Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Geografi adalah bagian dari ilmu kebumian yang mengkaji secara
komprehensif persamaan dan perbedaan fenomena yang ada di permukaan bumi
dan hubungan saling tindak dengan kehidupan manusia melalui tiga pendekatan,
yaitu: keruangan (spasial), temporal, dan kompleks wilayah. Salah satu bagian
dari fenomena permukaan bumi yang dikaji di dalam ilmu geografi adalah tanah.
Tanah dalam konteks kajian geografis adalah tanah sebagai tubuh alam yang
menyelimuti permukaan bumi dengan berbagai sifat dan perwatakannya yang
khas dalam hal proses pembentukan, keterdapatan, dinamika dari waktu ke waktu,
serta manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Hamparan tanah yang luas di suatu bentanglahan memperlihatkan secara
nyata bahwa ada perbedaan sifat-sifat tanah antara satu lokasi dengan lokasi lain
meskipun berada dalam satu toposequen. Kenyataan mengenai perbedaan tanah
yang dapat dilihat pada sebuah bentanglahan adalah gambaran bahwa tanah
berbeda secara horisontal. Selain itu, sifat-sifat tanah dapat pula dibedakan secara
vertikal dalam suatu penampang melintang tanah yang menunjukkan susunan
horison tanah.
Geografi tanah sebagai cabang ilmu geografi fisik memerlukan kegiatan
lapangan sebagai bentuk aplikasi atau penerapan materi yang telah diajarkan
secara indoor terkait persebaran tanah secara horisontal maupun perbedaan
karakteristik tanah berdasarkan perbedaan horison. Kegiatan lapangan tersebut
diwujudkan dalam kegiatan Praktikum Geografi Tanah.
Praktikum geografi merupakan suatu usaha dan kegiatan dalam rangka
pengenalan karakteristik dan sifat tanah serta persebarannya di wilayah tertentu
sebagai bahan identifikasi. Hasil Praktikum Geografi Tanah sangat berguna untuk
mempertimbangkan pemanfaatan lahan dan penggunaan lahannya itu sendiri.
Dalam perkembangan zaman, banyak sekali masalah masalah yang berkaitan
dengan penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan. Dalam konteks ini praktikum

geografi tanah dapat menganalis, meneliti dan mengkaji apakah tanah tersebut
layak digunakan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia atau tidak. Jadi
Praktikum Geografi tanah disini juga difungsikan sebagai suatu alat uji kelayakan
dan studi mengenai penggunaan lahan yang digunakan dalam suatu wilayah
tertentu.
Praktikum Geografi Tanah bertujuan mencetak peneliti peneliti yang
memiliki keterampilan di lapangan yang handal yaitu keterampilan menggunakan
alat bantu dan keterampilan interpretasi kenampakan lahan. Oleh karenanya,
pelaksanaan Praktikum Geografi Tanah memerlukan tujuan pelaksanaan dan
strategi yang jelas, serta metodologi yang tepat.
Praktikum Geografi Tanah yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan
Geografi FKIP UNS dilaksanakan di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten. Pemilihan lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa disana
memenuhi beberapa persyaratan lokasi diantaranya yaitu lokasi yang diamati
berada dalam satu wilayah toposequence, secara aksesbilitas mudah dijangkau.
Oleh karena itu kenampakan alam yang bisa diamati, diteliti dan dipelajari
menjadi lebih beragam karena setiap stopsite memiliki karakteristik dan sifat yang
berbeda dilihat dari kenampakan setiap profil yang di survey.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi geografis di lokasi pengamatan?
2. Bagaimana kondisi morfologi tanah di lokasi pengamatan?
3. Bagaimana karakteristik fisik, kimia, dan biologis tanah di lokasi
pengamatan?
C. Tujuan
Praktikum Geografi Tanah merupakan tindakan implementasi atau penerapan
teori perkuliahan Geografi Tanah. Praktikum Geografi Tanah memberikan
manfaat yang besar bagi mahasiswa dalam hal penguasaan materi serta melatih
kemampuan spasial di lapangan.
Tujuan

Praktikum

Geografi

Tanah

secara

umum

adalah

untuk

memperkenalkan kepada mahasisiwa tentang berbagai aspek dan proses


pedogenesis melalui pengamatan dan pengukuran di lapangan secara kuantitatif
2

dan kualitatif. Dalam melakukan analisis terhadap hasil pengamatan dan


pengukuran di lapangan harus mampu menjawab pertanyaan 5W+1H (what,
where, when, who, dan how). Adapun tujuan tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Merupakan kegiatan untuk mengamati, meneliti, dan menjelaskan aspek
geografi fisik, khususnya yang berkaitan dengan tanah.
b. Sebagai wujud implementasi dan tindak lanjut perkuliahan Geografi
Tanah yang dilakukan di dalam kelas (indoor class) agar dapat dilakukan
pengamatan dan penelitian langsung terhadap kondisi lapangan (outdoor),
sehingga dapat mengembangkan dan memperluas wawasan keilmuan
tentang Geografi Tanah.
c. Mahasisiwa sebagai insan intelektual yang berwawasan ilmiah dituntut
senantiasa memperluas cakrawala pemikiran melalui pengamatan dan
penelitian secara langsung di lapangan.
d. Untuk mengamati kondisi geografis, khusunya tanah secara langsung di
daerah penelitian dengan menerapkan teori-teori yang telah dipelajari.
e. Mahasiswa sebagai manusia yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap
lingkungan dapat melakukan sosialisasi tentang ilmu tanah kepada
masyarakat agar masyarakat lebih memperhatikan lingkungan serta dapat
mengambil tindakan terbaik untuk alam dan lingkungan yang berguna
bagi kehidupan manusia.
f. Untuk mengetahui proses-proses pedognesis yang terjadi di daerah
penelitian dan mampu membedakan horison tanah secara langsung.
g. Melatih mahasiswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan ilmiah
tentang fenomena-fenomena alam dan sosial, seperti penggunaan lahan
serta hubungn timbal-balik antara keduanya.
D. Manfaat Praktikum Geografi Tanah
Pelaksaan Praktikum Geografi Tanah memberikan beberapa manfaat yang
dapat ditinjau dari segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Mengenal beberapa sifat fisik dan sifat kimia tanah secara kualitatif
dan kuantitatif.
b. Mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya.
c. Sebagai sarana implementasi teori yang telah dipelajari.
3

d. Mengetahui perkembangan pedognesis tanah.


e. Menambah khasanah dan pengembangan ilmu khususnya Geografi.
a. Adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menerapkan kebijakan penggunaan lahan.
b. Manfaat teoritis bagi penulis yaitu diharapkan dapat memberikan
wacana baru dan pemahaman yang lebih mendelam mengenai survei
dan pemetaan tanah.
2. Manfaat Praktis
a. Melatih kemampuan spasial mahasiswa, sehingga dalam melihat
kenampakan alam selalu dihubungkan dengan Perspektif Geografi.
b. Sebagai media pembelajaran geografi di sekolah yang mampu
memberikan materi yang lebih mendalam.
c. Memberikan kontribusi terhadap lingkungan berupa kritik dan
memberikan kontribusi yang terjadi di alam sesuai dengan konsep
wawasan lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Tanah
Tanah memiliki definisi yang beragam tergantung siapa yang memberikan
definisi tersebut pada tanah, sehingga pembatasan terhadap deskripsi tanah sulit
dilakukan. Dokuchaev (dalam Partoso Hadi, 1999) mengatakan bahwa tanah
adalah lapisan permukaan bumi yang terpadu berasal dari material induk yang
telah menglami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh: air,
udara, dan bermacam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang

sudah mati; tingkat perubahan dapat terlihat pada komposisi, struktur, dan warna
dari hasil pelapukan.
M. Isa Darmawijaya (1992) mendefinisikan tanah sebagai akumulasi
tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan bumi dan
mempunyai sifat-sifat sebagai pengaruh iklim dan organisme yang bekerja
terhadap batuan induk pada relief tertentu dan iklim jangka waktu tertentu
menumbuhkan tanaman.
Joffe (1949) menyatakan bahwa tanah adalah bangunana alam tersusun
atas horison-horison yang terdiri atas bahan mineral dan organik, biasanya takpadu mempunyai tebal yang berbeda-beda dan yang berbeda pula dengan bahan
induk yang ada di bawahnya dalam hal mirfologi, sifat dan susunan fisik, sifat dan
susunan kimia dan sifat-sifat biologis.
Tanah terbentuk dari percampuran komponen penyusun tanah yang
berssifat heterogen dan beraneka. Ada empat komponen utama penyusun tanah
mineral yang tidak dapat dipisahkan dengan pengamatan mata telanjang.
Komponen tanah tersebut dipilahkan menjadi tiga fase penyusun tanah, yakni:
1. Fase padat : bahan mineral dan bahan organik
2. Fase cair : lengas tanah dan air tanah
3. Fase Gas : udara tanah. (Rachman Sutanto,2014)
B. Faktor pembentuk tanah
Syarat utama terbentuknya tanah ada dua yaitu: (1) tersedianya bahan asal
atau batuan induk, (2) adanya faktor-fakktor yang mempengaruhi bahan induk
(Jenny dalam Junun Sartohadi dkk, 2012). Bahan induk tanah merupakan hasil
pelapukan batuan induk. Bahan induk bersifat lepas-lepas (unconsolidated),
sementara itu batuan induk bersifat padu. Faktor-faktor lain yang bekerja
kemudian setelah pelonggokan bahan induk tanah dapat dikelompokkan menjadi
faktor aktif dan faktor pasif. Faktor aktif dalam pembentukan tanah adalah iklim
dan oiragnisme tanah. Faktor pembentuk tanah yang bersifat pasif adalah lokasi
tempat terdapatnya bahan induk dan kurun waktu berlangsungnya pembentukan
tanah.
Jenny (dalam Junun Sartohadi dkk, 2012) memformulasikan faktor
pembentuk tanah ke dalam sebuah formula matematis sebagai berikut:
T = f (i,o,r,b,w,..)

T: Tanah
f : fungsi
i : iklim
o: organisme
r: relief atau topografi
b: bahan induk
w: waktu
1. Bahan induk
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan induk yang berada dibawahnya
(insitu soil parent materials), dapat pula berasal dari batuan induk yang lokasinya
jauh dari lokasikeberadaan bahan induk tanah saat ini (transported soil parent
materials).
Bahan induk dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu: (1) Batuan
Beku; (2) Batuan Sedimen, dan (3) Batyan Metamorf. Ketiga jenis baan
penyususn kerakbumi mempunyai sifat dsar yang khas yang berpengaruh kuat
pada resistensi batuan terhadap proses pelapukan. Batuan beku dan metamorf
memiliki resistensi yang lebih tinggi dibandingkan batuan sedimen. Batuan beku
pada umumnya mempunyai resistensi yang lebih tinggi dibandingkan batuan
metamorf. Akan tetapi batuan metamorf dapat mempunyai resistensi yang lebih
tinggi dibandingkan batuan beku jia proses metamorfosis batuan berlangsung
sempurna.
Sifat bahan induk merupakan faktor pengubah bebas dalam pembentuk
tanah. Sifat-sifat penting yang berpengaruh terhadap proses pelapukan anatara lain
tekstur batuan, kemasan, kadar Ca yang dikandung bahan induk, dan jenis mineral
penyusun batuan. Tekstur batuan sebagian besar menentukan dalamnya profil
tanah. Perbedaan struktur batuan juga mempengaruhi tanah yang terbentuk.
2. Relief atau topografi.
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk
perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Anasir relief yang penting dalam
kaitannya dengan pembentukan tanah adalah sudut lereng dan tinggi tempat.
Tinggi tempat mempengaruhi suhu udara, sedangkan sudut lereng menentukan
kesetimbangan antara limpasan permukaan dan infiltrasi.
Selain itu, faktor relief yang berpengaruh adalah hadap lereng serta posisi
lereng terhadap wilayah sekitar (arrangement). Hadap lereng merupakan faktor
penting, terutama pada wilayah lintang tinggi karena menentukan intensitas
6

penyinaran matahari. Sedangkan posisi lereng terhadap suatu kawasan


berpengaruh terhadap jumlah hujan dan jumlah air yang diterima.
Relief atau topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan
cara:
-

Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh massa

tanah.
Mempengaruhi dalamnya air tanah.
Mempengaruhi besarnya erosi.
Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di

dalamnya dari suatu tempat ke tempat lain.


Mempengaruhi warna tanah.
Relief suatu daerah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh

iklim. Di daerah yang datar atau cekung dimana air tidak mudah hilang drai tanah
atau menggenang, pengaruh iklim menjadi tidak jelas dan terbentuklahtanah
berwarna kelabu atau banyak mengandung karatan sebag akib genangan tersbeut.
Di daerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh
iklim lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Di daerah
yang berlereng curam kadang-kadang terjadi erosi permukaan terus-menerus
sehingga terbentuklah tanah-tanah dangkal. Sebaliknya pada kaki lereng tersebut
sering ditemukan tanah dengan profil dalam akibat penimbunan bahan-bahan yang
dihanyutkan dari lereng atas tersebut.
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubugan denagn relief adalah solum
tanah, tebal dan kandungan bahan organik horison A, kandungan air tanah
(relative wetness), warna tanah, tingkat perkembangan horison, reaksi tanah (pH),
kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain.
3. Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus-menerus berubah (dinamis)
sebagai akibat pelapukan dan pencucian yang terus-menerus maka tanah-tanah
yang semkain tua juga semkain kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur
hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk
seperti kuarsa. Profil tanah juga semkain berkembang dengan meningkatnya
umur.
Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk
tanah berubah berturut turut menjadi : tanah muda (immature atau young soil),
tanah dewasa (mature soil), dan tanah tua (old soil)

Tanah muda : pada tingkat ini proses pembentukan tanah terutama berupa
proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, percampuran bahan organik
dan bahan mineral di permukaan organik tersebut. Hasilnya adalah pembentukan
horizon A dan horizon C. Sifat tanah masih didominasi oleh sifat sifat bahan
induknya. Termasuk tanah muda adalah jenis tanah Entisol (Aluvial, Regosol).
Tanah dewasa : dengan proses lebih lanjut maka tanah tanah muda
dapat berubah menjadi tanah dewasa yaitu dengan proses pembentukan horizon B.
Horizon B yang terbentuk adalah horizon B yang masih muda (Bw) sebagai hasil
dari proses alterasi bahan induk (terbentuk struktur tanah, warna lebih merah dari
bahan induk) atau ada penambahan bahan bahan tertentu (liat, dan lain - lain)
dalam jumlah sedikit dari lapisan atas. Pada tingkat ini tanah mempunyai
kemampuan berproduksi tinggi, karena unsur unsur hara di dalam tanah cukup
tersedia, akibat pelapukan mineral dan pencucian unsur hara belum lanjut. Jenis
tanah yang termasuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol (Latosol Coklat, dan
lain - lain) Andisol, Vertisol, Mollisol dan sebagagainya.
Tanah tua : dengan meningkatnya umur maka proses pembentukan tanah
menjadi lebih lanjut, sehingga terjadi perubahan perubahan lebih nyata pada
horizon A dan B dan terbentuklah horizon horizon A, E, EB, Bt, (Bs), (Bo), BC
dan lain lain. Di samping itu pelapukan mineral dan pencucian basa basa
makin meningkat sehingga tinggal mineral mineral yang sukar lapuk di dalam
tanah dan tanah menjadi kurus dan masam. Jenis jenis tanah tua tersebut antara
lain adalah tanah Ultisol (Podzolik Merah Kuning) dan Oxisol (Laterit).
Lamanya bahan induk mengalami pelapukan dan perkembangan tanah
berperan penting dalam menentukan jenis tanah yang terbentuk.
Perbedaan tahap waktu menurut mohr dan van baren (1954) dibagi
menjadi lima tingkat yaitu :

Tahap permulaan (initial stage)


Pada tahap ini bahan induk belum mengalami pelapukan, baik diintegrasi
maupun dekomposisi.

Tahap juveille
Pada tahap ini proses pelapukan sudah mulai berjalan akan tetapi masih
banyak bahan asal yang belum dilapuk.

Tahap virile

Pada tahap ini mineral-mineral mudah lapuk sebagian besar telah


mengalami dekomposisi,kandungan liat telah meningkat.

Tahap senile
Pada tahap ini dekomposisi mencapai tingkat akhir, sehingga hanya
mineral-mineral yang resisten yang tertinggal.

Tahap akhir (final stage)


Pada tahap ini perkembangan tanah sudah selesai dan tanah terdapat dalam
keseimbangan dengan lingkungan.
4. Organisme
Organisme merupakan faktor pembentuk tanah aktif bersama-sama dengan
iklim. Peranan organisme sangat luas dalam pembentukan tanah, mulai dari
pengahancuran batuan melalui aksi akar tanaman tingkat tinggi hingga
pembentukan hara oleh mikroorganisme tanah. Akar tanaman akan melebarkan
pori tanah sehingga aerasi tanah menjadi baik. Akar tanaman menyerap air di
dalam profil tanah sehingga tanah terjamin tidak berada dalam kondisi jenuh,
selain itu akar tanaman juga mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu yang
menyebabkan mineral primer yang ada dalam batuan induk menjadi mudah lapuk.
Peranan hewan makro tanah terhadap pembentukan tanah adalah dalam
bentuk

penyediaan

rongga

serta

redistribusi

tanah.

Organisme

makro

menyebabkan terbentuknya agresi partikel-partikel tanah membentuk tanah yang


mantap. Adanya struktur tanah yang mantap menyebabkan terjaminnya pori tanah
meso dan mikro yang mengontrol kondisi aerai tanah. Organisme mikro juga
menjamin ketersediaan unsur-unsur hara tertentu seperti Nitrogen yang sanagt
dibutuhkan oleh tumbuhan tingkat tinggi.
Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur
tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme dalam tanah.
Kandungan unsur-unsur kimia pada tanaman juga sangat berpengaruh terhadap
pada tanaman juga sangat berpengaruh terhadap jenis-jenis tanah.
5. Iklim
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses pembentukan
tanah. Anasir iklim yang berpengaruh dalam pembentukan tanah adalah curah
hujan, suhu, kelembaban udara. Curah hujan, suhu dan kelembaban udara
menentukan kelembaban dan suhu tanah yang menentukan watak pelapukan
mineral-mineral yang ada dalam bahan induk tanah. Pada wilayah yang lembab

dan panas maka pelapukan kimia akan lebih dominan dibandingkan dengan
wilayah yang kering dan panas, kondisi sebaliknya adalah pelapukan secara
mekanik akan lebih dominan pada wilayah yang kering dan panas dibandingkan
wilayah berkondisi iklim tanah yang lain.
Hal itu menunjukkan bhawa suhu dan curah hujan sangat berpengaruh
terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika dalam tanah. Adanya curah hujan dan
suhu tinggi di darah tropis menyebabkan reaksi kimia berjalan cepat pula.
Akibatnya banyak tanah di Indonesia telah mengalami pelapukan lanjut, rendah
kadar unsur hara dan bereaksi masam.
Di daerah-daerah yang beriklim lebih kering seperti di Indonesia bagian
Timur pencucian tidak berjalan intensif sehingga tanahnya kurang masam dan
lebih tinggi kadar basanya.
Pengaruh iklim pada pembentukan tanah tidak saja berlangsung secara
individual, namun juga berlangsung secara kompleks bersama-sama faktor
pembentuk tanah lain.
C. Deskripsi Tanah
1. Informasi seputar lokasi sampel
a. Tempat penelitian
Tempat penelitian dimana penelitian dilakukan harus diketahui
letak administrasinya. Letak administrasi meliputi kabupaten,
kecamatan, desa atau dusun dimana peneltian tersebut dilakukan.
Hal lain yang harus dijelaskan adalah posisi pengamatan dari
tempat yang strategis dan mudah dikenal, selain posisi absolut juga
harus diketahui. Hal tersebut perlu dilakukan karena apabila suatu
saat dilakukan analisa lanjut yang terkait dengan penelitian yang
sudah dilakukan maka lokasi yang dimaksud akan mudah
ditemukan dengan akurasi yang tinggi.
b. Seri,fase dan symbol satuan peta
Isian seri diisi sesuai dengan seri yang diwakili sesuai oleh
pengamatan profil yang sedang dilakukan, sedangkan fase diisi
sesuai dengan fase yang digunakan untuk menyusun satuan peta
tanah misalnya lereng, isian kolom symbol satuan peta dimana
pengamatan sedang dilakukan.
c. Relief dan kelerengan
10

Pendeskripsian tentang relief mencangkup relief makro dan relief


mikro.
1. Relief makro
Relief makro adalah perbedaan ketinggian dari permukaan
lahan pada skala yang luas.
2. Relief mikro
Relief mikro adalah perbedaan tinggi permukaan lahan baik
alami maupun buatan pada skala sempit. Informasi
mengenai relief mikro pada lokasi pengamatan sangat
bermanfaat untuk menafsirkan proses pedogenesis yang
terjadidi daerah pengamatan.
Bentuk-bentuk relief mikro (FAO, 1990) adalah sebagai
berikut:
- Tidak ada relief mikro; permukaan benar-benar mendekati
rata
- Gilgai (tidak ada spesifikasi)
- Gilgai rendah; perbedaan tinggi <20 cm pada jarak datar
10 meter
- Gilgai sedang; perbedaan tinggi 20-40 cm pada jarak datar
10 meter
- Gilgai tinggi; perbedaan tinggi >40 cm pada jarak datar 10
meter.
- Gundukan sarang semut
- Jejak binatang
- Liang binatang
- Hummocks (tidak ada spesifikasi)
- Hummocks rendah; perbedaan ketinggian <20 cm
- Hummocks sedang; perbedaan ketinggian 20-40 cm
- Hummocks tinggi; perbedaan ketinggian >40 cm
- Gelembur
- Teras
- Gumuk pasir
Pendeskrisian tentang kelerengan mengcangkup kemiringan
lereng, bentuk panjang lereng.
a) Kemiringan lereng mencangkup
Lereng tunggal yaitu kemiringan lereng pada titik pengamatan.
Lereng ganda yaitu kemiringan lereng mencangkup daerah
pengamatan secara keseluruhan

11

b) Bentuk lereng
Bentuk lereng meliputi bentuk lurus, cekung, cembung,
berteras, kompleks, informasi bentuk lereng penting untuk
menafsirkan potensi daerah penelitian terhadap kerentanan erosi
dan atau longsor lahan.
d. Jenis vegetasi
Pendeskrisian mengenai vegetasi pada lokasi pengamatan
mencangkup vegetasi yang mendominasi dan vegetasi yang
spesifik.informasi mengenai jenis vegetasi ini bermanfaat dalam
pendugaan sementara (kondisi dilapangan) terhadap kondisi

tanahnya.
Bentuk penggunaan lahan
Tanaman yang dibudidayakan
Pola tanam
Pengelolaan
Pupuk yang digunakan
Hama penyakit yang dijumpai
Hasil dari tanaman tersebut

3. Morfologi Luar
Deskripsi mengenai morfologi luar meliputi keadaan drainase tanah, keadaan
batuan, ketinggian tempat, bentuk lahan.
a. Drainase
Drainase tanah adalah kondisi pengatasan tanah terhadap proses
penggenangan. Drainase tanah meliputi drainase internal, eksternal dan
permeabilitas. Kondisi drainase tanah dipengaruhi oleh ebberapa hal antara
lain:
Kedalaman muka air tanah
Tekstur tanah
Struktur tanah

12

Lapisan kedap
Kemiringan lereng permukaan
Penjelasan mengenai drainase internal (dalam tanah) dan drainase
eksternal (permukaan) adalah sebagai berikut :
1) Drainase Internal (dalam tanah)
Berlebihan, kelebihan air segera keluar dari tanah dan sangat
sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga tanaman akan
segera kekurangan air.
Baik, tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh
profil tanah dari atas sampai bawah (200 cm) berwarna terang
yang seragam dan tidak terdapat bercak berrcak kuning,
coklat, atau kelabu.
Agak baik, tanah mempunyai peredaran udara yang baik di
daerah perakaran. Tdiak terdapat bercak bercak berwarna
kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan atas bagian atas,
lapisan bawah.
Agak buruk, lapisan tanah mempunyai peredaran udara baik,
tidak terdapat bercak bercak berwarrna kuning, kelabu atau
coklat. Bercak terdapat pada seluruh lapisan tanah bawah.
Buruk, bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat
bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan.
Sangat buruk, seluruh lapisan atas sampai permukaan
berwarna kelabu dan lapisan tanah bawah berwarna kelabu
atau terdapat bercak kebiruan, atau terdapat air yang
menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama
sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

13

2) Drainase eksternal (permukaan)


Drainase eksternal dipengaruhi oleh topografi dan kemampuan
tanah meresap air.
Sangat cepat, air hujan yang jatuh langsung mengalir
meninggalkan permukaan tanah, sangat sedikit yang meresap
air ke dalam tanah. Pada lereng curam peresapan tanah jelek.
Cepat, sebagian besar air hujan mengalir meninggalkan
permukaan, sebagian kecil meresap ke dalam tanah. Pada
lereng curam peresapan tanah agak baik.
Sedang, air hujan sementara waktu tinggal di permukaan dan
meresap ke dalam tanah, kandungan air optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Lereng melandai, peresapan tanah baik.
Lambat, air hujan sebagian besar tergenang di permukaan,
kemudian meresap ke dalam tanah atau menguap. Pada lereng
datar porositas tanahnya rendah.
Sangat lambat, air hujan seluruhnya tergenang di permukaan,
kemudian meresap ke dalam tanah atau menguap. Pada daerah
datar atau cekung, porositas tanah rendah.
Tergenang, air hujan seluruhnya tergenang. Daerah cekungan
porositasnya sangat rendah atau tertahan lapisan kedap.
b. Keadaan batuan
Keadaan batuan meliputi batuan di permukaan dan singkapan batuan.
Klasifikasi tutupan batu dan singkapan batuan pada permukaan lahan
adalah sebagai berikut :
1) Kerikil

14

Adalah bahan kasar yang berdiameter lebih besar dari 2 mm dan


kurang dari 7,5 cm atau (jika berbentuk bulat) atau sampai 15 cm (jika
berbentuk pipih). Pengelompokannya adalah sebagai berikut :
Tidak ada atau sedikit, 0 15 % permukaan tanah tertutup.
Sedang, 15 35 % permukaan tanah tertup.
Banyak, 35 60 % permukaan tanah tertutup.
Sangat banyak, 60 100 % permukaan tanah tertutup.
2) Batu kecil
Adalah bahan kasar yang berdiameter 7,5 25 cm jika berbentuk bulat
atau sumbu panjangnya berukuran 15 40 cm jika berbentuk pipih.
Pengelompokannya adalah sebagai berikut :
Tidak ada atau sedikit, 0 -15 % permukaan tanah tertutup.
Sedang, 15 35 % permukaan tanah tertutup. Pengolahan
tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak
terganggu.
Banyak 35 60 % permukaan tanah tertutup pengolahan tanah
sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu.
Sangat banyak, 60 100% permukaan tanah tertutup.
Pengolahan tanah tdiak mungkin dilakukan dan pertumbuhan
tanaman sangat tergangggu
3) Batu besar atau bongkah
Adalah batuan yang mempunyai diameter lebih besar dari 25 cm jika
berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih besar dari 40 cm jika
berbentuk pipih. Pengelompokannya adalah sebagai berikut :
Tidak ada, kurang 0,01% permukaan tanah tertutup.

15

Sedikit, 0,01 3 % permukaan tanah tertutup. Pengolahan


tanah dengan mesin agak terganggu, tetapi tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman.
Sedang 3 15 % permukaan tanah tertutup. Pengolahan tanah
mulai agak sulit.
Banyak 15 90 % permukaan tanah tertutup. Pengolahan dan
penanaman menjadi sangat sulit.
Sangat banyak, >90% permukaan tanah tertutup. Sama sekali
tidak dapat digunakan sebagai untuk produksi pertanian
4) Batuan tersingkap
Merupakan singkapan batuan dasar (bedrock) yang muncul di
permukaan tanah. Pengelompokannya adalah sebagai berikut:
Tidak ada, kurang dari 0,1% luas permukaan tanah.
Sangat sedikit, 0,1 - 2 % dari luas permukaan tanah.
Sedikit, 2 10 % dari luas permukaan tanah.
Sedang, 10 25 % dari luas permukaan tanah.
Agak banyak 25 50% dari luas permukaan tanah.
Banyak 50 90 % dari luas permukaan tanah.
Sangat banyak >90 % dari luas permukaan tanah. Tanah ini
sama sekali tidak bisa digarap atau diolah.
4. Morfologi Dalam
Morfologi Dalam
a. Horison
Horison tanah adalah lapisan atau bahan tanah yang kurang lebih sejajar
dengan permukaan bumi dan berbeda dari lapisan di sebelah atas ataupun
16

bawahnya yang secara genetik ada kaitannya. Perbedaan itu dapat bersifat
fisik, kimia, macam dan jumlah organisme, tingkat kemasaman atau
kealkalian.
b. Bataas lapisan/horison
Batas horison atau lapisan dinyatakan dalam kejelasan dan bentuk peralihan
(topografi batas).
1) Kejelasan
a (aburpt) simbol untuk peralihan sangat jelas, lebar peralihan < 2 cm
c (clear) simbol untuk peralihan jelas, lebar peralihan 2 5 cm
g (gradual) simbol untuk peralihan berangsur, lebar peralihan 5 12 cm
d (diffuse) simbol peralihan baur, lebar peralihan >12 cm
2) Bentuk peralihan
s (smooth) simbol untuk bentuk peralihan relatif rata
w (weavy) simbol untuk peralihan berombak, lebarnya lebih besar
daripada dalamnya
i (irrigular) simbol untuk bentuk peralihan tidak beratur, lebar lebih kecil
daripada dalamnya
b (broken) simbol untuk batas terputus
c. Warna tanah
Warna tanah adalah salah satu sifat tanah yang jelas dan mudah terlihat.
Peranan warna tanah pada pedogenesis adalah:
Indikator sifat fisik kimia tanah
Indikator lingkungan
Indikator kandungan tanah
Dalam beberapa hal digunakan sebagai salah satu kriteria dalam
klasifikasi tanah
Penetapan warna tanah
Penetapan warna tanah dilakukan dengan menggunakan pedoman warna
tanah Munsell Soil Color Charts. Warna secara terukur ditetapkan
berdasarkan tiga unsur yaitu Hue, Value dan Chroma.
Hue adalah warna dasar dengan spektrum warna tertentu dari tiga
kelompok utama merah (R), merah-kuning (YR) dan kuning (Y)
Value adalah tingkat gelap hingga terangnya warna
Chroma adalah tingkat intensitas warna
d. Tekstur tanah
Untuk dapat menentukan tekstur tanah dilapangan apakah tanah tersebut
kasar atau halus, maka dapat dilakukan dengan cara memijit tanah yang

17

keadaannya basah. Menurut Sarwono (1987) tekstur menunjukan kasar


halusnya tanah, berdasarkan banyaknya butir-butir pasir,debu,dan liat.
Tabel 1. Pembagian fraksi menurut cara pipet di laboratorium
PUSLITANAK,Bogor
Tekstur

Fraksi

Selang ukuran dalam Nama fraksi tanah

utama
Lempung
(clay)

tanah
X
LX

micron
< 0,5
0,5 2

(belum dibakukan)
Lempung halus
lempung

Debu
(silt)

VIII
VII
VI

25
5 20
20 50

Debu halus
Debu
Debu kasar

Pasir
(sand)

V
IV
III
II
I

50 100
100 200
200 500
500 1000
1000 2000

Pasir sangat halus


Pasir halus
Pasir sedang
Pasir kasar
Pasir sangat kasar

Sumber : Jamulya,Sartohadi,J.,& Yunianto,.T.(1993:57)


e. Struktur tanah
Struktur tanah adalah susunan butir tanah yang secara alami menjadi
agregat, mempunyai tingkat perkembangan, tipe, dan ukuran.
Tingkat perkembangan.
0. Tanpa perkembangan, tak berstruktur, masif (m), butir tunggal atau lepaslepas (l), tidak tampak tanda-tanda agregasi
1. Lemah, derajat agregasi tidak jelas dan tidak mantap, apabila diremas
pecah menjadi butiran
2. Cukup, agregat jelas terbentuk dan cukup mantap, apabila diremas pecah
menjadi agregat-agregat lebih kecil
3. Kuat, bentuk agregat sangat jelas dan satu sama lain mudah dipisahkan
Tipe struktur
a. Tipe tiang
Apabila ukuran vertikal tanah lebih daripada ukuran horisontalnya
b. Tipe lempeng
Apabila ukuran horison lebih besar daripada ukuran vertikal
c. Tipe gumpal
Apabila ukurannya sama. Tipe gumpal ini dibedakan menjadi:
Gumpal bersudut, apabila pada pojok-pojoknya membentuk sudut.
Gumpal membulat, apabila pada pojok-pojoknya tidak membentuk
sudut atau membulat
d. Tipe remah atau crumb
18

Berbentuk butir-butir tanah tetapi masih ada ikatan antara butir yang satu
dengan yang lain
e. Tipe granuler
Ikatan antar butir sangat lemah (kersai) dan berbutir tunggal
f. Tipe pejal atau prismatik
Pada tipe ini kondisinya mampat dan belum membentuk tipe. Belum
terbentuknya tipe ini disebabkan oleh :
Batuan induk baru mengalami pelapukan
Kemungkinan sudah membentuk struktur akan tetapi mengalami
gangguan eksternal.
Tabel 2. Skema Tipe dan Ukuran Struktur Tanah
Ukuran

Lempeng

Prismatik

Tiang

Gumpal

Gumpal

Berbutir

Remah

(platy)

(prismatik)

(columnar)

bersudut

agak

(granular)

(crumb)

(angular

mebulat

blocky)

(subangular

1 mm

10 mm

10 mm

5 mm

blocky)
5 mm

1 mm

1 mm

Halus

1 -2 mm

10 -20 cm

10 - 20 m

5 - 10 m

5 - 10 mm

1 - 2 mm

1 - 2 mm

(F)
Sedang

2 - 5 mm

20 - 50 m

20 -50 m

20 Oct

10 - 20 mm

2 - 5 mm

1 - 2 mm

(M)
Kasar

5 - 10 m

50 - 100 m

50 - 100 m

20 50

20 - 50 mm

5 - 10 m

2 - 5 mm

(C)
Sangat

>10 mm

>100 mm

>100 mm

> 50 mm

> 50 mm

> 10 mm

Sangat
halus
(VF)

kasar
(VC)

Sumber : Jamulya et l.(1993:64)


Derajat struktur
Lemah, gumpalan tanah akan mudah hancur.
Cakupan, apabila terbentuk gumpalan yang jelas akan tetapi mudah
dipecahkan.
Kuat atau strong, apabila terbentuk paduan yang tahan lama, perlu tenaga
lebih untuk menghancurkan dan baru akan hancur.
Sangat kuat, apabila memerlukan tenaga ekstra baru akan hancur
f. Konsistensi

19

Konsistensi adalah daya resistensi massa tanah yang ditentukan oleh derajat
kohesi/adhesi tanahnya.
1) Basah (B)
Tanah disebut basah apabila kadar air melebihi kapasitas lapang. Dalam
keadaan ini tanah mempunyai kelekatan dan plastisitas
Kelekatan (stickness)
Adalah derajat adhesi tanah, ditetapkan dengan cara memijit tanah
antara ibu jari dan telunjuk. Tingkatan kelekatan tanh adalah sebagai
berikut :
so simbol untuk tidak lekat (non sticky) tidak ada tanah yang
tertinggal.
ss simbol untuk agak lekat (slightly sticky) tanah tidak tertinggal
pada salah satu jari.
s simbol untuk lekat (sticky) tanah tertinggal pada kedua jari.
vs simbol untuk sangat lekat (very sticky) sukar untuk melepaskan
kedua belah jari.
Plastisitas (plasticity)
Adalah derajat kohesi tanah terhadap perubahan bentuk apabila dipirit
dengan ibu jari dan telunjuk.
po simbol untuk tidak plastis (non plastic) tidak berbentuk gelintir
tanah.
ps simbol untuk agak plastis (slightly plastic) terbentuk gelintir
tetapi massa tanah mudah berubah bentuk.
p simbol untuk plastis (plastic) terbentuk gelintir tanah dan
memerlukan tekanan seperlunya untuk mengubah bentuk massa tanah.
vp simbol untuk sangat plastik (very plastic) terbentuk gelintir tanah
dan memerlukan tekanan cukup kuat untuk mengubah bentuk massa
tanah.
2) Lembab (L)
Tanah disebut lembab apabila kadar air diantara titik layu permanen dan
kapasitas lapang. Konsistensi tanah lembab ditetapkan dengan cara
meremas tanah dengan telapak tangan.
l simbol untuk lepas (loose) butir-butir tanah terlepas satu sama lain.
vf simbol untuk sangat gembur (very friable) dengan sedikit tekanan
saja tanah mudah bercerai, bila digenggam dapat menggumpal.
t simbol untuk teguh - massa tanah menggumpal, cukup tanah bila
diremas.

20

st simbol untuk sangat teguh massa tanah menggumpal, tenaga cukup


kuat untuk memecahkan gumpalan.
3) Kering (K)
Tanah disebut kering apabila kadar air kurang dari titik layu permanen,
konsistensi tanah kering ditentukan dengan cara meremas massa tanah
dengan telapak tangan.
l simbol untuk lepas (loose) butir-butir tanah terlepas satu sama lain
tidak terikat.
s simbol untuk lunak (soft) dengan sedikit tekanan massa tanah medah
bercerai.
sh simbol untuk agak keras (slightly hard) agak tahan terhadap tekanan,
massa tanah rapuh.
h simbol untuk keras (hard) tahan terhadap tekanan, massa tanah dapat
dipatahkan.
vh simbol untuk sangat keras (very hard) tanah terhadap tekanan,
massa tanah sukar dipatahkan.
eh simbol untuk sangat keras sekali (extremely hard) sangat tahan
terhadap tekanan, massa tanah tidak dapat dipatahkan.
g. Kandungan kapur
Kandungan kapur diuji dengan menggunakan larutan HCL (asam klorida) 1
N. Caranya dengan meneteskan larutan tersebut pada sampel tanah. Setelah
itu di identifikasi dengan parameter sebagai berikut :
Banyak buih, kandungan kapur banyak.
Berbuih sedang, kandungan kapur sedang.
Berbuih sedikit, kandungan kapur sedikit.
h. Kandungan bahan organik
Kandungan bahan organik diuji menggunakan

H202

10%. Cara

pengujiannya dengan meneteskan larutan tersebut pada sampel tanah.


i. pH tanah
Cara pengukuran pH tanah adalah sebagai berikut :
pH tanah aktual
pH aktual adalah pH yang diukur pada saat berada dilingkungan tempat
pengambilan sampel. Cara mengukur pH ini yaitu dengan menggunakan
H20. Sampel tanah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi H20
dengan perbandingan 1:4. Kemudian dikocokdan diendapkan. Endapan
dari reaksi tersebut diukur pH nya dengan mencocokan pH stick.
pH tanah potensial
21

pH tanah potensial adalah pH tanah yang diukur apabila dilakukan


pengelolaan. Cara pengukuran pH ini yaitu dengan menggunakan larutan
KCL 1 N. Sampel tanah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditetesi KCL
dengan perbandingan 1:3. Kemudian dikocok dan diendapkan. Endapan
reaksi tersebut diukur pH nya dengan mencocokkan pH stick.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Survey Tanah
Kegiatan dalam perolehan data di lapangan untuk meneliti karakteristik dan
sifat tanah haruslah menggunakan metode yang relevan agar penelitian yang
dilakukan dapat valid dan sesuai dengan teori yang reliable juga. Untuk dapat
mempelajari kondisi, gejala, dan proses pembentukan tanah, cara terbaik yang
dapat dilakukan adalah dengan jalan meneliti langsung di beberapa lokasi
tersebut.
Dalam melaksanakan penelitian tanah, tidak cukup hanya dengan melihat
apa yang ada di lapangan. Pekerjan lapangan tersebut secara garis besardapat
dilakukan melalui 4 pendekatan, yaitu :
1. Observasi (pengamatan)

22

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan


mengetahui kondisi fisik, sosial ekonomi yang berada di lokasi melalui observasi
atau pengamatan yang diteliti, teramat dan menyeluruh terhadap suatu gejala atau
masalah. Pengamatan tersebut meliputi semua gejala fisik berupa data fenomena
di lapangan yang nantinya digunakan dalam analisis kondisi kondisi fisik di
daerah tersebut serta dapat menggambarkan secara utuh semua proses proses
alam yang terjadi di daerah tersebut dalam dimensi ruang dan waktu.
Tahap pertama ini diharapkan dapat menghasilkan data yang konkrit yang
nantinya dapat digunakan sebagai dasar dalam penganalisisan. Pada saat
melakukan observasi ini diuraikan harus mengetahui secara menyeluruh fenomena
fenomena alam yang ada di lapangan.
Pengamatan terhadap data / kenampakan lapangan harus dilakukan
seobyektif mungkin, artinya pada saat pengamatan tidak boleh melakukan analisis
ataupun interpelasi. Pengamatan yang obyektif yaitu melihat sesuatu sebagaimana
adanya sehingga akan memberikan hasil pengamatan yang nyata yang hanya
dapat di jumpai dilapangan bukan tahap penganalisaan atau menciptakan data
baru sebagai pendukung angan angan.
2. Induksi dan Deduksi
Langkah kedua adalah dengan melakukan pendekatan deduksi dan induksi.
Induksi yaitu penafsiran yang di tarik sebagai akibat atau pengaruh langsung dari
suatu keadaan atau gejala, sedangkan deduksi adalah suatu penafsiran yang di
ambil dari teori yang ada.
Langkah ini diharapkan agar mahasiswa dapat berfikir logis dan kritis
terhadap fenomena fenomena alam atau gejala yang diamati.
3. Wawancara
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapat data secara langsung
dari narasumber. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial
ekonomi di daerah penelitian. Wawancara ini juga dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi administrasi daerah yang menjadi obyek penelitian.
4. Lain lain

23

Selain dari ketiga pendekatan yang telah di uraikan diatas, terdapat juga
pendekatan yang telah dilakukan yaitu menggunakan buku buku yang
mendukung di dalam penelitian ini (telaah kepustakaan).
Pengambilan sampel dilakukan di setiap titik penelitian atau profil tanah dan
sebelum dilakukan pengambilan sampel tanah terlebih dahulu dilakukan
pembuatan profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah perlu diperhatikan hal
hal sebagai berikut :
a. Harus mewakili daerah atau wilayah penelitian.
b. Tanahnya masih asli, artinya masih benar benar merupakan hasil
proses pedogenesis atau belum ada campur tangan manusia.
c. Dalam pengambilan sampel perlu dihindari adanya penyinaran
matahari secara langsung agar sifat sifat tanah seperti warna dan
batas batas horizon tidak terbiaskan.
Survey tanah memiliki berbagai macam metode penelitian agar dalam
identifikasi dan klasifikasi tanah dapat representatif atau mewakili sesuai dengan
data empiric di lapangan. Dalam survey tanah dikenal tiga macam metode survey
yaitu metode grid, metode fisiografi, dan metode bebas. Berikut akan diuraikan 3
macam metode survey utama yang umum digunakan di indonesia maupun di luar
negeri :
1. Survey Grid
Metode ini sangat cocok untuk survey intensif dengan skala besar
dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dengan
intensitas pengamatan yang rapat membutuhkan ketepatan dan
penempatan titik pengamatan di lapangan dan pada peta. Metode in
sangat cocok diterapkan pada daerah yang belum tersedia foto udara
atau peta topografi. Survey grid sangat cocok dilakukan pada daerah
yang memiliki pola tanah yang kompleks dimana pola detail hanya
dapat dipetakan pada skala besar yang kurang praktis. Metode yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan metode grid karena
mengingat kondisi lapangan yang memiliki kenampakan kasar dan
bervariasi.
2. Survey Fisiografi

24

Survey ini diawali dengan melakukan interpretasi foto udara untuk


mendeliniasi landform yang terdapat di daerah yang disurvey diikuti
dengan pengecekan lapangan terhadap komposisi satuan peta,
biasanya hanya daerah pewakil. Tidak semua yang dideliniasi
dikunjungi. Jumlah pengamatan setiap satuan peta ditentukan oleh
ketelitian hasil interpretasi foto udara dan keahlian kemampuan
penyurvai dalam memahami hubungan fisiografi dan keadaan tanah.
3. Metode Bebas
Merupakan perpaduan metode grid kaku dan metode fisiografi.
Metode ini diterapkan pada survey detail hingga smi detail, foto
udara berkemampuan terbatas dan di tempat tempat yang orientasi
di lapangan cukup sulit dilakukan. Dengan demikian, maka metode
ini digunakan dengan menggunakan dua analisis sekaligus untuk
mendapatkan data survey yang lebih akurat.
B. Macam Data
Di dalam penelitian ini ada data yang diperlukan diperoleh dari lapangan
secara langsung (data primer) dan dari data lain yang sudah ada sebelumnya (data
sekunder). Adanya data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai dijelaskan
sebagai berikut :
I.

II.

Data Primer
Data primer yang diperlukan meliputi :
a. Tempat Penelitian.
b. Jenis Vegetasi
c. Drainase
d. Kedalaman Solum
e. Batas Horizon
f. Tekstur
g. Struktur Tanah
h. Konsistensi
i. pH
j. Perakaran
k. Kandungan Bahan
l. Organik
m. Kandungan Kapur
n. Cuaca
Data Sekunder

25

Data sekunder meliputi :


a. Ketinggian Tempat
b. Iklim
c. Bentuk Lahan
d. Penggunaan Lahan
e. Kelas Lereng
C. Analisi Data
Tahap analisis data adalah tahap pengenalan masalah, penguraiannya dlam
sub masalah serta pencarian informasi dan data untuk sumber masalah tersebut.
Analisis data bertujuan menyederhanakan dalam bentuk yang mudah dibaca dan
interpretasi.
Data yang diperolehb akan dianalisis secara deduktif yaitu membandingkan
keadaan yang ada, dengan teori yang diperoleh selama di bangku kuliah. Dengan
demikian maka teori yang didapatkan semakin komprehensif dan materi yang
didapatkan semakin jelas dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subyek
penelitian berdasarkan dari data variabel yang diperoleh dari kelompok subyek
yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis sekalipun penelitian
yang dilakukan bersifat inferensial. Sajian keadaan subyek dan data penelitian
secara deskriptif tetap perlu diketengahkan lebih dahulu sebelum pengujian
hipotesis dilakuka. Yang kedua adalah analisis data inferensial, yang analisis ini
dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan dengan pengujian hipotesis.
Salah sat variabel penelitian adalah relief. Relief utamanya dicirikan oleh
kecuraman lereng dan keanekaan ketinggian. Untuk mendapatkan gambaran
tentang relief daerah penelitian, digunakan peta rupa bumi indonesia sehingga
diperoleh data tentang kontur wilayah. Dari peta rupa bumi tersebut dapat
diketahui gambaran vertikal relief daerah yang diteliti secara global. Kemudian
dilakukan analisis peta kemiringan lereng untuk mendapatkan gambaran relief
Kecamatan Bayat yang lebih detail.
Selain yang ada diatas, maka akan didapatkan jenis dan klasifikasi tanah
setelah diperoleh data dari lapangan dan telah diidentifikasi baik secara langsung
dilapangan maupun di laboratorium. Sebagai output dari pekerjaan praktikum

26

geografi tanah adalah peta mengenai klasifikasi dan persebaran jenis tanah yang
ada di Kecamatan Bayat dan dapat menganalisis penggunaan lahan sesuai dengan
karakter

struktur

tanahnya.

Maka

dari

itu

diharapkan

setelah

dapat

mengidentifikasi karakteristik tanah yang ada di Kecamatan Bayat, dapat


mempresentasikan ke dalam bentuk visualisasi spasial khususnya peta. Biasanya
output yang bisa dihasilkan ialah peta tematik sesuai dengan tema apa yang
dibuat. Maka dari itu, untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka data yang
diperoleh harus mewakili dan dapat dipertanggungjawabkan.

27

BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
A. Letak, Batas, dan Luas Daerah
Wilayah Kecamatan Bayat yang menjadi daerah penelitian ini secara
astronomis terletak antara 7o4416LS sampai 7o4828LS dan 110o3655BT
dan 110o4132BT. Daerah penelitian ini secara administratif termasuk dalam
wilayah Kabupaten Dati II Klaten yang dibatasi oleh :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Trucuk dan Vecamatan Klaten
bagian selatan.
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cawas.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Semin kabupaten Dati II
Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wedi.
Daerah penelitian ini berdasarkan data statistik Kecamatan Bayat tahun
1997 luasnya lebih kurang 39,43km2/3943 ha yang terdiri dari 18 desa, yaitu Desa
Paseban, Ngerangan, Tegalrejo, Talang, Tawang Rejo, Wiro, Kebon, Krikilan,
Jotangan, Krakitan, Gunung Gajah, Desa Jarum, Bogem, Beluk, Banyuripan,
Dukuh, Jambangan, dan Desa Nengahan yang dapat dilihat pada peta.
B.

Fisiografi Daerah Bayat dan Sekitarnya


A. Daerah Bayat dan Sekitarnya
Secara fisiografi daerah Bayat dan sekitaranya dapat dibagi menjadi 2
bagian. Bagian yang pertama adalah wilayah disebelah utara stasiun
lapangan geologi terutama di sisi utara jalan raya wedi. Wilayah ini
dibahas sebagai perbukitan jiwo. Sedangkan bagian yang kedua adalah

28

wilayah disebelah selatan stasiun lapangan geologi yang merupakan


wilayah pegunungan selatan (Wintolo, D.E.A, dalam petunjuk kuliah
lapangan 2, stasiun lapangan geologi prof.R. Soeroso Notohadiprawiro,
jurusan teknik geologi, fakultas teknik UGM, 1991:109-110).
1. Perbukitan jiwo
Pebukitan jiwo dapat dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu jiwo barat
dan jiwo timur dengan garis pemisah berupa sungai dengkeng. Jiwo
barat terdiri dari deretan perbukitan, yaitu gunung kampak, gunung
tugu, gunung sari, gunung kebo, gunung merak, gunung cakaran dan
gunung jabalekat, serta beberapa bukit lainnya.
Daerah G.kampak dan G.tugu mempunyai litologi batugamping
berlapi yang berwarna putih kekuningan, kompak, dan tebal
lapisannya sekitar 20 sampai dengan 40cm. Di daerah gunung kampak
batugamping tersebut sebagian besar berupa tubuh batuan yang masif
dan berasosiasi dengan komplek terumbu atau reef. Antara gunung
tugu dan gunung sari batu gamping tersebut kontak langsung dengan
batuan metamorf(sekis-mika).
Batuan metamorf di jiwo barat meliputi daerah G.sari,
G.kebo, G.merak, G,cakaran dan gunung jabalekat. Yang secara
umum berupa sekis-mika, filit, dan banyak mengandung mineral
kuarsa. Di daerah gunung sari, gunung kebo, gunung merak pada
sekis-mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikro
diorit. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang
mengenai tubuh sekis-mika. Singkapan yang baik dijumpai di dasar
sungai-sungai kecil, menunjukkan bentuk kekar-kolom(columnar
joint). Batuan metamorf kadangkala berupa pilit, sekis-klorit, sekistalk, kuarsit serta marmer (disekitar gunung cakaran dan gunung
jabalekat). Pada bagian puncak kedua bukit tersebut masih ditemukan
bongka-bongkah konglomerat kuarsa. Mineral garamnya dapat
dijumpai di daerah gunung cakaran. Disebelah gunung cakara, yaitu

29

pada daerah pedesaan ditepian rawa jombor masih dapat ditemukan


sisa-sisa konglomerat, kuarsa dan batupasir. Sampai saat ini batuan
metamorf tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur pra-tersier,
sedangkan batupasir dan konglomerat dimasukkan dalam formasi
ungkal
Jiwo timur, meliputi daerah di bagian timur sungai dengkeng yang
berupa deretan perbuukitan gunung konang, gunung pendul, gunung
semangu, gunung jokotuo dan gunung temas. Gunung konang dan
gunung semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi
cukup baik. Sedangkan gunung pendul merupakan tubuh batuan
intrusi

mikro

diorit.

Gunung

jokotuwo

merupakan

batuan

metasedimen atau marmer karena ditempat tersebut dijumpai tandatanda struktur pergerean, sedangkan gunung tremas merupakan tubuh
batugamping berlapis.
Disebelah gunung pendul terdapat singkapan batugamping
nummulites yang berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu
gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran
batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutama
disekitar desa padasan.
Di lereng selatan gunung pendul, hingga mencapai bagian
puncak, terutama mulai dari sebelah utara desa dowo dijumpai batu
pasir berlapis yang kadang-kadang didalamnya terdapat fragmen
sekis-mika. Sedangkan dibagia timur gunung pendul tersingkat
batulempung abu-abu yang berlapis, keras dan mengalami deformasi
lokal secara kuat hingga terhancurkan.
2. Daerah pegunungan selatan
Di sebelah selatan stasiun lapangan hingga mencapai puncak batu
ragung, secara stratigrafis sudah termasuk wilayah pegunungan
selatan. Secara struktural deretan pegungan tersebut pada penampang

30

utara-selatan merupakan suatu penungan blok patahan yang membujur


barat-timur.
Keadaan stratifigrafis pegunungan selatan dari tua ke muda adalah
sebagai

berikut

wintolo,D.E.A

dalam

Prof.R.

Soeroso

Ntotohadiprawirol jurusan teknik geologi, fakultas teknik UGM,


1991:111).
a. Formasi kebo, berupa batupasir vulkanik, tufa, serpih dengan
sisipan lava, berumur olisegen, dengan ketebalan formasi 800
meter.
b. Formasi butak, terdiri dari breksi polimik, batupasir, dan batu
serpih, berumur miosen awal bagian bawah, denga ketebalan
750 meter
c. Formasi semilir, berupa tufa, latili, breksi piroklastik, kadang
kala ada lempung dan batu pasir vulkanik pada bagian tengah
formasi ini menjari dengan formasi nglanggran.
d. Formasi

nglanggran, berupa breksi vulkanik, batupasir

vulkanik, lava dan breksi aliran


Dari puncak baturangung kke arah selatan, yaitu menuju b tuan
wonosari dan formasi kepek. Sedangkan litologi disekitar stasiun
lapangan merupakan bagian dari formasi kepo, butak, dan semilir.
C.

Iklim
Iklim didefinisikan sebagai rata-rata cuaca dalam jangka waktu relatif lama.

Beberapa unsur iklim diantaranya yaitu temperatur udara, kelembaban udara,


curah hujan, angin, durasi sinar matahari, dan beberapa unsur lainnya (Bayang
Tjasyono, 1986). Dari unsur-unsur tersebut yang paling berpengaruh terhadap
proses pembentukan tanah adalah curah hujan dan temperatur.
1. Temperatur

31

Data temperatur di daerah penelitian tidak tersedia lengkap, sehingga untuk


menentukan temperature tahunan rata-rata (T) diperkirakan dengan menggunakan
rumus berikut: T = 26,3 C 0,61 h (Sitanala, 1989).
Rumus tersebut menunjukkan bahwa temperatur udara disuatu tempat
didaerah tropis dipengaruhi oleh ketinggian letak tempat tersebut dari permukaan
air laut, (h dalam hm) yaitu untuk kenaikan 100 m temperatur udara turun ratarata 0,610C. Temperatur 26,30C merupakan temperatur udara turun rata-rata
didaerah pantai (0 m dpal). Berdasarkan rumus tersebut dan dengan melihat
topografi daerah penelitian yang memiliki ketinggian maksimum 265 m dpal
dengan ketinggian minimum 104 m dpal, maka dapat ditetapkan temperatur
tahunan rata-ratanya berkisar antara 24,630C sampai 25,760C.
Menurut Anche Gunarsih Saputra (1998:12) temperatur di suatu tempat
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Jumlah radiasi yang diterima
b. Pengaruh daratan dan lautan
c. Pengaruh ketinggian tempat
d. Pengaruh angin secara tidak langsung
e. Pengaruh panas laten (panas yang disimpan matahari)
f. Penutup lahan (vegetasi)
g. Tipe tanah
h. Pengaruh sudut dating matahari
2. Curah Hujan
Daerah penelitian seperti halnya daerah-daerah lainnya di Pulau Jawa
dipengaruhi oleh angin muson tenggara yang bertiup antara bulan Juli sampai
Oktober dan angin muson barat laut yang bertiup antara bulan November sampai
April. Angin muson Tenggara bersifat kering, sedang angin muson Barat Laut
bersifat basah, yang menyebabkan terjadinya musim hujan.
Jumlah curah hujan rata-rata tahunan pada daerah penelitian tahun 2014
sebesar 2457 mm/tahun dengan curah hujan maksimum rata-rata bulanan sebesar
674 mm/tahun terjadi pada bulan Januari, dan jumlah curah hujan minimum ratarata bulanan 4 mm/tahun yang terjadi pada bulan Maret.

32

Penentuan tipe curah hujan di daerah penelitian yang didasarkan pada


klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan menghitung harga Q yang kriterianya
seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria Penggolongan Tipe Curah Hujan menurut Schmidt dan
Ferguson
Tipe Hujan

Nilai Q

Klasifikasi

0,000 - 0,143

Sangat Basah

0,143 - 0,333

Basah

0,333 - 0,600

Agak Basah

0,600 - 1,000

Sedang

1,000 - 1,670

Agak Kering

1,670 - 3,000

Kering

3,000 - 7,000

Sangat Kering

H
> 7,000
Sumber: - Schmidt dan Ferguson (1951)

Luar Biasa Kering

Berdasarkan data curah hujan tersebut dapat ditentukan pula rejim


kelembaban tanah. Di daerah penelitian mempunyai rejim kelembaban. Ustik pada
kedalaman tanah antara 10 cm 90 cm, karena tanah setiap tahun kering lebih
dari 90 hari kumulatif, tetapi kurang dari 180 hari.
Nilai Q merupakan perbandingan antara jumlah rata rata bulan kering
dengan rata rata bulan basah. Kriteria penetapan bulan kering dengan bulan
basah menurut Mohr yaitu :
a) Bulan basah adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih besar daripada
100 mm, sehingga dinyatakan curah hujan lebih besar dari penguapan.
b) Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah hujan lebih kecil dari 60
mm, sehingga dinyatakan curah hujan lebih kecil dari penguapan.
c) Bulan lembab adalah bulan yang curah hujannya lebih besar dari 60 mm
tetapi lebih kecil dari 100 mm, sehingga dinyatakan curah hujan ini sama
dengan besarnya penguapan (Soekardi Wisnubroto, 1986).

33

d) Berdasarkan perhitungan data dari tabel maka diperoleh besarnya nilai Q


= 4,2 / 6,9 atau 0,609 yang artinya daerah penelitian termasuk pada daerah
dengan klasifikasi tipe hujan sedang.
D. Litologi
Litologi yang terdapat pada daerah penelitian adalah:
a. Satuan Sekis-Filit, yang tersusun oleh sekis, filit, milonit, dan lensa
marmer. Batuan ini tersingkap di Gunung Sari, Gunung Budo, Gunung
Merak, Gunung Cakaran, Gunung Kebo, Gunung Jabalkat, Gunung
Konang, Gunung Semanu, dan Gunung Jokotuwo. Batuan ini menempati
wilayah seluas 1.118,875 ha atau 25,46% dari daerah penelitian.
b. Satuan Batugamping Numelit, satuan yang tersusun oleh Batugamping
Numelit, Batu Pasir Kuarsa, Konglomerat, dan Batu Lempung. Persebaran
hutan ini terdapat di puncak Gunung Cakaran, Gunung Jabalkat, Dusun
Padasan, dan Dusun Gampingan dilereng timur Gunung Pendul. Batuan ini
menempati wilayah seluas 52,420 ha atau 1,32% dari daerah penelitian.
c. Satuan Mikrodiorit, satuan yang tersusun oleh batuan beku mikrodiorit.
Batuan ini tersingkap dilereng Gunung Pendul. Satuan ini menempati
wilayah seluas 143,775 ha atau 3,65% dari daerah penelitian.
d. Satuan Batugamping Foraminifera, satuan yang tersusun oleh batugamping
berlapis dengan sisipan tufa dan lempung tufaan. Batuan ini tersingkap
dilereng Gunung Tugu, Gunung Kampak, Gunung Jeto, Gunung Temas,
Gunung Lanang, dan Gunung Batilan. Satuan ini menempati wilayah
seluas 577,5 ha atau 14,66% dari daerah penelitian.
e. Satuan Endapan Lempung Pasiran, satuan yang terbentuk oleh hasil proses
sedimentasi. Endapan ini terdapat pada bentuk lahan dataran alluvial, kipas
alluvial dan tanggul alam. Satuan ini menempati wilayah seluas 2047,875
ha atau 52,02% dari daerah penelitian.
E. Hidrologi

34

Karakteristik dan susunan dari suatu sistem hidrologi suatu daerah sangat
erat hubungannya dengan sistem pola pengaliran yang mengerosi tanah
permukaan dalam suatu daerah tersebut. Pola pengaliran sungai yang terbentuk
dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu: kemiringan lereng mula-mula, jenis
litologi, dan keanekaragaman litologi, struktur batuan dan iklim terutama curah
hujan (Thornbury, 1969).
Pola pengaliran sungai yang ada didaerah penelitian adalah pola paralel
dan radial dengan sungai utamanya adalah Sungai Dengkeng. Pola pengaliran
tersebut perkembangannya dikontrol oleh adanya struktur geologi dan struktur
geomorfologi didaerah penelitian, dengan bukti Sungai Dengkeng lembah
sungainya merupakan slenk yang membelah perbukitan Jiwo Barat dan Jiwo
Timur dengan arah Timur Laut. Ditinjau dari sifat alirannya sungai tersebut
bertipe epherement yaitu sungai yang mengeluarkan air hanya setelah terjadi
hujan. Berdasarkan pada pola pengaliran dan kemiringan lerengnya, daerah
penelitian dapat dibagi menjadi 2 wilayah air permukaan yaitu: wilayah dataran
dan wilayah perbukitan kompleks. Pada wilayah dataran mempunyai kondisi
kemiringan yang landai dan sifat batuannya lempungan maka pada periode bulan
basah sering terjadi banjir, sedangkan pada periode bulan kering kekurangan air.
Pada wilayah dataran ini terdapat Sungai Dengkeng dan Rowo Jombor yang telah
dimanfaatkan sebagai sistem pengairan teknis untuk keperluan mengairi sawah
yang ada di wilayah Kecamatan Bayat, Kecamatan Cawas, dan Kecamatan
Karangdowo.
Wilayah kompleks perbukitan pola aliran sungai yang ada adalah pola
aliran sungai paralel dan radial, yang sungainya mengalir sesuai dengan
kemiringan lereng yang dipisahkan oleh punggungan yang memanjang. Pada
perbukitan Jiwo Timur garis pemisah air tanah dengan arah secara umum timurbarat melalui punggungan Gunung Temas-Pendul dan Konang. Aliran tanah
dibagian selatan mengalir ke utara searah kemiringan lereng bukit. Pada
perbukitan Jiwo Barat garis pemisah air tanahnya adalah punggungan dari

35

Gunung Tugu- Gunung Sari-Gunung Budo-Gunung Merak-Gunung Cakaran serta


deretan Gunung Kebo dan Gunung Jabalkat.
F. Penggunaan Lahan
Daerah penelitian mempunyai berbagai bentuk penggunaan lahan
sebagai cerminan interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungannya
bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh kemajuan zaman. Penutup lahan
antaralain: sawah, tegalan, permukiman, pekarangan, dan rawa.
G. Usaha Konservasi Lahan
Usaha Konservasi tanah dan air diperbukitan Jiwo pada saat ini terlihat
adanya usaha pemanfaatan lahan dengan tanaman keras seperti jati, mangga, dan
lain-lain. Bentuk konservasi diatas dikenal dengan agroforestry. Kenyataan
dilapangan bahwa usaha tersebut berhasil untuk menghijaukan sebagian besar
lahan di daerah penelitian.

H. Faktor Pembentuk Tanah


Menurut M. Isa Dharmawijaya, tanah adalah akumulasi tubuh alam
bebas yang menduduki sebagian besar permukaan bumi dan mempunyaisifatsifat sebagai pengaruh iklim dan organisme yang bekerja terhadap batuan
induk pada relief tertentu dan dalam jangka waktu tertentu serta dapat
menumbuhkan tanaman.
Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh lima faktor yang bekerja
secara bersama-sama dalam berbagai proses baik secara fisik maupun kimia.
Kelima factor tersebut antaralain: iklim, organism, bahan induk, topografi,
dan waktu. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing faktor:
a. Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca pada waktu yang relatif lama
(kurun waktunya 30 tahun). Komponen iklim yang utama yaitu
curah hujan dan temperatur. Kedua komponen ini sangat

36

berpengaruh terhadap pembentukan tanah melalui proses pelapukan


fisik dan kimia.
b. Organisme
Semua makhluk hidup berpengaruh terhadap pembentukan
tanah baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Vegetasi
memiliki pengaruh langsung terhadap pembentukan tanah karena
biasanya vegetasi berkedudukan tetap dalam jangka waktu yang
lama. Sedangkan manusia dan hewan berpengaruh secara tidak
langsung dalam hal pengelolaan lahan.
c. Bahan Induk
Bahan induk sangat berpengaruh pada proses pembentukan
tanah, yaitu berpengaruh pada sifat-sifat fisik dan kimia tanah
(tekstur,

struktur,

keasaman,

dan

lain-lain).

Tanah

yang

memperlihatkan sifat-sifat kimia yang sama dengan bahan induknya


digolongkan dalam tanah-tanah endodynamomorf. Sedangkan tanah
lainnya yang memperlihatkan sifat-sifat yang lain dari bahan
induknya digolongkan dalam tanah-tanah ectodynamomorf.
d. Topografi
Keadaan topografi dapat mempengaruhi proses pembentukan
tanah. Topografi dapat mempercepat maupun memperlambat proses
tersebut.

Suatu

daerah

yang

bertopografi

perbukitan

akan

mempercepat proses pembentukan dan perkembangan tanah


daripada daerah yang datar. Daerah yang miring (berbukit-bukit)
akan mempermudah terjadinya erosi sehingga mempercepat
pelapukan fisik dan kimia oleh air yang melewatinya.
Di daerah datar sering terdapat cekungan yang menampung
air, karena air menggenang dan tidak mengalir sehingga membentuk
tanah. Arah lereng berhubungan dengan intensitas sinar matahri
serta tiupan angin. Hal ini sangat mempengaruhi jenis vegetasi dan

37

tanah. Tanah yang sedikit memperoleh sinar matahari proses


pelapukannya menjadi lambat. Dengan kata lain semakin banyak
intensitas sinar matahari semakin cepat pelapukan.
e. Waktu
Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh lama waktu
pelapukan tanah. Semakin lama proses pelapukan, tanah akan cepat
berkembang. Berdasarkan susunan horisonnya tanah dibagi
menjadi:
1) Tanah yang masih berupa bahan induk
2) Tanah muda, yaitu tanah yang baru mulai pedogenesisnya,
baru terdiri dua horizon
3) Tanah dewasa, yaitu tanah yang telah mengalami proses
pelapukan lanjut dan proses perlindihan yang telah mencapai
maksimum
4) Tanah tua, yaitu tanah yang telah mengalami proses
pelapukan lanjut dan proses perlindihan yang maksimum
Kelima faktor tersebut saling berpengaruh, namun seberapa
besar pengaruhnya tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu para ahli
memilih faktor-faktor yang dominan dan tetap untuk mengetahui
seberapa besar pengaruhnya dalam pembentukan tanah.

38

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Pelaksanaan penelitian berada di desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten. Di lokasi penelitian ini telah dibuat empat titik
profil tanah dengan lokasi yang berbeda untuk diambil sampel dan diteliti.
Lebih lanjut akan dijelaskan dengan deskripsi umum dan deskripsi
morfologi tanah pada masing-masing untuk penggunaan profil tanah.
I.
Titik Pengamatan Profil Tanah 1
A. Informasi Sekitar Lokasi Sampel
a. Nomor Lapang
Pengambilan sampel pada titik pengamatan 1 dengan
nomor lapang I/1/KL 8.
b. Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu, 7 Mei 2016.
c. Lokasi
Pengamatan dilakukan pada titik 484393 E dan 9164313 S
secara administrasi terletak di Desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
d. Ketinggian Tempat
Tempat pengamatan mempunyai ketinggian 196 meter dpl.
e. Jenis Tanah
Diketahui jenis tanah pada titik pengamatan 1 berdasarkan
perbedaan tanah atas dasar topografi (toposequent) adalah
litosol.
f. Keadaan Cuaca dan Iklim

39

Iklim di lokasi pengamatan adalah beriklim Aw atau tropika


basah. Keadaan cuaca pada saat pengamatan cerah,
sedangkan cuaca pada hari sebelumnya cerah.
B. Morfologi Luar
a. Bentuklahan
Bentuklahan pada titik pengamatan profil tanah I adalah
bentuklahan denudasional yaitu bentuk lahan yang terjadi
akibat proses proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan
(mass waiting) dan proses pengendapan yang terjadi karena
agradasi atau degradasi.
b. Lereng
Lokasi pengamatan berada di lereng atas dengan eksposisi
lereng makro yaitu 1600 North East (NE). Dan bentukknya
cembung, sedangkan bentuk lereng mikro yaitu cekung
dengan kemiringan 6% atau 40 dan panjangnya 6,6 meter.
c. Drainase
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi drainase
permukaan di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori
baik.
d. Material permukaan
Material permukaan yang terdapat di lokasi pengamatan
pertama dilihat dari bentuknya adalah batuan kerikil dengan
ukuran 40 cm dengan sifat homogen.
e. Vegetasi
Di lokasi pengamatan terdapat vegetasi asli dan bukan asli.
Vegetasi asli berupa rumput dan semak belukar, sedangkan
vegetasi bukan asli yang merupakan vegetasi hasil
budidaya penduduk sekitar didominansi oleh tanaman
adalah jati, sedangkan secara spesifik terdapat tanaman
kacang, singkong, jagung (palawija).

40

Gambar 1. Pohon Jati

Gambar 2. Rumput dan Semak

f. Penggunaan lahan
Lahan di lokasi pengamatan digunakan untuk Agroforestry
(wanatani), yang merupakan gabungan penggunaan lahan
untuk

tanaman

musiman

kacang,

singkong, jagung

(palawija) dan tanaman tahunan (jati). Pola tanam yang


digunakan adalah sistem tumpangsari. Dan pengeloaan
vegetasi dilakukan secara tradisional. Sumber air untuk
berasal dari curah hujan.

JATI

KACANG

Gambar 3. Wanatani Kacang dan Jati

41

Gambar 4. Palawija
g. Keadaan Erosi
Kedaan erosi pada lokasi pengamatan pertama adalah erosi
lembar dan erosi alur.
C. Morfologi Dalam
Pada lokasi pengamatan 1 terdapat 2 lapisan tanah, yaitu
horison A dan R. Berikut deskripsi morfologi dalam pada
lokasi pengamatan 1 adalah:
a. Horison
- Horison A merupakan horison mineral paling atas yang menampakkan
ciri-ciri terjadinya proses eluviasi atau proses pencucian (pelindian)
unsur-unsur hara, partikel-partikel lempung, dan bahan organik dari
-

tanah permukaan (top soil) menuju tanah bawahan (sub siol).


Horison R
Horison R merupakan batuan induk tanah.
Gambar 5. Horizon Ap dan R

b.
Dalam

Kedalaman lapisan
lapisan (Ca) pada

lapisan Ap

adalah 0-10 cm,

sedangkan

pada

lapisan

dalamnya >10 meter.

42

Ap 0 -10 cm
R >10 m

c. Batas lapisan
Batas
lapisan
abrupt atau tegas
karena memiliki tebal batas > 2,5 cm, dengan bentuk peralihan (topografi
batas) wavy yaitu bentuk peralihan berombak.
d. Sifat Fisik
1. Warna
Warna pada lapisan ini adalah 7,5 YR4/4 Brown. Pernyataan ini didapat
berdasarkan buku munsell.
2. Tekstur
Pada lapisan tanah ini mengandung fraksi pasir yang lebih dominan dan
mengandung fraksi debu. Sehingga dapat disimpulkan tekstur pada lapisan ini
adalah pasir berdeb
3. Struktur tanah
Tingkat perkembangan tanah tergolong cukup, agregat berbentuk sedang,
jelas terbentuk dan cukup mantap, apabila diremas pecah menajdi agregat lebih
kecil, bentuknya dalah remah.
4. Konsistensi
Dalam keadaan basah konsistensi tanahnya yaitu agak lekat, dalam
keadaan lembab konsistensinya teguh, sedangkan dalam keadaan kering
konsistensinya keras.
5. Sifat kimia
a. PH
Dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 6 yang berarti Asam Dengan
menggunakan KCl maka didapat PH 5 yang berarti asam

5. Perakaran
Perakaraan pada titik pengamatan 2 adalah halus dengan diameter 1 2 mm
dengan jumlah yang banyak.

43

6. Drainase
Keadaan drainase di lokasi pengamatan 2 pada profil dalam adalah baik, artinya
tanah mempunyai peredaran udara baik , seluruh profil tanah dari atas sampai kebawah
(200cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat
atau kelabu.

II.

Titik Pengamatan Profil Tanah 2


A. Informasi Sekitar Lokasi Sampel
a. Nomor Lapang
Pengambilan sampel pada titik pengamatan 2 dengan
nomor lapang I/2/DA
b. Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu, 7 Mei 2016.
c. Lokasi
Pengamatan dilakukan pada titik 462297 E dan 9140249 S
secara administrasi terletak di Desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
d. Ketinggian Tempat
Tempat pengamatan mempunyai ketinggian 179 meter dpl.
e. Jenis Tanah
Diketahui jenis tanah pada titik pengamatan 2 berdasarkan
perbedaan tanah atas dasar topografi (toposequent) adalah
litosol.
f. Keadaan Cuaca dan Iklim
Iklim di lokasi pengamatan adalah beriklim ...... atau
tropika basah. Keadaan cuaca pada saat pengamatan cerah
berawan, sedangkan cuaca pada hari sebelumnya cerah.
B. Morfologi Luar
h. Bentuklahan
Bentuklahan pada titik pengamatan profil tanah 2 adalah
bentuklahan denudasional.
i. Lereng
Lokasi pengamatan berada di lereng atas dengan eksposisi
lereng makro yaitu 1490 North East (NE). Dan bentukknya
cembung, sedangkan bentuk lereng mikro yaitu cekung
dengan kemiringan 11% atau 60 dan panjangnya 6 meter.
j. Drainase

44

Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi drainase


permukaan di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori
baik.
k. Material permukaan
Material permukaan yang terdapat di lokasi pengamatan
adalah batu dengan ukuran 7,5 25 cm.
l. Vegetasi
Di lokasi pengamatan terdapat vegetasi asli dan bukan asli.
Vegetasi asli berupa rumput dan semak belukar, sedangkan
vegetasi bukan asli yang merupakan vegetasi hasil
budidaya penduduk sekitar didominansi oleh tanaman

adalah jati, sedangkan secara spesifik terdapat tanaman


kacang, singkong, jagung (palawija).
Gambar 6. Pohon Pisang

Gambar 7. Pohon Ketela Pohon

m. Penggunaan lahan
Lahan di lokasi pengamatan digunakan untuk Agroforestry
(wanatani), yang merupakan gabungan penggunaan lahan
untuk

tanaman

musiman

kacang,

singkong, jagung

(palawija) dan tanaman tahunan (jati). Pola tanam yang

45

digunakan adalah sistem tumpangsari. Dan pengeloaan


vegetasi dilakukan secara tradisional. Sumber air untuk
berasal dari curah hujan.

Gambar 8. Penggunaan lahan


n. Keadaan Erosi
Erosi yang terjadi di titik pengamatan 2 adalah erosi alur.
C. Morfologi Dalam
Pada lokasi pengamatan 2 terdapat 2 lapisan tanah, yaitu
horison A dan R. Berikut deskripsi morfologi dalam pada
d.

lokasi pengamatan 1 adalah:


Horison
- Horison A merupakan horison paling atas dimana terjadi proses
eluviasi atau proses pencucian (pelindian) unsur-unsur hara, partikelpartikel lempung, dan bahan organik dari tanah permukaan (top soil)
-

menuju tanah bawahan (sub siol).


Horison R
Horison R adalah batuan induk tanah.

Gambar 9.

Horizon

Stopsite 2 Ap

dan R

46

e.Kedalaman lapisan
Dalam lapisan (Ca) pada lapisan Ap adalah 0-10 cm, sedangkan pada
lapisan R dalamnya >10 meter.

Ap 0 10 cm

R >10 meter

Gambar 10. Tebal Perlapisan


f. Batas lapisan
Batas lapisan horisan tergolong gradual atau peralihan berangsur, lebar
peralihan 5-12 cm.
e. Sifat Fisik
1. Warna
Warna pada lapisan ini adalah 7,5 YR4/4 Brown. Pernyataan ini
didapat berdasarkan buku munsell.
2. Tekstur
Pada lapisan tanah ini mengandung fraksi pasir yang lebih dominan dan
mengandung fraksi debu. Sehingga dapat disimpulkan tekstur pada lapisan
ini adalah pasir berdebu
Gambar

11.

Uji

Kualitatif

Penentuan

Tekstur

47

3. Struktur tanah
Tingkat perkembangan tanah tergolong cukup, agregat berbentuk sedang,
jelas terbentuk dan cukup mantap, apabila diremas pecah menajdi agregat
lebih kecil, bentuknya dalah remah.
4. Konsistensi
Basah: agak lekat
Lembab: gembur
Kering: keras
5. Sifat kimia
a. PH
Dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 6 yang berarti Asam
Dengan menggunakan KCl maka didapat PH 5 yang berarti asam
5. Perakaran
Perakaraan pada titik pengamatan 2 adalah halus dengan diameter 1 2 mm
dengan jumlah yang banyak.
6. Drainase
Keadaan drainase di lokasi pengamatan 2 pada profil dalam adalah baik, artinya
tanah mempunyai peredaran udara baik , seluruh profil tanah dari atas sampai
kebawah (200cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak
kuning, coklat atau kelabu.

III.

Titik Pengamatan Profil Tanah 3


A. Informasi Sekitar Lokasi Sampel
a. Nomor Lapang
Pengambilan sampel pada titik pengamatan 3 dengan
nomor lapang I/3/HDS
b. Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu, 7 Mei 2016.
c. Lokasi
Pengamatan dilakukan pada titik 462297 E dan 9140249 S
secara administrasi terletak di Desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
d. Ketinggian Tempat
Tempat pengamatan mempunyai ketinggian 179 meter dpl.
e. Jenis Tanah
Diketahui jenis tanah pada titik pengamatan 2 berdasarkan
perbedaan tanah atas dasar topografi (toposequent) adalah
litosol.
f. Keadaan Cuaca dan Iklim

48

Iklim di lokasi pengamatan adalah beriklim Aw atau tropika


basah. Keadaan cuaca pada saat pengamatan cerah
berawan, sedangkan cuaca pada hari sebelumnya cerah.
B. Morfologi Luar
a. Bentuklahan
Bentuklahan pada titik pengamatan profil tanah 2 adalah
bentuklahan denudasional, yaitu bentuklahan yang terjadi
akibat adanya proses-proses pelapukan (weathering), erosi,
dan gerak masa batuan (mass movement) dan proses
pengendapan (sedimentation). Bahan induk pembentuk
tanah pada lokasi pengamatan berasal dari pelapukan
batuan diorit, dan secara geologis termasuk dalam formasi
perbukitan jiwo.
b. Lereng
Lokasi pengamatan berada di lereng bawah dengan
eksposisi lereng makro yaitu 1010 North East (NE). Dan
bentukknya cembung, sedangkan bentuk lereng mikro yaitu
cekung dengan kemiringan 4% atau 20 dan panjangnya 7,40
meter.
c. Drainase
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi drainase
permukaan di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori
baik, hal ini menunjukkan bahwa seluruh profil tanah tanah
dari tas sampai ke bawah tidak terdapat bercak-bercak
kuning, coklat, atau kelabu.
d. Material permukaan
Material permukaan yang terdapat di lokasi pengamatan
adalah kerikil dengan ukuran 0,2-1,25 cm.
e. Vegetasi
Di lokasi pengamatan terdapat vegetasi asli dan bukan asli.
Vegetasi asli berupa rumput dan semak belukar, sedangkan
vegetasi bukan asli
yang
vegetasi

merupakan
hasil

49

budidaya penduduk sekitar didominansi oleh tanaman


adalah jati, sedangkan secara spesifik terdapat tanaman
kacang, singkong, jagung (palawija), pepaya, bambu, talas,
pisang.
Gambar 12. Pohon Palawija
Gambar 13. Pohon Ketela Pohon
f. Penggunaan
lahan
Lahan di lokasi
pengamatan
digunakan untuk
Agroforestry
(wanatani), yang merupakan gabungan penggunaan lahan
untuk

tanaman

musiman

kacang,

singkong, jagung

(palawija) dan tanaman tahunan (jati). Pola tanam yang


digunakan adalah sistem tumpangsari. Dan pengeloaan
vegetasi dilakukan secara tradisional. Sumber air untuk
berasal dari curah hujan.

Gambar 14. Penggunaan Lahan Wanatani

50

g. Keadaan Erosi
Erosi yang terjadi di titik pengamatan 2 adalah erosi
lembar, yaitu erosi yang tidak segera nampak karena
kehilangan lapisan oleh tanah adalah seragam, dan erosi
alur, yang terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir
pada tempat-tempat tertentu yang menerapkan pola
pengolahan tanah menurut lereng.
C. Morfologi Dalam
Pada lokasi pengamatan 2 terdapat 2 lapisan tanah, yaitu
horison A dan R. Berikut deskripsi morfologi dalam pada
lokasi pengamatan 1 adalah:
a.

Horison
- Horison Ap merupakan horison yang dicirikan oleh akumulasi bahan
organik, bercampur intensif dengan fraksi mineral dan menunjukkan
-

horison yang diolah.


Horison E merupakan horison yang mengalami proses pelindian
(leaching) maksimal, dicirikan oleh warna yang lebih terang daripada

horison yang terletak di bawahnya.


Horison CB merupakan horison yang terbentuk karena adanya proses
iluviasi.
Horison CR
Kandungan bahan induk tanah pada lapisan ini lebih banyak.
Horison R adalah batuan induk tanah.

Gambar 15. Lapisan tanah

51

b. Kedalaman lapisan
Dalam lapisan (Ca) pada lapisan Ap adalah 6 cm, pada lapisan E
kedalamannya 7-33 cm, pada lapisan CB kedalamannya 34-52 cm, pada lapisan
CR kedalamannya 52-70 cm, pada lapisan R kedalamannya >70 cm.

6 cm
7 33 cm
34 52 cm
52 70 cm
> 70 cm
Gambar 16. Tebal perlapisan
c. Batas lapisan dan topografi batas
Batas lapisan horisan secara
berangsu dimulai dari horison Ap, CB,
CR,

dan

yaitu

abrupt

yang

menunjukkan peralihan sangat jelas dengan lebar peralihan <2cm. Sedangkan


pada horison E batas horisonnya yaitu clear yang menunjukkan peralihan yang
jelas dengan lebar peralihan 2-5cm.
Topografi batas untuk keseluruhan horison menunjukkan bentuk peralihan
smooth yang menunjukkan bentuk peralihan relatif besar.
d. Sifat Fisik
1. Warna

52

Warna pada lapisan horison Ap adalah 7,5 YR 2/3 (very dark


brown); 7,5 YR 4/3 (brown); 7,5 YR 4/6 (brown); 7,5 YR 5/6 (bright
brown).
2. Tekstur
Pada lapisan tanah ini mengandung fraksi pasir yang lebih
dominan dan mengandung fraksi debu. Sehingga dapat disimpulkan
tekstur pada lapisan ini adalah pasir berdebu pada horison Ap dan E,
sedangkan pada lapisan CB dan CR didominasi oleh tanah lempung dan
mengandung pasir, sehingga dapat dikatakan sebagai lempung berpasir.
3. Struktur tanah
- Tingkat perkembangan tanah pada horison Ap dan E tergolong kuat,
dengan bentuk agregat sangat jelas dan satu sama lain mudah dipisahkan.
- Tingkat perkembangan tanah pada horison CB dan CR tergolong cukup,
dengan bentuk agregat jelas terbentuk dan cukup mantap.
Kelas struktur pada horison Ap menunjukkan sangat kasar, pada horison
E menunjukkan kasar, pada horison CB menunjukkan sedang, pada
horison CR menunujukkan halus. Pada keempat horison menunjukkan tipe
struktur gumpal bersudut
4. Konsistensi
- pada horison Ap dan E konsistensi tanah dalam keadaan basah mempunyai
kelekatan sangat lekat, dalam keadaan lembab konsistensinya sangat
gembur, sedangkan dalam keadaan kering konsistensinya keras.
- pada horison CB dan CR konsistensi tanah dalam keadaan basah
mempunyai kelekatan sangat lekat, dalam keadaan lembab konsistensinya
gembur, sedangkan dalam keadaan kering konsistensinya keras.
5. Sifat kimia
a. PH
- pada horison Ap dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 6
yang berarti asam, dengan menggunakan KCl maka didapat PH 5 yang berarti
asam.

- pada horison E dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 6


yang berarti asam, dengan menggunakan KCl maka didapat PH 6 yang berarti
asam.

53

- pada horison CB dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 5


yang berarti asam, dengan menggunakan KCl maka didapat PH 6 yang berarti
asam.

- pada horison CR dengan menggunakan H2O maka didapatkan PH 5


yang berarti asam, dengan menggunakan KCl maka didapat PH 5 yang berarti
asam.
5. Perakaran.
Perakaraan pada titik pengamatan 4 adalah sedang dengan diameter 2-5
mm dengan jumlah yang banyak.

A. Informasi Sekitar Lokasi Sampel


a. Nomor Lapang
Pengambilan sampel pada titik pengamatan 4 dengan
nomor lapang 1/IV/PA
b. Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu, 7 Mei 2016.
c. Lokasi
Pengamatan dilakukan pada titik 462739 S 9139264 S
secara administrasi terletak di Desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
d. Ketinggian Tempat
Tempat pengamatan mempunyai ketinggian 159 meter dpl.
e. Jenis Tanah
Diketahui jenis tanah pada titik pengamatan 4 berdasarkan
perbedaan tanah atas dasar topografi (toposequent) adalah
grumusol.
f. Keadaan Cuaca dan Iklim
Iklim di lokasi pengamatan adalah beriklim Aw. Keadaan
cuaca pada saat pengamatan mendung, sedangkan cuaca
pada hari sebelumnya cerah.
a. Morfologi Luar
a. Bentuklahan
Bentuklahan pada titik pengamatan profil tanah 4 adalah
bentuklahan denudasional.
b. Lereng
Lokasi pengamatan berada di lereng atas dengan eksposisi
lereng makro yaitu 3420 No rth East (NE). Dan bentukknya

54

cembung, sedangkan bentuk lereng mikro yaitu cekung


dengan kemiringan 6% atau 10 dan panjangnya 21,56 meter.
c. Drainase
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi drainase
permukaan di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori
buruk.
d. Material permukaan
Material permukaan yang terdapat di lokasi pengamatan
adalah kerikil dengan ukuran 0,2-1,25 cm.
e. Vegetasi

Gambar. 17 Vegetasi
Di lokasi pengamatan terdapat vegetasi asli dan bukan asli.
Vegetasi asli berupa rumput dan semak belukar, sedangkan
vegetasi bukan asli yang merupakan vegetasi hasil
budidaya penduduk sekitar didominansi oleh tanaman
adalah tahunan (jati), vegetasi spesifik berupa padi,
singkong, pisang, cabai, dan mangga.
f. Penggunaan lahan
Lahan di lokasi pengamatan digunakan untuk Agroforestry
(wanatani), yang merupakan gabungan penggunaan lahan
untuk tanaman musiman tebu, singkong dan tanaman
tahunan (jati). Pola tanam yang digunakan adalah sistem
tumpangsari. Dan pengeloaan vegetasi dilakukan secara
tradisional. Sumber air untuk berasal dari curah hujan.

55

g. Keadaan Erosi
Erosi yang terjadi di titik pengamatan 4 adalah erosi lembar
dan erosi alur.
b. Morfologi Dalam
Pada lokasi pengamatan 2 terdapat 2 lapisan tanah, yaitu horison A
dan R. Berikut deskripsi morfologi dalam pada lokasi pengamatan 1 adalah:
i. Horison
Pada stopsite 4 terdapat Lapisan I, II, III, dan IV.

Gambar. 18 Perlapisan
ii. Kedalaman lapisan
Pada Lapisan I memiliki kedalaman 0-25cm
Pada Lapisan II memiliki kedalaman 25-45cm
Pada Lapisan III memiliki kedalaman 45-61cm
Pada Lapisan IV memiliki kedalaman 61-85cm
Pada Lapisan V memiliki kedalaman ~
iii. Batas lapisan
Batas lapisan I, II, III, dan IV tergolong aburpt atau peralihan sangat jelas,
lebar peralihan < 2cm.
f. Sifat Fisik
1. Warna
56

Warna pada lapisan I adalah 2,5 YR 3/1 Brownish Black


Warna pada lapisan II adalah 2,5 YR 4/1 Yellow Grey
Warna pada lapisan III adalah 10 YR 3/1 Brownish Black
Warna pada lapisan IV adalah 7,5 YR 3/1 Brownish Black
Pernyataan ini didapat berdasarkan buku munsell.

2. Tekstur
Pada Lapisan I bertekstur lempung berdebu
Pada Lapisan II, III, dan IV bertekstur Lempung berpasir
3. Struktur tanah
Tingkat perkembangan tanah pada lapisan I, II, dan III tergolong
kuat, sedangkan pada lapisan IV tergolong cukup. Tipe dan ukuran
struktur tanah pada Lapisan I, II, III, dan IV kasar dengan ukuran 2050mm.
4. Konsistensi
Basah: Pada Lapisan I, II, III, dan IV memiliki konsistensi agak

plastis.
Lembab: Pada Lapisan I, II, dan III memiliki konsistensi teguh. Pada

Lapisan IV memiliki konsistensi sangat teguh.


Kering: Pada Lapisan I, II, III, dan IV memiliki konsistensi keras.
5. Sifat kimia
a. PH
Dengan menggunakan H2O maka didapatkan pH Lapisan I adalah 6

dan pada Lapisan II, III, dan IV adalah pH 5 yang berarti asam.
Dengan menggunakan KCl maka didapatkan pH Lapisan I adalah 5
dan pada Lapisan II, III, dan IV adalah pH 6 yang berarti asam.

5. Perakaran
Perakaraan pada titik pengamatan 4 adalah halus dengan diameter 1 2 mm
dengan jumlah yang banyak.
6. Drainase
Keadaan drainase di lokasi pengamatan 4 pada profil dalam adalah buruk, artinya
tanah mempunyai peredaran udara yang buruk , seluruh profil tanah dari atas
sampai kebawah (85 cm) berwarna gelap dan terdapat bercak.

B. PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini dapat digunakan sebagai
dasar untuk menjawab permasalahan permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Dari perumusan tersebut akan diketahui potensi daerah penelitan.
57

1. Keadaan geografis lokasi pengamatan


Keadaan geografis lokasi pengamatan bisa dideskripsikan sebagai
perbukitanya itu perbukitan jiwo, lokasi pengamatan di 4 titik yang dilakukan
masing-masing berada di lereng atas, lereng tengah, lereng bawah di Perbukitan
Jiwo. Batuan di lokasi pengamatan merupakan jenis batuan beku, yaitu batuan
mikro diorite karena batuan yang terdapat di lokasi pengamatan merupakan
batuan beku sehingga aquifernya semi impermeable, maka pada lereng atas sulit
didapatkan air.
2. Keadaan morfologi tanah dilokasi pengamatan
Morfologi di 4 titik pengamatan mempunyai karakteristik dan kualitas
yang berbeda - beda. Hal ini disebabkan karena faktor pembentuk tanah yang
berbeda pula pada lokasi pengamatan, pada lokasi pengamatan I tanah mempunyai
sollum yang tipis, horizon yang terbentuk yaitu horizon Ap dan R. jenis tanahnya
litosol berdasarkan toposekuen. Keadaan yang demikian dipengaruhi pula oleh
topografinya yang berada di lereng atas sehingga didominasi oleh proses erosi,
tekstur tanahnya kasar karena pengaruh proses erosi serata dekat dengan batuan
induk tanah. Pada lokasi pengamatan II horizon yang terbentuk sudah mengalami
perkembangan, terdapat 3 lapisan, yaitu horizon Ap,dan R. lapisan tanah ini
merupakan tanah yang sudah mengalami pengolahan jenis tanahnya latosol
berdasarkan toposekuen. Berbeda dengan lokasi pengamatan III yang sudah
mempunyai lapisan horizon yang lengkap, yaitu Ap, E, CB, CR dan R. lokasi
pengamatan III terletak pada lereng tengah, sedangkan lokasi pengamatan IV yang
sudah mempunyai lapisan horizon yang lengkap, akan tetapi belum diberi
penamaan pada masing-masing horisonnya. sehingga didominasi oleh proses
sedimenasi. Jenis tanahnya grumusol.
Pembuatan profil tanah yang dibuatpada 4 lokasi yang berbeda ternyata
sifat dan karakteristiknya berbeda. Perbedaan jenis tanah tersebut dikarenakan
adanya perbedaan topografi yang berbeda, yaitu :

Titik pengamatan I berada di lereng atas perbukitan jiwo

Titik pengamatan II berada di lereng tengah perbukitan jiwo


58

Titik pengamatan III berada di lereng tengah perbukitan jiwo

Titik pengamatan IV berada di lereng bawah perbukitan jiwo


Di masing masing titik terjadi proses pedogenesis yang berbeda

dipengaruhi factor eksogen daerah tersebut. Pada daerah perbuitan terjadi proses
erosi parit, sedangkan didaerah lereng tengah hanya terjadi erosi yang lebih
ringan. Sedangkan, pada lereng bawah terjadi erosi lembar dan alur. Dan terjadi
proses sedimentasi. Hasil dari erosi yang berasal dari lereng atas dan lereng
tengah perbukitan jiwo. Hal ini menyebabkan perbedaan jenis tanah di keempat
lokasi titik pengamatan.
Tanah yang terbentuk pada 4 lokasi pengamatan dipengaruhi oleh factor
pebentuk tanah antara lain, iklim, vegetasi, topografi, waktu dan organisme. Pada
lokasi pengamatan factor pembentuk tanah lebih didominasi oleh factor topografi.
Dalam hal ini letak dapat dilihat dari keadaan reliefnya yang merupakan bentuk
lahan pebukitan. Letak topografi lokasi pengamatan masing-masing terletak pada
lereng atas, tengah dan bawah.

BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Morfologi tanah

di 4 lokasi pengamatan memiliki kualitas dan

karakteristik yang berbeda. Perbedaan tersebut meliputi banyaknya horizon yang

59

terbentuk, jenis tanah, sifat fisik dan kimia. Hal ini juga dikarenakan factor
pembentuk tanah yang mempengaruhinya juga berbeda
Perbedaan kualitas dan karakteristik tanah tersebut menyebabkan
perbedaan pula pada penggunaan lahan di tiap lokasi pengamatan. Pada lokasi
pengamatan I penggunaan lahan lebih didominasi untuk tegalan dan daerah
konservasi. Pada lokasi pengamatan II dan III sudah digunakan untuk
permukiman serta tegalan. Sedangkan lokasi pengamatan IV penggunaan
lahannya digunakan untuk permukiman warga karena tanahnya yang datar.
Factor pembentuk tanah yang paling dominan pada lokasi pengamatan
adalah faktor topografi.
B. SARAN
a. Sebelum melakukan penelitian persiapkan rencana kegiatan dengan
matang meliputi peralatan yang harus dibawa dan hal hal yang akan
dikerjakan pada lokasi penelitian.
b. Pelajari literatur yang ada mengenai karakteristik tanah baik morfologi
luar maupun dalam.
c. Pelajari karakterstik lahan yang akan diteliti dengan melihat peta rupabumi
atau peta lain yang terkait.
d. Catat deskripsi keadaan umum dan deskripsi morfologi tanah pada lembar
isian yang sudah disediakan dan teliti kembali.
e. Lakukan kerjasama yang baik antar anggota kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konsevasi Tanah dan Air. Penerbit IPS: Bogor
Darmawijaya, Isa. .... Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah Dan
Pelaksana Pertanian Di Indonesia. . Gadjah Mada University: Yogjakarta

60

Sartohadi, Junun dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Penerbit Pustaka Pelajar:
Yogjakarta.
Contoh Laporan Praktikum Geografi Tanah.

61

Anda mungkin juga menyukai