Anda di halaman 1dari 46

Majelis Ta'lim Nurul Fata

February 2, 2013

PENGERTIAN ILMU KALAM DAN RUANG LINGKUP ILMU KALAM


A. Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah salah satu bentuk ilmu keislaman Kajian dalam ilmu kalam terfokus pasa
aspek ketuhanan (devesivasinya) atau bentuk karena itu disebut teologi dialetika, dan
rasional. Secara harfiah kata kalam artinya pembicaraan tetapi bukan dalam arti
pembicaraan sehari-hari (omongan) melainkan pembicaraan yang bernalar dan logika (akal).
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaankepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu Kalam adalah
Ilmu yang membahas soal-soal keimanan yang sering juga disebut Ilmu Aqaid atau Ilmu
Ushuluddin.
1. Rasionalitas
2. Logis
Beberapa ulama memberikan pendapat yang berbeda-beda sesuai dengan argument
mereka masing-masing tentang definisi Ilmu Kalam :
Menurut Al-iji Ilmu Kalam adalah Ilmu yang memberi kemampuan untuk menetapkan aqidah
agama (Islam) dengan mengajukan argument untuk melenyapkan keraguan-keraguan.
Menurut Ibnu Khaldun Ilmu Kalam adalah Ilmu yang mengandung argument-argument
rasional untuk membela Aqidah-aqidah Imanya dan mengandung penolakan terhadap
golongan bidah (perbuatan-perbuatan baru tanpa contoh) yang didalam aqidah
menyimpang dari mazhab salah dan ahli sunnah.
Menurut Fuat Al-Ahwani Ilmu Kalam adalah memperkuat aqidah agama dengan ajaranajaran yang rasional.
2. Materi Kajian Ilmu Kalam
Dari definisi diatas dipahami bahwa materi kajian ilmu kalam ialah jamaak aqoid artinya
apa yang dipercayai dan diyakini oleh hati manusia.
3. Sebab-sebab Penamaan
1. Ilmu kalam karena membahas tentang ketuhanan yang logika maksudnya dalil-dalil
Aqliyah dari permasalahan sifat kalam bagi Allah seperti persoalan. Apakah Alquran itu
Qodim (dahulu) atau Hadits (baru)
a. Persoalan Qodimiyah Kalamullah
b. Penggunaan dalil aqli yang sebegitu rupa hingga sedikit penggunaan dalil naqli
c. Penggunaan metode argumentasi yang menyerupai mantiq
2. Ilmu Ushuluddin
Sebab penamaan ilmu ushuluddin terfokus pada aqidah atau keyakinan Allah SWT, itu Esa
Shifa, Esa Afal dll. Atau yang membahas pokok-pokok Agama.
3. Ilmu Tauhid
Sebab penamaan Ilmu Tauhid karena ilmu ini membahas masalah keesaan Allah SWT,
adalah salah satu bagian yaitu Itiqodun biannallahataala waahidada laasyariikalah,
4. Teologi Islam
Karena teologi membicarakan zat Tuhan dari segalah aspeknya. Dan perhatian Tuhan
dengan Alam semeseta karena teologi sangat luas sifatnyat. Teologi setiap agama bersifat
luas maka bila di pautkan dengan islam (teologi islam) pengertiannya sama dengan Ilmu
Kalam di sebut pula ilmu jaddal (debat) ilmu alqoid dll.
II. BEBERAPA PENGERTIAN DASAR DALAM ILMU KALAM
a. Iman
- Menurut Jahmiyah dan Asariyah iman hanyalah tasdik membenarkan di dalam hati.
- Menurut Imam Hanafi Iman hanyalah Itikod sedangkan amal bukti iman tetapi tidak
dinamai iman.
- Menurut Ulama Salaf termasuk Imam Syafii dan ahmad, malik iman adalah iqtiqoh

sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan di amalkan dengan anggota
tubuh)
Apabila iman berdiri sendiri maka yang dimaksud iman yang mencangkup dimensi hati lisan
dan amal (Al-Mukminun : 3) iman berarti Iqtiqoh (keyakinan)
- Secara harfiah iman berasal dari bahasa arab yang artinya kepercayaan atau keyakinan
yaitu maksudnya meyakini secara pasti tanpa sedikit keraguan.
- Iman adalah kepercayaan yang meresap kedalam hati dengan penuh keyakinan tidak
bercampur syak dan keraguaan, serta memberi pengaruh bak tingkah laku dan perbuatan
pemiliknya sehari-hari.
b. Pokok-pokok Iman
Sumber pokok iman terambil dari Al-baqarah 177 Al-Baqarah 285 dan secara kronologis
dalam hadits ketika nabi ditanya jibril tentang iman.

Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa.
2. Kufur
a. Pengertian Kufur
Kafir adalah panggilan bagi orang yang tiada iman menurut Islam. Sedangkan kufur menurut
bahasa adalah menutupi sedangkan menurut istilah menutup nutupi nikmat dan kebenaran
baik kebenaran dalam arti Tuhan maupun ajarannya melalui Rosul.
b. Macam-macam Kafir
1. Kafir Munafik
Munafik berasal dari bahasa arab yang artinya menyembunyikan dalam hati, berlawanan
dengan lahiriyah, lain dimulut lain dikata lain diperbuat, ketidakcocokan antara perkataan
dan perbuatan.
Kafir Munafik adalah menzhahirkan apa yang bertentangan dengan hatinya. Maksudnya
orang itu tidak beriman tetapi menyatakan iman yang bertentangan dengan hati nurani (Albaqarah : 10).
2. Murtad
Murtad adalah kembali dan menjauhi islam maksudnya seseorang yang beriman kemudian
kafir kembali disebut juga millah.
3. Kafir Musyrik
Kafir musyrik adalah seorang yang mempunyai tuhan lebih dari satu dan menetapkan
persekutuan, adapun karakteristik orang yang musyrik adalah sebagai berikut :
1. Penutupan Pintu Hati
2. Zalim
3. Sistem Ibadah
4. Waktu
4. Kafir Kitaby
Kafir Kitaby adalah ahli yang beriman kepada kitab yaitu orang yang beriman kepada Allah
SWT. Sebelum Al-Quran datang dan setelah Al-Quran datang mereka mengingkari sebagai
kitab Allah yang menasubkan (menghapuskan aturan kitab terdahulu)
5. Kafir Dahari
Kafir Dahari adalah orang mempecayai kekalnya masa dan keadaan serta menyandarkan
kejadian-kejadian di ala mini pada masa.
6. Kafir Muatil (ateis)
Kafir Muatil adalah tidak percaya adanya Tuhan segala yang ada dialam ini tidak ada yang

menjadikan melainkan terjadi sendirinya.


7. Kafir Zindiq
Kafir Zindiq adalah keadaan pura-pura beriman maksudnya seseorang mengakui kerasulan
Muhammad SAW, serta percaya dan mengerjakan pokok-pokok Islam tetapi
menyembunyikan keinginannya dan juga menetang serta merusak agama Islam dari dalam,
intinya kafir ini adalah seorang yang mendustakan rasul dan kerasulan nabi Muhammad
SAW.
3. Nifaq
a. Pengertian Nifaq
Nifaq adalah kemunafikkan atau ketidaksesuaian antara karsa dan karya atau apa yang
diperbuat bukan menifestasi atau gambaran, cerminan dari kehendak hati yang sebenarnya.
(Al-Fatah : 11).
b. Jenis-Jenis Nifaq
1. Nifak Kuddin adalah secara lahiriyah menyatakan Iman tetapi pada batinya ingkat/kufur
amal-amal di dorong oleh rasa-rasa tertentu bukan oleh rasa imannya. Munafik ini diancam
An-Nisa 145.
2. Nifak Amali adalah keyakinan dan keimanan seseorang itu terhadap islam ada dan tetap
terpelihara baik secara lahir maupun batin tetapi karna dia manusia awam kadang-kadang
terwujud sifat kemunafikkan dalam pola hidupnya sehar-hari. Sifat munafik menurut hadits
Bukhari Muslim Abdullah Umar
a. kalau bicara dusta
b. kalau berjanji ingkar
c. kalau dipercayai hianati
d. jika diperintah setia tapi curang
tetapi kalau menurut Bukhari Muslim dari Abu Khurairah ada tiga yaitu :
a. jika dia berbicara dia selalu berdusta
b. jika dia berjanji dia selalu ingkar
c. jika dia dipercayai dia selau khianati
dalam mengkaji sifat-sifat Tuhan Ulama membagai ke dalam klasifikasi, terutama kelompok
ahli sunnah lewat karya imam, Assanusi mengkaji sifat Alla SWT, kepada Sifat yang wajib,
mustahil dan jaiz empat kategori yaitu :
a. Nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan diri dzat Allah SWT, yaitu sifat wujud
b. Salabiyah adalah menafikkan yang meniadakan sifat yang mustahil bagi Allah SWT, dan
sifat yang wajib, maksudnya membicarakan wujud itu sendiri yang terkelompok di dalamnya
terdahulu, tiada bermula, kekal, berbeda dengan makhluk yang lainnya, berdiri dengan diri
sendiri, Allah maha esa, misalnya sifat wajib dengan meniadakan sifat.
c. Maany (menjelaskan) adalah penggagasan tentang sifat yang wajib bagi Allah SWT.
Menurut hukum akal tidak mungkin Allah SWT itu lemah) maka Allah SWT bersifat berkuasa,
berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat, berkata-kata,
d. Manawiyah adalah hanya ditambah maha misalnya maha berkuasa, maha berkehendak,
maha mengetahui, maha hidup, maha mendengar, maha melihat, maha berkata-kata.
4. Tauhid Afala
a. Pengertian Tauhid Afal
Tauhid Afal adalah meyakini bahwa Allah SWT yang memperbuat segala sesuatu, persoalan,
mengapa Allah SWT menciptakan keburukan, walaupun Allah SWT menciptakan keburukan
tapi tidak ada ayat atau hadits yang menyuruh atau mengajak pada keburukan, seperti di
dalam Q.S Al-Araf 28-29.
Dalam istilah ilmu kalam dikenal dengan istilah Qadha Allah SWT atau Taqdir, Taqdir Allah
SWT ada dua yaitu :
1. Taqdir Mubrom
Adalah qodha dan qadhar yang tidak bisa merubah kecuali melaui doa contoh taqdir
mubrom adalah balak, jodoh, mati, rizki.
2. Taqdir Muallaf
Adalah taqdir yang bisa di ikhtiyarkan, seperti dalam hadits
Artinya : Manusia yang merencanakan dan Allah SWT, yang menetapkan

b. Macam-macam Tauhid
1. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah SWT, dan hanya Allah SWT, yang berhak dan
untuk beribadah karena Allah SWT, itu Ar-Rozaq, Al-Khalik (menciptakan), didalam Q.S
Muhammad : 19
2. Tuhid Rububiyah adalah mengesahkan Allah bahwa hanya Allah SWT, yang telah
menciptakan segala mahluk baik nyata maupun ghaib, dialah yang memelihara alam
semesta, sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-Fatir : 1.
5. Syirik
a. Pengertian Syirik
Menurut istilah Ilmu Kalam Syirik adalah perilaku (sikap) menyekutukan Allah baik Dzat-nya,
sifatnya, dan Afal. sedangkan menurut istilah syirik adalah menyekutukan Allah dengan
yang lainnya baik menyekutukan dari segi Dzat, Sifat, Wujud, ataupun dari segi perbuatan.
b. Macam-macam Syirik
- Syirik Uluhiyah adalah syirik dalam ibadah dimana perbuatan seseorang menunjukkan
bahwa dia beribadah kepada mahluk Tuhan yang tidak pantas untuk disembah, syirik
Uluhiyah ada dua yaitu :
1. Mempercayai Allah SWT, mempunyai tandingan sebagaimana ia menyembah Allah SWT,
Sebagaimana dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah : 165.
2. Syirik kecil atau Asghar yaitu beramal karena kepentingan diri orang lain, misalnya Riya
dll.
- Syirik Rububiyah adalah sesuatu kepercayaan yang tidak mengakui keesaan Allah SWT,
yang telah menciptakan segalah mahluk baik yang nyata maupun tidak nyata atau ghaib,
syirik ini pun ada dua macam yaitu :
a. Syirik Tatil atau kosong adalah meniadakan Tuhan sebagai pencipta. Contoh Firaun yang
mengaku sebagai Tuhan.
b. Syirik yang mempercayai bahwa disamping Allah SWT, ada tuhan lain, contohnya
menganggap Tuhan punya anak dll.
c. Syirik menurut Al-quran ada 4 tingkatan
1. Menyekutukan dalam ibadah ada sesembahan selain Allah (Az-Zumar : 3).
2. Mempercayai benda lain apa saja yang dapat mengatur nasib manusia. Atau menyakini
benda itu memiliki sifat Illahiyah (Tuhan) (An-Nahl : 51)
3. Mempertuhankan manusia yaitu menjadikan manusia sebagai Tuhan mungkin pembuka
agama, pendeta, mubaligh, wali Allah / orang yang dipandang luar biasa (Al-Maidah : 116)
4. Menuhankan Hawa Nafsu (Al-Jasiyah : 23).
6. Makrifah
Didalam lapangan Ilmu Kalam ada istilah Ulama Kalam membagi makrifah menjadi 3
kategori :
1. Marifah Mubdak, kita mengenal Allah SWT sejak di dalam kandugan
2. Marifah Wasithah, artinya mengenal Allah SWT melalui perantara
3. marifah Maad artinya mengenal Allah SWT melalui pelantara
Makrifah artinya mengenal, mengerti, mengetahui (tindak goyah) yang sesuai dengan
kenyataan yang terjadi. Berdasarkan dalil aqli maupun naqli sedangkan kepercayaan ragu
belum di katakana marifah kepercayaan itu disebut ikut-ikut saja / taqli.
7. Aqidah
1. Pengertian Aqidah
Secara etimologis aqidah bersal dari bahasa Arab yaitu ikatan, sangkutan, secara
terminologis aqidah adalah kepercayaan, keyakinan atau keimanan. Jadi, Aqidah adalah
kepercayaan kepada sesuatu hakikat tertentu dengan keyakinan yang mutlak yang tidak di
undang keraguan dan perdebatan.
a. Khurafat dan Tahayul
Khurafat adalah kepercayaan kepada yang gaib yang tidak bersumberkan pada Al-Quran
dan hadits. Sedangkan tahayul adalah cerita bohong atau tidak masuk akal yang tidak
bersumber dari kitab suci maupun dari akal.
b. Dalil Aqli

Dalil Aqli adalah dalil yang menggunakan akal pikiran untuk merenunkan diri sendiri, alam
semesta, dan lain-lainnya. Dalil aqli dikatakan benar apabila pokok pikiran dalam
menetapkan sesuatu keputusan dapat diterima, sedangkan utusan itu dapat masuk kedalam
perasaan dan bersifat logis yang dapat menimbulkan keyakinan.
c. Dalil Naqli
Yaitu dalil yang berasal dari Al-Quran dan Hadits. Ulama Kalam menetapkan dua syarat
untuk menetapakan iman yaitu :
1. QodI (pasti kebenarannya) maksudnya adalah dalil itu benar-benar datang dari rasul
tanpa ada keraguan yang demikian itu hanya terdapat keterangan mutawatir.
2. Pasti (tegas tujuannya) maksudnya dalil aqli itu tidak memiliki makna dua atau lebih, dalil
naqli yang pasti tujuannya dapat menetapkan keyakinan yang dapat menumbuhkan aqidah
yang kuat.
III. HUBUNGAN IMAN DENGAN IBADAH DAN HUBUNGAN IMAN DENGAN MORAL
1. Hubungan Iman Dengan Ibadah
Ada tiga defenisi tentang ibadah :
a. Ibadah dalam arti al-khudu (tunduk, patuh dan idman) dalam ucapan ataupun perbuatan
yang timbul pada sifat ketuhanan atau uluhiyah yang dimiliki oleh siapa yang ditunjukkan
khudu kepadanya, jada menadi unsur utama dalam beribadah.
b. Ibadah ialah khudu di hadapan yang dipercayai sebagai memiliki sesuatu dari urusanurusan kemajudan hidup dan mati sipelaku khudu, sekarang dan yang akan datang,
maksudnya seorang abid menyadari statusnya sebagai hamba yang termiliki dan di sisi lain
ia merasakan stastus sesuatu sebagai pemilik :
1. Pemilik hakiki adalah Allah SWT pemilik hakiki manusia, karena dialah yang menciptakan
dari ketiadaan.
2. Sebutan pemilik diberikan berdasarkan kenyataanya sebagai pemberi rizki,
menghidupkan dan mematikan karena itu setiap manusia yang sehat pitrahnya pasti
menyadari status sebagai mahluk dan dialah yang memilikik hidup dan mati.
3. Ibadah ialah Khudu seseorang yang melihat dirinya tidak bebas dan mandiri sepenuhnya
dalam perwujudan dan perbuatannya dihadapan sesuatu.
2. Hubungan Iman dengan Etika
Iman memuat ajaran-ajaran pokok yang bertalian dengan persoalan-persoalan batin
beragama, antara lain beriman secara benar kepada Allah, Hari Akhir, Malaikat, Nabi, dan
Rasul, Kitab Suci serta Qodha dan Qodhar.
Etika adalah harga diri, nilai, sesuatu ya ung berharga, sesuatu yang layak atau sesuai
dengan aturan. Adapun tujuan iman (misi keimanan) bagi mukmin di bidang moral baru bisa
tercapai dengan kemerdekaan (freedom) karena kemerdekaan memungkinkan manusia
untuk melakukan yang seharusnya dia dilakukan, inilah yang dimaksud dengan khalifatullah
karena itulah manusia dapat melakukan nilai-nilai etika.
Jelasnya hanya manusia yang bisa merealisasikan nilai-nilai etis manusia memiliki
kemerdekaan untuk yang demikian itu disamping itu memiliki pikiran dan wawasan.
IV. SEJARAH MUNCULNYA ILMU KALAM
Sejarah munculnya ilmu kalam berawal sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, timbullah
persoalan-persoalan dikalangan umat islam tentang siapakah pengganti Nabi (Khalifatul
Rasul) kemudian persoalan itu dapat diatasi setelah dibaiatnyua / diangkatnya Abu Bakar
As-Sidiq sebagai khalifah, setelah Abu Bakar wafat kekhalifahan dipimpin Umar Bin Khatab
pada masa kepemimpinan Umar Bin Khatab umat islam tampak tegar dan mengalami
Ekspansi seperti kejazirah Arabian, palestina, syiria, sebagian wilayah Persia dan Romawi
serta Mesir.
Setelah kekhalifahan Umar bin Khatab berakhir maka Utsman Bin Affan menjadi Khalifah,
Utsman termasuk dalam golongan Quraisy yang kaya kaum keluarganya terdiri dari orangorang Aristokrat Mekkah karena pengalaman dagangnya mereka mempunyai pengetahuan
Administrasi. Pengetahuan mereka ini bermanfaat dalam memimpin Administrasi daerahdaerah diluar semenanjung arabiah yang bertambah masuk kebawah kekuasaaan islam.
Namun karena pada masa kekhalifahan Utsman cenderung kepada nepotisme terjadilah
ketidakstabilan dikalangan umat islam dengan banyaknya penentang-penentang yang tidak

setuju kepada khalifah Ustman puncaknya tewas terbunuh oleh pemberontak dari Kufah,
Basroh dan Mesir.
Setelah Ustman wafat Ali bin Abi Thalib sebagai calon terkuat terpilih sebagai khalifah yang
keempat tetapi ia segera mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula
menjadi khalifah seperti Thalah, Zubair dan Aisyah peristiwa ini dikenal dengan perang
jamal. Tantangan kedua datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan yang juga ingin menjadi
khalifah dan menuntut kepada ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh Ustman. Dari
peristiwa-peristiwa tersebut munculah Teologi asal muasal (sejarah munculnya kalam).
V. PERMASALAHAN ILMU KALAM DALAM ISLAM
1. Masalah Pelaku Dosa Besar
A. Mazhab Syiah
Dalam masalah politik yaitu terbunuhnya ke-tiga yaitu khalifah ustman bin affan oleh
pemberontakkan dari Mesiar yang dipimpin oleh Abu Saudah bin Saba, Ustman tewas dan
melahirkan konsep permasalahan apakah tetap beriman atau telah kafir, pelaku pembunuh
Ustman itu dan pelaku dosa besar yang keluar dari barisan Ali karena tidak puas dengan
hasil administrasi maka mereka keluar dari barisan Ali. Menurut mazhab Syiah pelaku dosa
besar adalah kafir dalam arti keluar dari Islam dan murtad maka ia wajib dibumuh.
B. Mazhab Murjiah
Murjiah artinya menunda tentang pelaku dosa besar dia di akhirat, pendirinya Abdullah Ibnu
Umar (anak Umar bin Khatab), mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar
tetap masih mukmin dan bukan kafir adapun dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah
untuk mengampuni atau tidak mengampuni.
C. Mazhab Mutazilah
Pendirinya adalah Wasil bin Atok pendapatnya orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi
bukan pula mumin orang semacam ini mengambil dua posisi diantara dua posisi atau tidak
masuk surga atau tidak masuk neraka
D. Mazhab Asy-Ariyah
Mazhab ini pendirinya adalah Hasan Al-Asy Ari (260-324 H), dia menentang pendapat
mazhab mutazilah menurutnya tidak mungkin orang yang berbuat dosa besar itu tidak
mukmin maka terdapat iman , menurutnya mumin yang melakukan dosa besar bila wafat
tanpa taubat mungkin orang itu diampuni dosanya oleh Allah sehingga diakhirat orang itu
langsung masuk surga dan mungkin pula tidak di ampuni mak ia dimasukkan keneraka dulu
baru surga. Seperti dalam hadits rosul.
2. Masalah Perbuatan Manusia dan Kaitannya pada Tuhan
Dalam ilmu kalam masalah perbuatan manusia ada dua macam :
A. Khodoriyah
Menurut Khodoriyah menusia memiliki kebebasan atau kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatan, Khodoriyah mempunyai paham manusia mempunyai kebebasan dan kekuasaan
sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
B. Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari Jabarah yang mengandung arti memaksa. Paham ini
berpendapat manusia tidak mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya dalam paham ini manusia mutlak terikat dalam kehendak
Tuhan.
Like Comment

Ilmu Kalam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ilmu kalm (bahasa Arab: ) (adalah disiplin filsafat mencari prinsip-prinsip teologi
Islam melalui dialektika. Dalam bahasa Arabperkataan ini secara harfiah bermakna "kata-kata".
Seorang cendekiawan kalam digelari sebagai seorang mutakallim (ahli teologi Islam;
jamak mutakallimiin). Terdapat banyak tafsiran mengapa disiplin ini digelar "kalam"; salah satu
alasannya adalah kontroversi terbesar dalam bidang ini berkaitan dengan Firman Allah,
sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, bisa dianggap sebagai bagian dari esensi Tuhan dan
karena itu tidak diciptakan, atau apakah itu dibuat menjadi kata-kata dalam arti normal berbicara,
dan karena itu dibuat.

FUNGSI DAN SEJARAH ILMU KALAM


POSTED BY SHIROTUDIN MUSTHOFA POSTED ON 22.05 WITH NO COMMENTS

I.

PENDAHULUAN
Saya yakin anda sudah pernah mempelajari aqidah, karena pada hakekatnya pelajaran aqidah
pada diri anda sudah dimulai dari sejak anda dilahirkan. Ingatkah ketika anda masih di bangku TK atau
RA anda di ajak bernyanyi tentang rukun Iman ? itu artinya anda sudah belajar tentang aqidah. Ilmu
kalam itu ya ilmu yang mempelajari aqidah. Nah untuk mengetahui apa itu ilmu kalam yang lebih

banyak sebaiknya anda harus tahu dulu apa itu pengertian ilmu kalam, setelah anda tahu pengertian
ilmu kalam anda harus tahu fungsinya untuk apa ilmu kalam itu. Sebab rasanya kita tidak enak kalau
mempelajari sesuatu yang belum jelas fungsi untuk apa.
a.

Tujuan belajar
Dalam modul ini nanti anda akan diharapkan untuk dapat memenuhi standar kompetensi mapel
aqidah akhlak yaitu memahami ilmu kalam dengan standar kompetensi dan indikator sebagai berikut :

KOMPETENSI DASAR

INDIKATOR

8.1 Menjelaskan pengertian


8.1.1 Mendefnisikan pengertian ilmu kalam
dan fungsi ilmu kalam
8.1.2 Menjelaskan fungsi ilmu kalam
8.1.3 Menelusuri sejarah munculnya ilmu
kalam
b.

Prasyarat
Prasayarat yang dibutuhkan untuk mempelajari modul pembelajaran ini adalah (1) kalian harus
memahami lebih dulu prinsip-prinsip aqidah islam yang benar. (2) kalian harus beriman terhadap
rukun-rukun iman dengan sungguh-sungguh

c.

Petunjuk Penggunaan Modul


Untuk menggunakan modul sebaiknya anda mengikuti pentunjuk penggunaan modul ini dengan benar.
Berikut ini adalah petunjuk penggunaannya :

1.

Bacalah setiap penjelasan yang diberikan dengan cermat langkah demi langkah dan jangan tergesagesa.

2.

Kemudian kerjakan soal-soal atau latihan yang Anda temui dan cocokkan jawaban Anda dengan kunci
jawaban dihalaman belakang modul ini,

3.
4.

Pelajari sekali lagi uraiannya, terutama bagian yang kurang Anda pahami,
Praktekkanlah kegiatan-kegiatan yang baru anda pelajari dengan menggunakan bahan-bahan yang
tersedia sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam modul ini. Maksudnya, jika anda
diminta untuk menuliskan, cobalah anda menulis sesuai dengan bidang yang anda kuasai.
SELAMAT MEMBACA !

II.

KEGIATAN BELAJAR
Bacalah teks berikut ini dengan seksama dan teliti
A. Pengertian ilmu kalam
Saya yakin anda tahu bahwa ilmu kalam itu berasal dari dua kata yang di gabung, yaakk coba
anda tebak kira-kira dari kata apa dan apa ....? anda tulis pada titik-titik berikut ini jawab

anda.............dan ............. jika anda menjawab bahwa ilmu kalam itu berasal dari dua kata yaitu
ilmu dan kalam maka jawaban kalian benar dan jika jawaban anda salah gantilah jawaban anda yang
salah dengan jawaban yang benar. Mudah bukan pelajaran ilmu kalam ?
Menurut ahli ilmu shorof kata ilmu berasal dari kata dasar alima, yalamu, ilman ( ,
, )dengan wazan faila, yafalu ( , )yang berarti, mengerti, memahami benarbenar. Lha... sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. (2) nah... sedangkan kata kalam
berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti yaitu perkataan. (3) . jadi bila anda
gagung kata ilmu kalam maka anda dapat mengartikan menurut bahasa ilmu kalam itu artinya ilmu
perkataan.
pendapat anda didukung oleh pendapat Fadli Said Annadwi dalam terjemahan kitab Fathul
Majid menuturkan bahwa ilmu kalam artinya ilmu pembicaraan, karena dengan membicarakan,
pengetahuan-pengetahuan akan menjadi jelas dan dengan pembicaraan yang tepat menurut undangundang berarti membicarakan kepercayaan yang benar dan dapat ditanamkan dalam hati manusia.
Disebut ilmu kalam sebab dalam ilmu tauhid itu pembahasannya yang paling berat dan paling banyak
menjadi diskusi dan musyawarah adalah masalah sifat kalam Allah swt. Karena maka ilmu disebut ilmu
kalam.
nah sekarang kira-kira menurut anda dari uraian diatas kesimpulannya menurut bahasa ilmu kalam
berarti apa ? nah luangkan waktu sejenak untuk menuliskan jawaban anda pada kolom berikut ini
Nah untuk melengkapi pengetahuan kita tentang pengertian ilmu kalam menurut baiklah sekarang akan
diuraikan pengertian ilmu kalam menurut istilah. Para ulama kalam berbeda-beda dalam merumuskan
pengertian ilmu kalam. Berikut ini beberapa rumusan pengertian ilmu kalam menurut para pakar ilmu
kalam :
Menurut Syekh Abu Zaid Al Qairuni dalam kitabnya Alfawaqihah addiwani ilmu kalam secara
istilahiyah yaitu :


Ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang
berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan perundangundangan Islam (Al Quran dan Hadist). (Alfawaqihah addiwani, juz 1 hal. 139).

Sejalan dengan definisi tersebut Muhammad Ismail Assyarbini mendefinsikan bahwa ilmu kalam
yaitu :

Ilmu yang didalamnya membahas tentang hakikat Dzat Allah, Rasulnya, apa saja yang wajib, jaiz dan
mustahil baginya (Muhammad Ismail Assyarbini juz 1 hal 525)

Berkaitan dengan definisi tersebut Ibnu Khaldun dalam kitab Muqoddimahnya menuturkan bahwa ilmu
kalam adalah

ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani yang
diperkuat dengan dalil-dalil rasional. (Muqadimah, juz 1 hal. 264)
Apabila memperhatikan beberapa definisi tersebut diatas maka ilmu kalam adalah ilmu yang
obyek pembahasannya adalah aqidah Islamiyah dengan menggunakan pendekatan filsafat atau
logika/rasio disamping dalil-dalil naqli yaitu Al Quran dan Hadits
b. Sejarah munculnya ilmu kalam
Tahukah anda bahwa penggunaan nama ilmu kalam ini sangat relevan dengan
sejarah munculnya ilmu kalam. Jaman dulu pada masa khalifah Kholifah Usman bin Affan pernah terjadi
gejolak politik yang luar biasa besarnya. Yaitu perang saudara yang sampai akhirnya Usman bin Affan
yang menjadi kholifah atau presiden saat itu meninggal dunia pada saat terjadi kerusuhan perang
saudara. Beliau usman bin affan di bunuh pada saat sedang membaca al Quran. Kerusuhan berlanjut
hingga pada masa kholifah Ali bin Abi Thalib, yang pada akhirnya terjadi perpecahan dikalangan umat
Islam, mereka ada yang kontra dengan khlifah Ali bin Abi Thalib dan ada pula yang pro. Mereka yang
kontra menamakan diriya kelompok Khawari dan yang pro menamakan dirinya kelompok Syiah. Dua
kelompok ini saling mengkafirkan satu sama lain. Mereka mengkaim bahwa dirinya yang paling benar.
Untuk mempertahan argumennya kedua kelompok ini menggunakan logika kalam. Nah para ahli sejarah
menjelaskan bahwa dari sinilah asal usul ilmu kalam itu muncul.
B. Fungsi Ilmu Kalam
Ilmu kalam berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan
pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam adalah rasio yang didukung
dengan Al Quran dan Hadist. Sekuat apapun kebenaran rasional akan dibatalkan jika memang
berlawanan dengan Al Quran Hadits.
Ilmu kalam juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf, Oleh karena itu jika timbul suatu
aliran yang bertentangan dengan aqidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan
Al Quran dan As-Sunnah hal itu merupakan suatu penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentanan
atau tidak pernah diriwayatkan oleh ulama ulama salaf hal itu harus ditolak (Solihin, 2008:99)

Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin,
ilmu tauhid, fiqh al-akbar dan teologi islam. Disebut dengan ilmu ushuluddin karena,
ilmu ini membahas pokok-pokok agama dan disebut ilmu tauhid karena, ilmu ini
membahas keesaan Allah SWT, juga asma dan afal Allah yang wajib, mustahil dan jaiz,
juga sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi rasul-Nya.
Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu
kalam lebih dikosentrasikan pada penguasaan logika. Abu Hanifah menyebut ilmu ini
fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hokum islam yang kenal dengan istilah fiqih terbagi
atas dua bagian. Pertama, fiqh al-akbar, membahas pokok-pokok agama. Kedua, fiqh alasghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokokpokok agama, tetapi hanya cabangnya saja.

Teologi islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa
inggris, Theology. William L.Reese mendefinisikan dengan discourse or reason
concerning God (diskursus atau pemikiran tentang ketuhanan). Dengan mengutip katakata William Ockham, Reese lebih jauh mengatakan,Theology to be a discipline resting
on revealed truth and indepent of both philosophy and science (teologi merupakan
disiplin ilmu yang membicarakan tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat
dan ilmu pengetahuan).
Apabila memperhatikan definisi di atas, ilmu kalam secara sederhana bisa disebut
sebagai ilmu yang berbicara mengenai aspek-aspek ketuhanan, sejarah pemikiran dan
perbedaan ketuhanan dalam islam.

2. Dasar-dasar Ilmu Kalam


a. Al-Quran : Banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,
diantaranya:

1. (4-1 : ( ) 4) ( 3) ( 2)
( 1)

2.

(59: )
Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka
tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.

3.


(10: )

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka


berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri
dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala
yang besar.
b. Al-Hadis : Banyak juga Al-Hadits yang menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan, diantaranya:

: :
: :
: :
: :



: : : ) (
.
Dari Abi Hurairah ia berkata: Suatu hari Nabi SAW. nampak di tengah manusia, lalu
seorang laki-laki mendatanginya dan bertanya: Apakah iman itu? Rasul menjawab:
Iman ialah engkau percaya pada Allah, Malaikat-Nya, bertemu dengan-Nya, Rasul-Nya
dan bangkit dari kubur (hari kiamat). Lelaki itu bertanya lagi: Apakah Islam itu?. Rasul
menjawab: Islam adalah Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan-Nya,
dirikanlah shalat, tunaikan zakat fardhu, dan berpusa bulan Ramadhan. Lelaki itu

bertanya lagi: Apakah Ihsan itu?. Rasul menjawab: Hendaklah engkau


beribadah/menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Allah, lalu jika engkau tak
melihat-Nya ketahuilah sesungguhnya Dia melihatmu. Lelaki itu bertanya lagi: Kapan
terjadi hari kiamat?: Rasul menjawab: Tidaklah orang yang ditanya tentang hal ini
(rasul) lebih mengetahui jawabannya dari si penanya, aku akan jelaskan tentang tandatanda kiamat (ialah): apabila seorang budak melahirkan tuannya, apabila para
penggembala binatang ternak telah berlomba bermegah dalam bangunan, ia termasuk
lima hal yang tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah, lalu Rasul membaca
ayat : sampai ayat terahir. Lalu lelaki itu pergi dan Nabipun berkata
kepada para sahabat: Panggillah lelaki itu, tetapi tak seorangpun dari sahabat
melihatnya lagi. Lalu Nabi berkata: Lelaki itu adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan
kepada manusia tentang agama. (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat islam sendiri atau
pemikiran luar umat islam. Sebelum filsafat masuk dan berkembang di dunia islam, umat
islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionya untuk menjelaskan ayat-ayat alquran yang masih samar. Ternyata keharusan menggunakan rasio telah mendapat pijakan
dari beberapa ayat al-quran salah satunya:

(24 : ( )

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? .
Adapun sumber ilmu kalam yang berasal dari pemikiran luar umat islam dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, pemikiran non muslim yang telah
menjadi peradapan lalu di transfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat islam.
Kedua, berupa pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis seperti filsafat
(terutama dari Yunani) sejarah dan sains.
d. Insting Manusia
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Karenanya, kepercayaan adanya
Tuhan berkembang sejak adanya manusia pertama. Menurut Abas Mahmoud Al-Akkad,
mitos merupakan asal-usul agama dikalangan primitif. Tylor, justru mengatakan
bahwa animisme (anggapan adanya kehidupan pada benda mati) merupakan asal-usul
keperyacaan kepada Tuhan, adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa
pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah paling tua.
3. Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam
Rasulullah SAW, selama di Mekkah mempunyai fungsi sebagai kepala agama.
Setelah hijrah ke Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala pemerintah.
Beliaulah yang mendirikan politik yang di patuhi oleh kota ini, sebelum itu di Madinah
tidak ada kekuasaan politik. Setelah wafatnya rasulullah, rosulullah digantikan dengan
Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan Usman lalu Ali bin Abi Tholib.
Usman merupakan khalifah berlatarbelakang pedagang kaya raya. Tetapi, ahli
sejarah mengatakan bahwa Usman termasuk khalifah yang lemah, karena tidak dapat
menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di pemerintahan. Sehingga mereka
menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan islam dengan mengganti gubernur-

gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khottob yang dikenal kuat dan tak
memikirkan keluarga. Tindakan politik Utsman memecat gubernur-gubernur angkatan
Umar, memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang memberontak di
mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin Ash yang diangkat Umar
dan digantikan Abdullah bin Saad bin Abi Sar dari kelurga Utsman yang berujung
tewasnya Utsman bin Affan.
Setelah Utsman wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib. Tetapi segera dia
mendapat tantangan dari Tholhah dan Zubair dari mekkah yang mendapat dukungan dari
Siti Aisyah. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656
M. Tholhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah maih hidup lalu dikirim kembali ke
mekkah. Tak cuma di sini, tantangan berikutnya muncul dari Muawiyah, gubernur
Damaskus dan keluarga dekat Utsman. Sebagaimana Tholhah dan Zubair, dia tidak
mengakui Ali sebagai kholifah. Ia menuntut kepada Ali supaya menghukum para
pembunuh Utsman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan soal
Ustman. Salah seorang pemberontak mesir yang datang ke Madinah dan kemudian
membunuh Utsman adalah Muhammad Ibnu Abi Bakar yang tidk lain adalah anak angkat
dari Ali. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontakpemberontak itu, bahkan Ali mengangkat Muhammad Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur
mesir.
Terjadi pertempuran antara pasukan Ali dan muawiyah di Shiffin, muawiyah
terdesak, Amr bin Ash tangan kanan muawiyah mengangkat al-Quran ke atas sebagai
tanda ajakan damai. Para Qurro dari kalangan Ali menganjurkan untuk menerima
sebagian pasukan Ali menganjurkan menolaknya tetapi Ali memilih menerima. Dan
dengan demikian, dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai
pengantara diangkat dua orang : Amr bin Ash dari muawiyah dan Abu Musa Al-Asyari
dari pihak Ali. Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan
mengumumkan kepada orang ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka. Berlainan
dengan Amr bin Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali, tetapi tidak
penjatuhan muawiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali dan menguntungkan
muawiyah sebagai kholifah yang ilegal.
Terhadap sikap Ali yang mau mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali
terbelah menjadi dua yakni golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak
semula menolak arbitrase, yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat
diputuskan lewat arbitrase manusia. Putusan hanya datnag dari Allah dengan kembali
kepada hukum-hukum Allah dalam al-Quran, la hukma illa lillah (tidak ada hukum
selain hukum dari Allah) la hakama illa Allah (tidak ada pengantara selain Allah).
Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan diri dari barisan Ali
(disebut kaum Khawarij).
Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu Ali,
Muwiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asyari sebagai kafir dan murtad karena
tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah
44, karenanya halal dibunuh:

ALIRAN DALAM ILMU KALAM ( QADARIYAH dan


JABARIYAH )
BAB I
PENDAHULUAN

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada umumnya.
Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat al-Quran.

Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada
pula ayat yang menunjukkan bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan
manusia . Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran Qadaryiah dan Jabariyah. Aliran Qadariyah
berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatanperbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunya qudrah (kekuatan atas perbuatannya). Sedangkan
Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan
perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan
tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah kehendak Allah semata .

Kedua aliran ini masing-masing bersandar kepada ayat-ayat al-Quran. Qadariyah antara lain bersandar
pada surat al-Mudatsir ayat 38 yang artinya: tiap-tiap diri bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diperbuatnya. Sedangkan Jabariyah bersandar pada surat al-Hadid ayat 22 yang artinya: tidak ada
bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan didalam buku sebelum kami
wujudkan .
Dalam sejarah teologi Islam, paham Qadariyah selanjutnya dianut oleh kaum Mutazilah, sedangkan
paham Jabariyah terdapat dalam aliran Asyariah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. QADARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata yang artinya kemampuan dan kekuatan. Secara
terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak

diintervensi oleh Tuhan . Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun
Nasution menegaskan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .

Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan
segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah
melekat pada kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak . Menurut
Ahmad Amin dalam Rosihon Anwar, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan
mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah . Hadits tersebut
berbunyi: artinya: Kaum Qadariyah adalah majusinya umat ini.
Tentang kapan munculnya faham Qadariyah dalam Islam, tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, ada
beberapa ahli teologi Islam yang menghubungkan faham qadariyah ini dengan kaum Khawarij.
Pemahaman mereka (kaum khawarij) tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat
menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya
sendiri. Menurut Ahmad Amin seperti dikutip Abuddin Nata, berpendapat bahwa faham qadariyah
pertama sekali dimunculkan oleh Mabad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy . Sementara itu Ibnu
Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam
dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Mabad dan Ghailan mengambil faham ini . Orang Irak
yang dimaksud, sebagaimana dikatan Muhammad Ibnu Syuib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai,
adalah Susan.

Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qadariyah muncul, ada banyak kesulitan untuk
menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut
qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada
pengajian Hasan Al-Basri. Sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus, diduga
disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang menyebabkan

terjadinya reaksi keras ini, pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum
Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana
dan jauh dari pengetahuan, mereka merasa diri mereka lemah dan tidak mampu menghadapi kesukaran
hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Sehingga ketika faham qadariyah dikembangkan,
mereka tidak dapat menerimanya karena dianggap bertentangan dengan Islam. Kedua, tantangan dari
pemerintah, karena para pejabat pemerintahan menganut faham jabariyah. Pemerintah menganggap
faham qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada
gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai dan bahkan dapat
menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.

2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Qadariyah


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tokoh yang pertama kali memunculkan faham
qadariyah dalam Islam adalah Mabad Al-Jauhani dan temannya Ghailan Al-Dimasyqy.
1. Mabad Al-Jauhani
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-Itidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar,
menerangkan bahwa ia adalah tabiin yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik
dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu alAsyas. Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa
terbunuhnya karena soal zindik. Mabad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak
penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .

2. Ghailan Ibnu Muslim Al-Damasyqy


Sepeninggal Mabad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga dengan Abu Marwan. Menurut
Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang
pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Said yang dikenal sebagai pendusta. Ia
pernah taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah
Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya . Ia akhirnya mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd alMalik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman bunuh diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awzai
yang dihadiri oleh Hisyam sendiri .

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Harun Nasution, nama qadariyah adalah sebutan bagi
kaum yang mengingkari qadar, yang mendustakan bahwa segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah.
Nama qadariyah bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .

Dalam ajarannya, aliran qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam
gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya
sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya itu. Dalam menentukan keputusan yang
menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan Tuhan.

Penjelasan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai qudrah lebih lanjut dijelaskan oleh Ali
Musthafha al-Ghurabi antara lain menyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia
dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan
kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, namun Ia tidak memberikan kekuatan,
maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah adalah suatu hal yang tidak boleh
terjadi . Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa faham qadariyah telah meletakkan manusia pada
posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya. Jika manusia berbuat baik maka hal
itu adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri serta berdasarkan kemerdekaan dan kebebasan
memilih yang ia miliki. Oleh karena itu jika seseorang diberi ganjaran yang baik berupa surga di akhirat,
atau diberi siksaan di neraka, maka semua itu adalah atas pilihannya sendiri.

Selanjutnya, terlepas apakah faham qadariyah itu dipengaruhi oleh faham dari luar atau tidak, yang jelas
di dalam Al-Quran dapat dijumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham qadariyah sebagaimana
disebutkan diatas , diantaranya adalah:
Dalam surat al-Rad ayat 11, Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang
ada pada diri mereka sendiri.

Dalam surat Fushshilat ayat 40, Allah berfirman:


Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dalam surat al-Kahfi ayat 29, Allah berfirman:


Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.

Dengan demikian faham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam Islam, dan tidaklah beralasan jika ada
sebagian orang menilai faham ini sesat atau keluar dari Islam.

B. JABARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus
Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya
perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah
manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur) . Menurut Harun Nasution jabariyah
adalah faham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan
qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan
kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya. Di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan
bahwa jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya .

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra
menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para
ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan
kekuasaan mutlak Tuhan .

Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke
masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan
pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon
kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk
mengubah keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa
lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak bergantung pada alam,
sehingga menyebabkan mereka menganut faham fanatisme . Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh
Jad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi
Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia adalah
sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan Bani Umayah.

Sebenarnya benih-benih faham jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah
diantaranya:
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan, Nabi
melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran
tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

2. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diinterogasi pencuri itu
berkata Tuhan telah menentukan aku mencuri mendengar itu Umar memberikan dua jenis hukuman
kepada orang itu yaitu hukuman potong tangan dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir
Tuhan.

3. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala.
Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan
bukanlah sebuah paksaan. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada pahala
dengan siksa, gugur pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan
tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

4. Adanya bibit pengaruh faham jabariyah yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu
sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran jabariyah muncul karena ada pengaruh dari
pemikiran asing yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab qurra dan dar agama Kristen bermazhab
yacobit.
Paparan diatas menjelaskan bahwa, bibit faham jabariyah telah muncul sejak awal periode Islam.
Namun, jabariyah sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru
terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan
diatas.

2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Jabariyah


Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa yang pertama kali memperkenalkan faham jabariyah
adalah Jad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
1. Al-Jad bin Dirham
Jad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan Bani

Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya.
Kemudia Al-Jad lari ke Kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm untuk dikembangkan dan
disebarluaskan .

2. Jahm Ibnu Shafwan


Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana Bani Rasib, juga
seorang tabiin berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di Khuffah, ia seorang dai yang fasih dan
lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais seorang mawali yang menentang
pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun
128H. Ia dibunuh karena masalah politik dan tidak ada kaiatannya dengan agama .

Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat. Di antara ajaran
jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.

Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar
keberbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk . Pendapatnya mengenai persoalan teologi adalah
sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep Iman
yang dimajukan kaum Murjiah.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di
akhirat kelak.

Ajaran pokok Jad bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya
sebagai berikut:
a. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan
Allah
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya .

Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di
dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab . Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur
(dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi
pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan . Yang termasuk tokoh
jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja
memindahkan potensi hati (marifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan

2) Adh-Dhirar
Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia juga berpendapat
bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber
dalam menetapkan hukum.
Adapun golongan jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia, sebab Tuhan telah lebih
dahulu menentukan segala-galanya. Sementara Ahlussunnah menetapkan usaha dan ikhtiar bagi
manusia dan Allah yang menentukan. Jadi, orang akan mendapat pahala dengan usaha dan ikhtiarnya,
juga sebaliknya ia akan mendapat dosa oleh sebab usaha dan ikhtiarnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam al-Quran sendiri banyak
terdapat ayat-ayat yang melatar belakangi lahirnya faham jabariyah di antaranya:
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah berfirman:
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.

Dalam surat Al-Anam ayat 111, Allah berfirman:


Mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.

Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah berfirman:


Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.

Ayat-ayat diatas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran jabariyah. Mungkin inilah yang
menyebabkan pola pikir jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun
anjurannya telah tiada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, manusia dalam paham jabariyah
adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Seluruh
tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari aturan dan skenario serta kehendak Tuhan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran qadariyah maupun jabariyah nampaknya
memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada alQuran. Hal ini memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam
Islam. Namun pendapat mana yang lebih baik tidaklah bisa dinilai sekarang. Penilaian yang
sesungguhnya akan diberikan oleh Tuhan di akhirat nanti. Penilaian baik atau tidaknya suatu pendapat
dalam pandangan manusia mungkin bisa dilakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut
dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Pendapat yang baik adalah apabila ia
berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Harun Nasution, 1986, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan perbandingan, Jakarta: UI Press.
Rosihon Anwar, dkk, 2006, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.
Sirajuddin Zar, 2003, Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN Press.

Sejarah dan Pemikiran Aliran Jabariyah dan Qadariyah


A. JABARIYAH
1. Asal-Usul Pertumbuhan Jabariyah
Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa, didalam al-munjid dijelaskan bahwa nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan
sesuatu.[1].Selanjutnya, kata jabara bentuk pertama setelah ditarik menjadi jabariyah memiliki arti suatu
kelompok atau aliran (isme). Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut fatalism atau predestination yaitu

faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan
qadhar tuhan[2].
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh jad bin dirham kemudian disebarkan oleh jahm bin
shafwan dari khurasan. Namu dalm perkembangannya, faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh
lainnya diantaranya an-najjar dan jaad bin dirrar.
Sebenarnya faham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat
dalam peristiwa sejarah berikut ini:
a. Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir tuhan. Nabi
melarang mereka untuk mendebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran
tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir[3].
Khalifah umar bin khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika dientrogasi,
pencuri itu berkata tuhan telah menentukan aku mencuri mendengar ucapan itu, umar marah sekali dan
menganggap orang itu telah berdusta kepada tuhan. Oleh karena itu, umar memberikan dua jenis
hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan. Kedua, hukuman dera karena
menggunakan dalil takdir tuhan[4].
b. Pada pemerintahan daulah bani umayyah, pandangan tentang al-jabar semakinmencuat ke
permukaan. Abdullah bin abbas, melalui suratnya memberikan reaksi kertas kepada penduduk syria yang
diduga berfaham jabariyah.
Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diibatkan
oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen
bermazhab Yacobit[5].
2. Para Pemuka Jabariyah Dan Dokrin-Dokrinnya
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat.
Diantara dokrin jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan oleh
dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak
sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadhar tuhan yang menghendaki demikian[6].
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a. Jahm bin shofwan, nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia barasal dari
Khurasan bertempat tinggal di kuffah.
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut ini;
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.

2. Syurga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
3. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini pendapatnya sama dengan aliran
kaum Murjiah.
4. Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti
berbicara, mendengar dan melihat.
b. Jaad bin Dirham, adalah seorang maulana bani hakim, tinggal di damaskus. Ia dibesarkan dalm
lingkungan orang kristen yang senang membicarakan tentang teologi. Dokrin pokok Jaad secara umum
sama dengan fikiran jahm Al-Ghuraby yang menjelaskan sebagai berikut;
1. Al-quran itu adalah mahluk, oleh karena itu dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatka
kepada Allah.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun yang baik. Tetapi manusia mempunyai bagian
dalamnya. Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut;
a. An-najar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar, para pengiktnya disebut AnNajariyyah atau Al-Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya adalah sebagai berikut;
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asyry[7].
2. Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat, akan tetapi ia menyatakan bahwa tuhan dapt saja memindahkan
potensi hati (marifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan[8].
b. Adh-Dhiar, nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama
dengan husein an-najjar, bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang,
manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam
melakukan perbuatannya.
Mengenai ruyat tuhan diakhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indera
keenam.

B. QADARIYAH
1. Asal-Usul Kemunculan Qadariyah

Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun menurut pengertian terminologi Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah
pencipta bagi segala perbuatannya.
Seharusnya, sebutan qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan
segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun, sebutan tersebut telah
melekat kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.
Menurut Ahmad Amin, qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Mabad Al-Jauhani dan Ghailan AdDimasyqy. Mabad adalah seorang tabai yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri.
Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin
Affan.
2. Dokrin-Dokrin Qadariyah
Dalam kitab al-milal wa an-nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan
dokrin-dokrin mutazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas [11].
Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Olah karena itu, ia berhak mendapat pahala atas perbaikan
yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Fahan takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh
bangsa arab ketika itu, yaitu faham yang menyatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia bertindak hanya menurut nasib yang telah ditentukan
sejak azali terhadap dirinya.
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk
menyandarkan segala perbuatan manusia kepada tuhan. Dokrin-dokrin ini mempunyai tempat pijakan
dalam dokrin islam sendiri. Banyak ayat Al-quran yang dapat mendukung pendapat ini. Misalnya dalam
surat Al-Kahfi ayat 29, yang artinya;
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".(Qs.Al-Kahfi:29)
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.(Qs.Ar-raad:11)
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri.(Qs.An-Nisa:111)
A. Kesimpulan

Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan
manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan
absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan
bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia
terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut?.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak belakang
berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan
Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka
memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan
Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan.
Mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah analisis perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986.
Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Al-Dar Al-Fikr: Beirut.
Watt, Montgomery. W. Islamic Philoshopy and Theology: An Extended Survey. Harrassowitz: Edinburg
University, 1992.

[1]luwis maluf, al-mufid al-lughah wa al-alam, beirut, dar Al-Masyriq, 1998. Hal 78.
[2]harun nasition, teologi islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, UIPress, cet V.Jakarta, 1986,
hal 31.
[3]aziz dahlan, sejarah pemikiran perkembangan dalam islam, beunneubi cipta. Jakarta.1987 hal 27-29.
[4]ali musthafa al-ghurabi, tarikh al-firaq al-islamiyah, kairo, 1958, hal 15
[5]sahiludin a. Nasir, pengantar ilmu kalam, rajawali, 1991, jakarta, hal 133
[6]ibid,nasution, hal 286-287
[7]ibid,asy-syahrastani, hal 89
[8]nasution, teologi, hal 35

A.

Latar Belakang

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran
Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada
periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat
dibanding persoalan syariat, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang
turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah
keimanan.[1]
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam.
Kalam secara harfiah berarti kata-kata. Kaum teolog Islam berdebat dengan katakata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut
sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga
diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran
dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang
mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam.
Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di
bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu,
meningkat menjadi persoalan teologi.[2]
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian
tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai
persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas
pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para
malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang
untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia,
kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan
berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah
serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam
makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran
Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya
sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B.
1.

Aliran Jabariyah (Fatalism/Presditinason)


Latar Belakang Lahirnya Jabariyah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian
memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata
jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa.
Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia
dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).[3]
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah.
Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan
kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki
kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia
menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.[4]
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan
yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan
masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan
kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.[5] Adapaun
tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin
Safwan,[6] yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh
gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di
tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara
yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan
dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa
pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.[7]
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan
yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.
Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka
kepada paham fatalisme.[8]
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran
sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya

paham Jabariyah, diantaranya:


a.

QS ash-Shaffat: 96


Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
b.

QS al-Anfal: 17


Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.
c.

QS al-Insan: 30


Artinya : Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam
beberapa peristiwa sejarah:
a.
Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam
masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan
tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
b.
Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu
Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena
itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan
tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

c.
Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan
(menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan
bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal
perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur
pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak ada
celaan bagi orang berbuat dosa.
d.
Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah
yang tumbuh berkembang di Syiria.[9]
Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman
terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran
Jabar muncul karena adanya pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh
agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.[10]
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam
dua factor, yaitu factor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang
bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada
Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam
melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga
perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu tekstualnya
pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga adalah adanya
aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan
sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih. [11]
2.

Ajaran-ajaran Jabariyah

Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu


ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan
pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan
pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat
Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal

hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan
dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah.
Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akherat kelak.[12] Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah
atau Jabariyah Khalisah.[13]
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran
adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.[14]
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah,
tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai
kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh
tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah.
Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya
adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia,
baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan
oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh
perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin
Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan
manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatanperbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh
jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera
keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.[15]
C.

Aliran Qadariyah ( Free Will And Free Act(

1.

Latar Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu
aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliranaliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya

sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan.[16]
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang
berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki
kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan.
Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan
buruk.[17]
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar
teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Mabad alJauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. [18]
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada
mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen.
Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syuib. Sementara
W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham
Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh
Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.[19]
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang
politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya
selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh
Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam
perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.[20]
2.

Ajaran-ajaran Qadariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa


manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan
dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.[21]

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh
takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan
balasannya sesuai dengan tindakannya.[22]
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum
yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib
manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan
demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta
beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah
sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum
alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan
yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran
yang berbicara dan mendukung paham itu :


Artinya : Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang
kamu perbuat. (QS. Fush-Shilat : 40).

Artinya : Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka
berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah. (QS. Al-Kahfi : 29).



Artinya : dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (QS.Ali Imran :165)
(
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak
merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri.
(QS.Ar-Rd :11)
D.
Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah : Sebuah Perbandingan tentang
Musibah
Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai
kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan
gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang berpaham
Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh
manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya,
manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk menentukan dan mengerjakan
perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham
tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai
paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut
melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing
atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli
(argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang
dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan
kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan
dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang
berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah
kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari
tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham

Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa


dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah,
semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan
peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui
suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai
makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas
perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah.
Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang
di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai
kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila
tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup
selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah,
meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun
mengajukan pertanyaan yang harus dijawab : adakah andil manusia di dalam
"mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam "marah" dalam bentuk
gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan suatu investigasi
(pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda
musibah.
E.

Kesimpulan

Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah dan Qodariyah yaitu
bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan
dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan
tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah
ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai
tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi
atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang
membuat adalah Allah SWT. Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang
begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam langkah awal
menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang
masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah
sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan irodat Allah SWT,
ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.

Sementara bagi Qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan,
keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari keterangan
ajaran-ajaran Jabariyah dan Qodariyah tersebut di atas yang terpenting harus kita
pahami bahwa mereka (Jabariyah dan Qodariyah) mengemukakan alasan-alasan dan
dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud untuk menghindarkan diri
dari bahaya yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan beragama dan
mencapai kemuliaan dan kesucian Allah SWT dengan sesempurna-sempurnanya.
Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak selama-lamanya, bahkan jika dirasanya
akan berbahaya pula, mereka pun tentu akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang
lebih tepat. Demikian makalah dari kami yang berjudul Jabariyah dan Qodariyah
kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan di masa
mendatang.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah ataupun Jabariyah
nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka samasama berpegang pada Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan
perbedaan pendapat dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2

2.
Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan
Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
3.
al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari
"Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004)
4.
asy-Syahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim, al-Milal wa an-Nihal, (BeirutLibanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th)
5.

Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)

6.
Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran
Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008)
7.
Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam,
(Bangil: al-Izzah, 2002)

8.
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5
9.
an-Nasyar, Ali Syami, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar alMa'arif, 1977)
10.
Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998)
11.

Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997

[1]Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi


Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004), h. 86
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h. 1
[3] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 63
[4] Harun Nasution, Teologi Islam..., h. 31
[5] Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet
ke-4, h. 239
[6] Adapun riwayat Jahm tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi sebagian ahli
sejarah mengatakan bahwa dia berasal dari Khurasan yang juga dikenal dengan tokoh
murjiah, dan sebagai pemuka golongan Jahmiyah. Karena kelerlibatanya dalam
gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah, sehingga dia ditangkap.
[7] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam.., h. 64
[8] Harun Nasution, Teologi Islam..., h. 31
[9] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam., h. 64-65
[10]Ibid.,
[11]Ali Syami an-Nasyar, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif,
1977), h. 335

[12]Rosihan Anwar, Ilmu Kalam., h. 67-68; Lihat juga Hadariansyah, Pemikiranpemikiran Teologi dalam Sejarah Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), h. 79-80
[13]Lihat asy-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub
al-'Ilmiyah, t.th);
[14] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam., h. 68
[15]Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998), h. 41-42; Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah
Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 75
[16]Rosihan Anwar, Ilmu Kalam., h. 70; Abudin Nata, Ilmu Kalam., h. 36;
Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi.., h. 68
[17]Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi.., h. 68.,
[18]Ibid
[19] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam.., h. 70
[20] Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah., h. 74
[21] Harun Nasution, Teologi Islam., h. 31
[22]Rosihan Anwar, Ilmu Kalam., h. 73
Read more: http://syafieh.blogspot.com/2013/03/aliran-teologi-islam-jabariyahdan.html#ixzz3EOWEfcMP
ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Gusnam Haris

Disusun Oleh:
Ledy Famulia (1238xxx)
Fajar Khoirul Imam (1238xxx)
Wahyudin Arsyad (1238xxx)
Novia Nurlaila (1238xxx)
Lina Ratnasari (1238xxx)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN SUNAN KALIJAGA, YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH ini
dengn baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah
berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun didalam
pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang kami miliki.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gusnam
Haris selaku dosen pembimbing Ilmu Kalam. Dan juga kepada teman teman yang telah memberikan
dukungan dan dorongan kepada kami. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan,oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan agar dapat
menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 18 Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.. i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI.. iii
BAB I PENDAHULUAN.. 1

1. Latar Belakang Masalah.

2. Rumusan Masalah..

BAB II PEMBAHASAN 2

1. Aliran Jabariyah .

Asal-Usul Kemunculan Jabariyah.

Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah..

1. Aliran Qadariyah
o

Asal-Usul Kemunculan Qadariyah.

Doktrin-Doktrin Jabariyah.

6
6

BAB III PENUTUP 8

1. Kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA 9

BAB I
PENDAHULUAN

1. A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak awal permasalahan teologis dikalangan umat Islam telah terjadi perbedaaan dalam bentuk praktis
maupun teoritis. Perbedaan tersebut tampak melalui perdebatan dalam masalah kalam yang ahirnya
menimbulkan berbagai aliran-aliran dalam Islam. Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang
diperdebatkan bukanlah akidah-akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain
sebagainya, melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah, AlQuran itu baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan
dengan itu.

Pebedaan tersebut ahirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya seperti Khawarij,
Syiah, Murjiah, Mutazilah, Jabariyah dan Qodariyah, Asyariyah dan Maturidiyah.
Dalam bab ini kita akan membahas sedikit banyak tentang aliran Qodariyah dan Jabariyah yang juga
timbul akibat dari adanya permasalahan-permasalahan kalam.
1. B.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

Awal mula terbentuknya aliran Jabariyah dan Qodariyah

Doktrin-Doktrin dalam aliran Jabariyah dan Qodariyah


BAB II
PEMBAHASAN

1. A.

JABARIYAH

2. 1.

Asal Usul kemunculan Jabariyah

Kata jabariyah berasal dari bahasa arab jabara yang artinya memaksa. Didalam Al-Munjid, dijelaskan
bahwa jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan
sesuatu. Salah satu sifat Allah adalah Al-Jabbar berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah
Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada
Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).[1]
Mengenai awal mula lahirnya paham jabariyah tidak ada penjelasan yang sarih. Abu Zahrah menuturkan
bahwa paham jabariyah muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika para ulama
membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia yang berhadapan dengan kekuasaan
mutlak Tuhan.[2]Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zahrah dan al-Qasimi adalah
Jahm bin Safwan,[3] yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke
masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan
pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon
kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara. Harun Nasution menjelaskan bahwa
dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka
sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi hidup. Artinya
mereka banyak tergantung dengan alam, sehingga menyebabakan mereka memiliki paham fatalisme
(jabariyah).[4]

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal mula lahirnya paham jabariyah, berikut ayat-ayat yang
menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham jabariyah:

1.

QS Ash-Shaffat: 96

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
b. QS al-Anfal: 17
Artinya : Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang
membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan
kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.

1. 2.

Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah

Asy-Syahratsani berpendapat bahwa aliran jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
ekstrim dan moderat.

1. Jabariyah ekstrim
Disebut sebagai jabariyah ekstrim adalah karena pendapatnya bahwa perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari manusia senditi, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Salah satu tokoh dari aliran Jabariyah ekstrim adalah Jahm bin Sofyan. Ia adalah seorang dai yang fasih
dan lancar (orator), menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang menentang
pemerintahan Bani Umayah dari Khurasam.
Berikut beberapa pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi:

Manusia tidak mampu berbuat apa-apa

Surga dan neraka tidak kekal

Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati

Kalam tuhan adalah makhluk

Selain Jahm bin Sofyan, Jad bin Dirham pun merupakan tokoh aliran Jabariyah yang pada awalnya
dipercaya mengajar di lingkungan Bani Umayah, tetapi setelah tampak pemikirannya yang kontroversial,

Bani Umayah menolaknya. kemudian Jad lari dari kuffah dan bertemu dengan Jahm, lalu mentransfer
pikirannya kepada Jahm untuk disebarluaskan.
Berikut beberapa pikiran Jad yang secara umum sama dengan Jahm:

Al-Quran adalah makhluk

Allah tidak memiliki sifat yang serupa dengan makhluknya

Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya[5]

1. Jabariyah moderat
Sebagai jabariyah moderat adalah karena pendapatnya bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia,
baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. An-Najjar adalah salah satu
tokoh jabariyah yang para pengikutnya disebut An-Najjariyah/Al-Husainiyah.
Berikut beberapa pendapat An-Najjar dalam aliran jabariyah moderat:

Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil


bagian/peran dalam mewujudkan perbuatannya

Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat,kecuali Tuhan memindahkan potensi hati


(marifat) pada manusia.

Tokoh lain yang memprakarsai ajaran jabariyah moderat adalah Adh-Dhirar. Secara umum Pendapatpendapatnya hampir sama dengan pendapat An-Najjar.

1. B.

QODARIYAH

2. 1.

Asal-Usul Kemunculan Qadariyah

Qodariyah berasal dari bahasa Arab qadaro yang artinya kemampuan/kekuatan. Secara terminologi
merupakan suatu aliran yang mempercayai bahwasannya segala tindakan manusia tidak di intervensi
oleh Tuhan, manusia adalah pencipta segala perbuatannya, dapat berbuat/meninggalkan sesuatu atas
kehendaknya.
Harun Nasution berpendapat bahwa qadariyah berasal dari pengertian bahwasannya manusia
mempunyai qudroh/kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.[6]

Mengenai kapan dan siapa saja tokoh-tokohnya masih menjadi perdebatan. Menurut Ahmad Amin,
terdapat ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Mabad Aljauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.[7]Namun Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh AlUyun berpendapat yang bahwa pertama kali memunculkan faham qadariyah adalah orang Irak yang
semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Sebagaimana yang
dikatakan Muhammad Ibn Syuib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai orang tersebut adalah Susan.
Dari orang inilah Mabad dan Ghailan mengambil faham qadariyah.
1. 2.

Doktrin-Doktrin Qadariyah

Harun Nasotion menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin qadariyah bahwa manusia berkuasa atas
perbuatannya. Manusia melakukan baik ataupun buruk atas kehendak dan dayanya sendiri. Apabila
seseorang berbuat baik akan diberi ganjaran kebaikan dengan surga, dan begitupun sebaliknya apabila
seseorang berbuat buruk maka akan diberi ganjaran siksa dengan neraka, itu berdasarkan pilihannya
sendiri bukan atas takdir Tuhan. Oleh kerana itu, manusia yang berbuat akan mendapatkan balasannya
sesuai dengan tindakannya.[8]
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukalah berarti manusia bertindak menurut nasib yang telah
ditentukan sejak azali, melainkan takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam
semesta beserta seluruh isinya sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah AL-Quran disebut sebagai
sunatullah.
Kaum qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan
manusia kepada perbuatan Tuhan. Ayat-ayat Al-Quran yang mendukung faham ini adalah:

1. QS Al-Kahfi : 29
Artinya : Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan
barang siapa yang mau kafir maka kafirlah. (QS. Al-Kahfi : 29).

1. QS Ali Imran : 165


Artinya : dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata:
Darimana datangnya (kekalahan) ini? Katakanlah: Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.Ali Imran :165)
1. QS Ar-Rad : 11
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab
kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri. (QS.Ar-Rd :11)

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Aliran Jabariyah merupakan aliran yang menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan
semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan
terpaksa (majbur). Terbagi menjadi dua yakni jabariyah ekstrim dan moderat.disebut sebagai jabariyah
ekstrim adalah karena pendapatnya bahwa perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul
dari manusia senditi, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.sedangkan disebut sebagai jabariyah
moderat adalah karena pendapatnya bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau
negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Aliran Qadariyah merupakan suatu aliran yang mempercayai bahwasannya segala tindakan manusia
tidak di intervensi oleh Tuhan, manusia adalah pencipta segala perbuatannya, dapat
berbuat/meninggalkan sesuatu atas kehendaknya. Doktrin-doktrin aliran qadariyah diantaranya adalah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatannya. Manusia melakukan baik ataupun buruk atas kehendak
dan daya nya sendiri.
Kedua aliran diatas sagatlah bertolak belakang dalam setiap pendapat dan doktrin-doktrinnya, dan
masing-masing memiliki landasan-landasan dari Al-Quran yang sangat mereka yakini kebenarannya.

Anda mungkin juga menyukai