Anda di halaman 1dari 21

BORANG PORTOFOLIO MEDIS

Topik :
Kolelitiasis
Tanggal (kasus) :
November 2014
Presenter :
dr. Ristari Okvaria
Tanggal Presentasi :
Desember 2014
Pendamping : dr. Retno Suryani S
Tempat Presentasi :
Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Wanita, 40 tahun, mengeluh nyeri perut kanan atas, demam, mual, dan muntah
Tujuan :
Menegakkan diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Nama : Ny. E, 42 tahun, BB 70
Data Pasien :
No. Registrasi : 0070725
kg. TB 160 cm
Nama Klinik : RSUD Siti Aisyah
Telp : (0733) 451902
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien merasakan nyeri di perut kanan atas, nyeri menjalar

ke bahu sampai tembus ke belakang, nyeri hilang timbul, makin bertambah setelah pasien

memakan daging sapi, ayam, dan ikan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual, muntah

frekuensi 5kali, isi cairan dan sisa makanan, demam, nafsu makan menurun dan mengalami
penurunan berat badan.

2. Pemeriksaan fisik : Demam, IMT 27,34 kg/m2, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan

hipokondrium dekstra (+), Murphy sign (+)


3. Riwayat Pengobatan : Pasien berobat ke bidan diberi obat, tidak tahu apa nama obatnya

keluhan tidak berkurang


4. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti in
sebelumnya.
5. Riwayat Keluarga : Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini disangkal
6. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
Daftar Pustaka :

1. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al. Background:

Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.

2. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinic
Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.

3. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al. Flowchart for the

diagnosis and treatment of acute cholangitis and cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J


Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 27-34.

4. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S

Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.

5. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses pada: 8 November
2014]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.
6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
7. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.
8. Tjandra J. J. A.J. Gordon. Dkk. Textbook Of Surgery. Third Edition.New Delhi:Blackwell
Publishing.2006.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif :

Keluhan Utama: Nyeri perut di daerah kanan atas

Keluhan Tambahan : Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak 1 bulan SMRS, pasien merasakan nyeri di perut kanan atas, nyeri

menjalar ke bahu, dan hilang timbul. Demam tidak ada. Mual ada. Muntah tidak
ada. Pasien berobat ke bidan diberi obat, tidak tahu apa nama obatnya, keluhan
2

tidak berkurang. Sejak lima hari SMRS, nyeri di perut kanan atas semakin hebat,
nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang, nyeri hilang timbul, makin
bertambah setelah pasien memakan daging sapi, ayam, dan ikan. Nyeri ulu hati
(+), mual (+), muntah(+), frekuensi 5 kali, isi cairan dan sisa makanan. Demam
(+), menggigil (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+),
riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui berapa banyak. BAK lancar,
warna kuning. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Pasien lalu berobat ke
IGD RS Siti Aisyah Lubuk Linggau kemudian dirawat.
Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat pernah mengalami penyakit ini sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit kuning sebelumnya disangkal

Riwayat darah tinggi ada, sejak 1 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat sakit maag disangkal


Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini disangkal


1. Objektif :
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

Tekanan Darah : 170/100 mmHg

: compos mentis, GCS: 15

Nadi

Frekuensi Nafas : 20 x/ menit

Suhu

: 38,60 C

Berat Badan

: 70 kg

Tinggi Badan

: 160 cm

IMT

: 27,34 kg/m2

: 82x/menit

Status Internus
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk oval, simetris, deformasi (-), eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema
palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks
cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjungtiva (-).
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta
tidak ada nyeri penekanan.
Leher
Pembesaran tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-)
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), Spider nevi (-).
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru kanan dan kiri
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri
jantung linea midklavikula sinistra ICS IV
A : HR = 82x/menit, iregular, murmur (-), gallop (-)
Perut
I : Datar
P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan hipokondrium dekstra (+), Murphy
sign (+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-),
rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba

P : Timpani, shifting dullness (-)


A : Bising usus (+) Normal
Extremitas
Edema pretibial (-)
Laboratorium:
Hematologi (tanggal 28 Oktober 2014)
Hb

: 12,1 gr/dl

Ht

: 38 %

LED

: 15 mm/jam

Sel darah merah

: 4,2 juta/mm

Sel darah putih

: 8600/mm3

Trombosit

: 346.000/mm3

Hitung jenis

: 2/0/0/74/19/5

Kimia Darah (tanggal 28 Oktober 2014)


Bilirubin total

: 0,50 mg/dl

Bilirubin direct

: 0,20 mg/dl

Bilirubin indirect

: 0,30 mg/dl

SGOT

: 10 u/dl

SGPT

: 13 u/dl

USG Abdomen:
Hepar

bentuk dan ukuran normal, parenkim halus homogen, tepi

tajam
Gall Bladder

ukuran normal, dinding menebal (+), batu (+)

Lien

bentuk dan ukuran normal, parenkim halus

Ginjal kanan dan bentuk dan ukuran normal, batas korteks medulla jelas, tak
kiri

tampak batu

Vesica urinari
bentuk dan ukuran normal, dinding reguler, tak tampak batu
Kesan: kolesistitis + kolelitiasis

2. Assesment(penalaran klinis) :
Ny. E, wanita, usia 42 tahun, mengeluh nyeri di perut kanan atas, nyeri menjalar
ke bahu, dan hilang timbul sejak 1 bulan SMRS. Dari keluhan nyeri di perut kanan
atas ini bisa saja didapatkan dugaan bahwa ini berhubungan dengan gangguan di
hati, empedu, pankreas ataupun duodenum.
Nyeri di perut kanan atas semakin hebat sejak lima hari SMRS, nyeri menjalar
ke bahu sampai tembus ke belakang, nyeri hilang timbul. Ini menandakan gejala
primer dimana ini biasanya disebut sebagai refered pain yakni nyeri menjalar ke
bahu yang kemudian berjalan ke daerah thorax bagian belakang. Gejala ini
merupakan gejala dari gallbladder disease.
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam,
biasanya lokasi nyeri di perut kanan atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri
dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga
kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah,
skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah
Pasien mengeluh nyeri makin bertambah setelah pasien memakan daging sapi,
ayam, dan ikan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak
hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen
dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
6

kontraksi kandung empedu.


Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual, muntah, frekuensi 5 kali, isi cairan
dan sisa makanan, demam, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun. Nyeri
ulu hati merupakan biasanya nyeri penyerta yang dirasakan pasien selain nyeri di
perut kanan. Jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus
biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat
dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri
visera di daerah epigastrium, mungkin dapat menyebar ke punggung serta muntah.
Demam ditemukan karena pada pasien ini telah terjadi reaksi inflamasi yakni yang
mengarahkan kita ke arah penyakit infeksi.
Pada kasus ini, pasien berusia 42 tahun dan berjenis kelamin wanita. Risiko
untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang dengan usia yang lebih muda. Semakin meningkat usia, prevalensi
batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan

Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan


bertambahnya usia.

Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

Wanita juga mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis d
ibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
Untuk memperdalam analisis kita dari anamnesis, kita lanjutkan dengan
pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, compos mentis, BB: 70 kg,TB:
160 Cm, IMT: 27,34 kg/m2 {obesitas (overweight)}. IMT pasien ini mendukung ke
arah cholesititis karena salah satu faktor risiko terjadi kolelitiasis. Orang dengan
Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
7

kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
Tekanan darah 170/100 mmHg menunjukkan adanya hipertensi stage II,
pernafasan 20x/menit, nadi 82x/menit, suhu 38,6 C (tanda inflamasi). Pada
pemeriksaan kepala, leher, thorax dan jantung kesan normal. Pada pemeriksaan
fisik Abdomen didapatkan datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan
hipokondrium dekstra (+),

Murphy sign (+), distensi abdomen (-), defense

muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator
sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba. Murphy sign yang positive menandakan
bahwa terdapatnya cholesistitis.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain berupa
laboratorium dan usg abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin masih
dalam batas normal. Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan kolesistitis
et causa kolelitiasis.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium serta
USG abdomen, pasien ini didiagnosis sebagai kolesistitis et causa kolelitiasis +
Hipertensi stage II
Adapun penatalaksanaan pada pasien ini meliputi istirahat, diet rendah lemak,
IVFD RL + drip ketorolac 2 ampul gtt xx/ menit untuk mengurangi nyeri.
Cefotaxime 2x1 gr iv, Ranitidin 2 x 50 mg iv dan ondancentron 2 x 8 mg iv
diberikan untuk menghilangkan rasa mual dan muntah pada pasien. Amlodipin 1x
10 mg tab p.o untuk mengobati hipertensi pada pasien ini. Paracetamol 3x500 mg
tab p.o diberikan sebagai terapi suportif untuk menurunkan panas. Selain itu
direncanakan konsultasi dengan spesialis bedah untuk dilakukan kolesistektomi.
3. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Kolesistitis et causa Kolelitiasis + Hipertensi Stage II
TERAPI

Istirahat

Diet rendah lemak

IVFD RL + drip ketorolac 2 ampul gtt xx/ menit

Cefotaxime 2x1 gr iv

Ranitidin 2 x 50 mg iv

Ondancentron 2 x 8 mg iv

Amlodipin 1x 10 mg tab p.o

Paracetamol 3x500 mg tab p.o

Pro cek darah rutin dan USG Abdomen

RENCANA : Konsultasi spesialis bedah terutama bedah digestif pro kolesistektomi


Follow Up
Tanggal 28 Oktober 2014 (Hari Rawatan I) :
S/

Nyeri perut kanan atas masih dirasakan, hilang timbul

O/

KU = Tampak sakit sedang, Kesadaran compos mentis


TTV : TD : 150/90 mmHg
HR : 84 x/m
RR : 20 x/m
T : 37 OC
Kepala

: konjungtiva anemis (-/-)

Thorax

: cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen

: datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan

hipokondrium dekstra (+), Murphy sign (+), distensi abdomen (-), defense
muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-),
obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba.
Ekstremitas

: akral hangat, pucat (-)

A/ Kolesistitis et causa Kolelitiasis + Hipertensi Stage I perawatan hari ke-I


P/ Th/ teruskan
Tanggal 29 Oktober 2014 (Hari Rawatan II) :
S/

Nyeri perut kanan atas masih dirasakan, hilang timbul

O/

KU = Tampak sakit sedang, Kesadaran compos mentis


TTV : TD : 140/90 mmHg

HR : 88 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,8 OC
Kepala

: konjungtiva anemis (-/-)

Thorax

: cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen

: datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan

hipokondrium dekstra (+), Murphy sign (+), distensi abdomen (-), defense
muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-),
obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba.
Ekstremitas

: akral hangat, pucat (-)

A/ Kolesistitis et causa Kolelitiasis + Hipertensi Stage I perawatan hari ke-III


P/ Th/ teruskan
Tanggal 30 Oktober 2014 (Hari Rawatan III) :
S/

Nyeri perut kanan atas masih dirasakan, hilang timbul

O/

KU = Tampak sakit sedang, Kesadaran compos mentis


TTV : TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,8 OC
Kepala

: konjungtiva anemis (-/-)

Thorax

: cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen

: datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan

hipokondrium dekstra (+), Murphy sign (+), distensi abdomen (-), defense
muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-),
obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba.
Ekstremitas

: akral hangat, pucat (-)

A/ Kolesistitis et causa Kolelitiasis perawatan hari ke-III


P/ Th/ teruskan. Konsul Bedah
Dilakukan konsul bedah tanggal 31 Oktober 2014

10

Jawaban Konsul Bedah:


Assesment : Kolesistitis et causa Kolelitiasis.
Plan

: Pro Operasi kolesistektomi


Rujuk ke RS yang memiliki spesialis Bedah Digestif

Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan faktor risiko timbulnya penyakit yang
dideritanya dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien meliputi
tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu empedu.
Konsultasi : dilakukan konsultasi ke spesialis bedah terutama bedah digestif untuk
dilakukan kolesistektomi
Kontrol :
Kegiatan
Nasihat

Periode
Setiap

hari

bangsal
kunjungan
setelah
pengobatan

Hasil yang Diharapkan


di Edukasi kepada pasien untuk
dan mengurangi

konsumsi

ulang makanan berlemak.


selesai
rawat

inap
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menegakkan diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis, harus dimulai
dari anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat.
a. Gejala Klinis
Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien
dengan batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu empedu
simptomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu
empedu tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama

11

pemantauan. Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50%


pasien tetap asimptomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat
komplikasi.1,2
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi
bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan,
tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.1,2,3
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus
atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris
akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan
mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan
penjalaran ke punggung yang disertai muntah.4
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu
kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik
napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat.1,2
Selain gejala klinis tersebut, pasien dengan nyeri perut kanan atas harus
diidentifikasi faktor risiko terjadinya kolelitiasis, yaitu:5
1.

Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat,
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan

Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan


bertambahnya usia.

Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.


12

2. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade
ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada
wanita.
3. Body Mass Index (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi
batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.
b. Pemeriksaan Fisik
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.2
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas abdomen
dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda
Murphy postitif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik

13

napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.2,5
c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Biasanya, jika sudah terjadi infeksi, maka akan ditemukan leukositosis

(12.000-15.000/mm3) dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP).


Jika terjadi obstruksi pada duktus komunikus maka serum bilurubin total
akan meningkat 1-4 mg/dL. Serum aminotransferase dan alkali fosfatase
juga meningkat (>300 U/mL). Alkali fosfatase merupakan enzim yang
disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu,
aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim
ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan obstruksi saluran empedu.6

USG
Merupakan teknik yang cepat, tidak invasive, dan tanpa pemaparan

radiologi. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas


yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga
dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di
dalam usus.7,8
Kriteria untuk diagnosis kolelitiasis mencakup terdapatnya
gambaran hiperechoid yang merupakan batunya dan gambaran accoustic
shadow yang berada di bawah batu tersebut, dapat juga terlihat adanya
gambaran penebalan dari dinding kandung empedu yang bila lebih dari
5mm merupakan indikasi adanya cholecystitis (penebalan dari dinding
kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari kandung empedu tapi pada
kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut berkurang). USG dapat

14

juga mendeteksi batu yang berada pada duktus dengan terlihat adanya
gambaran dilatasi duktus.6
Bila USG ada, maka ketepatan mendekati 90 persen. Positif palsu
jarang terjadi (1 sampai 3 persen) tetapi negatif palsu timbul sekitar 10
persen pada kesempatan sekunder terhadap ketidakmampuan USG
mendeteksi 1. Batu dalam vesika biliaris yang dipadati batu, 2. Batu yang
sangat kecil 3. Batu tersangkut dalam duktus sistikus. Pada keadaan
tertentu, kolesistogram oral diperlukan untuk mengkonfirmasi ada atai
tidak adanya penyakit vesika biliaris. Penemuan koledokolitiasis tidak
dapat diandalkan dengan USG.6
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa
diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan dalam parenkim hati atau
pankreas (seperti mass atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun
belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal
untuk memulai diagnostk bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus
intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis
ekstrahepatik.

Jika

menggambarkan

tidak

kolestasis

didapatkan

dilatasi

intrahepatik.

duktus,

Ketepatan

maka

USG

ini

dalam

membedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatik tergantung pada


derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi jelas melebihi 90 persen.6

Gambar 1. USG Batu Empedu


Sumber: meddean.luc.edu

15

Foto Polos Abdomen


Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat


radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.7,8
Jarang terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding vesika biliaris (yang
dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu susu kalsium, tempat
beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di
dalam vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia
(adanya udara dalam saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding
vesika biliaris) bersifat abnormal dan tanpa pembedahan sebelumnya yang
merusak atau memintas mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan
patologi saluran empedu. Udara di dalam lumen dan dinding vesika
biliaris terlihat pada kolesistisis emfisematosa yang timbul sekunder
terhadap infeksi bakteri penghasil gas. Adanya massa jaringan lunak yang
mengidentasi

duodenum

atau

fleksura

koli

dekstra

bisa

juga

menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi.7,8

Gambar 2. Gambaran Batu Empedu pada Foto Polos Abdomen


Sumber gambar: ceessentials.net

16

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


Tes invasif ini melibatkan langsung saluran empedu dengan kanulasi

endoskopi Ampulla Vateri dan disuntikan retrogad zat kontras. Selain pada
kelainan pancreas, ERCP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau bila
lesi tidak menyumbat seperti batu duktus koledokus. Keuntungan ERCP
yaitu kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi dapat dilakukan
serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus secara
spontan

atau

untuk

memungkinkan

pembuangan

batu

dengan

instrumentasi retrograde duktus biliaris.8

Gambar 3. Teknik ERCP


Sumber: meddean.luc.edu

PTC (Percutaneous Transhepatik Cholangiography)


Merupakan tindakan invasif yang melibatkan pungsi transhepatik

perkutis pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan


jarum Chibakurus (ukuran 21) dan suntikan prograd zat kontras.
Diperoleh uraian memuaskan dari anatomi saluran empedu. Penggunaan
primernya adalah dalam menentukan tempat dan etiologi ikterus obstruktif
dalam persiapan bagi intervesi bedah. Dengan adanya dilatasi duktus, PTC
sebenrnya berhasil pada 100 persen kesempatan; tanpa dilatasi (seperti
pada kolangitis sklerotikan atau koledokolitiasis non obstruksi), maka
radiograf adekuat dapat diperoleh hanya pada 60 persen kesempatan.

17

Resiko PTC mencakup perdarahan intraperitoneum atau kebocoran


empedu dari tempat tusukan (1 sampai 3 persen), kolangitis ringan (5
sampai 10 persen), hemobilia (,1 persen) dan tusukan sengaja viskus lokal
(vesika biliaris, kavitas pleuralis).7,8
Ahli radiologi intervensional telah memperluas konsep PTC
dengan mengembangkan teknik terapi kateterisasi saluran empedu
transhepatik perkutis. Teknik ini memungkinkan dekompresi saluran
empedu non bedah pada psien kolangitis akut toksik, sehingga mencegah
pembedahan gawat darurat. Drainas empedu perkutis dapat digunakan
untuk menyiapkan pasien ikterus obstruktif untuk pembedahan dengan
menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati. Lebih lanjut,
kateter empedu perkutis ini dapat dimajuka melalui striktura saluran
empedu ganas ke dalam duodenum dan ditinggalkan ditempat secara
permanen sebagai cara peredaan non bedah pada pasien berisiko buruk.8

Gambar 4. Teknik PTC


Sumber gambar: http://www.ajronline.org

Pemeriksaan radionuklida
Asama dimetil iminodiasetat ditandai teknetium 99m ( 99mTc-HIDA)

dan asama parisopropil iminodiasetat (Tc-PIPIDA) merupakan zat


pemancar gamma yang bila diberikan secara intravena, cepat diekstraksi
oleh hepatosit dan disekresi di dalam empedu. Sehingga batang saluran
empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris dapat divisualisasi. Fungsi
18

primernya dalam mendiagnosis kolesistisis akuta. Patogenesis kolesistisis


akuta melibatkan obstruksi duktus sistikus. Walaupun radionuklida ini
memasuki empedu dalam pasien kolesistisis akuta, namun tidak mencapai
vesika biliaris; kegagalan visualisasi vesika biliaris pada skintiskan
sebenarnya bersifat diagnostik obstruksi duktus sistikus. Resolusi
perincian, tidak adekuat untuk menentukan dari kebanyakn kelainan
struktur lain anatomi saluran empedu.8
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis
adalah:2

Gejala dan tanda lokal


o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen

Gejala dan tanda sistemik


o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP

Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil
USG atau skintigrafi yang mendukung.2

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi
keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.
2. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et
al. Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.
3. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
4. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and
cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14;
2007. p. 27-34.

20

5. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
6. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26);
2008.
7. Tjandra J. J. A.J. Gordon. Dkk. Textbook Of Surgery. Third Edition.New
Delhi:Blackwell Publishing.2006.
8. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada:

November

2014].

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.

21

Anda mungkin juga menyukai