenai informasi teknis yang
terdir dari gambar rinci dan penjelasan bagaimana produk bekerja. Kekurangan
utama dari hak paten adalah perlindungan hak paten itu sendiri, jadi mungkin
ada royalti bila digunakan hak paten tersebut. Namun berguna juga konsep
mana yang perlu dihindari atau dilisensi terkait konsep-konsep yang sudah
dilindungi.

c.

Benchmarking
Benchmarking adalah studi produk yang sudah ada dengan kemiripan secara
fungsi terhadap sub masalah yang kita fokuskan penyelesaiannya. Cara ini
dapat menunjukkan konsep eksisting yang sudah diimplementasikan terhadap
suatu permasalahan, juga sebagai informasi dalam mengkaji kekuatan dan
kelemahan konsep produk kompetitor itu sendiri.

51

d.

Experts
Para ahli dengan ilmu pengetahuan terhadap sub masalah tidak hanya dapat
memberikan konsep solusi secara langsung tapi dapat mengarahkan kembali
pencarian solusi ke daerah yang lebih baik. Para ahli bisa termasuk orangorang profesional firma manufaktur dengan produk terkait, konsultan
profesional, fakultas universitas, dan pemasok.

e. Published Literatures
Literatur yang terpublikasi termasuk jurnal, conference proceeding, trade magazines,
laporan pemerintah, pasar, konsumen, dan informasi produk, serta pengumuman
produk baru. Pada handbooks juga terdapat katalog informasi teknis yang berguna
untuk referensi eksternal. Contoh buku untuk referensi engineering adalah Marks
Standard Handbook of Mechanical Engineering, Perrys Chemical Engineers
Handbook dan Mechanisms and Mechanical Device Sourcebook.
3.3. Pencarian Internal
Sering tahap ini dinamakan brainstorming, di mana menghasilkan banyak ide dari
bagian internal dengan menggunakan ilmu pengetahuan masing-masing. Proses ini
dapat dilakukan sendiri maupun secara kelompok. Berikut 4 pedoman yang berguna
dalam melakukan brainstorming baik individu maupun kelompok.
a.

Suspend Judgements, pada dasarnya concept generation berbeda dengan


pengambilan keputusan di mana pengambilan keputusan harus cepat dilakukan.
Untuk menghasilkan konsep yang banyak dan baik, diperlukan keingingan
dalam menilai konsep-konsep yang sudah dihasilkan. Penilaian terhadap
konsep tersebut menjadi sugesti sebagai perbaikan terhadap konsep itu sendiri.

b.

Generate a lot of ideas, yaitu semakin banyak ide yang dikeluarkan, makin
besar kemungkinan tim sudah eksplorasi solusi secara keseluruhan. Apalagi
bahwa makin banyak ide, akan menjadi stimuli ide lain.

c.

Welcome ideas that may seem infeasible, ide yang keliatannya kurang layak
digunakan bisa dapat diperbaiki oleh anggota lainnya, dan juga makin tidak
layak sebuah ide, makin merenggangkan batas solusi sehingga membantu tim
mencari solusi-solusi yang keliatan tidak mungkin menjadi mungkin.

52

d.

Use graphical and physical media, memberikan informasi konsep apalagi


memiliki bentuk melalui mulut itu susah, disarankan menggunakan sketsa atau
modelling CAD sehingga bisa membuat ide lebih nyata.

3.4. Eksplorasi Sistematis


Ketika sudah melakukan pencarian solusi-solusi untuk menyelesaikan sub problem
yang sudah dipilih, akan terdiri dari banyak konsep dan sangat susah. Maka dari itu
ada dua alat untuk membantu pengaturan kompleksitas dan cara berpikir tim yaitu:
concept classification tree dan concept combination table. Classification Tree
membantu tim untuk membagi solusi-solusi menjadi kategori yang independen.
Combination Table membantu tim dalam pertimbangan pemilihan kombinasi
fragmen.
a.

Concept Classification Tree


Digunakan untuk membagi keseluruhan solusi menjadi kelas-kelas yang
berbeda dimana akan berguna sebagai pembanding atau penyederhanaan. Pada
Gambar 3.4 adalah klasifikasi untuk sumber energi.
Fuel Air Systems
Chemical

Explosive Systems

Pneumatic

Store or
Accept
Energy
Hydraulic
Wall Outlet
Electrical
Battery

Fuel Cell

Nuclear

Gambar 3.4 Klasifikasi sumber energy


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)

53

b.

Concept Combination Table


Memungkinkan untuk mempertimbangkan kombinasi solusi secara sistematis.

Concept Combination Table


Convert Electrical
Energy to Translational
Energy

Accumulate Energy

Apply Translational
Energy to Nail

Rotary motor with


Transmision

Spring

Single Impact

Linear Motor

Moving Mass

Multiple Impacts

Solenoid

Push Nail

Solenoid

Rail Gun

Gambar 3.5 Concept Combination Table


Hasil eksplorasi secara sistematis tersebut akan menghasilkan beberapa konsep
produk yang akan dikembangkan lebih lanjut.
3.5. Evaluasi terhadap Proses
Meskipun ditempatkan pada tahap terakhir, evaluasi seharusnya dilakukan pada
setiap tahapan proses. Beberapa hal yang perlu dievaluasi di antaranya apakah telah

54

dilakukan eksplorasi maksimal terhadap kemungkinan solusi, apakah ada cara lain
untuk melakukan problem decomposition, apakah sumber-sumber eksternal telah
dimanfaatkan dengan komprehensif, dan sebagainya.
TRIVIA

Memungkinkan Anda Memasak Sambil Berselancar Di Dunia Maya!

Seorang desainer asal Macedonia merancang sebuah konsep laptop-kompor


sehingga pengguna dapat memasak sekaligus browsing internet secara bersamaan.
Alat ini diberi nama Elextrolux Mobile Kitchen, yang terinspirasi dari komputer
notebook. Dengan desain futuristik, memungkinkan pengguna alat ini untuk
bermultitasking dengan ruang kerja yang terbatas. Alat ini dapat digunakan baik
untuk acara indoor maupun outdoor. Alat ini terdiri atas kompor induksi, talenan,
dan komputer layar sentuh yang memungkinkan Anda menelusuri resep, memasak

55

video, dan membuat panggilan ke teman. Selain itu alat ini juga dilengkapi dengan
perangkat mobile, Wi-Fi, Bluetooth, hingga kamera.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Ulrich, K. T., & Eppinger, S. D. (2012). Product Design and Development Fifth
Edition. Singapore: McGraw-Hill Companies, Inc.

56

MODUL 4
CONCEPT SELECTION

Planning

Mission
Statement

Concept
Development

Identifyng
Identifyng
Customer
Customer
Needs
Needs

Establish
Establish
Target
Target
Specification
Specification

System-Level
Design

Generate
Generate
Product
Product
Concept
Concept

Select
Product
Concept(s)

Detail
Design

Test
Test
Product
Product
Concept(s)
Concept(s)

Testing and
Refinement

Set
Set
Final
Final
Specifications
Specifications

Final
Final
Specifications
Specifications

Production
Ramp-Up

Plan
Plan
Downstream
Downstream
Development
Development

Development
Plan

TUJUAN PRAKTIKUM
1.

Praktikan dapat mengevaluasi konsep-konsep produk yang ada berdasarkan


kebutuhan konsumen (customer needs) dan kriteria lain.

2.

Praktikan dapat membandingkan kelebihan dan kelemahan relatif dari beberapa


produk.

3.

Praktikan dapat memilih sebuah konsep produk dari beberapa konsep produk untuk
pengkajian, pengujian dan pengembangan lebih lanjut.

LANDASAN TEORI
1.

Decision Matrices

2.

Concept Screening

3.

Concept Scoring

PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes Awal

2.

Penjelasan materi

3.

Diskusi hasil Concept Generation

4.

Membuat dan melakukan analisis pada Screening Matrix

5.

Membuat dan melakukan analisis pada Scoring Matrix

6.

Jurnal

ALAT DAN BAHAN


1.

Komputer

2.

Data Penelitian

3.

Alat Tulis

59

DASAR TEORI
Concept Selection (pemilihan konsep) adalah sebuah proses untuk mengevaluasi konsep
berdasarkan kebutuhan konsumen (customer needs) dan kriteria lain, membandingkan
kelebihan dan kelemahan relatif dari sebuah konsep, memilih satu atau lebih dari konsep
produk untuk pengkajian, pengujian dan pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2003).
Pemilihan konsep melibatkan proses membandingkan (comparison) dan proses
pengambilan keputusan (decision making).

Konsep produk yang dikembangkan dan

persyaratan yang diinginkan harus dipertemukan dalam sebuah keputusan mengenai


seberapa baik konsep produk tersebut memenuhi persyaratan yang diinginkan.
Berikut metode pemilihan konsep yang sering dipakai (Ulrich, 2003):
1.

External decision
Pemilihan konsep berdasarkan pilihan konsumen, klien atau pihak eksternal lain.
Dalam pemilihan konsep yang melibatkan puluhan sampai ratusan konsep, metode
ini sebaiknya tidak digunakan karena akan menyulitkan konsumen dalam memilih.
External decision dapat digunakan pada tahap pemilihan konsep terakhir dengan
pilihan konsep produk yang cenderung sedikit.

2.

Product champion
Pemilihan konsep berdasarkan pilihan pribadi seorang anggota dari tim
pengembangan produk yang dianggap berpengaruh dan berpengalaman. Metode ini
dapat digunakan jika tim pengembangan produk mengalami kesulitan dalam memilih
konsep. Akan tetapi akan jauh lebih baik pemilihan dilakukan secara konsensus antar
anggota tim.

3.

Intuition
Pemilihan konsep berdasarkan perasaan. Konsep yang dipilih dirasa lebih baik
dibandingkan konsep lainnya. Pemilihan dengan metode ini sebaiknya dihindari
karena pemilihan konsep produk seharusnya dilakukan secara objektif dan
mempunyai dasar kuat.

4.

Multivoting
Pemilihan konsep berdasarkan jumlah voting yang paling banyak dari tim
pengembangan produk. Keberhasilan dari metode multivoting ini tergantung dari
seberapa objektifnya anggota tim pengembangan produk menentukan pilihannya.

60

5.

Web-based survey
Pemilihan konsep menggunakan online survey tools. Setiap konsep dipilih oleh
banyak orang untuk dicari konsep yang terbaik.

6.

Pros and cons


Pemilihan konsep berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari setiap konsep produk
yang didiskusikan antara tim pengembangan produk.

7.

Prototype and test


Pemilihan konsep dilakukan berdasarkan prototype dari setiap konsep yang sudah
dibuat sebelumnya.

8.

Decision matrices
Pemilihan konsep berdasarkan pemberian harga pada setiap kriteria pemilihan yang
sudah ditentukan sebelumnya.

Dalam memilih metode untuk concept selection, disarankan untuk memilih metode yang
terstruktur. Karena dengan metode yang terstruktur tersebut, diharapkan dapat menjaga
objektivitas, serta membantu tim pengembangan produk untuk memilih konsep produk
yang seringkali tidak mudah. Keuntungan dalam memilih metode yang sudah terstruktur
adalah seperti berikut:
1.

Produk yang dihasilkan akan semakin berfokus terhadap konsumen.

2.

Desain yang kompetitif dengan desain pesaing.

3.

Koordinasi yang lebih baik antara produk dan proses.

4.

Mengurangi waktu untuk pengenalan produk (product introduction).

5.

Pengambilan keputusan antara tim pengembangan produk akan semakin efektif.

6.

Adanya dokumentasi dari proses pengambilan keputusan.

Dalam praktikum, metode Concept Selection yang dipakai adalah metode Decision
Matrices (matriks keputusan). Metode ini didasarkan pada sebuah metode yang
dikembangkan oleh Stuart Pugh pada tahun 1980-an dan sering disebut metode seleksi
Pugh (Pugh Concept Selection). Metode ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap Concept
Screening (penyaringan konsep) dan Concept Scoring (penilaian konsep).

61

Gambar 4.1 Proses Concept Development


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
1.

CONCEPT SCREENING (PENYARINGAN KONSEP)

Penyaringan konsep bertujuan untuk merampingkan jumlah konsep secara cepat dan
selanjutnya mengembangkannya menjadi konsep yang lebih baik untuk dievaluasi pada
tahap penilaian konsep (Batan, 2012). Penyaringan konsep sebaiknya dilakukan cukup
hati-hati, karena dari tahap ini akan keluar keputusan untuk beberapa konsep terpilih.
Terdapat enam tahapan untuk menyaring konsep sebuah produk (Ulrich, 2003), yaitu:
a) Persiapan matriks seleksi.
b) Melakukan penilaian terhadap konsep.
c) Membuat rangking konsep.
d) Membuat kombinasi dan pengembangan konsep.
e) Pemilihan satu atau lebih konsep.
f)

Penerimaan hasil dan konsep selanjutnya.

Pada tahap penyaringan konsep, diharapkan sudah terjadi seleksi beberapa konsep dari
seluruh konsep produk yang sudah dibuat, baik dalam bentuk gambar lengkap maupun
gambar sketsa. Kriteria seleksi dapat ditentukan dari beberapa hal meliputi karakteristik
teknis dan ekonomi yang umum, atau persyaratan dari daftar kebutuhan. Jumlah kriteria

62

sebaiknya tidak terlalu banyak, yaitu hanya 8-15 kriteria. Contoh kriteria yang dapat
digunakan adalah kriteria fungsi, geometri, ergonomis, mudah dipergunakan, umur
panjang atau biaya manufaktur rendah (Batan, 2012).
Untuk membandingkan satu konsep dengan satu konsep lainnya disarankan untuk
membuat konsep referensi (reference concept). Konsep referensi berfungsi sebagai
pembanding satu konsep dengan satu konsep lainnya. Konsep referensi biasanya
ditetapkan dari standar atau dari solusi suatu masalah yang sudah dikerjakan sebelumnya,
yaitu produk terakhir yang sudah dihasilkan (produk eksisting).
Tabel 4.1 Contoh Matriks Concept Screening
Konsep Produk
Kriteria Seleksi

C (Referensi)

Fungsi

Geometri

Mudah digunakan

Jumlah +

Jumlah 0

Jumlah -

Skor Bersih

-1

-2

Ranking

Tidak

Ya

Dilanjutkan?

Kombinasikan Kombinasikan

Tidak

Nilai sebuah konsep ditetapkan dengan nilai relatif konsep terhadap konsep referensi pada
masing-masing kriteria dengan tanda (+, 0, -). Jika sebuah konsep lebih baik (better than)
daripada konsep referensi, pada kolom evaluasi diberi tanda +; jika sebuah konsep dirasa
sama (same as) dengan konsep referensi diberi tanda 0; atau bila konsep dirasa lebih buruk
(worse than) daripada konsep referensi diberi tanda -. Tanda tersebut diberikan kepada
masing-masing konsep untuk seluruh kriteria seleksi.
Setelah langkah rangking konsep produk telah ditentukan, perlu dilakukan langkah
verifikasi. Verifikasi bertujuan untuk melihat apakah ada konsep yang perlu diperbaiki atau
digabung sehingga menjadi lebih baik dari konsep lainnya, termasuk konsep referensi.
Perbaikan dan penggabungan ini dapat dilakukan jika nilai akhir dari beberapa konsep

63

sama. Verifikasi juga dapat dilakukan jika ada kemungkinan ide atau kreativitas baru dapat
digabungkan ke dalam konsep produk terpilih. Jika ada lebih dari satu konsep terpilih atau
ada konsep yang berpotensi untuk dikembangkan, maka bisa dilakukan tahap berikutnya
dengan memberikan nilai pada setiap konsep (concept scoring).
2.

CONCEPT SCORING (PENILAIAN KONSEP)

Penilaian konsep adalah tahap lanjutan dari penyaringan konsep. Penilaian konsep
bertujuan untuk memilih beberapa konsep menjadi konsep akhir (konsep terpilih).
Penilaian konsep mempunyai enam tahapan yang sama seperti penyaringan konsep untuk
menilai sebuah konsep.
a) Persiapan matriks seleksi,
b) Membuat nilai (rate) konsep,
c) Membuat rangking konsep,
d) Membuat kombinasi dan pengembangan konsep,
e) Pemilihan satu atau lebih konsep, dan
f)

Penerimaan hasil dan konsep selanjutnya.


Tabel 4.2 Matriks Concept Scoring
Konsep

Kriteria Seleksi

Bobot
(%)

A (Konsep
Referensi)
Skor
Rating
Bobot

B
Rating

...
Skor
Bobot

Rating

N
Skor
Bobot

Rating

Skor
Bobot

Total Skor
Rangking
Dilanjutkan?

Pemilihan konsep referensi dipilih dari konsep dengan rangking tertinggi pada
tahapan penyaringan konsep (tidak harus dari produk eksisting). Untuk penilaian,
sapat digunakan skala sebagai berikut:

64

Tabel 4.3. Skala Penilaian Konsep


Relative Performance

Rating

Much worse than reference

Worse than reference

Same as reference

Better than reference

Much better than reference

65

TRIVIA

Kabinet dapur Slice Slide-Down adalah rak dinding dengan tinggi yang
dapat disesuaikan dan dapat meluncur ke bawah pada sudut miring
sehingga berbagai barang yang di simpan di dalam rak tersebut dapat
diambil dengan mudah.
(www.internationaldesignaward.com/competition-2015)
DAFTAR PUSTAKA
1.

Batan, I. M. (2012). Desain Produk. Surabaya: Penerbit Guna Widya.

2.

Ulrich, K., & Eppinger, S. (2012). Product Design and Development. New York:
McGraw-Hill.

66

MODUL 5
DETAIL DESIGN:
MATERIAL SELECTION AND DESIGN FOR MANUFACTURING

Planning

Concept
Development

System-Level
Design

Detail
Design

Testing
and
Refinement

Production
Ramp-Up

TUJUAN UMUM
1.

Praktikan mampu memahami konsep dari Material Selection.

2.

Praktikan mampu memahami peranan Design for Manufacturing (DFM) serta tahaptahap DFM.

3.

Praktikan dapat melakukan pebaikan design.

TUJUAN KHUSUS
1.

Praktikan mampu mengimplementasikan konsep Material Selection ke dalam


perancangan produk berupa barang,

2.

Praktikan mampu menjelaskan peran DFM dalam pengembangan produk.

3.

Praktikan mampu menjelaskan tahap-tahap DFM beserta contohnya.

LANDASAN TEORI
1.

Konsep Material Selection

2.

Metode Design For Manufacturing

PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes awal

2.

Penjelasan materi

3.

Praktikum

4.

Jurnal

ALAT DAN BAHAN


1.

Komputer

2.

Software Excel

3.

Alat tulis

69

DASAR TEORI
1.

MATERIAL SELECTION

1.1

Definisi Material
Material adalah zat atau benda dimana sesuatu dapat dibuat darinya, atau barang
yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu sehingga menjadi lebih berdaya guna.
Proses meningkatkan nilai guna material berjalan seiring kemajuan pengetahuan
manusia yang dimulai dengan cara-cara sederhana berdasarkan intuisi atau naluri,
kemudian berkembang melalui proses yang lebih logis dan akhirnya melalui
penelitian-penelitian ilmiah serta teknologi pengolahan yang semakin tinggi dan
selalu berkembang maju.

1.2

Klasifikasi Material
Terdapat begitu banyak jenis material yang tersedia di alam, namun di dalam dunia
teknik, klasifikasi material jika dilihat berdasarkan susunan ikatan penyusunnya
maka secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu Ceramics, Metals dan
Polymers. Berikut ini gambar yang menunjukkan klasifikasi material:

Gambar 5.1 Klasifikasi Material


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Ciri-ciri klasifikasi material:
a. Metal
Modulus Elastisitas (E) yang tinggi.
Dapat dibuat lebih kuat dengan paduan dan perlakuan panas atau mechanical
treatment.

70

Sangat mudah berdeformasi, terutama pada temperatur yang tinggi.


Resistensi yang rendah terhadap korosi (mudah terkorosi).
Memiliki konduktivitas elektrik dan termal yang baik.
b. Polymers dan Elastomer
Modulus Elastisitas (E) yang rendah.
Defleksi elastisnya besar.
Mulur (creep) pada temperatur ruangan.
Tahan terhadap korosi.
c. Ceramics
Modulus Elastisitas (E) yang tinggi.
Keras.
Getas.
Kuat.
Kerapatan yang rendah (low density).
Tahan terhadap korosi dan goresan (abrasion).
Konduktivitas elektrik dan termal yang rendah.
1.3

Sifat dan Karakteristik Material


Dalam pembuatan suatu produk, banyak aspek-aspek penting yang harus kita
perhatikan seperti desain geometri, kinestetik, dan sebagainya. Namun sebenarnya
terdapat hal yang sangat penting yaitu pemilihan material. Bila kita mendesain suatu
produk,

sebagus

apapun

desain

produk

yang kita

buat

jika

pemilihan

bahan/materialnya tidak tepat maka semua itu akan sia-sia. Maka dari itu sangat
diperlukan pengetahuan tentang pemilihan material untuk suatu produk yang akan
kita buat.
Sebelum kita memilih material yang akan kita gunakan ada baiknya kita mengetahui
dulu kegunaan utama/fungsi utama produk yang akan dibuat. Contohnya gunting,
gunting memiliki fungsi utamanya berupa memotong. Berangkat dari sana, dapat kita
ketahui bahwa untuk memotong suatu benda maka gunting memerlukan suatu
material yang kuat dan tidak mudah pecah. Itulah mengapa material dari gunting
dipilih dari stainless steel karena hal tersebut dilihat dari karakteristik stainless steel

71

yaitu kuat dan tidak mudah pecah. Berikut adalah beberapa contoh dari karakteristik
material:
a.

Besi Cor
Besi cor adalah suatu bahan yang sangat penting yang dipergunakan sebagai
bahan coran lebih dari 80%. Komposisi kimianya ditetapkan dalam diagram
keseimbangan Fe-C pada batas kelarutan karbon pada besi , yaitu
mengandung 2% karbon atau lebih, tetapi besi cor yang nyata terdiri dari
paduan yang berkomponen banyak yang mengandung Si, Mn, P, S, dan unsur
lainnya. Besi cor mempunyai kekuatan yang tinggi tapi kurang ulet. besi cor
mempunyai kekuatan tarik 30kgf/mm2.

b.

Tembaga
Secara industri sebagian penggunaan tembaga dipakai sebgai kawat atau bahan
untuk menukar panas dalam memanfaatkan hantaran listrik dan panasnya yang
baik. Hantaran panas tembaga pada 20 derajat celcius adalah 0.941
cal/(cm.derajat.detik).

c.

Kuningan 70-30
Komposisi utama adalah 70% Cu dan 30% Zn, dengan kekuatan tarik 32,6
(kgf/mm2), kekuatan mulur 11,5 (kgf/mm2) dan perpanjangan 60%.

d.

Brons fosfor
Komposisi utama adalah 94.8%Cu, 5.0%Sn, dan 0.25%P, dengan kekuatan
tarik 35kgf/mm2, kekuatan mulur 14kgf/mm2, dan perpanjangan 58%.

e.

Alumunium murni > 99%


Masa Jenis 2,71 , titik cair 653-657 celcius, panas jenis 0.2297 (cal/g.derajat
celcius), tahanan listrik koefisien temperatur 0.0115/derajat celcius, kekuatan
tarik dianil 9.3 dan H 18 16.9 kg/mm2, kekuatan mulur dianil 3.5 dan H18 14.8
kg/mm2, kekerasan brinell dianil 23 dan H18 14.8.

Secara garis besar material, mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya dan secara
umum. Sifat-sifat tersebut akan mendasari dalam pemilihan material. Sifat tersebut
dibagi menjadi empat dengan penjelasan sebagai berikut:
a.

Sifat Mekanik
Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap
pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya.

72

Dalam prakteknya, pembebanan pada material terbagi dua yaitu beban statik
dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya hanya pada fungsi waktu di
mana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban
dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu.
Untuk mengetahui sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian
mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test)
dan dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan
keadaan dari material tersebut. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada
material uji yang memenuhi aspek ketepatan pengukuran, kemampuan mesin,
kualitas atau jumlah cacat pada material

dan ketelitian dalam membuat

spesimen. Sifat mekanik tersebut meliputi antara lain kekuatan tarik,


ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak,
kekuatan mulur, kekuatan leleh dan sebagainya. Sifat-sifat mekanik material
yang perlu diperhatikan:

Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi


persatuan luas.

Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.

Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan material.

Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material atau


kemampuan material untuk menahan deformasi.

Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk


mendeformasi plastis.

Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada


ukuran mula.

Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.

Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi


perpatahan.

Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis lokal


akibat penetrasi pada permukaan.

b. Sifat Fisik
Sifat penting yang kedua dalam pemilihan material adalah sifat fisik. Sifat fisik
adalah kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan oleh

73

pembebanan seperti pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus


listrik yang lebih mengarah pada struktur material. Sifat fisik material antara
lain temperatur cair, konduktivitas panas dan panas spesifik.
Struktur material sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik
dapat diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya
perlakuan fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material
bahkan penemuan material baru.
c.

Sifat Teknologi/Sifat Manufaktur


Selanjutnya sifat yang sangat berperan dalam pemilihan material adalah sifat
teknologi yaitu kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Produk
dengan kekuatan tinggi dapat dibuat dibuat dengan proses pembentukan,
misalnya dengan pengerolan atau penempaan. Produk dengan bentuk yang
rumit dapat dibuat dengan proses pengecoran. Sifat-sifat teknologi diantaranya
sifat mampu las, sifat mampu cor, sifat mampu mesin dan sifat mampu bentuk.
Sifat material terdiri dari sifat mekanik yang merupakan sifat material terhadap
pengaruh yang berasal dari luar serta sifat-sifat fisik yang ditentukan oleh
komposisi yang dikandung oleh material itu sendiri.

d. Sifat Kimia
Sifat kimia pada suatu material dapat dilihat dari tingkat oksidasi, korosi,
kandungan racun serta kemampuan bakar.

1.4. Strategi, Aspek dan Prinsip Pemilihan Material


Menurut Michael Ashby, dalam melakukan perancangan produk diperlukan strategi
pemilihan material yang dapat digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut:

74

All Materials

Translate Design Requirements


express as function, constraints, objectives
and free variables

Screen Using Constraints


eliminate materials that cannot do the job

Rank Using Objective


find the screened materials that do the job
best

Seek Supporting Information


research the family history of top-ranked
candidates

Final Material Choice

Gambar 5.2 Strategi Pemilihan Material


(Sumber: Ashby, 2005)
Khusus pada tahap pertama yaitu Translation, desainer harus mendefinisikan apa
saja yang harus dilakukan terhadap material untuk kemudian diterjemahkan ke dalam
function, constraints, objectives maupun free variables.

Function

What does component do?


What non-negotiable conditions must be met?

Constraints*

What negotiable but desirable conditions . . . ?

Objective

What is to be maximized or minimized?

Free variables

What parameters of the problem is the designer free to change?

75

Kemudian dalam pemilihan material, desainer juga dituntut untuk memperhatikan


aspek-aspek pemilihan material sebagai berikut:
a.

Mengetahui sifat/karakteristik material

b.

Ketersediaan material di pasaran

c.

Harga-harga material di pasaran

d.

Estetika/keindahan

e.

Pengaruhnya terhadap alam

f.

Kemampuan material dibentuk

Adapun prinsip pemilihan material pada proses manufaktur antara lain:


a.

Mencari raw material yang paling mudah untuk diproses.

b.

Sesuai dengan sifat-sifat material yang dibutuhkan.

c.

Menggunakan komponen sederhana yang mudah didapatkan dan dibeli.

d.

Design for communally with other products.

e.

Meminimumkan kegiatan machining.

f.

Memperhatikan estetika produk.

g.

Memilih material yang konsentrasi racunnya rendah serta diupayakan


bersahabat dengan alam tanpa menurunkan kualitas produk.

2.

DESIGN FOR MANUFACTURING

2.1

Definisi Design for Manufacturing


Design for Manufacturing adalah proses untuk mengurangi waktu menuju pasar,
meningkatkan kualitas, meningkatkan kinerja proses, peningkatan keuntungan, dan
akhirnya untuk meningkatkan daya saing perusahaan manufaktur dengan mengatasi
masalah pada konsep awal desain dan tahap prototipe desain produk dan proses
pengembangan.
Biaya manufaktur/biaya produksi (manufacturing cost) adalah kunci dari
keberhasilan produk secara ekonomi. Keberhasilan secara ekonomi dapat dilihat
dari profit margin yang diperoleh pada tiap penjualan produk dan berapa
banyak produk yang terjual. Karena hal tersebut, aspek yang berkaitan dengan
biaya produksi dapat mempengaruhi konsep produk dan metode produksinya.
Penerapan DFM yang efektif akan mendukung biaya produksi yang murah tanpa
mengorbankan kualitas produk.

76

2.2

Tahapan Design for Manufacturing


Terdapat lima tahapan dalam proses Design for Manufacturing, yaitu:
a.

Memperkirakan biaya manufaktur.

b.

Mengurangi biaya komponen (cost of components).

c.

Mengurangi biaya perakitan (cost of assembly).

d.

Mengurangi biaya pendukung produksi (cost of supporting production).

e.

Mempertimbangkan akibat dari keputusan-keputusan DFM terhadap faktorfaktor lain.

Gambar 5.3 Tahapan Design for Manufacturing


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)

77

a.

Mengestimasi Biaya-biaya Manufaktur


Biaya manufaktur adalah kunci yang menentukan keberhasilan ekonomi dari
suatu produk. Dalam tahap yang sederhana, keberhasilan ekonomi suatu
produk tergantung pada profit margin yang diperoleh pada setiap penjualan
produk dan jumlah unit produk yang dapat dijual perusahaan. Ada beragam
cara untuk mengklasifikasikan biaya, salah satunya adalah seperti yang
digambarkan sebagai berikut:

Manufacturing
Cost

Components

Assembly

Standard

Custom

Labor

Raw
Material

Processing

Tooling

Equipment
and Tooling

Overhead

Support

Indirect
Allocation

Gambar 5.4 Contoh Klasifikasi Biaya


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Berdasarkan gambar di atas maka biaya manufaktur dikategorikan sebagai
berikut:

Component costs: Biaya yang dikeluarkan untuk membeli komponen dari


produk. Komponen dapat berupa komponen standar maupun komponen
custom.

Assembly costs: Biaya yang dikeluarkan untuk merakit produk.

Overhead costs: Biaya yang tidak berhubungan langsung dengan proses


produksi.

78

b.

Mengurangi Biaya Komponen


Ada beberapa strategi untuk meminimasi biaya komponen, di antaranya dengan
melakukan desain ulang komponen untuk mengurangi tahapan proses,
melakukan analisis skala ekonomi, menggunakan komponen dan proses yang
standar.

Gambar 5.5 Produk yang melakukan desain ulang komponen


c.

Mengurangi Biaya Perakitan


Beberapa pendekatan untuk mengurangi biaya perakitan adalah dengan
mengintegrasikan part, memaksimalkan kemudahan perakitan (maximize ease
of assembly), serta mempertimbangkan customer assembly.

Gambar 5.6 Maximize Ease of Assembly


d.

Mengurangi Biaya Pendukung Produksi


Salah satu aspek yang penting dari DFM adalah mengantisipasi kemungkinan
kesalahan produksi. Strategi ini disebut dengan error proofing. Salah satu
jenis kesalahan adalah yang disebabkan karena part-part yang sedikit berbeda:
sedikit berbeda ukuran, mirror image, ataupun part yang memiliki sedikit

79

perbedaan pada

komposisi

material.

Pendekatan

untuk

menghindari

kesalahan produksi adalah dengan menghilangkan perbedaan atau dengan


memberi identitas kepada part-part tersebut.
e.

Mempertimbangkan akibat dari keputusan-keputusan DFM terhadap faktorfaktor lain.


Meminimasi

biaya

produksi

bukan

satu-satunya

tujuan

dari

proses

pengembangan produk. Faktor lain yang penting untuk dipertimbangkan adalah


pengaruh DFM terhadap waktu dan biaya pengembangan produk, serta kualitas
produk.

80

TRIVIA

Merebaknya isu tak sedap terkait kualitas build quality iPhone 6


dan iPhone 6 Plus yang mudah bengkok dengan menggunakan
material 6000 seri aluminium anodized.
Iphone 6

Iphone 6S

Pihak Apple akhirnya menanggapi dan mengganti material


iphone generasi selanjutnya (6S) dengan material yang baru
yaitu 7000 seri aluminium, setelah penggantian material tersebut
iphone 6s sangat sulit dibengkokkan dengan tangan dan iphone
6s mampu bertahan dalam air selama 1 jam penuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashby, & F., M. (2005). Materials Selection in Mechanical Design. USA.
2. Surdia, & Tata. (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
3. Ulrich, K., & Eppinger, S. (2012). Product Design and Development. New York:
McGraw-Hill.

81

MODUL 6
COMPUTER SIMULATION

Planning

Concept
Development

System-Level
Design

Detail
Design

Testing
and
Refinement

Production
Ramp-Up

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan dapat menguji produk dengan menggunakan metode Finite Element
Analysis (FEA).
2. Praktikan dapat menilai postur tubuh dengan menggunakan Antropometri dan
memanfaatkan hasil analisisnya untuk memperbaiki rancangan produk.
3. Praktikan dapat melakukan pebaikan design.
LANDASAN TEORI
1. Metode Finite Element Analysis
2. Antropometri
PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Tes awal
2. Penjelasan Materi
3. Praktikum
4. Tes Akhir
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer
2. Software Solidworks
3. Antropometri

85

DASAR TEORI
1. SOLIDWORKS
SOLIDWORKS merupakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh Dassault Systmes.
Pada perangkat lunak ini terdapat 3 template utama, yaitu:
a. Part
Merupakan template pada SOLIDWORKS yang digunakan untuk membuat
komponen 3D dengan menggunakan berbagai feature yang ada di SOLIDWORKS.
Komponen yang dibuat dapat digabungkan dalam menu assembly dan juga dapat
dituangkan dalam bentuk 2D dengan menu drawing. Feature sendiri merupakan
operasi-operasi yang digunakan untuk membuat komponen dari sketsa yang ada.
Extension file untuk part SolidWorks adalah .SLDPRT.
b. Assembly
Adalah template pada SOLIDWORKS yang berguna untuk menggabungkan
beberapa komponen untuk menghasilkan sebuah benda. Benda yang telah dirakit
dapat dituangkan dalam bentuk 2D dengan menu drawing. Pada menu ini,
extension file-nya adalah .SLDASM.
c. Drawing
Merupakan template pada SOLIDWORKS yang digunakan untuk menuangkan
komponen atau benda yang telah dibuat ke dalam bentuk 2D. Extension file untuk
SolidWorks Drawing adalah .SLDDRW.
2. Metode Finite Element Analysis
Metode finite elemen analysis adalah metode numerik yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan teknik dan masalah matematis dari suatu gejala fisika. Tipe
masalah teknis dan matematis fisika yang dapat diselesaikan dengan metode finite elemen
analysis terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok
masalah-masalah non struktur.
Tipe-tipe permasalahan struktur meliputi:
1. Analisa tegangan/stress, meliputi analisa truss dan frame serta masalah-masalah
yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi.

86

2. Analisa buckling atau tekukan


3. Analisa getaran
Masalah non-struktur yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode ini meliputi:
1. Perpindahan panas dan massa.
2. Mekanika Fluida, termasuk aliran uida lewat media porus.
3. Distribusi dari potensial listrik dan potensial magnet.
Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti persoalan
pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit dipecahkan melalui
matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis memerlukan besaran atau
nilai yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji.
Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang kompleks,
pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode finite elemen
analysis dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Metode ini akan
menggunakan pendekatan terhadap nilai-nilai yang tidak diketahui pada setiap titik secara
diskrit. Dimulai dengan permodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian
yang kecil yang secara keseluruhan masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang
utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil (diskritisasi) atau disebut proses meshing.
Beberapa kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah:
1. Benda dengan bentuk yang tidak teratur dapat dengan mudah dianalisa.
2. Tidak terdapat kesulitan dalam menganalisa beban pada suatu struktur.
3. Pemodelan dari suatu benda dengan komposisi materi yang berlainan dapat
dilakukan karena tinjauan yang dilakukan secara individu untuk setiap elemen.
4. Dapat menangani berbagai macam syarat batas dalam jumlah yang tak terbatas.
5. Variasi dalum ukuran elemen memungkinkan untuk memperoleh detail analisis
yang diinginkan.
6. Dapat memecahkan masalah-masalah dinamis.

3. Finite-Element Analysis Simulation Pada Solidworks 2012


Dalam menjalankan simulasi FEA, terdapat beberapa langkah-langkah yang harus
dilakukan terlebih dahulu (Dassault Systmes SolidWorks Corporation, 1995-2010),
antara lain:

87

a. Menentukan fixtures untuk menjaga part dari pergerakan ketika beban diberikan. Jenisjenis fixture untuk analisis tegangan solid pada berikut

Tipe Fixture

Deskripsi

Circular

Fixture yang digunakan adalah face yang akan terjaga

Symmetry

posisinya pada part berbentuk seperti roda.

Fixed

Fixture yang digunakan adalah face pada part sesuai


dengan bentuk face yang dibuat.

Fixed Hinge

Fixture yang digunakan adalah face pada part yang akan


digunakan sebagai pondasi dari pemasangan engsel.

Immovable

Fixture yang digunakan adalah face, edge atau vertex


dengan nilai 0.

On

Fixture yang digunakan adalah face berbentuk silnder.

Cylindrical
Faces
On Flat Face

Fixture yang digunakan adalah face dengan permukaan


berbentuk datar.

On Spherical Fixture yang digunakan adalah face dengan permukaan


Faces

melengkung seperti bola.

Roller/Sliding

Fixture yang digunakan adalah bagian pada part yang

or Symmetry

mengalami gesekan (rolling/sliding) dengan part lainnya.

Use Reference Fixture yang digunakan adalah face, edge atau vertex
Geometry

yang relative terhadap bidang geometri seperti plane dan


axis.

b. Menentukan loads pada part. Jenis-jenis fixture untuk analisis tegangan solid pada
berikut
Tipe Loads

Deskripsi

Bearing Load

Bantalan beban pada permukaan silinder yang tidak


seragam.

Certifugal

88

Gaya sentrifugal untuk kecepatan sudut dan atau gaya

Force

tangensial dari percepatan sudut terhadap suatu sumbu.

Force

Resultan gaya, moment, pada vertex, kurva atau


permukaan.

Gravity

Percepatan gravitasi.

Pressure

Sebuah tekanan normal dan/atau tangensial yang bekerja


pada permukaan yang dipilih.

Remote

Menerapkan beban terpencil; perpindahan untuk studi

Load/mass

dinamika statis, linear, dan non-linear; dan beban terpencil


untuk studi statis, frekuensi, dinamika linear, dan tekuk.

Temperature

Suhu pada kurva, permukaan atau benda yang dipilih.

c. Menetapkan material.
d. Meshing dan Run Simulation.
e. Visualisasi hasil:

peralihan resultan URES, dan

von misesstress.

Software Solidworks 2012 juga telah banyak digunakan di dunia industri untuk melakukan
perancangan berbagai produk seperti di bidang automotif, penerbangan dan pertahanan,
elektronika,

permesinan,

medis,

alat

berat,

perminyakan,

transportasi

umum,

telekomunikasi, dan lain-lain. Solidworks Simulation merupakan paket fitur finite-element


analysis (FEA) yang komprehensif dan canggih. Fitur ini dapat memberikan alat bantu
yang valid bagi proses pendesainan. Teknisi dapat dengan mudah menggunakan
Solidworks Simulation untuk melakukan validasi tugas-tugas yang sulit seperti melakukan
analsis non-linear pada bahan plastik, karet, polimer, dan atau mengadakan analisis kontak
dengan material non linier. Mempelajari kinerja desain untuk defleksi yang berlebihan dan
tekanan dibawah beban dinamis dan mengevaluasi perilaku material komposit juga dapat
dilakukan dengan finite element analysis (FEA) menggunakan Solidworks Simulation.
Simulasi FEA menggunakan Solidworks sudah pernah diterapkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dari University of Shanghai for Science and Technology.
Penelitiannya meneliti FEA dan optimisasi kolom untuk mesin bor lubang tiga axis secara
numerik. Untuk mengukur regangan normal dari principal stress bagi kolom di mesin bor,
penelitian tersebut menggunakan simulasi FEA pada Solidworks Simulation.

89

Fitur FEA dari Solidworks Simulation di antaranya:

Dinamika non-linear. Dengan FEA di Solidworks Simulation, memungkinkan untuk


menguji dan memvalidasi desain secara keseluruhan dalam berbagai aspek, seperti
analisis perpindahan non linier dan analisis bahan nonlinear.

Simulasi plastik. Menampilkan perilaku plastik tanpa diperlukan add-ins.


Melakukan simulasi plastik dalam semua tes dan lingkungan yang mungkin terjadi.

Simulasi mekanisme. Menerapkan berbagai macam model berbasis fisika untuk


mensimulasikan kondisi desain di operasi dunia nyata. Memeriksa komponen yang
mungkin saling bertabrakan.

Simulasi struktur las. Memastikan bahwa struktur las berfungsi pada kondisi prima.
Memberikan tekanan, gaya dan beban bearing (bantalan). Kemudian memakai alat
visualisasi seperti plot, ISO clipping, dan animasi untuk meninjau perubahan akibat
nilai aksi gaya, tekanan, dan beban bantalan.

Simulasi getaran paksa. Memprediksi dan mengontrol getaran atau perubahan


dinamis pada produk dengan pilihan studi desain terintegrasi, termasuk studi
transient (yang memperhatikan waktu perubahan), studi perubahan yang seragam
(harmonic response), dan studi perubahan acak.

Simulasi rakitan. Studi interaksi antar komponen, sebelum membuat prototype


yang mengeluarkan biaya. Mensimulasikan beban statis atau dinamis untuk
mengevaluasi kinerja desain di bawah strees (tegangan), strain (tarikan), dan
displacement (perpindahan/perubahan bentuk). (www.goindustrial.co.nz).

4. Antropometri
Antropometri diambil dari bahasa yunani yaitu antro yang berarti manusia dan metri
yang berarti ukuran sehingga antropometri menurut bahasa adalah pengukuran manusia.
Secara definisi antropometri adalah studi yang mempelajari dimensi tubuh manusia seperti
ukuran, kekuatan, kecepatan dan lain-lain yang berkaitan dengan gerak tubuh manusia,
Stevenson (1989) berpendapat bahwa antropometri adalah suatu kumpulan data numerik
yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan
serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
Antropometri dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

90

1. Antropometri statis
Antropometri statis adalah ukuran-ukuran dan karakteristik tubuh manusia pada
keadaan yang ditentukan dan dalam keadaan diam.
Contoh: tinggi badan, lebar bahu, lebar telapak tangan, dan lain-lain.
2. Antropometri dinamis adalah ukuran-ukuran dan karakteristik tubuh manusia dalam
keadaan bergerak atau kemungkinan gerakan yang terjadi saat melakukan aktivitas
tertentu.
Contoh: Putaran sudut tangan, sudut putaran pergelangan tangan, dan lain-lain.
Data-data hasil pengukuran tubuh manusia baik statis maupun dinamis disebut data
antropometri, data antropometri untuk masyarakat Indonesia (Nurmiyanto, 1991)
dijelaskan pada gambar VI.1 dan VI.2. Data antropometri sendiri dapat digunakan untuk
merancang produk atau peralatan. Pada penggunaannya dalam perancangan, data
antropometri mempunyai tiga prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim (minimum atau
maksimum).
2. Prinsip perancangan yang bisa disesuaikan.
3. Prinsip perancangan berdasarkan ukuran rata-rata data antropometri.
Pada dasarnya ukuran fisik atau antropometri manusia terdapat perbedaan-perbedaan yang
disebabkan beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi dan konsumsi
gizi, serta pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

Data antropometri secara umum digunakan sebagai alat pertimbangan ergonomis dalam
proses perancangan produk atau sistem kerja yang memerlukan interaksi manusia. Menurut
Wignjosubroto (2003), data antropometri diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
1. Perancangan area kerja (work station, mobile, interior, dll)
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas dan sebagainya
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, dan
sebagainya.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik

91

Perancangan alat kerja atau produk seharusnya dirancang seergonomi mungkin atau sesuai
dengan data antropometri dari pengguna dari alat atau produk tersebut. Apabila alat atau
produk yang dirancang tidak ergonomi akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi
pengguna alat atau produk tersebut.

Gambar 6.1 Antropometri Masyarakat Indonesia


(Sumber: Nurmianto, 1991)

92

Tabel 6.1 Data Antropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya


(Sumber: Nurmianto, 1991)

93

Gambar 6.2 Antropometri Telapak Tangan Orang Indonesia


(Sumber: Nurmianto, 1991)
Tabel 6.2 Data Antropometri Telapak Tangan Orang Indonesia serta Dimensionalnya
(Sumber: Nurmianto, 1991)

94

Gambar 6.3 Antropometri Kepala Orang Indonesia


(Sumber: Nurmianto, 1991)
Tabel 6.3 Data Antropometri Kepala Orang Indonesia serta Dimensionalnya
(Sumber: Nurmianto, 1991)

5.

Software CATIA V5R18

Sejarah CATIA dimulai saat Dassault Systemes mengembangkannya untuk Dassault


Aviation dan mulai digunakan secara komersial sejak tahun 1981. Software ini berguna
untuk membantu proses desain (CAD), rekayasa (CAE) maupun manufaktur (CAM), yang
memungkinkan proses-proses pemodelan seluruhnya dilakukan secara digital sehingga
tidak diperlukan lagi gambar manual maupun model fisik. Software ini juga handal dalam
memenuhi kriteria artistik, kelayakan mekanis, kenyamanan (ergonomis) dan juga

95

kelayakan secara bisnis dari suatu desain produk. CATIA memiliki aplikasi yang sangat
lengkap (140 aplikasi) untuk berbagai keperluan disiplin ilmu teknik. Simulasi untuk
menguji kekuatan rancangan dapat dilakukan dengan alat FEM Analysis pada CATIA.
CATIA V5R18 merupakan software desain yang dapat melakukan analisis untuk ilmu
ergonomi. Analisis ergonomi yang dapat dilakukan CATIA antara lain:
a. RULA Analisis.
b. Lift / Lower Analysis.
c. Push Pull Analysis.
d. Carry Analysis.
CATIA V5R18 juga menyediakan manikin sebagai model untuk rancangan desain produk
yang dibuat dalam software ini.
6.

Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rula merupakan metode ergonomi yang digunakan untuk mengurangi terjadinya risiko
yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang pada tubuh bagian atas. RULA ditemukan
Dr. Lyne Atomney dan Profesor E.Nigel Corlett pada Tahun 1993 di Nothingham, Inggris.
RULA dapat membantu untuk mengurangi risiko cedera pada seorang pekerja. Analisa
RULA dapat dilakukan sebelum dan sesudah demonstrasi untuk mengetahui apakah risiko
cedera sudah berkurang.
RULA digunakan dengan cara mengevaluasi postur tubuh, kekuatan yang dibutuhkan dan
gerakan otot pekerja pada saat sedang bekerja. Terdapat 5 faktor eksternal yang dapat
menjadi faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya cedera pada tubuh bagian atas,
yaitu:
1.

Jumlah dari pergerakan.

2.

Kerja otot secara statis.

3.

Gaya.

4.

Sikap kerja.

5.

Waktu kerja tanpa berhenti.

Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada setiap individu pekerja antara lain:


a) Postur tubuh
b) Kecepatan gerakan
c) Akurasi gerakan

96

d) Frekuensi dan lamanya delay


e) Umur dan pengalaman
f) Faktor sosial
Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor-faktor risiko di atas terutama 4
faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai metode yang dengan cepat mengurangi risiko cedera pada pekerja,
khususnya yang berkaitan dengan tubuh bagian atas.
2. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami kelelahan dan kemungkinan
terbesar mengalami cedera
3. Memberikan hasil analisa dan perbaikan.
Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan hasil dari metode RULA:
a. Merekam postur tubuh ketika sedang bekerja
Bagian tubuh yang dianalisa meliputi: lengan (lengan atas), siku tangan (lengan
bawah), pergelangan leher, dan kaki. Pada langkah ini, peneliti merekam dan
memasukkan data postur tubuh pekerja pada software RULA. Kemudian, dari data
tersebut dapat diketahui bagian tubuh yang mempunyai kemungkinan terbesar
mengalami cedera.
b. Menghitung nilai
Data hasil rekaman yang telah dimasukkan software, dihitung nilainya untuk
masing-masing bagia tubuh.
c. Action Level
Dari hasil nilai yang didapatkan, kemudian diklasifikasikan menurut action level
Tabel Action Level (Risiko Cedera)
Range Nilai

Warna

Kemungkinan timbul cedera pada postur tubuh

1 dan 2

Hijau

Dapat Diterima

3 dan 4

Kuning

5 dan 6

Orange

Merah

Penyelidikan Lebih Jauh Dibutuhkan dan Mungkin


Saja Perubahan Diperlukan
Penyelidikan dan Perubahan Dibutuhkan Segera
Penyelidikan dan Perubahan Dibutuhkan Sesegera
Mungkin (Mendesak)

97

TRIVIA
VIDAK. THE ELEMENTS

Vidak. The Element merupakan produk furniture


berupa sofa yang dapat dibongkar pasang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan pengguna. Sofa
Vidak ini merupakan hasil desain dari Gemma
Bridges, di mana Vidak masuk sebagai finalis dari

ajang New Zealand Best Products 2015.


Vidak mengedepankan konsep bongkar pasang.
Pengguna akan mendaptkan beberpa bagian bentuk
sofa yang berbentuk jajaran genjang. Sofa dapat
dibentuk sesuai dengan fungsi dan keinginan
pengguna (bestawards.co.nz).

98

MODUL 7
DETAIL DESIGN II:
DESIGN FOR ENVIRONMENT (DFE), PART DEPLOYMENT,
AND INDUSTRIAL DESIGN

Planning

Concept
Development

System-Level
Design

Detail
Design

Testing and
Refinement

Production
Ramp-Up

TUJUAN PRAKTIKUM
1.

Praktikan mampu memahami

konsep dari

Design

for

Environment

dan

mengimplementasikannya ke dalam perancangan produk dalam lingkup lingkungan.


2.

Praktikan

mampu

memahami

konsep

dari

Industrial

Design

dan

mengimplementasikannya ke dalam perancangan produk dalam lingkup desain


industri.
3.

Praktikan mampu menggunakan matriks Part Deployment dalam metode Quality


Function Deployment Iterasi 2

4.

Praktikan dapat melakukan pebaikan design.

LANDASAN TEORI
1.

Metode Design For Environment

2.

Matriks Part Deployment

3.

Metode Industrial Design

PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Tes awal

2.

Penjelasan materi

3.

Pengolahan data dan analisi data

ALAT DAN BAHAN


1.

Komputer

2.

Software Excel

3.

Alat tulis

101

DASAR TEORI
1.

DESIGN FOR ENVIRONMENT

1.1 Pengertian Design for Environment


Design for Environment (DFE) merupakan suatu cara untuk memasukkan pertimbangan
lingkungan dalam proses perancangan produk. Praktik DFE yang efektif dapat merawat
atau meningkatkan kualitas dan harga dari suatu produk namun dapat mengurangi dampak
terhadap lingkungan.
Berikut contoh beberapa faktor yang menjelaskan level dari environmental performance:
a.

Environmentally friendly materials - menjelaskan sisi environmental dari material


yang digunakan suatu produk, apakah material tersebut environmentally safe dan
bukan bahan berancun atau non-toxic material.

b.

Recycled content menjelaskan jika material produk berasal dari bahan yang didaur
ulang atau recycled material.

c.

Recyclability menjelaskan jika material produk dapat didaur ulang atau recyclable.

d.

Clean Energy menjelaskan jika produk dibuat dengan energi yang ramah lingkungan
(menggunakan tenaga matahari, turbin, dan lain-lain).

e.

Emissions menjelaskan jika selama proses produksi tidak menghasilkan polusi atau
emisi udara.

f.

Returnable and Recyclable Packaging menjelaskan jika ada pihak yang


dapat/menerima proses daur ulang produk, baik dari segi komponen pada produk
maupun kemasannya.

1.2 Environmental Impacts


Beberapa dampak lingkungan yang berasal dari sektor manufaktur:
a.

Pemanasan global

e.

Polusi udara

b.

Menipisnya sumber daya

f.

Degradasi tanah

c.

Solid waste

g.

Biodiversity

d.

Polusi air

h.

Menipisnya ozon

102

1.3 Process Design for Environment


Berikut ini merupakan diagram proses DFE yang melibatkan keseluruhan aktivitas dari
proses pengembangan produk.
Tabel 7.1. Diagram Proses DFE yang melibatkan keseluruhan aktivitas dari proses
pengembangan produk
1. Set DFE Agenda

Product Planning

Concept Development

2. Identity Potential
Environmental
Impacts

3. Select DFE
Guidelines

System-Level Design

4. Apply DFE to
Initial Design(s)

5. Assess
Environmental
Impacts
6. Refine Design

Detail Design
Compare to DFE
Goals

Process Improvement

7. Reflect on DFE
Process and Results

103

1.4 Langkah Pembuatan Proses DFE


Step 1: Menentukan Agenda dari DFE
Proses DFE dimulai bersamaan dengan fase perencanaan produk dengan penentuan agenda
dari DFE. Beberapa proses yang dilakukan di antaranya:
a.

Tentukan faktor internal dan eksternal produk yang mempengaruhi DFE

Faktor internal merupakan objek DFE di dalam organisasi. Beberapa contoh faktor internal
(Brezet dan van Hemel, 1997):
a. Product quality

e. Operational safety

b. Public image

f. Employee motivation

c. Cost Reduction

g. Ethical responsibility

d. Innovation

h. Consumer behavior

Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan regulasi terkait
lingkungan, referensi konsumen, dan penawaran yang ditawarkan pelanggan. Beberapa
contoh faktor eksternal (Brezet dan van Hemel, 1997):

b.

a. Environmental legislation

d. Trade organization

b. Market demand

e. Suppliers

c. Competition

f. Social pressures

Tentukan Tujuan Akhir dari DFE

Salah satu aktivitas penting pada perencanaan produk adalah menetukan tujuan akhir dari
DFE untuk setiap proyek pengembangan produk. Banyak organisasi yang merencanakan
strategi lingkungan untuk jangka panjang. Tujuan ini mendefinisikan bagaimana suatu
organisasi memenuhi regulasi lingkungan dan bagaiamana organisasi tersebut mengurangi
dampak lingkungan, baik dari segi produk, servis, maupun operasionalnya.
Tabel 7.2. Contoh Goal dari DFE
Life
Stage

Cycle

Contoh Goal dari Design for Environmental


Mengurangi penggunaan bahan baku
Memilih bahan yang dapat diperbaharui

Materials

Menghilangkan penggunaan bahan beracun


Meningkatkan efisiensi energi dalam proses ekstraksi
material, dan lain-lain

104

Mengurangi penggunaan bahan yang diproses


Production

Menghilangkan bahan beracun


Mengurangi atau menggunakan kembali kemasan produk
Merencanakan pengiriman yang paling hemat energi

Distribution

Mengurangi emisi dari transportasi yang digunakan


Mengurangi penggunaan material beracun pada kemasan
Memperpanjang product life
Mempromosikan penggunaan produk dibawah kondisi

Use

yang dimaksud
Memberlakukan servis dan operasional yang efisien
Mengurangi emisi dan konsumsi energi selama produk
digunakan
Memfasilitasi product disassembly untuk memisahkan
beberapa komponen

Recovery

Memberlakukan

komponen

yang

dapat

digunakan

kembali
Mengurangi volume waste

ketika produk dihancurkan

atau dibuang ke bank sampah

c.

Menentukan Kelompok untuk Perencanaan DFE

DFE membutuhkan partisipan dari berbagai ahli dalam proyek pengembangan produk.
Komposisi dari kelompok terdiri atas pemimpin proyek, ahli lingkungan di bidang kimia
dan material, manufacturing engineer, dan perwakilan dari bagian purchasing dan supply
chain.
Step 2: Mengidentifikasi Dampak Potensial Lingkungan
Dalam tahap pengembangan konsep, DFE dimulai dengan mengidentifikasi dampak
potensial lingkungan. Hal ini memungkinkan tim pengembangan produk untuk
mempertimbangkan dampak lingkungan pada tahap konsep meskipun dengan data yang
sedikit atau tanpa data spesifik (mengenai material dan penggunaan energi, emisi, dan
generasi limbah) yang tersedia untuk produk sebenarnya dan yang lebih rinci mengenai
dampak lingkungan masih belum mungkin. Dalam kasus produk yang didesain ulang,

105

beberapa data yang relevan dapat diberikan melalui analisis dampak dari beberapa produk
yang ada. (Lihat Metode penilaian siklus hidup dalam Step 5 di bawah ini). Gambar 7.1.
menunjukkan grafik yang dapat digunakan untuk menilai dampak lingkungan dari segi
kualitas atas produk siklus hidup.

Gambar 7.1. Grafik Penilaian Kualitatif


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Tabel 7.3. Pertanyaan untuk mempertimbangkan dampak lingkungan
Life Cycle

Pertanyaan

Stage

Berapa banyak, dan jenis plastik apa yang akan


digunakan?
Berapa banyak, dan jenis bahan tambahan apa yang akan
digunakan?
Berapa banyak, dan jenis logam apa yang akan
Materials

digunakan?
Berapa banyak bahan yang digunakan, berapa jenis bahan
dan apa yang akan digunakan (kaca, keramik dan lainlain)?
Apakah bahan-bahan ini berasal dari lingkungan hidup?
Berapa banyak

energi

mengambil bahan ini?

106

yang akan diminta untuk

Apa sarana transportasi yang akan digunakan untuk


mendapatkan mereka?
Berapa banyak, jenis proses produksi dan apa yang akan
digunakan?
Berapa banyak, dan apa jenis bahan tambahan yang
Production

diperlukan?
Bagaimana akan menjadi konsumsi energi yang tinggi?
Berapa banyak sampah yang dihasilkan akan?
Apakah dapat dipisahkan untuk daur ulang limbah
produksi?
Apa jenis kemasan transportasi, kemasan curah dan

Distribution

kemasan ritel akan digunakan (volume, berat, bahan,


usabilitas)?
Yang berarti transportasi yang akan digunakan?
Berapa banyak, dan jenis energi akan dibutuhkan?
Berapa banyak, dan jenis bahan habis pakai akan
dibutuhkan?
Apa yang akan menjadi masa teknis?

Use

Berapa

banyak

pemeliharaan

dan perbaikan akan

dibutuhkan?
Apa dan berapa banyak bahan pembantu dan energi akan
diperlukan?
Apa yang akan menjadi masa estetika produk?
Bagaimana produk dibuang?
Dapatkah produk dengan cepat dibongkar dengan
menggunakan alat umum?
Recovery

Apakah komponen atau bahan digunakan kembali?


Dapatkah komponen reusable dibongkar tanpa merusak?
Bahan apa yang akan didaur ulang?
Apakah materi dapat diidentifikasi?

107

Step 3: Memilih Pedoman DFE


Pedoman DFE membantu tim desain produk untuk membuat keputusan awal tanpa harus
menganalisis dampak lingkungan yang lebih mendetail, yang hanya mungkin dilakukan
apabila desain akhir produk sudah selesai. Pedoman yang sesuai dipilih berdasarkan
penilaian kualitatif dari life cycle impacts dari step 2. Memilih pedoman yang sesuai
selama

fase

concept

development

memungkinkan

tim

pengembangan

produk

mengaplikasikan ke dalam proyek pengembangan produk.

Tabel 7.4 Pedoman DFE disusun berdasarkan Design for Enviroment Guidelines
Life
cycle

Design for Environment Guidelines

stage
1

Gunakan

sumber

daya

yang

berlimpah dan dapat diperbaharui.


Gunakan material yang dapat didaur

ulang, khususnya untuk perusahaan


atau pasar yang perlu distimulasi.
Jika bahan utama berasal dari
sumber yang tidak dapat didaur

Material

ulang,

pertimbangkan

Menjamin

mengubah

keberlanjutan/kelestarian

dengan yang dapat didaur ulang.

sumber daya

beberapa

untuk
komposisi

Manfaatkan keunikan dari bahan


yang dapat didaur ulang.
Manfaatkan komponen yang ada

atau

yang

sudah

dikerjakan

kembali.
6

108

Gunakan material dan bahan yang


kompatibel untuk didaur ulang.
Gunakan tipe material untuk produk
dan subassembly.

Gunakan
8

material

yang

noncomposite,

nonblended

materials and no alloy.


Gunakan material mana yang dapat
9

menjadi bentuk energi yang dapat


diperbaharui.
Pasang proteksi untuk pengguna

10

dari

polusi

dan

zat-zat

yang

berbahaya.
Gunakan bahan-bahan yang tidak
11

beracun

dan

berkaitan

aman

terutama

dengan

kesehatan

pengguna.
Gunakan bahan dengan limbah
Menjamin jika input dan 12

yang berbasis air (water based) atau

ooutput

biogradable.

aman

bagi

kesehatan

13

Gunakan sumber clean energy.


Cantumkan label dan instruksi

14

untuk keamana dalam penangan


bahan-bahan beracun.

15

Terapkan proses produksi yang


bersih untuk produk dan komponen.
Pertimbangkan

16

penanggulangan

zat-zat beracun yang mudah dan


tepat.
Terapkan teknik dan material yang

Menjamin
Produksi

Penggunaan 17

terstruktur

untuk

mengurangi

Sumber Daya Seminimal

jumlah volume material.

Mungkin pada Proses

Gunakan

Produksi

18

material

yang

tidak

membutuhkan surface treatment,


coatings or inks.

109

Atur produk sedemikian rupa untuk


menghindari

19

mengurangi

rejects
waste

pada

dan
proses

produksi.
20

Kurangi jumlah komponen.


Gunakan material yang memiliki

21

intensitas produksi yang rendah.


Terapkan proses produksi yang

22

bersih dan efisien.


Terapkan

23

manufacturing

steps

sedikit mungkin.

Step 4: Menerapkan Pedoman DFE untuk Desain Awal Produk


Dalam fase detail akan ditentukan spesifikasi material, detailed geometry dan proses
manufakturnya. Di sini akan ada banyak keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan
faktor lingkungan yang lebih presisi. Beberapa keputusan yang dibuat misalnya
penggunaan material low impact, pengurangan penggunaan energi dan sebagainya.
Pedoman DFE dapat menginspirasi tim pengembangan produk untuk memperbaiki desain
produk dari segi fungsionalitas dan durabilitas, sehingga lebih ramah lingkungan dan dapat
menurunkan dampak lingkungan yang signifikan.

Tabel 7.5 Pedoman DFE disusun berdasarkan tahap Life Cycle


Life Cycle

Pedoman Design For Environment

Stage

Tentukan sumber daya terbaru dan


Keberlanjutan

Sumber berlimpah*.

Daya (Sustainability of Tentukan bahan daur ulang dan / atau


Materials

Resources)

didaur ulang*.
Tentukan bentuk energi terbarukan*.

Input dan Output yang Tentukan bahan yang tidak berbahaya*.


Sehat (Healthy inputs Pasang perlindungan terhadap pelepasan

110

and Outputs)

polutan dan zat berbahaya.


Sertakan label dan petunjuk untuk
penanganan yang aman dari bahan
beracun*.
Mempekerjakan

sebagai

beberapa

Penggunaan SDM yang langkah manufaktur mungkin*.


Production

minimal pada produksi Tentukan bahan yang tidak memerlukan


(Minimal

use

of perawatan permukaan atau lapisan*.

resources in production) Minimalkan jumlah komponen*.


Tentukan bahan ringan dan komponen*.
Minimalkan kemasan.
Menggunakan bahan kemasan dapat
didaur
Penggunaan
Distribution

ulang

dan/atau

digunakan

Sumber kembali.

Distribusi yang Minimal Mempekerjakan lipat, bersarang, atau


(Minimal

use

of pembongkaran untuk mendistribusikan

resources distribution)

produk dalam keadaan kompak.


Menerapkan teknik struktural dan bahan
untuk

meminimalkan

total

volume

material.
Menerapkan daya standar turun untuk
Efisiensi sumber daya
selama

penggunaan

(Efficiency of resources
during use)
Use

subsistem yang tidak digunakan.


Menggunakan mekanisme umpan balik
untuk

menunjukkan berapa banyak

energi atau air yang dikonsumsi.


Menerapkan kontrol intuitif untuk fitur
hemat sumber daya.
Pertimbangkan

Daya tahan yang tepat


(Appropriate durability)

fungsionalitas

estetika
untuk

dan

memastikan

kehidupan estetika sama dengan umur


teknis.
Memfasilitasi perbaikan dan upgrade.

111

Pastikan perawatan minimal.


Minimalkan mode kegagalan.
Pembongkaran,
Pemisahan, dan
Recovery

Pemurnian
(Disassembly,
Separation and
Purification)

Pastikan bahwa sendi dan pengencang


mudah diakses*.
Tentukan

sendi

dan

pengencang

sehingga mereka dipisahkan dengan


tangan atau dengan alat umum*.
Pastikan bahwa bahan yang tidak
kompatibel dengan mudah dipisahkan*.

Pada tahap desain rinci, spesifikasi bahan yang tepat, geometri rinci, dan proses
manufaktur yang sudah ditentukan. Penerapan pedoman DFE dalam desain rinci pada
dasarnya sama seperti pada desain sistem tingkat, namun, pada saat ini lebih banyak
keputusan yang dibuat dan faktor lingkungan dapat dipertimbangkan dengan lebih presisi.
Dengan menentukan bahan dengan dampak yang rendah dan pengurangan konsumsi
energi, tim pengembangan produk menciptakan lebih banyak produk ramah lingkungan.
Selain itu, pedoman DFE dapat menginspirasi tim pengembangan produk untuk datang
dengan peningkatan fungsi dan daya tahan produk, yang dapat menyebabkan dampak
lingkungan yang lebih rendah secara signifikan.
Setu spine, ditunjukkan dalam Gambar 7.2., terinspirasi oleh tulang punggung manusia.
Studio 7.5 Designer, yang merupakan konsultan desain, membuat prototype banyak iterasi
tulang belakang untuk mencapai dukungan yang tepat dan berbaring. (Lihat Gambar 7.3)
Setelah bentuk tulang belakang ditetapkan, tim harus mencari bahan-bahan yang baik
sesuai persyaratan fungsional dan ramah lingkungan.
Untuk menentukan bahan yang sesuai dengan persyaratan lingkungan dan fungsional, tim
pengembangan menggunakan database bahan milik Herman Miller. Database, dipelihara
bersama-sama dengan MBDC, mempertimbangkan keselamatan dan dampak lingkungan
dari setiap bahan dan mengklasifikasikan mereka ke dalam satu dari empat kategori: hijau
(sedikit atau tidak ada bahaya), kuning (rendah sampai sedang bahaya), oranye (data
lengkap), dan merah (risiko tinggi). Tujuannya adalah untuk hanya menggunakan bahan
yang peringkat kuning atau hijau untuk semua produk baru.

112

Sebagai contoh, Polyvinyl Chloride (PVC) diklasifikasikan sebagai bahan merah. PVC
adalah polimer yang umum digunakan dalam furnitur dan produk lainnya karena biaya
rendah dan kekuatan tinggi. Namun, baik produksi dan pembakaran PVC melepaskan
emisi beracun. Untuk menghindari penggunaan bahan-bahan yang beracun bagi manusia
dan lingkungan (penerapan pedoman DFE: menentukan bahan tidak berbahaya), para
insinyur yang ditentukan bahan yang lebih aman seperti polypropylene dan menghindari
PVC seluruhnya.

Gambar 7.2.Setu spine sesuai bentuk tulang belakang manusia

Gambar 7.3.Setu spine dan komponen terkait

113

Step 5: Menilai Dampak Lingkungan


Langkah berikutnya adalah penilaian dampak lingkungan terhadap keseluruhan life cycle
produk tersebut. Untuk melakukannya dengan tepat, diperlukan pemahaman rinci tentang
bagaimana produk tersebut akan diproduksi, didistribusikan, digunakan selama masa
pakainya, dan didaur ulang atau dibuang di akhir masa pakainya. Penilaian ini dapat dilihat
dari BOM (Bill of Material) termasuk sumber energi, spesifikasi bahan komponen,
pemasok, moda transportasi, aliran limbah, metode daur ulang, dan sarana pembuangan.
Pembanding dampak lingkungan untuk tujuan DFE
Langkah ini membandingkan dampak lingkungan dari desain berkembang untuk tujuan
DFE didirikan pada tahap perencanaan. Jika terdapat beberapa pilihan desain yang dibuat
dalam tahap desain detail, mereka dapat membandingkan dengan menilai mana yang
memiliki dampak lingkungan terendah. Biasanya beberapa iterasi DFE diperlukan sebelum
tim puas bahwa produk yang bagus harus dari perspektif DFE.
Step 6: Memperbaiki Desain Produk untuk Mengurangi atau Menghilangkan
Dampak Lingkungan
Tujuan dari langkah adalah untuk mengurangi atau menghilangkan dampak lingkungan
yang signifikan melalui desain ulang. Proses berulang sampai dampak lingkungan telah
dikurangi ke tingkat yang dapat diterima dan kinerja lingkungan sesuai dengan tujuan
DFE. Redesign untuk perbaikan DFE juga dapat terus dilakukan setelah produksi dimulai.

Gambar 7.4 Contoh desain final dari Setu spine (Kiri) dan base alumunium (Kanan).
(Sumber : Herman Miller, Inc.)

114

Salah satu yang trade-off sulit dalam pengembangan Setu terkait dengan pemilihan bahan
untuk lengan kursi. Sementara mereka bertekad untuk menghindari menggunakan PVC,
tim tidak mampu membentuk lengan menggunakan semua bahan olefin (seperti
polypropylene) karena kekhawatiran tentang daya tahan dan kegagalan kelelahan.
Solusinya dibentuk dari nilon dan cetakan dengan elastomer termoplastik.
Step 7: Menerapkan Proses DFE dan Hasilnya
Seperti halnya dengan setiap aspek dari proses pengembangan produk, kegiatan terakhir
adalah untuk memberikan kesimpulan dengan menjawab berbagai pertanyaan sebagai
berikut:
a. Seberapa baik kita melaksanakan proses DFE?
b. Bagaimana proses DFE memberikan perbaikan desain?
c. Perbaikan DFE apa yang dapat dilakukan pada produk derivatif dan produk di masa
depan?
Berdasarkan alat penilaian DFE Herman Miller, pada skala 0 sampai 100%, dengan 100%
menjadi "cradle-to-cradle" produk yang benar-benar, kursi Setu mencapai peringkat 72%,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.5.
Tabel 7.6 Empat faktor pertimbangan alat penilaian DFE
DFE Assessment
Faktor

Setu Score

Faktor Weight

Weighted
Score

Bahan Kimia

50 %

33.3 %

16.7 %

Konten Daur Ulang

44 %

8.4 %

3.7 %

Pembongkaran

86 %

33.3 %

28.6 %

Daur Ulang

92 %

25.0 %

23.0 %

100 %

72 %

Score Akhir

2. PART DEPLOYMENT
2.1 Definisi dan Struktur Matriks Part Deployment
Menurut Cohen dalam Benner, et al. (2002), setelah tahap penyusunan matriks HOQ tahap
selanjutnya adalah penyusunan matriks design deployment atau part deployment sehingga
dapat disimpulkan bahwa part deployment merupakan iterasi kedua dalam metode QFD
atau lebih dikenal dengan sebutan QFD Iterasi 2. Pada proses perancangan dan

115

pengembangan produk, matriks Part Deployment termasuk ke dalam tahap perencanaan


komponen (Parts Design) seperti penggambaran skema tahapan berikut ini:

Gambar 7.5. Skema Tahapan DFE


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Pada dasarnya, matriks part deployment memiliki tahapan pengerjaan yang hampir serupa
dengan matriks HOQ. Adapun hal yang membedakan keduanya terdapat pada struktur
matriks masing-masing. Berikut merupakan struktur matriks dari Part Deployment:

C
Critical Part
(Part Specification)

A
Technical
Requirements
(Metric)

D
Matriks Hubungan
(Dampak Part Specification
Terhadap Technical Requirements)

B
Nilai
Kontribusi
Technical
Requirements

E
Matriks Target Part Specification
(Column Weight, Target)

Gambar 7.6 Struktur Matriks Part Deployment


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
Keterangan:
a.

Bagian A
Bagian ini berisi persyaratan teknis/metrik yang sebelumnya telah diperoleh dari QFD
Iterasi 1.

116

b.

Bagian B
Bagian ini berisi hasil normalisasi kontribusi persyaratan teknis yang diperoleh dari
QFD Iterasi 1.

c.

Bagian C
Pada bagian ini berisikan mengenai part specification (critical part) yang
berhubungan dan bersesuaian dengan technical requirement yang diperoleh pada QFD
iterasi 1.

d.

Bagian D
Bagian ini menggambarkan hubungan di antara part specification dan technical
requirement, sehingga hubungan ini didasarkan pada dampak keduanya.

e.

Bagian E
Bagian ini berisi:

Column weight, merupakan penjumlahan dari setiap kontribusi relasi antara


masing-masing technical requirement dengan part specification.

Target, merupakan spesifikasi yang ingin dicapai oleh masing-masing part


specification.

2.2 Langkah Menyusun Matriks Part Deployment


Berdasarkan gambar matriks Part Deployment sebelumnya, maka dapat disimpulkan
langkah-langkah dalam menyusun matriks tersebut adalah sebagai berikut:
a.

Menentukan Technical Requirements

Technical requirements/metrik yang terpilih dari matriks HOQ, pada matriks part
deployment akan berubah menjadi kebutuhan untuk dicantumkan sebagai baris pada bagian
kiri rumah.

117

Gambar 7.7. Penentuan Technical Requirements


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
b. Menentukan Critical Part
Setelah technical requirements diperoleh, selanjutnya adalah menentukan part kritis.
Identifikasi part kritis merupakan analisis terhadap bagian-bagian desain yang kritis
terhadap produk yang dihasilkan. Dari bagian-bagian desain ini, perusahaan akan
menentukan persyaratan desain yang terdiri dari persyaratan desain primer dan desain
sekunder. Part kritis ini menempati bagian atap rumah dalam matriks part deployment.

Gambar 7.8. Penentuan Critical Part


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
c.

Menentukan Nilai Normalisasi Kontribusi

Nilai normalisasi kontribusi techinal requirements menempati posisi di sebelah kanan


matriks part deployment. Nilai normalisasi kontribusi digunakan untuk usaha prioritas dan
membuat keputusan trade-off. Nilai kepentingan menggambarkan kepentingan setiap

118

persyaratan teknik terpilih bagi perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuai
dengan desain yang diinginkan.

Gambar 7.9. Penentuan Nilai Normalisasi Kontribusi


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
d. Mengembangkan Matriks Hubungan Antara Technical Requirements dengan
Critical Part
Langkah selanjutnya yaitu membandingkan technical requirements dengan critical part
dan menentukan hubungannya masing-masing. Mencari hubungan antara technical
requirements dengan critical part bisa menjadi membingungkan karena setiap technical
requirements mungkin mempengaruhi lebih dari satu critical part, dan sebaliknya.
Matriks hubungan antara technical requirements yang terpilih dengan critical part
menempati bagian tengah dalam matriks part deployment. Matriks hubungan ini digunakan
untuk mengidentifikasi derajat pengaruh antara setiap technical requirements dengan
critical part. Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang kuat, sedang atau lemah.
Selain itu, mungkin saja tidak ada hubungan antara technical requirements dengan critical
part.
Pada penyusunan matriks hubungan ini digunakan simbol untuk menyatakan derajat
kekuatan hubungan seperti berikut:

119

Tabel 7.7 Simbol Hubungan Matriks

e.

Simbol

Arti

Nilai

Blank

Tidak ada hubungan

Hubungan lemah

Hubungan sedang

Hubungan kuat

Menentukan Bobot Kepentingan

Langkah terakhir dalam penyusunan matriks part deployment adalah menentukan bobot
kepentingan pada suatu desain produk. Nilai bobot diperoleh dengan cara mengalikan
antara nilai bobot relatif persyaratan teknik dengan hubungan antara part kritis dengan
persyaratan teknik. Bobot kepentingan ini menempati bagian bawah rumah pada matriks
part deployment.

Gambar 7.10. Penentuan Bobot Kepentingan


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)
3. INDUSTRIAL DESIGN
3.1 Definisi Industrial design
Menurut Industrial Designers Society of America (IDSA) industrial design adalah aktivitas
profesional untuk menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi yang akan
mengoptimalkan fungsi, nilai, dan penampilan produk dan sistem untuk keuntungan
pengguna dan pembuat produk. Pada praktiknya, industrial designer memfokuskan
perhatiannya pada bentuk (form) dan interaksi pengguna (user interaction) produk.

120

Dreyfuss memaparkan bahwa ada lima tujuan utama yang dapat didukung oleh industrial
designer ketika mengembangkan produk baru:
a.

Utility - interaksi produk dengan manusia harus aman, mudah digunakan, dan intuitif.
Setiap fitur harus memiliki bentuk yang dapat mengomunikasikan fungsinya.

b.

Appearance - Bentuk, proporsi, dan warna digunakan agar secara keseluruhan produk
menjadi menyenangkan.

c.

Ease of maintenance - Produk harus didesain agar dapat mengkomunikasikan


bagaimana cara perawatan dan perbaikannya.

d.

Low cost - Bentuk dan fitur memiliki pengaruh yang besar terhadap peralatan
produksi, hal ini harus dipertimbangkan.

e.

Communication - Desain produk harus mengkomunikasikan filosofi desain dan misi


perusahaan melalui kualitas visual produk.

3.2 Mengevaluasi Aspek Industrial Design dalam Pengembangan Produk


Untuk mengevaluasi seberapa penting ID untuk produk tertentu, ada beberapa hal yang
perlu dianalisis.
a.

Pengeluaran (Expenditure) untuk Industrial Design


Proporsi investasi pada Industrial Design dibandingkan dengan pengeluaran
keseluruhan untuk mengembangkan produk dipengaruhi oleh karakter produk.

b.

Seberapa penting Industrial Design terhadap sebuah produk


Dalam menganalisis seberapa pentingnya Industrial Design untuk produk yang
dikembangkan, dapat dilihat dari dua aspek: ergonomic needs (ergonomi) dan
aesthetic needs (estetika).

Aspek ergonomi: seberapa penting kemudahan penggunaan? Seberapa penting


kemudahan perawatan? Berapa banyak interaksi pengguna yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi-fungsi produk? Apa saja isu keamanan (safety)?

Aspek estetika: apakah dibutuhkan diferensiasi produk secara visual? Seberapa


penting kebanggaan akan sebuah kepemilikan dan image?

3.3 Tahapan Proses Industrial Design


Proses ID dapat dijabarkan dalam tahap-tahap berikut:

121

1.

Identifikasi Kebutuhan Konsumen: karena industrial designer memiliki kemampuan


yang baik dalam menganalisis aspek interaksi pengguna, maka keterlibatan ID dalam
mengidentifikasi kebutuhan konsumen merupakan hal yang penting.

2.

Konseptualisasi: ID dapat terlibat dalam mengonsep produk.

3.

Preliminary Refinement: pada tahap ini desainer akan membuat model yang akan
dianalisis oleh industrial designer, engineer, personil pemasaran dan konsumen
potensial dengan menyentuh, merasakan, dan memodifikasi model.

4.

Further Refinement dan Pemilihan Konsep Final


Setelah analisis lebih lanjut, maka dipilih konsep akhir produk. Sebelum memilih
konsep produk biasanya dibuat hard model, yaitu model yang berupa replika dari
produk asli hanya saja belum berfungsi secara teknis.

5.

Control drawing or Model


Industrial designer menyelesaikan tahapan pengembangannya dengan membuat
control drawing atau control model. Control drawing/model mendokumentasikan
fungsi, fitur, ukuran-ukuran, warna, surface finishes. Biasanya dokumen ini diberikan
kepada engineer untuk mendesain part secara detail.

6.

Koordinasi dengan Engineering, Manufacturing, dan Vendor Eksternal


Untuk menghasilkan rancangan produk yang komprehensif, maka diperlukan
koordinasi dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan produk.

3.4 Mengkaji Kualitas Industrial Design


Mengkaji kualitas industrial design pada finished product merupakan aktivitas yang
bersifat subjektif. Penentuan apakah industrial design telah memenuhi tujuan secara
kuantitatif dapat dilakukan dengan mempertimbangkan setiap aspek dari produk yang
dipengaruhi industrial design. 5 kategori untuk mengevaluasi produk diantaranya
a.

Quality of User Interface


Bagian ini menentukan peringkat seberapa mudah penggunaan produk. Kualitas
interface berhubungan dengan tampilan produk, suasana dan mode interaksi dengan
produk. Berikut contoh pertanyaan untuk menentukan kualitas spesifikasi produk:

122

Apakah pegangan sudah nyaman?

b.

Apakah tombol pengontrol dapat digunakan dengan mudah dan lancar?

Apakah power switch mudah diletakan?

Apakah display mudah dibaca dan dimengerti?

Emotional Appeal
Bagian ini menentukan peringkat dari keseluruhan daya tarik suatu produk. Daya tarik
dapat dilihat dari tanpilan, suara, bau, dan sebagainya.
Berikut contoh pertanyaan untuk menentukan kualitas spesifikasi produk:

c.

Bagaimana bunyi ketika pintu mobil ditutup?

Apakah hand tool sudah solid dan kokoh?

Apakah perabot membuat tampilan dapur menjadi lebih menarik?

Ability to Maintain and Repair The Product


Bagian ini menentukan peringkat dari kemudahan perawatan (maintenance) dari
produk dan kemudahan perbaikannya (repair). Perawatan dan perbaikan harus
dipertimbangkan bersama dengan interaksi lain oleh user. Berikut contoh pertanyaan
untuk menentukan kemudahan perawatn dan perbaikan.

d.

Seberapa mudah dan jelas petunjuk untuk membersihkan paper jam pada printer?

Seberapa sulit untuk membuka dan membersihkan food processor?

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengganti baterei pada remote?

Appropriate Use of Resources


Bagaian ini menetukan peringkat dari seberapa baik penggunaan sumber daya untuk
memuaskan kebutuhan konsumen. Sebuah produk dengan desain yang buruk, fitur
yang tidak diperlukan, dan produk yang terbuat dari beberapa material tertentu akan
memengaruhi proses tooling, proses manufakturnya, proses penyambungannya
(assembly) dan sebagainya. Kategori ini akan menanyakan kemanakah investasi akan
dihabiskan. Contoh pertanyaan untuk menentukan Penggunaan Sumber Daya:

Seberapa baik sumber daya yang sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen?

Apakah pemilihan material sudah tepat (dari segi harga dan kualitas)?

Apakah produk over atau undersigned (apakah produk memilik fitur-fitur yang
tidak diperlukan)?

123


e.

Apakah produk memperhatikan faktor lingkungan/ekologi?

Product Differentiation
Bagian ini menentukan peringkat dari seberapa unik dan konsisten dari sebuah produk,
yang juga menjadi ciri khas dari perusahaan yang memproduksi produk tersebut.
Diferensiasi produk terlihat dari tampilan produk tersebut.

Apakah konsumen yang melihat produk ini disebuah toko dapat mengenalinya
berdasarkan tampilan produk?

Apakah produk akan diingat konsumen ketika melihatnya di iklan?

Apakah produk akan dikenal ketika dilihat di jalan?

Apakah produk tepat/dapat merepresentasikan identitas perusahaan?

TRIVIA

Flatboat adalah kursi lipat yang terbuat dari kayu lapis. Sungguh luar biasa karena
memiliki dua fungsi yang berbeda tergantung di ruang mana ia berada. Kursi lipat ini
dibuat dari satu lembar kayu lapis dan didesain khusus di permukaannya. Engselnya
tersembunyi di dalam ketebalan lapisan kayu, sehingga engsel-engsel tersebut tidak terlihat
ketika kursi yang digantung di dinding. Kursi lipat ini merupakan solusi untuk menghemat
ruang di apartemen kecil dan rumah-rumah. Tersapat lubang bulat di bagian atas kursi
yang dapat digunakan untuk menggantung kursi lipat ini di dinding. Bahan utama yang
ringan

membuat

kursi

ini

mudah

(www.internationaldesignaward.com/competition-2015).

124

untuk

dipindah-pindahkan

DAFTAR PUSTAKA
1. Iqbal, M., & Hani, A. (2010). Buku Ajar Perancangan Produk. Bandung: Fakultas
Rekayasa Industri IT Telkom.
2. Karl T. Ulrich, S. D. (2008). Product Design and Development. Singapore:
McGraw-Hill.
3. Ulrich, K. T. (2012). Product Design and Development. McGraw-Hill.

125

MODUL 8
MENGENAL KONSEP RAPID PROTOTYPING DAN
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

Planning

Concept
Development

System-Level
Design

Detail
Design

Testing
and
Refinement

Production
Ramp-Up

TUJUAN PRAKTIKUM
1.

Mengenal konsep FMEA dalam pengembangan produk

2.

Mengaplikasikan konsep FMEA pada proses pengembangan produk.

3.

Praktikan dapat melakukan pebaikan design.

LANDASAN TEORI
Konsep Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
PROSEDUR PRAKTIKUM
Tes Awal
Penjelasan Materi
Praktikum
Tes Akhir
ALAT DAN BAHAN
Prototype Produk I
Software Ms. Excel

129

DASAR TEORI
4.

FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

1.1 Pengertian FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)


FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah
kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan
dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam
produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (Desain FMEA) dan dalam
proses (Proses FMEA). Desain FMEA akan membantu menghilangkan kegagalankegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak
tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. Proses FMEA akan menghilangkan
kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal
kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat,
tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

1.2 Tujuan Failure Modes and Effect Analysis


Terdapat banyak variasi didalam rincian Failure Modes and Effect Analysis (FMEA),
tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai hal-hal berikut:
a.

Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat
terjadi.

b.

Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem
yang ada.

c.

Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar
peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.

d.

Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk


mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensi kegagalan atau pengaruh
pada sistem.

e.

Mendokumentasikan proses secara keseluruan.

130

1.3 Ranking Failure Modes and Effect Analysis


Definisi menurut serta pengurutan atau ranking dari berbagai terminologi dalam FMEA
adalah sebagai berikut:
a.

Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir.

b.

Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang
menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

c.

Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan


perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan
kecacatan produk.

d.

Occurrence (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa
penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat
tertentu.
Tabel 8.1 Rating Occurance
(Sumber : Gasperz, 2002, p.251)
Ranking
1

Probablilitas

Kriteria Verbal
Tidak

Kegegalan

mungkin

penyebab

ini

1 dalam1000000

mengakibatkankegagalan
2
3

1 dalam200000
Kegagalan akan jarang terjadi

1 dalam4000

4
5

1 dalam1000000
Kegagalan agak mungkin terjadi

1 dalam4000

1 dalam80

Kegagalan adalah sangat mungkin 1 dalam40

terjadi

Hampir

10

kegagalan akan mungkin terjadi

1 dalam20
dapat

dipastikan

bahwa 1 dalam8
1 dalam2

Catatan : probabilitas kegagalan berbeda-bedatiap produk, oleh karena itu


pembuatan rating proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan
rekayasa( engineering judgement )

131

e.

Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana
buruknya penggguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut.
Tabel 8.2 Rating Severity
(Sumber: Gasperz, 2002, p.250)
Ranking

Kriteria Verbal
Neglible severity, kita tidak perlu memikirkan akibat yang akan

berdampak pada kinerja produk, pengguna akhir tidak akan


memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

Mid severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan,

pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja

Moderate severity, pengguna akhir akan merasakan akibat

penurunan

dalambatas toleransi

High severity, akibat akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak

dapat diterima berada diluar batas toleransi

Potential safety problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat

10

berbahaya dan bertentangan dengan hukum

kinerja

atau

penampilan

namun

masih

berada

Catatan : tingkat severity berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan
rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan rekayasa(engineering judgement )

f.

Detectibility (D) adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektifitas dan metode
pencegahan atau pendektesian.

Tabel 8.3 Rating Detectability


(Sumber: Gasperz, 2002, p250)
Rating Kriteria
1

Frekuensi Kejadian

Metode pencegahan sangat efektif. Tidak


ada kesempatan bahwa penyebab mungkin 0,1 per 1000 item
muncul.

132

Kemungkinan

rendah.

Kemungkinan penyebab terjadi bersifat 1 per 1000 item

moderat.

memungkinkan penyebab itu terjadi.

Kemungkinan

tinggi. Metode pencegahan kurang efektif,

penyebab

terjadi

sangat 0,1 per 1000 item


0,5 per 1000 item

Metode

pencegahan

penyebab

terjadi

kadang 2 per 1000 item


5 per 1000 item
masih 10 per 1000 item

penyebab masih berulang kembali.


9

Kemungkinan

penyebab

terjadi

10

tinggi. Metode pencegahan tidak efektif,

20 per 1000 item

sangat 50 per 1000 item

penyebab selalu berulang kembali.

100 per 1000 item

Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity, detectability
dan rating occurance.
RPN = (S) x (D) x (O)

1.4 Keuntungan dari FMEA


a. Produk

akhir

harus aman, FMEA

membantu

desainer

untuk

mengidentifikasikan dan mengeliminasi atau mengendalikan cara kegagalan yang


berbahaya, meminimasi dari perkiraan terhadap sistem dan penggunanya.
b. Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang
akan dikembangkan, khususnya juga data dari peluang reliabilitas didapat dengan
menggunakan FMEA.
c. Reliabilitas dari produk akan meningkat dan waktu untuk melakukan desain akan
dikurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalahmasalah.

1.5 Risk Priority Numbers in FMEA


Metodologi Risk Priority Number (RPN) merupakan sebuah teknik untuk menganalisa
risiko

yang

berkaitan

dengan

masalah-masalah

yang

potensial

yang

telah

diindentifikasikan selama pembuatan FMEA.

133

Sebuah FMEA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan cara-cara kegagalan yang


potensial untuk sebuah produk atau proses. Metode RPN kemudian memerlukan analisa
dari tim untuk mengunakan pengalaman masa lalu dan keputusan engineering untuk
memberikan peringkat pada setiap potensial masalah menurut rating skala berikut:
a.

Severity, merupakan skala yang memeringkatkan severity dari efek-efek yang potensial
dari kegagalan.

b.

Occurance, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari kegagalan akan


muncul.

c.

Detection, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari masalah akan


dideteksi sebelum sampai ke tangan pengguna akhir atau konsumen.

Setelah pemberian rating dilakukan, nilai RPN dari setiap penyebab kegagalan dihitung
dengan rumus:
RPN = Severity x Occurence x Detection
Nilai RPN dari setiap masalah yang potensial dapat kemudian digunakan untuk
membandingkan penyebab-penyebab yang teridentifikasi selama dilakukan analisis. Pada
umumnya RPN jatuh di antara batas yang ditentukan. Tindakan perbaikan dapat diusulkan
atau dilakukan untuk mengurangi risiko. Ketika menggunakan teknik risk assessment,
sangat penting untuk mengingat bahwa tingkat RPN adalah relatif terhadap analisis
tertentu (dilakukan dengan sebuah serangkaian skala peringkat yang umum dan analis tim
yang berusaha untuk membuat peringkat yang konsisten untuk semua penyebab masalah
yang teridentifikasi selama melakukan analisis). Untuk itu, sebuah RPN didalam sesuatu
analisa dapat dibandingkan dengan RPN yang lainnya di dalam analisis yang sama, tapi
dapat menjadi tidak dapat dibandingkan terhadap RPN didalam satu analisa yang lain.
Meskipun ada banyak tipe dan standar kebanyakan FMEA terdiri dari suatu kumpulan
prosedur yang umum. Secara umum, analisis FMEA dipengaruhi oleh tim yang bekerja
secara cross function pada tahap yang bervariasi pada waktu desain, proses pengembangan
dan perkaitan pada umumnya terdiri dari:
a. Item/Process: mengidentifikasi item atau proses yang akan menjadi subyek dari
analisis. Termasuk beberapa penyelidikan terhadap desain dan karakteristikkarakteristik reliabilitas.

134

b. Function: mengidentifikasi fungsi-fungsi dimana item atau proses diharapkan untuk


bekerja.
c. Failures: mengidentifikasi kegagalan yang diketahui dan potensial yang dapat
mencegah atau menurunnya kemampuan dari item atau proses untuk bekerja sesuai
dengan fungsinya.
d. Failure effect: mengidentifikasi efek-efek yang diketahui dan potensial yang
mungkin muncul dari setiap kegagalan yang terjadi.
e. Failure Cause: mengidentifikasi penyebab yang diketahui dan potensial untuk
setiap kegagalan.
f. Curent Control: memeriksa mekanisme kontrol yang akan ada untuk mengeliminasi
atau menurunkan kemungkinan kegagalan akan muncul.
g. Recommended action: mengidentifikasi tindakan perbaikan yang perlu dilakukan
yang bertujuan untuk mengeliminasi atau menurunkan risiko dan dilanjutkan
dengan melengkapi dengan melakukan recommended action.
h. Prioritize issues: memprioritaskan tindakan perbaikan yang harus dilakukan
menurut standar yang konsisten yang telah ditentukan oleh perusahaan. Peringkat
RPN adalah metode yang umum untuk memprioritaskan.
i. Other Details: tergantung pada situasi tertentu dan petunjuk untuk melakukan
analisa yang diadaptasi oleh perusahaan, keterangan yang lain mungkin
dipertimbangkan selama melakukan analisis, seperti cara operasional ketika
kegagalan muncul.
j. Report: membuat laporan dari analisis dalam bentuk format standar yang telah
ditentukan oleh perusahaan. Ini pada umumnya berbentuk format tabel. Sebagai
tambahan laporan dapat menyertakan diagram berbentuk blok atau diagram alir
untuk mengilustrasikan item atau proses yang merupakan subjek dari analisis.

135

Tabel 8.4 Contoh FMEA Design


(Sumber: Ulrich & Eppinger, 2012)

TRIVIA

136

Dibuat untuk bagi mahasiswa seni atau arsitektur yang membutuhkan


lebih banyak ruang. Menyimpan barang-barang dan menjaga ruang agar
tetap rapi selalu menjadi problem bagi mahasiswa. Kombinasi dari tempat
tidur, meja, dan rak ini menyediakan lebih banyak ruang dan
penyimpanan. Ide dasarnya adalah hanya menggunakan ruang seminimal

mungkin tetapi masih memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa.


(www.internationaldesignaward.com/competition-2015).

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D.W. (2003): Pengendalian Kualitas Statistik, Yogyakarta, Andi
Gasperz, Vincent, (2008): The Executive Guide To mplementing Lean Six Sigma,
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Iqbal, M., & Hani, A. (2010). Buku Ajar Perancangan Produk. Bandung: Fakultas
Rekayasa Industri IT Telkom.
McDermott, R. E., Mikulak, R. J., Beauregard, M. R., & Books24x7, I. (2009). The basics
of FMEA, 2nd edition (2nd ed.). New York: CRC Press.
Ulrich, K., & Eppinger, S. (2012). Product Design and Development. New York:
McGraw-Hill.

137

Anda mungkin juga menyukai