Dikerjakan
O
L
E
H
Rotua Tresna Nurhayati Manurung
NIM 062204098
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Hari
Tanggal
Panitia
Ujian
No.
Nama
Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
)
)
)
)
Disetujui Oleh:
PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus karena
telah menolong dan memberikan hikmat pada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan kertas karya yang berjudul UPACARA KEMATIAN DI TANA
TORAJA : RAMBU SOLO. Hanya karena rahmat dan berkat-Nyalah maka
penulisan kertas karya ini akhirnya rampung.
Dalam menyelesaikan kertas karya ini penulis banyak mengalami suka
dan duka. Namun karena dukungan, bantuan, dorongan, dan motivasi dari banyak
pihak maka penulis kuat menghadapi hambatan dan kendala tersebut. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., selaku dosen pembimbing yang banyak
sekali memberi masukan dan arahan pada penulis hingga dapat
menyelesaikan kertas karya ini.
6.
7.
Dosen dan staf pengajar pariwisata, yang selama ini telah memberi
banyak ilmu pada penulis, khususnya buat almarhum Hazed Djoeli,
panutan dalam hatiku, I really love you, Sir.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
8.
9.
10.
Anak- anakku, Plo, UJ, Uci, Once, Lindung, Ok3, dan Pipis .
11.
12.
Yogi, Fiqi, Rico, Tipen, Budi, Faisal, Uci, Pipis, Nova, Arum, Dinda,
(team ekspedisi ke Pusuk Buhit ).
13.
Orang- orang yang tak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
kertas karya ini, baik dari segi isi maupun penulisan. Harapan penulis, semoga
kertas karya ini menjadi suatu langkah awal dalam meningkatkan ilmu pariwisata
di masa mendatang.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
ABSTRAK
Dewasa ini kegiatan kepariwisataan sudah dianggap sebagai salah satu
aktivitas ekonomi dan alternatif dalam mengatasi pendapatan atau devisa negara,
bahkan ada satu negara di dunia ini menomorsatukan atau memprioritraskan
sector pariwisata misalnya Swiss yang pendapatan negaranya didominasi oleh
sektor pariwisata.
Di Indonesia pengembangan pariwisata menempati posisi ketiga setelah
sektor industri dan pertanian. Pengembangan pariwisata harusnya lebih giat
digalakkan sebab mengingat sumber daya alam yang melimpah serta pesona alam
kita yang indah dan didukung oleh kebudayaan yang beragam dan tentunya
memiliki keunikan tersendiri membuat kegiatan kepariwisataan berkesempatan
untuk mengatasi keadaan ekonomi kita yang semakin hari semakin terpuruk.
Wisata budaya mungkin salah satu menjadi solusinya disebabkan kita
memiliki keunikan budaya di setiap daerah yang didukung oleh keindahan alam.
Kita bisa berkaca pada sektor pariwisata di Bali yang wisata alam dan wisata
budayanya sama- sama maju akibatnya penduduk yang ada di sana hampir 99%
memilih terjun ke dalam sektor pariwisata. Bayangkan saja dengan satu paket
busana tradisional Bali seorang putri Bali memperoleh ratusan ribu rupiah per
harinya, dengan cara foto bersama wisatawan kemudian dengan sedikit keahlian
seni fotografi hasil dari foto tersebut dijual lagi pada wisatawan.
Tana Toraja dikenal dengan kegiatan pemakamannya yang tidak lazim
,yaitu dikubur dalam dinding gua. Hal ini bisa menjadi paket wisata yang
menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Mengingat adanya
konsep dalam dunia pariwisata bahwa semakin besar perbedaan antara wisatawan
yang berkunjung dengan daerah yang dikunjungi, maka semakin besar daya
tariknya, karena semakin besar kemungkinan perubahan kebudayaan yang dituju.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK
. iii
DAFTAR ISI . iv
DAFTAR GAMBAR . vi
DAFTAR TABEL .. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
.....
...
10
13
15
17
19
27
29
29
34
35
37
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
37
Mitos .
Aluk .
Kesatuan Adat
Upacara Adat Rambu Solo ....................
Pemakaman ..
4.5.1 Tingkatan upacara Rambu Solo
4.5.2 Upacara tertinggi
4.6 Nilai Tradisi vs Keagamaan
4.7 Tempat Upacara Pemakaman Adat
4.7.1 Rante .
4.7.2 Lemo ..
4.7.3 Tampang Allo .
4.7.4 To'Doyan .
4.7.5 Patane Pong Massangka ..
4.7.6 Ta'pan Langkan
4.7.7 Sipore' .
4.8 Tau- Tau .
45
45
47
48
50
53
54
54
55
55
56
56
57
57
57
58
58
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..
59
5.2 Saran ..
60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Sistem Pariwisata .
12
16
19
20
23
..
24
..
24
..
25
25
39
41
43
44
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
49
56
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Status Daerah, Letak
Geografis dan Topografi Desa ..
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya merupakan identitas dan komunitas suatu daerah yang dibangun
dari kesepakatan - kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu.
Budaya dapat menggambarkan kepribadian suatu bangsa sehingga budaya dapat
menjadikan ukuran bagi majunya suatu peradaban manusia. Menurut Drs. Joko
Tri Prasetya dalam bukunya Ilmu Budaya Dasar, kebudayaan = cultuur ( bahasa
Belanda) = culture ( bahasa Inggris) = tsaqafah (bahasa Arab), berasal dari
perkataan Latin colere, yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini
berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam. Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia,
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Adapun ahli antropologi yang merumuskan
defenisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.Taylor,
yang menulis dalam bukunya yang terkenal Primitive Culture, bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
ilmu pengetahuan , kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Defenisi lain dikemukakan oleh R. Linton dalam buku The Cultural
Background of Personality, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku , yang unsur- unsur pembentukannya
didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. Dalam tiap
masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai
budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan
sistem itu sebagai pedoman dari konsep- konsep ideal dalam kebudayaan
memberi pendorong yang kuat terhadap arah kebudayaan masyarakatnya.
Bangsa Indonesia dengan keberagaman budayanya juga memiliki tradisi
terkait proses pemakaman anggota dari suatu kelompok pendukung kebudayaan
tertentu. Tiap daerah punya tradisi menghormati kematian. Dalam buku Agama
dan Upacara (2002 : 70- 107), beberapa diantaranya yaitu ngaben, merupakan
upacara pembakaran mayat di Bali; Sarimatua, upacara besar untuk menghormati
orang yang meninggal di Sumatera Utara; Fanoro, suatu upacara untuk
mengantar roh ke alam baka di Nias; Entas- entas, suatu upacara yang
berlangsung selama tiga hari untuk membantu roh orang mati kembali ke surga,
dilaksanakan oleh orang Tengger (orang Jawa Hindu); Tiwah, upacara
pemakaman bagi masyarakat Dayak di Kalimantan; Wetu Telu, upacara
mengantar jiwa ke alam baka, dilaksanakan oleh orang Sasak di Pulau Lombok;
Jipae, pesta yang diadakan beberapa tahun setelah orang tersebut mati, dan
berlangsung selama berbulan- bulan, dilaksanakan oleh suku Asmat di Irian;
Tutus, tempat duduk untuk upacara pemakaman terakhir orang- orang yang
dihormati, dilaksanakan oleh orang Rote di Pulau Timor; dan Rambu Solo, di
Tana Toraja, adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Toraja malah menguburkan mayat di atas bukit. Rambu Solo memang layak
diperkenalkan pada wisatawan di luar Tana Toraja.
2.
3.
4.
Untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Toraja yang unik yang
pada hakekatnya banyak mengandung nilai-nilai seni dan religius yang
tinggi.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
menggunakan
2.
3.
4.
Untuk mengetahui asal- usul serta aktivitas penduduk Tana Toraja pada
zaman dahulu.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
5.
6.
: PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, alasan
pemilihan judul, pembatasan masalah, metode penelitian, tujuan
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
BAB III
Kabupaten Tana
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
BAB IV
nilai tradisi vs
: PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
BAB II
URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN
2.1 Apakah Pariwisata Itu
Istilah pariwisata konon untuk pertama kali digunakan oleh mendiang
Presiden Soekarno dalam suatu percakapan sebagai padanan dari istilah asing
tourism (sumber: Soekadijo, Anatomi Pariwisata, 1997: 1) . Sementara itu apa yang
dimaksud dengan pariwisata itu harus disimpulkan dari cara orang menggunakan
istilah itu.
Selain defenisi di atas, Marpaung dalam bukunya Pengetahuan
Kepariwisataan (2002: 13) mengatakan bahwa pariwisata ialah perpindahan
sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaanpekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama
mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi
kebutuhan mereka. perjalanan pariwisata ialah perjalanan untuk keluar dari
keadaan biasanya dan ini dipengaruhi oleh keberadaan ekonomi, fisik dan
kesejahteraan sosial wisatawan yang akan melakukan kegiatan wisata. Harapan
dan penyesuaian dibuat oleh penduduk yang menerima mereka dan terdapat peran
pengantara dan instansi pengelola perjalanan wisata menjadi penengah antara
wisatawan dan penduduk di daerah tujuan wisata.
Masih menurut Marpaung, pengelolaan kegiatan pariwisata sangat
diperlukan dalam rangka menahan wisatawan untuk tinggal lebih lama di daerah
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
tujuan wisata dan bagaimana agar wisatawan membelanjakan uang sebanyakbanyaknya selama melakukan perjalanan wisata. Makin lama wisatawan berada
di suatu tempat sudah pasti pengeluaran mereka ssemakin banyak.
Untuk mengamati lebih lanjut, maka perlu dikenali sistem yang terjadi
dalam penyelenggaraan kepariwisataan yang memperlihatkan proses pergerakan
wisatawan dari daerah aslinya menuju daerah tujuan wisata, seperti gambar di
bawah ini:
Lingkungan
( fisik, sosbud, pol)
Kunjungan
wisatawan
Daerah Asal
Daerah
Wisata Asal
Wisata
Kembalinya
Wisatawan
Jasa Perantara
Tiket
Pemandu Wisata
Pemasaran & promosi
Transportasi
Komunikasi
Daerah
Tujuan
Wisata
mampu
mengontrol perubahan-
perubahan
yang
terjadi
di
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
LIBUR
AN
PEJALAN
WISATA
TIDAK
TERMASUK
DALAM
STATISTIK
BISNIS
BELA
JAR
MASUK
DALAM
DAFTAR
STATISTIK
MISI
DIPLO
MATIK
PENGUN
JUNG
KUNJU
NGAN
KE
WAR
GANE
GA
RAAN
MAKSUD
KUNJUNGAN
PENGUNGSI
IMIGRASI
8.ANGGOTA TENTARA
7. PENUMPANG
TRANSIT
PEKERJA PENDAPAT
AN
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
6.KRU
LAINLAIN
5.PENGUNJUNG
2. KRU/
ANGG
O TA
4.PENUMPANG
BANGSA
ASING
NON
RESIDEN
OLAHRA
GA
3.EKS
KURSI
1.WISATA
WAN
Keterangan:
1.
2.
Kru pesawat udara yang berlabuh lebih dari satu malam dan memakai
akomodasi di negara tempat berkunjung.
3.
Pengunjung yang tidak tinggal lebih dari satu malam , meski dapat
berkunjung lebih dari satu malam dan kembali ke kapalnya untuk
menginap.
4.
Ekskursi
5.
Pengunjung yang tinggal diam dan pergi pada hari yang sama.
6.
7.
Pekerja
8.
Transit
9.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
IMIGRASI PERMANEN
9.DIPLOMAT
9.PERWAKILAN
2.
Motif budaya, yang harus diperhatikan disini adalah yang bersifat budaya
itu motif wisatawan, bukan atraksinya. Atraksinya dapat berupa
pemandangan alam, flora dan fauna, meskipun wisatawan dengan motif
budaya itu sering datang di tempat tujuan wisata untuk mempelajari atau
sekedar mengenal dan memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau
daerah lain: kebiasaannya, kehidupannya sehari- hari, kebudayaannya
yang berupa bangunan, musik, tarian dan sebagainya.
3.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
4.
Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa orang
yang pernah mengunjungi tempat- tempat lain itu dengan sendirinya
melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian. Orang yang pernah
bepergian ke daerah lain dianggap atau dengan sendirinya naik gengsinya,
naik statusnya. Dalam wisata aktif, motif prestise ini sangat penting untuk
negara- negara berkembang atau negara bekas jajahan.
Klasifikasi McIntosh tersebut sudah tentu dapat disubklasifikasikan
menjadi kelompok- kelompok motif yang lebih kecil. Motif- motif yang lebih
kecil itu oleh WTO digunakan untuk menentukan tipe perjalanan wisata.
Misalnya tipe wisata rekreasi, wisata olahraga, wisata ziarah, wisata kesehatan.
Disamping cara itu juga ada kebiasaan untuk menentukan perjalanan wisata
berdasarkan modal atraksi wisata misalnya wisata alam, wisata bahari dan
sebagainya.
2.4 Objek dan Atraksi Wisata
Objek wisata adalah suatu bentukan dan atau aktivitas maupun fasilitas
yang berhubungan dan dapat menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang
ke daerah tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata- mata
hanya merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut sebagai daya
tarik wisata, sampai adanya suatu
jenis
Cultural
Attractio
Natural
Attraction
Historica
l sites
Landscape
Event
Recreation
Mega- events
Sightseeing
Entertainment
Attaction
Theme Parks
Park
Swimming
Community
Architecture
Mountains
Golf
Festivals
Amusement
Casinos
Parks
Tennis
Cuisine
Flora
Religious Events
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Cinemas
Monuments
Hiking
Fauna
Shopping
Facilities
Sports Events
Museums
Biking
Coasts
Ethnic
Trade Shows
Islands
Snow Sports
kadang- kadang membuat makanan yang sama seperti yang telah mereka makan
selama liburan. Masyarakat setempat juga sering mempunyai keinginan untuk
meniru pakaian turis yang datang, yang pernah mereka lihat. Proses kebudayaan
saling meminjam atau saling mempengaruhi tersebut melahirkan suatu produk
budaya baru.
Biasanya penerimaan ini terjadi ketika kebudayaan yang mempengaruhi
lebih kuat dari kebudayaan lokal yang dipengaruhi. Namun, ada pula kalanya
ketika kebudayaan lokal yang lebih kuat mempengaruhi budaya impor. Pengaruh
pariwisata terhadap kebudayaan ini dapat dilihat secara kasat mata di Bali,
khususnya di sekitar pantai diseputar pulau dewata itu.
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Ilmu Antropologi (1980 : 254),
dalam kebudayaan kita dikenal proses difusi, akulturasi dan asimilasi. Proses
difusi adalah persebaran manusia. Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan
bahwa makhluk manusia terjadi di suatu daerah tertentu di muka bumi , yaitu
daerah sabana tropikal di Afrika Timur, sedangkan sekarang makhluk itu
menduduki hampir seluruh muka bumi ini dalam segala macam lingkungan iklim.
Selain itu juga ada akulturasi, yaitu proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan satu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur- unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Sedangkan asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongangolongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda- beda, saling bergaul
langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongangolongan tadi masing- masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsurunsurnya masing- masing berubah wujudnya menjadi unsur- unsur kebudayaan
campuran.
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG TANA TORAJA
3.1 Kabupaten Tana Toraja
Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia. . Jumlah penduduk pada tahun 2001 berjumlah 404.689 jiwa, terdiri
dari 209.900 jiwa laki-laki dan 199.789 jiwa perempuan dengan kepadatan ratarata penduduk 126 jiwa/km dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata berkisar
2,68% pertahun (sumber: http://navigasi.net/goart.php?tab=a&a=butatorj). Ibu
kota kabupaten ini adalah Makale. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990
km.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Kata Toraja berasal dari kata To- riaja, To orang, Riaja Utara.
Penamaan bagi orang yang bertempat tinggal di Selatan Tondok Lepongan
Bulan.
b.
Kata Toraja berasal dari kata To- Rajang, To= Tau orang, Rajang
Barat. Penamaan ini berasal dari orang- orang Luwu menunjuk Tana
Toraja di sebelah barat.
c.
Kata Toraja berasal dari kata To Raya, To = Tau = orang, Raya Timur.
Penamaan ini berasal dari penamaan orang- orang Makassar yang
menunjuk Tana Toraja di sebelah timur.
d.
Kata Toraja berasal dari kata Toraja, To = Tau orang, Raja Timur.
Dalam hal ini adanya pengakuan Raja- raja Sulawesi Selatan yang
mengakui leluhurnya berasal dari Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik
Allo.
Kabupaten Tana Toraja mempunyai batasan- batasan wilayah di sebelah
utara kabupaten Mamuju dan Kabupaten Luwu Utara, sebelah timur kota Palopo,
sebelah selatan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang, dan sebelah barat
Kabupaten Mamasa.
Secara administratif, daerah ini terbagi menjadi 29 kecamatan dan 268
kelurahan. Tana Toraja dikenal sebagai tanah para raja ini juga terkenal dengan
adat istiadat yang masih sangat kental, Tana Toraja memiliki alam dan budaya
yang mempesona. Tidak heran, kabupaten di Sulawesi Selatan itu banyak
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
juga
memiliki
strata
sesuai
derajat
kebangsawanan
Gambar 3. 5 : Tongkonan 2
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
sukun - dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan
jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan di batang pohon, terlebih dahulu batang
pohon itu dilubangi. Mayat bayi diletakkan ke dalam, lalu ditutupi dengan serat
pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan
menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan
untuk masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti
anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, disesuaikan dengan strata sosial
masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi
yang dikuburkan di batang pohon tarra. Selain itu, bayi yang meninggal dunia
diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya
ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat
(sumber:
http://www.resep.web.id/traveling/tana-toraja-sulsel-wisata-budaya-
penuh-pesona.htm).
3.2 Keadaan Umum Tana Toraja
Panorama indah gunung-gunung, hutan dan sungai yang bersumber dari
mata air pegunungan membasahi persawahan menandakan Kabupaten Tana
Toraja merupakan daerah agraris yang sebagian besar penduduknya mempunyai
mata pencarian di sektor perkebunan dan pertanian, yang didukung oleh kondisi
tanah yang subur untuk tanaman musiman seperti buah-buahan dan sayur-mayur
serta jenis tanaman keras seperti cengkeh, coklat, vanili, lada dan kopi.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Hutan di Tana Toraja yang membentang hijau mulai dari utara sampai ke
selatan berfungsi sebagai pelindung mata air, pencegah erosi dan banjir ataupun
sebagai hidrologi tercatat seluas 156.906 ha terdiri dari hutan lindung 138.101 ha
dan hutan produksi 18,805 ha. Sektor kehutanan ini sangat memungkinkan untuk
pengembangan menjadi hutan wisata sebagai salah satu paket ekowisata/
ekotourisme.
Menurut klasifikasi fungsi hutan, maka di Tana Toraja terdapat beberapa
kawasan hutan yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi
kawasan hutan wisata, yaitu: kawasan hutan wisata Nanggala di bagian utara/
timur, kawasan hutan wisata Mapongka di selatan, kawasan hutan wisata Messila
di barat serta kawasan hutan rakyat yang tersebar di seantero kabupaten Tana
Toraja yang belum digunakan secara maksimal hingga saat ini. Prospek hutan ini
sangat menjanjikan untuk dijadikan kawasan wisata alam, seperti trekking,
kemping
(bumi
perkemahan),
maupun
ekowisata,
sehingga
dalam
Ada juga flora dan fauna. Jenis flora yang ada di Kabupaten Tana Toraja
adalah flora endemik dan flora hasil budidaya. Flora endemik antara lain uru,
nato buangin, enau dan berbagai jenis bambu, kopi arabika dan terung Toraja.
Sedangkan flora yang dibudidayakan antara lain cemara, padi, ubi kayu, markisa,
kentang, tomat, bawang, kubis, cengkeh, kakao, dan lain-lain. Kedua jenis flora
yang ada tersebut sangat berpotensi serta memiliki prospek cerah untuk
dikembangkan, misalnya: kopi jenis arabika, bambu dan buah markisa. Adapun
faunanya yang dapat ditemui antara lain musang, anoa, babi hutan, rusa, kerbau,
berbagai jenis burung seperti burung hantu, gagak, ranggong, bangau, dan lainlain. (Sumber: http://ilovetoraja.blogspot.com/2008_04_01_archive.html).
3.3
kelembaban udara antara 82-86%. Curah hujan : 1500 mm/tahun s.d. lebih dari
3500 mm/tahun.
Berikut ini penulis lampirkan topografi di salah satu kecamatan di Tana
Toraja, tepatnya di Kecamatan Sesean.
Tabel 3.1:
Status Daerah, Letak Geografis dan Topografi Desa
Tahun 2000
Sumber: Sumber : BPS, Podes 2000
Letak Geografis
Topografi
Lereng/Punggung
Berbukit
Daerah
SESEAN EMBATAU
Pedesaan
Bukit
SESEAN
Pedesaan
BUNTULOBO
P. SITINGAYO
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BORI PARINDING
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BORI LOMBONGAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Berbukit
Bukit
PANGLI PALAWA
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
PALANGI
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
KARUA
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
LILIKIRA AO'GADING
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
LILIKIRA
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
B. BANGUN LIPU
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BALUSU
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
TAGARI
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
PALAWA'
Pedesaan
Lembah/DAS
Berbukit
TAMPAN BONGA
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BORI RANTATELOK
Pedesaan
Lereng/Punggung
Bukit
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Berbukit
DERI PARINDING
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BUNTULOBO'
Pedesaan
SANGBUA
SESEAN MATALLO
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SESEAN SULOARA
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BENIENG KADO
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
LANDORUNDUN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
PANGDEN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
TOYASA AKUNG
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
BATU LIMBONG
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SANGAKUNGAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SA'DAN PEBULIAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Bukit
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Berbukit
SADAN MALIMBONG
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SA'DAN ANDULAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SA'DAN TIROAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SA'DAN MATALO
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SANGKAROPI
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SADAN ULUSALU
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SA'DAN LIKU LAMBE
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SDN. PESONDONGAN
Pedesaan
Lereng/Punggung
Berbukit
Bukit
SADAN BALLO
PASANGE
Pedesaan
Lereng/Punggung
Bukit
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Berbukit
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
adalah "negri yang bulat seperti bulan dan matahari". Wilayah ini dihuni oleh
satu etnis (etnis Toraja).
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Arabica) dan beberapa barang khas lainnya seperti buah-buahan (Tamarella atau
terong Belanda dan ikan mas); mengunjungi batu Tomonga artinya adalah batu
yang mengarah ke awan. Dari tempat ini kita bisa melihat banyaknya batuan
vulkanik yang bermunculan dari hamparan sawah. Dan beberapa batu raksasa
yang menjadi Goa. Benar-benar pemandangan yang indah dan menjadikan Tana
Toraja terlihat subur dan hijau ; mengunjungi Palawa. Palawa adalah tempat
yang bagus untuk dikunjungi. Di sana ada sebuah Tongkonan atau kawasan
penguburan tempat untuk melakukan upacara dan festival; melakukan perjalanan
dari Rantepao ke Kete, desa tradisional dengan kerajinan tangan yang bagus. Di
belakang desa di bagian bukit ada goa yang ukuranya sudah lebih tua dari ukuran
orang hidup.
Bila ingin menyantap kuliner wilayah ini, kebanyakan kita dapat
menemukan warung makan dilokasi ini, di sepanjang jalan. Kita juga dapat
membawa makanan sendiri. Bila ingin belanja untuk oleh- oleh, disana ada toko
cinderamata dimana kita dapat membeli segala sesuatu yang khas dari Tana
Toraja, ada pakaian, tas, dompet, dan kerajinan tangan lainnya.
Pengunjung diperbolehkan mengunakan pakaian adat setempat dan akan
diberikan hadiah seperti rokok atau kopi kapan pun memasuki Tongkonan. Bila
ingin berjalan- jalan hati- hatilah karena jalanan tidak selalu aspal. Sering
dilewati Jeep dan lainnya, walaupun cuaca bagus. Bila ingin memasuki kawasan
tongkonan, berhati- hatilah.
1.
Ketekesu
Ke'te' Kesu' adalah obyek wisata yang sudah populer diantara turis
domestik dan asing sejak tahun 1979 terletak di kampung Bonoran yang berjarak
empat km dari Kota Rantepao, telah ditetapkan sebagai salah satu Cagar Budaya
dengan nomor registrasi 290 yang perlu dilestarikan / dilindungi. Obyek wisata
ini sangat menarik, oleh karena memiliki suatu kompleks perumahan adat Toraja
yang masih asli, yang terdiri dari beberapa Tongkonan, lengkap dengan alang
sura' (lumbung padinya). Tongkonan tersebut dari leluhur Puang ri Kesu' di
fungsikan sebagai tempat bermusyawarah, mengelolah, menetapkan dan
melaksanakan aturan-aturan adat, baik aluk maupun pemali yang digunakan
sebagai aturan hidup dan bermasyarakat di daerah Kesu', dan juga di seluruh
Tana Toraja, yang disebut aluk Sanda Pitunna (7777). Obyek wisata ini
dilengkapi pula dengan areal; upacara pemakaman (rante), kuburan (liang) purba
dan makam-makam modern, namun tetap berbentuk motif khas Toraja,
pemukiman, perkebunan dan persawahan yang cantik dan menyejukkan hati.
Sekaligus para pengunjung dapat menyaksikan seni ukir Toraja di lokasi ini.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
2.
Bori
Obyek wisata utama adalah rante dalam bahasa Toraja disebut simbuang
batu (tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan buah
menhir / megalit), 102 batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24
buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran
menhir ini mempunyai nilai adat yang sama. Penyebab perbedaan adalah situasi
dan kondisi pada saat pembuatan / pengambilan batu, misalnya; masalah waktu,
kemampuan biaya dan situasi pada masa kemasyarakatan. Megalit / simbuang
batu hanya diadakan bila seorang pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan
upacaranya dilaksanakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang
dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor). Pada tahun 1657 Rante Kalimbuang
mulai digunakan pada upacara Pemakaman Ne'Ramba' (100 ekor kerbau
dikorbankan) dan didirikan dua simbuang batu.
Selanjutnya pada tahun 1807 pada acara pemakaman Tonapa Ne'Padda'
didirikan 5 buah simbuang batu, sedang kerbau yang dikorbankan sebanyak 200
ekor. Ne'Lunde yang pada upacaranya dikorbankan lebih dari 100 ekor kerbau
didirikan 3 buah simbuang batu. Selanjutnya berturut-turut sejak tahun 1907,
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
banyak simbuang batu didirikan dalam ukuran besar, sedang, kecil dan secara
khusus pada pemakaman almarhumah Lai Datu (Ne' Kase') pada tahun 1935
didirikan satu buah simbuang batu yang terbesar dan tertinggi. Simbuang batu
yang terakhir adalah pada upacara pemakaman Almarhum Sa'pang (Ne'Lai) pada
tahun 1962.
Dalam kompleks Rante Kalimbuang tersebut terdapat juga hal-hal yang
berkaitan dengan upacara pemakaman antara lain lakkian yaitu persemayaman
jenazah selama upacara dilaksanakan di Rante; balakkayan yaitu panggung
tempat membagi daging secara adat; Sarigan yaitu usungan jenazah; langi' yaitu
bangunan induk menaungi sarigan; liang pa' ( kuburan batu yang dipahat).
3.
Batutumonga
Berlokasi di daerah Sesean yang beriklim dingin, sekitar 1300 meter di
atas permukaan laut. Di daerah ini terdapat 56 menhir batu dalam sebuah
lingkaran dengan lima pohon kayu di tengahnya. Kebanyakan dari batu menhir
itu berukuran dua sampai tiga meter tingginya. Pemandangan yang sangat
mempesona di atas Rantepao dan lembah di sekitarnya, dapat dilihat dari tempat
ini sangat menarik untuk dikunjungi.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
BAB IV
UPACARA ADAT RAMBU SOLO
4.1 Mitos
Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari
nirwana (Sumber: http://ilovetoraja.blogspot.com/2008_04_01_archive.html),
mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan
masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja
yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang
kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan
Yang Maha Kuasa - dalam bahasa Toraja).
Lain lagi versi dari Dr. C. Cyrut seorang antropolog (Sumber:
http://torajakoeblogspot.com/2006/12/sejarah-tana-toraja.html),
dalam
pembawa aluk Sanda Saratu yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas
yakni wilayah Tallu Lembangna; Aluk Sanda Pitunna. Tokoh penting dalam
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
penyebaran aluk ini di wilayah barat Tana Toraja adalah Pongkapadang bersama
Burake Tattiu' yang menyebarkan ke daerah Bonggakaradeng, sebagian Saluputti,
Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, dengan
memperkenalkan kepada masyarakat setempat suatu pranata sosial yang disebut
dalam bahasa Toraja "to unnirui' suke pa'pa, to ungkandei kandian saratu yakni
pranata sosial yang tidak mengenal strata.
tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masingmasing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah
nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup
dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut
( Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja).
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan
sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara
Rambu Solo maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit.
Karena statusnya masih sakit, maka orang yang sudah meninggal tadi harus
dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang
Pemakaman
Suasana perkabungan memang terasa dengan banyaknya orang berbaju
hitam. Namun, suasana itu berubah seketika saat kebaktian yang dipimpin oleh
pemuka agama selesai. Teriakan angkami itu seperti menjadi titik balik suasana.
Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama
(tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana dilakukan
penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya
Matinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas
kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.
Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada
mereka yang hadir.
Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari,
lalu keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada
agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya sama
dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya
akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di sekitar tongkonan
tersebut.
Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di
depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, biasanya
terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut
ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu). Prosesi pengarakan jenazah dari
tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang.
Barulah keluarga dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki
yang mengangkat keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lambalamba. Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, pada
urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang sangat besar, lalu
diikuti dengan tompi saratu atau yang biasa kita kenal dengan umbul-umbul lalu
tepat di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lambalamba dan yang terakhir barulah duba-duba.
Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat
prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri
berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena
selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing
tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang sedang
berduka.
Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan
diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi
berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara
lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu
dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum
nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas.
Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan
tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari
setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para
keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan
mapasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena
selama upacara Rambu Solo, adu hewan pemamah biak ini merupakan acara
yang ditunggu-tunggu.
Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau
merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai
semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang
berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan
hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
dirumah
almarhum
serta
dilakukan
pemotongan
hewan;
Tana
Toraja
mempunyai
beberapa
tempat
upacara
Adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, yang merupakan kuburan alam
yang dipahat pada abad XVI atau setempat disebut dengan Liang Paa'. Jumlah
liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah
sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan
di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang
menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik. Di dalamnya terdapat gua dengan
banyak tengkorak kepala manusia. Gua yang tergantung itu, menyimpan misteri
yakni erong, puluhan banyaknya, dan penuh berisikan tulang dan tengkorak para
leluhur, tau-tau.
4.7.3 Tampang Allo
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
4.7.4 To'Doyan
Adalah pohon besar yang digunakan sebagai makam bayi (anak yang
belum tumbuh giginya). Pohon ini secara alamiah memberi akar-akar tunggang
yang secara teratur tumbuh membentuk rongga-rongga. Rongga inilah yang
digunakan sebagai tempat menyimpan mayat bayi.
4.7.5 Patane Pong Massangka
Kuburan dari kayu berbentuk rumah Toraja yang dibangun pada tahun
1930 untuk seorang janda bernama Palindatu yang meninggal dunia pada tahun
1920 dan diupacarakan secara adat Toraja tertinggi yang disebut Rapasan Sapu
Randanan. Pong Massangka diberi gelar Ne'Babu' disemayamkan dalam Patane
ini. Tau-taunya yang terbuat dari batu yang dipahat .
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
4.7.7 Sipore'
Yang artinya "bertemu" adalah salah satu tempat pekuburan yang
merupakan situs purbakala, dimana masyarakat membuat liang kubur dengan
cara digantung pada tebing atau batu cadas. Lokasinya 2 km dari poros jalan
Makale-Rantepao (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja).
4.8 Tau- Tau
Tau-tau adalah pertanda bahwa telah sekian banyak putra-putra Toraja
terbaik telah dimakamkan melalui upacara adat tertinggi di wilayah Tallulolo.
Gua-gua alam ini penuh dengan panorama yang menakjubkan 1.000 m jauh
kedalam, dapat dinikmati dengan petunjuk guide yang sudah terlatih dan
profesional. Tau-tau adalah patung yang menggambarkan almarhum. Tau-tau
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
dibuat dari kayu nangka yang kuat dan pada saat penebangannya dilakukan
secara adat. Mata dari tau-tau terbuat dari tulang dan tanduk kerbau. Pada jaman
dahulu kala, tau-tau dipahat tidak persis menggambarkan roman muka almarhum
namun akhir-akhir ini keahlian pengrajin pahat semakin berkembang hingga
mampu membuat persis roman muka almarhum.
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kita
dalam bahasa Inggris-nya, bisa kita plesetkan land (tana) to-(untuk) king-(raja).
Jadi terjemahan bebas sebebas-bebasnya adalah tanah untuk para raja. Tana
Toraja memiliki potensi alam yang besar dan potensi budaya yang maha
dahsyat.Tana Toraja yang kita dengar baik dalam konteks budaya/pariwisata
maupun sekedar mendengar namanya adalah sebuah nama yang unik dan wilayah
yang penuh eksotika alam dan budaya. Baru-baru ini salah satu stasiun televisi
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
5.2 Saran
Penulis menyorot masalah pariwisata Tana Toraja dari dua aspek, yaitu
wisata alam dan budaya. Dari segi alam, Tana Toraja memang bergununggunung. Tapi bukan tidak mungkin keadaan alam yang demikian disukai oleh
wisatawan yang berasal dari dataran rendah. Sementara masalah akses kesana
yang sulit telah coba dipecahkan oleh pemerintah setempat dengan mengubah
kemudi prioritas pembangunan. Dalam tiga tahun terakhir, sektor transportasi,
khususnya transportasi darat, akhirnya jadi prioritas utama pembangunan.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Sementara, dari aspek wisata budaya, penulis merasa takjub luar biasa
terhadap kebudayaan Tana Toraja. Penulis berharap agar masyarakat Tana Toraja
menghidupkan terus budaya tersebut. Sama seperti masyarakat Bali yang terus
menghidupkan budaya mereka sehingga menarik hati wisatawan yang memang
pada dasarnya memiliki kebudayaan yang jauh berbeda.
Bagi pemerintah setempat kiranya memperhatikan kondisi Tana Toraja
dan lebih tanggap untuk melakukan perubahan yang diperlukan. Bagaimanapun,
akses yang mudah ke DTW akan lebih banyak diminati wisatawan. Pemerintah
setempat kiranya bekerjasama dengan pihak swasta untuk memajukan pariwisata
di daerah Tana Toraja. Dan bagi insan pariwisata seperti pemilik hotel, art shop,
para pedagang, orang- orang di dinas pariwisata, tour guide, agar lebih
melakukan yang terbaik demi kemajuan pariwisata Tana Toraja pada khususnya
dan pariwisata Indonesia pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1981-1982 . Upacara Tradisional
Daerah Sulawesi Selatan
Fox, James . 2002 . Agama dan Upacara . Jakarta . Buku Antar Bangsa
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Nama
Tempat/Tgl lahir
Alamat
Jenis Kelamin
Perempuan
Agama
Protestan
Nama Orangtua
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
a. Bapak
J. Manurung
b. Ibu
H. E. Marpaung
Alamat
Pendidikan:
1996
1999
2002
2002-2006
2006-2009
Hormat Saya
LAMPIRAN
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun.
Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat, seperti
strata emas, perunggu, besi, dan kuningan.
Saking melekatnya imej Tana Toraja dengan bangunan rumah adat ini, sebagai bentuk
promosi pariwisata dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat
pun dibangun di negeri matahari terbit itu.
Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata
ke negeri sakura. Sekarang di Jepang sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip
dengan Tongkonan asli. Kehadiran Tongkonan selalu membuat kagum masyarakat
negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tana
Toraja hanya terletak pada atapnya yang menggunakan daun sagu (rumbia).
Masih banyak lagi daya tarik Tana Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman)
yang sudah tersohor selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung
Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah
bayi berusia 0-7 tahun.
Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak
puluhan tahun terakhir, pohon tempat menyimpan mayat bayi itu masih tetap tegak
dan banyak dikunjungi wisatawan.
Di atas pohon tarra - yang buahnya mirip buah sukun - dengan lingkaran batang pohon
sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu batang pohon itu
dilubangi. Mayat bayi diletakkan ke dalam, lalu ditutupi dengan serat pohon kelapa
berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon
tersebut.
Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tana Toraja tetap
menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, disesuaikan dengan strata sosial masyarakat.
Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di
batang pohon tarra.
Selain itu, bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga
yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan
diletakkan di sebelah barat.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Sementara itu, untuk sampai di Tana Toraja yang mengagumkan ini ada jalur
penerbangan domestik Makassar-Tana Toraja. Penerbangan ini hanya sekali dalam
seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang. Namun, waktu
yang dibutuhkan cukup singkat, hanya 45 menit dari Bandara Hasanuddin Makassar.
Dan jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan membutuhkan waktu tujuh
jam.
Even yang menarik di kawasan wisata ini adalah upacara pemakaman jenazah (rambu
solo) dan pesta syukuran (rambu tuka) yang merupakan kalender tetap tiap tahun.
Selain even tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat objek wisata budaya
menarik lainnya, seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk
kontainer ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan
yang sudah berusia 600 tahun di Londa, Rantepao
Upacara Adat Rambu Solo
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan
untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju
alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah
tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat
tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian.
Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar
meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang
meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia
tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan
diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.
Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena
kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal
tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat
dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini,
upacara Rambu Solo menjadi sebuah kewajiban, sehingga dengan cara apapun
masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada
orang tua mereka yang meninggal dunia.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang
meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau
disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan,
jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan
menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya
mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan,
melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah
banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga
mampu menggelar upacara ini.
Konsep Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup,
mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala
keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada
disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia
terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka
dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan
dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan
mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai
"mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a),
atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan
demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,
resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya
sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh
yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan
emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik
dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan
sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral,
yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos
atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan
setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan
menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam
lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para
warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam
kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan
dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan
kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka pertahankan.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Pemahaman ini dimungkinkan oleh adanya kesanggupan manusia untuk membaca dan
memahami serta menginterpretasi secara tepat berbagai gejala dan peristiwa yang ada
dalam lingkungan kehidupan mereka. Kesanggupan ini dimungkinkan oleh adanya
kebudayaan yang berisikan model-model kognitif yang mempunyai peranan sebagai
kerangka pegangan untuk pemahaman. Dan dengan kebudayaan ini, manusia
mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan kelakuan tertentu sesuai dengan
rangsangan-rangsangan yang ada atau yang sedang dihadapinya.
Sebagai sebuah resep, kebudayaan menghasilkan kelakuan dan benda-benda
kebudayaan tertentu, sebagaimana yang diperlukan sesuai dengan motivasi yang
dipunyai ataupun rangsangan yang dihadapi. Resep-resep yang ada dalam setiap
kebudayaan terdiri atas serangkaian petunjuk-petunjuk untuk mengatur, menyeleksi,
dan merangkaikan simbol-simbol yang diperlukan, sehingga simbol-simbol yang telah
terseleksi itu secara bersama-sama dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam
bentuk kelakuan atau benda-benda kebudayaan sebageimana diinginkan oleh
pelakunya. Di samping itu, dalam setiap kebudayaan juga terdapat resep-resep yang
antara lain berisikan pengetahuan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan dan cara-cara
untuk mencapai sesuatu dengan sebaik-baiknya, berbagai ukuran untuk menilai
berbagai tujuan hidup dan menentukan mana yang terlebih penting, berbagai cara
untuk mengidentifikasi adanya bahaya-bahaya yang mengancam dan asalnya, serta
bagaimana mengatasinya (Spradley, 1972).
Dalam pengalaman dan proses belajar manusia, sesungguhnya dia memperoleh
serangkaian pengetahuan mengenai simbol-simbol. Simbol adalah segala sesuatu
(benda, peristiwa, kelakuan atau tindakan manusia, ucapan) yang telah ditempeli
sesuatu arti tertentu menurut kebudayaan yang bersangkutan. Simbol adalah
komponen utama perwujudan kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan dialami
oleh manusia itu sebenarnya diolah menjadi serangkaian simbol-simbol yang
dimengerti oleh manusia. Sehingga Geertz (1966) menyatakan bahwa kebudayaan
sebenarnya adalah suatu sistem pengetahuan yang mengorganisasi simbol-simbol.
Dengan adanya simbol-simbol ini kebudayaan dapat dikembangkan karena sesuatu
peristiwa atau benda dapat dipahami oleh sesama warga masyarakat hanya dengan
menggunakan satu istilah saja.
Dalam setiap kebudayaan, simbol-simbol yang ada itu cenderung untuk dibuat atau
dimengerti oleh para warganya berdasarkan atas konsep-konsep yang mempunyai arti
yang tetap dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam menggunakan simbol-simbol,
seseorang biasanya selalu melakukannya berdasarkan aturan-aturan untuk
membentuk, mengkombinasikan bermacam-macam simbol, dan menginterpretasikan
simbol-simbol yang dihadapi atau yang merangsangnya. Kalau serangkaian simbolRotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
simbol itu dilihat sebagai bahasa, maka pengetahuan ini adalah tata bahasanya. Dalam
antropologi budaya, pengetahuan ini dinamakan kode kebudayaan
2. Nilai-Nilai Luhur Bangsa Indonesia
Melihat pengertian kebudayaan yang sedemikian luas dan kompleks, penulis kemudian
mencoba mengambil beberapa unsur dari kebudayaan kemudian dicoba untuk
digunakan menjawab berbagai tantangan yang tengah melanda bangsa Indonesia pada
umumnya dan tantangan mengenai kepemimpinan pada khususnya.
Seperti diketahui, bangsa Indonesia dan secara lebih khusus lagi masyarakat Jawa,
banyak memiliki konsep-konsep kepemimpinan dan konsep-konsep tersebut ternyata
mempunyai sifat yang sangat universal, dalam arti juga bisa digunakan sebagai panutan
oleh masyarakat manapun yang ada dibelahan bumi ini. Konsep-konsep kepemimpinan
ini merupakan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran berbentuk petuah,
nasehat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun
temurun melalui kebiasaan ataupun adat istiadat tentang bagaimana manusia harus
hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik dan menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009.
USU Repository 2009