Formasi Karbonat
Indriilco South Lirtik Ltd, Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran, Teknik Perminyakan UPN Veteran
Yogyakarta
Copyright@2016, Society of Petroleum Engineering.
This paper was prepared for final test in drilling fluid analyze experiment. This paper is as a valuable complimentary requirement to obtain grade for this
experiment. This paper was selected for review by Laboratory of Drilling Fluid Analyze committee following review of information contained in an abstract
submitted by the author(s). Contents of the paper have not been reviewed by the Society of Petroleum Engineers and are subject to correction by the author(s).
The material does not necessarily reflect any position of the Society of Petroleum Engineers, its officers, or members. Electronic reproduction, distribution, or
storage of any part of this paper without the written consent of the Society of Petroleum Engineers prohibited. Permission to reproduce in print is restricted to an
abstract of not more than 300 words; illustrations may not be copied. The abstract must contain conspicuous acknowledgment of SPE copyright.
Author, SPE UPN VY SC, PO.Box 55283, Fax.(0274) 486095.
Abstrak
Lumpur Pemboran adalah komponen yang sangat penting dalam operasi pemboran. Untuk
itu perlu adanya lumpur yang baik dan ideal selama proses pemboran agar tidak terjadi
problem pada saat pemboran berlangsung. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat
berpengaruh terhadap suatu operasi pemboran karena salah satu faktor yang menentukan
berhasil tidaknya suatu pemboran adalah tergantung pada lumpur pemboran. Desain lumpur
yang tidak sesuai dengan kondisi sumur dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti
kick, loss circulation, pipe sticking, pitting on dan swelling. Berdasarkan data yang didapat
dari case, formasi yang ditembus merupakan formasi karbonat pada kedalaman 1779 ft.
Indikasi awal dari problem ini terjadi pada kedalaman 1012 ft yaitu ditandai dengan
terjadinya penurunan ROP (Rate of Penetration) dan berkurangnya jumlah cutting yang
terangkat ke permukaan Indikasi ini terjadi dikarenakan pada kedalaman ini lumpur
pemboran terkontaminasi karbonat dan mengakibatkan densitas, plastic viscosity, yield point,
gel strength, filtration loss, dan mud cake mengalami kenaikan, sedangkan pH menurun
sehingga pada kedalaman 1779 ft lumpur akan bersifat korosif yang menyebabkan
terdapatnya indikasi pitting on pada saat round trip. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui problem yang terjadi pada case ini adalah korosi yang disebabkan oleh kontaminasi
karbonat. Lumpur didesain sesuai dengan case dengan menambahkan soda ash dan
komposisi yang sesuai dengan kondisi sumur untuk mengatasi masalah tersebut.
Pendahuluan
Lumpur pemboran adalah cairan yang digunakan dan dirancang untuk membantu proses
pemboran. Fungsi utama lumpur pemboran adalah : Mengangkat serbuk bor ke permukaan,
Mengontrol tekanan formasi, Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring,
Membersihkan dasar lubang bor, Membantu dalam evaluasi formasi, Melindungi formasi
produktif, dan Membantu stabilitas formasi.
Dalam operasi pemboran masalah yang dapat terjadi salah satunya adalah flokulasi dan
penurunan pH yang diakibatkan pada saat operasi pemboran menembus lapisan karbonat.
Untuk mencegah masalah ini diutuhkan penambahan barite agar meningkatkan densitas
lumpur pemboran dan soda ash agar menaikan pH lumpur pemboran.
Metodologi
Dasar Teori
1. Sifat Fisik Lumpur Pemboran
Ada tiga sifat fisik lumpur terpenting yang dikontrol pada setiap operasi pemboran sumur
migas maupun panasbumi. Ketiga sifat fisik lumpur tersebut adalah :
1. Densitas
2. Rheology (sifat aliran)
3. Filtration loss
1.1 Densitas
Pengontrolan densitas lumpur pada hakekatnya adalah untuk mencegah blowout.
Lumpur yang terlalu berat dapat menyebabkan terjadinya lost circulation, sedangkan lumpur
yang terlalu ringan dapat menyebabkan masuknya fluida formasi kedalam lubang bor (kick)
dan jika tidak segera diatasi akan dapat menyebabkan terjadinya semburan liar (blowout).
Tekanan hidrostatik dapat dihitung dengan persamaan :
Ph = 0.052 x x TVD(1)
1.2 Rheology (Sifat Aliran)
1.2.1 Plastic Viscosity
Penggunaan utama plastic viscosity, yang diukur dalam centipoises, adalah untuk
menunjukkan pengaruh kandungan padatan terhadap kekentalan lumpur. Plastic viscosity
diperoleh dengan mengurangkan dial reading 600 rpm dengan 300 rpm pada viscometer.
Kenaikan viskositas yang mendadak berarti menunjukkan adanya kenaikan kadar
padatan. Jika hal ini tidak terdeteksi, maka dapat menimbulkan problem pemboran.
Plastic viscosity merupakan parameter yang harus sering diukur, karena lebih mudah dan
cepat dilakukan dibandingkan dengan pengukuran kadar padatan.
p = C600 C300.(2)
1.2.2 Yield Point
Yield point yang diperoleh dengan ekstrapolasi garis lurus antara pembacaan dial
300 dan 600 rpm pada viscometer. Yield point ditentukan secara kuantitatif dengan
pengurangan pembacaan 300 rpm dan plastic viscosity. Pada lumpur tanpa pemberat
yield point dijaga pada level yang cukup untuk pembersihan dasar lubang. Pada lumpur
yang diperberat yield point diperlukan untuk menahan barite.
Yp = C300-p.(3)
1.2.3 Gel Strength
Gel strength adalah merupakan suatu harga yang menunjukkan kemampuan lumpur
untuk menahan padatan-padatan. Satuan yield point dan gel strength adalah lb/100 sqft.
Jika yield point atau gel strength terlalu besar, dapat diturunkan dengan mengurangi
kadar padatan atau dengan menggunakan pengencer (thinner).
1.2.4 Filtration Loss
Filtration loss adalah kehilangan sebagaian dari fasa cair (filtrat) lumpur masuk
kedalam formasi permeabel. Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap
formasi maupun lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya formation
damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak/gas) dan lumpur akan
kehilangan banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor
(pressure loss akan naik, pressure surges/swabbing akan membesar).
Q2 = Q1 x (t2/t1)0.5.(4)
2. Aditif yang digunakan
2.1 Barite (Barium Sulfat)
Barite (BaSO4) digunakan untuk menaikkan densitas dari semua jenis lumpur.
Kegunaan dari penggunaan barite adalah dapat menaikkan densitas lumpur sehingga
cukup untuk mengontrol tekanan formasi.
2.2 Soda Ash
3. Korosi
Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti CO 2, dan H2S, juga karena
pH lumpur yang terlalu rendah akibat menembus formasi karbonat atau adanya garamgaram yang terlarut dalam lumpur pemboran. Untuk menghindari hal - hal tersebut, ke
dalam lumpur pemboran dapat ditambahkan bahanbahan pencegah korosi atau
ditambahkan aditif yang dapat menaikkan pH lumpur permboran, sehingga masalah korosi
dapat diatasi.
Data dan Perhitungan
Data Case :
Pf pada kedalaman 1012 ft = 425,7 psi
Berat lumpur pada kedalaman 1012 ft = 9,5 ppg
Yp pada kedalaman 1012 ft = 11 lb/100ft2
TVD = 1779 ft
Perhitungan Laboratorium
Diasumsikan gradien tekanan = 0,42 psi/ft
psi
Pf =0,42
x 1779=748 psi
ft
Kemudian diasumsikan Ph = 900 psi dan Prf = 1100 psi
1. Pengukuran Densitas
Ph 0,052 Mw TVD
900 psi 0,052 Mw 1779 ft Mw 9,72 ppg
2. Pengukuran Rheology
Dengan Viscometer Fann VG didapatkan :
C600 = 33 cp
C300 = 22 cp
p C 600 C 300
p 33 22
p 11 cp
Yp C 300 p
Yp 22 11
Yp 11 lb
100 ft 2
0,5
t
Q2 Q1 2
t1
30menit
Q2 5,9ml
7,5menit
0,5
Q2 11,8
ml / 30 menit
Tebal mud cake = 0,85 mm
pH lumpur pemboran = 8
Setelah penambahan Soda Ash :
Volume filtrat pada 7,5 menit = 3,8 ml
t
Q2 Q1 2
t1
0,5
30menit
Q2 3,8ml
7,5menit
0,5
Q2 7,6
ml / 30 menit
Tebal mud cake = 0,125 cm
= 1,25 mm
pH lumpur pemboran = 9
Desain lumpur pemboran untuk mengatasi masalah korosi pada formasi karbonat :
350 air + 22,5 bentonite + 65,4 gram barite + 0,5 gram soda ash
Pembahasan
100 ft 2
GS 10= 4 lb/ft2
GS 10 = 7 lb/ft2
3. Pengukuran filtration losss dan mud cake diapat :
Sebelum panambahan soda ash
Volume filtrat = 11,8 ml / 30 menit