2012
Dosen Pengampu
: Antonius C.
Fatma A.
Erta Puri R.
Ikhwan K.
Fitri C.
(S2)
(S2)
(S2)
(S1)
(S1)
JBUB
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalaamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah mengijinkan
penulis untuk menyelsaikan penulisan buku praktikum Teknik Anlisis Biologi Molekuler ini
dengan baik. Mata kuliah ini adalah mata kuliah pilihan yang mana materi praktikum
merupakan
berjalan dengan modifikasi metoda dari Lab. Genetika Universitas Kassel sebagai
Implementasi
program
Indonesia-Geman
Koordinator MK TABM
Dra. Fatchiyah, M.Kes.Ph.D.
2/49
JBUB
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
Jadwal Praktikum
10
14
14
16
17
2.4 Immunoblotting
26
30
31
31
42
Daftar Pustaka
49
3/49
JBUB
4/49
JBUB
No
Minggu ke
Topik
Ket.
Satu
Asisten,
dan pipetting
2
Tim Dosen
Tim Dosen
keempat &
- Induksi IPTG
Asisten,
kelima
- Isolasi Protein
Tim Dosen
keenam &
ketujuh
5
Asisten,
kedelapan
Asisten,
Tim Dosen
Presentasi Kelompok
Asisten,
Tim Dosen
kesepuluh
Asisten,
Tim Dosen
5/49
JBUB
BAB I
TEORI PRAKTIKUM
1. Dasar Dasar Analisis DNA
Oleh
Fatchiyah
1.1
Isolasi DNA
Komponen utama kromosom pada eukariota adalah molekul DNA dan protein histon.
Protein histon ini bersifat basa, sehingga dapat menetralkan sifat asam dari DNA. Pada
dasarnya sel mengandung dua asam nukleat, yaitu RNA dan DNA. DNA yang dijumpai di
nukleus disebut DNA kromosomal, DNA lain yang terdapat dalam sel di luar nukleus yaitu
DNA
mitokondria,
DNA
kloroplas,
DNA
plasmid,
ketiganya
disebut
DNA
ekstrakromosomal.
Proses denaturasi dan renaturasi molekul DNA tergantung pada banyak faktor. Seperti
temperatur, T-melting (Tm) yang tinggi menyebabkan untai ganda DNA akan terurai menjadi
untai tunggal, tetapi bila temperatur ini diturunkan secara perlahan maka terjadi renaturasi
menjadi untai heliks ganda DNA seperti semula. Derajat keasaman (pH) yang ekstrim (pH<3
atau pH>10) maka DNA akan terdenaturasi. Selain kedua faktor itu, konsentrasi iso elektrolit
seperti Na+ dan K serta ratio kandungan antara basa nukleotida GC terhadap AT, misal
tingginya kandungan GC akan memperlambat proses denaturasi molekul DNA.
Untuk memperoleh isolat DNA dari sampel ada beberapa hal yang harus dilakukan
dengan benar, yaitu
1. Pemecahan dinding sel-sel atau jaringan yang akan diisolasi DNA-nya, seperti sel-sel
darah merah, kultur sel bakteri, dan jaringan hewan atau tanaman. Sel-sel dari kultur sel
atau bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 8.000-10.000 rpm selama 10 menit.
Pemecahan dinding bakteri dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
(1) Secara fisik: sel dipecah dengan kekuatan mekanik atau resonansi
(2) Secara kimiawi : sel dirusak dengan buffer lisis berisi senyawa kimia yang dapat
merusak intregitas barrier dinding sel, senyawa kimia yang dipakai biasanya, al.:
lisosim, EDTA (etilen diamin tetra asetat), Tris-Cl, atau deterjen, SDS (sodium
dodecyle sulphate).
2. Debris sel dipisahkan dari larutan DNA.
3. Presipitasi RNA dan protein agar diperoleh DNA yang murni.
4. Presipitasi DNA dengan ethanol dingin
6/49
JBUB
5. Pemurnian DNA dari ekstrak sel dengan menggunakan salah satu kemikalia seperti
berikut ini: Fenol, Fenol : kloroform, Isopropanol, Fenol:kloroform:isoamylalkohol.
6. Selain itu untuk pemurnian DNA dari kontaminan protein digunakan enzim protease yaitu
Pronase atau Proteinase-K, dan kontaminan RNA dengan menggunakan RNase.
7. Pemisahan DNA dari molekul RNA dan protein dapat dilakukan dengan menggunakan
densitas gradien sentrifugasi Cesium Chlorida (CsCl), dengan cara ini DNA akan terpisah
pada band yang berbeda dengan protein dan RNA bahkan antara linier DNA dan sirkuler
DNA. Selain itu, dengan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi, seperti 0,25 M
sodium acetate atau 0,1 M sodium chlorida.
8. Presipitasi akhir DNA dapat dilakukan dengan menggunakan ethanol yang dingin
dibawah kondisi ionik yang kuat. Dan dicuci dengan EtOH 70%.
9. Pellet DNA dilarutkan dengan buffer TE atau ddH2O steril.
1.2
7/49
JBUB
ultraviolet karena keberadaan basa-basa purin dan pirimidin. Pita ganda DNA dapat
menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol akan menyerap
cahaya pada 280 nm. Sehingga kemurnian DNA dapat dukur dengan menghitung nilai
absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (260/280), dan nilai kemurnian
DNA berkisar antara 1.8-2.0. Serta untuk mengukur konsentrasi DNA digunakan rumus
sebagai berikut:
[DNA] = 260 x 50 x faktor pengenceran
260
50
Metoda standar yang digunakan untuk identifikasi, separasi dan purifikasi fragmen
DNA adalah menggunakan elektroforesis gel agarosa. Migrasi elektroforesis DNA melalui
gel agarosa dipengaruhi oleh faktor ukuran dan konformasi molekul DNA, konsentrasi
agarosa, arus listrik dan temperatur. Pewarna Ethidium Bromide (EtBr) digunakan untuk alat
identifikasi dan mengukur semi-kualitatif fragmen DNA yang terseparasi dalam gel. EtBr ini
akan terikat diantara dua untai ganda DNA, sehingga band/pita DNA dalam gel agarosa akan
berpendar, karena pewarna ini mengandung zat fluoresence. EtBr dapat diberikan pada setiap
sampel yang akan dimasukkan ke sumuran gel atau dicampurkan ke gel agarosa sebelum gel
dicetak dalam cetakan gel. Intensitas fluoresence dapat diukur dengan menggunakan DNA
marker standar, sehingga dapat diperkirakan kuantitas DNAnya, misal antara 0.50 sampai 20
ug/mL.
1.3
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro.
Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah
semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi
dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target.
Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
8/49
JBUB
Siklus PCR
16
32
64
10
1.024
20
1. 048.576
30
1.073.741.824
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing
dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Taq DNA polymerase diisolasi dari bakteri
Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988.
temperature mendidih 100C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 70-72C. Sepasang
primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5
menuju ujung-3 untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan.
Dasar siklus PCR yang utama merupakan siklus berulang 30-35 siklus meliputi:
a. Denaturation (95C), 30 detik denaturasi dua untai DNA template menjadi untai
tunggal
b. annealing (5560C), 30 detik pengenalan/penempelan primer DNA template, suhu
annealing ditentukan oleh susunan primer. Optimalisasi temperatur annealing dimulai
dengan menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template.
Cara termudah menghitung untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepat
menggunakan rumus Tm = {(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Sedang temperatur annealing
biasanya 5C dibawah Tm primer yang sebenarnya.
c. extension (72C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang diinginkan
sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif,
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
9/49
JBUB
Gambar 1. Siklus dasar PCR. A. Sistem tiga temperatur yang berbeda. B. Kenaikan hasil
amplifikasi menunjukkan pertumbuhan sigmoid.
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase
yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.
Cara Kerja:
PCR mix solution, untuk 10ul solution maka campurkan:
1. Aquadest steril
= 2 L
2. PCR mix
= 5 L
3. Primer 1(10pmole)
= 1 L
4. Primer 2 (10pmole)
= 1 L
5. Sampel DNA
= 1 L
JBUB
(GEO). Teknik rekayasa ini dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan yang menggunakan
molekul DNA dari berbagai sumber organisme yang disisipkan satu dengan yang lain untuk
membentuk rangkaian gen yang baru. Dan kemudian DNA rekombinan ini ditransfer ke
dalam sel lain yang mana gen ini akan berekspresi di sel tersebut.
Teknologi DNA rekombinan dilakukan dengan teknik seleksi dan skrining pada
prosedur mikrobiologi, selanjutnya peneliti mengisolasi suatu gen yang merupakan bagian
kecil dari material genetik suatu organisme DNA yang berasal dari organisme yang
diinginkan dipotong-potong menjadi potongan-potongan yang kecil-kecil, masing-masing
bagian disisipkan pada vektor dan ditranslasikan pada bakteri yang telah ditetapkan. Sel-sel
transforman diseleksi dengan menggunakan antibiotik spesifik pada medium yang digunakan
untuk mengkultur sel-sel tersebut. Proses ini disebut molecular cloning.
Gambar 1
Pada gambar 1 di atas sel inang bakteria ditransformasikan pada plasmid yang
membawa pustaka genomik atau diinfeksi ke suatu bacteriophage, kemudian dikulturkan
pada medium di petridish dan diinkubasi semalam untuk menumbuhkan koloni bacteri (atau
phage plaques). Replika koloni bacteri (atau phage plaques) kemudian pada petri tersebut
ditempel membran nitrocellulose disc (1). Nitrocellulose secara kuat akan mengikat asam
11/49
JBUB
nukleat; untai tunggal asam nukleat akan lebih terikat kuat dibanding untai ganda asam
nukleat. Membran nitrocellulose akan mengikat koloni bakteri (atau plak phage), membran
diambil dan petridih sisihkan dan disimpan. Kemudian membran ditambah 2 M NaOH,
dinetralkan dan dikeringkan (2). NaOH akan melisiskan baik bacteria atau partikel phage dan
memisahkan untai DNA. Ketika membran dikeringkan, untai DNA menjadi menempel di
filter. Membran yang kering ditempatkan pada kantong plastik yang ada penutupnya, dan
tambahkan larutan yang berisi untai tunggal probe yang dilabel (3). Pkantong plastik
diinkubasi untuk menstimulasi terjadinya pengenalan DNA probe ke DNA urutan target yang
mungkin menempel di membrane nitrocellulose. Filter kemudian dicuci, dikeringkan dan
ditempatkan di bawah X-ray film untuk mendapat pola autoradiogram (4). Posisi beberapa
titik (spots) pada X-ray film memperlihatkan pelabelan probe yang menghibridisasi DNA
target (5). Lokasi spot-spot yang dapat digunakan untuk identifikasi klon genomik baik
bakteri atau plak phage pada petridish yang asli (yang tadi disimpan dan disisihkan).
Kloning gena didasarkan atas peran enzim-enzim modifikasi tersebut, dalam
memotong
vector
kloning,
DNA
target,
memasukkan
DNA
target,
maupun
menggandakannya. Salah satu enzim restriksi endonuklease (RE) yang berperan penting
dalam kloning gena adalah RE tipe II. Penemuan enzim-enzim restriksi ataupun enzim untuk
manipulasi gen, perkembangan teknik manipulasi gen dan rekayasa genetik, pengembangan
kultur sel terutama stem cells culture, pembuatan hewan transgenik dan knockout terus
dilakukan untuk lebih dalam mempelajari fungsi dari suatu gen, dan akhirnya pengembangan
teknik-teknik di bidang proteonomic dan nano technology. Proses hibridisasi dan visualisasi
diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa.
Transfer DNA disebut Southern blotting (SB), mengacu kepada nama penemu teknik
tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Untuk deteksi mRNA digunakan teknik Northern Blot
(NB). baik SB dan NB menggunakan gen atau potongan DNA spesifik yang dilabeli probe
untuk mempermudah deteksi gen yang dianalisis. untuk protein dikenal sebagai Western Blot
menggunakan antibody spesifik. Elektroforesis gen dapat digunakan gel agarose
elektroforesis atau PFGE dan juga gel poliakrilamid untuk deteksi basa-basa nukleotida.
A. Bahan dasar manipulasi gen dan kloning gen
1. Wahana kloning, disebut sebagai vector kloning merupakan fragmen megabasa DNA.
Wahana rekombinan DNA atau vektor kloning ini akan membawa sisipan fragmenfragmen gen target yang spesifik. Contoh vektor yang digunakan adalah cosmid, plasmid,
12/49
JBUB
13/49
JBUB
2.1
merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel.
Protein
menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta
sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas
penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap
jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein
terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel
seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang
berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi
biokimiawi sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian
terdapat pada kompartemen dari organel sel.
Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen.
Ketika
berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Untuk mempertahankan
fungsi dan nya, setiap jenis protein membutuhkan kondisi tertentu ketika diekstraksi dari
normal biological milieu. Protein yang diekstraksi hendaknya dihindarkan dari proteolisis
atau dipertahankan aktivitas enzimatiknya.
Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel tersebut, diperlukan prosedur
fraksinasi sel yaitu (1) memisahkan sel dari jaringannya, (2) menghancurkan membran sel
untuk mengambil kandungan sitoplasma dan organelnya serta (3) memisahkan organelorganel dan molekul penyusunnya.
dilakukan dengan menggunakan alat yang paling sederhana seperti homogeniser atau mortal
sampai alat yang paling mutakhir seperti pemakaian vibrasi dan sonikasi tergantung pada
bahan yang akan dihomogenasi. Prosedur (3) dilakukan dengan menggunakan sentrifus
dengan kecepatan dan lama sentrifugasi tertentu.
Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada
kondisi fisiologisnya.
14/49
JBUB
fraksinasi dilakukan pada suhu rendah (0-40C) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari
jenis protein yang akan dianalisa).
Hasil homogenasi yang dinamakan homogenat biasanya masih berupa larutan keruh
yang terdiri dari debris sel (bagian sel yang tidak hancur), organel-organel sel dan
makromolekul penyusun sel diantaranya yaitu protein.
organel sel akan mengendap di dasar tabung sentrifus (dinamakan pellet), sedangkan
makromolekul (termasuk di dalamnya protein) yang ukurannya jauh lebih kecil daripada
debris dan organel sel tidak akan mengendap tetapi terlarut dalam buffer (dinamakan
supernatan yang bening). Supernatan inilah yang dipakai sebagai sampel untuk analisa
protein dalam jaringan.
Untuk analisa protein yang di dalam plasma atau serum darah, prosedur fraksionasi
(1) dan (2) tidak diperlukan karena protein sudah terlarut dalam plasma darah, sedangkan
sentrifugasi tetap diperlukan untuk mengen-dapkan sel-sel darah sehingga protein yang
terlarut dalam plasma atau serum terdapat sebagai supernatan.
Beberapa teknik analisa protein membutuhkan prosedur isolasi yaitu memisahkan
protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan sifat tertentu dari
protein lain yang tidak diinginkan dalam analisa. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein
harus mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein sedemikian
rupa sehingga konformasi dan aktifitasnya tidak berubah. Pada tahap awal isolasi, biasanya
digunakan metode yang memiliki daya pemisah terendah seperti pengendapan dengan
amonium sulfat. Pengendapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jumlah dan
posisi gugus polar, berat molekul, pH dan temperatur larutan.
Protein hasil sentrifugasi homogenat masih terdiri dari berbagai jenis protein (atau
dinamakan crude protein) ataupun protein hasil pengendapan amonium sulfat (jenis protein
lebih spesifik) selanjutnya dapat dianalisa
15/49
JBUB
2.2
tergantung pada kekuatan ioniknya dan konsentrasi amonium yang ditambahkan. Proses ini
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu salting in dan salting out. Pada salting in,
garam yang ditambahkan tidak jenuh atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi
bermuatan dan menjadi larut dalam larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat
sejalan dengan peningkatan kon-sentrasi garam. Bila konsentrasi garam diting-katkan terus,
maka justru kelarutan protein menjadi turun. Bahkan pada konsentrasi garam yang lebih
tinggi lagi atau jenuh, protein akan mengendap. Proses penambahan garam amo-nium sulfat
jenuh pada isolasi protein ini dinamakan salting out.
Mekanisme dasar salting out sangat kompleks tetapi dapat diperkirakan bahwa
pengendapan terjadi karena persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Pada
konsentrasi tinggi, kekuatan ionik garam semakin kuat sehingga garam lebih dapat mengikat
molekul air. Dengan demikian, tidak cukup banyak air yang terikat pada protein sehingga
gaya tarik menarik antar molekul protein lebih menonjol dibandingkan dengan tarik menarik
antara air dan protein. Dalam kondisi seperti itu protein akan mengendap.
Setiap jenis protein mempunyai ke-larutan yang berbeda pada amonium sulfat jenuh.
Karena itu, salting out biasa dipakai untuk mengisolasi protein tertentu. Dengan metode
salting out protein globulin akan mengendap sebagai pelet, sedangkan protein albumin
terlarut dalam garam amonium sulfat sebagai supernatan.
Garam ini
sangat larut dalam air, relatif murah dan dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi
serta tidak menurunkan aktifitas molekul yang dianalisa.
Selama proses salting out berjalan, sangat penting untuk menjaga konsentrasi garam
agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara
protein yang ingin dimurnikan dengan protein yang tidak diinginkan (protein pencemar).
Dengan demikian selalu dilakukan pengadukan selama penambahan garam dalam prosedur
salting out.
Untuk mendapatkan hasil pengendapan yang sempurna dan maksimal, penambahan
amonium sulfat ke dalam larutan protein dilakukan secara bertahap.
16/49
JBUB
penambahan garam, endapan protein selalu dipisahkan dengan sentrifugasi. Endapan yang
diperoleh disuspensikan dengan larutan bufer fosfat pH 8,2.
Dalam keseluruhan proses pemurnian protein, salting out tidak hanya dilakukan
sebagai tahap awal melainkan sering juga dilakukan sebagai tahap akhir. Penambahan
garam pada proses akhir pemurnian bertujuan untuk memperoleh protein yang lebih pekat.
Karena itu cara yang terakhir ini tidak ditujukan untuk memurnikan dan mengidentifikasi
protein melainkan ditujukan untuk memekatkan protein hasil.
2.3
listrik (Gambar 1). Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada
muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi
makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel
dapat dideteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan
densitometer.
17/49
JBUB
Gel poliakrilamid dalam dibentuk sebagai silinder dalam tabung atau sebagai
lembaran dalam lempengan kaca (Gambar 3).
diletakkan diantara dua buffer chamber sebagai sarana untuk menghubungkan kutub negatif
dan kutub positif. Orientasi posisi gel dapat secara vertikal (Gambar 4.A dan 4.B) dan
horisontal atau disebut sebagai submarine (Gambar 4.C dan 4.D).
A.
B.
Banyak molekul biologi bermuatan listrik yang besarnya tergantung pada pH dan
komposisi medium dimana molekul biologi tersebut terlarut. Bila berada dalam suatu medan
listrik, molekul biologi yang bermuatan positif akan bermigrasi ke elektroda negatif dan
sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk memisahkan molekulmolekul berdasarkan muatannya.
Protein merupakan molekul amphoter karena mempunyai gugus amino positif dan
gugus karboksil negatif. Dengan demikian maka protein dapat mengion baik pada pH basa
maupun pH asam. Pada pH rendah, protein bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang
cenderung bergerak ke arah katoda (bermuatan negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat
sebagai anion (bermuatan negatif) yang cenderung bergerak ke arah anoda (bermuatan
positif). Nilai diantara kedua pH tersebut dinamakan titik isoelektrik (isoelectric point atau
18/49
JBUB
pI) yaitu nilai pH dimana protein menjadi tidak bermuatan. Hal ini karena pada pH tersebut
jumlah muatan negatif yang dihasilkan dari proteolisis sebanding dengan jumlah muatan
positif yang diperoleh dari penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat
bergerak pada medan listrik.
Hampir semua protein mempunyai pI kurang dari 8,0. Oleh karena itu, pH bufer
elektroforesis berkisar 8 9 yang akan menyebabkan sebagian besar protein bermuatan
negatif yang akan bergerak ke anoda.
Matriks Penyangga
Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga sebagai tempat bermigrasinya
molekul biologi. Media penyangganya bermacam-macam tergantung pada tujuan dan bahan
yang akan dianalisa. Media penyangga yang sering dipakai dalam elektroforesis antara lain
yaitu kertas, selulosa asetat dan gel. Gel yang dipakai dapat berupa pati, agarose ataupun
poliakrilamid.
Pada elektroforesis dalam matriks gel poliakrilamid, protein terseparasi ketika protein
bergerak melalui matriks tiga dimensi dalam medan listrik. Matriks poliakrilamid berfungsi
untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran dan menstabilkan pH bufer agar muatan
protein tidak berubah.
Poliakrilamid dapat memisahkan protein dengan kisaran berat molekul 500 250.000
atau polinukleotida dengan kisaran 5 2000 pasang basa. Pori matriks ini terbentuk dari
ikatan silang antara akrilamid dan bisakrilamid. Ukuran pori pada gel poliakrilamid dapat
dikecilkan dengan cara meningkatkan persentase total akrilamid (atau %T) atau dengan
meningkatkan banyaknya ikatan silang (atau %C) dengan bisakrilamid.
Gel 20%T 5%Cbis berarti bahwa kandungan total akrilamid dan bisakrilamid sebesar
20% (w/v) dimana kandungan bisakrilamid 5% dari total akrilamid dan bisakrilamid. Pada
%T yang sama, 5%C menghasilkan ukuran pori terkecil. Diatas dan dibawah 5%C, besarnya
pori bertambah.
19/49
JBUB
Konsent
Berat
molekul
rasi gel
(%T)
2,5 %
105 106
7%
104 105
30 %
2 x 102 2 x 103
Gambar 5.
JBUB
Ukuran pori dalam gel poliakrilamid dipengaruhi oleh konsentrasi total akrilamid (%T),
sedangkan sifat stiffness dan swelling dipengaruhi oleh jumlah cross-linking agent (%C).
Gambar 6. Skema Mekanisme Separasi Protein Berdasarkan Berat Molekul dengan SDS
PAGE
SDS merupakan detergen yang mempunyai sifat polar dan nonpolar yang dapat mengikat
protein sedemikian rupa sehingga bagian nonpolar dari SDS tersembunyi ke dalam bagian
nonpolar (hidrofobik) dari protein dan gugus sulfat dari SDS yang bermuatan negatif
berhubungan langsung atau terekspos pada pelarut.
Berdasarkan preparasi sampel, elektroforesis dibagi dua yaitu : (1) native atau
nondenaturing atau nondisosiasi PAGE, dan (2) denaturing atau disosiasi atau SDS-PAGE.
Pada sistem native atau nondenaturing PAGE (non-dissociation), protein diseparasi pada
bufer yang mempunyai pI tertentu. Ketika bergerak di dalam gel, protein tetap berada dalam
struktur tiga dimensi (native). Ukuran suatu protein ditentukan oleh berat molekul, tingkat
hidrasi dan bentuknya. Pada sistem ini, sulit memperkirakan pola migrasi protein. Pada
umumnya, sistem ini hanya dipakai untuk memisahkan sampel dengan berat molekul yang
sama berdasarkan muatannya.
Pada sistem denaturing, protein dielektroforesis pada bufer yang juga mengandung
detergen ionik SDS. SDS akan mengikat pada bagian hidrofobik dan residu asam amino
sehingga menyebabkan perubahan struktur tiga dimensi protein (menjadi unfolding). Selain
itu, SDS juga menyebabkan seluruh rantai peptida bermuatan negatif (Gambar 7). Dalam
kondisi ini, ukuran protein hanya tergantung pada berat molekulnya. Kompleks protein-SDS
21/49
JBUB
bergerak dalam gel poliakrilamid dengan kecepatan yang tergantung pada berat molekulnya.
Dengan demikian maka, SDS-PAGE digunakan untuk menentukan berat molekul suatu crude
protein.
ditentukan
memakai
SDS-PAGE
dengan
reducing
agent
seperti
22/49
JBUB
Gambar 8. Separasi Protein Multisubunit pada SDS-PAGE. Subunit A terikat secara kovalen
pada subunit B dan C yang terikat melalui rantai disulfida.
didihkan pada water bath selama 5 menit kemudian dibiarkan dingin dan ditambah sukrose
20 % atau gliserol 20 % dan bromophenol blue 0,005 %. Penambahan sukrose atau gliserol
dimaksudkan untuk menambah berat jenis sampel sehingga sampel tidak mengapung tetapi
terdeposit atau turun mengendap pada dasar sumur sampel, sedangkan bromophenol blue
dipakai sepakai tracking dye untuk menandai batas terjauh dari pergerakan sampel protein
pada saat elektroforesis.
23/49
JBUB
Pada saat elektroforesis berlangsung, protein akan bergerak dari elektroda negatif
menuju elektroda positif sampai pada jarak tertentu pada gel poliakrilamid tergantung pada
berat molekulnya.
bergerak dengan kata lain mobilitisnya tinggi. Sebaliknya, protein dengan berat molekul
lebih besar akan bergerak pada jarak yang lebih pendek dengan kata lain mobilitisnya
rendah. Berbagai jenis protein pada suatu sampel akan terseparasi (terpisah-pisah) pada gel
poliakrilamida tergantung pada mobilitasnya. Protein dengan mobilitas tinggi akan berhenti
bergerak pada bagian yang lebih bawah gel, sedangkan protein dengan mobilitas rendah
cenderung berhenti bergerak pada bagian atas gel. Dengan demikian, pada jalur pergerakan
protein akan didapatkan jajaran protein (disebut sebagai band atau pita protein) yang sudah
terseparasi berdasarkan berat molekulnya. Dalam satu sampel protein bisa lebih dari satu
bahkan puluhan band dalam gel poliakrilamida. Dalam kondisi tidak diwarnai, protein
tersebut tidak terlihat karena memang protein dalam sampel tidak berwarna. Setelah diwarna
dengan staining solution yang mengandung Coomassie brilliant blue R-250, protein yang
tidak berwarna tersebut menjadi berwarna biru karena mengikat Coomassie blue. Dalam
kondisi ini kita bisa mengetahui keberadaan dan mengukur mobilitas protein untuk kemudian
ditentukan berat molekulnya.
Gambar 9.
Coomassie blue dapat mendeteksi 1-10 g protein dalam satu band, sedangkan untuk
mendeteksi protein dengan kadar yang sangat kecil (10-100 ng) digunakan pewarnaan perak
nitrat yang 100 kali lebih peka. Prosedur dan mekanisme pewarnaan dengan perak nitrat
serupa dengan proses cetak foto. Protein pada gel akan mengkatalis proses reduksi silver
halida pada larutan pewarna menjadi metallic silver yang bisa dilihat.
JBUB
dengan mengukur mobilitas molekul protein dalam gel poliakrilamid (yang mengandung
SDS) berdasarkan kurva standar berat molekul dari protein standart (Gambar 10). Protein
standar yang diketahui berat molekulnya dapat dielektroforesis dan mobilitasnya pada gel
poliakrilamid dapat diukur. Mobilitas rate (Mr atau Rf) diukur dengan memakai rumus
berikut.
Gambar 10. Estimasi Berat Molekul menggunakan SDS-PAGE. (A) Separasi Berat Molekul
Protein Standar dan Protein Sampel pada 7% SDS-PAGE. (B) Kurva Kalibrasi
untuk Estimasi Berat Molekul.
Protein dengan berat molekul tertentu mempunyai nilai Rf tertentu pula. Bila dipakai
5 jenis protein standar dengan berat molekul yang berbeda, maka akan didapatkan 5 nilai Rf
yang berbeda pula.
ditempatkan sebagai sumbu X dan berat molekul (biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari log
berat molekul) ditempatkan sebagai sumbu Y. Grafik yang didapatkan berupa grafik linier
dengan persamaan garis y = a + bx. Mobilitas dari suatu protein (yang belum diketahui
berat molekulnya) dapat diukur dengan rumus di atas dan berat molekulnya dapat dicari
dengan mengeplotkan langsung pada kurva standar berat molekul atau dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan garis dari kurva standar berat molekul.
25/49
JBUB
Aplikasi Teknik
SDS-PAGE merupakan suatu teknik dengan kegunaan yang cukup luas, antara lain yaitu
analisis kemurnian protein, penentuan berat molekul protein, verfikasi konsentrasi protein,
deteksi proteolisis, identifikasi protein imunopresipitasi, sebagai tahap awal imunobloting,
deteksi modifikasi protein, separasi dan pemekatan protein antigen, separasi protein terlabel
radioaktif.
2.4
Immunoblotting
Sampel protein yang belum mengalami purifikasi terdiri dari beberapa jenis protein
yang berbeda. Protein tersebut bila diseparasi pada gel poliakrilamid akan menghasilkan
beberapa band sehingga tidak memungkinkan melakukan chemical assay untuk protein
tertentu. Sifat enzimatik dan pengikatan dari suatu protein juga tidak dapat terukur karena
interferensi substansi lain pada sampel. Sementara itu, pewarnaan dengan Coomasie blue
atau perak nitrat tidak dapat secara spesifik mendeteksi protein tertentu. Untuk itulah
diperlukan imunodeteksi guna mengetahui keberadaan protein tertentu dalam gel dengan
menggunakan antibodi.
26/49
JBUB
Prosedur Transfer
Transfer protein dari gel ke membran dapat dikerjakan dengan tiga cara, yaitu: simple
diffusion (Gambar 11.A), vacuum-assisted solvent flow (Gambar 11.B), dan electrophoretic
elution (Gambar 11.C dan 11.D). Electrophoretic elution (bisa dikerjakan dengan 2 sistem
yaitu wet transfer (11.C) atau semi-dry transfer (11.D)) merupakan teknik yang banyak
dipakai dan direkomendasikan. Bufer transfer dengan kekuatan ionik lemah dipakai untuk
mengurangi panas karena arus. Methanol diperlukan untuk meningkatkan pengikatan protein
pada membran dan mengurangi pelebaran gel selama proses transfer.
27/49
JBUB
Jenis Membran
Membran NC sering dipakai karena mudah penggunaannya dengan kapasitas
pengikatan yang tinggi tetapi mudah sobek/rapuh. Membran nilon biasanya dipakai untuk
transfer protein hidrofobik tetapi kapasitas pengikatannya rendah.
Membran PVDF
mempunyai kapasitas pengikatan tinggi dan lebih kuat meskipun preparasi transfernya agak
sulit.
Antibodi poliklonal
biasanya mempunyai afinitas tinggi tetapi mengandung antibodi yang tidak spesifik yang
mungkin dapat mengikat protein yang tidak diketahui pada crude protein.
Pada sistem direct, hanya dibutuhkan antibodi primer yang spesifik mengikat ke
protein sampel (Gambar 12). Pada sistem indirect, selain antibodi primer juga diperlukan
antibodi sekunder anti-IgG yang akan melekat pada antibodi primer. Antibodi sekunder
biasanya diambil dari darah kambing (goat) yang sudah diinjeksi dengan antibodi kelinci
(rabbit) sehingga dinamakan goat anti-rabbit IgG (Gambar 13).
Untuk visualisasi pengikatan tersebut, diperlukan label berupa enzim atau radioaktif
yang dapat dilekatkan pada antibodi primer (untuk direct) atau pada antibodi sekunder (untuk
indirect).
sering dipakai.
Alternatif lain, enzim tersebut dapat dilabel dengan biotin yang akan
mengikat streptavidin (avidin) pada HRP atau AP. Sistem biotin-streptavidin lebih sensitif
karena visualisasi sampel teramplifikasi.
Enzim tersebut akan merubah substratnya dari tidak berwarna menjadi berwarna yang
melekat (terpresipitasi) pada tempat dimana terdapat ikatan antibodi primer dengan protein
atau antigennya.
28/49
JBUB
Gambar 13.
29/49
JBUB
LB medium
(Overnight)
Isolasi DNA
plasmid
PCR
RFLP
Analisis Protein
Koloni Bakteri + pET 14b
(right direction)
LB medium
Induced IPTG
Isolasi dan
Purifikasi
SDS-PAGE dan
Western Blot
30/49
JBUB
BAB II
PRAKTIKUM GEN MENUJU PROTEIN
Pada praktikum kali ini, topik utamanya adalah mempelajari dan melakukan semua
metode yang berhubungan dengan cloning gen ( cDNA dari sel eukariotik, bagian yang
mengkode genom dari sel prokariotik) untuk menjadi protein rekombinan.
Protein rekombinan merupakan hal yang penting untuk berbagai penelitian dan
aplikasi. Beberapa diantaranya antara lain: protein tersebut dapat dgunakan untuk mengukur
aktivitas enzimatik, untuk menghasilkan struktur kristal, untuk mengekspresikannya di dalam
organisme, untuk menghasilkan antibodi atau untuk menggunakannya dalam bioteknologi
untuk memproduksi obat obatan, zat aditif (misalnya protease dalam deterjen pencuci) atau
untuk melakukan proses biologis secara in vitro (misalnya produksi susu yang bebas laktosa).
31/49
JBUB
JBUB
Heat shock ini menjamin bahwa sel kompeten mengambil DNA asing lebih
efisien. Pastikan bahwa sampel tidak lebih dari 90 detik pada suhu 420C.
Pipet 1mL dari LB-medium ke dalam sampel. Inkubasi 30 menit pada suhu 370C.
Tahap ini memastikan bahwa sel dapat beregenerasi, sebelum mereka terseleksi
pada Amp-agar atau Kan-agar.
Sentrifugasi sampel selama 3 menit pada 1700 x g. Buang supernatan tetapi sisakan
sekitar 100L medium dalam tabung.
Pada tahap ini, sel dipekatkan untukmencapai volume yang dapat dengan mudah
dituang pada cawan petri.
Resuspensikan sel secara hati hati dengan pipetting naik dan turun pada medium
sisanya. Tuangkan sel dibawah kondisi steril diatas plate medium agar yang mengandung
LBAmp menggunakan dryglaski spatula. Tetap ingat bahwa vektor ekspresi pET-14b
mengandung resistensi AmpR. Biarkan suspensi sel mengering selama beberapa menit,
kemudian tutup cawan petri dan inkubasi dengan posisi terbalik selama semalaman pada
suhu 370C.
Sel bakteri tumbuh pada tingkat eksponensial dengan pembelahan sel. Setelah setiap
kali pembelahan, kedua sel saudara memiliki salinan plasmid yang tersisipi DNA pada
sitoplasmanya. Ketika sel bakteri tumbuh pada plate semalaman, mereka membentuk koloni.
Setiap koloni terdiri dari sel sel yang berasal dari satu nenek moyang yang sama. Semua sel
dalam satu koloni secara genetis identik dan oleh karena itu mengandung plasmid yang
identik.
1.1
dilakukan proses isolasi DNA plasmid. Bahan bahan yang dibutuhkan antara lain:
a. Koloni Bakteri
b. Media LB
c. Solution I
50 mM glucose
25 mM Tris-HCl (pH 8.0)
10 mM EDTA (pH 8.0)
d. Solution II
5 M NaOH
33/49
JBUB
10 % SDS
dH2O
e. Solution III
5 M Pottasium Acetate
Glacial Acetate Acid
dH2O
f. Phenol
g. EtOH Absolut
h. EtOH 70%
i.
TE Buffer pH7.6
yaitu
dengan
Ampicilin dan Chloramphenicol. Langkah selanjutnya yaitu di pour plating ke dalam cawan
petri. Setelah memadat diolesi dengan Xgal dan IPTG dengan menggunakan Dry glaski steril
dan dikeringkan beberapa saat. Setelah itu diambil 100 l kemudian diteteskan pada media
LB yang sudah mengandung kanamicin. Langkah berikutnya yaitu di streak dan tahap akhir
pada prosedur ini yaitu cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37C dan ditunggu
beberapa hari hingga koloni tumbuh (Sambrook and Russel, 2001).
34/49
JBUB
Supernatan
- dipindah ke tabung eppendorf steril baru
- ditambahkan 2xVolume EtOH Abs, dibolak balik dengan cepat 2-3
kali
- disimpan dalam es/ suhu 4 oC selama 3-5 menit
- disentrifuse pada 10.000 rpm, 5 menit, 4oC
Pelet
- di tambah 500 l EtOH 70% dingin, campur
- disentrifuse pada 10.000 rpm, 5 menit, 4oC
- LANGKAH INI DIULANG 2 KALI DGN EtOH 70% yang
baru
35/49
JBUB
Pelet
DNA yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengujian kualitatif dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1%.
Sedangkan pengujian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan nanodrop spektrofotometri
untuk mengetahui konsentrasi DNA plasmid yang diperoleh. Tahapan untuk pengujian secara
kualitatif dengan menggunakan elektroforesis gel agarose adalah sebagai berikut:
1g agarose dimasukkan ke dalam beaker. Tambahkan 100ml TBE 1x untuk membuat
suspensi agarose 1%. Suspensi dipanaskan pada suhu 2500C pada lempengan pemanas
atau pada microwave jika tersedia. Dalam buffer yang panas, agarose terlarut. Hati
hati! Agarose menyebabkan penghambatan pendidihan suspensi mungkin tiba - tiba
akan mendidih! Gunakan sarung tangan dan kacamata laboratorium untuk menghindari
cidera!
Agarose merupakan serbuk dari tanaman agar agar, yang menghasilkan gel
ketika didinginkan. Buffer dibutuhkan untuk menjaga nilai pH pada angka yang
konstan.
Larutan ini harus sedikit didinginkan dan ditambahkan 1L EtBr sebelum dituangkan ke
dalam tangki elektroforesis, dimana larutan ini akhirnya akan mengeras. Setelah
mengeras (kurang lebih 30 menit), pindahkan sisir dan cetakan secara berhati hati.
Letakkan agar pada tangki dan Tambahkan TBE 1x ke dalam setiap tangki, sampai gel
sepenuhnya terendam.
Sisir akan membentuk kantung pada gel, dimana didalamnya dapat diisi dengan
sampel.
Isikan 2L DNA plasmid hasil isolasi ke dalam tabung terlabel yang baru dan tambahkan
1L blue loading buffer untuk fragmen DNA berukuran kecil dan campurkan.
Loading buffer terdiri dari: glycerol. Larutan ini lebih berat daripada buffer TBE
1x, dan sampel anda akan tenggelam ke dalam lubang pada gel. Ada dua macam
36/49
JBUB
1.2
JBUB
plasmid pET-14b sudah diberi perlakuan dengan CIAP, beberapa vektor akan meligasi
kembali dan mungkin anda akan mendapatkan vektor yang kosong tanpa gen untuk -gal.
Ketika plasmid telah ditransformasikan ke dalam sel bakteri, anda harus memastikan bahwa
mereka menyatukan plasmid dengan fragmen DNA pada orientasi yang benar. Jika tidak kita
tidak akan mampu memproduksi protein yang kita inginkan.
38/49
JBUB
39/49
JBUB
Komponen
Konsentrasi
Volume
Komentar
H2O
1L
5L
buffer)
Primer 1
10pmol/L
1L
Primer 2
10pmol/L
1L
Primer 3
10pmol/L
1L
DNA plasmid
1L
merupakan plasmid
Volume akhir
[Setiap kelompok akan membuat master mix untuk 4 tabung PCR yang akan diisi dengan
sampel yang berbeda yaitu plasmid dengan posisi insert yang benar, posisi insert yang
salah, tidak mengandung insert, dan kontrol negatif. Jangan lupa untuk memberi label pada
masing masing tube untuk memudahkan identifikasi koloni setelah proses PCR selesai
dilakukan]
B. memulai reaksi PCR
Sekarang tempatkan tube ke dalam mesin PCR dan mulai program berikut ini:
Suhu (0C)
Waktu
Denaturasi
94
240
Komentar
Sel bakteri dihancurkan. Mulai dari sekarang
DNA dapat dikenali oleh Taq-Polymerase.
Denaturasi
94
30
Penempelan
66
40
32x
40/49
JBUB
untai tunggal
72
Pemanjangan
45
Pemanjangan
72
120
Kemudian dilakukan elektroforesis gel agarose untuk mengetahui produk PCR yang
dihasilkan pada gel agarose 1,5%
menggunakan metode RFLP. Enzim restriksi yang digunakan dalam metode ini yaitu
BamH1. Bahan dan tahapan yang dilakukan antara lain:
1. Isolat DNA genom yang murni dan/atau hasil PCR sebagai bahan dasar pemotongan
DNA dengan enzim restriksi.
2. untuk setiap 10ul keseluruhan larutan digest, diperlukan 1ul buffer digest. Double digest
dilakukan pada buffer yang sesuai. Salah satu prosedur pemotongan adalah
Untuk 50 ul solution, diisi sesuai urutan:
H2O
Digest Buffer
5ul
DNA/hasil PCR
Enzimrestriksi
41/49
JBUB
2.1
disebut BL21 Rosetta 2 untuk ekspresi protein. Ini merupakan strain inang yang secara
genetik dibuat dengan membawa bacteriophage T7 RNA polymerase dibawah kontrol dari lac
operon. Sintesis dari T7 polymerase dapat diinduksi dengan analog laktosa IPTG. Gen yang
kita klonkan pada vektor pET14b dibawah kontrol dari promotor T7. Oleh karena itulah
mengapa sel BL21 Rosetta 2 tidak menghasilkan GOI sampai induksi dengan IPTG.
Kita melakukan induksi sel E. coli pada temperatur yang berbeda. Melalui jalan ini
kita ingin menemukan kondisi terbaik untuk mendapatkan protein terlarut. Hal ini penting
karena beberapa protein rekombinan dalam E. coli diproduksi sebagai agregat yang disebut
inclusion bodies. Dengan memvariasikan suhu mungkin dapat merubah perbandingan antara
protein rekombinan yang terlarut dan tidak terlarut. Tahapan induksinya adalah sebagai
berikut:
Siapkan 250mL tabung erlenmeyer dengan 65mL dari medium LB yang mengandung
antibiotik sesuai. Kerjakan di bawah kondisi steril.
Tambahkan 1mL prekultur pada 60mL dari medium LB yang mengandung antibiotik
sesuai.
Inkubasikan kultur utama dengan menggoyangnya pada suhu 370C sampai sel mencapai
densitas OD595=0.6. Setelah satu jam inkubasi, harus dimulai untuk memonitor densitas
sel. 1mL medium baru digunakan sebagai zero reference untuk mengatur fotometer
42/49
JBUB
pada OD595=0. Kemudian pindahkan 1mL kultur ke dalam kuvet yang baru. Tentukan
OD595 dengan spektrofotometer. Kalkulasikan dengan kasar waktunya sampai selnya
mencapai OD595=0.6. (Waktu pembelahan E. coli sekitar 20 menit). Lakukan pengecekan
densitas sekali lagi sebelum anda mulai lagi.
Pindahkan 20mL kultur ke dalam 50mL tabung polipropilen. Sentrifugasi pada 10000 rcf
selama 10 menit. Buang supernatan dan biarkan pelet mengering dengan membaliknya.
Aspirasi tetesan terakhir dari cairan yang ada dipinggiran tabung anda dengan
menggunakan kertas tisu yang bersih. Bekukan sel pada suhu -200C. Bagian kultur ini
akan digunakan sebagai kontrol yang tidak diinduksi.
Tambahkan 16L (32L) dari 1M IPTG pada 40ml (80ml) kultur yang tersisa.
Konsentrasi akhir 0,4mM IPTG merupakan yang optimal untuk induksi.
Inkubasi kultur pada shaker selama 3 jam pada temperatur yang ditentukan (370C,
~250C suhu ruang atau 40C sampai 160C). Inkubasikan pada suhu yang berbeda.
Bagi setiap 40mL kultur setelah inkubasi ke dalam 2x20mL kultur dan pindahkan ke
dalam tabung reaksi sesuai. Label tabung anda secara hati hati. Sentrifugasikan selama
10 menit pada 10.000 rcf. Buang supernatan dan pindahkan sebanyak mungkin medium.
Bekukan sampel pada suhu -200C. Kita melakukan pengujian ekspresi dengan satu
aliquot.
2.2
mencairkannya dalam buffer dengan konsentrasi rendah dari deterjen yang ringan (misalnya
0,1% Triton-X). Tahapan pembekuan dan pencairan dapat menyebabkan kehancuran pada
membran bagian dalam sel. Deterjen mempengaruhi komponen lipid sel. Strain E. coli BL21
Rosetta 2 mengandung plasmid pLysS dengan gen untuk T7-lysozyme. Enzim ini memiliki
dua fungsi. Pada satu sisi ini menghambat T7-RNA-Polymerase dan mncegah beberapa
kebocoran ekspresi dari protein rekombinan sebelum induksi. Di sisi yang lain lysozyme
dilepaskan dari sitoplasma setelah pembekuan dan pencairan. Sekarang mulai untuk
mencerna ikatan spesifik dalam lapisan peptidoglikan dari bagian luar dinding sel bakteria
dan membantu untuk melisiskan sel. Proses pelisisan sel dengan menggunakan CelLyticTM B
Plus Kit SIGMA. Prosedur sesuai dengan protokol yang terdapat pada kit dengan ringkasan
prosedurnya sebagai berikut:
1.
Siapkan sel yang mengekspresikan protein yang diinginkan dengan sentrifugasi 5000 g
selama 10 menit
43/49
JBUB
2.
Secara perlahan, pindahkan media dari pelet sel. Pelet sel mungkin bisa dibekukan atau
digunakan dalam kondisi segar
3.
Gunakan volume CelLytic B Plus Working solution sesuai dengan pelet yang dihasilkan.
Homogenkan sehingga sel terlarut seluruhnya.
4.
Inkubasikan suspensi ekstraksi dengan menggoyang pada suhu ruang selama 10-15
menit, yang bertujuan untuk mengekstrak sel secara menyeluruh.
5.
Sentrifugasikan ekstrak pada 1900g selama 15 menit untuk mengendapkan sampel yang
tidak terlarut
6.
SDS-PAGE
SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis) merupakan
gel elektroforesis pendenaturasi. Metode pemisahan protein berdasarkan ukurannya. Kita
melakukan western blot dan deteksi imunologis dari protein rekombinan setelah itu.
Kemudian kita dapat mengevaluasi tingkat ekspresinya dan keterlarutannya berdasarkan
kondisi inkubasi yang berbeda. Ketika tingkat ekspresi dari protein yang anda inginkan
tinggi, anda sudah dapat melihat pita ekspresi yang berlebihan dalam SDS-PAGE setelah
pewarnaan coomassie.
SDS-PAGE terdiri dari poliakrilamid dan ini mengandung dua tipe gel yang berbeda
dengan komposisi yang berbeda: gel penampung mengkonsentrasikan sampel dalam pita
yang tajam; gel bagian bawah memisahkan protein berdasarkan berat molekulnya.
A. Siapkan sampel untuk SDS-PAGE
Pipet 30L fraksi pelet dan 30L fraksi supernatan dari setiap sampel (sel induksi dan
tidak terinduksi) ke dalam tabung reaksi 1,5mL baru yang terlabel. Tambahkan 30L
Lmmli Buffer pada 30L sampel. Didihkan mereka selama 10 menit pada suhu 950C
pada heating block. Dinginkan sampel pada es.
Lmmli Buffer (dengan SDS dan -Mercaptoethanol) bersama dengan
temperatur tinggi mendenaturasi (memutuskan ikatan) protein.
B. Menyiapkan separating dan stacking gel
1. Plate pembentuk gel disusun seperti petunjuk pada saat praktikum
2. Separating gel 12,5 % dibuat dengan cara :
JBUB
Masukkan 2,75 ml 1M Tris pH 8.8, tabung ditutup, lalu tabung digoyang secara
perlahan
Masukkan aquabidest 1,505 ml, tabung ditutup, lalu tabung digoyang secara perlahan
Masukkan 75 l SDS 10% , tabung ditutup, lalu tabung digoyang secara perlahan
Masukkan 6,25 l TEMED, tabung ditutup, lalu tabung digoyang secara perlahan
Masukkan 75 l APS 10%, tabung ditutup, lalu tabung digoyang secara perlahan
Perlahan tambahkan aquadest di atas larutan gel dalam plate agar permukaan gel tidak
bergelombang
3. Biarkan gel memadat selama kurang lebih 30 menit (ditandai dengan terbentuknya garis
transparan di antara batas air dan gel yang terbentuk). Setelah itu, air yang menutup
separating gel dibuang.
4. Sesudah separating gel memadat, stacking gel 3 % disiapkan dengan cara yang sama pada
prosedur B.2 di atas, dengan volume larutan sebagai berikut.
30% acrylamide-bis 0.45 ml
1M Tris pH 6.8
0.38 ml
Aquabidest
2.11 ml
10% SDS
30 l
TEMED
5 l
10% APS
30 l
45/49
JBUB
protein dan kita memiliki orientasi dari gel. Simpan sisa sampel anda sehingga
percobaan dapat diulangi jika sesuatu berjalan tidak sesuai!
Untuk memulai running, perangkat elektroforesis dihubungkan dengan power supply.
Running dilakukan pada constant current 20 mA selama kurang lebih 40 50 menit atau
sampai tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar gel. Setelah selesai, running buffer
dituang dan gel diambil dari plate.
SDS dalam Lmmli Buffer mengikat pada protein dan menambahkan muatan
negatif. Protein kemudian bergerak menuju kutub positif berdasarkan ukurannya.
D. Pewarnaan gel dengan coomassie
Bongkar tangki protein dan pisahkan gel dari plate kacanya. Pisahkan stacking gel
dengan pisau bedah atau spatula. Letakkan gel pemisah pada mangkuk dan cuci dengan
air panas selama 5 menit. Buang air dan genangi gel menggunakan larutan pewarna
coomassie. Secara perlahan goyang selama kurang lebih satu jam.
Blue coomassie dye mengikat pada protein dalam gel dan muncul sebagai pita
biru. Jika kita menggunakan larutan coomassie normal, semua gel akan
terwarnai biru tua dan harus di destained dengan melarutkannya menggunakan
asam asetat untuk menghilangkan latar belakang. Menggunakan larutan
colloidal coomassie, hanya pita protein yang terwarnai.
JBUB
Basahi empat potongan kertas whatman, satu potongan membran nitroselulose dan dua
fiber pad tiap gel SDS dalam wet-blot buffer.
Tempatkan blotting cassette yang terbuka dengan sisi yang berwarna putih pada bagian
yang bening. Bagian engsel dari cassette harusberada menjauhi tubuh anda. Letakkan
fiber pad yang sudah dibasahi pada bagian yang berwarna putih dari cassette. Tempatkan
dua kertas whatman bertumpukan satu sama lain diatas fiber pad. Sesudah itu tempatkan
membran nitroselulose dan gel pada sandwich. Dua kertas whatman lagi dan akhirnya
fiber pad terakhir ditempatkan diatas gel. Sekarang anda dapat menutup blotting cassette
dengan hati hati.
[Ketika mempersiapkan seluruh sandwich hilangkan semua gelembung air yang ada
pada lapisan lapisannya dengan menggulung menggunakan pipet kaca. Gelembung
akan mengganggu proses transfer.]
Letakkan bloting cassette ke dalam modul. Sisi bagian putih harus menunjuk pada
bagian merah dari modul. Tempatkan seluruh modul sebaik seperti blue cooling unit ke
dalam tangki berdiri di atas magnetic stirrer. Isi tangki dengan wet blol buffer sampai
pada garis indikator. Akhirnya tambahkan stir bar pada bagian bawah tangki.
Stir bar membantu untuk mendistribusikan ion ion dalam tangki
Tutup tangki dengan penutupnya dan pasang kabel ke power supply atur pada 100v dan
350mA. Setelah 45 menit kebanyakan protein telah tertransfer dan terikat pada membran.
B. Pemblokkan membran nitroselulose
Tempatkan membran nitroselulose pada kotak plastik (gunakan sarung tangan!).
Letakkan 10mL larutan pemblok diatasnya dan inkubasikan membran selama 30 menit
diatas shaker.
Kita menggunakan 5% larutan susu bubuk yang bebas lemak untuk proses
pemblokkan. Membran nitoselulose memiliki afinitas yang kuat untuk protein.
Karena protein susu dalam larutan pemblok, sisi ikatan yang bebas pada
membran diblok. Hal ini penting untuk memastikan bahwa antibodi berikatan
secara spesifik pada protein yang benar dan tidak pada keseluruhan membran.
Pindahkan larutan pemblok dari membran nitroselulose dan cuci satu kali dengan 1x
NCP
C. Inkubasi dengan antibodi pertama dan kedua
Campurkan 7mL 1x NCP dan 3 mL antibodi pertama (anti 6xHis dari tikus). Tuangkan
larutan antibodi diatas membran dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 370C.
47/49
JBUB
Antibodi pertama mengenali dan mengikat His-tag dari protein rekombinan Galaktosidase.
Pindahkan antibodi pertama (tuang ke dalam tabung falcon --- antibodi mungkin dapat
digunakan kembali). Cuci membran nitroselulose 5 kali selama 5 menit dengan 1x NCP.
Tahapan pencucian penting untuk memindahkan semua antibodi yang tidak
terikat.
Inkubasi membran nitroselulose sekurang kurangnya 1 jam dengan larutan antibodi
kedua yang terdiri dari 2L antibodi kedua dan 10mL 1x NCP.
Antibodi kedua berasal dari kambing dan mengenali secara spesifik constant
region dari antibodi pertama. Sebagai tambahan, antibodi kedua terhubung
dengan enzim alkalin fosfatase. Enzim ini penting untuk deteksi kompleks yang
sekarang mengandung protein rekombinan kita, antibodi pertama dan antibodi
kedua.
Membran nitroselulose dicuci 5 kali selama 5 menit dengan 1x NCP
D. Pengembangan western blot
Keringkan sisa NCP dan inkubasi membran dengan AP-buffer (pH 9,5). Hal ini penting
untuk menghasilkan aktivitas dari alkalin fosfatase (alkalin buffer!). Enzim ini
mengkatalis reaksi warna dengan BCIP sehingga kita dapat melihat lokasi dari protein
yang diinginkan.
20mL AP-buffer dan 70L BCIP dicampurkan. BCIP merupakan substrat untuk alkalin
fosfatase (perhatian, gunakan sarung tangan: bahan ini berbahaya beracun!). Campuran
dituangkan diatas membran nitroselulose. Penting untuk menginkubasi membran dalam
kondisi gelap tanpa digoyang.
Alakalin fosfatase mengkatalis defosforilasi dari BCIP (5-Brom-4-chlor-3indolyphosphate) menjadi pewarna biru dan tidak dapat larut.
Setelah 30 menit anda dapat melihat pita biru dimana protein yang diinginkan (Galaktosidase) berlokasi. Akhirnya membran nitroselulose harus dicuci dengan
akuabides untuk menghilangkan sisa BCIP dan kemudian Evaluasi hasilnya.
48/49
JBUB
DAFTAR PUSTAKA
Alberts B, Johnson A., Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of
The Cell, 4th Edition. Garland Scince. USA.
Arnheim, N. And Levenson, C.H. 1990. Special Report: Polymerase Chain reaction. C &
EN. Washington pp:36-47.
Bollag, D.M. and Edelstein, S.J., 1991, Protein Methods, A John Wiley and Sons Inc., New
York
Brown TA. 1991. Gene Cloning an Introduction. Van Nostrand Reinhold, UK.
Cardenas, E., L.E. Munstermann, O.Martinez, D.Corredor, and C.Ferro. 2001. Genetic
Variability Among Populations os Lutzomyia (Psathyomyia) shannoni (Dyr 1929)
(Diptera : Psychodidae : Phlebotominae) in Colombia. Mem inst Oswaldo cruz, Rio de
Janeiro. 96 (2) : 189-196
Chamberlain, J.R. dan J.D. Hubert. 2002. Molecular Analysis of Genetic Variation.
University of Oxford. Oxford.
Fatchiyah, 2000, Polymerase Chain reaction. Brawijaya University. Malang.
Fatchiyah, Aumingtyas EL, Widyarti S, & Rahayu S. 2011. Biologi Molekuler: Prinsip
Dasar Analisis. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Goers, J., 1993, Immunochemical Techniques Laboratory Manual, Academic Press Inc.,
California
Harlow, E., dan Lane, D., 1988, Antibodies : A Laboratory Manual, Cold Spring Harbor
Laboratory, New York
Hines, H.C. 1999. Blood groups and biochemical polymorphism. In : the genetic of cattle.
New York : CABI Publishing.
Innis MA., gelfand DH., Sninsky JJ. 1999. PCR Applications Protocol for functional
Genomics. Academic Press. New York.
Klug WS. & Cummings MR. 2002. Essentials of Genetics. 4th Ed. Prentice Hall. New Jersey.
Nellen, W., Doreen M. and Jann B. 2011. Module I Molecular Biology: IGN-TTRC 2011
Training of Trainer and Student Course Brawijaya University. Unikassel
Universitat. German.
Robyt, J.F. and White, B.J., 1987, Biochemicals Techniques : Theory and Practice,
Brooks/Cole Publishing Co., California
Tamarin, R. H. 2002. Principles of Genetics. Seventh Edition. Mc Graw Hill. New York.
Walker, J.M., 1994, Methods in Molecular Biology : Basic Protein and Peptida Protocols,
Humana Press, New Jersey
Wilson, K and J.Walker. 2004. Principles and Techniques of Practical Biochemistry. 4th
Edition. Cambridge University Press. Cambridge.
49/49
JBUB