Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik
sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.
Siswa aktif dalam mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara
aktif pengetahuan yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan salah satu
tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan

(KTSP)

yaitu

mengembangkan

aktivitas

kreatif

yang

melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan


pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi,

dan

dugaan serta mencoba-coba (Depdiknas, 2006).


Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan
lancar bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian
ataupun salah konsep. Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan
suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didik agar dapat memahami
konsep-konsep yang telah diberikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Behavioristik


Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai
kompetensi keterampian dan sikap.Proses belajar dimuai sejak manusia
masih bayi sampai sepanjang hayatnya.Kapasitas manusia untuk belajar
merupakan karakteristik yang penting yang membedakan manusia dari
makhuk hidup lainnya.Kajian tentang kapasitas manusia untuk beajar
terutama tentang bagaimana prses belajar terjadi pada manusia
mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori.Teori
belajar yang terkenal adalah teori behavioristik(teori perilaku atau teori
tingkah laku).
Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar paling awal
dikenal dan masih terus berkembang sampai sekarang. Pemahaman yang
baik tentang teori behavioristik dapat membantu untuk merancang dan
melaksanakan

pembelajaran

secara

lebih

sistematis

dan

ilmiah

upaya

untuk

berdasarkan kaidah ilmu.

B. Hakikat Teori Belajar Behavioristik


Teori

belajar

behavioristik

lahir

sebagai

menyempurnakan dua perspektif strukturalis (Wundt) dan fungsionalis


(Dewey). Perspektif strukturalis percaya akan perlunya penelitian dasar
yang mempelajari tentang otak manusia. Kaum strukturalis tidak percaya
pada penelitian-penelitian aplikatif yang menggunakan binatang untuk
dirampatkan kepada manusia, terutama tentang cara kerja otak manusia.
2

Para strukturalis kemudian menggunakan alat instrokpeksi laporan diri


(self-report) tentang proses berpikir sebagai cara untuk mempelajari kerja
otak manusia. Namun alat tersebut dikritik oleh banyak kalangan karna
menghasilkan data dan imformasi yang sama sekali tidak konsisten
sehingga tidak dapat dipercaya.
Jika perspektif strukturalis cendrung berwawasan sangat sempit
(mikro) maka psikologi fungsionalis sebaliknya berwawasan sangat luas
(makro). Para ahli psikologi fungsionalis menyatakan perlu adanya kajian
tentang prilaku, selain kajian tentang fungsi proses mental, dan hubungan
antara proses mental dan tubuh manusia.
Dari

keterbatasan

persepektif

strukturalis

dan

psikologi

fungsionalis, Jonh B.Waston memulai upayanya untuk mengkaji prilaku,


terlepas dari proses mental dan lain-lain. Watson percaya bahwa, semua
makhluk hidup menyesuaikan diri terhadap lingkungannya melalui respon,
sebelum Watson, Ivan Palvov (ahli psikologi dari rusia). Teori Palvov
dikenal dengan nama Classical Conditioning , teori ini kemudian
digunakan oleh Watson dalam kajiannya terhadap prilaku bayi manusia.
Tokoh lain yang juga memulai kajian perilaku sebelum Watson adalah
Thorndike dengan teori yang dikenal sebagai Connectionism.
Aliran perilaku tentang belajar kemudian menjadi sangat populer di
awal abad ke-20, karna dianggap sederhana dan tepercaya (selalu dapat
diuji ulang).Melalui serangkaian penelitian, para ahli yang menganut aliran
perilaku menghasilkan sejumlah teori belajar behavioristik. Setiap teori
belajar behavioristik mempunyai kekhususan masing, yang sesungguhnya
saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, secara umum, semua
teori-teori tersebut memiliki premis dasar yang sama.
Teori belajar behavioristik mendefinisikan bahwa belajar merupakan
perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk
berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses

pematangan

(atau

pendewasaan)

semata.

Menurut

behavioristik, perubahan prilaku manusia sangat


linkungan

yang

akan

memberikan

beragam

teori

belajar

dipengaruhi oleh

pengalaman

kepada

seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi


dan atau mengubah kapasitas untuk merespon.

C. Premis Dasar Teori Belajar Behavioristik


Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa
interaksi antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu
proses belajar. Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil
belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat, dan tidak begitu
memperhatikan apa yang terjadi di dalam otak manusia karena hal
tersebut tidak dapat dilihat. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Namun
demikian, tidak kalah penting adalah masukan/input yang berupa stimulus
dapat dimanipulasi untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan.
Stimulus meliputi segala sesuatu yang dapt dilihat, didengar, dicium,
dirasakan, dan diraba oleh seseorang. Selain itu untuk memperolah hasil
belajar yang diinginkan selain stimulus, ada factor penting yang
berpengaruh yaiu faktor penguatan (reinforcement) yang diperkenalkan
oleh Pavlov dan Thorndike. Penguatan dapat ditambah dan dikurangi
untuk memperoleh respons yang semakin kuat atau semakin lemah.
Dengan premis dasar tersebut, terdapat tiga teori belajar behavioristik dari
Pavlov,Torndike dan Watson.

D. Macam-macam Teori Behaviorisme


1. Classical Conditioning Palvov
Percobaan yang dilakukan oleh Ivan Petrovich palvov (1849-1936)
merupakan upaya untuk meneliti conditioned reflekx atau reflex
terkondisi, yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri
seseorang serta gerak reflexs setelah menerima stimulus. Melalui teori ini
ada tiga parameter yang diperkenalkan Palvov yaitu reinforcement
(penguatan),
(pengembalian

extinction

(penghilangan),

spontan).

Penguatan
5

dan

spontaneous recovery

berperan

penting

dalam

mengkondisikan munculnya respon yang diharapkan, jika penguatan tidak


dimunculkan dan stimulus hanya ditampilkan sendiri maka respon
terkondisi akan menurun atau menghilang.Namun demikian bukan tidak
mungkin respons-respons tersebut akan muncul kembali.
2. Connectionism - Thorndike
Dasar-dasar teori Connectionism dari Edward L Thordike (18741949). Connectionism dari Thodike menyatakan bahwa belejar merupakan
proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respon yang benar
akan

semakin

diperkuat

melalui

serangkaian

proses

coba-coba,

sementara respons yang tidak benar akan menghilang. Teori ini dikenal
dengan nama Instrumental Conitioning, karana respon tertentu akan
dipilih sebagai instrumen dalam memperoleh reward atau hasil yang
memuaskan. Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang belajar yaitu law
of effect (dalil sebab akibat) menyatakan bahwa situasi atau hasil
menyenangkan diperoleh dari suatu respons akan memperkuat hubunga
antar stimulus dan respon atau prilaku yang dimunculkan, law pf exercise
(dalil

latihan

atau

menyempurnakan
menyatakan

pembiasaan)

respons

dan

kondisi-kondisi

menyatakan
law

yang

of

bahwalatihan

rediness

dianggap

(dalil

akan

kesiapan)

mendukungdan

tidak

mendukung pemunculan respons. Teori Connectionism dari Trorndikeini


dikenal sebagai teori belajar pertama.

3. Behaviorism Watson
Walaupun J.B. Waston (1878-1958) bukanlah ahli pertama yang
melakukan kajian terhadap prilaku manusia dalam proses belajar, namun
Watson lah yang melakukan penyimpulan atas teori Classical Conditioning
dari pavlov dan teori Connectionisme dari Thorndike. Menurut Watson,
stimulus dan respons yang menjadikonsep dasar dalam teori prilaku pada
umumnya,

haruslah

berbentuk

tingkah
6

laku

yang

dapat

diamati

(observable). Dengan demikian, dengan demikian Watson mengabaikan


berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar karna
dianggap terlalu kompleks untuk diketahui.Watson mengatakanbahwa
semua perubahan mentalyang terjadi dalm benak siswa adalah penting,
namun hal ini tidak dapat menjelaskan apakah perubahan tersebut terjadi
karna proses belejar atau proses pematangan semata. Hanya dengan
tingkah laku yang dapt diamati maka perubahan yang bakal terjadi pada
seseorang sebagai hasil proses belajar dapat diramalkan.
Interaksi antar stimulasi dan respons terhadap berbagai situasi
proses pengkondisian menurut Watson merupakan pengembangan
kepribadian seseorang. Watson mengemukakan bahwa pada dasarnya
bayi yang baru dilahirkan hanya memiliki tiga jenis respons emosional,
yaitu takut, marah dan sayang, Kehidupan emosi manusia dewasa sangat
komplek walaupun cukup koplek namun hasil proses pengkondisian
tersebut tetap dapat diukur sehingga hasil proses belejar dapat
diramalkan.

4. B. F. Skinner (Operant Condittioning)


Untuk

menguraikan

teori

pengkondisian,

B.

F.

Skinner

memperkenalkan konsep pengkondisian operan. Untuk memahami


pengkondisian operan, perlu dibedakan apa yang disebut Skinner sebagai
perilaku respon dan perilaku operan. Perilaku respon adalah respon
langsung pasa stimulus, seperti pada respon yang tidak dikondisikan
dalam pengkondisiana klasik. Sebaliknya, perilaku operan dikendalikan
oleh akibatnya. Pada mulanya hal itu terjadi dengan sendirinya: yaitu
munculnya lebih bersifat spontan daripada merupakan respon stimulus
tertentu.

Adapun

percobaan

Skinner

pengkodisian operan adalah sebagai berikut:

untuk

mendemonstrasikan

Seekor tikus yang lapar diletakan dalam sebuah kotak yang disebut
kotak Skinner. Di dalam kotak Skinner tersebut tidak terdapat apa-apa
kecuali sebuah jeruji yang menonjol di mana terdapat piring makanan di
bawahnya. Sebuah lampu kecil di atas jeruji dapat dinyalakan menurut
kehendak perlaku eksperimen.
Tikus yang dibiarkan sendiri dalam kotak, berjalan kesana kemari
menjelajahi keadaan sekitar. Kadang-kadang tikus melihat jeruji tersebut
dan menekannya. Lalu penekanan tikus pertama terhadap jeruji
merupakan peringkat dasar dasar penekanan jeruji. Setelah menentukan
peringkat dasar, pelaku eksperimen menggerakkan bubuk makanan yang
diletakkan di luar kotak Skinner. Setiap kali tikus menekan jeruji, butir-butir
halus makanan terluncut jatuh ke piring makanan. Tikus memakannya dan
segera menekan jeruji lagi. Makanan menguatkan (reinforce) penekann
jeruji dan laju penekanan meningkat secara drastic. Bila tempat makanan
tidak dihubungkan dengan jeruji sehingga penekanan jeruji tidak lagi
mengeluarkn makanan, laju penekanan jeruji akan berkurang. Berarti
respon operan mengalami pemadaman (extinction) tanpa adanya
penguatan.
Pelaku

eksperimen

dapat

menetapkan

diskriminasi

dengan

menyediakan makanan jika jeruji ditekan dan lampu menyala, tetapi tidak
ada makanan bila lampu mati. Penguatan selektif ini mengkondisikan tikus
untuk menekan jeruji hanya pada saat lampu menyala. Dalam hal ini,
lampu berfungsi sebagai stimulus diskriminatif (discriminative stimulus)
yang mengendalikan respon.
Dengan

demikian,

pengkondisian

operan

meningkatkan

kemungkinan adanya respon dengan menertakan penguat (reinforce)


setelah kejadiannya dan bisa bersaku sebaliknya (extinction).

E. Behaviorisme dalam Pendidikan Jasmani


8

Dalam pendidikann jasmani, kebutuhan yang timbul dalam diri


siswa akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan
mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur. Stimulus yang dapat
menimbulkan respons adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau
reseptor kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf
gerak dan dapat mengaktifkan otot-otot maskuler. Semakin tinggi
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran, maka akan
semakin kuat pula usaha siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Suatu kebutuhan harus ada dalam diri siswa yang sedang belajar, setiap
objek, kejadian, atau situasi dapat mempunyai nilai yang perlu diketahui,
apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan atau kekurangan pada diri
individu tentang pengetahuan akan objek, kejadian, atau situasi maka
individu tersebut akan lebih terstimuli untuk melakukan respons. Apabila
kebutuhan yang terjadi dalam individu terpenuhi dengan baik maka
hubungan antara stimulus dan respons akan semakin menguat.
Dalam teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull, diungkapkan
bahwa dorongan biologis merupakan kebutuhan utama seseorang, hal ini
sesuai dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin.
Berpangkal dari teori tersebut, kemudian dorongan di kembangkan lagi
menjadi tidak hanya pemenuhan kebutuhan biologis, namun juga
pemenuhan kebutuhan seperti uang, perhatian, afeksi, apresiasi sosial
dan lain sebagainya.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dorongan
dapat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dorongan positif dan
dorongan negatif. Pemberian semangat dan pujian merupakan contoh
dorongan yang bersifat positif, sedangkan kelelahan dan penghentian
aktivitas jasmani merupakan contoh dorongan negatif. Dalam proses
pendidikan

jasmani

di

sekolah

pemberian

semangat

dan

pujian

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh guru,
pemberian semangat dan pujian, siswa akan lebih terangsang untuk
melakukan aktivitas pendidikan jasmani dengan sungguh-sungguh dan
9

selalu ingin bisa melakukan berbagai gerakan yang dipelajari. Sesuatu


yang dapat memperkuat hubungan antara stimulus dengan respons,
sangat diperlukan selama proses pembelajaran pendidikan jasmani.
Kelelahan yang ditimbulkan karena aktivitas fisik dalam pembelajaran
pendidikan jasmani menyababkan respons yang diharapkan dalam
pembelajaran menjadi terganggu dan siswa membutuhkan istirahat,
sebagai contoh: jika siswa dilatih melakukan lompat jauh secara berulangulang, maka suatu ketika siswa akan mencapai titik terjauh, setelah siswa
melakukan istirahat maka hasil yang akan dicapai berikutnya akan
cenderung lebih baik dari yang pertama.
Menurut B.R Hergenhahn (2008: 143) bahwa penguatan adalah
reduksi dorongan, berdasarkan kalimat tersebut maka dapat diketahui
bahwa ternyata penguatan merupakan bagian dari dorongan, dalam
pembelajaran pendidikan jasmani, langkah yang dapat dilakukan setelah
melakukan dorongan salah satunya adalah melakukan penguatan.
Penguatan dapat ditingkatkan jika respons yang dilakukan terhadap
stimulus dapat memuaskan pelaku, seperti contohnya ketika siswa
melakukan gerakan smash dalam bolavoli, bila hasil smasannya berhasil
maka siswa tersebut menjadi semakin semangat melakukan gerakan
smash, bahkan mereka cenderung ingin mencoba garakan smash yang
lebih sulit. Berdasarkan contoh tersebut, maka seharusnya guru
pendidikan jasmani di sekolah berusaha menyusun RPP yang sekiranya
dapat memperoleh suatu hasil respon yang memuaskan siswa.
Kebiasaan juga merupakan sesuatu yang dapat memperkuat
hubungan antara stimulus dan respons. Kebiasaan merupakan salah satu
konsep

Clark

Leonard

Hull

yang

penting

dalam

meningkatkan

kemempuan siswa dalam menerima stimulus dan mengolah menjadi


respons. Dalam pendidikan jasmani, kebiasaan merupakan suatu hal yang
sangat penting terutama untuk siswa baru. Biasanya siswa baru di suatu
sekolah masih mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya termasuk mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani,
10

namun seiring berjalannya

waku dan dengan pembiasaan yang

dikondisikan secara baik oleh guru pendidikan jasmani, siswa menjadi


terbiasa menerima materi yang disampaikan di lingkungan yang baru
tersebut, sehingga kecepatan penerimaan stimulus dan pelaksanaan
respons yang dilakukan siswa menjadi semakin meningkat.
Dari semua teori-teori belajar behaviorisme, teori Clark Leonard Hull
terbukti merupakan salah satu teori yang paling provokatif dengan risetrisetnya, khususnya dalam penyelidikan mengenai peranan penguatan
didalam penegakan reaksi-reaksi bersyarat atau reaksi terkondisikan.
Clark Leonard Hull juga diakui sebagai salah seorang ahli teori belajar
behaviorisme yang paling awal berusaha merumuskan teori belajar secara
kuat. Prinsip utama dalam teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull
adalah bahwa suatu kebutuhan harus ada pada seseorang, sebelum
proses belajar itu terjadi dan apa yang dipelajari itu harus diamati oleh
orang lain yang lebih tahu, sebagai seseorang yang dapat memuaskan
kebutuhannya. Terdapat beberapa hal yang sangat penting dalam proses
belajar dari Clark Leonard Hull, yaitu adanya motivation (motivasi intensif)
dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus pendorongan).

F. Keunggulan dan Kelemahan Teori Behaviorisme

1. Keunggulan Teori Behaviorisme


a. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan

dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi

dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentukbentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

11

b. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi belajar

2. Kelemahan Teori Behaviorisme


Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered
learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil
yang diamati dan diukur.
b. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal
maupun fisik seperti kata kata kasar, ejekan , jeweran yang justru
berakibat buruk pada siswa.

BAB III
PENUTUP
12

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan


hal-hal sebagai berikut.
1. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus
dan respons.
2. Keunggulan teori behaviorisme adalah Teori ini cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk
bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. Kelemahan
dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru
(teacher

centered

learning),

bersifat

meanistik,

dan

hanya

berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya


mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif.

B. SARAN
Saran yang dapat sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam
proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan
teori belajar behaviorisme karena teori ini hanya berpusat pada guru dan
siswa

tidak

diberikan

kesempatan

untuk

mengembangkan

daya

imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif.


13

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Analisis Teori Belajar Ateori.


http://ktpunnes2007.blogspot.com/2009/04/analisis-teori-belajarateori.html.
Anonim.2011.Teori Belajar Behavioristik.
http://kamalfachri.wordpress.com/2011/02/07/teori-belajar-behavioristik.
http://afifkhoirulll.blogspot.com/2013/05/teori-belajar-behaviorismedari-clark.html

14

Anda mungkin juga menyukai