Penyusun:
Adi Andito Putra
021511133120
021511133136
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teori
hewan
poikilothermik,
sedangkan
mamalia
termasuk
1.2 Masalah
1. Bagaimana frekuensi dan amplitudo kontraksi normal otot jantung
2.
kura?
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kinerja kontraksi otot jantung
3.
kura?
Bagaimana
pengaruh
pemberian
obat
terhadap
kinerja
4.
5.
total?
Bagaimana kontraksi otot jantung kura setelah diotomasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui frekuensi dan amplitudo kontraksi normal otot jantung
2.
kura
mengetahui dan mempelajari pengaruh suhu terhadap kinerja otot
3.
jantung kura
mengetahui dan mempelajari pengaruh
4.
5.
pemberian
obat
diotomasi
II.
METODE KERJA
2.1 Alat
1. Papan fiksasi kura-kura
2. Benang/tali
3. Gunting
4. Pencatat jantung
5. Kimograf
6. Kertas kimograf
7. Jepit Gaskell/arteri klem
8. Stopwatch
2.2 Bahan
1. Kura-kura yang telah dilumpuhkan
2. Larutan ringer 37C dan 5C dengan komposisi:
3. NaCl 6,50 gram
4. NaHCO3
0,20 gram
5. KCl 0,20 gram
6. CaCl2 0,20 gram
7. Larutan adrenalin 1/10.000
8. Larutan acetylcholine 1/10.000
9. Kapas
10. Tinta pencatat
2.3 Tata Kerja
1. Meletakkan kura-kura di atas papan fiksasi kura-kura dan mengikat
ke-empat kakinya pada papan hingga kura-kura tertarik sehingga
secara refleks tidak dapat bergerak lagi.
dengan
perikardium)
dengan
seutas
benang
dan
b)
c)
d)
masing-masing
macam
denyutan tersebut.
e
)
Pengaruh Suhu
1. Mencatat pada kimograf kontraksi normal jantung kura sebagai
kontrol sebelum perlakuan selama 45 detik, lalu kimograf
dimatikan.
2. Menuangkan larutan ringer suhu 37C, kemudian setelah
terlihat perubahan klinis pada denyut jantung, kimograf
dijalankan selama 45 detik. Meneteskan selalu larutan ringer
dengan suhu 37C agar jantung selalu basah dan suhunya stabil.
3. Mematikan kimograf lalu membilas jantung kura dengan
larutan ringer hingga secara klinis denyut jantung kembali
normal.
4. Mencatat pada kimograf kontraksi normal jantung kura sebagai
kontrol sebelum perlakuan selama 45 detik, lalu kimograf
dimatikan.
5. Menuangkan larutan ringer suhu 5C, kemudian setelah terlihat
perubahan klinis pada denyut jantung, kimograf dijalankan
selama 45 detik. Meneteskan selalu larutan ringer dengan suhu
5C agar jantung selalu basah dan suhunya stabil.
6. Mematikan kimograf lalu membilas jantung kura dengan
larutan ringer hingga secara klinis denyut jantung kembali
normal.
7. Memperhatikan dan mengamati hasil pada kimograf.
2.3.3
Pengaruh Obat-Obatan
1. Mencatat pada kimograf kontraksi normal jantung kura sebagai
kontrol sebelum perlakuan selama 45 detik, lalu kimograf
dimatikan.
2. Meneteskan 3-4 tetes larutan adrenalin 1/10.000, kemudian
setelah terlihat perubahan klinis pada denyut jantung, kimograf
dijalankan selama 45 detik.
3. Mematikan kimograf lalu membilas jantung kura dengan
larutan ringer hingga secara klinis denyut jantung kembali
normal.
Otomasi Jantung
1. Memasang dan menjepitkan jepit Gaskell/arteri klem pada
pembuluh aorta, kemudian memotong dan memisahkan jantung
dari jaringan sekitarnya.
2. Mengangkat jantung dan meletakkan di atas papan fiksasi serta
selalu dibahasi dengan ringer.
3. Memperhatikan sifat otomasi jantung meskipun sudah diisolir.
HASIL
Hasil Pengamatan Praktikum Jantung Kura
No.
1.
2.
Jenis Perlakuan
Normal
Suhu
37C
5C
Adrenalin
3.
Obat
Acetylcholin
Parsial
4.
Blok
Total
5.
P: 0,95 Hz
K: 0,95 Hz
P: 1,17 Hz
K: 1,15 Hz
P: 0,44 Hz
K: 1,22 Hz
P: 0,42 Hz
K: 1,22 Hz
P: 0,02 Hz
Otomasi
P: 0,3 cm
K: 0,3 cm
P: 0,4 cm
K: 0,3 cm
P: 0,45 cm
K: 0,35 cm
P: 0,5 cm
K: 0,35 cm
P: 0,45 cm
A: tetap
F: naik
A: naik
F: turun
A: naik
F: naik
A:naik
F: turun
A: naik
Atrium
berkontraksi,
ventrikel tidak
berkontraksi
IV.
PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan, dalam keadaan normal
jantung kura didapatkan frekuensi sebesar 1,27 Hz dan amplitudo 0,4 cm. Pada
kertas kimograf didapatkan hasil bahwa amplitudonya stabil. Amplitudo kontraksi
yang dihasilkan setiap kura di preparat kelompok kami mungkin berbeda-beda
dikarenakan ukuran dan kondisi kura yang juga berbeda.
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut
jantung sampai permulaan denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung.
Setiap siklus diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan. Siklus
jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang di sebut sistol dan diastol. Sistol
merupakan periode kontraksi ventrikel, saat jantung memompakan darahnya dari
ventrikel ke sirkulasi pulmonal dan ke sirkulasi sistemik. Pada saat sistole katubkatub AV menutup sedangkan katub-katub semilunaris aorta dan pulmonal
membuka sehingga ventrikel berkontraksi memompakan darahnya ke aorta dan
arteri pulmonalis. Sedangkan diastol menunjukkan periode relaksasi ventrikel atau
kontraksi atrium saat ventrikel menerima darah dari atrium yang sebelumnya telah
menerima darah dari paru melalui vena pulmonalis dan dari seluruh tubuh melalui
vena kava. Pada saat distol katub-katub semilunaris aorta dan pulmonal menutup
sedangkan katub-katub AV membuka sehingga atrium yang berkontraksi
memompakan darahnya ke ventrikel (Guyton AC. 2010 . Textbook of Medical
Physiology 12th ed. Philadepia: Elsevier Inc.).
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi)
10
dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Atrium dan ventrikel
mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat
penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan
repolarisasi otot jantung. Selama diastol ventrikel awal, atrium juga masih berada
dalam keadaan diastol. Aliran masuk darah yang berlanjut dari sistem vena ke
dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua
bilik tersebut melemas. Perbedaan tekanan ini menyebabkan katup AV terbuka
dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol
ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlahan-lahan meningkat bahkan sebelum
atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel nodus SA mencapai ambang dan
membentuk potensial aksi. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium,
yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel. Proses penggabungan
eksitasi-kontraksi terjadi selama jeda singkat antara gelombang P dan peningkatan
tekanan atrium. Peningkatan tekanan ventrikel yang menyertai yang berlangsung
bersamaan dengan peningkatan
Suhu 370
Pengujian kontraksi jantung pada suhu hangat menggunakan
Kontrol
Frekuensi
Amplitudo
Perlakuan
Frekuensi
Amplitudo
4.1.2
: 1,27 Hz
: 0,4 cm
: 1,5 Hz
: 0.5 cm
Suhu 50
11
Kontrol
Frekuensi
Amplitudo
: 1,02 Hz
: 0,3 cm
Perlakuan
Frekuensi
Amplitudo
: 0,95 Hz
: 0.3 cm
12
4.2.1
Adrenalin
Kontrol
Frekuensi
: 0,95 Hz
Amplitudo
: 0,3 cm
Perlakuan
Frekuensi
: 1,17 Hz
Amplitudo
: 0.4 cm
13
Acetylcholin
Kontrol
Frekuensi
: 1,15 Hz
Amplitudo
: 0,3 cm
Perlakuan
Frekuensi
: 0,44 Hz
Amplitudo
: 0.45 cm
14
terhadap
ion
K,
sehingga
menyebabkan
hiperpolarisasi,
yaitu
Blok Parsial
Frekuensi
: 1,22 Hz
Amplitudo
: 0,35 cm
4.3.2
Kontrol
Perlakuan
Frekuensi
: 0,42 Hz
Amplitudo
: 0,5 cm
Blok Total
Kontrol
Frekuensi
: 1,22 Hz
Amplitudo
: 0,35 cm
Perlakuan
15
Frekuensi
: 0,02 Hz
Amplitudo
: 0,45 cm
Pada perlakuan ini, kami melakukan blok pada jantung dengan cara
menjepit daerah batas antara atrium dan ventrikel, atau disebut juga blok
Atrioventrikel atau Blok A-V.
Jalan satu-satunya yang biasa dilalui oleh impuls dari atrium ke
ventrikel adalah berkas A-V atau berkas His. Terdapat berbagai keadaan
yang dapat menyebabkan turunnya kecepatan konduksi impuls di dalam
berkas ini atau bahkan sama sekali memblok impuls. (Guyton, 2014:154)
Pada percobaan yang kami lakukan, terjadi penurunan frekuensi
denyut jantung. Hal ini terjadi karena perlakuan Blok A-V pada jantung
dengan cara menjepit daerah batas A-V merupakan salah satu keadaan
yang dapat memperlambat atau memblok konduksi impuls dari atrium ke
ventrikel. Konduksi yang tertunda ini lalu menyebabkan turunnya
frekuensi denyut ventrikel.
Penyebab utama konduksi yang lambat adalah hilangnya gap
junction di antara sel-sel yang berderet pada jalur konduksi, sehingga
terdapat tahanan yang besar terhadap konduksi ion-ion yang tereksitasi
dari satu serat ke serat berikutnya. (Guyton, 2014:124)
Pada tahap awal blok parsial, kami mengamati adanya denyut
jantung yang hilang (dropped beats) dari ventrikel, sebagai akibat
kegagalan konduksi dari atrium ke ventrikel, ditandai dengan irama yang
berlainan antara atrium dan ventrikel (dua atau lebih kontraksi atrium
diikuti dengan satu kontraksi ventrikel).
Ada kalanya, satu dari dua denyut ventrikel hilang, sehingga terjadi
irama 2:1, di mana atrium berdenyut dua kali untuk setiap satu denyut
ventrikel. Pada keadaan lain, timbul irama lain, seperti 3:2 atau 3:1.
(Guyton, 2014:155)
16
Pada perlakuan blok total, arteri klem ditekan lebih kuat sehingga
menyebabkan konduksi buruk dalam nodus A-V atau berkas A-V menjadi
sangat berat, sehingga terjadilah blok total terhadap impuls dari atrium ke
ventrikel. (Guyton, 2014:155)
Berdasarkan hasil percobaan, terjadi penurunan frekuensi secara
drastis. Hal tersebut juga kami amati secara langsung ketika sekian denyut
atrium hanya diikuti oleh satu denyut ventrikel.
Pada blok total, ventrikel telah lepas (escape) dari pengendalian
atrium, sehingga secara spontan ventrikel membentuk sinyalnya sendiri,
biasanya berasal dari nodus A-V atau berkas A-V. Sinyal-sinyal ritmis
inilah yang mengendalikan ventrikel berdenyut dengan kecepatan
alamiahnya. (Guyton, 2014:155)
Blok total dapat menyebabkan pingsan bahkan kematian karena
jantung tidak memompa darah selama beberapa detik sampai ventrikel
escape. Akan tetapi, setelah escape, ventrikel yang berdenyut lambat pun
biasanya memompa cukup banyak darah untuk memulihkan keadaan.
Berdasarkan hasil percobaan, hal tersebut ditandai dengan adanya
peningkatan amplitudo baik pada blok parsial maupun blok total.
17
Daftar Pustaka
Betram G. Katzung, (2004), Farmakologi Dasar dan Klinik EGC,
Jakarta
Campbell. 2004. Biologi edisi kelima jilid III. Jakarta: Erlangga. Hal
162
Guyton, AC and Hall, JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
Edition. Elsevier Saunders, Philadelphia.
Guyton AC. 2010 . Textbook of Medical Physiology 12th ed. Philadepia:
Elsevier Inc.).
Guyton AC. 2014 . Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 12th
ed. Singapura: Elsevier Pte. Ltd. Hal 124, 154-155.
Klabunde, Richard. 2005. Cardiovascular Physiology Concepts. chapter 2.
Philadhelpia, Lippincots.
MD Bickley. The Cardiac Cycle. ACP Cardiac Exam
Workshop. 2012: pp. 1-2.
Sadikin, Z. D., (2007), Agonis dan Antagonis Muskarinik
dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.
18