Pendekatan Bayani, Burhani Dan Irfani
Pendekatan Bayani, Burhani Dan Irfani
didudukkan
sebagai
obyek
kajian,
pemahaman,
pemaknaan,
dan
Asy Syafiiy disamping keahliannya bidang fiqih dan ushul fiqh, juga terkenal alih
bahasa, mengemukakan tentang fungsi bayani ini pada dataran teori ilmiyyah yang
kemudian oleh Al Jahidh diletakkan dalam datara praktis.
Adapun al Jahidh, seorang mufassir yang banyak menyoroti ayat dari segi bahasa,
seperti pemikiran al Jabiri, mengemukakan bahwa sehubungan dengan al Bayan ini
perlu diberi batasan, sehingga kalau diterapkan dalam pemaknaan al Quran dapat
sesuai. Untuk itu al Jahidh menulis dua kitab :
1. Nudhumul Quran (susunan kata al Quran).
2. Ayul Quran (ayat-ayat al Quran).
Di samping itu al Jahidah yang juga dikualifikasikan ahli ilmu kalam itu menulis
buku yang bernama al Bayan wat Tabyin. Dalam kitab itu memberikan syarat
efektivitas ketentuan bayani itu pada :
1. Kelancaran pengucapnya.
2. Baik pilihan kata-kata.
3. Dapat mengungkapkan maksud pembicaraan yang lengkap dengan :
a. Kata-kata yang baik dan jelas.
b. Isyarat-isyarat yang tepat.
c. Tulisan yang terang.
d. Dengan janji dan persetujuan.
e. Dengan kenyataan yang ada yang berupa fakta.
4. Bayan dari segi balaqhah (seni sastra) adalah ungkapan kata-kata dalam susunan
yang dapat memberikan makna yang jelas.
5. Dari segi kekuasaan bayan juga dimaksudkan untuk dapat mempengaruhi orang
lain.
Kalau mau dirumuskan dalam satu ungkapan, bahwa menurut al Jahidh kata al Bayan
itu adalah kata yang umum yang meliputi bermacam-macam pengertian. Rincian
pengertian bayan itu antara lain dapat difahami oleh akal manusia, sehingga bayan dan
akal manusia itu dua hal yang saling melengkapi. Demikian dikemukakan Ibnu Wahab.
Oleh al jabiri dikatakan bahwa Ibnu Wahab membagi bentuk bayan dalam empat
macam :
a. Bayan al Itibar (ialah sesuatu yang dapat membawakan pada pengertian, yang
dibagi dua :
1. Yang nampak didapati dengan panca indera seperti panasnya api dapat
diketahui dengan meraba benda yang panas.
2. Yang tidak nampak, tetapi dapat dicapai dengan menyamakan (qiyas) dan
dengan memahami berita.
b. Bayan al Itiqad, (ialah yang dapat membawa pengertian dalam fikiran dan
membawa keyakinan dalam hati).
c. Bayan al ibarah (ialah pernyataan yang dapat menunjukkan pada usatu
pengertian, baik yang dhahir yang tidak memerlukan pada tafsir (penjelasan)
lebih lanjut maupun yang bathin yang memerlukan pada penjelasan (tafsir).
Yang bathin lebih lanjut dapat dicapai dengan menggunakan sistem qiyas dan
pemikiran dan menggunakan dalil dan khabar. Adapun yang dimasukkan dalam
qiyas dan pemikiran setelah istidlal adalah ijtihad dalam memahami arti yang
dimaksudkan oleh bayan tersebut. Sedang khabar adalah sunnah yang
menjelaskan terhadap syariat.
d. Bayan al kitab, (tulisan) yang akan memberi penjelasan orang sesudahnya dan
orang yang tidak hadir pada waktu itu.
Kesimpulan yang diberikan oleh Dr. M.A. Al Jabiri ialah bahwa al Bayan itu dapat
dibagi dua, yakni :
(fikiran)
manusia
maksudnya,
tidaklah
tabu
fikiran
manusia
itu
mengembangkannya sebagai mana dalam bahasa ada qiyas dan dalam fiqih ada ijtihad.
Pengembangan pemikiran ini merupakan wacana yang terus menerus perlu dikaji
dalam rangka menatap kemajuan dimasa kini dan mendatang. Metode memahami nash
dengan tafsir dan tawil ala mufassirin, dikembangkan menjadi dengan tafsir dan tawil
ilmiy, pentawilan nash dengan menjadikan nash, dijadikan pula obyek disamping
subyek. Tentu metodenya pun harus difikirkan untuk tidak keluar dari jalur kebenaran.
Kebenaran yang berdasarkan pada wahyu yang diterima untuk difahami dan diamalkan
sebagai sumber agama juga kebenaran yang dapat difahami dan diamalkan agama
sebagai rahmatan lil alamien. Untuk itu diperlukan pendekatan lain yakni irfani dan
burhani yang akan dibicarakan pada rubrik manhaj ini yang akan datang. Insya Allah.
Sumber: SM-06-2002