Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
Febilya Kusumaningtyas

125070107121009

Hyang Iman Akbar Saputra

125070100111070

Nadiya Elfira Bilqis

125070100111035

NIla Kandhi Sitta Devi Asia

125070100111112

Pembimbing:
dr. Rahajeng, Sp.OG(K)

LABORATORIUM ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan


Ginekologi RSSA Malang

Oleh:
Febilya Kusumaningtyas

125070107121009

Hyang Iman Akbar Saputra

125070100111070

Nadiya Elfira Bilqis

125070100111035

NIla Kandhi Sitta Devi Asia

125070100111112

Menyetujui:
Pendamping,

Pembimbing,

dr. I Wayan Subage

dr. Rahajeng, Sp.OG (K)

DAFTAR ISI

Halaman Judul . i
Lembar Pengesahan ii
DAFTAR ISI .... iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat .. 2
BAB II URAIAN KASUS ..

2.1 Identitas . 3
2.2 Subjektif . 3
2.3 Objektif ... 5
2.4 Catatan Perkembangan Pasien . 9
BAB III PERMASALAHAN ..

10

BAB IV PEMBAHASAN ... 11


4.1 Faktor Resiko pada Pasien Kasus ini ..

11

4.2 Diagnosa ..

11

4.3 Tatalaksana .

14

4.4 Konseling Informasi dan Edukasi

15

4.5 Observasi .

16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .

18

5.1 Kesimpulan ..

18

5.2 Saran .

18

DAFTAR PUSTAKA .. 20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya
perdarahan.

Perdarahan

dapat

terjadi

pada

setiap

usia

kehamilan

(Prawirohardjo, 2008). Abortus atau keguguran merupakan salah satu


penyebab perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan (WHO, 2013).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 grarn. Abortus dapat terjadi pada
15% dari semua kehamilan (Chan dan Johnson, 2004).
Secara garis besar, abortus dibagi menjadi dua, yaitu abortus spontan
dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang berlangsung
tanpa tindakan, sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang terjadi
dengan sengaja dilakukan tindakan (Prawirohardjo, 2008). Abortus inkomplit
merupakan abortus yang terjadi di mana sebagian produk konsepsi keluar
dari uterus dan sebagian masih tertinggal dengan serviks terbuka, hal
tersebut menimbulkan gejala nyeri dan pendarahan (DeCherney et al., 2006).
Sekitar satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran paling
sering antara minggu ke-6 dan ke-10 kehamilan. Dalam kurun reproduksi
sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia
20-30 tahun. Penyebab abortus dari faktor reproduksi di antaranya adalah
faktor usia ibu, dimana keguguran wanita hamil pada usia di bawah 20 tahun
ternyata lebih tinggi dari usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali
sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Hadijanto, 2014). Faktor risiko yang bisa
menyebabkan terjadinya abortus antara lain genetik, kelainan kongenital
uterus, autoimun, infeksi, dan lingkungan (Prawirohardjo, 2008).
Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak
dibicarakan di Indonesia, bahkan di dunia, mengingat abortus merupakan
salah satu penyebab terjadinya perdarahan dan sebagai penyebab langsung
kematian ibu/maternal. Kematian maternal merupakan masalah besar
khususnya di negara berkembang dengan persentase 98-99% kematian
maternal, sedangkan di negara maju hanya sekitar 1-2% (Manuaba, 2007).

Kasus abortus sangat penting untuk dipelajari, terutama di negara


berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit
dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya berperan besar dalam
tingginya angka kematian maternal di Indonesia.
1.2
Tujuan
1.1.1 Mengetahui etiologi, faktor resiko dan patofisiologi abortus inkomplit
1.1.2

pada pasien dalam laporan kasus ini.


Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis abortus

1.1.3

inkomplit pada pasien dalam laporan kasus ini


Mengetahui penatalaksanaan abortus inkomplit pada pasien dalam
laporan kasus ini.

1.3
Manfaat
1.3.1 Menambah informasi dan wawasan mengenai kasus abortus inkomplit
1.3.2 Mampu mengenali abortus inkomplit sehingga tidak terjadi komplikasi
1.3.3

lebih lanjut yang dapat membahayakan kesejahteraan ibu dan janin.


Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan.

BAB II
URAIAN KASUS

2.1 IDENTITAS
2.1.1 Pasien
No. Reg.

10037xxx

Nama

Ny. F

Umur

41 tahun

Agama

Islam

Pendidikan

SMA (12 tahun)

Pekerjaan

Pegawai RSSA (Pekarya)

Suku

Jawa

Bangsa

Indonesia

Alamat

Jalan Ir. Rais Gg. IX No. 365, Sukun, Malang

Status

Menikah 1x, 15 tahun

Kehamilan

G2 P1001 Ab000 AT 14 th

HPHT

16 Juli 2016 ~ 12-14 minggu

Nama

Tn. AA

Usia

41 tahun

Agama

Islam

Pendidikan

SMA (12 tahun)

Pekerjaan

Pegawai Universitas (Administrasi)

Suku

Jawa

Bangsa

Indonesia

Alamat

Jalan Ir. Rais Gg. IX No. 365, Sukun, Malang

2.1.2 Pasangan

2.2 SUBJEKTIF (27 September 2016)


2.2.1 Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
20 September 2016
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir, berupa flek-flek. Pasien
mengaku riwayat terjatuh 2 hari sebelum muncul flek. Pasien tetap di rumah.
22 September 2016

Pasien masih mengalami keluar darah dari jalan lahir semakin banyak.
Pasien periksa ke RS RKZ, dan dilakukan pemeriksaan USG oleh seorang
dokter spesialis obstetri ginekologi, tampak kantong kehamilan di dalam
rahim. Pasien pulang dan diberi obat penguat kandungan.
27 September 2016 pkl. 20.00
Pasien masih mengalami keluar darah dari jalan lahir semakin banyak (kirakira 2 pembalut besar penuh) dan bergumpal-gumpal. Pasien juga mengeluh
nyeri di perut bagian bawah dengan nilai VAS 5. Pasien datang ke IGD
RSSA.
Tidak ada riwayat keputihan dan anyang-anyangen. Pasien mengaku tidak
pernah pergi untuk pijat tradisional atau mengkonsumsi jamu-jamuan.
Selama 1 bulan terakhir pasien tidak aktif melakukan hubungan seksual.
2.2.3 Riwayat Pernikahan:
Pasien menikah satu kali, dengan usia pernikahan 15 tahun.
2.2.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
N
o.
1

At/P/I/

BBL

Cara Lahir

Ab/E

At

3050

Spontan

Hamil

gram
-

pervaginam
-

UK

Pe
nolong
Do

L/P

Umur

H/M

14 thn

kter
-

12-14

minggu
dengan
perdarahan
2.2.5 Riwayat Kontrasepsi:
Pasien menggunakan kontrasepsi jenis suntik (setiap 1 bulan) sejak anak
pertama berusia 5 tahun, dan lepas kontrasepsi sejak 2 tahun yang lalu.
2.2.6 Riwayat Haid
Siklus haid

: 28 hari

Lama haid

: 8 hari

Jumlah haid

: 2 pembalut

Nyeri haid

: sewaktu haid

HPHT

: 16 Juli 2016

2.2.7 Riwayat Operasi/Penyakit Dahulu :

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat sakit jantung (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat operasi (-)


2.2.8 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.
2.2.9 Riwayat Ginekologi

Riwayat abortus sebelumnya (-)


Riwayat keputihan (-)
Riwayat kista (-), riwayat mioma (-)
Riwayat penyakit tumor dalam keluarga (-)

2.2.10 Riwayat Sosial


Pasien seorang pegawai rumah sakit dan tinggal dengan suami dan satu
orang anak. Suami pasien merupakan perokok aktif sejak 20 tahun yang lalu
(12 batang per hari).
2.3 OBJEKTIF (27 September 2016)
2.3.1 Status Generalis:
Keadaan umum

: Tampak Baik

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS 456

Tinggi badan

: 150 cm

Berat badan

: 60 kg

BMI

: 26.67 kg/m2

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 86x/menit, reguler

RR

: 20x/menit, dyspnea (-)

Suhu

: T.ax 36,3 oC; T.rektal 36,8 oC

Kepala dan leher

: Anemis (+), ikterik (-), pembesaran kelenjar getah


bening -/-

Thorax
Jantung

: ictus invisible palpable ICS V MCL Sinistra, S1/S2


tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru

: v/v

Rhonki - / -

Wheezing - / -

v/v

-/-

-/-

v/v
Abdomen

-/-

-/-

: Fundus uteri tidak teraba, abdomen flat, soefl, BU


(+), bekas luka bedah (-), nyeri (-), shifting
dullness (-), Traubes space timpani.

Status Ginekologi
Genitalia eksterna : fluxus (+) fluor (-)
Inspekulo

: v/v fluxus (+) fluor (-)


POMP terbuka 1 cm, licin, tampak jaringan (+)

VT

: v/v fluxus(+) fluor (-)


POMP terbuka 1 jari, licin, teraba jaringan (+)
CUAF ~ 10 - 12 minggu,
AP dextra: massa (-) nyeri (-); AP sinistra: massa
(-) nyeri (-)
CD ~ tidak menonjol

2.3.2 Assessment
G2P1001Ab000 Gr. 12-14 minggu + Abortus Inkomplit
2.3.3 Planning

Planning diagnosis: Planning treatment:


o Pro kuretase di OK IGD, konsul bagian Anestesiologi
o Persiapan operasi: IVFD RL + Drip Oxytocin 20 IU ~ 20 tpm
o

s.d. 12 jam post-kuretase


Persiapan kuretase: injeksi Cefazolin 2 g IV (skin test),
Ranitidine 50mg/ml (1 ampul) IV, Metoclopramide 5mg/ml (1

ampul) IV.
Planning monitoring: Observasi Vital Sign, fluxus
Planning edukasi: KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien
tentang kondisi pasien saat ini, prosedur yang akan dilakukan,
komplikasi dari prosedur yang akan dilakukan, edukasi.

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang :

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 27 September 2016 pkl. 22:33:36


Laboratory
Hematologi
Hb
Erythrocyte
Leucocyte
Hematocrit
Thrombocyte
MCV
MCH
MCHC
Differential count
Faal Hemostasis
PPT
Pasien
Kontrol
INR
APTT
Pasien
Kontrol
Urinalisis
Kekeruhan
Warna
pH
Berat Jenis
Glucose
Protein
Keton
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Leucocyte
Blood
10 x
Epitel
Silinder
Hialin
Berbutir
Lain-lain
40 x
Erythrocyte
Dysmorfic
Eumorfic
Leucocyte
Kristal
Bacteria
TES KEHAMILAN

Result

Normal Value

10,6
4 x 106
9.470
32,1%
308.000
78,3
25,9
33,0
4,6/0,6/62,0/27,1/5,7 %

11,4 15,1 g/dL


4 x 106 5,5 x 106 / L
4.700-11.300/L
38 42 %
142.000-424.000/L
80 93 fL
27 31 pg
32 36 g/dL
0-4/0-1/51-67/25-33/2-5 %

9,3
10,1
0,9

9,4-11,3 detik

28,4
26,8

24,6-30,6 detik

Jernih
Kuning
6,0
1,010
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1+

Jernih
Kuning
4,5 - 8,0
1,005 1,030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

1,6/lpk
-

2,3/lpb
0,4/lpb
6,9 x 103
Positif

2
Negatif

5
93 x 103/mL

2.3.5 Tatalaksana
Laporan Kuretase
DPJP Bedah

: dr. Nugrahanti Prasetyorini, Sp.OG(K)

Operator

: dr. Aditiya Fendi Uji P.

Asisten Operator

: dr. Numbi Herizasiwi

DPJP Anestesi : dr. Djudjuk R. Basuki, Sp.An-KAKV


Kuretase dilakukan pada tanggal 28 September 2016 pukul 04.10-04.35
dengan diagnosis pra bedah abortus inkomplit dan diagnosis pasca
bedah post-kuretase dengan GA-TIVA hari-0 a/i abortus inkomplit.
1. Pasien ditidurkan terlentang diatas meja operasi dalam posisi litotomi
dengan GA-TIVA.
2. Disinfeksi lapangan operasi dengan betadine.
3. Demarkasi dengan duek steril.
4. Spekulum dipasang, portio dijepit di arah jam 11 menggunakan
tenakulum.
5. Dilakukan sonde uterus, didapatkan uterus antefleksi ukuran 10 cm.
6. Dilakukan kuretase dengan sendok kuret nomor 5 searah jarum jam
sampai bersih dan didapatkan sisa jaringan janin dan plasenta
sebanyak kira-kira 50 gram dengan jumlah perdarahan selama
kuretase sekitar 20 cc.
7. Evaluasi perdarahan, tidak didapatkan perdarahan aktif.
8. Lepas tenakulum dan spekulum.
9. Operasi selesai.
2.3.6 Monitoring
Post op
28/9/2016 pkl 04.45
RR OK IGD Post Kuretage dengan GA-TIVA hari-0 a/i abortus inkomplit
Masuk RR pukul 04.45
B1: K/U cukup, napas spontan, RR = 16x/menit, TD: 141/77 mmHg, nadi:
63x/mnt regular, suhu: 36,3o C, SpO2 = 97 %, O2 = 3 lpm NC.

2.4 CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


S: Keluhan (-)
O: KU: cukup, GCS 456
TD: 110/80 N: 80 x/menit RR: 20 x/menit T.ax: 36,5oC
Kepala dan leher: Anemis - / -, ikterik - / - pembesaran
kelenjar getah bening - / Thorax

Jantung : S1 /S2 tunggal, murmur (-)


Paru
28 September 2016,
pkl. 08.00

Abdomen

: v / v Rh - / - Wh - / v/v

-/-

-/-

v/v

-/-

-/-

: Flat, soefl, BU (+), bekas luka bedah (-), nyeri

(-), shifting dullness (-).


GE : flux (-), fluor (-)
A: Post-kuretase dengan GA-TIVA hari-0 a/i abortus inkomplit
Pdx: PTx: - Drip oxytocin s.d. 12 jam post- kuretase
-

Cefadroxil po 3 x 500 mg; asam mefenama po 3 x


500 mg; methylergometrine po 3 x 0,2 mg; roboransia
1x1

PMo: observasi vital sign, fluxus


29 September 2016
pkl. 16.00

Pasien KRS.

BAB III
PERMASALAHAN

3.1 Faktor Risiko


Pasien ini memiliki faktor risiko berupa sosial ekonomi rendah, usia ibu
diatas 35 tahun, riwayat trauma, dan perokok pasif.
3.2 Diagnosis
Pasien didiagnosis dengan abortus inkomplit
3.3 Tatalaksana
Kuretase
3.4 Konseling Edukasi dan Informasi
Keadaan dan tatalaksana serta komplikasi pada pasien ini
Perencanaan kehamilan selanjutnya akan beresiko tinggi dikarenakan
faktor usia ibu sehingga tinggi kemungkinan terjadi abortus
Rencana penggunaan KB yang tepat
3.5 Observasi
Observasi tanda-tanda vital ibu untuk monitor adanya kondisi syok dan

temperatur tubuh untuk mengetahui adanya kemungkinan infeksi


Observasi fluksus

10

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Faktor Risiko pada Pasien Kasus ini


a. Status sosioekonomi yang rendah
b. Usia ibu di atas 35 tahun
Risiko kejadian abortus spontan meningkat pada usia diatas 35 tahun. Semakin
lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga
semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia
wanita, maka risiko terjadi abortus semakin meningkat karena menurunnya
kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan
kromosom. Selain itu semakin lanjut usia masalah kesehatan yang diderita
seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemia dan penyakit-penyakit kronis yang
lain ikut meningkat (Henderson dan Jones, 2006).
c. Riwayat trauma
Tingkat kematian janin berkisar antar 4% hingga 61% pada ibu hamil yang
mengalami trauma tergantung pada mekanisme dan keparahan trauma tersebut
(Srinarmwong, 2007). Kematian janin intrauterin dikenal sebagai komplikasi dari
trauma perut. Hal ini terjadi akibat solusio plasenta atau jenis lain cedera pada
plasenta. Beberapa penelitian trauma yang pernah dilakukan sebelumnya juga
menunjukkan sekitar 50% dari kematian janin dengan etiologi yang diketahui
adalah akibat solusio plasenta (Mirza et al., 2010).
d. Merokok saat kehamilan
Merokok dapat menurunkan asam askorbat dan tembaga yang berakibatkan
pertumbuhan struktur membran korioamniotik yang abnormal (Saifuddin et al,
2010).
4.2 Diagnosa
4.2.1 Penegakan Diagnosa Abortus Inkomplit pada Pasien ini
Abortus didefinisikan sebagai hilangnya janin atau embrio dengan
berat kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan
(WHO,

2013).

Sedangkan

menurut

Prawirohardjo,

abortus

adalah

berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk
hidup di luar kandungan (Prawirohardjo, 2007).
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan
abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa

11

tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus


provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Sastrawinata et al., 2005).
4.2.1.1 Anamnesa
Setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua dari
tiga gejala berikut: (i) perdarahan pervaginam, (ii) nyeri pada abdomen
bawah, (iii) riwayat amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
abortus (WHO, 2013).
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir.
Pasien telah melakukan tes kehamilan dan dinyatakan positif hamil
dengan usia kehamilan saat ini 12-14 minggu. Selain itu, pasien juga
mengeluh nyeri perut bagian bawah dengan nilai VAS 5. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh
karena itu, kemungkinan terjadinya abortus harus dipikirkan.
4.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis abortus menurut
Prawirohardjo, 2007 adalah sebagai berikut:

Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan


hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.

Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau


sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
peraban adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil

konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung,
banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena
masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya
dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak

12

sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap,
maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretase tidak perlu
dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah
isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
Apabila 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus

atau

endometritis

pasca

abortus

harus

dipikirkan

(Sastrawinata et al., 2005).

Gambar 4.1 Tabel kriteria diagnosis abortus (WHO, 2013)


Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda
terjadinya abortus inkomplit. Temuan positif yang mendukung diagnosis yaitu
adanya perdarahan sedang-banyak yang ditunjukkan dengan adanya fluxus (+)
baik pada inspeksi genitalia eksterna, inspekulo, dan pemeriksaan dalam. Pada
pemeriksaan dalam, didapatkan portio multipara dalam keadaan terbuka sebesar
1 jari dan didapatkan adanya jaringan. Pada pemeriksaan palpasi bimanual,
didapatkan ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan 10-12 minggu yang
artinya lebih kecil dari usia kehamilan yang sesungguhnya.
4.2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk konfirmasi anamnesa
dan pemeriksaan fisik pada kasus abortus adalah:

Pemeriksan laboratorium darah lengkap.

13

Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.

Pemeriksan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih


hidup.

Pemeriksan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Fransisca,


2007)
Pada pemeriksaan analisis laboratorium lengkap didapatkan hasil

pada pasien ini adalah sebagai berikut:


Jenis
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
Leukosit
Trombosit
Diff Count

Hasil

Nilai Rujukan Normal

10 g/dl
4.10x106/l
32.1%
78.3 fl
25.9 pg
7.20x103/l
308000/l
4.6/0.6/62/27.1/5.

11.4-15.1
4.0-5.0
38-42
80-93
27-31
4.7-11.3
142000-424000
0-4/0-1/51-67/25-

33/2-5

Tes Kehamilan
Pengenceran

Positif

1/25
Dari tabel hasil pemeriksaan hematologi dan tes kehamilan didapatkan
hasil yang mendukung untuk diagnosis abortus, yaitu: adanya tes kehamilan
yang positif. Selain itu, pada pasien didapatkan anemia hipokromik mikrositer
dan tidak didapatkan tanda-tanda infeksi.
4.3 Tatalaksana
Menurut WHO tahun 2013, penatalaksaan dan perawatan pertama
kali pada kasus abortus adalah sebagai berikut:

Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu


termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu)
-

Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan


sistolik < 90 mmHg).

14

Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan


komplikasi berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam
untuk 48 jam:
-

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 gram diberikan setiap 6 jam

Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam

Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

Segera rujuk ibu ke rumah sakit

Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan


emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.

Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.

Pada abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan
pemberian cairan dan transfusi darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat
mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat
uterotonika dan antibiotika (Mochtar, 2007).
Pada pasien ini, dilakukan pengeluaran jaringan dengan cunam abortus
dan curetase biasa dan berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira
10 gram dengan jumlah perdarahan selama kuretase sekitar 10 cc. Kemudian
diberikan methergin tab 0,125mg 2 x 1 dan amoxicillin tab 500mg 3x1.
4.4 Konseling Informasi dan Edukasi
Komunikasi, infomasi, dan edukasi (KIE) hendaknya diberikan dengan
bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam agar pasien dan keluarganya
benar-benar mengerti kondisi pasien dan terapi yang paling sesuai. KIE yang
baik juga akan melindungi tenaga medis dari tuduhan malpraktik yang sekarang
marak diperbincangkan.
Pada kasus ini, paramedis telah memberikan KIE mengenai penyakit
yang diderita, penyebab, dan komplikasinya agar pasien dan keluarga
mengetahui keadaan serta prognosa dari pasien. KIE dapat berupa penjelasan
abortus yaitu berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk
hidup di luar kandungan (Prawirohardjo, 2007). Penyebabnya bermacammacam, namun pada kasus ini cenderung karena faktor resiko abortus yang
dimiliki oleh ibu yaitu usia tua (>35 tahun). Kejadian abortus meningkat pada
wanita hamil yang berumur 30 tahun atau 35 tahun, hal ini disebabkan
meningkatnya kelainan genetik seperti mutasi dan kelainan maternal pada usia
tersebut (Henderson dan Jones, 2006). Faktor ibu sebagai perokok pasif juga

15

dapat mempengaruhi kekuatan janin untuk bertahan hidup karena merokok


dapat menurunkan asam askorbat dan tembaga yang berakibatkan pertumbuhan
struktur membran korioamniotik yang abnormal (Saifuddin et al, 2010).
Sehingga, diperlukan pula edukasi mengenai rencana kehamilan yang
selanjutnya agar mencegah kejadian abortus berulang atau rencana pencegahan
kehamilan selanjutnya. berikutnya. Namun, pada pasien ini telah memilih untuk
mencegah terjadinya kehamilan berikutnya sehingga diperlukan konseling
mengenai program keluarga berencana yang tepat untuk mencegah terjadinya
abortus berulang. Beberapa pilihan program keluarga berencana yang dapat
dilakukan adalah melanjutkan program KB yang sebelumnya yakni penggunaan
KB hormonal secara suntik, yang mana pasien ini telah memilih menggunakan
suntikan hormonal kombinasi setiap 1 bulan sekali. Atau, pasien dapat pula
beralih menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim. Alat kontrasepsi dalam
rahim dapat menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi,
mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegah
sperma dan sel telur bertemu, mencegah implantasi telur dalam uterus, dan yang
paling penting adalah mencegah terjadinya kegagalan kontrasepsi akibat
kurangnya kepatuhan pasien (WHO, 2013).
Kebutuhan gizi ibu juga harus diperhatikan, asupan suplemen asam folat
dan besi harus terpenuhi untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah dan
mencegah terjadinya anemia defisiensi besi. Suami diharuskan stop merokok
terutama selama kehamilan sang ibu dan hendaknya memberikan semangat
serta kasih sayang agar sang ibu nyaman dalam menjalani kehamilan sampai
dengan persalinan. Kunjungan ke klinik kesehatan atau bidan juga perlu
dilakukan secara rutin. Dengan melakukan serangkaian kegiatan diatas kejadian
abortus berulang pada pasangan suami istri ini dapat diminimalisirkan.
4.5 Observasi
Observasi yang dilakukan pada pasien ini adalah observasi terhadap
tanda-tanda vital ibu untuk monitor apabila terjadi syok akibat perdarahan.
Tanda-tanda syok hipovolemik adalah terjadinya penurunan tekanan darah yang
disertai dengan peningkatan denyut nadi dan akral dingin. Selain itu, observasi
pada fluksus juga dilakukan baik melalui inspeksi genitalia interna, inspekulo, dan
pemeriksaan dalam. Adanya fluksus menunjukkan bahwa perdarahan pada
Rahim masih berlangsung dan tau masih adanya jaringan sisa pada rahim ibu
sehingga terapi kuretase harus segera dilaksanakan.

16

17

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 5.1 Kesimpulan


Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien dalam laporan
kasus ini didiagnosis dengan G2 P1001 Ab000 AT 14 th + Abortus
Inkomplit. Faktor resiko yang diduga menyebabkan abortus inkomplit
pada pasien ini riwayat jatuh 2 hari sebelum terjadi pendarahan, usia >35
tahun, perokok pasif, dan tingkat sosioekonomi yang rendah. Pasien

diberikan terapi kuretase


Abortus didefinisikan sebagai hilangnya janin atau embrio dengan berat

kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan.
Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas
abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit,

missed abortion, dan abortus septik.


Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari
20 minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa

mulas atau kram perut di daerah atas simfisis.


Abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian dari jaringan konsepsi yang
ditandai dengan manifestasi klinik berupa: nyeri perut sedang-hebat,
perdarahan sedang-banyak dari jalan lahir, porsio serviks masih terbuka,

dan ekspulsi dari jaringan konsepsi.


Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan,

perforasi, syok, infeksi dan kelainan pembekuan darah.


Penatalaksanaan pasca abortus adalah kuretase, uterotonika dan
antibiotik.

5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme,

diabetes

melitus,

malnutrisi,

penggunaan

obat-obatan,

merokok, konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.


2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.

18

19

DAFTAR PUSTAKA

Chan Paul D and Johnson Susan M. 2004. Current Clinical Strategies:


Gynecology and Obstetrics. Current Cliniacl Strategies Publishing: USA
Cunningham, Macdonald. 2010. William Obstetrics 23th edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N et al., 2006. Current Diagnosis
&

Treatment

Obstetrics

&

Gynecology.

McGraw-Hill

Companies,Incorporated: California
Fransisca S,K. 2007. Aborsi/abortus. Probolinggo: Universitas Wijaya Kusuma
Hadijanto, Bantuk. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam : Sarwono
Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal 459-474.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF et al., 2007. Pengantar Kuliah
Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Mirza FG, Patricia C. Devine, Sreedhar Gaddipati. Trauma in pregnancy: a
systematic approach. Am J Perinatol 2010; 27: 579-86.
Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaeman. 2008. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Srinarmwong, Chatchai. Trauma during pregnancy: a review of 38 cases. The
Thai Journal of Surgery 2007; 28: 138-42.
WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Edisi 1. Jakarta, Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai