Anda di halaman 1dari 196

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan ruanglingkup ilmu teknologi hasil pertanial dan menerapkan
teknologi pengolahan pada hasil pertanian yang meliputi hortikultura, legum dan
serealia, hasil perkebunan dan hasil umbi-umbian dengan membuat produk
pangan dari hasil pertnian tersebut.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mengikuti mata kuliah pada bab pendahuluan, mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan ruanglingkup ilmu teknologi hasil pertanian dan
mampu menjelaskan pengelmpokan hasil pertanian berdasarkan sifat-sifat biologi,
nilai ekonomi dan berdasarkan komponen kimiannya.
1.1. Pendahuluan
Bahan-bahan hasil pertanian merupakan bahan yang mudah rusak
(perishable), sehingga setelah dipanen harus segera diberi perlakuan-perlakuan
untuk memperpanjang masa simpannya. Teknologi-teknologi pengolahan
diperlukan untuk mengolah dan menjadikan hasil pertanian tersebut menjadi
bahan makanan yang dapat digunakan untuk menghasilkan makanan yang siap
komsumsi dengan beraneka ragam olahan ataupun bahan baku untuk membuat
suatu makanan. Hasil olahan bahan-bahan pertanian dapat berupa hasil jadi (final
product) atau hasil olahan yang masih memerlukan tahapan pengolahan lebih
lanjut, yaitu hasil setengah jadi (semi-final product).
Pengolahan hasil pertanian dilakukan setelah bahan hasil pertanian
dipanen (post harvest) atau untuk hewan adalah setelah dimatikan (post mortem).
Proses pengolahan hasil pertanian dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
atau tanpa bantuan alat. Skema pengolahan hasil pertanian dapat digambarkan
sebagai berikut:

PROSES
HASIL
PERTANIAN

PRODUK
OPERAS
I

Gambar 1. Skema Dasar Pengolahan Hasil Pertanian


Berdasarkan skema pada gambar 1. dapat dinyatakan bahwa dalam
pengolahan hasil pertanian terdapat 4 faktor yang saling berkaitan, yaitu :
a. Hasil pertanian sebagai bahan yang akan diolah, dapat berupa hasil nabati atau
hewani setelah dilakukan pemanenan (post harvest atau post mortem).
b. Adanya proses perubahan secara fisik, kimia, maupun biokimia.
c. Adanya operasi, yaitu terjadinya perubahan bahan dengan bantuan alat-alat
dan proses-proses pengolahan.
d. Terbentuknya produk yang merupakan hasil proses dan hasil operasi dari hasil
pertanian.
Saat berlangsungnya proses dan operasi: diperlukan suatu teknologi
yang dapat mengendalikan kegiatan yang berlangsung dengan baik dan terarah,
sehingga dapat berjalan seperti yang dikehendaki operator dan menghasilkan
produk yang sesuai. Teknologi yang digunakan untuk hal tersebut adalah
Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian yang akan mencakup teknologi-teknologi
yang dapat diterapkan untuk hasil pertanian dalam rangka memproduksi suatu
produk yang dikehendaki.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP) atau sering disingkat
Teknologi Hasil Pertanian (THP) adalah ilmu yang mempelajari teknik, cara,
pembuatan, dan transformasi bahan-bahan alami yang berasal dari produk-produk
pertanian menjadi suatu produk baru yang mempunyai sifat-sifat fisik, kimia, atau
biologi yang berbeda.
Pengolahan hasil pertanian bertujuan menekan kehilangan setelah panen,
baik kualitas maupun kuantitasnya, meningkatkan nilai ekonomi bahan hasil
pertanian sehingga dapat menjadi produk-produk pangan yang memenuhi
kebutuhan konsumsi manusia. Produk pangan yang dihasilkan dari pengolahan

hasil pertanian digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen dalam rangka


memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu pengolahan hasil pertanian
merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi.
Pengolahan hasil pertanian akan menghasilkan produk-produk yang sangat
beragam dalam bidang pangan, kosmetik, obat-obatan, atau industri lainnya.
Sebagai contoh, pemanfataan teknologi pengolahan pertanian pada labu kuning
yang semula hanya labu diolah untuk dijadikan sayur dapat didiversifikasi
menjadi tepung yang akan bermanfaat dalam bidang industri kosmetik dan obatobatan. Kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak goreng, namun dapat pula
diolah menjadi bahan bakar alternatif, yaitu biodisel.
1.2. Penggolongan Hasil Pertanian
Hasil pertanian dapat digolongkan menurut berbagai kepentingan.
Penggolongan bahan hasil pertanian inipun akan selalu berkembang dengan
ditemukannya bahan-bahan baru yang dapat diolah menjadi produk. Eksplorasi
hasil pertanian selalu akan terjadi seiring dengan teknologi yang semakin maju.
Penggolongan bahan hasil pertanian akan memudahkan dalam pengolahan karena
bahan-bahan dalam satu golongan pada dasarnya mempunyai sifat-sifat yang
hampir sama. Pada satu golongan umumnya akan mengalami sifat, perubahan
sifat, dan perlakuan sama dalam cara-cara pengolahannya. Bahan dalam satu
golongan akan memperoleh perlakuan yang sama dalam sistem pengolahan yang
merupakan

kesatuan

pengolahan

(unit

process).

Berikut

ini

beberapa

penggolongan yang biasa diberlakukan:


1. Penggolonggan atas dasar sifat-sifat biologi
Tabel 1. Penggolongan hasil pertanian berdasarkan sifat-sifat biologi
Bahan Hasil
Pertanian

Sifat kehidupan
Tanaman (nabati)

Tempat hidup
Daratan

Hewan (hewani)

Air

Kesesuaian hidup
Dataran tinggi
Dataran rendah
Air tawar
Air laut

Sumber: Makfoeld (1992)


Berdasarkan sifat kehidupannya nampak bahwa hasil pertanian dibagi dua
golongan besar, yaitu golongan nabati dan hewani. Dua golongan besar tersebut
selanjutnya dapat diuraikan berdasarkan tempat kehidupan dan kesesuaian

hidupnya. Bahan nabati dan hewani kemudian digolong-golongkan lagi


berdasarkan jenisnya sebagai berikut :
Tabel 2. Penggolongan hasil pertanian berdasarkan tempat hidup dan kesesuaian
hidup
1.

Bahan Nabati
Biji padi-padian (serealia)

1.

Bahan Hewani
Susu

2.

Biji kacang-kacangan (legum)

2.

Daging

3.

Umbi-umbian

3.

Telur

4.

Buah-buahan

4.

Ikan

5.

Sayur-sayuran

5.

Jenis udang dan siput

6.

Jamur

6.

Hasil hewani lainnya

7.

Tanaman bergula

8.

Biajian berminyak

9.

Ganggang

10.
Hasil pertanian lain
Sumber: Makfoeld (1992)
2. Penggolongan berdasarkan ekonomi
Penggolongan hasil pertanian berdasarkan kepentingan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya, maka tanaman dan produk-produknya dibagi dalam 4
golongan :
a. Tanaman industri
b. Tanaman obat-obatan
c. Tanaman stimulan atau penyegar
d. Tanaman penyegar
Tanaman yang termasuk golongan tanaman atau hasil tanaman industri,
antara lain :

Golongan tanaman serat dan bahan serat, misalnya


pandan, mendong dsb.

Golongan tanaman hutan dan hasil hutan, misalnya kayu

Golongan tanaman tanin dan bahan cat

Golongan karet dan hasil lateks lainnya

Golongan gum dan resin

Golongan minyak atsiri

Golongan minyak/lemak

Golongan gula, tepung dan bahan selulosa


Tanaman yang termasuk golongan tanaman obat-obatan, antara lain kina,

pyrethrum, dsb. Golongan tanaman stimulan atau penyegar meliputi golongan


bahan untuk bumbu (spices) dan aroma (flavor agents) dan golongan bahan
minuman keras. Tanaman yang termasuk golongan tanaman pangan meliputi :

Golongan serelia (padi-padian)

Golongan biji-bijian lain

Golongan leguminosa/kacang-kacangan

Golongan sayur-sayuran

Golongan buah-buahan
Food and Agricultural Organization (FAO) yang merupakan badan pangan

sedunia menggolongkan bahan pangan menjadi 12 golongan, yaitu :


1) Golongan serealia, umbi-umbian dan sejenisnya
2) Golongan kacang-kacangan dan bijian lainnya
3) Golongan daging
4) Golongan ikan
5) Golongan telur
6) Golongan kerang, udang dan sejenisnya
7) Golongan sayuran
8) Golongan buah-buahan
9) Golongan susu
10) Golongan lemak dan minyak
11) Golongan yeast
12) Golongan bahan lainnya
3. Penggolongan atas dasar komponen kimia
Berdasarkan komponen kimianya, bahan-bahan hasil pertanian dapat
digolongkan menjadi :
a. Hasil pertanian sumber karbohidrat
b. Hasil pertanian sumber lemak
c. Hasil pertanian sumber protein

d. Hasil pertanian sumber vitamin dan mineral


e. Hasil pertanian sumber komponen lain, misalnya alkaloid
Selain penggolongan yang telah disebutkan, mungkin saja masih terdapat
cara-cara penggolongan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan.
1.3. Latihan
Jawablah dengan singkat dan jelas!
1. Sebutkan golongan komoditi hasil pertanian penghasil minyak nabati dan
berikan contoh 3 (tiga) komoditi.
2. Sebutkan masing-masing 2 komoditi penghasil
a. bahan cat
b. bahan pewarna alami
c. gula
3. Mengapa hasil pertanian perlu segera ditangani dan sebutkan tujuan penangan
tersebut?
4. Jelaskan definisi dari ilmu teknologi hasil pertanian!
Berdasarkan jawaban yang dibuat oleh mahasiswa dalam menjawab
latihan maka apabila siswa dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan benar
maka nilai ketuntasannya dalam bab ini adalah 100. Tiap nomor mempunyai
bobot nilai sebesar 25.
1.4. Penutup
Hasil pertanian dapat digolongkan menurut berbagai kepentingan yang
bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan karena bahan-bahan dalam satu
golongan pada dasarnya mempunyai sifat yang hampir sama. Hasil pertanian
merupakan bahan yang mudah rusak sehingga perlu diperlakukan untuk
memperpanjang umur simpannnya. Pengolahan hasil pertanian bertujuan untuk
menekan kehilangan setelah panen, baik kualitas maupun kuantitasnya,
meningkatkan nilai ekonomi bahan hasil pertanian sehingga dapat menjadi
produk-produk pangan yang memenuhi kebutuhan konsumsi manusia. Proses
pengolahan hasil pertanian dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan atau
tanpa bantuan alat.

Langkah awal untuk memahami konsep dan penerapan ilmu teknologi


hasil pertanian, para mahasiswa, praktisi dan peneliti dapat menambah
pengetahuan dengan membaca karakteristik hasil pertanian secara umum dan
bagaimana kerusakan serta proses terjadinya kemunduran mutu. Buku Food
Processing Handbook, yang di edit oleh G. Brennan dan diterbitkan oleh Wilet
VCHVerlag GmBH & Co. KGaA. Tahun 2006 adalah salah satu buku yang
dapatmenjadi acuan untuk pemahaman secara mendalam.
1.5. Daftar Pustaka
Food and Agriculture Organozation of the United Nations. 1989. Prevention of
Food Losses: Fruit, Vegetables, and Root Crops: A Training Manual. FAO.
Rome. p. 157
Knee, M. 2002. Fruit Quality and Its Biological Basis. Shefield: Shefield
Academic Press. p. 320.
Makfoeld, D. 1992. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta.

BAB II
DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Tujuan Instruksional Khusus:


1. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses prapengolahan dan peralatan
yang digunakan.
2. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
jenis kegiatan proses pengolahan utama dan fungsinya dalam pengolhan
hasil pertanian.
2.1. Proses Pengolahan Hasil Pertanian
Hasil pertanian yang telah dipanen, segera ditindaklanjuti dengan
melakukan pengolahan-pengolahan sehingga dapat dijadikan produk-produk yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pengolahan hasil pertanian
sangat penting untuk kelangsungan pembangunan ekonomi. Kegiatan pengolahan
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari banyak tindakan. Tindakantindakan ini merupakan unit pengolahan, yang dibedakan menjadi 2 proses, yaitu
unit proses dan unit operasi.
Unit proses merupakan suatu tindakan yang dilakukan pada hasil
pertanian, sedangkan unit operasi merupakan rangkaian dari beberapa unit proses.
Unit pengolahan dapat mulai dilakukan sejak panen di kebun yang dikenal dengan
istilah yang digunakan adalah on farm hingga proses di dalam pabrik sehingga
menjadi produk siap untuk dikonsumsi (on table). Kegiatan unit pengolahan yang
termasuk on farm merupakan kegiatan mulai panen hingga memperoleh bahan
mentah yang siap diolahdi dalam pabrik. Tahapan keseluruhan unit pengolahan
pada tahapan on farm meliputi pemetikan hasil panen, pengangkutan hasil panen
ke tempat pengumpulan diikuti sortasi hasil panen yang meliputi sortasi dan
packaging. Contoh penanganan hasil panen mangga disajikan pada gambar 2.

Gambar. 2. Kegiatan Pengolahan On Farm Pada Buah Mangga (Yahia, 1999)


Beberapa hal yang harus diketahui untuk mengolah hasil bahan pertanian
antara lain pengetahuan tentang alat-alat pengolahan, metode, cara kerja, alat,
perawatan, pengamanan. Kegiatan penolahan yag termasuk on table merupakan
kegiatan yang dilaksanakan ditempat penolahan hasil pertanian baik industri
rumah kecil ataupun besar. Pada saat mengolah hasil pertanian terdapat beberapa
perlakuan yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Penanganan bahan (material handling).
2. Pembersihan, Pemisahan, Sortasi (Cleaning, Separation, Sortation).
3. Pemanasan dengan suhu tinggi, termasuk sterilisasi dan pasteurisasi.
4. Pendinginan dan Pembekuan (Cooling & Freezing).
5. Pengeringan (Drying).
6. Pengentalan, Pengkristalan (Concentrating, Crystallizing).
7. Ekstraksi, Distilasi (Extraction, Distillation).
8. Pengecilan ukuran (Size reduction).
9. Penggilingan (Milling).
10. Pencampuran (Mixing).
11. pengemasan (Packaging).
12. Penyimpanan dan Penggudangan (Storage & Warehousing).

Pada pengolahan hasil pertanian tidak semua bentuk operasi dijalankan,


kadang-kadang suatu pengolahan hanya mengambil 2 atau 3 bentuk operasi.
Urutan prosesnya pun tergantung pada bahan yang diolah. Secara umum
pengolahan hasil pertanian dapat dibagi menjadi 3 fase pengolahan dengan satu
atau dua bentuk operasi pokok, sedangkan operasi-operasi lainnya sebagai
pembantu agar memudahkan perlakuan yang dilakukan. Pada Gambar 3.
Disajikan salah satu contoh tahapan keseluruhan pengolhan hasil pertanian sampai
siap di pasarkan.

Gambar 3. Contoh Tahapan Kegiatan Pengolahan Hasil Pertanian (Jackson dan


Shinin, 1979 dalam Brennan, 2006).

10

Fase awal dalam pengolahan adalah perlakuan pendahuluan atau preprocessing, yang merupakan persiapan sebelum hasil pertanian sebagai bahan
baku alami pengolahan utama. Perlakuan pendahuluan dilakukan setelah panen,
yang termasuk perlakuan ini antara lain: pembersihan, pemisahan dan sortasi.
Fase pengolahan atau processing merupakan perlakuan pokok dalam suatu
rangkaian pengolahan. Pada fase ini harus dilakukan pengawasan dan
pengendalian secara teliti karena fase ini sangat menentukan hasil olahan yang
dikehendaki. Pada fase ini kegiatan pengolahan yang sering dilakukan adalah:
pengeringan, pemanasan, pendinginan, penggilingan, dan lain-lain. Fase
pengolahan akhir atau final processing merupakan tahap-tahap perlakuan akhir
setelah bahan yang diolah merupakan produk jadi atau setengah jadi. Perlakuan
akhir umumnya merupakan perlakuan untuk pengaman bahan agar tidak terjadi
banyak perubahan pada produk dan memudahkan penyiapan produk pada
konsumen. Kegiatan pengolahan yang termasuk dalam fase ini antara lain:
pembungkusan, penyimpanan, pemberian label dan laini-lain. Kadang kala produk
yang sudah siap untuk dikonsumsi pun memerlukan perlakuan penyimpanan
khusus, seperti pendinginan.
Pembahasan selanjutnya meliputi tahap-tahap pengolahan yang biasa
dilakukan pada bahan hasil pertanian mulai dari kegiatan pra-pengolahan hingga
pada pengolahan akhirnya secara terinci.
2.1.

Kegiatan Pra-pengolahan

2.1.1. Penanganan Bahan (Material Handling)


Penanganan bahan mempunyai arti penting bagi pengolahan, karena
penangan bahan merupakan langkah awal perlakuan pada bahan. Dalam hal ini
penanganan bahan berhubungan erat dengan efisiensi pengolahan. Hal ini karena
dalam suatu pengolahan sangat dipengaruhi oleh lancarnya pengangkutan bahan
dari suatu bagian ke bagian lainnya. Efisiensi dalam pemasukan feed ke dalam
suatu alat dan pengeluaran produk akhir inilah yang sangat penting.
Penanganan bahan mencakupi semua pemindahan bahan ke segala arah,
baik vertikal atau horizontal dan mencakup pemindahan bahan hasil pertanian

11

yang bersifat padat atau cair. Alat yang banyak digunakan untuk mengangkut
bahan hasil pertanian dari satu bagian ke bagian yang lain adalah: conveyor sabuk
berjalan, conveyor rantai, conveyor ulir, conveyor pneumatic, conveyor berat,
elevator ember, kran, hand lift, dan truk atau gerobak.
2.1.2. Pembersihan (Cleaning)
Semua hasil peetanian perlu dilakukan pembersihan sebelum mengalami
proses pengolahan. Pembersihan atau sering disebut juga dengan proses
pencucian. Tujuan utama proses pembersihan adalah untuk menghilangkan
kontaminan baik yang menghasilkan tingkat resiko dari ringan sampai berat
terhadap konsumennya. Kontaminan meliputi:
a. bagian tanaman seperti daun, ranting dan cabang
b. tanah, pasir, bahan logam yang berasal dari lahan pertanian
c. kotoran hewan, rambut dan sejenisnya
d. serangga dan telurnya
e. pestisida dan pupuk
f. minyak mineral
g. mikroba dan toksin
Pembersihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara basah dan cara kering.
Pembersihan dengan cara kering dibedakan menjadi 3 cara yaitu
menggunakan screen/ayakan, aspirasi dan pemisahan secara magnetik.
Pembersihan secara kering pada umumnya tidak mahal dibanding dengan cara
basah tetapi kurang efektif bila ditinjau dari efisiensi pembersihannya. Salah satu
kendala pembersihan cara kering adalah terjadinya rekontamonasi pada bahan
hasil pencucian dengan debu yang dihasilkan selam proses pembersihan. Pada
Gambar 4, 5, 6 dan 7 disajikan prinsip kerja alat pencuci secara kering dengan
metode ayakan, aspirasi, pemisahan secara magnetik dan elektrostatik.
Pembersihan dengan cara ayakan dapat menggunakan prinsip dasar partikulasi
kering secara pengelupasan/scalping dan penghamburan/dedusting seperti
disajikan pada gambar 4.a dan 4b. Pengayakan dapat juga dilakukan secara
geometrik menggunakan ayakan berputar/rotary screen atau dengan ayakan
menggunakan lubang dengan ukuran tertentu/fletbad screen. Prinsip kerja alat
disajikan pada gambar 5a dan 5b.

12

Gambar 4. Prinsip Kerja Alat Ayakan Partikulasi Kering a. Scalping b. Dedusting


(Brennan, 2006)

Gambar 5. Prinsip Kerja Ayakan a. Berputan Secara Geometris/Rotary Screen


b. Pelubangan/Fletbed Screen (Brennan, 2006)

13

Prinsip alat pembesihan kering dengan metode aspirasi dan elektrostatik


disajikan pada gambar 6 dan 7.

Produk

Gambar 6. Prinsip Kerja Alat Pembersihan Kering Metode Aspirasi (Brennan,


2006)

Gambar 7. Prinsip Kerja Alat Pembersihan Kering Metode elektrostatik


(Brennan, 2006)
Pembersihan secara basah dilakukan dengan pencucian. Pencucian dapat
dilakukan dengan perendaman, penyemprotan dengan air, drum berputar atau
sikat berputar.
-Perendaman: perendaman bahan hasil pertanian dapat dilakukan dalam
air diam (dalam suatu wadah tertentu) atau dalam air mengalir. Cara perendaman
sangat efektif bila kotoran dalam jumlah sedikit dan tidak melekat pada bahan
dengan kuat. Pada perendaman dalam air diam, bahan yang akan dicuci
ditempatkan dalam suatu bak yang berisi air dan dibiarkan dalam beberapa waktu.

14

Kadang-kadang dilakukan pengadukan sehingga kotoran bisa lepas dari bahan dan
mengendap di dasar bak, agar supaya menghasilkan bahan yang besih diperlukan
penggantian air hinggga beberapa kali.
Pada perendaman dengan air mengalir bahan diletakan dalam bak pencuci
kemudian dialirkan secara kontinu sehingga terjadi pengantian air secara terus
menerus. Hasil pencucian lebih bersih sebab kotoran terbawa air dan keluar
bersama-sama air.
-Penyempotan air: Pencucian dengan cara ini dilakukan dengan variasi
tekanan rendah sampai tekanan tinggi secara langsung. Cara ini sangat efektif
karena secara fisik dapat melepaskan kotoran kering yang melekat kuat.

Gambar 8. Jenis Alat Pencuci Semprot a) Spray Belt Washer b) DrumWasher


(Brennnan, 2006)
Penyemprotan dapat dilakukan pada segala bahan hasil pertanian, tapi
intensitas dan distribusi semprotan harus dipilih dengan hati-hati. Contoh:
semprotan tekanan tinggi yang keras untuk mencuci kentang, kalau digunakan
untuk mencuci seledri/selada akan menyebabkan kerusakan. Sebaliknya tekanan
rendah pada penyemprotan kentang akan menghasilkan bahan yang kurang bersih.
Metode pencucian dengan cara penyemprotan dengan tekanan rendah banyak
dipilh untuk pencucian buah-buahan seperti jeruk (gambar 9)

15

Gambar 9. Pencucian Cara Basah Dengan Penyemprotan Tekanan (Ladaniya,


2008)
Selain pembersihan dengan penyemprotan, dikenal juga istilah

floot

washing, yaitu pencucian yang menggunakan jumlah air yang


banyak pada kecepatan gerak sedang sampai tinggi.
Pencucian biasa dilakukan pada umbi-umbian dan sering
dimodifikasi dengan brush water.

Prinsip kerja Alat Floot Washing

disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Prinsip Kerja Alat Floot Washing (Brennan, 2006)

16

-Rotary drum washer: rotary drum washer merupakan alat pembersih


yang berupa suatu drum yang berlubang dan berputar. Di bagian dalamnya
terdapat suatu ulir untuk mendorong bahan dalam brum. Di bagian tengah
terdapat pipa dengan model penyemprot air. Alat ini sangat umum digunakan
sebagai alat pencuci secara komersial, sangat sederhana, berkapasitas tinggi, dapat
membersihkan sendiri, dan kerusakan bahan minimum (gambar 8).
-Rotary Rod Washer: Alat ini pada dasarnya hampir sama dengan rotary
drum washer. Perbedaannya pada rotary rod washer mempunyai silinder pencuci
bahan, yang terdiri dari suatu drum yang berlubang-lubang dan tersusun dari
batang-batang besi terdiri dari celah-celah yang jaraknya tergantung ukuran
bahan.
-Brush water: Merupakan suatu alat yagn terdiri dari sikat yang berputar
pada sumbunya dan tersusun paralel.
2.1.3. Sortasi dan Grading
Istilah sortasi dan grading seringkali digunakan secara rancu. Sortasi
merupakan sistem pemilihan yagn dilakukan pada bahan mentah atau sebelum
diolah sedangkan grading adalah pemilahan bahan setelah diolah berdasarkan
kisaran kualitas yang telah ditentukan. Contoh: pada pengolahan teh yang
digunakan untuk menbuat beraneka jenis teh, sedangkan grading merupakan
pemilahan produk teh berdasarkan mutu akhir. Tujuan dilakukan sortasi dan
grading adalah:
1) mendapatkan kualitas yang baik dan seragam, baik pada hasil pertanian
mentah (sebelum diolah) maupun pada produk akhir.
2) memberikan standarisasi untuk perbikan cara-cara pengolahan
3) memberikan kualitas pada konsumen sehingga mempunyai nilai ekonomis
sesuai dengan kualitasnya.
2.1.3.1.

Sortasi
Sortasi adalah suatu proses pemisahan bahan hasil pertanian yang sudah

bersih menjadi berbagai fraksi kualitas atas dasar bentuk, ukuran, densitas,
tekstur, warna. Tahap ini dilakukan pada bahan awal yang akan diolah karena
pemilihan pada bahan awal yang biak dengan cara pengolahan yang baik akan

17

menghasilkan produk akhir yang baik pula. Gambar 11, menunjukkan contoh
kegiatan sortasi yang berdasarkan berat dan warna pada buah mangga (a) dan
kegiatan sortasi pada buah jerukberdasarkan jenis dan warna kulit.

Gambar 11. Sortasi berdasarkan (a) berat dan tingkat kematangan buah mangga
(Yahia, 1999) dan varitas dan ukuran jeruk (Ladaniya, 2006)
Sortasi bahan hasil pertanian dapat dilakukan secara manual atau mekanis.
Sortasi manual dilakukan

dengan tenaga manusia, yaitu dengan memisah-

misahkan bahan yang baik (tidak rusak) dan bahan yang jelek (rusak) atau
memisahkan bahan berdasarkan ukurannya (besar, sedang, kecil), atau
memisahkan bahan yang matang dan yang mentah. Sortasi manual dilakukan di
atas meja sortasi atau di atas ban berjalan. Sortasi manual bersifat visual
(mengandalkan penglihatan operator) sehingga ruangan sortasi harus bersih dan
terang, serta tenaga sortasi yang terampil dan terlatih. Cara sortasi manual
membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien bila kapasitas sortasi

18

rendah. Sortasi mekanis dilakukan dengan menggunakan alat, cara ini umumnya
dilakukan untuk kapasitas produksi yang besar dan kontinyu. Cara ini
memerlukan tenaga kerja lebih sedikit dan biaya relatif murah. Beberapa alat
sortasi antara lain :

screen (ayakan)

ban berjalan

roller sorter

weight sorter

seperator berat jenis

seperator piringan

seperator silinder

seperator spiral

seperator magnetis

seperator elektronik

seperator atau dasar tekstur permukaan

pneumatic silinder
Pemilihan jenis alat sortasi biasanya dipengaruhi oleh bentuk dan sifat

bahan. Pada bahan yang berbentuk buah-buahan sortasi dapat dilakukan


berdasarkan ukuran berat buah dan diameter. Prinsip kerja alat sortasi berdasarkan
ukuran dan bentuk disajikan pada gambar 12.
2.1.3.2.

Grading
Grading adalah sortasi produk menjadi berbagai fraksi kualitas sesuai

dengan standar kualifikasi yang telah diakui, berdasarkan atas dasar nilai
komersial dan kegunaannya. Grading sangat tergantung pada faktor-faktor yang
diinginkan konsumen. Tahap ini dilakukan setelah produk akhir siap dipasarkan.
Faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk grading bahan hasil
pertanian dapat berdasarkan pada sifat fisik, kimia dan biologis sebagai berikut :
1) Sifat fisik meliputi : kadar air, ukuran, bentuk, berat, densitas, tekstur,
kenampakan, warna, benda-benda asing, kepadatan, dll.
2) Sifat kimia meliputi : komposisi kimia, ketengikan, indeks asam lemak bebas,
bau dan cita rasa, residu, dll.

19

3) Sifat biologis meliputi : perkecambahan, jenis dan jumlah kerusakan karena


insekta dan jamur, bakteri, dll.

Gambar 12. Prinsip Kerja Alat Sortasi Bentuk dan Diameter Permukaan a)
Cencentric Drum Screen b) Roller Size Sorter c) Belt and Roller
Sorter (Bennan, 2006)

Nilai komersial komparatif dari suatu produk merupakan fungsi faktor


grade-nya. Standar grading suatu bahan hasil pertanian dapat ditetapkan oleh
pemerintah, asosiasi, atau individual, sehingga diakui oleh badan-badan tersebut
sebagai suatu standar yang sah diapakai secara komersial, baik di dalam maupun
ke luar negeri. Contoh standar yang berlaku di indonesia adalah :
1) SSI (Standar Industri Indonesia) yang dikeluarkan oleh Departemen
Perdagangan dan Perindustrian, khusus untuk komoditi ekspor indonesia.
2) SNI (Standar Nasional Indonesia)

20

Di Amerika, grade yang dipakai secara umum untuk bahan hasil pertanian
menggunakan US grade A, B, C yang dikeluarkan oleh USDA atauUS grade
Fancy, Choice, dan Standart. Di masing-masing negara terdapat standar grade
yang berbeda-beda, tergantung konsumen yang dituju dan jenis-jenis bahan hasil
pertaniannya.
2.1.4. Pengecilan ukuran (Size reduction)
Pengecilan ukuran merupakan cara pemotongan atau pemecahan bahan
hasil pertanian menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Secara umum pengecilan
ukuran pada bahan padat disebut pemotongan atau penghancuran. Sedangkan
pengecilan ukuran untuk bahan cair tersebut emulsifikasi atau atomisasi.
Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan berbagai macam metode yang
disesuaikan dengan tujuannya. Contoh: penggilingan gandum menjadi tepung,
penggilingan tebu menjadi gula, atau emulsifikasi minyak. Metode pengecilan
ukuran yang diapakai antara lain adalah:
1) Kompresi/penggilingan/penghancuran
2) Pemukulan
3) Penggosokan
4) Pemotongan(trimming); umumnya dilakukan pada sayuran, buah-buahan, atau
bunga potong. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tipis
dan tajam untuk menghasilkan hasil terbaik.
5) Kombinsai dengan pengguntingan (shearing), yakni kombinasi antara
pemotongan dan penghancuran. Proses ini dilakukan untuk bahan-bahan yang
berserat dan keras. Bila ujung penggunting tipis dan tajam hasilnya adalah
pemotongan, tetapi bila bagian pinggir tumpul dan tebal akan menghasilkan
penghancuran.
Pemakaian alat mekanis untuk pepengecilan ukuran dipengaruhi oleh
kapasitas alat, daya yang diperlukan persatuan bahan yang diperkecil, bentuk dan
ukuran bahan sebelum dan sesudah pengukuran ukuran, rentang ukuran dan
bentuk akhir yang dihasilkan.
Bahan hasil pertanian yang diperkecil menurut dimensinya dibedakan atas:
1) Rentang berdimensi, yakni partikel/unit yang diukur dengan akurat dan mudah
dilihat. Ukuran minimum1/8 inci atau bentuk dadu pada buah sayuran.

21

2) Rentang terayak, yakni partikel dengan dimensi 0,125 0,0029 inci dengan
bentuk seperti butiran.
3) Rentang mikroskopis, yakni partikel dengan dimensi < 0,0029 inci, misalnya
bahan-bahan bubuk kimia, tepung, dan lain-lain.
Alat dan mesin pengecilan ukuran dibedakan menjadi 4 jenis:
1) Crusher, yaitu alat untuk memecah dan menghancurkan bahan padat
berukuran besar menjadi bagian kecil dengan kecepatan rendah.
2) Grinder, variasi mesin pengurang ukuran tingkat menengah, misal hammer
mill.
3) Ultrafine grinder
4) Cutting machine
Bila bahan hasil pertanian akan dijual dalam keadaan segar, seperti buahbuahan dan sayuran, maka dapat dilakukan tahapan proses yang akan
menghasilkan penampilan segar dan lebih tahan lama jika dipajang. Pada
umumnya unit operasi dalam penanganan bahan segar meliputi: cleaning,
trimming, grading, waxing, curing, precooling, prepackaging dan shipping.
Clening, trimming dan

grading telah dibahas di depan. Berikut ini akan

dipaparkan tentang waxing dan curing.


2.1.5. Waxing (pelapisan lilin)
Waxing dilakukan untuk mendapatkan penampilan yang bagus (membuat
kilau) dan menekan penguapan kadar air sehingga memperlambat pelayuan atau
mengendalikan pelayuan bahan. Komoditas yang dapat diberi perlakuan waxing
antara lain : timun, apel, jeruk, melon, tomat, cabe, wortel, dan umbi dahlia.
Waxing dapat dilakukan dengan cara:
1) Pelapisan parafin dengan memasukkan bahan dalam lilin cair.
2) Pelapisan dengan emulsi air atau larutan hidrokarbon dengan cara manual,
penyemprotan, atau sebagai foam/buih.
Proses pelapisan lilin dapat digambarkan sebagai suatu seri proses
penyikatan kering dengan menggunakan konveyor. Lapisan lilin dibagian
permukaan dikurangi dengan menutup lapisan menggunakan plastik polietilen.
Prinsip kerja alat disajikan pada gambar 13.

22

Gambar 13. Prinsip Kerja Alat Pelilinan Buah (Martin dan Miezitis, 1964 dalam
Kitinoja dan Kader, 1995)
2.1.6. Curing
Tahap curing dilakukan untuk menyembuhkan luka/memar selama
pemanenan. Bahan yang sering dicuring antara lain kentang, ubi jalar, keladi dan
ubi kayu. Curing juga dilakukan pada suhu dan kelembaban relatif tinggi selama
beberapa hari. Tujuan curing untuk menyembuhkan luka yang terjadi pada saat
panen atau terjadi sesudah panen sehingga membentuk lapisan baru, dan untuk
melindungi busuk umbi selama penyimpanan. Perlakuan ini tentu saja
menyebabkan tambahan pembiayaan selama penangan hasil pertanian tetapi
secara ekonomis menuntungkan karena umur simpan menjadi lebih panjang.
Curing pada bawang merah, bawang putih dan tanaman bunga yang berumbi
dilakukan secara langsung setelah panen dengan menyertakan lapisan kulit luar
umbi dan bagian batangnya sampai kering. Apabila cuaca di daerahnya
memungkinkan sebelum curing dilakukan penjemuran selama 5-10 hari.
Curing dapat dilakukan di halaman seperti pada ubi jalar dan keribang,
dilakukan dengan menimbun umbi tersebut dengan potongan rumput yang di
atasnya ditutup dengan kanvas. Jenis curing ini adalah field curing, yang
dilustrasikan pada gambar 14.

23

Gambar 14. Field Curing (Wilson dalam Kitinoja dan Kader, 1995)
Curing juga dapat dibangun dengan menggunakan vetilasi pada bagian
atap sehingga sinar matahri dapat masuk ke dalam ruangan. Pada bagian atap
bangunan ditutup dengan kanval terpal atau di bagian samping dibuat terbuka dan
diberikan kipas angin sehingga terjadi sirkulasi udara. Gambar alat curing dengan
ventilasi disajikan pada gambar 15a. Curing dapat juga dilengkapi dengan
pemanas yang ditempatkan di lantai dekat dengan rak-rak untuk tumpukan
bawang atau diletakkan di bagian luar ruangan curing (gambar 15 b).
Proses curing dapat dilakukan dengan sistem gundukan yang harus
dilengkapi dengan kipas angin, unit pemanas dan alas papan yang dibuat rak
landasan. Pada komoditas bawang merahapabila diproses dengan sistem curing
ini harus sering dilakukan pengecekan supaya tidak terlalu kering umbinya.
Ilustrasi sistem curing ini disajikan pada gambar 16.
a.

b.

Gambar 15. Alat Curing a) dilengkapai dengan kipas angin dan ventilator atap b)
dilengkapai dengan pemanas ruang curing (Thompson dan
Scheuerman, 1993 dalam Kitinoja dan Kader, 1995).

24

Gambar 16. Sistem Curing Gundukan (Davis dalam Kitinoja dan Kader, 1995)
Pada Tabel 3. disajikan kondisi terbaik untuk curing dari beberapa produk
hortikultura.
Tabel 3. Kondisi Curing Berbagai Hortikultura
Komoditas

Temperatur

Kelembaban
Relatif
(%)
90-95
85-90
90-100
90-95

C
F
Kentang
15-20
59-68
Keribang
30-32
86-90
Ubi jalar
32-40
90-104
Ubikayu
30-40
86-104
Sumber: Kitinoja dan Kader (1995).

Hari
5-10
4-7
1-4
2-5

2.2. Pengolahan Utama


Beberapa teknologi yang sering digunakan dalam teknologi pengolahan
utama antara lain:
Pendinginan dan Pembekuan (Cooling dan Freezing)
Pemanasan : Pasteurisasi dan Strelisasi

25

Pengeringan
Berlangsungnya metabolisme jaringan-jaringan hidup seperti buah-buahan
dan sayuran terbatas pada suhu tertentu, yaitu suhu optimal. Pada suhu yang lebih
tinggi dari suhu optimal metabolisme berjalan lebih lambat atau dapat berhenti
sama sekali. Suhu yang lebih tinggi bersifat merusak, sedangkan suhu yang lebih
rendah akan menghambat metabolisme. Pada bahan hasil pertanian, setelah
dipanen akan tetap berlangsung proses respirasi. Respirasi akan berlangsung terus
sampai bahan menjadi mati kemudian membusuk. Suhu rendah mendekati titik
beku air sangat efektif dalam mengurangi laju respirasi, dengan demikian suhu
rendah sangat bermanfaat bagi penyimpanan hasil pertanian/produk pangan dalam
jangka pendek.
Pendinginan dapat dilakukan baik pada hasil pertanian yang akan
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun bahan olahan baik yang setengah jadi
maupun produk akhir. Prinsip kerja alat yang digunakan untuk mendinginkan
ruangan penyimpanan terdapat pada gambar 17.

Gambar 17. Prinsip Kerja Alat Pendingin Ruangan Penyimpanan (Brennan, 2006)
2.2.1. Pendinginan dan Pembekuan
Proses yang dapat memperpanjang daya simpan bahan hasil pertanian
/produk pangan menggunakan suhu rendah dibedakan menjadi pendinginan
(cooling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan dan pembekuan masing-masing
berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat lainnya.

26

Pendinginan pada umumnya tidak dapat mematikan mikroorganisme, tetapi hanya


menghambat pertumbuhannya. Oleh karena itu setiap bahan yang akan
didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu.
2.2.1.1.

Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan/produk diatas suhu pembekuan

bahan, yakni antara -2 sampai dengan 10 oC. Pada komoditas hasil pertanian yang
akan dipasarkan dalam bentuk segar maka selama transportasi menuju konsumen
ataupun pasar memerlukan ruang penyimpanan dingin untuk mempertahankan
mutu. Ruang penyimpanan dapat dibuat dengan pendingin baik yang
menggunakan peralatan tekanan udara ataupun tidak seperti disajikan pada
gambar 18a dan b.

Gambar 18. Pendingin a) Tanpa Alat Tekanan Udara (Tugwell dalam Kitinoja dan
Kader, 1995) b) Dengan Alat Tekanan Udara (Rii, 1979 dalam
Kitinoja dan Kader, 1995).

27

Pendinginan sehari-hari dilakukan pada skala rumah tangga biasanya


menggunakan suhu 5 8 oC, meskipun air murni membeku pada suhu 0 oC, tetapi
ada beberapa produk pangan yang tidak membeku sampai suhu 2 oC, yang
disebabkan karena pengaruh zat-zat yang terkandun dalam produk tersebut.
Pendinginan akan memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Setiap
penurunan suhu 8

C, menyebabkan kecepatan reaksi berkurang menjadi

separuhnya. Di bawah ini beberapa pengaruh suhu terhadap umur simpan


beberapa hasil pertanian.
Tabel 4. Pengaruh beberapa suhu terhadap umur simpan bahan pangan.
Bahan pangan
o

Buah-buahan
Buah kering
Sayuran daun
Umbi-umbian
Bijian kering
Sumber: Winarno (1993)

0 C
2 180
> 1000
> 3 20
90 300
> 1000

Rata-rata umur simpan (hari)


22 oC
1 20
350
17
7 50
> 350

38 oC
17
> 100
13
2 20
> 100

Kebutuhan energi untuk menetapkan kebutuhan pendinginan bagi suatu


ruang pendingin untuk buah dan sayuran, perlu diketahui informasi tentang :
1) suhu awal bahan
2) suhu penyimpanan akhir
3) kecepatan respirasi
4) panas yang dilepaskan
5) panas spesifik bahan
6) jumlah bahan/produk yang didinginkan
Energi yang digunakan untuk menurunkan suhu bahan/produk dengan
cepat sampai mencapai suhu penyimpanan maka bebas panas dihitung dengan
perkalian panas spesifik bahan saat penurunan suhu dengan jumlah bahan/berat.
Nilai panas tersebut dinyatakan dengan BTU (British Thermal Unit), 1 BTU
adalah jumlah panas yang diperlukan oleh 1 pound air untuk menurunkan suhu
sebesar 1 oF (0 100 oC) pada tekanan atmosfir normal. Nilai BTU adalah panas
sensibel yang merupakan panas yang dilepaskan oleh jaringan hidup.
Sayuran dan buah-buahan akan tetap melakukan respirasi selama
pendinginan.

Bahan

hasil

pertanian

28

akan

mengoksidasi

gula

sehingga

menghasilkan panas untuk mempertahankan hidupnya. Panas tersebut merugikan


proses pendinginan, oleh karena itu untuk menghilangkan panas tersebut
diperlukan suhu yang rendah. Jumlah panas yang dilepaskan suatu bahan
tergantung jenis dan varietasnya, dan akan meningkat sesuai kenaikan suhu ruang
penyimpanannya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan panas yang dilepaskan
selama respirasi pada buah-buahan dan sayuran.
Tabel 5. Jumlah panas yang dihasilkan oleh buah-buahan dan sayuran pada
respirasi
Komoditi

BTU/ton/24 jam*
32 F
40 oF
60 oF
Strawberry
2.730 3.800
3.660 6.750
15.460 20.280
Jeruk
420 1.030
1.300 1.560
3.650 5.170
Apel
300 800
590 840
2.270 370
Kacang hijau
5.500 6.160
9.160 11.390
32.090 44.130
Kubis
1.200
1.670
4.080
Seledri
1.620
2.420
8.220
Jagung manis
6.560
9.390
38.140
Kentang
440 880
1.100 1.760
2.200 3.520
Bayam
4.420 4.680
7.850 11.210
36.920 38.000
Ubi jalar
1.190 2.440
1.710 3.350
4.280 6.300
* nilai panas yang diperoleh dengan mengalikan tingkat respirasi dalam mg panas
spesifik (spesific thermal)
Sumber: Winarno (1993)
o

Panas spesifik adalah rasio antara panas yang dibutuhkan/dikeluarkan oleh


1 pound bahan untuk menaikkan/menurunkan suhu 1 oF dengan panas yang
dibutuhkan/dikeluarkan air untuk menurunkan/menaikkan suhu 1 oF. Panas
spesifik suatu bahan dalam keadaan cair berbeda dengan bahan dalam keadaan
beku. Contoh : panas spesifik air sebelum pembekuan 100 BTU/lb, sesudah
pembekuan 0,48 BTU/lb. Panas spesifik dibutuhkan dalam menghitung beban
pendingin. Panas ini dapat diperkirakan menurut persamaan :
Panas spesifik bahan sebelum pembekuan = 0,008 x kadar air bahan + 0,20
Panas spesifik bahan sesudah pembekuan = 0,003 x kadar air bahan + 0,20
Contoh : Apel dengan kadar air 85 %, berarti panas spesifiknya diperkirakan
sebesar 0,008 x 85 + 0,20 = 0,88.
Panas spesifik laten beberapa bahan pangan hasil pertanian disajikan pada
Tabel 6.

29

Tabel 6. Panas Spesifik dan Panas Laten Beberapa Bulan


Panas spesifik (BTU/lb)
Sebelum
Sesudah
Komoditi
Pembekuan
Pembekuan
Kacang polong
0,79
0,42
Kubis
0,94
0,47
Wortel
0,90
0,46
Sumber: Winarno (1993)

Panas laten
pembekuan (BTU/ld)
106
132
126

2.2.1.2. Panas laten


Panas laten adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk mengubah
keadaan suatu bahan tanpa mengubah suhunya. Contoh, panas yang harus
dikeluarkan untuk mengubah air pada 32 oF menjadi es pada 32 oF disebut panas
laten pembekuan. Besarnya panas laten pembekuan air adalah 144 BTU/ld,
sedangkan panas yang dibutuhkan untuk mengubah air pada 212 oF menjadi uap
pada 212 oF disebut panas laten penguapan.
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk pendinginan bahan hasil
pertanian. Apel dengan panas spesifik 0,88 pada 62 oF akan disimpan pada 32 oF.
Ruang penyimpanan akan berisi 1 ton buah selama 5 hari. Berapa besarnya
kapasitas pendingin yang diperlukan?
Panas yang harus dihilangkan dari apel dari 62 oF menjadi 32 oF = 30 x 0,88 x
2000 BTU = 52.800 BTU (panas sensibel yang terkandung dalam 1 ton apel.
Panas yang dilepaskan apel selama 5 hari. Energi yang dilepaskan apel selama 24
jam = 1.710 BTU. Jadi selama 5 hari = 5 x 1.710 BTU = 8.550 BTU. Kapasitas
pendinginan yang diperlukan untuk mendinginkan apel selama 5 hari 52.800 BTU
+ 8.550 = 61.350 BTU. Karena 1 ton refrigeration pada 32 oF = 288.000 BTU.
Maka 1 ton apel membutuhkan kapasitas pendingin sebesar 61.350/288.000 BTU
= 0,213 ton refrigeration.
2.2.1.3. Kerusakan selama pendinginan
Beberapa komoditi menjadi rusak pada suhu pendingin. Selain itu bila
bahan/produk dipindahkan dari ruang pendinginan kedalam ruang yang hangat
dan lembab maka akan terkumpul air pada permukaannya. Bahan/produk yang
permukaannya mengandung air akan mudah busuk dan akan mendorong
pertumbuhan jamur. Kelembaban udara dalam ruang penyimpanan berhubungan

30

langsung dengan daya tahan mutu bahan. Bila udara kering, uap air akan diserap
dari makanan yang sedang disimpan sehingga menyebabkan pelayuan buah dan
sayuran. Bila udara terlalu lembab makanan menjadi rusak, terutama bila suhu
berubah-ubah. Pengendalian kelembaban udara merupakan hal yang sulit
dikerjakan.
Alat pendingin modern dapat mengendalikan secara akurat. Pengendalian
tersebut dapat diatur dengan memanfaatkan perbedaan suhu yang kecil antara koil
pendingin dan komoditi. Jika suhu zat pendingin diatur dan permukan koil
pendingin cukup memadai, maka suhu yang dikehendaki dapat dipertahankan
tanpa terjadinya dehidrasi komoditi. Umumnya buah-buahan disimpan pada RH
85 95% ; sayuran berdaun RH 90 95% ; dan bahan pangan nabati secara
umum pada RH 85 90%. Bila udara dalam ruang penyimpanan digerakkan
secara mekanis harus lebih berhati-hati. Dengan menggerakkan udara 2 x lipat,
maka akan meningkatkan kehilangan air 1/3 nya. Tabel 7 berikut ini menunjukkan
suhu penyimpanan, RH, perkiraan daya simpan dan titik beku beberapa komoditi.
Jenis kerusakan yang sering terjadi pada beberapa komoditi selama penyimpanan
disajikan pada tabel 8.
2.2.2. Pembekuan
Pembekuan merupakan pendinginan yang menggunakan suhu beku
(dibawah 00C atau 320F). Pembekuan dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan hasil pertanian. Mengapa pembekuan dilakukan pada bahan hasil
pertanian? Metode pembekuan dapat dilakukan dengan udara dan metode
pencelupan pada larutan tertentu. Pembekuan dapat dilakukan secara langsung
atau dengan pencelupan.
Tabel 7. Suhu penyimpanan dan perkiraan daya simpan titik beku beberapa
komoditi
Komoditi
Apel
Alpukat
Pisang
Strawberry

Suhu
penyimpanan
(F)
30 31 *
37 48 *
53 60 *
31 32

RH (%)

Perkiraan daya
simpan

80 90
85 90
85 90
85 90

*
*
1 3 mg
7 10 hr

31

Rata-rata
titik beku
(F)
28,4
27,2
*
29,9

Lemon
55 58
Limau
45 48
Mangga
50
Pepaya
45
Pir
29 31
Nanas tua hijau
50 60
Nanas matang
40 45
Plum/prune
31 32
Delima
31 32
* : tergantung varietas
**Sumber: (Winarno, 1993)
2.2.2.1.

85 90
85 90
85 90
85 90
88 92
85 90
85 90
85 90
85 90

1 mg
6 8 mg
15 20 hr
15 20 hr
2 7 bln
3 4 mg
2 4 mg
2 5 ; 3 8 mg
2 4 bln

28,1
29,3
29,8
30,1
*
29,1
29,9
28
28

Pembekuan dalam udara


Ada dua sistem yang dapat digunakan untuk membekukan bahan/produk

dalam udara, yakni udara diam dan hembusan udara. Pembekuan dengan udara
diam dilakukan dengan menempatkan bahan dalam ruang pembekuan yang
sesuai. Cara pembekuan ini merupakan metode yang murah, namun berlangsung
sangat lambat. Produk tetap berada dalam ruang pembekuan sampai akhirnya
membeku. Lamanya waktu pembekuan tergantung pada: suhu ruangan
pembekuan, tipe bahan yang dibekukan, suhu bahan dan tipe, bentuk, dan
kemasan bahan (bila bahan dikemas).
Pembekuan dengan hembusan udara dingin pada kecepatan tinggi dalam
ruangan pembekuan menghasilkan pembekuan yang lebih cepat. Terutama bila
udara dingin yang dihembuskan pada suatu terowongan yang diisolasi.
Terowongan pembekuan adalah cara yang umum digunakan. Komoditi pertanian
yang sering diperlakukan dengan pembekuan adalah kapri.
Tabel 8. Kerusakan beberapa komoditi selama penyimpanan
Komoditi
Kedelai
Alpukat
Mangga
Nenas
Pisang

Jenis kerusakan
Berbintik-bintik coklat
Berbintik-bintik hitam (anthracnos) dan pada dagingnya terjadi
perubahan warna, terutama disekitar biji dan pada serat-serat
daging buah
Pada kulitnya terjadi anthracnose, pada kelembaban yang tinggi
terlihat cendawan pada permukaan bintik tersebut. Setelah
pemetikan sebaiknya buah disimpan pada suhu 10 oC
Bagian yang terkena black rot biasanya lembek dan berair,
sedangkan warnanya mungkin tetap atau berubah menjadi hitam.
Pada suhu dibawah 13,5 oC menyebabkan kulit pisang bewarna

32

abu-abu dan berubah menjadi lebih tua pada tempat yang cacat.
Pisang yang didinginkan, pada tangkai dan kulitnya terkena
anthracnose dan pada kelembaban yang lebih tinggi terjadi spora
cendawan pada permukaan bintik.
Timun
Jangan disimpan pada suhu < 75 oF untuk mencegah terjadinya
perubahan warna yang mengkilat pada kulit dan mencegah
dagingnya menjadi lembek
Kol
Kol yang didinginkan biasanya terdapat bintik-bintik cendawan
hitam (alternaria) yang merupakan pangkal kebusukan
selanjutnya. Pencegahan yang terbaik adalah usaha untuk
menjaga agar daun jangan sampai cacat, lalu dilakukan
pendinginan. Penyimpanan pada suhu dingin juga tidak boleh
terlalu lama karena biasanya akan terlihat garis-garis coklat pada
tangkai.
Tomat
Pemetikan dan perlakuan yang hati-hati pada tomat mencegah
kerusakan pada waktu penyimpanan warna tetapi mempercepat
kebusukan
Wortel
Biasanya terlihat pada bekas karatan dari akar/umbi yang disebut
black rot. Hal ini dapat dicegah dengan cara menjaga agar tidak
terjadi cacat pada wortel. Penyimpanan < 0 oC menyrbabkan
wortel menjadi pecah-pecah.
Sumber: Winarno (1993)

2.2.2.2.

Pembekuan dengan pencelupan langsung


Pembekuan langsung suatu bahan/produk dalam suatu zat pendingin cair

merupakan metode pembekuan yang paling cepat. Cairan adalah suatu konduktor
panas yang baik jika dibandingkan dengan udara/gas. Larutan NaCl dan gula telah
lama digunakan sebagai suatu sistem penukar panas suhu rendah. Partikel bahan
atau kemasan dapat dibekukan dalam suatu sistem cairan pencelup, dan dalam
sistem semprotan, atau sistem kabut. Buah-buahan dan sayuran individual dapat
dibekukan hanya dalam beberapa menit dengan menggunakan larutan garam pada
suhu yang cocok.
Langkah-langkah dasar melakukan pembekuan pada sayuran dan buahbuahan adalah bahan dipilih yang berkualitas baik, segar, utuh, dan tidak cacat,
bahan dicuci dengan air dingin, dan bahan di blanching dengan mencelupkan
dalam air digin atau dengan pengukusan. Segera setelah waktu pemblanchingan
selesai, bahan dimasukan dalam air es sehingga menghentikan proses enzimatik
pada

bahan.

Setelah

ditiriskan,

bahan

33

dikemas

dalam

plastik

kedap

udara/aluminium foil. Bila bahan yang telah disimpan beku ini akan digunakan,
sebaiknya dibiarkan beberapa waktu dalam pendingin agar air beku yang
menyelimuti kemasan cair. Pencairan kembali bahan yang telah dibekukan disebut
thawing.
Pengaruh pembekuan karakteristik bahan pada hasil pertanian:
1) Terhadap mikrobia
Umumnya mikrobia tidak dapat hidup pada suhu < 32 0F, tetapi ada beberapa
jenis khamir yang dapat tumbuh pada 15 0F dalam substrat yang tidak beku.
Pendinginan lambat merusak populasi mikrobia tetapi bentuk mikrobia yang
sangat peka adalah sel vegetatif, sedangkan spora tidak rusak karena
pembekuan.
2) Terhadap protein
Karena sayuran dan buah-buahan sedikit mengandung protein maka
pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi protein, karena
proses blanching telah mengaktifkan enzim maka proteolisis jarang terjadi.

3)

Terhadap enzim
Aktifitas enzim dapat dirusak pada suhu mendekati 200 0F tetapi masih
mempunyai sebagian aktifitas pada 100 0F walaupun kecepatan reaksinya
sangat rendah. Dengan demikian aktifitas enzim hanya dihambat oleh suhu
pembekuan, terutama sebelum pembekuan yakni dengan blanching.

4)

Terhadap lemak
pada 30 0F ketengikan yang terjadi pada jaringan berlemak yang membeku
sangat berkurang. Secara umum deteriosasi lemak dan minyak tergantung
pada suhu, maka pengawetan dengan pembekuan akan memberikan potensi
yang maksimum dalam semua bahan/produk yang berlemak.

5)

Terhadap vitamin
Pembekuan bukanlah suatu proses yang merusak zat gizi. Justru semakin
semakin rendah suhu bahan/produk, retensi zat gizi semakin baik. Perubahan
zat gizi terjadi sebelum bahan dibekukan, misalnya telah mengalami preparasi
dan pengolahan yang sangat mempengaruhi selama pembekuan. Misalnya

34

pada vitamin C, selama preparasi jaringannya terkena udara yang


mengakibatkan oksidasi vitamin C yang dapat berlangsung selama pengolahan
dan pembekuan. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan blanching.
2.2.3. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan
sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti
halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat
merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan
kedelai dapat menerima panas yang hebat tanpa banyak mengalami perubahan.
Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang diberikan semakin banyak
mikroba yang mati, sampai pada suatu tingkat dimana komoditi bebas mikroba
(steril) atau sebagian besar mikroba perusak mati terbunuh.
Pada proses pengalengan pemanasan ditujukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukna makanan dalam kaleng
tersebut selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi,
pemanasan ditujukan untuk memusnahkan sebagaian besar mikroba pembusuk,
sedangkan sebagian mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus dihamabat
pertumbuhannya dengan penyimpanannya suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pemanasan dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu pasteurisasi, pemanasan suhu pada 100 oC, dan pemanasan
diatas suhu 100 oC.
2.2.3.1.

Pasteurisasi
Pasteurisasi

adalah

suatu

proses

yang

dapat

membunuh

atau

memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan
biasanya menggunakan suhu dibawah 100 oC. Pemanasan dapat dilakukan dengan
uap air, air panas, panas kering, atau aliran listrik. Bahan pangan yang dipanaskan
segera didinginkan.
Penggunaan proses pasteurisasi digunakan :
1) bila komoditi tidak tahan terhadap panas tinggi.
2) bila yang dimaksud untuk membunuh mikroba patogen.

35

3) bila mikroba pembusuk tidak begitu tahan panas, seperti khamir dalam sari
buah.
4) bila cara pengawetan lain akan dilakukan, misalnya dengan penambahan
bahan pengawet.
5) bila mikroba saingan perlu dibunuh, agar mikroba yang dikehendaki dapat
tumbuh dengan baik setelah penambahan starter, misalnya pada pembuatan
keju.
Suhu dan waktu yang digunakan sangat tergantung dengan cara yang akan
dipakai serta jenis komoditinya. HTST (high temperature short time)
menggunakan suhu tinggi pada waktu singkat dan LTH (low temperatur holding)
merupakan cara pemansan dengan mengunakan suhu rendah dengan waktu lama.
Suatu contoh : pasteurisasi suhu dengan sistem LTH dilakukan pada suhu 62,8 oC
selama 30 menit dan bila dilakukan dengan sistem HTST dilakukan pada suhu
71,7 oC dengan waktu paling sedikit 15 detik. Tujuan pasteurisasi pada komoditi
susu adalah untuk menghindarkan bakteri ricketsia penyebab Q fever untuk diluar
negeri sedangkan di Indonesia bertujuan untuk menghindarkan bakteri
Mycobacterium tuberculosa yang dapat ditularkan dari susu sapi. Pasteurisasi
tersebut diatas ditujukan untuk susu sapi untuk dapat langsung diminum, setelah
mengalami pendinginan. Pada susu sapi yang mengalami pengolahan lebih lanjut,
misalnya untuk pembuatan keju, panas yang diberikan biasanya lebih banyak
jumlahnya, demikian juga untuk es krim yang akan digunakan untuk pembuatan
es krim menggunakan pemanasan 71,7 oC selama 30 menit selama 16-20 detik.
Gambar 19 merupakan salah satu contoh sistem pasteurisasi secara HTST pada
susu.

36

Gambar 19. Prinsip Kerja Alat Sistem Pasteurisasi HTST Pada Susu (Pearse, 1993
dalam Brennan, 2006)
Pasteurisasi pada wine pada anggur dilakukan pada suhu 82-85 oC selama
1 menit sedangkan pada bir pada suhu 60 oC pada buah-buahan kering seperti
kismis, demikian juga kurma dan pisang sale pasteurisasi dilakukan dalam
pembungkus pada suhu 65,6 oC sampai 85 oC selama 30-40 menit. Pasteurisasi
pada sari buah yang diberi gas CO 2 biasanya dilakukan pada suhu 65, 6 oC selama
30 menit, untuk pasteurisasi cuka dalam botol biasanya dilakukan pada suhu 65,6
o

C selama 30 menit dalam waterbath.


Pemanasan pada suhu sekitar 100 oC

2.2.3.2.

Berbagai cara pemanasan dilakukan untuk membunuh semua jenis


mikroba perusak kecuali bentuk sporanya. Cara tersebut dilakukan dengan
pemanasan dan pengalengan dalam rumah dengan menggunakan suhu 100 oC atau
lebih rendah. Suhu tersebut dapat dicapai dengan mendidihkan makanan dalam

37

wadahnya (botol) kedalam air penangas atau dengan mengalirkan uap air panas.
Kini dirumah-rumah sudah banyak menggunakan pressure cooker. Asinan kubis
biasanya cukup dipanaskan pada suhu dibawah 100 oC dan dibotolkan waktu
masih panas atau hangat. Bahan makanan sebelum dibekukan atau dikeringkan
dapat di blanching dalam waktu singkat pada suhu sekitar 100 oC.
Pembakaran sate dan kambing guling, meskipun menggunakan suhu panas
dari luar, ternyata suhu daging bagian dalam hanya sekitar 60-80

C.

Penggorengan yang dilakukan dengan minyak mendidih (198 oC), suhu dibagian
tengah dari bahan makanan yang digoreng belum mencapai suhu 100 oC.
Pembakaran roti dengan suhu oven yang tinggi tersebut tidak pernah
meningkatkan suhu di dalam roti sampai 100 oC, bila di dalam roti masih cukup
banyak mengandung air.
Pemanasan pada suhu lebih tinggi dari 100 oC

2.2.3.3.

Pemanasan dengan suhu tinggi yaitu lebih tinggi dari 100 oC dapat
dilakukan dengan menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat
dilakukan dengan alat sterilizer, autoclave atau retort. Uap air bertekanan 5 psi
(diatas tekanan udara 1 atm) bersuhu 109 oC, pada tekanan 10 psi bersuhu 115,5
o

C dan 15 psi bersuhu 121,5 oC.


Uap jenuh dan air panas merupakan media penghantar panas yang

biasanya digunakan. Sistem retort yang konvensional dapat berbentuk batch atau
continuous, bergerak berputar atau tetap, vertikal maupun yang horizontal.
Disamping itu, proses pemanasan dapat juga dilaksanakan dengan hydrostatic
cooker, flame dan fluidized bedsterilizer serta sistim aseptik.
Peralatan yang paling banyak disukai adalah sistim retort yang
konvensional dengan menggunakan uap jenuh. Retort tersebut biasanya
dilengkapi dengan termometer, rekorder untuk suhu selama pemanasan, pengatur
suhu dan pengatur tekanan. Retort dapat dibuat dalam bentuk vertikalmaupun
horisontal. Gambar 20 menunjukkan salah satu contoh bentuk retort secara
vertikal yang saat ini lebih banyak digunakan untuk kepentingan sterilisas di
laboratorium.

38

Ga
relief valve

bleeder valve
cover clamp

vent

controller
Pressure
Gage

overflow leg
Thermometer

relief valve
air in
air filter

Bleeder
Valve
basket
support

bleeder valve

Steam Sparger

automatic valve
steam in

water in
by-pass

drain

mbar 20. Retort Vertikal (Rahman, 1999 dalam Brennan, 2006).


2.2.4. Pengeringan (Drying)
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang
dikandung melalui penggunaan panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut
dikurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamnya.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dan volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
trasnpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kecuali itu banyak bahan-bahan yang hanya dapat dipakai apabila telah
dikeringkan, misalnya tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian. Disamping
kenutungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu

39

karena sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian lainnya
juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum
dipakai, misalnya harus dibasahkan kembali sebelum digunakan.
Cara-cara lain untuk mengeluarkan air dari bahan hasil pertanian adalah
melalui pengepresan atau pemerasan, penguapan (hasilnya tetap cair) dan destilasi
atau penyulingan. Selain itu cara pengeringan dapat juga dilakukan dengan
dehydro freezing (pengeringan yang disusul dengan pembekuan) yang mempunyai
daya pengawet yang lebih baik, dan dengan cara freeze drying yaitu pembekuan
yang disusul dengan pengeringan. Agar pengeringan dapat berlangsung maka
harus diberikan energi panas pada bahan yang akan dikeringkan, dan diperlukan
aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah
pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat pula dilakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada
semua permukaan bahan tersebut dan uap air yang diambil berasal dari semua
permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah
luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap diudara dan
waktu pengeringan.
2.2.4.1.

Macam-macam Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering

(Artificial drying), atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan


dengan menggunakan energi langsung sinar matahari. Prinsip kerja pengeringan
dengan panas matahari ilustrasinya terdapat pada gambar 21.

Gambar 21. Prinsip Kerja Pengeringan Dengan Sinar Matahari (Brennan, 2006)
Penjemuran memberikan keuntungan energi panas yang digunakan murah
dan berlimpah, tetapi menimbulkan kerugian karena panas sinar matahari tidak

40

terus menerus ada sepanjang hari, dan kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga
lama penjemuran sukar ditentukan. Hal ini disebabkan jumlah energi panas yang
jatuh ke permukaan bumi biasanya tidak tetap. Selain itu karrena penjemuran
dilakukan ditempat terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari,
maka kebersihan bahan yang dijemur sukar diawasi. Energi panas yang diterima
oleh bahan selama penjemuran merupakan kombinasi panas yang berasal dari
radiasi (langsung dari matahari) dan konveksi yaitu panas dari udara di sekitarnya.
Energi panas dari sinar matahari yang jatuh dari permukaan bumi dan adanya
halangan-halangan yang mempengaruhi intensitasnya, misalnya karena ada awan.
Pengeringan buatan (Artificial drying) mempunyai keuntungan karena
suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan,
dan kebersihan dapat diawasi. Jenis alat pengering tergantung pada bahan yang
dikeringkan dan tujuan pengeringan, misalnya kiln dryer, cabinet dryer,
continuous belt dryer, air lifr dryer, bed dryer, spraydryer, drum dryer dan
sejenisnya. Pengeringan dengan bantuan alat dapat menggunakan elemen
pemanas yang ditempatkan dalam ruang dengan disertai konveyor dan alatnya
disebut conveyor (bel)t dryer yang prinsip kerjanya disajikan pada gambar 22.

Gambar 22. Pengering Jenis conveyor (belt) dryer (Brennan, 1990 dalam
Brennnan, 2006)
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan elemen pemanas yang
disertai dengan alat penyemprot dan disebut spray dryer. Pengeringan secara
spray menghasilkan partikel dengan ukuran yang dapat diatur mnggunakan
nozzle. Keuntungan pngeringan inikarena menggunakan suhu tinggi tetapi sangat
cepat maka warna dan kerusakan kualitas yang ditimbulkan karena proses sangat

41

kecil. Pengeringan bahan hasil pertanian juga dapat dilakukan pada suhu rendah
dengan menggunakan alat freeze dryer, bagian-bagian alat utama freeze dryer
disajikan pada gambar 23. Pengeringan dengan alatini terutama ditujukan untuk
penyimpanan

enzim

ataupun

bahan

yang

rusak

apabila

dikeringkan

melaluipemanasan.

pump

Gambar 23. Bagian-bagian Alat Batch Freeze Dryer (Brennan, 1994 dalam
Brennan, 2006)
2.2.4.2.

Peranan Udara Dalam Pengeringan


Udara dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu udara kering atau udaran

tanpa kandungan uap air di dalamnya dan udara basah atau udara dengan
kandungan uap air yang tinggi. Udara merupakan campuran beberapa senyawa
dalam bentuk gas dengan perbandingan yang kira-kira tetap misanlnya H 2O, O2,
dan N2.
Gas-gas murni dapat dibagi-bagi menurut jumlahnya di udara yaitu gas
yang jumlahnya tetap diudara misalnya N2, O2, dan gas-gas mulia (2) gas yang
jumlahnya tidak tetap di udara yaitu CO2 dan H2O, dan (3) gas-gas pengitor
misalnya NH3 dan H2S (hasil pemecahan zat-zat organik) atau Co pada
pertambangan minyak. Jumlah gas-gas mulia di udara sangat sedikit sehingga di
dalam perhitungan biasanya diabaikan. Komposisi udara kering terdiri atas 76,8
% nitrogen dan 23,3 % oksigen. Berat udara kering adalah 28,97.
2.2.4.3.

Pengaruh pengeringan terhadap aw bahan pangan


Kadar air suatu bahan yang dikeringkan mempunyai beberapa hal, yaitu:

seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan


jalannya proses pengeingan. Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk,
yaitu:

42

(1) air bebas (free water) yang terdapat di permukaan benda padat dan mudah
diuapkan.
(2) Air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistim
kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan
(3) Air terikat secara kimia, misalnya air kristal dan air terikat dalam sistim
dispersi
Kadar air dalam suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu dry
basis dan wet basis. Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara berat
air di dalam bahan pangan tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan
kering adalah berat bahan basah setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air
secara wet basis adalah perbandingan antara berat berat air di dalam bahan pangan
tersebut dengan berat bahan pangan basah. Sebagai contoh, jika suatu bahan yang
beratnya 10 gram terdiri atas air (W) sebanyak 2 gram dan sisanya berupa bahan
kering (Dan) sebanyak 8 gram, maka kadar air bahan tersebut dapat dihitung
sebagai berikut:
Kadar air dry basis

Kadar air wet basis

W
x 100 %
d

2
x 100 % = 25 %
8

W
x 100 %
W d

2
x 100 % = 20 %
28

Kebalikan proses pengeringan adalah proses rehidrasi, yaitu pengembalian


air pada bahan kering, misalnya dengan cara merendam bahan yang telah
dikeringkan. Rasio rehidratasi (rehidration ratio) adalah perbandingan antara berat
bahan setelah rehidratasi dengan berat bahan segar mula-mula.

Jumlah

kandungan air pada bahan pangan erat hubungan dengan pertumbuhan


mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tidak pernah terjadi tanpa adanya
air. Kebutuhan mikroorganisme akan air biasanya dinyatakan adalam istilah water
activity (aw). Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kisaran a w tertentu (Tabel
9). Oleh karena itu untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme, aw bahan
pangan harus diatur. Bahan pangan yang mempunyai a w disekitar 0,70 sudah

43

dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan. Kadar air bahan pangan
tidak selalu berbanding lurus dengan aw nya.
Tabel 9. Beberapa mikroorganisme dan aw minimum untuk pertumbuhannya
Mikroorganisme
Bakteri
Ragi
Cendawan
Bakteri halofilik (tahan garam)
Bakteri xerofilik
Ragi osmofilik (tahan terhadap tekanan

aw minimum untuk tumbuh


0,90
0,88
0,80
0,75
0,65
0,61

osmotik/gula yang tinggi)


Sumber Bone (1975) dalam Winarno (1993)
2.2.4.4.

Pengaruh Pengeringan terhadap sifat bahan pangan


Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi


perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lainnya, meskipun perubahanperubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan
perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Dengan
mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral dalam konsentrasi yang lebih
tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak
atau berkurang.
Pada umumnya bahan makanan yang dikeringkan baerubah warnanya
menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik
enzimatik maupun non enzimatik. Reaksi browning non enzimatik yang paling
sering terjadi adalah reaksi antara asam organik dengan gula reduksi, dan antara
asam-asam amino dengan gula reduksi. Reaksi antara asam-asam amini dengan
gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi maka
dapat terjadi proses case hardening yaitu suatu keadaan bagian luar (permukaan)
bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan
suhu pengeringan yang terlalu tinggi yang mengakibatkan bagian permukaan
cepat mengering dan menjadi keras, sehingga menghambat penguapan air

44

selanjutnya yang terdapat di bagian dalam bahan tersebut. Case hardening juga
dapat disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya
terjadinya penggumpalan protein oleh panas pada permukaan bahan atau
terbentuknya dekstrin dari pati yang jika dikeringkan terbentuk bahan yang masif
(keras) pada permukaan bahan.
Terjadinya case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan
selanjutnya menjadi lambat atau terhambat sama sekali. Mikroorganisme yang
terdapat di bagian dalam bahan yang masih basah dapat berkembang biak
sehingga menyebabkan kebusukan, dan jika bahan akan direhidratasi diperlukan
waktu yang lebih lama. Cara mencegah case hardening misalnya adalah dengan
membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal
jangan terlalu cepat.
2.3. Latihan
Jawablah dengan singkat dan jelas
1. Apakah perbedaan tujuan antara kegiatan pra pengolahan dengan kegiatan
pengolahan utama ?
2. Sebutkan kegiatan yang termasuk kegiatan pra pengolahan pada buah mangga
yang akan diolah menjadi produk manisan buah?
3. Mengapa proses pengolahan jus buah-buahan dilakukan prosespasteurisasi?
4. Sebutkan 2 keuntungan pengeringan menggunakan pengering semprot!
5. Apakah perbedaan antara sortasi dan grading?
Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh mahasiswa dalam mengerjakan
soallaihan maka dapat diketahui serapan mahasiswa terhadap bab yang
sedangdipelajari. Pada bab ini terdapat 5 soal latihan dengan bobot 20untuk tiap
soal sehingga apabila siswa mampu menjawab seluruh soal dengan benar maka
serapan mahasiswa mencapai 100 %.
2.4. Penutup
Dasar-dasar teknologi pengolahan meliputi kegiatan pra pengolahan dan
kegiatan pengolahan utama. Kegiatan pra pengolahan meliputi penangan bahan,
pembersihan, sortasi dan grading, pengecilan ukuran, waxing, dan curing
sedangkan yang termasuk kegiatan pengolahan utama antara lain pendinginan dan

45

pembekuan (Cooling & Freezing), pengeringan (Drying), pengentalan dan


pengkristalan (Food Processing Handbook Concentrating & Crystallizing),
ekstraksi dan destilasi (Extraction & Distillation). Pemilihan jenis alat dan jenis
proses pengolahan utama dipengaruhi oleh jenisdan sifat bahan serta tujuan
pengolahan.
2.5. Daftar Pustaka
Al-Baali, A.G.A.G. danM. Farid. 2006. Sterilization of Food in Retort Pouches.
Springer, Scientific + business Media. LLC. USA.
Brennan, J. G. 2006. Food Processing Handbook. Wiley VCH Verlag GmBH.
Kitinoja, L. Dan A.A. Kader. 1995. Small Scale Postharvest Handling PracticesA Manual for Horticultural Crops. 3rd. Ed. Postharvest Horticulture Series
No. 8. Department of pomology University of CaliforniapDavies,
California.
Ladaniya,M.S. 2008. Citrus: Biology, Technology and Evaluation. 1st Ed.
Academic Press an Important of Elsevier. USA.
Winarno, F. G. 1993. Gizi, Teknologi dan Konsumen. Pustaka Garamedia. Jakarta.
Yahia, E-H. M. 1999. Postharvest Handling of Mango. Agricultural Technology
Utilization and Transfer/RONCO.Egypt.

BAB III
PENGEMASAN DAN PELABELAN
Tujuan Instruksional Khusus:

46

Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan


kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang dilakukan untuk
penanganan legum dan penerapannya untuk membuat produk olahan.
3. 1. Pendahuluan
3.1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pengemasan
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan,
dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian karena
pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah suatu
cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan/produk agar supaya
bahan/produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami
pengolahan sampai ke tangan konsumen dengan selamat. Di dalam pelaksanaan
pengemasan terjadi gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan
untuk pengangkutan dan penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi
bahan yang akan dijual dan menjual bahan yang dilindungi.
Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan
untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan
kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit
polong dan lain-lain. Manusia juga melindungi tubuh dari gangguan cuaca serta
agar tampak anggun dan menarik.
Dalam dunia modern seperti saat ini, masalah kemasan menjadi bagian
kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk
pangan termasuk di dalamnya dari bahan jagung. Sejalan dengan hal tersebut
maka pengemasan menjadi berkembang pesat dan bahkan menjadi bidang ilmu
dan kajian teknologi yang semakin diminati orang banyak.
Ruang ilngkup bidang pengemasan sangat luas,mulai dari bahan yang
sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi pengemasannya. Bahan
kemasan yang digunakan sangat bervariasi seperti kertas, plastik, gelas, logam,
fiber hingga menggunakan bahan yang dilaminasi. Bentuk kemasan juga sangat
bervariasi muai dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, box, kemasan aseptik,
kaleng bertekanan tinggi, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar yang
dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan
produk yang dikemas. Susunan konstruksi kemasan juga semakin kompleks dari
tingkat primer, sekunder,

tersier sampai konstruksi yang tidak dapat lagi

dipisahkan antara fungsinya sebagai pengemas atau sebagai unit penyimpanan

47

misalnya peti kemas yang diserta dengan pendingin berisi bahan pertanian untuk
diekspor.
3.1.2. Fungsi dan Peranan Kemasan
Fungsi utama kemasan adalah untuk menempatkan bahan atau hasil olahan
atau hasil industry sehingga memudahkan dalam penyimpanan,pengangkutan, dan
penjualan dan distribusi ke masyarakat pembeli. Adapun fungsi pengemasan
secara khusus adalah:
1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga konsumen gar
produk tidak tercecer terutama yang berbentuk cairan seperti susu jagung
dan minyak jagung maupun yang berbentuk pasta dan serbuk seperti
tepung jagung dan pati maizena.
2. Melindungi dan mengawetkan produk dari kerusakan oleh sinar ultraviolet
dari matahari, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi,
dari kotoran dan mikroba yang dapat menurunkan atau merusak mutu
produk olahan
3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai
alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang
terdapat pada kemasan.
4. Meningkatkan efisiensi, misalnya: memudahkan dalam penghitungan
(misalnya satu kemasan berisi10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya).
5. Melindungi pengaruh buruk dari luar dan pengaruh buruk dari produk
6.
7.
8.
9.

yang ada di dalamnya.


Memperluas pemakaian dan pemasaran produk
Menambah daya tarik pembeli
Sarana informasi dan iklan
Memberi kenyamanan bagi pemakai
Fungsi ke-6, 7, 8 merupakan fungsi tambahan dari kemasan, akan tetapi

dengan semakin meningkatnya persaingan dalam industri pangan, fungsi


tambahan ini justru lebih ditonjolkan sehingga penampilan kemasan harus betulbetul menarik bagi calon pembeli dengan cara membuat :
a. Cetakan yang multi warna dan meningkat sehingga menarik dan berkesan
mewah
b. Dapat mengesankan berisi produk yang bermutu dan mahal
c. Desain teknik dari wadahnya memudahkan pemakai
d. Desain teknik wadahnya selalu mengikuti teknik mutakhir sehingga
produk yang dikemasnya terkesan mengikuti perkembangan terakhir.

48

Fungsi pengemasan pada produk olahan adalah


1. Melindungi

bahan

terhadap

kontaminasi

dari

luar,

baik

dari

mikroorganisme maupun kotoran-kotoran serta gigitan serangga dan


binatang pengerat
2. Menghindarkan terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air bahan
yang dikemas. Jadi bahan yang dikemas tersebut tidak boleh berkurang
kadar airnya karena merembas ke luar atau bertambah kadar airnya karena
menyerap uap air dari atmosfir.
3. Menghindarkan terjadinya penurunan kadar lemak bahan yang dikemasnya
seperti pada pengemasan mentega digunakan pengemas yang tidak bisa
ditembus lemak.
4. Mencegah masuknya bau dan gas-gas yang tidak diinginkan

dan

mencegah keluarnya bau dan gas-gas yang diinginkan


5. Melindungi bahan yang dikemas terhadap pengaruh sinar terutama hasil
olahan jagung seperti minyak jagung.
6. Melindungi bahan dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti
gesekan, benturan dan getaran
7. Membentuk konsumen untuk dapat melihat produk yang diinginkan
terutama pengemas yang tembus pandang.
8. Merangsang atau meningkatkan daya tarik pembeli sehingga bentuk,
warna dan dekorasi pengemas perlu direncanakan dengan baik.
Pengemasan dalam industi olahan pangan mempunyai peranan penting, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Pengenal jati diri/identitas produk


Penghias produk
Piranti monitor
Media promosi
Media penyuluhan atau petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk

yang ada di dalamnya


f. Bagi pemerintah kemasan dapat digunakan sebagai usaha perlindungan
konsumen
g. Bagi konsumen kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi
tentang isi/produk dan ini diperlukan dalam mengambil keputusan untuk
membeli produk tersebut atau tidak.
Namun demikian kemasan juga mempunyai kekurangan karena dapat
disalahgunakan oleh produsen untuk menutupi kekurangan mutu atau kerusakan
produk, mempropagandakan produk secara tidak proporsional atau menyesatkan

49

sehingga menjurus kepada penipuan atau pemalsuan. Pengemasn bahan pangan


juga dapat menambah biaya produksi dan ada kalanya biaya kemasan dapat jauh
lebih tinggi dari harga isinya. Untuk produk yang dikonsumsi oleh kelompok
konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak menjadi masalah
tetapi produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat umum maka biaya
pengemasan yang tinggi perlu dihindari. Biaya pengemasan utama sekitar 10-15%
dari biaya produk dan biaya kemasan tambahan sekitar 5-15% dari biaya produk.
3.1.3. Prinsip Dasar Kemasan
Efek perlindungan pengemas terhadap bahan yang dikemas terutama
disebabkan oleh kemampuan pengemas tersebut untuk mengisolasi dan
melindungi bahan dari pengaruh luar atau pengaruh lingkungan. Efektivitas
pengemas dalam melindungi bahan dari pengaruh luar atau pengaruh lingkungan.
Efektivitas pengemas dalam melindungi bahan yang dkemas tidak hanya
tergantung dari kondisinya, tetapi juga kondisi bahan dan perlakuan yang
diberikan pada bahan. Secara ideal pengemas dapat melindungi bahan yang
dikemas dengan cara mencegah terjadinya kerusakan mekanis, kerusakan kimiawi
dan kerusakan mikrobiologis. Namun demikian tidak semua jenis pengemas dapat
mencegah ketiga tipe kerusakan tersebut dengan baik,karena masing-masing
pengemas mempunyai ambang batas kemampuan dan spesifikasi kegunaan yang
berbeda. Oleh karena itu diperlukan penilaian dan pemilihan pengemas yang
ptimal yang tepat jika ingin mendapatkan efek perlindungan yang optimal.
Pengemas dapat menahan dan menghindarkan kerusakan mekanis
terutama terjadi jika pengemas yang digunakan kuat dan tegar sehingga mampu
menahan benturan dan goncangan selama pengangkutan dan distribusi. Pada
produk yang bersifat lengket seperti dodol jagung, pengemas sangat penting
karena dapat menahan dan membatasi perubahan bentuk dan kerusakan bahan.
Pengemas yang kuat dan licin dapat mencegah penetrasi serangga dan mengisolasi
keluarnya bau bahan yang dikemas sehingga tidak mengundang

serangga

pemangsa atau perusak.


Kerusakan kimiawi dapat terjadi karena stimulasi udara, panas, air dan
cahaya. Faktor-faktor yang menstimulasi kerusakan tersebut dapat dikendalikan
dengan teknik pengemasan yang tepat dan baik. Air dan udara dapat dicegah

50

pengaruhnya secara langsung dengan pengemas yang kedap udara, sehingga


terjadi isolasi terhadap bahan yang dikemas. Dengan demikian air dan udara tidak
dapat keluar masuk pengemas, sehingga sebagian besar kegiatan enzimatis
terhenti dan kerusakan bahan dapat dihambat. Panas dapat dihambat penetrasinya,
karena pengemas dapat berfungsi sebagai isolator yang jelek. Akibatnya efek
panas dalam meningkatkan aktivitas reaksi dapat dikurangi, sehingga proses
oksidasi, autolysis dan degradasi senyawa di dalam bahan tidak banyak terjadi.
Cahaya dapat menyebabkan kerusakan sebagian bahan pangan yang sensitif
terhadap panjang gelombang sinar tampak. Oleh karena itu bahan tersebut perlu
dilindungi dengan pengemas yang tidak tembus cahaya.
Efek perlindungan dari pengemas terhadap kerusakan mikrobiologis
sangat berarti. Kontaminasi bahan pangan oleh lingkungan mudah terjadi jika
tidak terhalangi oleh pengemas. Dengan adanya pengemas maka dapat dijamin
bahwa para pekerja, pedagang dan peralatan lain tidak menyentuh bahan yang
dikemas. Kontrol udara dan air juga dapat dilakukan oleh pengemas yang baik.
Jika pengemas tersebut tertutup rapat, maka sedikitnya pengemas tersebut telah
menghambat

pertumbuhan

dan

penyebaran

mikroorganisma

aerob

non

fermentatif, sehingga kerusakan mikrobiologis dapat dihindarkan.


3.1. 4. Klasifikasi Pengemas
Klasifikasi pengemas sangat perlu diketahui karena pemilihan pengemas
yang baik tepat dapat memnuhi tujuan penggunaanya. Dengan mengetahui
klasifikasi pengemas beserta sifatnya, maka dapat diketahui jenis dan kreasi
pengemas yang tepat untuk suatu jenis bahan pangan tertentu.
Pengemas bahan pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan
kedudukannya dan berdasarkan sifat dan jenis bahan. Kemasan dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara, yaitu:
1. Klasifikasi Pengemas Menurut Fungsi/Kedudukan
Berdasarkan atas fungsinya dalam penanganan bahan pangan, pengemas
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu pengemas primer (pengemas utama) dan
pengemas non primer atau pengemas sekunder, dan kadangkala ada yang
mengelompokkan pengemas non primer menjadi 2 yaitu pengemas sekunder dan

51

tersier bahkan sampai kuartener. Pengemas primer adalah pengemas yang


langsung berhubungan atau bersentuhan dengan bahan yang dikemas, sedangkan
pengemas non primer adalah pengemas yang tidak langsung berhubungan atau
bersentuhan dengan bahan yang dikemas.
Isi dari pengemas non primer adalah bahan yang sudah dikemas oleh
pengemas primer. Apabila pengemas non primer terdiri dari pengemas sekunder
dan tersier maka pengemas sekunder adalah pengemas yang fungsi utamanya
melindungi kelompok-kelompok kemasan lain, misalnya kotak karton untuk
wadah kemasan plastik yang berisi tepung maizena. Pengemas tersier adalah dan
kuarterner adalah kemasan yang berfungsi untuk mengemas setelah kemasan
primer sekunder dan seterusnya tersier. Pengemas ini berfungsi untk melindungi
selama pengangkutan. Misalnya chip jagung yang dibungkus aluminium
kemudian dimasukkan dalam kmeasan karton dan selanjutnya kemasan sekunder
masuk dalam dos dan terakhir dimasukkan dalam peti kemas, maka produk tersent
dilindungi dalam empat kemasan.
Ilustrasi kedudukan pengemas primer dan pengemas non primer disajikan
pada gambar 24.
Kemasan Non Primer

Kemasan Primer

Produk chip jagung


Gambar 24. Ilustrasi Kedudukan Pengemas Primer dan Non Primer (pengemas
sekunder)
Apabila kemasan sekunder selanjutnya dimasukkan dalam kardus dan kardus
dikemas dalam container maka kardus menjadi kemasan tersier dan peti kemas
menjadi kemasan kuartener. Kemasan sekunder, tersier dan kuartener merupakan
pengemas non primer.

52

Pengemas non primer mempunyai ukuran relative lebih besar dibanding


pengemas primer. Ketahanan tekan dan kekuatan pengemas ini digunakan untuk
menjamin keamanan produk selama transportasi dan distribusi Oleh karena itu
harus diupayakan yang tahan benturan/tekanan, ringan,kuat dan mudah diatur.
Meskipun demikian keberadaan pengemas non primer kadang kala tidak
diperlukan.terutama jika kondisi pengemas primer telah dipandang memadai
untuk kepentingan distribusi dan transportasi.
Pengemas primer dapat menggunakan kaleng, gelas, plastik, kertas,kain
blacu, karung goni, da lapisan tipis yang dapat dimakan seperti pengemas prier
pada sosis yang bisa langsung dimakan. Sebagai pengemas non primer dapat
digunakan kotak dari besi, kayu, karton dan bamboo. Pada umumnya bentuk dari
pengemas non primer berupa peti-peti empat persegi dari berbagai ukuran dan
kapasitas sesuai dengan bahan yang dikemasnya. Pengemas non primer dari besi
meskipun kuat dan tahan kerusakan mekanis jarang digunakan karena terlalu berat
sehingga menyusahkan proses tranportasi dan distribusi. Di samping itu proses
pembuatannya membutuhkan waktu yang lama. Pada bahan pangan berupa bijibijian seperti jagung dan kacang-kacangan serta umbi-umbian cukup dikemas
dalam pengemas primer berupa karung goni atau karung blacu. Bahan pangan
yang berbentuk tepung sering dikemas dalam kain blacu. Bahan pangan yang
merupakan hasil olahan seperti cookies, mie instan dikemas dalam pengemas
primer seperti kantung plastik, kaleng, botol gelas. Produktersebut sebelum
dikemas dilakukan pengemas non primer terutama ditujukan untuk mempermudah
transportasi.
2. Klasifikasi Pengemas Berdasarkan Frekuensi Pemakaian
Penggunaan kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian diklasifikasikan
menjadi:
1. Kemasan sekali pakai (disposible), yaitu kemasan yang langsung dibuang
setelah dipakai. Contoh bungkus plastik untuk es, permen, dodol, makanan
camilan.
2. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multitrip), contoh: botol untuk
minuma, sirup, kecap, Penggunaan kemasan secara berulang berhubungan
dengan tingkat kontaminasi sehingga kebersihannya harus diperhatikan

53

3. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh


konsumen (semi disposible), tapi digunakan untuk kepentingan lain oleh
konsumen , seperti untuk kaleng biskuit.
3. Klasifikasi Pengemas Berdasarkan Sifat Kekakuan Bahan Kemasan
Penggunaan bahan untuk pengemas bahan pangan berkembang dari
sederhana hingga mencapai keragaman yang dikenal sekarang. Dalam skla kecil
masih sering digunakan bahan pengemas konvensional seperti daun pisang, daun
bambu dan sejenisnya. Perkembangan lebih lanjut pengemas konvensional
tergeser peranananya oleh bahan-bahan lain seperti logam, gelas, plastik, kertas,
kayu dan serat. Berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan maka pengemas
diklasifikasikan menjadi :
1. Pengemas fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa
adanya retak atau patah, misalnya plastik, kertas dan foil.
a. Pengemas plastik sangat beragam baik berdasarkan bahan dasarnya
maupun berdasarkan desain atau konstruksinya. Pengemas ini dapat
berbentuk lembaran tipis (film) dan kantung. Bahan-bahan pembuat
plastik

adalah

polietilen,

selulosa,

polivinilklorida,

polivinildienaklorida (PVDC) dan sebagainya. PVC (polyvinyl


chloride) adalah plastik yang paling sulit di daur ulang. Plastik ini bisa
ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), botol untuk Jus dan
air mineral.

HDPE

(High

Density

Polyethylene).
salah
untuk

satu

HDPE
bahan

plastik

digunakan

karena

merupakan
yang

aman

kemampuan

untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE


dengan makanan/minuman yang dikemasnya.HDPE memiliki sifat
bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu
tinggi, biasa dipakai untuk botol susu, tupperware, dan galon air
minum.

54

PS (Polystyrene). PS (polystyrene) biasa dipakai sebagai kantong


untuk produk-produk beku, dapat tetap lurus pada kondisi dingin.

LDPE (Low Density Polyethylene). LDPE (low density


polyethylene) biasa dipakai untuk karton untuk telur dan tempat
yoghurt yang tahan panas.

PP (Polypropylene). PP (polypropylene) adalah jenis bahan plastik


seperti untuk biskuit dan keripik, botol saus yang digunakan untuk
produk beku.

PET (Polyethylene Terephthalate). PET (polyethylene terephthalate)


merupakan jenis pengemas yang dapat dipanaskan dan botol minum
bersoda.

55

Pengemas plastik umumnya tranparan, mempunyai sifat tidak


hermetis, mudah terjadi pengembunan jika suhu turun dan beberapa
tidak tahan terhadap panas. Plastik kadang sulit dibedakan dengan
resin yang terbuat dari tanaman seperti balsam, damar, oleoresin.
Bahan plastik pada proses pembuatannya dapat dilakukan penambahan
bahan tambahan seperti pewarna, penyerap, sinar ultraviolet, antikelat,
antioksidan dan lainnya. Keunggulan pengemas plastik adalah bersifat
sangat kuat serta tahan panas, bobot ringan, inert, tidak karatan,
termoplastis dan dapat diberi warna. Kelemahanya adalah zat-zat
monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi
ke dalam bahan makanan yang dikemas. Jenis plastik ada yang multi
lapis sehingga bersifat sangat kuat serta tahan panas dan tekanan tinggi
sehingga umumnya digunakan untuk sterilisasi.
b. Pengemas dari bahan kertas mempunyai kedudukan yang kuat dalam
dunia pengemasan, karena penggunaannya yang praktis dan mudah di
daur ulang. Dalam sistem pengemasan, pengemas kertas bersama-sama
dengan pengemas plastik dapat menggantikan posisi pengemas
konvensional, sehingga banyak digunakan dalam kehidupan seharihari.

Sifat pengemas kertas sangat bervariasi sesuai dengan jenis

kertas yang digunakan dan konstruksinya. Keuntungan kertas sebagai


pengemas karena harganya murah,mudah diperoleh dan penggunaanya
luas. Sifat pengemasan kertas sangat tergantung proses pembuatan dan
perlakuan tambahan yang diberikan. Peningkatan sifat fisikokimia
kertas dengan melapisi lilin, plastik, resin, dan gum. Agar ketahanan
kertas terhadap uap air meningkat dilapisis dengan lilin. Pengemas
semacam ini biasa digunakan untuk mengemas permen, chip, dan
mentega.

56

2. Pengemas kaku, yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan
lenturan, patah bila dibengkokkan relatif lebih tebal dari kemasan
fleksibel. Misalnya pengemas botol kaca, pengemas dari bahan kayu dan
logam.
Pengemas dari bahan gelas dapat dicetak, inert (tidak bereaksi)
transparan, kuat dan dapat mengalami modifikasi. Kendala bahan dari
gelas digunakan sebagai bahan pengemas adalah bersifat rapuh,kekatan
rentang sangat tergantung pada kondisi permukaan, bobotnya berat.
Namun demikian bila dijadikan pengemas gelas dapat memiliki jenis
penutup yang baik dan dapat digunakan untuk semua jenis pengolahan.
Pengemas dari gelas terbuat dari gelas yang mengandung silikat 70-75%
dan sejumlah oksida-oksida organic.Sifat pengemas gelas yang penting
adalah tidak bereaksi, transparan, apat dicetak dan dimodifikasi dengan
mudah dalam pemberian warna dan kreasi. Kendala penggunaan pengemas
gelas adalah factor kerentaan terhadap benturan, berat, daya rentangnya
rendah, fleksibilitas terhadap perubahan suhu relatif kurang.
Bahan logam banyak digunakan sebagai pengemas primer dalam
bentuk kaleng seperti untuk kaleng biscuit. Sebenarnya bahan pembuatan
kaleng adalah plat tipis (tinplate) yang terdiri dari lapisan baja, timah
putih, campuran timah dan besi serta lapisan enamel. Selain plat tipis,
aluminium juga dapat dibuat pengemas. Keunggulan aluminium dibanding
plat tipis adalah bobotnya lebih ringan, mudah dibentuk dan lebih tidak
korosif. Kekuranganya adalah kurang tahan tekanan dan jika terlipat
membentuk patahan-patahan yang dapat menyebabkan bocor. Modifikasi
bentuk pengemas primer dari bahan logam dari plat tipis dan aluminium
adalah munculnya aluminium foil yang berupa lembaran tipisdengan
ketebalan sekitar 0,0025 inchi sampai 0,06 inchi. Penggunaan aluminium
foil ini sekarang sudah meluas karena fleksibilitas dan kemudahannya
dalam pemakaian.
Bahan pengemas dari kayu dan serat masih dipandang sebagai
pengemas yang tangguh dan digunakan sebagai pengemas non primer.
Tetapi dengan kemajuan teknologi serat kayu, pengemas ini dapat
dijadikan pengemas primer jika diberi lapisan plastik atau bahan yang

57

inert. Keuntungan utama penggunaan kayu adalah mudah dibentuk, kuat,


teknologinya relatif murah dan bahan kayu tersedia dalam jumlah besar.
Beberapa kelemahan yang umum didapat adalah tidak hermetic, tembus
air, (kecuali yang sudah dilapis) dan system sambungan kurang baik
sehingga sering bocor bila digunakan untuk mengemas bahan yang berupa
cairan. Dengan demikian kayu dan serat baik digunakan untuk mengemas
bahan yang berupa cairan.
3. Pengemas semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan pengemas yang memiliki
sifat-sifat antara pengemas fleksibel dan pengemas kaku. Contoh
pengemas semi kaku antara lain, kecap, susu, saus dan wadah bahan yang
berbentuk pasta.
4. Klasifikasi

Pengemas

Berdasarkan

Sifat

Perlindungan

Terhadap

Lingkungan
Berdasarkan sifat perlindungan Terhadap Lingkungan maka pengemas
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
a. Pengemas hermetic (tahan uap dan gas) yaitu pengemas yang secara
sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama
masih hermetis wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan
debu.

Misalnya kaleng, botol gelas yang ditutup secara hermetic.

Pengemas hermetic dapat juga memberikan memberikan bau dari wadah


itu sendiri, misalnya kaleng yang tidak berenamel.
b. Pengemas tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan
misalnya kemasan logam, kertas dan foil. Pengemas ini cocok untuk
bahan pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta
makanan hasil fermentasi, karena cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia
dan aktivitas enzim.
c. Pengemas yang tahan suhu tinggi, yaitu pengemas untuk bahan yang
memerlukan proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya
pengemas ini terbuat dari logam dan gelas.
5. Klasifikasi Pengemas Berdasarkan Tingkat Kesiapan Pakai (Perakitan).

58

Pengemas adakalanya disediakan secara temporer dan menyesuaikan


bahan yang dikemas tetapi adapula yang sudah dibuat terlebih dahulu.
Berdasarkan tingkat kesiapan pakai, pengemas diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Pengemas siap pakai yaitu bahan pengemas yang siap untuk diisi dengan
bentuk yang telah sempurna. Contoh: botol, wadah kaleng da sebagainya.
b. Pengemas siap dirakit/wadah lipatan yaitu kemasan yang masih
memerlukan tahap petakitan sebelum diisi/ Misalnya kaleng dalam bentuk
lembaran (flat) dan silinder fleksibel, pengemas yang terbuat dari kertas,
foil atau plastik. Keuntungan penggunaan pengemas siap dirakit ini adalah
penghematan ruang dan kebebasan dalam menentukan ukuran.
3.1.5. Jenis-jenis Kemasan untuk Bahan Pangan
Berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis pengemas bahan
pangan atau olahan pangan yang tersedia saat ini adalah pengemas kertas, gelas,
kaleng/logam, plastik, dan pengemas komposit atau pengemas yang merupakan
gabungan antara kertas dan plastik atau kertas dan logam. Masing-masing jenis
bahan pengemas ini mempunyaikarakteristik tersendiri, dan ini menjadi dasar
untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk pangan.Karakteristik
dari berbagai jenis bahan pengemas adalah sebgai berikut:
1. Pengemas kertas:
- Tidak mudah robek
- Tidak dapat untuk produk cair
- Tidak dapat dipanaskan
- Fleksibel
2. Kemasan gelas
- Berat
- Mudah pecah
- Mahal
- Non biodegradable
- Dapat dipanaskan
- Transparan/translusid
- Bentuk tetap (rigid)
- Proses massal (padat/cair)
- Dapat di daur ulang
3. Kemasan logam
- Bentuk tetap
- Ringan
- Dapat dipanaskan
- Proses massal (bahan padat atau cair)/secara serentak
- Tidak transparan

59

Dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas


Tdak dapat diuraikan oleh mikroorganisme

4. Kemasan plastik:
- Bentuk fleksibel
- Transparan
- Mudah pecah
- Tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
- Ada yang tahan panas
- Monomernya dapat mengkontaminasi produk
5. Komposit (kertas/plastik)
- Lebih kuat
- Tidak transparan
- Proses massal
- Pengisian aseptis
- Khusus cairan
- Tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
Selain jenis-jenis kemasan di atas saat ini juga dikenal pengemas dan
pengemas

biodegradable

(dapat

diuraikan

oleh

mikroorganisme/ramah

lingkungan). Pengemas edible adalah pengemas yang dapat dimakan karena


terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan seperti pati, protein atau lemak,
sedangkan pengemas biodegradable adalah penegmas yang jika dibuang dapat di
degradasi/dipecah melalui proses fotokimia atau dengan menggunakan mikroba
penghancur.
Saat ini penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai
persoalan lingkungan, yaitu tidak dapat di daur ulang dan tidak dapat diuraikan
secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi penumpukan sampah
plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan.
Kelemahan lain adalah bahan utama pembuat plastik yang berasal dari minyak
bumi yang keberadaanya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui.
Seiring

dengan

kesadaran

manusia

akan

persoalan

ini,

maka

perkembangan kemasan mengarah pada bahan-bahan yang berasal dari alam


sehingga dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh. Pengemas lebih
diarahkan yang mempunyai bentuk fleksibel namun kuat, transparan, tidak
berbau, tidak mengkontaminasi bahan-bahan yang terbarukan. Bahan-bahan
tersebut bisnya diperoleh dari bahan-bahn pertanian yaitu sebagi sumber
karbohidrat, lemak dan protein sehingga dianggap lebih praktis.

60

III.2. Interaksi Bahan Pangan dengan Kemasan


III.2.1. Penyimpangan Mutu
Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan
mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidaklayak dikonsumsi manusia.
Bahan pangan yang rusak mengalami perubahan cita rasa, penurjnana nilai gizi
atau tidak aman lagi untuk dimakan karena mengganggu kesehatan. Pada kondisi
ini maka makanan sudah kadaluarsa atau melewati masa simpan. Penyusutan
kuantitatif mengakibatkan kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, dan ini
disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau karena gangguan biologi
(proses fisiologi, serangan serangga dan tikus). Susut kuantitatif dan susut
kualitatif ini penting dalam pengemasan, dan susut kualitatif ini penting dalam
pengemasan, dan susut kualitatif lebih penting dari susut kuantitatif. Pengemasan
dapat mempengaruhi mutu pangan antara lian melalui:
1. Perubahan fisik dan kimia karena zat-zat kimia karena migrasi dari
bahan kemas (monomer plastik, timah putih dan korosi)
2. Perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh
perpindahan uap air dan oksigen).
III.2.2.Perubahan yang Terjadi Pada Bahan Pangan
Bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan

selama

penyimpanan selama penyimpanan, dan perubahan ini dapat terjadi baik pada
bahan pangan segar maupun pada bahan pangan yang sudah mengalami
pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia,
kimia atau migrasi unsusr-unsur ke dalam bahan pangan.
1. Perubahan biokimiawi
Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian
seperti jagung, sayuran, buah-buahan, daging dan susu akan mengalami
perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini dipanen atau dipisahkan dari
induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air yang cukup
tinggi sehingga memungkinkan adanya aktivitas enzim dan menyebabkan
terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi bahan. Contoh
perubahan biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah pencoklatan
pada buah yang memar atau terkupas kulitnya, atau daging segar yang
berubah warna menjadi hijau dan berbau busuk.
2. Perubahan Kimiawi dan Migrasi Unsur-unsur

61

Perubahan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan yang


disebabkan oleh penggunaan antioksidan, fungisida, plastisizer, bahan
pewarna dan pestisida yang dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan.
Pengemasan dapat mencegah terjadinya migrasi bahan-bahan ini ke dalam
bahan pangan.
a. Keracunan Logam
Logam-logam seperti timah besi, timbale dan aluminium dalam
jumlah yang besar akan bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Batas maksimum kandungan logam dalam bahan pangan
menurut FAO/WHO adalah 250 ppm untuk timah dan besi dan 1 ppm
untuk timbale. Logam-logam lain yang mungkin mencemari bahan
pangan adalah air raksa (Hg), cadmium (Cd), arsen (Ar), antimony
(At), tembaga (Cu) dan Seng (Zn) yang dapat berasal dari pengemas
dan mesin pengolahan atau campuran bahan pengemasan.
Pengemas dan mesin pengolahan yang telah mengalami korosi
dapat menyebabkan pencemaran logam ke dalam bahan pangan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosi adalah asam
organik, nitrat, agensia pengoksidasi, pwyimpanan, suhu kelembaban
dan ada tidaknya bahan pelapis (enamel). Keracunan yang diakibatkan
logam-logamini dapat berupa keracunan ringan atau berat seperti
mual-mual, muntah, pusing dan keluarnya keringat dingin yang
berlebihan.
b. Migrasi Plastik ke dalam Bahan Pangan
Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik
plastisizer, stabilizer dan antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan
pangan yang dikemas dengan kemasan plastik dan mengakibatkan
keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan
manusia

adalah

vinil

klorida,

akrilinitril,

metacrylonitril,

vinilideriklorida dan styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril


berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat
bereaksi dengan komponen DNA yaitu guanine dan sitosin (vinil
sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida dan
styrene merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi

62

metabolit ini hanya beraksi dengan DNA jika adenein tidak


berpasangan dengan sitosin.
Vinil asetat dapat menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati
pada hewan. Vinil klorida dan vinil sianida bersifat mutagenic terhadap
mikroba Salmonella typhimurium. Akrilonitril dapat membuat cacat
lahir pada tikus-tikus yang memakannya. Monomer akrilat, stirena dan
metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil
klorida (PVC), kresol, melamin dapat menyebabkan iritasi pada
saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung.
Plastisizer seperti ester posporik, glikolik dan ester adipatik
dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil ptalat) pada PVC
termigrasi cukup banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak zaitun,
minyak jagung,minyak kedele pada suhu 30C selama 60 hari kontak.
Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil
ptalat, dioksil adipat, dimetil heptil adipat esyer dari asam sitrat, oleat
dan sitrat. Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam
kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan antioksidan jarang
karena bersifat karsinogenik.
Selain monomer plastik, timah putih (Sn) juga dapat bermigrasi
pada makanan kaleng dengan batas maksimum 250 mg/kg. Sn
merupakan mineral yang secara alami terdapat pada bahan pangan
yaitu sebesar 1 mg/kg dan dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah
kecil. Dosis racun dari Sn adalah 57 mg/kg berat badan. Sn dapat
mengkontaminasi bahan pangan melalui pengemas dan peralatan
pengolahan.
III.2.3.Kerusakan Mikrobiologis
Bahan pengemas seperti logam, gelas dan plastik merupakan penghalang
yang baik untuk masuknya mikrorganisma ke dalam bahan yang dikemas, tetapi
penutup kemasan merupakan sumber utama dari kontaminasi. Pengemas yang
yang dilipat atau dijepret atau hanya dilapisi ganda merupakan penutup pengemas
yang tidak baik. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan
adalah:

63

Kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada pengemas

yang ditutup secara hermetis.


Penutupan (proses sealer)
Panas yang dikontaminasi dalam proses sealer pada film plastik
tidak cukup karena sealer yang terkontaminasi oleh produk atau

pengaturan suhu yang tidak baik.


Kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan

Kemasan bahan pangan sangat mempengaruhi serilitas atau keawetan dari


bahan pangan yang sudah disterilisasi, diiradiasi atau dipanaskan. Permeabilitas
kemasan terhadap gas akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme,
terutama terhadap mikroorganisme yang anaerob pathogen. Untuk melidungi
bahan yang dikemas terhadap kontaminasi mikroorganisme, maka perlu dipilih
jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari serangan mikroorganisme.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis kemasan yang
baik untuk mencegah kontaminasi mikroorganisma adalah:
a. Sifat perlindungannnya terhadap produk dari masukknya mikroorganisme
dari luar kemasan ke dalam produk
b. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisma di ruangan antara
produk dengan tutup (head space)
c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas.
III.2.4.Kerusakan Mekanis
Faktor- factor mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian
segar dan bahan pangan olahan:
a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena
jatuh atau oleh adanya gesekan
b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan
pangan atau kemasan selama dalam perjalanan atau distribusi. Untuk
menanggulanginya dapat digunakan bahan anti getaran.
Jenis perlindungan yang dapat diberikan keoada bahan pangan atau
kemasan bahan pangan untuk mencegah kerusakan mekanis tergantung dari
model dan jumlah tumpukan barang atau kemasan, jenis transportasi (darat, laut
atau udara) dan jenis barang. Kemampuan kemasan untuk melindungi bahan yang
dikemasnya dari kerusakan mekanis tergantung pada kemampuannya terhadap

64

kerusakan akibat tumpukan di gudang atau pada saat tranportasi, gesekan dengan
alat selama penanganan tau getaran selama transportasi.
Beberapa bahan olahan pangan misalnya mie instan, chip, cookies
merupakan produk yang sangat mudah rusak dan memerlukan tingkat
perlindungan yang lebih tinggi untuk mencegah gesekan antara bahan, seperti
penggunaankertas tissue, lembaran plastik, kertas yang dibentuk sebagai
pengemas individu (misalnya karton untuk telur, pengemas sekunder botol selai).
Bahan pangan atau olahan pangan lain dilindungi dengan cara mengemasnya
dengan pengemas yang kaku dan pergerakannya dibatasi dengan pengemas plastik
atau stech/shrink film yang dapat mengemas produk dengan ketat.
III.2.5.Kadar Air dan Gas
Kehilangan air atau peningkatan kadar air merupakan factor yang penting
dalam penentuan masa simpan dari produk pangan. Kemasan memberikan kondisi
mikroklimat bagi bahan yang dikemasnya, dan kondisi ini ditentukan oleh tekanan
uap air dari bahan pangan pada suhu penyimpanan dan permeabilitas pengemas.
Pengendalian kadar air pada kemasan dan bahan pangan dapat mencegah
kerusakan oleh mikroorganisme dan enzim, menurunnya nilai penampilan
(tekstur) bahan, kondensasi di dalam kemasan yang mengakibatkan pertumbuhan
mikroba atau mencegah freezer burn pada bahan pangan yang dibekukan.
Bahan pangan yang mempunyai keseimbangan kelembababan relative
yang rendah seperti makanan kering seperti cookies dan chip membtuuhkan
kemasan dengan permeabilitas terhadap air yang rendah agar tidak kehilangan
kerenyahannya. Penyimpanan bahan pangan seperti putih telur dan tepung serta
pati jagung di bawah suhu monolayer dapat menyebabkan terjadinya:
- Kenaikan peroksida akibat dekomposisi ikatan hidroperoksida
- Hilangnya warna merah muda (pink) akibat rusaknya pigmen
- Berkurangnya air yang tersedia untuk membentuk hidrasi trace metal pada
reaksi katalisa aktif
Kelembaban relative yang aman untuk menyimpan bahan pangan dalam
pengemas adalah pada RH 20-25%, karena pada kondisi ini bahan pangan atau
olahan pangan terbebas dari pencoklatan enzimatis. Pada kondisi kelembaban
relative diatas 60% bahan pangan yang mengadung lemak yang cukup tinggi

65

dapat mengalami ketengikan akibat hidrolisa lemak menjadi asam lemak bebas
yang dikatalisis oleh enzim lipase. Penyimpanan produk pada kelembaban relative
di atas 70% akan menyebabkan terjadinya kerusakan karena tersedianya air bebas
yang dapat digunakan untuk berbagai reaksi kimia seperti reaksi pencoklatan
enzimatis, kerusakan oleh mikroorganisme seta kerusakan tekstur dan sifat-sifat
reologi produk.
Bahan pangan yang mengandung lemak sensitive terhadap terhadap
oksigen memerlukan kemasan yang permeabiltasnya terhadap oksigen rendah.
Bahan pangan segar dengan tingkat respirasi dan kelembaban relatif yang tinggi
membutuhkan

derajat

permeabilitas

yang

tinggi

untuk

memungkinkan

perpindahan oksigen dan karbondioksida ke lingkungan atmosfir di sekitarnya


tanpa harus kehilangan kadar air yang menyebabkan kehilangan berat dan
penyusutan/pengeriputan bahan.
Pengemas harus bersifat tidak mampu melepaskan aroma yang diinginkan
dari bahan pangan atau olahan pangan, misalnya aroma harum dari cookies tetapi
pengemas juga harus mampu untuk mencegah masuknya bau yang tidak
diinginkan. Pengemas harus mampu mencegah masuknya warna dari plastisizer,
tinta pencetak pengemas, perekat atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan
pengemas.
Bau yang timbul dari kemasna plastik timbul dari:
1. Pembentukan gugus karbonil apabila plastik polietilen dipanaskan pada
suhu tinggi
2. Zat antioksidan yang dapat mengadakan interaksi dan membentuk produk
yang berbau
3. Pecahan-pecahan molekul kemasan
Oksigen dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang tidak
diinginkan bagi produkproduk yang peka terhadap oksigen seperti vitamin A dan
C. Pencegahan reaksi oksidasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengaturan kadar oksigen
Konsentrasi oksigen oksigen pada ruang penyimpanan atau di dalam
kemasan untuk produk-produk yang peka terhadap oksigen adalah 35%.Konsentrasi oksigen di bawah 2 % menyebabkan terjadinya
respirasi an aerob yang dapat mengakibatkan kebusukan pada bahan.
b. Pengaturan kadar karbondioksida

66

Konsentrasi karbondioksida untuk penyimpanan komoditi pertanian


adalah 5-10%
c. Pengemasan dalam pengemas kedap udara
Pengemas kedap udara (vakum) digunakan untuk mengemas keju dan
makanan biskuit bayi.
Penyimpanan dengan cara pengaturan komposisi udara tau penegaturan
konsentrasi oksigen dan karbondioksida dikenal dengan penyimpanan dengan
pengendalian atmosfir, yaitu Controlled Atmosphere Strorage (CAS), Modified
Atmosphere Storage (MAS) dan Hypobaric Storage. CAS merupakan metode
penyimpanan

dengan

cara

mengendalikan

konsentrasi

oksigen

dan

karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan konsnetrasi yang diinginkan.


Modified atmosphere stirage merupakan penyimpanan dimana perubahan
komposisi udara disebabkan oleh aktivitas respirasi dari produk yang
dikemas.Hypobaric Storage adalah penyimpanan dengan tekanan rendah sehingga
terjadi

penurunan

konsentrasi

oksigen

dan

peningkatan

konsentrasi

karbondioksida.
3.2.6. Perubahan Suhu
Pengaruh tahanan (insulasi) dari pengemas ditentukan oleh konduktivitas
panas dan reflektivitas kemasan. Bahan kemasan dengankonduktivitas panas yang
rendah misalnya kotak karton,polystyrene atau poliuretan akan mengurangi
pindah panas konduksi, dan bahan kemasan yang reflektif seperti aluminum foil
akan merefleksikan panas. Pengendalian suhu penyimpanan merupakan hal yang
penting untuk dapat menjaga bahan pangan dari perubahan suhu. Pengendalian
suhu penyimapanan merupakan hal penting untuk dapat menjaga baha pangan
dari perubahan suhu. Jika kemasan dipanaskan misalnya sterilisasi dalam kemasan
atau makanan siap saji yang dipanaskan di dalam microwave, maka kemasan yang
digunakan harus tahan terhadap suhu tinggi.
3.2.7. Pengaruh Cahaya
Transmisi cahaya ke dalam kemasan dibutuhkan agar kita dapat melihat isi
di dalam pengemas tersebut. Tetapi untuk produk-produk yang sensitive terhadap
cahaya atau kerusakan riboflavin dan pigmen alami, maka harus digunakan
pengemas yang berwarna gelap sehingga tidak dapat dilalui cahaya.

67

Jumlah cahaya yang dapat diserap atau ditransmisikan tergantung pada


bahan kemasan, panjang gelombang dan lamanya terpapar oleh cahaya. Beberapa
bahan kemasan seperti polietilen densitas rendah (LDPE) menstransmisikan
cahaya tampak (visible) dan ultraviolet, sedangkan kemasan polivinil klorida
(PVC) menstransmisiskan cahaya tampak tapi cahaya iltaviolet akan diabsorbsi.
Perubahan yang terjadi akibat cahaya antara lain
1. Pemudaran warna, seperti pada daging dan saus toat
2. Ketengikan pada mentega (terutama jika terdapat katalis Cu)
3. Pencoklatan pada anggusr dan jus buah-buahan
4. Perubahan bau dan menurunnya kandungan vitamin A, D, E, K, dan C
serta penyimapangan aroma bir.
3.3. Pengemas Kertas
Pengemas kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum
ditemukan plastik dan aluminium foil. Saat ini pengemas kertas masih banyak
digunakan dan mampu bersaing dengan pengemas lain seperti plastik dan logam
karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya yang luas.
Selain sebagai pengemas, kertas juga berfungsi sebagai median komunikator dan
media cetak. Kelemahan kertas pengemas yaitu apabila pengemas tersebut untuk
mengemas bahan pangan menunjukkan sifat yang sensitive terhadap air dan
mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan.
Sifat-sifat pengemas kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan
perlakuan tambahan pada proses pembuatannya. Pengemas kertas berupa kemasan
fleksibel atau kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai
kemasan fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak. Glassin dan kertas lilin
(waxed paper) atau kertas yang dibuat dari modifikasi kertas-kertas ini. Wadahwadah kertas yang kaku terdapat dalam bentuk karton, kotak, kaleng fiber, drum
cawan-cawan.
3.3.1. Sejarah dan Pembuatan Kertas
Kertas merupakan kemasan fleksibel pertama sekali ditemukan di Cina
pada tahun 100 SM. Pada saat orang membuat kertas sangat lambat satu kali
proses hanya dapat satu lembar kertas. Kemudian dengan perkembangan
teknologi di Perancis Nicholas-Louis Robert mengembangkan produksi kertas
yang diproses secara terus menerus (kontinyu).

68

Pada abad ke-19, kertas telah menggantikan wadah dari tanah liat, gelas
dan kaleng. Pada tahaun 1840 ditemukan cara pembuatan kotak kertas yang
memerlukan banyak lem, dan penggunaannya terbatas untuk barng-barang
mewah. Pada sat itu dalam suatu proses pembuatan kotak kertas salah sorang
pekerja keliru membuat proses pencetakan kertas untuk membuat kantung untuk
biji-bijian membuat teknik pembuatan kardus menjadi berkembang. Pada tahun
1856 diciptakan karton bergelombang (Corrugated board) di Inggris.
Kertas dibuat dari merang padi yang dihancurkan, dipucatkan, dibentuk
menjadi lapisan dan dikeringkan. Jenis kayu yang digunakan sebagai suber
merang atau selulosa dan lembaran akhir keras yang diinginkan sangat
menentukan cara pembuatan kertas.
3.3.2.

Jenis Kertas
Ada dua jenis kertas utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas

lunak. Kertas yang digunakan sebagai pengemas adalah jenis kertas kasar,
sedangkan kertas halus digunakan untuk kertas tulis yaitu untuk buku dan kertas
sampul. Kertas pengemas yang paling kuat adalah kertas kraft dengan warna
alami, yang dibuay dari kayu dengan proses sulfat.
1. Kertas glasin dan kertas tahan minyak (grease proof)
Kertas glasing dan kertas tahan minak dibuat dengan cara
memperpanjang waktu pengadukan pulp sebelum dimasukkan ke mesin
pembuat kertas kemudian ditambahkan plastisizer supaya kertas lentur dan
lembut dan dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang lengket.
Bahan pemuatan kertas ini juga dapat ditambahkan bahan yang embuat tengik
dan tidak mudah tumbuh tumbuh jamur yaitu penambahan antioksidan.
Kedua jenis kertas ini mempunyai permukaan seperti gelas dan
transparan, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap lemak,olidan minyak,
tidak tahan terhadap air walaupun permukaan dilapisi dengan bahan tahan alir
seperti lilin dan lak.
2. Kertas perkamen
Kertas perkamen digunakan untuk mengemas bahan pangan seperti
mentega, margarine, biscuit yang berkadar lemak tinggi, keju, ikan (basah,

69

kering atau digoreng), daging (segar, kering, di asap atau dimasak), hasil
ternak lain, teh dan kopi. Sifat-sifat kertas perkamen adalah:
a. Mmepunyai ketahanan terhadap lemak yang baik
b. Mempunyai kekuatan basah (wet strength) yang baik walaupun dalam air
mendidih
c. Permukaannya bebas serat
d. Transparan dan transluid, sehingga sering disebut kertas glassin
e. Tidak mmepunyai daya hambat yang baik terhadap gas, kecuali jika
dilapisis dengan bahan tertentu.
3. Kertas Lilin
Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi dengan lilin yang bahan dasarnya
adalah lilin paraffin dengantitik cair 46-74C dan mampu dicampur polietilen
(titik cair 100-124 C) tau petrolatum (titik cair 40-52 C). Kertas ini dapat
menghambat air, tahan terhadap minyak/oli dan daya rekat panasnya baik. Kertas
lilin digunakan untuk mengemas bahan pangan, sabun, tembakau dan lain-lain.
4. Daluang (Container board)
Kertas daluang banyak digunakan dalam pembuatan kartun beralur. Ada
dua jenis kertas daluang, yaitu
a. Line board disebut juga kertas kraft yang dibuat dari kayu cemara
(kayu lunak)
b. Corrugated medium yang berasal dari kayu keras dengan proses sulfat
5. Chipboard
Chipboard dibuat dari kertas koran bekas dan sisa-sisa kertas. Jika kertas
ini dijadikan kertas kelas ringan, maka disebut juga bogus yaitu kertas yang
digunakan sebagi pelindung atau bantalan pada barang pecah belah. Kertas
chipboard dapat juga digunakan sebagai pembungkus dengan daya rentang yang
rendah. Jika akan dijadikan karton lipat maka harus diberi tambahan bahan yang
menguatakan.
6. Tyvek
Kertas Tyvek adalah kertas yang terikat dengan HDPE (High density
polietilen). Dibuat pertama ali oleh Du Pont dengan nama dagang Tyvek. Kertas
Tyvek mempunyai permukaan yang licin dengan derajat keputihan yang baik dan
kuat, dan sering digunakan untuk kertas foto. Kertas ini bersifat:
a. No grain yaitu tidak menyusut atau mengembang bila terjadi
perubahan kelembaban
b. Tahan terhadap kotoran,bahan kimia
c. Bebas dari kontaminasi kapang
d. Mempunyai
Kemmapuan untuk
dalamkemasan

70

menghambat

bakteri

ke

7. Kertas Soluble
Kertas soluble adalah kertas yang dapat larut dalam air. Kertas ini
diperkenalkan pertama kali oleh Gilbreth Company dengan nama dagang
Dissolvo. Digunakan untuk tulisan dan oleh FDA (Food Drug Administration)
tidak boleh digunakan untukpangan. Sifat-sifat kertas soluble kuat, tidak
terpengaruh kelembabaan tetapi cepat larut dlam air.
8. Kertas plastik
Kertas plastik dibuat karena keterbatasan sumber merang/selulosa. Kertas
ini disebut juga kertas sintettis yang terbuat dari lembaran stirena, mempunyai
sifat-sifat sebgaai berikut:
a. Daya sobek dan ketahanan lipat yang baik
b. Daya kekakuan lebih kecil daripada kertas selulosa, sehingga
menimbulkan masalah dalam pencetakan label
c. Tidak mengalami perubahan bila terjadi perubahan kelembaban (RH)
d. Tahan terhadap lemak, air dan tidak dapat ditumbuhi kapang
e. Dapat dicetak dengan suhu pencet akan yang tidak terlalu tinggi,
karena polistirena akan lunak pada suhu 80C
3.4. Amplop dan Kantung
Amplop sering digunakan sebagai pembungkus kertas, sedangkan kantung
kertas merupakan pengemas tertua tetapi masih popular hingga sekarang. Kantung
kertas dapat dibuat secara sederhana oleh industry rumah tangga, tetapi dapat juga
dengan menggunakan mesin di pabrik-pabrik. Bahan bakunya dapat berasal dari
kertas bekas, akan tetapi penggunaan kertas bekas ini untuk mengemas bahan
pangan dapat menimbulkan masalah, seperti masalah kebersihan atau terjadinya
migrasi senyawa-senyawa kimia dari pengemasan ke bahan pangan misalnya
tinta, pigmen, bahan pengawet, bahan pengisi dan lain-lain.
3.5. Kertas Lipat dan Kardus
Karton lipat dan kardus merupakan jenis kertas yang popular karena
praktis dan murah. Dalam perdagangan di sebut juga folding carton (FC) dan
digunakan untuk mengemas bahan hasil pertanian atau jenis-jenis barang lainnya.
Bahan yang banyak digunakan untuk karton lipat adalah cylinder board yang
teridir dari beberapa lapisan, dan bagian tengahnya terbuat dar kertaskertas daur

71

ulang sedangkan kedua sisi lainnya berupa kertas Koran murni dan bahan murni
yang dipucatkan. Untuk memperbaiki sifat-sifat karton lipat dapat diperbaiki
dengan dilapisi dengan selulosa asetat dan polivinil klorida (PVC) yang
diplastisasi. Kasein yang dicampurkan pada permukaan kertas akan memberikan
permukaan cetak yang lebih luas dan putih.Keuntungan kertas dari karton lipat
adalah dapat digunakan untuk transportasi dan dapat dihias dengan bentuk yang
menarik pada transportasi barang-barang mewah. Tetapi kelemahannya adalah
kecenderungan untuk sobek di bagian tertentu.
Model dasar yang paling umum dari karton lipat terdiri dari:
1. Lipatan terbaik (reverse tuck)
a.
b.
c.
d.
e.

Dasar menutup diri (auto-lock bottom)


Modelpesawat terbang (airplane style)
Model lipatan lurus
Model perekat ujung (seal end)
Model perkakas dasar (hardaware bottom)

Kemudian model dasar ini dikembangkan menjadi model-model lain yang


lebih berguna
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Model mailing locks


Perekatan ujung dengan telinga van Buren
Model Cracker
Perekatan ujung yang dapat menutup
Breakway fliptop
Model kemasan es krim

Gambar 25. Model kotak karton dasar dan pengembangannya

72

3.5.1. Karton tipis (Folding box/Cardboard box)


Penggunaan karton tipis untuk kemasan mendapat tambahan bahan-bahan
tertentu dan kualitas karton tipis yang dihasilkan tergantung jenis bahan tambahan
tersebut. Misalnya untuk bahan pangan yang harus selalu segar dismpan dalam
almari es, maka digunakan karton tipis yang dilapisi plastik (PE coated) atau
dilapisi lilin (wax coated). Jenis ini digunakan untuk pengemasan es krim. Dan
kadang-kadang digunakan sebagai kotak display.
3.5.2. Karton Kerdut (Corrugated fibreboard)
Corrugated fibreboard disebut juga karton bergelombang atau karton beralur
terdiri dari 2 macam corrugated sheet yaitu:
1. Kertas kraft (kraft liner) untuk lapisan luar
2. Kertas Medium untuk bagian tengah yang bergelombang
Ukuran berat (grammage) dari kertas kraft dan kertas medium adalah sebagai
berikut:
Kertas kraft
Kertas Medium
125 gram/m2
112 gram/m2
150 gram/m2
115 gram/m2
200 gram/m2
125 gram/m2
300 gram/m2
150 gram/m2
Corrugated sheet ada bebrapa macam yaitu:
1. Single wall : satu lapis dengan ketebalan 3 mm (B/flute) dan 4 mm
(C/flute)
2. Double wall : 2 lapis dengan ketebalan 7 mm (CB/flute)
3. Triple wall : 3 lapis dan lain-lain
DiIndonesia jenis yang biasa digunakan adalah single wall dan double wall.
Penggunaan corrugated box ditentukan oleh berat badan, sifat bahan fragile atau
tidak,mengggunakan inner karton atau tidak dan lain-lain. Bahan baku untuk
pembuatan karton bergelombang adalah kertas craft, bod=gus atau karton dari
merang.
Berdasarkan dimensi alur dan bagian karton yang datar, sera jumlah alur
untuk satuan pangajang tertentu maka terdapat beberapa jenis karton yang
dalamperdagangan disebut flute. Setiap flute mempunyai ketathanan terhadap
getaran, tekanan, kerapuhan, tumpukan dan daya jatuh yang berbeda-beda. Arah

73

peletakan alur dapat horizontal atau vertical, sehingga dikenal flute A horizontal
atau flutte A vertical. Flutte B horizontal atau flute B vertical dan seterusnya. Jenis
karton yang umum bergelombang yang umum adalah RSC (Regular Slotted
Container) tau wadah celah beralur yang disajukan pada gambar di bawah ini:

Keterangan A = Wadah celah teratur (RSC)


B = Wadah celah terpusat (CSSC)
C = Wadah celah tumpang tindih (FOL)
D = Bliss Box No. 4
E = Pembungkus buku
F = Kotak laci tiga
Gambar 26. Jenis Karton Bergelombang
3.6. Kemasan Plastik

74

Kemasan plastik saat ini mendominasi industri makanan di Indonesia,


menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas. Halini disebabkan kelebihan
plastik yaitu ringan, fleksibel, multi guna, kuat, tidak bereaksi, tidak karatan dan
bersifat termoplastis (heat seal), dapat diberi warna dan harganya murah.
Kelamahan dari plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil dari plastik
yang mungkin bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas. Plastik sering
dibedakan dengan resin, karena antara plastik dan resin tidak jelas perbedaanya.
Secara alami resin dapat berasal dari tanaman seperti balsam, damar, terpentin,
oleoresin dan lainnya tetapi kini resin sintetis dapat diproduksi misalnya selofan,
akrilik. Seluloid, formika, nilon, fenol formaldehid dan sebagainya
3.6.1. Sejarah Perkembangan Pengemas Plastik
Penemuan dan pembuatan platik, pertama kali dilaporkan oleh Dr.
Montgomerie pada tahun 1843 yaitu oenduduk Malaya dengan cara memenaskan
getah karet kemudian di bentuk dengan tangan dan dijadikan sebagai gagang
pisau. Pada tahun 1845 J. Peluoze berhasil memproduksi secara sintetis selulosa
nitrat. Cetakan bahan plastik yang pertama dipatenkan oleh J.L. Baldwin pada
tanggal 11 Februari 1862 yang disebut dengan molds for making daguerreotype
cases. Cetakan ini kemudian digunakan secara luas untuk memebentuk bahanbahan plastik yang terdiri dari campuran getah karet dengan berbagai bahan
pengisis, humektan dan pemplastik
Penemuan selulosa nitrat atau seluloid pertama kali dilakukan oleh
Dr.John Wesley Hyatt dari New York yaitu untuk menggantikan bola bilyard yang
sebelumnya terbuat dari gading. Seluloid digunakan untuk mainan anak-anak,
pakaian, cat dan vernis, serta film untuk foto. Pada tahun 1920. Dr. Leo Hendrik
Baeklend dari Belgia menemukan reaksi antara fenol dan formaldehid yang
menghasilkan baklite, dan penemuan ini dianggap sebagai awal industry plastik.
Berbagai jenis bahan pengemas plastik baru kemudian bermunculan sesudah
perang dunia kedua usai.
Dr. John Wesley Hyatt dari New York yaitu untuk menggantikan bola
bilyard yang sebelumnya terbuat dari gading. Seluloid digunakan untuk mainan
anak-anak, pakaian, cat dan vernis, serta film untuk foto. Pada tahun 1920. Dr Leo
Hendrik Baeklend dari Belgia menemukan reaksi antara fenol dan formaldehid
yang menghasilkan baklite, dan penemuan ini dianggap sebagai awal industry

75

palstik. Berbagai jenis bahan pengemas plastik baru kemudian bermunculan


sesudah perang dunia kedua usai.
Penemuan jenis-jenis plastik diantaranya adalah:
- Polystirene (mudah rusak) tahun 1830
- Vinil chlorida tahun 1835
- Polyvinil chloride tahun 1872
- Karet sintetis (Metil butadiene) tahun 1915
- Neoprena tahun 1933
- Polyethylena tahun 1933
-

Butadiena-styrena tahun 1933

3.6.2. Komposisi Plastik


Bahan pembuat plastik pada mulanya adalah minyak dan gas sebagai
sumber alami tetapi di dalam perkembangannya bahan-bahan ini digantikan
sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara
kopolimerisasi, laminasi dan ekstrusi.
Komponen utama [plastik sebelum membentuk polimer adalah mnomer
yang merupakan bagian atau rantai paling pendek. Misalnya plastik polivinil
klorida mempunyai monomer vinil klorida. Disamping bahan dasar berupa
monomer plastik, maka terdapat bahan-bahan yang ditambahkan dari nonplastik
atau bahan aitif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahanbahan aditif dalam pembuatan plastik ini merupakan bahan dengan berat molekul
rendah, yaitu Yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahan-bahan
aditif dalam pembuatan palstik ini merupakan bahan yang sangat ringan seperti
antioksidan, penyerap ultra biolet, bahan pengisi dan penguat.
3.6.3. Jenis dan Sifat Plastik
Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal adalah polietilen,
polipropilen, poliester, nilon dan vinil film. Jenis plastik yang banyak digunakan
untuk berbagai tujuan (60% dari penjualan plastik yang ada di dunia)
pengemas.adalah polistirene, polietilen, dan polivinil klorida.
1. Polietilen
Polietilen adalah polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses
polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri
minyak dan batubara. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan

76

dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang


baik. Pemanasan polietilen akan menyebabkan plastik ini menjadi lunak
dan cair pada suhu 110 C. Sifat permeabilitasnya rendah dan sifat
mekaniknya yang baik, maka polietilen dengan ketebalan 0,001-0,01 inchi
banyak digunakan untuk mengemas bahan pangan. Plastik polietilen
termasuk golongan termoplastik sehingga dapat dibentuk menjadi kantung
dengan derajat kerapatan yang baik.
Berdasarkan densitasnya maka plastik polietilen dibedakan
menjadi:
a. Polietilen densitas rendah (LDPE= Low Density Polyethylene)
Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, dylan dan fortiflex.
Digunakan untuk mangkuk, film, botol dan wadah.
b. Polietilen densitas menengah (MDPE= Medium Density Polyethylene)
c. Polietilen Densitas Tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)
Produk ini biasanya digunakan untuk sterilisasi karena tahan terhadap
suhu tinggi dan diperdagangkan dikenal dengan nama alathn,
alkahtene, carag, fi-fax, hostalon.
d. Linear-low- density polyethylene (LLDPE)
Pengemas ini lebih kuat dari LDPE dan sifat heat sealingnya lebih
baik.
Sifat-sifat polietilen adalah
a. Mempunyai penampakan bervariasi dari transparan, berminyak
sampai keruh (transluid) tergantung pembuatan an jenis resin
b. Fleksibel sehingga mudah dibentuk dan mempunyai daya renang yang
tinggi
c. Heat seal (dapat dikelim dengan panas) sehingga dapat digunakan
d.
e.
f.
g.

untuk laminasi dengan bahan lain , dengan titik leleh 120 C.


Tahan asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia
Kedap terhadap air, uap air dan gas
Dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga -50 C.
Transmisi gas tinggi sehingga tidak cocok untuk pengemasan bahan

yang beraroma
h. Tidak sesuai untuk bahan pangan berlemak
i. Mudah lengket sehingga sulit dalamproses laminasi tetapi dengan
bahan aniblok sifat ini dapat diperbaiki.
Kemasanpolietilen banyak dignakan untuk mengemas buah-buhan,
sayuran segar, roti produk pangan beku an tekstil.

77

2. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)


PET adalah hasil kondensasi dari polimer etilen glikol dengan asam
treptalat dan dikenal dengan nama dagang mylar. Jenis plastik ini banyak
digunkaan dalam laminasi terutama untuk meningkatkan daya tahan
kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak diguankan
sebagai kantung-kantung makanan. Ada tiga jenisn plastik PET yaitu:
a. PET biasa tanpa laminasi
b. PET yang mengkerut jika kena panas
c. PET yang dilaminasi untuk kemasan vakum
Sifat-sifat plastik PET adalah:
a.
b.
c.
d.

Tembus pandang (transparan), bersih, dan jernih


Tahan terhadap suhu tinggi (300 C.)
Permeabilitasnya terhadap uap air dan gas rendah
Tahan terhadap pelarut organik seperti asam-asam organik dari buah-

buahan sehingga dapat dignakan untuk menegmas minumam sari buah


e. Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol dan benzil alkohol.
f. Kuat dan tidak mudah sobek
g. Tidak mudah dikelim dengan pelarut
3. Polipropilen (PP)
Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik
olefin. Polipropilen mempunyai nama dagang bexophane,luparen, escon,
olefane dan profax. Sifat-sifat dan penggunaannya sangat mirip dengan
polietilen, yaitu:
a. Ringan
b. Mudah dibentuk
c. Tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tapi tidak
transparan dalam bentuk kemasan kaku
d. Lebih kuat dari PE suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk
murninya mudah pecah pada suhu -30 C. sehingga perlu
ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahan
terhadap benuran dan tidak dapat untuk kemasan beku
e. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah
dalam penganan dan distribusi
f. Daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah,
permeabilitasnya terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan
pangan yang mudah rusak oleh oksigen
j. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 Csehingga dapat
dipakai untuk mensterilkan bahan pangan

78

k. Mmepunyai titik lebur yang tinggi, sehingga sulit untuk dibentuk


menjadi kantung dengan kelim panas yang baik
l. Polipropilen juga tahan lemak, asam kuat dan basa sehingga baik
untuk kemasan minyak dan sari buah. Pada suhu kamar tidak
terpengaruh oleh pelarut kecuali HCl.
m. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen dan
toluen, terpentin dn asm nitrat kuat
Sifat-sifat polipropilen dapat diperbaiki denganmemodifikasi menjadi
OPP (oriented polypropylene)

atu menjadi BOPP (Biaxial Oriented

Polypropylene).
4. Polistirene
Sifat-sifat umum polistirene adalah
- Kekuatan tarikanya tinggi
- Titikleburnya rendahTahan terhadap asamdan basa kecuali
-

asampengoksidasi
Permeabilitas terhadap uap air dan gas sangat tinggi, baik untuk

kemasan bahan segar


Permukaan licin, jernih dan mengkilap serta mudah dicetak
Mudah menyerap plastisizer

Mempunyai afinitas tinggi terhadap debu

3.6.4. Pemilihan Pengemas Plastik untuk Bahan Pangan


Pada saa ini telah terjadi perubahan perilaku konsumen dalam hal
permintaan dan pasar terhadap produk pangan khususnya dalam tuntutan produk
pangan yang akan dibeli apabila:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bermutu tinggi
Dapat disiapkan di rumah
Segar
Level reject (yang terbuang) dapat diabndingkan dengan pengalengan
Lebih consistent
Mutu seagam
Biaya murah

Hal ini menyebabkan pengemas plastik merupakan pilihan yang paling tepat,
karena dapat memenuhi semua tuntutan konsumen seperti di atas
Jenis-jenis film plastik yang ada di pasaran sangat beragam, sehingga
perlu pengetahuan yang baik untuk dapat menentukan jenis pengemas plastik

79

yang tepat untuk mengemas produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis
pengemas yang tepat dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas.
Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum memilih
satu jenis kemasan adalah:
1. Pengemas tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan
mekanis
2. Mempunyai daya lindung yang baik terhadap produk gas dan uap air
3. Harus dapat melindungi dari sinar ultraviolet
4. Tahan terhadap bahan kimia
Dibawah ini akan disajikan contoh jenis produk dan pengemas yang sesuai
untuk digunakan:
1. Produk susu. Pengemas plastik yang sesuai untuk produk-produk susu
adalah LDPE dan HDPE. Pengemas yang baik untuk keju harus bersifat
sekat lintasan uap air dan gas yang baik, misalnya nilon/polietilen,
selulosa dan PTE/PE
2. Daging dan Ikan.

Daging

segar

dikemas

dengan

PVC

yang

permebilitasnya terhadap uap air dan gas tinggi. Dagimg beku dikemas
dengan LDPE dan LDPE nilon. Unggas dikemas dengan kantong laminasi
dan polietilen
3. Produk roti dan kue kering. Roti dan kue kering seperti cookies yang
mengandung humektan dikemas dengan pengemas kedap air
4. Roti yang bertekstur renyah dengan kemasan kedap udara
5. Cake (bolu) agar tidak kering dan abu apek dikemas dengan selulosa
berlapis atau OPP.
6. Makanan kering dan serealia. Produk ini sesuai denganpengemas kedap
uap air dan gas seperi LDPE/aluminum foil.
7. Makanan yang diolah. Pengemasan produk ini dengan tujuan supaya
makanan yang stabil seperti selai yang digunakan adalah plastik fleksibel
dan jika akan dilah lagi digunakan gelas atau kaleng. Konstruksi lapisan
yang dibutuhkan untuk retort poch adalah bahan-bahan seperti polyester
ataupoliamida/aluminium foil/HDPE atau PE_PP kopolimer. Pengemas
sekunder yang digunakan untuk distribusi adalah karton.
8. Tepung jagung dan pati. Pengemas yang sesuai adalah HDPE supaya dapat
berfungsi sebagai pelindung terhadap kelembaban yang tinggi.
9. Lemak dan Minyak, selai dan dodol. Pengemas yang sesuai adalah PVC
sehingga tampak bersih dan mengkilap.

80

3.7. Sistim Labelling Pada Kemasan Pangan


3.7.1. Desain Kemasan
Desain merupakan seluruh proses pemikiran dan perasaan yang akan
menciptakan sesuatu dengan menggabungkan fakta, konstruksi, fungsi dan
estetika untuk memenuhi kebutuhan manusia. Desain adalah konsep pemecahan
masalah rupa, warna, bahan, teknik,biaya, kegunaan dan pemakian yang
diungkapkan dalam gambar dan bentuk.
Penampilan yang baik dari pengemas dapat meningkatkan penjualan dari
produk yang diikemas. Promosi dari produk sangat erat kaitannya dengan perilaku
saingan dan perilaku konsumen. Banyak metode promosi yang dapat dilakukan
seperti promosi melalui media masa, papan di jalanan, dan ini terutama dilakukan
apabila produsen ingin memperkenalkan produk baru. Promosi untuk produk yang
sudah dikenal oleh konsumen, maka pengemas memegang peran penting.
Berdasarkan pengalaman, banyak konsumen memilih satu jenis produk
setelah melihat pengemasnya. Hal ini dapat terjadi jika pengemas dapat
memberikan informasi yang cukup bagi calon pembeli, serta mempunyai desain
yang menarik pembeli. Desain pengemas yang menarik biasanya diperoleh setelah
melalui penelitian yang cukup panjang mengenai selera konsumen yang kemudian
diterjemahkan dalam desain grafis cetakan. Desain yang baik tergantung pada
keahlian disainer, jenis tinta dan mesin cetak yang akan digunakan.
Perkembangan industri yang pesat menyebabkan kemasan menjadi faktor
yang penting dalam pengangkutan dan penyimpanan barang-barang sesuai dengan
perkembangan pasar lokal menjadi pasar nasional bahkan internasional.
Pendapatan dan kemakmuran yang berkembang seiring dengan perkembangan
industri, pada akhirnya menyebabkan konsumen dihadapkan pada pilihan yang
beragam dari produk-produk yang bersaing untk memperebutkan pasar. Hal ini
mendorong pengusaha untuk membangun personalitas produk yang dapat dikenali
konsumen. Brand atau merk adalah nama, symbol, desain grafis atau kombinasi
diantaranya untuk mengidentifikasi produk tertentu dan membedakannya dari
produk pesaing. Nama brand yang dicetak dalam kemasan dapat menunjukkan
citra produsen dan kualitas produk tertentu.
Saat ini kemasan tidak hanya berfungsi sebagai wadah produk yang akan
diperjualbelikan, tetapi sudah menjadi alat pemasaran untuk mendapatkan untung

81

bagi produsennya. Kemasan dapat berfungsi sebagai wiraniaga diam yang dapat
menjual suatu produk dan perbedaan bentuk dan dekorasi pada pengemas menjadi
penentu terhadap besarnya penjualan.
Faktor-faktor penting sebagai persyaratan dalam desain kemasan adalah
1. Mampu menarik calon pembeli
2. Menampilkan produk yang siap jual
3. Informatif dan komunikatif
4. Menciptakan rasa butuh terhadap produk

3.7.2. Bahasa Desain Grafis


Unsur-unsur atau bahasa desain grafis yaitu bahasa visual atau bahasa
simbol yang diungkapkan melalui bentuk, ilustrasi-ilustrasi, warna dan huruf.
1. Bentuk Pengemas.
Perbedaan bentuk pengemas dapat menjadi pesaing tersendiri karena
bentuk yang spesifik dapat menjadi faktor pengingat konsumen walaupun
kadang-kadang merknya sudah lupa.
Pengemas dengan ukuran yang berbeda memungkinkan konsumen dari
tingkat pendapatan yang berbeda untuk membeli dengan produk yang
sama. Dengan kombinasi bentuk, ukurran dan warna pengemas yang
berbeda, perusahaan dapat menghasilkan keuntungan tersendri dari hasil
produksinya. Bentuk kemasan harus berhubungan dengan produk. Contoh
yang baik adalah upaya beberapa pabrik minuman ringan dalam
mengemas botol yang terlihat ramping seperti kiranti.
2. Ilustrasi dan informasi
Fungsi utama ilustrasi adalah untuk memberikan informasi tentang produk
yang dikemas, pendukung teks, penekanan suatu kesan tertentu dan
penangkap mata untuk menarik calon pembeli. Gambar tersebut dapat
berupa gambar produk secara penuh atau terinci serta dapat merupakan
hiasan (dekorasi). Gambar yang disajikan jangan sampai mengacaukan
pesan yang akan disampaikan pada konsumen. Gambar dan simbol dapat
menarik perhatian dan mengarahkanpembeli agar selalu mengingatnya
selama mungkin. Penggunaan bahasa yang umum dapat dengan cepat
diingat dan dimengerti oleh setiap orang. Ilustrasi pengemas merupakan

82

hal pertama yang diingat konsumen sebelum membaca tulisannya. Ilustrasi


yang baik harus:
a. Berfungsi lebih dari sekedar menggambarkan produk atau menghiasi
pengemas
b. Menimbulkan daya tarik dan minat, sehingga akan lebih cepat dan
efektif dari pada pesan tertulis
c. Sesuai dengan keyakinan dan selera pemakai
d. Mengikuti perkembangan dan perubahan sejalan dengan perubahan
minat dan cara hidup target kelompok konsumen
e. Tidak berlebihan karena akan membingungkan konsumen.
3. Warna
Berdasarkan kesan psikologis maka ada 2 golongan warna yang dikenal,
yaitu:
1. Warna panas (merah, jingga, kuning) dihubungkan dengan sifat
spontan, meriah, terbuka, bergerak dan menggelisahkan, warna panas
disebut extroverted colour
2. Warna dingin (hijau,biru, ungu) dihubungkan dengan sifat tertutup,
sejuk, santai, penuh pertmbangan sehingga disebut intriverted colour.
Warna jingga dan merah merupakan warna yang menyolok dan
mempunyai daya tarik yang besar. Pada pengemas warna biru dan
hitam jarang digunakan

sebagai warna yang berdiri sendiri tetapi

dipadukan dengan warna lain yang kontras seperti hitam dengan


kuning, biru dengan putih atau warna lainnya
Faktor-faktor yang mempngaruhi pemilihan warna diantaranya
adalah kondisi ekonomi, tingkat umur dan jenis kelamin.
Warna pada kemasan:
a. Dapat mencirikan suatu poduk
b. Menunjukan differensiasi/pembeda produk
c. Kualitas produk
Persyaratan yang diperlukan untuk memilih warna dalam
pengemasan dan pemasaran adalah:
a.

Warna pengemas hendaknya menarik, merangsang rasa, pandangan


dan penciuman dengan penampilan visualnya sehingga menimbulkan

minat pembeli
b. Warna yang digunakan diharapkan dapat mempunyai nilai yang baik
untuk diingat

83

c. Warna pewarna pengemas tidak hanya harus menciptakan atau


menimbulkan minat dalam penyaluran dalam jumlah besar tetapi
disenangi di rumah tangga
d. Diperlukan suatu seleksi yang teliti tentang jenis dan intensitas
penerangan di toko atau tempat display. Pencahayaan dapat
mempengaruhi kesan warna yang berbeda apabila tidak tepat dalam
pengaturan cahayanya.
e. Warna pengemas harus dapa mencitikan bagian-bagian pengemas.
Bagian pengemas yang diinginkan harus diberikan warna lebih tajam
4. Cetakan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cetakan pengemas adalah
sebagai berikut:
a. Tata letak
b. Huruf
c. Komposisi standar dan proporsi
d. Bentuk permukaan
3.7.3. Labelling
Label atau disebut juga etiket adalah tulisan, tag, gambar atau deskripsi
yang tertulis, dicetak, distensile atau dicantumkan dengan jalan apapun pada
pengemas. Etiket tersbut harus cukup besar agar dapat menampung semua
keterangan yang diperlukan mengenai produk dan tidak boleh mudah lepas, luntur
karena air, gosokan atau pengaruh sinar matahari.
Berdasarkan Undang-Undang RI tahun 1996 yang dimaksud dengan label
pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan
dimasukkan ke dalam atau ditempelkan pada, atau merupakan kemasan pangan.
Pada BAB IV pasal 30-35 dari Undang-Undang di atur hal-hal yang berkitan
dengan pelabelan dan periklanan bahan pangan. Tujuan pelabelan dalam kemasan
adalah:
a. Memberikan informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus
membuka kemasan
b. Sebagai sarana komunikasi produsen dan konsumen tentang hal-hal
dari produk yang diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat mata
atau yang tidak diketahui secara fisik
c. Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga fungsi produk
yang optimal

84

d. Sarana periklanan bagi konsumen


e. Memberi rasa aman bagi konsumen
Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan kosumen.
Pada label pengemas khususnya untuk makanan dan minuman, sekurangkurangnya dicantumkan hal-hal sebagai berikut (Undang-Undang RI No. 7
tahun1996 tentang pangan:
a. Nama produk
b. Daftar bahan yang digunakan
c. Berat bersih/isi
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke
wilayah Indonesia
e. Keterangan tentang halal
f. Tanggal, Bulan dan Tahun Kadaluarsa
Selain itu keterangan-keterangan lain yang dapat dicantumkan pada label
kemasan adalah nomor pendaftaran, kode produksi serta petunjuk atau cara
penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta tulisan atau
pernyataan khusus.
Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD
sedangakan produk dari luar ML. Kode produksi meliputi: tanggal produksi dan
angka atau huruf yang mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib
mencantumkan kode produksi adalah:
Petunjuk atau cara penggunaan untuk makanan yang perlu penanganan
khusus sebelum digunakan, sedangkan petunjuk penyimpanan diperlukan untuk
makanan yang memerlukan cara penyimpanan khusus, misalnya harus disimpan
pada suhu dingin atau suhu beku. Nilai gizi diharuskan dicantumkan bagi
makanan dengan nilai gizi yang difortifikasi atau makanan lain yang ditetapkan
oleh menteri kesehatan. Informasi gizi yang harus dicantumkan meliputi energi,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral atau komponen lain. Untuk makanan
lain boleh tidak dicantumkan.
Tulisan atau pernyataan khusus harus dicantumkan untuk produk-produk :
a. Susu kental manis harus mencantumkan tulisan: Perhatikan Tidak Cocok
Untuk Bayi

85

b. Makanan yang mengandung bahan yang berasal dari babi harus di


c.
d.
e.
f.
g.

tulisMENGANDUNG BABI
Susu dan makanan Iradiasi ditulis RADURA dan logo iradiasi
Susu dan makanan yang mengandung susu
Makanan Bayi
Pemanis buatan
Makanan halal, tulisan halal di tulis dalam bahasa Indonesia atau arab

3.8. Latihan
Mahasiswa/peserta semuanya silahkan mencermati produk kemasan berikut.
Kemudian dipersilahkan untuk mengamati:
a. Jenis bahan kemasan apa yang digunakan
b. Berdasarkan jenis bahan yang digunakan sebutkan ciri-ciri yang harus
dipenuhi sebagai standar pengemas yang baik
c. Sebutkan nama label yang terdapat pada masing-masing produk
d. Amatilah apakah semua produk telah mencantumkan persyaratan labeling
e. Apakah semua persyaratan labeling dipenuhi apabila tidak sebutkan apa
yang belum terpenuhi
f. Buatlah model kemasan untuk produk-produk yang Bapak dan Ibu akan
dipasarkan atau di proses untuk dipasarkan

86

Bahan:
Tepung
jagung
Jagung
muda
Gula
merah
Parutan
kelapa
Santan
Diproduksi oleh
Vanili
Lab. Teknologi
Garan
Hasil Pertanian
Faperta
UNTAN
87

3.9.

Daftar Pustaka

Fellow,P.J.200.Food Processing Technology. Priciples and Practice. 2nd Ed.


Woodhead Publishing Ltd., Cambridge, England.
Gruen, N. dan M. Joice. 1996. Packaging and Labelling. Industry Commision.
Australian Govement Publishing Service.
Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Buku Ajar. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatra Utara
Miltz,J.1992. Food Packaging. In : Handbook of Food Engineering, D.R.Heldman
and D.B.Lund (Ed). Marcel Dekker, Inc. New Y ork.
Piringer, O. G. dan A. L. Baner. 2000. Palstic Packaging Material for Food.
Barrier Function , Mass Transport, Quality assurance and Legislation.
Wiley-VCH Verlag GmBh. Weinheim. Germany.
Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas
Pertanian.
Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan
Sistem dan Standar Pengelolaan SMK . Dierektorat Pendidikan Menegah
Kejuruan Jakarta.
Syarief, R.,SSantausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Winarno, F. G, 1990. Migrasi Monomer Plastik Ke Dalam Makanan. Di dalam:
S.Fardiaz dan D, Fardiaz (ed), Risalah Seminar Pengemasan dan
Transportasi dalam Menunjang Pegembangan Industri, Distribusi dalam
Negeri dan Ekspor Pangan, Jakarta.

88

BAB IV
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HORTIKULTURA
Tujuan Instruksional Khusus:
3. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan buah-buahan dan penerapannya untuk
membuat produk olahan.
4. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
jenis kegiatan-kegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan sayuran dan penerapannya untukmembuat
produk olahan.
4.1.

Teknologi Pengolahan Buah


Buah-buahan meruapakan salah satu hortikuktura yang mempunyai

peranan penting dalam menyumbangkan nutrisi khususnya vitamin bagi manusia.


Pada saat ini buah-buahan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun
olahannya, namun demikian kandungan nutrisi yang dihasilkan tidak sama.
Penanganan terhadap produk hortikultura terutama buah-buahan segar, harus lebih
diperhatikan karena komoditi buah-buahan mudah sekali mengalami kerusakan.
Penanganan yang benar diharapkan daya simpan buah bisa diperpanjang.

89

Pada dasarnya penanganan buah-buahan yang dilakukan bertujuan untuk


memperlambat aktivitas fisiologi buah, menekan penguapan dan menghambat
perkembangan

mikroba

yang

menyebabkan

pembusukan.

Tujuan

akhir

penanganan buah adalah kesegaran buah tetap terjaga sampai diterima oleh
konsumen. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila pengelola menguasai
pengetahuan tentang sifat dan karateristik buah. Sifat dan karateristik buah yang
sama tentu memiliki respon terhadap suatu perlakuan yang sama pula.
Kualitas buah samapai ke tangan konsumen sangat dipengaruhi oleh
penanganan buah saat panen hingga akan di angkut untuk pemasaran (kegiatan on
farm). Pada gambar 27. menunjukkan penangann buah melon di negara Cina
sebelum sampai ke tangan konsumen untuk konsumsi dalam bentuk segar.

Buah
Masak

Potong
Cabang T

Putar Cabang T
berlawanan arah

Kemas melon
dalam kantong

Pisahkan
buah rusak
Masukkan
dalam
Truk

Kemasan
kotak/
karton

Pisahkan
buah rusak

Tempat
Pengumpul
buah

Gambar 27. Skema Penanganan Pasca Panen Melon di Cina (Chen et al., 2001)
Tiap komoditas buah-buahan juga memiliki toleransi yang berbeda
terhadap pengaruh suhu, kelembaban dan komposisi udara. Oleh karena itu,
berikut ini ada beberapa cara untuk membuat buah-buahan tetap segar sampai di
tangan konsumen. Beberapa tahapan kegiatan pendahuluan yang diperlukan
pencucian, pengeringan, pendinginan, dan pemanasan.
4.1.1. Penerapan Teknologi Untuk Mempertahan Kesegaran Buah
4.1.1.1. Penyimpanan Buah Pada Udara Terkendali

90

Pengertian secara teknis penyimpanan pada udara terkendali adalah


mengendalikan laju respirasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen dan
meningkatkan karbondioksida atau nitrogen dalam ruangan penyimpanan sampai
pada perbandingan tertentu. Kondisi ini memungkinkan buah dalam kondisi segar
dan mengalami keterlambatan untuk mencapai tahap pembusukan.
Modifikasi ini diperlukan karena komposisi udara di dalam ruang
penyimpanan berpengaruh besar terhadap sifat buah segar. Selama buah-buahan
tersebut dalam kondisi segar akan terus melakukan aktivitasnya, yaitu melakukan
proses respirasi dan transpirasi dengan mengeluarkan karbondioksida, uap air dan
gas etilen. Tetapi pada waktu yang bersamaan juga mengkonsumsi oksigen.
Hubungan antara gas oksigen, karbondioksida, dan gas etilen sangat
spesifik karena saling mempengaruhi sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan lainnya. Komposisi udara normal terdiri atas 20% oksigen, 0,03%
karbondioksida dan 78,8% nitrogen. Modifikasi udara memperpanjang umur
simpan buah.
Penyimpanan dengan udara terkendali yang dikombinasi dengan
penurunan suhu dapat menekan kecepatan respirasi, menekan produksi gas etilen,
sehingga mampu menunda proses pematangan dan proses pembongkaran lainnya.
Penyimpanan udara terkendali mampu menghambat pertumbuhan jamur
meskipun variasi kepekaan tiap jamur berbeda. Umumnya penyimpanan udara
terkendali disarankan tidak menggunakan konsentarsi oksigen kurang dari 1-3%.
Konsentrasi karbondioksida yang dianjurkan sekitar 2,5-10% meskipun pada
konsentrasi 15% beberapa jenis buah masih bertahan. Bila konsentrasi
karbondioksida dalam udara terkendali tinggi (20-50%), buah relatif masih bisa
bertahan (2-10 hari) asalkan dikombinasikan dengan pendinginan.
4.1.1. 2. Penggunaan Bahan-bahan Kimia
Penggunaan bahan-bahan kimia untuk buah-buahan segar yang kan
disimpan harus lebih hati-hati dan lebih baik bila dikombinasikan dengan
penurunan suhu ruanagn, pelilinan atau dengan pengemasan dalam plastik. Residu
pestisida yang tinggi dapat berbahaya bagi konsumen. Beberapa zat kimia yang
dapat digunakan antara lain fungisida, antioksida, ZPT dll.

91

Tujuan penggunaan zat kimia ini untuk melindungi buah dari kerusakan
pada tahap pascapanen baik oleh patogen maupun faktor fisiologis sehingga dapat
memperpanjang usia buah dan masa pemasarannya. Namun demikian konsentrasi
penggunaan pestisida harus mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku.
4.1.1. 3. Pelapisan Lilin
Pada permukaan buah mempunyai lapisan lilin yang alami. Tiap buah
ketebalan lapisan lilin berbeda-beda. Lapisan lilin alami twersebut sebagian hilang
akibat pencucian. Oleh karena itu, pemberian lilin terhadap buah-buahan pasca
panen amat diperlukan. Pelapisan lilin dapat mencegah serangan-serangan
patogen pembusuk terutamapada buah-buahan yang memiliki luka atau goresan
kecil pada permukaan kulit buah.
Pemberian lilin dapat juga dipergunakan untuk menjaga kesegaran dan
memperpanjang daya simpan buah. Lapisan lilin pada permukaan kulit buah dapat
menekan laju respirasi dan transpirasi buah. Sehingga kehilangan berat dan
pengerutan buha selama penyimpanan dapat dicegah. Pelapisan buah dapat
menyebabkan permukaan buah mengkilat dan lebih menarik.
Beberapa lilin yang dapat dipergunakan dalam penyimpanan adalah lilin
karnauba, lilin parafin, resin dan lilin tebu. Lilin tersebut dijadikan emulsi dengan
menambahkan air dan emulgator misalnya trietanolamin dan asam asetat. Selain
pemberian lilin biasanya juga dilakukan penambahan fungisida dan bakterisida
untuk memberikan perlindungan terhadap serangan patogen pada buah-buahan
dalam penyimpanan. Pelapisan lilin yang optimal adalah dengan penggunaan
emulsi lilin 6%. Pelapisan ini dapat menunda kematangan mangga selama sebelas
hari dengan rasa buah tetap normal. Pada pelapisan lilin 4% dan 5% tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata sedangkan pada konsentrasi 7%
menyebabkan rasa buah tidak normal.
4.1.1. 4. Pengemasan Dalam Plastik
Metode pengemasan ini merupakan metode paling murah untuk
memperpanjang umur simpan buah. Di dalam plastik dapat timbul udara
termodifikasi yang menguntungkan karena udara di dalam kantong palastik
mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena terbatasnya oksigen dan

92

meningkatnya karbondioksida. Akibatnya kecepatan respirasi dan transpirasi


menjadi terhambat dan menyebabkan terhambatnya proses pematangan dan
memperpanjang umur simpan buah. Tetapi pengemasan ini tidak boleh dalam
keadaan tertutup rapat dan harus diberikan ventilasi.
Pengemasan dalam kantong plastik memberikan banyak keuntungan.
Disamping harganya yang cukup murah, ringan, praktis dan dapat terhindar dari
debu dan kotoran lain selama pengangkutan. Keuntungan dari segi fisiologis buah
selain memperpanjang daya simpan akibat termidifikasinya udara didalam
kantong plastik, juga memberikan perlindungan terhadap kehilangan air yang
lebih banyak dan mencegah terjadinya penyusutan pada buah.
Plastik yang mempunyai permeabilita yang cukup besar pada umumnya
kurang cocok bila digunakan sebagai bahan pengemas komoditas yang berespirasi
tinggi pada suhu-suhu tinggi. Bila tetap digunakan justru dapat menimbulkan
kerusakan pada buah akibat meningkatnya karbondioksida dan menurunnya
oksigen dalam kemasan. Kemungkinan lain adanya bau dan rasa yang tidak
diinginkan.

Gambar 28. Hasil Pengemasan Mangga dengan Plastik dalam Kotak Kardus
(Yahia, 1999)
4.1.2. Penerapan Teknologi Pengolahan Pada Buah-Buahan
Pengolahan buah berdasarkan tingkat permintaan dapat dibedakan menjadi
3 kategori, yaitu:
1. Produk yang mempunyai tingkat permintaan yang tinggi meliputi:
a. buah-buahan yang digoreng
b. anggur berbahan buah-buahan

93

c. makanan ringan berbentuk gorengan


d. jus
e. squashes dan cordial
f. saus tomat
2. Produk yang diproduksi secara terus mennerus tetapi mempunyai tingkat
permintaan rendah, meliputi:
a. jam, jeli dan marmaled
b. buah kaleng
c. chutney dan pikel
d. puree dan pasta
3. Produk yang tidak secara terus menerus diproduksi tetapi menunjukkan
permintaan di masa yang akan datang
Permintaan terhadap produk olahan yang tinggi dimasukkan dalam
kategori utama karena menunjukkan kompetisi yang kuat sebanyak pengolah
dengan skala yang kecil yang mulai ikut memproduksi produk-produk ini.
Produsen atau pengolah mencoba untuk diversifikasi menjadi jenis baru dan
bereksperimen dengan jenis baru dari produk olahan buah dan sayur. Pada
awalnya usaha ini bukan merupakan usaha komersial seperti produksi sayuran
kering, pektin, makanan gorengan kering, kristal buah, vinegar, nektar atau keju
buah demikian juga pada saat mulainya seorang produsen dalam mengekspor
papain. Pada akhirnya kompetisi bagi produsen produk-produk tersebut menjadi
peluang baru dan masuk dalam kategori ketiga.
4.1.2.1.Produk buah-buahan goreng
Buah-buahan yang banyak mengandung pati seperti pisang, dapat
dogoreng dan dimakan sebgai makanan ringan. Panasyang digunakan dalam
proses dapat merusak enzim dan mikroorganisma dan air dihilangkan untuk
mencegah terajadinya kontamnasi. Apabila produk dikemas.Apabila produk
dikemas dalam kemasan tahan air, tahan cahaya dan kontainer kedap udara,
merekadapat mempunyai umur simpan beberapa minggu bahkan bebrapa bulan.
Penyebab utama terjadinya jamur ataupun kerusakan mutu adalah terjadinya
ransiditas dari minyak yang tertinggal di dalam produk.

94

Temperatur selama penggorengan harus di atur, lebih disukai yang


menggunakan penggorengan listrik yang disertai kontrol menggunakan termostat.
Temperatur dari minyak tidak akan menghasilkan titik didih dari minyak. Dan
apabila terjadi, hal ini merupakan pertanda minyak perlu didinginkan karena dapat
menjadi keras dan menyebabkan aroma yang tidak disukai. Contoh proses ini
adalah produksi olahan keripik kentang.
4.1.2.2. Produk Sari Buah Instan
Sari buah dalam bentuk instan dapat secara langsung diseduh dengan air.
Suatu bahan pangan yag dibuat dalam bentuk instan harus memenuhi beberapa
persyaratan di antaranya harus mempunyai rasa, bau dan kenampakan yang
sebanding dengan produk segar dan mempunyai stabilitas penyimpanan yang
baik.
Sebagai contoh proses pembuatan produk jeruk instan dilakukan melalui
beberapa tahapan yaitu:
1.

Pembuatan filrat sari buah sebanyak 200 ml

2.

Penambahan bahan pengisi dan bahan tambahan yaitu


maltodextrin sebanyak 30 gram dan pati 10 gram dan asam sitrat 1,6 gram.

3.

Tambahkan esssence jeruk pewarna dan pemanis dengan


ketentuan 0,1 gram per liter sari buah dapat pula ditambahkan putih telur
sebanyak 0,5 gram.

4.

Pembuatan foam yang dilakukan dengan pengocokan


menggunakan mixer sampai terbentuk busa (5 menit).

5.

Sari buah dikeringkan hingga terbentuk ekstrak kering


sari buah kemudian tambahkan pati dan maltodekstrin dan dilanjutkan dengan
pengeringan

dan

pengayakan

kemudian

ditambahkan

gula

dengan

perbandingan 1:2 terhadap gula. Diagram alir disajikan pada gambar 29.

Buah jeruk
Pengecilan ukuran,
diperas, disaring, dipres
Sari Buah
jeruk
95

Ampas

Maltodekstrin, Asam sitrat,


putih telur

pencapuran,
5 menit
Adonan
Pengeringan
60C, 6jam
SARI JERUK
INSTAN

Gambar 29. Tahapan Proses Pembuatan Sari Jeruk Instan (Hidayat dan Diana,
2005).
4.1.2.3. Sari Buah Berkarbonasi
Sari buah berkarbonasi merupakan campuran antara air soda, pemanis,
perasa asam, pewarna, dan zat pengawet. Proses karbonasi merupakan proses
untuk menghasilkan rasa khas dan efek menyegarkan. Karbonasi merupakan
proses pelarutan karbondioksida di dalam air dengan kondisi temperatur dan
tekanan yang terkontrol. Penambahan karbondioksida pada skala rumah tangga
dan mikro dapat menggunakan soda kue. Contoh proses pembuatan sari buah
berkarbonasi adalah sebagai berikut.
1. Disiapkan bahan sari buah jeruk sebanyak setengah liter, dengan cara jeruk
diperas diambil airnya dan disaring dengan kain saring.
2. Tambahkan air setengah liter, garam dapur 4 gram, 300 gram, asam
sitrat/sitrun zur 5 gramdan natrium benzoat 0,2 gram dan CMC
secukupnya.
3. Aduk sampai rata danlarut kemudian didihkan selama kurang lebih 10
menit.
4. Dalam keadaan mendidih masukkan kedalam botolyang sudah direbus
supaya steril dan isilah botol sampai tersisa 4 cm dari permukaan.
5. Masukkan soda kue sebanyak 3 gram kedalam botol, segera tutup rapat.

96

6. Botol didihkan selama 30 menit kemudian segera diinginkan dalam


baskom. Produk siap disimpan.
4.1.2. 4. Pengolahan Nata de Pinna
Nata merupakan produk fermentasi yang berasal dari Filipina, warnanya
putih, mempunyai rasa seperti kolang-kaling yang dapat langsung dimakan atau
dicampur dengan es dan buah-buahan. Nata merupakan selulosa yang dibentuk
oleh bakteri Acetobacter xylinum, berkalori rendah, kadar serat 2,5% dan
memiliki kadar air 98%. Serat yang ada dalam nata tersebut sangat penting dalam
proses fisiologis, bahkan dapat membantu para penderita diabetes dan
memperlancar pencernaan makanan atau dalam saluran pencernaan. Oleh karena
itu, nata dapat dipakai sebagai sumber makanan berkalori rendah untuk keperluan
diet.
Pada umumnya, nata dibuat dengan menggunakan air kelapa maka dikenal
dengan sebutan nata de coco. Sebenarnya nata dapat dibuat dengan bahan-bahan
media lain yang cukup mengandung gula. Gula tersebut dapat dimanfaatkan A.
xylinum untuk membentuk nata. Dalam media cair tersebut bakteri akan tumbuh
dan menghasilkan suatu lapisan berwarna putih yang makin lama makin tebal dan
lapisan inilah yang dikenal sebutan nata. Bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai media tersebut antara lain kedelai (nata de soya), tomat (nata de tomato)
dan nenas (nata de pina).
Nata de pina dibuat dengan menggunakan daging buah nenas.
Pengembangan pengolahan produk nata de pina ternyata dapat digunakan kulit
nanas sebagai bahan baku pembuatannya. Proses pembuatan nata de pina dengan
menggunakan kulit nanas tidak berbeda dengan pengolahan nata de pina yang
memanfaatkan daging buah nenas sebagai bahan bakunya.
Proses pengolahan pembuatan nata terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.

Pengenceran kulit nanas yang dilakukan dengan cara kulit nenas


yang telah ditambah air, dihaluskan, direbus dan disaring setelah dingin

2.

Penambahan filtrat dengan gula

3.

Penambahan starter setelah filtrat dingin

4.

Fermentasi selama 12 hari

97

4.1.2. 5. Pembuatan Selai Pisang


Selai pisang adalah bahan berupa pasta yang berkadar gula tinggi dan
dibuat dari bubur pisang.

Bahan yang digunakan berupa pisang yang telah

matang konsumsi dan daging buah telah lunak serta pisang yang hampir matang
konsumsi tetapi daging buah masih agak keras, gula pasir halus yang putih bersih,
asam sitrat, tepung agar-agar. Cara pembuatan selai pisang mengikuti tahapantahapan berikut:
a.

Pisang yang hampir matang konsumsi dicacah berbentuk kotak 3-4 mm,
kemudian diberikan pelumuran gula 3 kali:
-

Pelumuran pertama : cacahan pisang dilumuri dengan gula halus. Tiap 1 kg


cacahan memerlukan 300 gram gula. Setelah itu cacahan disimpan di
dalam lemari pendingin selama 48 ja. Selama penyimpanan cairan buah
akan keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu dingin.
Cairan ini disebut ekstrak buah bergula.

Pelumuran kedua: cacahan pisang dilumuri lagi dengan gula halus. Tiap kg
cacahan memerlukan 250 g gula. Setelah itu cacahan disimpan di dalam
lemari pendingin selama 48jam. Selama penyimpanan, cairan buah masih
keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu dingin.

Pelumuran ketiga: cacahan pisang dilumuri lagi dengan gula halus. Tiap 1
kg cacahan memerlukan 200 gram gula. Setelah itu cacahan disimpan di
dalam lemari pendingin selama 48 jam. Selama penyimpanan, cairan buah
masih keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu dingin.
Sekarang cacahan pisang disebut sebagai manisan cacahan pisang.

b. Pembuatan bubur buah:


- Pisang matang konsumsi disimpan di dalam lemari pendingin selama
semalam, kemudian dikupas dan digiling sampai menjadi bubur halus.
Hal ini harus dikerjakan cepat agar selama pengerjaan buah Belem
berubah menjadi kehitaman.
- Bubur buah ditambah tepung agar dan diaduk rata. Tiap kg bubur buah
ditambah 6 gram tepung agar. Selanjutnya bubur buah dimasak sampai
mendidih dengan api sedang. Setelah mendidih bubur buah ditambah asam
sitrat, gula pasir halus dan cairan ekstrak bergula.

98

c. Tiap 1 kg bubur ditambah dengan 5 gram asam sitrat, 160 gram gula pasir
halus, dan seluruh cairan ekstrak buah bergula yang diperoleh dari penggulaan
100 gram cacahan pisang.
d. Setelah penambahan bahan tersebut, pemasakan diteruskan dengan api kecil
sambil diaduk selama 5 menit. Kemudian api dimatikan dan ke dalam selai
pisang ditambahkan manisan cacahan pisang dan esen pisang secukupnya.
Tiap 1 kg bubur pisang ditambah dengan 100 gram manisan cacahan pisang.
Produk yang diperoleh disebut selai pisang.
e. Penyiapan botol. Botol kaca dibersihkan bagian dalam dan permukaannya.
Bilas sampai bersih,kemudian botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit. Keringkan dan pada saat botol masih panas, selai yang masih panas
dimasukkan ke dalam botol sampai permukaan selai 1 cm dari bibir botol
paling atas.
4.1.2. 6. Pembuatan Tepung Pisang
Tepung pisang merupakan alternatif bahan baku untuk pembuatan biskuit
bayi sehingga dapat dimanfaatkan menjadi pilihan makanan alternatif untuk
ketahanan pangan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung pisang adalah
pisang berupa pisang yang telah masak secara fisiologis (mature) dan natrium
metabisulfit. Pembuatan tepung pisang dilakukan dengan cara pisang tanduk
direndam dengan menggunakan larutan asam askorbat selama 10 menit. Tahapan
pembuatan tepung pisang terdapat pada gambar 30.
Buah Pisang
Pencucian, penghilangan kulit,
pengerokan, pengirisan dan
pembuangan bagian tengah
Irisan
pisang
Perendaman dalam asam
Askorbat (10 menit),
penirisan
Irisan hasil rendaman

99

Kulit

Pengeringan (160C, 20menit),


Pengayakan, penepungan
TEPUNG PISANG

Gambar 30. Tahapan Pembuatan Tepung Pisang (Mudjajanto dan Kustiyah, 2006)
4.2. Teknologi Pengolahan Sayuran
Untuk menghasilkan sayuran berkualitas tinggi, diperlukan penanganan
sebelum dan sesudah panen. Pengendalian mutu sebelum panen adalah
memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sayuran,
misalnya syarat tumbuh, cara budidaya, pemupukan, serta pemberantasan hama
dan penyakit.
Kualitas sayuran dipengaruhi oleh penanganan pascapanennya, yaitu
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan setelah panen. Tindakan pasca panen
dilakukan untuk memperkecil semaksimal mungkin terjadinya kemunduran mutu.
Tujuan sayuran ditangani setelah panen adalah agar tidak lecet, tidak terjatuh dan
tidak kotor terkena tanah yang dapat berakibat masuknya mikroorganisme yang
akan mempercepat pembusukan.
4.2. 1. Penerapan Kemasan Pada Sayuran
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau
mengawetkan produk pangan serta menunjang transportasi dan distribusi. Selain
itu, pengemasan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi
persaingan dalam pemasaran. Sedangkan tempat atau wadah yang digunakan
untuk mengemas suatu produk adalah packing. Kemasan menjadi penting artinya
karena sayuran memiliki waktu kesegaran relative pendek dan mudah rusak.
Padahal jarak konsumen dengan pengusahaan sayuran umumnya cukup jauh.
Dengan demikian, diperlukan suatu kemasan yang tidak hanya melindungi
sayuran, tetapi juga sesuai dengan keinginan konsumen. Untuk mengangkut dari
lahan ke pasar atau ke pedagang pengumpul atau toko swalayan, biasanya
digunakan wadah berupa peti kayu, keranjang, karung, keranjang plastic atau
wadah lain yang dapat memuat sayuran dalam jumlah banyak.

100

Kemasan yang digunakan pedagang pengecer atau di toko swalayan


biasanya lebih baik atau malah disusun dalam suatu lemari pendingin. Banyak
cara dapat di tempuh dalam pembuatan kemasan sayuran. Namun dalam
penentuan kemasan yang akan digunakan, ada beberapa syarat yang perlu
dipertimbangkan antara lain sebagai berikut:
1. Tidak toksin
Salah satu syarat bahan kemasan yang paling penting untuk sayuran
adalah tidak boleh mengandung zat yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
2. Harus cocok dengan bahan yang dikemas
Kesalahan dalam memilih bahan kemasan dapat berakibat sangat
merugikan. Sebagai misal, salah satu sayuran yang seharusnya dikemas dengan
kemasan yang transparan, tetapi yang dilakukan sebaliknya. Sehingga untuk
mengetahui isi kemasan, kita harus membuka terlebih dahulu kemasannya. Hal ini
akan merusak segel dan dapat menurunkan kualitas.
3. Harus menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan
Meskipun suatu bahan kemasan tidak toksin, tetapi tetap tidak dapat
digunakan sebelum terjamin sanitasi dan kesehatannya. Sebagi missal, dalam
penggunaan karung haruslah dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu agar sanitasi
dan syarat-syarat kesehatannya terjamin.
4. Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi
Isi kemasan harus dapat diambil dengan cara yang mudah dan aman.
Dengan kata lain, tidak banyak sayuran yang terbuang, tercecer atau tersisa di
dalamnya.
5. Kemudahan pembuangan kemasan bekas
Kemasan bekas pada umumnya merupakan sampah dan menjadi suatu
masalah untuk penanganannya. Biasanya untuk menarik minat konsumen,
kemasan dibuat praktis dan dapat digunakan untuk hal lain.
6. Ukuran, berat dan bentuk harus sesuai
Ukuran kemasan perlu mendapat perhatian karena berhubungan erat
dengan penanganan selanjutnya, baik dalam penyimpanan, pengangkutan,
maupun sebagai alat untuk menarik perhatian. Ada kalanya kemasan di desain

101

sedemikian rupa sehingga bentuknya sangat indah dan menarik. Berat kemasan
harus dibuat seringan mungkin agar energi dan biaya pengangkutan kecil.
7. Biaya rendah
Syarat khusus :
Pada sayuran daerah tropis syaratnya berbeda dengan kemasan untuk
ekspor ke daerah yang lebih dingin (subtropis). Demikian juga untuk daerah yang
kelembaban tinggi dengan daerah kering persyaratannya berbeda. Contoh
beberapa sayuran komersial :
Tomat :

Tomat disajikan dalam bentuk segar dan utuh.

Tomat dikemas dengan keranjang bambu atau bahan lain dengan berat
netto 50 kg kemudian diikat dengan tali rotan atau bahan lain.

Isi kemasan tidak boleh melebihi permukaan keranjang.

Kemasan ditutup dengan anyaman bambu, kemudian diikat dengan tali


rotan atau bahan lain.

Petsai/sawi :

Disajikan dalam bentuk utuh atau segar.

Masing-masing krop dibungkus dengan selapis kertas pembungkus


penyerap

air

atau

tanpa

pembungkus

(harus

mempunyai

daun

pembungkus).

Sayuran harus dikemas dalam keranjang atau bahan lain dengan berat
netto maksimum 60 kg.

Kemasan ditutup dengan kemasan bambu, kemudian diikat dengan tali


rotan atau bahan lain.

Isi kemasan tidak boleh melebihi permukaan keranjang.

Kubis :

Disajikan dalam bentuk utuh atau segar.

Kubis dikemas dengan keranjang bambu atau bahan lain dengan berat
netto maksimum 80 kg.

Kemasan ditutup dengan kemasan bambu, kemudian diikat dengan tali


rotan atau bahan lain.

102

Isi kemasan tidak boleh melebihi permukaan keranjang.

Kentang :

Disajikan dalam bentuk utuh atau segar.

Kentang dikemas dengan keranjang bambu atau bahan lain dengan berat
netto maksimum 80 kg.

Kemasan ditutup dengan kemasan bambu, kemudian diikat dengan tali


rotan atau bahan lain.

Isi kemasan tidak boleh melebihi permukaan keranjang.

4.3. Teknologi Pengolahan Aloe chinensis


Selama ini di propinsi Kalimantan Barat telah dikenal minuman tradisional
Aloe chinensis dalam bentuk potongan-potongan daging yang berkhasiat sebagai
minuman untuk menghambat penuaan, mencegah panas dalam dan untuk menjaga
tubuh tetap langsing. Khasiat ini telah dipercaya secara turun temurun walaupun
secara medis belum dapat dipertanggung jawabkan. Peranan ekstrak Aloe
chinensis dalam menghambat penuaan mungkin karena kemampuan senyawa
yang terkandung di dalamnya sebagai antioksidan. Dewi et al. (2005) mengatakan
bahwa komponen fenol dalam ekstrak Aloe vera berperan besar sebagai
antioksidan alami.
Menurut Dewi (2000) Aloe chinensis mempunyai kandungan air 99.5 %
dan total padatan terlarut 0.4 - 0.6 %, sedangkan kandungan fenolnya sebesar 63.8
mg/g ekstrak (Dewi, 2002). Komposisi nutrisi ini mengakibatkan sari Aloe vera
mudah rusak oleh karena kegiatan enzim atau mikrobia. Morsy (1987)
mengatakan bahwa dalam keadaan segar, sari Aloe vera berlendir, tidak berwarna
dan sensitif terhadap cahaya, udara dan panas. Berdasarkan kenyataan ini, maka
pengembangan produk yang berbasis Aloe chinensis sebagai makanan kesehatan
adalah bagaimana mempertahankan aktivitas komponen bioaktifnya tetapi umur
simpannya menjadi lebih panjang serta tidak berbau langu yang dapat
mengganggu daya terima konsumen.
Pada saat ini Aloe vera telah digunakan sebagai obat dan kosmetika
tradisional demikian juga sebagai bahan baku industri dalam bentuk tepung
(Yasuko et.al., 1984 cit. Byun et.al. 1998). Kendala yang dihadapi dalam industri

103

minuman sari Aloe vera adanya proses pemanasan yang mungkin dapat
menimbulkan penurunan bahkan menghilangkan aktivitas bioaktifnya serta bau
langu dan rasa agak pahit yang tidak disukai konsumen dan masih terasa setelah
diolah dengan pemanasan. Oleh karena itu perlu upaya untuk suplementasi dari
komponen lain yang dapat menetralisir bau dan rasa, tetapi menghasilkan
keuntungan ekonomi dan fisiologis bagi produk akhir. Namun demikian, bahan
suplemen yang ditambahkan tersebut dapat secara sinergi berada dalam sistem
sari Aloe vera sehingga aktivitas bioaktifnya tidak rusak. Demikian juga perlu
adanya proses pengolahan yang menghasilkan umur simpan lebih lama dan
praktis dalam penyimpanan.
Produk effervescent merupakan salah satu bentuk minuman instan yang
lebih banyak diaplikasikan pada produk-produk farmasi seperti mineral, vitamin,
suplemn mineral, antioksidan dalam bentuk minuman penyegar. Effervescent
merupakan salah satu jenis tablet yang digunakan untuk membuat larutan,
mengandung asam sitrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan gas CO 2
apabila dilarutkan dalam air (Banker dan Anderson, 1994 dan Fung dan Ng,
2003). Efek gelembung dan gas dalam larutan tablet tersebut membantu
meningkatkan kesukaan dan penerimaan konsumen karena adanya karbonat
menghasilkan sensasi yang menyegarkan saat diminum. Namun demikian sampai
saat ini belum ada penelitian untuk membuat tablet effervescent pada sari Aloe
chinensis. Pembuatan effervescent disajikan pada gambar 31a dan 31b.

104

Gambar 31a. Preparasi Sari dan Core Aloe chinensis

Gambar 31b. Pembuatan Effervescent Aloe chinensis


4.4.

Latihan

Jawablah dengan singkat dan jelas


1. Sebutkan 3 teknologi yang dapat diterapkan pada buah-buahan agar dapat
mempertahankan kesegaran buah!
2.

Kenampakan kemunduran mutu apakah yang terlihat apabila terjadi


penyimpanan pada suhu yang tidak tepat, sebutkan contohnya (2)?

3.

Mengapa pada pembuatan tepung pisang perlu penambahan sodium


metabisulfit?

4. Sebutkan proses pembuatan sari buah berkarbonasi!


5. Bagaiamanakah cara membuat effervescent Aloe chinensis
Latihan merupakan salah satu cara untuk mengetahui daya serap
mahasiswa apabila mahasiswa mampu menjawab seluruh pertanyaan dalam
latihan maka serapannya adalah 100 % karena bobot nilai masing-masing soal 22.
4.5.

Penutup
Pada pengolahan hasil hortikultura perlu dipertimbangkan karakter

masing-masing komoditi sehingga aplikasi teknologi menghasilkan kualitas


produk

optimal.

Salah

satu

aplikasi

teknologi

pengolahan

bertujuan

mempertahankan kesegaran dan mutu buah, sayuran dan tanaman unggulan Aloe

105

chinensis. Keuntungan lain dengan adanya aplikasi teknologi adalah produk akhir
yang dihasilkan mempunyai umur simpan lebih lama, aktivitas fisiologis seperti
aktivitas antioksidasi tetapdipertahankan dan nilai ekonominya meningkat.
3.6. Daftar Pustaka
Banker, G. S. dan Anderson, N. R. 1994. Tablet In: Teori dan Praktek Industri
Farmasi. U I Press edisi 2. Jakarta.
Byun, M-W, H-S. Yook dan O-J. Kwon. 1997. Comparative Effects of Gamma
Irradiation and Ozone Treatment on Hygienic Quality of Aloe Powders. J. of
Food Science and Technology. 32:221-227.
Chen, N., L. An dan K. Ma. 2001. The Postharvest Handling System for Melon in
Northwestern China- Status, Problems and Prospects. dalam Postharvest
Handling of Fresh Vegetables. Proceeding of Workshop Held in Beijing. p.
38-43.
Dewi, Y. S. K. 2000. Karakteristik Mikroenkapsulasi Aloe vera Hasil Ekstraksi
Karbon Aktif Pada Pengering Semprot. Laporan Penelitian Kerjasama
Pengembangan Produk Lidah Buaya dengan SOFTCODE. Singapore.
Dewi, Y. S. K. 2002. Diversifikasi Produk Berbasis Aloe vera Sebagai Komoditi
Andalan Ekspor Baru Kalimantan Barat. Laporan Penelitian. Sumber Dana
Banglitbangda Propinsi Kalimantan Barat.
Dewi, Y. S. K.; Tranggono, S. Raharjo dan P. Hastuti. 2005. Aktivitas Antioksidasi
Ekstrak Aloe vera Sebagai Penangkap Radikal. Agritech Vol 25 No. 3:124130.
Fellow, P. 2004. Production Methods, Equipment and Quality Assurance
Practices. United Technology Manual. United Nations Industrial
Development Organization.
Fung, K. Y. dan Ng, K. M. 2003. Product-Centered Processing: Pharmaceutical
Tabletsa and Capsules. J. Al Ch E. vol 49 (5): 1193-1218. Proquest Online
http://gateway.proquest.com

Hidayat N dan W.A.P.Dania. 2005.Minuman berkhasiat dan Buah Segar, Trubus,


Agrisarana, Surabay.
Morsy. 1987. The Final Technical Report on Aloe vera. Stabilization &
Processing for The Cosmetic, Beverage & Food Industries. CITA
International.
Mudjajanto, E.S. dan L. Kustiyah. 2006. Membuat Aneka Olahan Pisang. Cetakan
Pertama, PT. Agromedia Pustaka, Tangerang.

106

BAB V
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LEGUM

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang dilakukan untuk
penanganan legum dan penerapannya untuk membuat produk olahan.
5.1. Pendahuluan
Umbi, legum, dan serealia merupakan tanaman pangan yang banyak
mengandung karbohidrat sehingga jenis-jenis tanaman ini banyak digunakan
sebagai makanan pokok. Jenis tanaman tersebut sangat bermacam-macam, variasi
antardaerah juga beragam. Oleh karenanya dalam bahasan ini akan dipilih
beberapa contoh komoditi untuk dibahas lebih mendalam tentang penanganan
pascapanen dan pengolahannya.
Umbi, legum, dan serealia menduduki posisi penting dalam pemenuhan
kebutuhan pangan, karena FAO (badan pangan dunia) menganjurkan pola
konsumsi bahan pangan untuk penduduk Indonesia sepertitersaji dalam Tabel 10.

107

Tabel 10. Anjuran Konsumsi Jenis Bahan Pangan


No.
Jenis Bahan Pangan
1
Serealia
2
Umbi-umbian
3
Kacang-kacangan
4
Pangan Hewani
5
Minyak dan lemak
6
Gula
7
Sayuran segar dan buah
Sumber: Koswara (1992).

Persen Konsumsi (%)


50
5
5
15-20
10
6-7
5

Jika mengacu pada rekomendasi FAO tersebut, maka Pola Pangan


Harapan (PPH) tahun 2000 untuk penduduk Indonesia terdiri atas 324,24 gpadipadian (serealia), 91,12g makanan berpati (umbi), 35,88g kacang-kacangan
(legum), 240,11g pangan hewani, 16,63g minyak & lemak, 34,35g gula dan
225,61 g sayur dan buah. Oleh karena itu kebutuhan umbi-umbian, legum, dan
serealia untuk pangan sangat besar. Selain itu diperlukan pula penanganan
pascapanen dan pengolahan yang baik dan beragam sehingga produksi yang besar
dapat diimbangi dengan pemanfaatan bahan hingga siap dikonsumsi.
5.2. Penyajian
Tanaman yang termasuk golongan legum biasa disebut dengan tanaman
kacang-kacangan atau polong-polongan. Hal ini disebabkan biji tanaman terletak
dalam suatu polong yang berbentuk tunggal atau rangkaian. Istilah legum diambil
dari subfamili tanaman tersebut yaitu leguminosae. Jenis leguminosae sangat
beragam, diantaranya adalah:
-

kacang tanah

kedelai

kecipir

kacang panjang

kacang kapri

kacang hijau

kacang bogor, dll

Fungsi tanaman leguminosae dalam memenuhi kebutuhan manusia antara


lain sebagai:

108

1. Bahan pangan sumber protein nabati


Legum terkenal sebagai tanaman penyedia protein nabati karena
mempunyai kandungan asam amino yang tinggi.
2. Bahan industri
Berbagai industri pengolahan makanan menggunakan hasil dari
tanaman legum sebagai bahan dasar, antara lain industri minyak
kacang, susu/sari kedelai, kecap, tahu, tempe, dsb.
3. Bahan pakan ternak
Limbah

industri

pengolahan

kacang-kacangan

masih

banyak

mengandung protein yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.


Contoh: limbah pengolahan tahu (bungkil tahu), limbah pengolahan
minyak kacang (bungkil kacang).
4. Bahan pelestari lingkungan
Tanaman leguminosae mempunyai sifat khas yaitu terdapatnya bintil
akar, yang disebut rhizobium. Bintil akar akan mengikat nitrat menjadi
nitrit sehingga tanah yang ditanami kacang-kacangan dapat terjaga
kesuburannya.
Kandungan asam amino tanaman legum dapat dibandingkan dengan
beberapa sumber protein lainnya, secara lengkap disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Kandungan Asam Amino Beberapa Tanaman Legum
Asam

Kedelai

amino
(mg/g N)
Isoleusin
340
Leusin
480
Lisin
400
Fenilalanin
310
Tirosin
200
Sistin
110
Treonin
250
Triptofan
90
Valin
330
Metionin
80
Sumber: Koswara (1992)

Kacang

Kacang

tanah

hijau

260
380
220
320
220
90
170
70
310
60

350
560
430
300
100
40
200
50
370
70

109

Beras

320
535
236
307
269
80
241
65
415
142

Susu

Telur

Sapi

ayam

407
630
496
311
323
57
292
90
440
149

415
553
403
365
262
149
317
100
454
197

5.3. Penanganan Pascapanen Kacang Tanah (Arachis hypogaea)


Sebelum memasuki tahap pengolahan, perlu diperhatikan penanganan
pascapanen kacang tanah. Untuk mendapatkan kacang tanah dengan kualitas yang
baik saat diolah, perlu dilakukan penanganan pasca panen yang meliputi
penentuan saat dan cara panen, perontokan polong, pengeringan, pembijian atau
pengupasan kulit polong dan penyimpanan.
5.3.1. Penentuan saat dan cara panen
Kualitas kacang tanah yang maksimal dapat diperoleh bila dilakukan
panen pada saat masak fisiologis, yaitu antara umur 85 100 hari. Tanda-tanda
visual saat panen:
-

daun menguning

polong mempunyai tekstur yang jelas dan berwarna gelap

terdapat guratan-guratan berwarna gelap pada dinding polong bagian


dalam

Penundaan umur panen menyebabkan banyak polong tertinggal di tanah


karena membusuknya ginofor. Panen sebaiknya dilakukan bila kondisi cuaca baik
dan tanah tidak terlalu kering, sehingga memperkecil polong tertinggal dalam
tanah dan memudahkan proses perontokan dan pengeringan polong. Panen dapat
dilakukan dengan cara:
- manual

: dengan mencabut tanaman

- mekanik

: dengan mesin pemanen

5.3.2. Perontokan polong


Sebelum dilakukan perontokan, kacang tanah yang telah dicabut kemudian
brangkasannya dipotong untuk pakan ternak, kemudian akar dan polong
dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan di lahan persawahan atau tempat
pengeringan tertentu.Pengeringan dilakukan sekitar 2 3 hari (jika cuaca cerah).
Setelah kering baru dilakukan perontokan.
Perontokan dapat dilakukan secara manual dan menggunakan alat
perontok padi. Perontokan secara manual kapasitasnya rendah, sekitar 5,50 kg
polong/jam/orang sedangkan dengan mesin perontok padi dapat mencapai 7,69

110

27,35 kg polong/jam/orang. Walaupun untuk tujuan pembuatan benih, perontokan


manual menghasilkan benih yang lebih baik.
5.3.3. Pengeringan
Pada kondisi terik, penjemuran polong selama 5-6 hari dapat
menghasilkan kadar air 10-15 %. Pada saat panen kadar air polong antara 35-50
%. Bila menginginkan kualitas biji yang lebih tahan lama (tidak mudah ditumbuhi
jamur) dapat dilakukan pengeringan lanjutan hingga kandungan air mencapai 8 %.
Masalah cuaca, dapat diatasi dengan melakukan pengeringan dengan
mesin pengering. Pengeringan dengan menggunakan mesin membutuhkan suhu
pengering yang tepat, karena:
-

suhu pengering terlalu tinggi menyebabkan polong retak sehingga biji


mudah diserang serangga

suhu pengeringan terlalu rendah akan memperpanjang waktu


pengeringan sehingga memberi kesempatan tumbuhnya jamur dalam
biji.

Pengeringan dengan mesin pengering dapat dilakukan dengan berbagai


variasi suhu (40-60 C) dan variasi kecepatan udara. Pada suhu 60 C dengan
kecepatan udara 0,1875 m/dt membutuhkan waktu pengeringan 9 jam, sedangkan
dengan suhu 40 C dengan kecepatan udara 0,65 m/dt membutuhkan waktu 17
jam.
5.3.4. Pembijian atau pengupasan kulit polong
Pembijian secara manual dilakukan polong demi polong, sedangkan
dengan alat pengelupas polong dapat mencapai 60 kg polong/jam (digerakkan
dengan tenaga manusia) dan 400 kg polong/jam (penggerak mesin).
5.3.5. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan salah satu kegiatan penting dalam penanganan
pascapanen kacang tanah. Kacang tanah biasanya disimpan dalam bentuk polong
atau biji yang mudah terserang jamur, hama, dan rayap. Tingkat kerusakan dalam
penyimpanan tergantung pada:

111

cara penanganan pasca panen (cara panen, pengeringan, perontokan)

mutu awal kacang tanah (kadar air, kematangan biji)

cara penyimpanan dan konstruksi ruang penyimpanan (suhu,


kelembaban, aerasi udara)

Secara tradisional petani menyimpan polong kacang tanah dengan karung


goni, kaleng, atau keranjang bambu dengan kadar air 14-15 % selama 3-4 bulan.
Penyimpanan dalam skala besar di dalam gudang membutuhkan tempat dengan
aliran udara yang baik, lantai kering, dan tidak mudah dimasuki serangga
bersayap dan tikus.
Hama gudang yang sering dijumpai pada penyimpanan kacang tanah
adalah: Caryedon serratus, Tribolium castaneum, Oryzaephilus mercator,
Ephestia cantella, dan Plodia interpunctella. Umumnya hama tersebut
berkembang pada suhu 28-35 C dan kelembaban 70 %. Disamping itu
penyimpanan kacang tanah juga rentan terhadap cemaran jamur Aspergillus flavus
yang menghasilkan toksin berbahaya, yaitu aflatoksin. Pengendalian aflatoksin
dapat dilakukan dengan cara:
-

penghilangan kadar toksin, yaitu dengan sortasi, filtrasi, atau


fermentasi

detoksifikasi, yaitu menghilangkan sifat toksinnya, dengan radiasi


sinar gamma atau ammoniasi.

5.3.6. Pengolahan Kacang Tanah


Sebelum melakukan pengolahan kacang tanah, pengetahuan tentang
komposisi gizi kacang tanah akan membantu menentukan produk yang akan
diolah. Komposisi kimia biji kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 12. Kacang
tanah dapat dibuat menjadi produk olahan langsung maupun produk olahan
awetan. Produk olahan lansung dapat ng merupakan produk olahan basah maupun
produk olahan kering. Selanjutnya produk olahan kering dapat dibuat menjadi
berbagai produk antara lain Kacang Tanah Rendah Lemak (KTRL), kacang tanah
goreng, dan kacang telur sedangkan produk basah menjadi susu/sari kacang dan
tahu kacang tanah. Produk olahan awetan kacang tanah dapat berupa tepung

112

kacang, minyak kacang dan pasta kacang, selanjutnya tepung kacang dapat
dijadikanbahan dasar untuk pembuatan biskuit, makanan bayi maupun cookies.
Tabel 12. Komposisi Kimia Biji Kacang Tanah
Komposisi

Jumlah per 100 g


452 kalori
25,3 g
42,8 g
21,1 g
58 mg
335 mg
1,3 mg
3 mg
0,30 mg
4g

Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin C
Vitamin B
Air
Sumber: Kasno et al. (1993)
5.3.6.1. Pengolahan Tepung Kacang Tanah

Tepung kacang merupakan salah satu bentuk pengolahan kacang tanah.


Dalam bentuk tepung, kacang tanah akan lebih tahan disimpan. Disamping itu
penggunaannya lebih praktis karena dapat diolah menjadi berbagai produk pangan
atau disuplementasi dengan jenis tepung yang lain sebagai bahan dasar pembuatan
berbagai macam kue atau produk lain sehingga dapat meningkatkan kandungan
protein bahan tersebut. Tahapan proses pembuatan tepung kacang tanah disajikan
pada Gambar 32.

Kacang Tanah
blanching
Kacang tanah
Hasil blanching
pengeringan (120C)
kadar air: 5,9-6,4%
Kacang tanah
hasil pengeringan

113

penghilangan kulit ari


Kacang tanah
tanpa kulit ari
penghilangan lemak

Minyak
kacang

Bungkil
penggilingan

TEPUNG
KACANG

Gambar 32. Tahapan Proses Pembuatan Tepung Kacang Tanah (Kasno et al.,
1993).
Tahap utama pembuatan tepung kacang tanah adalah penggilingan. Namun
sebelum sampai pada tahap utama, perlu dilakukan tahap-tahap pendahuluan
untuk memudahkan proses utama dan untuk mendapatkan hasil tepung yang
optimal.
Beberapa proses pendahuluan yang perlu dilakukan adalah:
-

Pengurangan lemak/minyak
Kacang tanah mengandung lemak tinggi, yaitu 42,8 %. Hal ini akan
mempersulit proses pembuatan tepung karena akan menghasilkan
bentuk pasta. Oleh karenanya kandungan lemak perlu dikurangi
sebagian atau seluruhnya. Pengurangan kandungan lemak ini pada
dasarnya juga merupakan cara pengolahan untuk mendapatkan minyak
kacang, karena untuk memperoleh tepung kacang yang digunakan
adalah bungkil kacang tanah (setelah diambil minyaknya.

Penghilangan kulit ari


Terikutnya

kulit

ari

pada

pembuatan

menyebabkan pewarnaan pada tepung.


-

Penghilangan cita rasa kacang mentah

114

tepung

kacang

tanah

Cita rasa kacang mentah dapat menurunkan kualitas tepung kacang


tanah, terutama bila digunakan sebagai bahan suplementasi protein
pada berbagai produk olahan.
Kacang tanah yang sudah diambil minyaknya dan dikeringkan siap untuk
digiling Tujuan utama penggilingan adalah menghancurkan bahan sehingga
mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran semula. Kualitas penggilingan ditandai
dengan tingkat kehalusan hasil giling dinyatakan dengan istilah kasar, sedang, dan
halus. Mesin penggiling yang dapat digunakan antara lain:
-

Alpine Mill, digunakan untuk penggilingan kacang tanah yang


mengandung lemak sekitar 24 %.

Willey Mill atau Stud Mill, digunakan untuk penggilingan kacang


tanah yang mengandung

lemak lebih dari 24 % dimana proses

dilakukan dengan kecepatan tinggi dan keadaan beku.


5.3.6.2. Pengolahan Kacang Tanah Rendah Lemak (KTRL)
KTRL merupakan suatu produk olahan kacang tanah untuk memenuhi
keinginan konsumen yang menghindari konsumsi lemak berlebihan. Kacang tanah
seringkali disebut sebagai makanan yang kaya lemak, sehingga sering dihindari.
Disamping itu, pembuatan tepung KTRL juga dapat merupakan pemanfaatan hasil
samping pembuatan minyak kacang. Jika bungkil kacang dapat diolah menjadi
tepung kacang, maka pengepresan pada kacang yang tidak berlebihan dapat
menjadi KTRL. Untuk menghasilkan KTRL dilakukan 3 tahap pengolahan, yaitu:
1. Pengepresan biji secara mekanik
2. Rekonstitusi
3. Pengeringan atau penggorengan
Secara lengkap pengolahan KTRL adalah sebagai berikut disajikan pada gambar
33.

Kacang Tanah
Pengeringan, kadar air
4-6 %
Biji kacang tanah
kering

115

Pengepresan 10-45 menit


Kacang tanah
Rendah lemak
Perendaman air hangat,
Penambahan bumbu
Adonan Kacang tanah
rendah lemak siap goreng
penggorengan
KACANG TANAH GORENG
RENDAH LEMAK

Gambar 33. Tahapan Pembuatan Kacang Tanah Goreng Rendah Lemak (Kasno et
al., 1993).
Pengolahan kacang menjadi KTRL dapat menurunkan lemak sekitar 20 % dan
menaikkan persentase protein hingga 10 %.
5.4. Pengolahan Kedelai (Glycine max)
Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang
paling baik. Kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin,
mineral, dan serat. Komposisi rata-rata kedelai dan bagian-bagiannya disajikan
pada Tabel 13. Selain mengandung komponen gizi yang lengkap, kedelai juga
mengandung senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavor (bau dan rasa
tidak dikehendaki). Senyawa-senyawa tersebut harus diperhatikan selama proses
pengolahan kedelai karena dapat menyebabkan penurunan mutu pada hasil
akhirnya.
Tabel 13. Komposisi Kimia Kedelai
Komposisi

Jumlah per 100 g

116

Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin C
Vitamin B
Air
Sumber: Suprapti (2005)

331 kalori
34,9 g
18,1 g
34,8 g
227 mg
585 mg
8 mg
110 mg
1,1 mg
7,5 g

Senyawa anti gizi yang tedapat dalam kedelai antara lain adalah:
1. Anti tripsin
Anti

tripsin

yang

dikonsumsi

manusia

akan

menyebabkan

penghambatan kerja enzim tripsin dalam tubuh. Berdasarkan hasil


penelitian anti tripsin dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
dan hipertofi (pembengkakan oragan pankreas). Aktivitas anti tripsin
dapat dihilangkan dengan melakukan perendaman diikuti pemanasan.
2. Hemaglutinin
Pada hewan percobaan,hemaglutinin menyebabkan penggumpalan sel
darah merah, terutama terjadi di usus halus sehingga penyerapan zat
gizi terganggu, akibatnya pertumbuhan menjadi terhambat.
3. Asam fitat
Asam fitat dapat mengikat elemen mineral terutama seng, kalsium,
magnesium, dan besi sehingga mengurangi ketersediaan mineral secara
biologis. Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase. Enzim fitase
dalam kedelai dapat diaktifkan dengan perendaman dalam air hangat.
Perendaman dalam air pada suhu 60 C selama 10 menit dapat
menurunkan keadaan asam fitat sekitar 90 %. Asam fitat juga turun
selama fermentasi, misalnya pada pembuatan tempe.
4. Oligosakarida penyebab flatulensi
Oligosakarida adalah jenis karbohidrat yang merupakan polimer 2-10
monosakarida. Oligosakarida yang mengandung ikatan -galaktosida
berhubungan dengan terjadinya flatulensi, yaitu menumpuknya gas-gas
dalam perut. Pada umumnya terdapat 3 senyawa oligosakarida yang

117

menyebabkan flatulensi, yaitu rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa.


Ketiga jenis oligosakarida tersebut tidak dapat dicerna karena mukosa
usus mamalia (termasuk manusia) tidak mempunyai enzim galaktosidase sehingga olligosakarida tersebut akan difermentasi oleh
bakteri-bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan terutama bagian
usus halus. Fermentasi ini akan menghasilkan sejumlah gas (CO2, H2,
CH4) dan akan menurunkan pH sehingga menyebabkan tekanan dalam
perut yang disebut flatulensi (perut kembung). Untuk menghilangkan
oligosakarida tersebut di atas, dapat dilakukan perendaman yang diikuti
dengan proses perkecambahan dan fermentasi, misalnya pada
pembuatan tempe atau kecap.
5. Penyebab rasa langu (beany flavor)
Bau langu pada kedelai disebabkan adanya enzim lipoksigenase yang
melakukan aktivitasnya dalam kedelai dengan menghidrolisis lemak
kedelai menghasilkan senyawa penyebab bau langu (heksanal &
heksanol). Untuk menghilangkan bau langu dilakukan penggilingan
kedelai dengna air panas, sehingga enzim lipoksigenase yang muncul
saat terjadi penghancuran tersebut menjadi inaktif.
6. Penyebab rasa pahit dan rasa kapur (bitter & chalky flavor)
Rasa pahit disebabkan adanya senyawa-senyawa glikosida antara lain:
soyasaponin & sapogenol. Soyasaponin lebih pahit daripada sapogenol.
Sedangkan rasa kapur disebabkan oleh senyawa glikosida berupa
isoflavon. Dalam kedelai senyawa isoflavon berupa ganistein dan
daidzein. Intesitas rasa kapur akan meningkat jika isoflavon dihidrolisis
menjadi senyawa aglikonnya, yaitu genistin dan daidzin. Hidrolisis
isoflavon dilakukan oleh enzim -glukosidase. Aktivitas -glukosidase
dapat dihambat dengan perlakuan panas atau pengaturan pH.
Kedelai dapat diolah menjadi produk olahan langsung maupun produk
awetan. Produk olahan langsung dapat merupakan produk olahankering yang
selanjutnya dapat dibuat menjadi kedelai goring dan peyek kedelai. Produk olahan
langsung yang berupa produk basah dapat diolah menjadi susu/sari kedelai, tahu,
tempe maupun kemabang tahu. Produk awetan kedelai dapat berupa tepung

118

kedelai, kecap, tauco, sorgurt, keju kedelai. Tepung kedelai dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, biskuit, makanan bayi, konsentrat yang
merupakan bahan untuk daging tiruan ataupun dibuat isolat yang dapat digunakan
juga sebagai bahan untk daging tiruan.
5.4.1. Pengolahan Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan istilah untuk menyebut cairan yang diekstrak dari
biji kedelai. Adapula yang menyebutnya dengan sari kedelai atau air tahu.
Susu/sari kedelai merupakan minuman bergizi yang sudah dikenal sejak dahulu
kala. Di Cina, susu kedelai sudah dibuat sejak abad ke-2 sebelum masehi. Di
negara tetangga kita seperti Malaysia dan Philipina susu kedelai telah
diperdagangkan dengan kemasan siap minum dan telah diolah secara modern
sehingga mempunyai masa simpan yang lebih panjang. Pembuatan produk olahan
susu kedelai dapat disajikan pada gambar 30.
5.4.2. Pengolahan Kecap
Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa
penambahan gula kelapa dan bumbu. Di Indonesia kita mengenal jenis kecap
seperti kecap manis, kecap asin, dan sebagainya tergantung selera dan kebutuhan.
Sebagian besar masyarakat kita menggunakan kecap sebagai bahan penyedap rasa
karena rasa sedap yang ditimbulkan bila kecap ditambahkan pada masakan. Rasa
sedap atau gurih tersebut karena kandungan asam amino glutamat yang cukup
tinggi pada kecap.
Kedelai
perendaman 8 jam,
perebusan,
penghilangan kulit ari
Kedelai rebus
tanpa kulit ari
penggilingan, penyaringan
Sari Kedelai

119

Ampas

perebusan, penambahan gula


dan esen, pengemasan

PRODUK KEMASAN
SUSU KEDELAI

Gambar 34. Tahapan Pembuatan Susu Kedelai (Hartoyo, 2005)


Pembuatan kecap membutuhkan bahan baku utama berupa kedelai,
umumnya digunakan kedelai hitam. Sedangkan bahan pembantu terdiri dari:
-

Jamur
Kecap dihasilkan dari proses fermentasi kedelai yang menggunakan
jamur sebagai mikrobia yang memfermentasi kedelai. Jamur yang
digunakan dapat berupa jamur kecap (Aspergillus flavus) atau jamur
tempe (Rhizopus sp.)

gula merah atau gula kelapa

garam

bumbu-bumbu
Bumbu yang digunakan adalah daun sereh, daun salam, lengkuas,
pekak.

Gula

Diagram alir pembuatan kecap disajikan pada gambar 35.


Kedelai
penucian, perebusan I (2 jam),
penirisan
Kedelai rebus
pemberian jamur,
inkubasi 4-5 hari
Kedelai
hasil inkubasi

120

perendaman dalam laruan


garam selama 1 bulan
Kedelai
hasil rendaman
garam
penyaringan
Sari Kedelai

Ampas

perebusan II, penyaringan,


pengemasan
PRODUK KEMASAN
KECAP

Gambar 35. Tahapan Pembuatan Kecap (Cahyadi, 2007)

5.5. Latihan
1. Sebutkan fungsi-fungsi tanaman legum yang berhubungan dengan
kehidupan manusia!
2. Kacang tanah mempunyai kandungan lemak yang cukup tinggi. Jelaskan
kelemahan kandungan lemak tersebut dengan pengolahan kacang tanah
menjadi tepung! Jelaskan pula cara mengatasinya!
3. Sebutkan 3 tahap yang dilakukan untuk membuat kacang tanah rendah
lemak, sebutkan pula tujuan dari masing-masing tahap tersebut!
4. Sebutkan senyawa-senyawa antigizi yang terdapat dalam biji kedelai!
Jelaskan proses-proses pengolahan yang dapat mengurangi adanya
senyawa antigizi tersebut?
5. Pada pembuatan susu kedelai, seringkali produk berbau langu. Dari mana
asal bau langu tersebut? Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi bau langu pada susu kedelai?
Latihan merupakan tolok ukur mahasiswa dalam memahami bab yang
sedang ditelaah. Oleh karena itu apabila seluruh latihan soal mampu dikerjakan

121

dengan benar maka serapan mahasiswa mencapai 100 % karena setiap soal
mempunyai bobot 20.
5.6. Penutup
Tanaman golongan leguminosae mempunyai kandungan gizi yang baik.
Potensinya sebagai sumber protein cukup tinggi jika diolah menjadi makanan.
Beberapa contoh tanaman legum yang banyak digunakan sebagai bahan industri
adalah kacang tanah (Arachis hypogaea) dan kedelai (Glycine max).
Kacang tanah merupakan jenis legum yang menngandung lemak cukup
tinggi sehingga dalam pengolahannya harus diperhatikan, misalnya dalam
pembuatan tepung harus dihilangkan dulu minyaknya. Kacang tanah dapat diolah
menjadi berbagai jenis produk, antara lain tepung kacang dan kacang tanah rendah
lemak (KTRL).
5.7. Daftar Pustaka
Cahyadi, W. 2007. Kedelai, Khasiat dan Teknologi. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Hartoyo, T. 2005. Susu Kedelai dan Aplikasi Pengolahannya. Trubus Agrisarana,
Surabaya.
Kasno, A., A. Winarto, dan Sunardi. 1993. Kacang Tanah. Depatermen Pertanian,
Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Noor, Z. 1987. Teknologi Pengolahan Kacang-kacangan. PAU Pangan Gizi
UGM, Yogyakarta.
Suprapti, L. 2005. Kembang Tahu dan Susu Kedelai. Kanisius, Yogyakarta.

BAB VI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA

122

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang dilakukan untuk
penanganan serealia dan penerapannya untuk membuat produk olahan.
6.1. Pendahuluan
Tanaman yang termasuk golongan serealia (padi-padian) merupakan bahan
makanan sumber karbohidrat. Hampir 60 % bagian dari biji serealia merupakan
karbohidrat dalam bentuk pati yang mudah dicerna dan gula-gula sederhana.
Beberapa jenis serealia yang telah banyak dibudidayakan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Jenis Serealia yang Dibudidayakan
Nama
Padi
Jagung
Cantel
Jali
Jawawut
Gandum
Avena
Sumber: Makfoeld (1988).

Nama latin
Oryza sativa
Zea mays
Shorgum vulgare
Coixlacrima jobi
Panicum viride
Triticum sp
Avena sativa

Nama Asing
Rice
Corn
Shorgum/ broom corn
Jobs tear
Press millet
Wheat
Oat

Serealia menyumbangkan kalori rata-rata antara 300-350 kal/100 g.


Perbedaan komposisi tergantung pada varietas, letak geografis, kondisi iklim, dan
faktor-faktor lainnya. Selain sebagai bahan makanan, serealia dapat pula diolah
sebagai bahan industri yang penting. Pengolahan serealia terutama ditujukan
untuk pembuatan pati, misal pati gandum, pati jagung, dll. Prinsip pengolahan
serealia adalah dengan menghilangkan bagian-bagian serat yang tidak mudah
dicerna dan lemak sebelum dilakukan penggilingan.
6.2. Pascapanen Serealia
Setelah dipanen, tanaman serealia mula-mula dibersihkan dan diberi
perlakuan-perlakuan pendahuluan sebelum dilakukan penggilingan. Perlakuan
pendahuluan pascapanen serealia terdiri dari pembersihan dan pengkondisian.
6.2.1. Pembersihan

123

Biji serealia dibersihkan dari benda-benda dan kotoran yang menempel


pada butiran biji. Alat yang dapat digunakan untuk pembersihan antara lain:
-

Milling separator

Alat pemisah ini digunakan untuk menghilangkan bahan-bahan asing


seperti kertas, kayu, batu, dan lainnya.
-

Magnetic separator

Alat ini terutama untuk menghilangkan kotoran berupa logam, dengan


daya tarik magnetik logam-logam akan ditarik keluar dari bagian biji.
-

Pneumatic separator

Alat ini digunakan untuk memisahkan bagian-bagian halus seperti kulit,


debu, dan butiran pecah. Dengan penghembusan (blower) dan aspirator
butiran bersama benda-benda ringan dipisahkan keluar
Kadang-kadang pada pembersihan sekaligus dilakukan sortasi, sehingga akan
dipisahkan bagian-bagian biji berdasarkan ukuran, berat jenis, dan sebagainya.
6.2.2. Pengkondisian (Conditioning/Tempering).
Setelah biji serealia dibersihkan, kemudian dimasukkan dalam ruang
conditioning. Conditioning merupakan suatu tahap yang dilakukan untuk
mempersiapkan biji-biji sereali siap untuk proses penggilingan. Conditioning
dilakukan dengan memberi sedikit air pada biji. Pengaturan panas dan
penambahan air tertentu sehingga menghasilkan biji yang siap untuk digiling.
Conditioning dilakukan dalam 4 tahap perlakuan, yaitu:
1. Biji dipanaskan pada suhu tertentu
2. Ditambah air dan dipertahankan dalam waktu tertentu untuk memberi
waktu air terdifusi dalam butiran biji
3. Didinginkan beberapa waktu pada suhu kamar
4. Didiamkan pada suatu tempat (tangki) agar kandungan air seimbang
seperti yang dikehendaki sebelum dilakukan penggilingan.
Fungsi conditioning:
-

memudahkan penggilingan

mendapatkan biji-biji dengan kekerasan dan kandungan air yang


seragam

124

biji tidak mudah patah dan bertekstur agak lunak.

6.3. Pengolahan Padi


6.3.1. Panen Padi
Padi merupakan bahan makanan pokok sehari-hari pada kebanyakan
penduduk di negara kita. Hasil pengolahan padi yang utama adalah beras. Tandatanda bulir padi telah masak adalah menguningnya sebagian besar dari butir padi
pada malainya telah mencapai 80 %, umur tanaman telah mencapai 90-110 hari
dan kadar air sekitar 25-27 %.

Pada kondisi masak maksimum, bulir padi

mempunyai kandungan karbohidrat optimum Panen padi yang terlalu awal


mengakibatkan hasil giling rendah karena banya butiran berkapur (chalky grain)
dan buiran belum masak (immature grain). Panen yang dilakukan terlambat
menyebabkan padi terlalu lama kena sinar matahari sehingga butiran keras dan
mudah retak (sun cracks) dan menyebabkan banyak butir padi pecah (broke rice).
6.3.2. Penggabahan.
Penggabahan dilakukan untuk memisahkan bagian tangkai-tangkai padi
dari butiran gabah dengan perontokan. Hasil dari proses penggabahan adah gabah
yang selanjunya dapat dikeringkan.
6.3.3. Pengeringan.
Pengeringan gabah dilakukan bertujuan agar beras yang dihasilkan
tidakmudah rusak sehingga memudahkan pengolahan lebih lanjut. Pengeringan
alami dengan sinar matahari selama 2-3 hari telah menghasilkan padi yang cukup
kering. Pengeringan dengan sinar matahari cukupmurah dan efektif namun sangat
tergantung cuaca. Pengeringan mengakibatkan penurunan kadar air gabah dari
30% hingga 12-16%. Setelah berupa gabah dapat dilakukan penyimpanan
sebelum gabah digiling. Gabah ditempatkan pada suatu tempat tertentu dan dijaga
dalam keadaan kering dengan kadar air 14-15% dengn RH 78%. Suhu
penyimpanan dipertahankan 30-40 C.
6.3.4. Penggilingan.

125

Beras diproduksi dari gabah yang digiling. Penggilingan bertujuan untuk


penyimpanan beras. Untuk mendapatkan beras gabah digiking dengan tujua
memisahkan beras dari bagian lain yang tidak dikehendaki. Peralatan
penggilingan yang lengkap terdiri dari:
-

pembersihan (screen)

pemecah kulit (huller, husker)

penyosohan dan pemutihan

penggosokan (polisher)

pengayakan (siever).

Beras yang tidak mengalami penyosohan masih mempunyai lapisan luar,


disebut beras pecah kulit (brown rice atau cargo rice). Beras pecah kulit
mengandung vitamin B dan bergizi tinggi tetapi tidak mempunyai ketahanan
simpan yang lama.
6.3.5. Pengayakan.
Proses pengayakan pada padi menghasilkan empat macam produk beras
yaitu:
-

beras utuh/beras kepala (whole kernel) sebagai produk utama

beras pecah (broken kernel) berukuran 0,5-0,75 dari beras utuh

menir, beras denganukuran lebih kecil dari beras pecah

bagian beras halus dan

bagian tepung (brewer yeast)

Diagram alir pengolahan padi disajikan pada Gambar 36.


Padi
pemanenan,
penggabahan
Gabah

126

pengeringan
Gabah Kering
pemecahan kulit
Beras Pecah
Kulit

Sekam

Beras Sosoh

Bekatul,
Menir,
Butir Tepung

penyosohan

pemisahan, pengayakan,
pengemasan
KEMASAN
BERAS KEPALA

Gambar 36. Diagram Alir Produksi Beras Kepala (Haryadi, 2006).


6.3.6. Produk Olahan Beras.
Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat, terutama pada bagian
endospermnya. Bagian lain dari padi juga dapat digunakan sebagai bahan baku
industri, antara lain: minyak dari bagian kulit luar beras (katul), sekam sebagai
bahan bakar atau pembuat pupuk dan kertas, merang sebagai media jamur, dan
sebagainya. Komposisi kimia berbagai jenis beras disajikan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Komposisi Kimia Berbagai Jenis Beras
No.
1.
2.
3.

Komponen
Kalori (kal)
Karbohidrat (g)
Protein (g)

Beras
Tumbuk
347
73
8,0

127

Beras
Setengah
Giling
339
75
7,5

Beras
Giling
343
78
7,0

4.
Lemak (g)
5.
Kalsium (mg)
6.
Zat besi (mg)
7.
Vitamin B (IU)
Sumber: Haryadi (2006).

2,5
14
1,4
100

1,1
7
0,7
60

0,3
7
10

Menurut Bulog, beras harus memenuhi persyaratan mutu untu dapat dipasarkan
sampai ke tangan konsumen dalam sistem pasar. Persyaratan mutu yang harus
dipenuhi disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Persyaratan Mutu Beras Dalam Grade Bulog.
No

Faktor grading

1. Kadar air
2. Beras kepala
3. Butir patah besar dan sedang
4. Menir
5. Gabah
6. Benda asing
7. Butir tersosoh
8. Butir rusak
9. Butir kuning
10. Butir retak
11. Butir merah
12. Butir mengapur/muda
Sumber: Haryadi (2006)

Grade 1
(%)
Max 14
Min 90
Max 6
0,5
3
0,5
1
1
1
3
1
3

Grade 2
(%)
Max 14
Min 80
Max 12
1
6
1
3
3
2
5
3
5

Grade rendah
(%)
diatas 14
dibawah 90
diatas 12
diatas 1
diatas 6
diatas 1
diatas 3
diatas 3
diatas 2
diatas 5
diatas 3
diatas 5

6.3.7. Pembuatan Bihun


Bihun merupakan produk olahan serupa mi tetapi bahan bakunya berasal
dari tepung beras. Bihun berasal dari bahasa Cina,yang artinya tepung beras.
Bihun tidak hanya di kenal di Indonesia tetapi juga di Negara-negara lain dengan
berbagai sebutan seperti bihon, bijon, mehon dan vermicelli.
Pada pembuatan bihun,beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak
dan dicetak menjadi benang-benang, lalu dikeringkan dan dijual dalambentuk
lipatan empat persegipanjang. Pemanfaatan bihun selama ini masih terbatas pada
makanan jajanan, seperti bakso, ketoprak, gado-gado, bihungoreng, serta sebagai
bahan pengisi pada lumpia, buras, tahu isi, danlain-lainnya. Dalam kebiasaan
masyarakat Cina,bihun dan mi dihidangkan pada perayaan tertentu(misalnya

128

ulang tahun) untuk melambangkan umur yang panjang. Secara umum komposisi
nutrisi bihun yang terbuat dari tepung beras disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Komposisi Nutrisi Bihun Per 100 G Bahan
No.
Zat Gizi
Kandungan
1.
Energi (kal)
300,00
2.
Protein (g)
4,70
3.
Lemak (g)
0,10
4.
Karbohidrat (mg)
82,10
5.
Kalsium (mg)
6,00
6.
Foafor (mg)
35,00
7.
Besi (mg)
1,80
8.
Vitamin A (SI)
0,00
9.
Vitamin B1 (mg)
0,00
10.
Vitamin C (mg)
0,00
11.
Air (g)
12,90
Sumber: Direktorat Gizi, DepKes (1992) dalam Astawan (2008)
Ada dua jenis bihun di pasaran, yaitu bihun kering dan bihun
instan.Menurut SNI No. 0228-79 (1979), bihun merupakan suatu bahan makanan
yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk
bennag-benang. Menurut SNI No. 01-3742-1995(1995), bihun instan adalah
produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentk
benang-benang, dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air hangat
mendidih paling lama 3menit.
Bahan baku pembuatan bihun adalah tepung beras yang berasal dari beras
yang baru di panen supaya mempunyai umur simpan yang lama. Bahan tambahan
yang digunakan dalam pembuatan bihun adalah air, dan sodium metabisulfit.
Untuk menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, maka beras yang
digunakan untuk membuat tepung adalah PB 5, PB 36, PB 42, IR 26, IR 36,
Semeru, Asahan, beras Hongkong, beras Siamdan beras Birma.Penggunaan beras
pulen tidak dianjurkan karena akan menghasilkan bihun yang lembek dan lengket.
Bahan tambahan utama dalam industri bihun adalah air bersih. Air berguna
untuk melunakkan butir-butir beras selama perendaman agar beras mudah
digiling. Sodium metabisulfit digunakan untuk meminimalkan pertumbuhan
mikroba. Air kan-sui digunakan apabila akan membuat bihun instan. Air kan-sui

129

merupakan campuran dari air dan garam potassium karbonat, natrium karbonat,
natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu.
Pembuatan bihun kering (biasa) terdiri dari tahapan pencucian beras,
perendaman, penggilingan, pengepresan, pemasakan tahap pertama, pembentukan
lembaran, pencetakan, ekstrusi, pemasakan tahap kedua, penjemuran, dan tahap
pengemasan.
6.3.7.1. Pencucian beras
Pencucian dilakukan dalam bak pencuci dengan air bersih. Dalam
pencucuian diusahakan beras yang terbuang sesedikit mungkin.Pencucian yang
tidak bersih menghasilkan bihun berwarna suramdan kadang-kadang berbau asam.
Setelah bersih dilakukan perendaman selama 1 jam. Tepung yang berasal dari
beras yang tanpa direndam mempunyai tingkat kelarutan yang lebih rendah dari
pada beras yang direndam. Beras yang telah direndam ditiriskan kira-kira 1-1,5
jam. Hal ini dilakkan untuk mempermudah pembuatan tepung dan memperingan
kerja mesin giling.
6.3.7.2. Penggilingan
Setelah dicuci bersih, beras digiling dengan cara basah. Pada saat
penggilingan sedikit demi sedikit air ditambahkan sehingga menyebabkan
terbentuknya suspense tepung hasil penggilingan. Hasil penggilingan berbentk
cairan kentalyang langsung disaring dan alirkan ke dalam bak penampungan.
Semakin halus tepung akan semakin baik bihun yang dihasilkan. Tepung yang
terbaik untuk pembuatan bihun adalah tepung dengan ukuran 100 mesh.
6.3.7.3. Pengepresan
Hasil penggilingan beras ditampung dalam bak penampung yang telah
dilapisi dengan kain saring. Pengepresan dilakukan dalam bak pengepresan yang
berukuran 1x1x1 m3 atau 2x0,7x0,75 m3. Sebagai beban digunakan beton dengan
bobot 1-2,5 kuintal yang dipasang pada sebuah bilik kayu. Pengepresan dilakukan
selama 24 jam. Hasilpengepresan berupa cake yang masih basah dan mengandung
air sekitar 40%.

130

6.3.7.4. Pemasakan tahap pertama


Tepung hasil pengepresan berupa cake kemudian dimasak sampai matang
selama sekitar 1 jam. Pemasakan dilaukan dengan uap yang berasal dari ketel uap.
Pengukusan yang terlalu lama menyebabkan tepung terlalu matang sehingga
menyulitkan pengolahan selanjutnya karena konsistensi tepung terlalu lembek.
Bihun yang dihasilkan dari tepung yang terlau masak akan mudah patah.
Namun demikian, apabila tepung beras masih terlalu mentah juga akan
menghasilkan sifat pera sehingga benang bihun yang dihasilkan mudah patah.
6.3.7.5. Pembentukan lembaran
Adonan yang telah masak kemudian dibentuk menjadi lembaran dengan
melewatkan pada mesin roll-press dan diputar sehingga diperoleh lembaran
dengan ketebalan 0,5 cm. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penggilingan
adalah tepung setengah matang tidak boleh terlalu lama diangin-anginkan karena
akan menjadi kering dan keras sehingga sukar dicetak.
6.3.7.6. Pencetakan bihun
Bahan yang sudah siap dicetak dimasukkan dalam ekstruder. Bihun
digunting setelah satu kali lipatan. Untuk mempermudah pencetakan bihun dapat
dilakukan pengolesan minyak kelapa pada bagian dalam tabung sehingga kerja
mesin tidak berat.
Lembaran-lembaran adonan masak dilipat empat dan diekstrusi menjadi
benang-benang bihun. Baneng-benang bihun kemudian diletakkan di atas rak-rak
bamboo sambil dilipat dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 15 cm.
6.3.7.7. Pemasakan tahap kedua
Bihun-bihun yang telah dicetak kemudian dimasak, pada pemasakan ini
memerlukan waktu 1,5 jam. Hasil bihun masak kemudian dikeluarkan dari tempat
pemasakan.
6.3.7.8. Penjemuran

131

Bihun yang telah masak didinginkan. Bihun-bihun yang lengket


dipisahkan secara manual, kemudian dijemur di bawah sinar matahari tetapu
apabila cuaca tidak menguntungkan seperti mendung atau hujan bihun ditutup
dengan karung goni supaya tetap hangat dan tidak kering.
6.3.7.9. Pengemasan
Setelah kering dengan kadar air sekitar 12%, bihun siap dikemas dengan
plastic HDPE. Plastik yang digunakan untuk pemasaran umumnya berukuran 5 kg
dan 10 kg. Penyimpanan bihun dilakukan pada tempat dengan penerangan redup
untuk peningkatan suhu ruang.
Perbedaan bihun instan dengan bihun biasa adalah proses pemasakan
dalam air panas hanya memerlukan waktu sebanyak 4 menit untuk matang dan
apabila bihun biasa perlu waktu lebih lama. Perbedaan antara bihun instan
denganbihun biasa adalah:
-

Air yang digunakan untuk bihun instan menggunakan air kan-sui yang
ditambahkan pada adonan tepung sebelumproses pemasakn pertama.

Pemasakn tahap pertama dilakukan sekitar 1,5 jam sehingga 80% pati
sudah matang.

Pencetakan bihun instan dengan ekstruder dengan ukuran yang lebih


kecil dari bihun biasa sehingga hasilnya lebih halus dan lembut.
Ukuran yang lebih kecil menyebakan luas permukaan lebih luas dan
kemampuan menyerap air lebih besar sehingga cepat matang.

Pemasakn tahap kedua memrlukan waktu lebih lama agar pati 100%
matang yang memerlukan waktu 2 jam.

6.4. Pengolahan Jagung


Tanaman jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu dan di
Indonesia tanaman yang berasal dari Amerika ini sudah dikenal kira-kira 400
tahun yang lalu. Ada banyak varietas yang diusahakan di Indonesia dan varietas
yang diunggulkan memiliki beberapa ciri berikut ini: berumur pendek, ukuran
tanaman pendek, tegap dan tahan rebah, biji keras, warna merata dan kandungan
proteinnya cukup tinggi, kulit jagungnya menutup tongkol dengan rapat, responsif

132

terhadap pemupukan, beradaptasi baik di berbagai lingkungan tumbuhnya, toleran


terhadap hama dan penyakit dan hasil biji per satuan luas dan perbandingan biji
dengan bahan kering cukup tinggi (Suprapto, 1995).
Jagung merupakan jenis serealia yang cukup banyak diproduksi di
Indonesia, namun pemanfaatannya belum optimal. Pada tahun 2004 luas lahan
jagung di indonesia sekitar 3,35 juta hektar dan mampu menghasilkan jagung
sebanyak 11,2 juta ton. Bagian-bagian biji jagung yang dapat dimanfaatkan untuk
olahan adalah:
-

kulit (alueron)

bagian pati yang lunak

bagian pati yang keras (pati & gluten)

lembaga

Hasil utama tanaman jagung adalah bagian buahnya yang terdiri dari
banyak biji yang tersusun rapi pada tongkol. Setiap tongkol terdiri dari 10-14
deret biji dan dalam setiap tongkol terdiri dari 200-400 butir. Komoditas ini cukup
memadai dijadikan sebagai makanan pokok manusia karena kandungan gizinya
yang tinggi dan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Komposisi Kimia Buah Jagung
No.
1.
2.
3.
4.

Kandungan

Jumlah

Air
Protein
Minyak/lemak
Karbohidrat:
Zat tepung
Gula
Pentosan
Serat kasar
5.
Abu
6.
Zat lain-lain
7.
Vitamin A
8.
Tiamin
9.
Riboflavin
10.
Niasin
11.
Asam pentotenat
12.
Vitamin E
Sumber : Martin (1975) dalam Raharjo (1995)

133

13,5%
10,0%
4,0%
61,0%
1,4%
6,0%
2,3%
1,4%
0,4%
1.990 mg/poud
2,06 mg/pound
0,60 mg/pound
6,40 mg/pound
3,36 mg/poud
11,21 mg/pound

Jagung dapat diolah menjadi produk olahan langsung maupun produk


awetan. Jagung yang diolah langsung dapat berupa jagung rebus dan jagung bakar
sedangkan yng berbahan baku produk awetan dapat berupa jagung pipilan yang
selanjutnya dapat digiling menjadi tepung atau diolah menjadi makanan ringan
seperti pop corn ataupun marning. Bentuk olahan makanan yang berbasis jagung
antara lain tortilla, tape jagung, mi jagung corn flake, emping jagung, beras
jagung instan dan lain-lainnya.
6.4.1. Pengolahan Corn Chip
Chips merupakan salah satu bentuk makanan ringan yang sudah populer
dan disukai anak-anak. Salah satu chips yang sangat

populer di Indonesia

maupun di luar negeri adalah dalam bentuk tortilla yang berasal dari bahan
jagung. Menurut Budi Santosa et al., (2006), chips seperti tortilla dapat dibuat
dari berbagai
bahan
Ubikayu
Segarterutama yag mengandung pati ataupun
Jagungbahan
Keringyang tidak
berpati dengan penambahan tepung pati.
Menurut Yohana (2006), pada pembuatan chips berbasis ubi kayu dan
Pengupasan
Perendaman Kapur
jagung membutuhkan 200 gram ubikayu sawut, 70 g tepung
(20jagung,
Jam) 5 g putih
telur, 5 g minyak dan 20 g air. Proses pembuatan chips berbahan dasar ubikayu
Pencucian
selengkapnya pada Gambar 37.
Perebusan
(1 jam)
A.
Penimbangan
Pencucian & Penirisan
Perebusan
(Air: Ubi = 3 : 4)

Pencacahan

Pencacahan

Pengeringan

Tepung Jagung Pra Masak


Pencampuran
Minyak & Putih Telur

Pemasakan

Pencetakan
134
Pengeringan

CHIPS

Gambar 37. Tahapan Pembuatan Chip (Dewi dan Agung, 2006)


Chips tortilla dibuat dari bahan dasar jagung (Budi Santosa et al., 2006)
sedangkan Dewi dan Agung (2006) menggunakan campuran ubikayu dan jagung
untuk memperbaiki citarasa chips sehingga tingkat kesukaan konsumen akan
meningkat. Penambahan tepung jagung karena beberapa sifat keunggulan yang
dimilikinya yaitu mempunyai rasa dan bau yang netral, ras tidak membosankan,
berkalori tinggi serta mengandung vitamin A dan mineral (Budi Santosa, et al,
2006). Penambahan Jagung meningkatkan reologi bahan yang secara tidak
langsung meningkatkan kerenyahan produk chips (Dewi dan Agung, 2006).
6.4.2. Pembuatan Mie Komposit
Tepung jagung mempunyai kandungan karbohidrat 70,08% dan pro vit A
sebesar 11,2 sehingga tepung jagung dapat menjadi tepung substitusi dalam
pembuatan mie basah (Latifah & Sarofa, 2003). Menurut Kartikasari (2000) dan
Latifah & Sarofa (2003), substitusi tepung terigu pada pembuatan mie dengan
tepung jagung dapat digunakan sampai 30%. Namun penggantian tepung terigu
dengan tepung jagung akan mengurangi protein gluten dalam adonan, sehingga
mempengaruhi elasitisitas. Oleh karena itu, perlu penambahan bahan seperti telur
yang memiliki sifat pengikat adonan, pengembang dan pembentuk sifat elasitisitas
pada produk mie. Hasil penelitian Latifah & Sarofa (2003) menyatakan bahwa
tiap pembuatan mie dengan substitusi tepung jagung perlu ditambahkan telur

135

sebanyak 8 ml. Menurut Desroisier (1988), adanya penambahan protein telur


menyebabkan pada saat perebusan akan terjadi koagulasi dari proses yang
menyebabkan tekstur menjadi kenyal dan lentur sehingga tidak mudah patah.
Proses pembuatan mie berbasis tepung jagung tidak berbeda dengan
pembuatan mie basah pada umumnya dan selengkapnya pada Gambar 34.
6.4.3. Pengolahan Susu Jagung.
Proses pengolahan susu jagung meliputi penghancuran jagung dengan
penambahan air panas, penyaringan, pemanasan, penambahan perasa dan
pengemasan. Proses produksi susu jagung meliputi tahapan sebagai berikut:
-

Jagung pipilan dicuci dan dibersihkan dari kotoran, dan biji yang
mengapung dibuang

Jagung pipilan basah dimasukkan dalam air yang sudah dipanaskan


sampai suhu 90 C dengan takaranjagung:air adalah 1:6.

Garam,
Soda kue, Air

Bahan baku

Pencampuran

Pengadukan hingga homogen

Pelembaran dengan tebal 1.5 cm

Pencetakan mie

Pelembaran dengan tebal 1.5 cm

Penirisan

136

Tepung terigu,
tepung jagung

Pemberian minyak

MIE BASAH

Gambar 38. Tahapan Pembuatan Mie Basah (Latifah dan Sarofa, 2003)

Jagung yang telah direbus digiling dengandilakukan penambahan air


sehingga dihasilkan jus jagung.

Jus jagung disaring menggunakan kain saring rangkap dua


sehinggadiperoleh susu jagung tawar.

Di dalamsusu jagung tawar dutambahkan gula dan pemberi aroma


kemudian dilakukan pendidihan selam 20 menit sambil diaduk
kemudian ditambah CMC.

Susu jagung yang dihasilkan selanjutnya dapat dilakukan pengemasan


dalam botol kemasan.

6.5. Latihan
1. Jelaskan perbedaan antara beras kepala, beras pecah kulit, dan menir!
2. Sebutkan sifat-sifat unggul jagung dibandingkan dengan padi!
3. Sebutkan alat-alat yang dapat digunakan untuk membersihkan biji serealia!
4. Untuk mempersiapkan biji yang siap giling, dilakukan tahap conditioning
pada biji serealia. Sebutkan tahap-tahap yang dilakukan pada conditioning
tersebut!
5. Sebutkan jenis-jenis produk yang dapat diolah dari beras!
Latihan merupakan tolok ukur mahasiswa dalam memahami bab yang
sedang ditelaah. Oleh karena itu apabila seluruh latihan soal mampu dikerjakan
dengan benar maka serapan mahasiswa mencapai 100 % karena setiap soal
mempunyai bobot 20.

137

6.6. Penutup
Tumbuhan jenis serealia merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian
besar masyarakat dunia. Ada serealia yang dikonsumsi dalam bentuk tepung dan
dalam bentuk biji. Jenis serealia yang banyak digunakan sebagai bahan industri
adalah padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays).
Padi digunakan sebagai bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat
di Indonesia. Pengolahan padi menjadi beras menggunakan tahap utama yaitu
penggilingan. Dalam pengolahan padi akan dihasilkan hasil samping berupa
bekatul, sekam, dan menir. Hasil olahan beras yang merupakan produk padi
diantaranya adalah bihun.
Jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Pengolahan
jagung sangat bervariasi menjadi bahan makanan. Baik itu sebagai bahan antara
untuk pengolahan lebih lanjut atau langsung dibuat makanan siap santap.
6.7. Daftar Pustaka
Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Edisi ke-11. Penebar Swadaya.
Jakarta
Budi-Santosa, W. Mushollaeni da N. Hidayat. 2006. Tortilla. Trubus Agrisarana.
Surabaya. Cetakan ke-1.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Hambali, E., A. Suryani, dan M. Ihsanur. 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadah Mada University Press.
Yogyakarta.
Kartikasari, E. 2000. Pembuatan mie basah dengan penambahan tepung ubi jalar
kuning dan putih telur. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran.
Surabaya. (tidak dipublikasikan)
Latifah dan U. Sarofa.2003. Pembuatan Mie basah dari tepung komposit (tepung
terigu dan tepung jagung kuning) dengan penambahan telur. dalam
Prosiding Seminar Nasional PATPI. Yogyakarta 22-23 Juli 2003. Fakultas
Teknologi Pertanian UGM- FTP Univ. Wangsa Manggala Yogyakarta
bekerja sama dengan PATPI

138

Makfoeld, D. 1988. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Liberty, Yogyakarta.


Raharjo, K. 1996. Alsintan Pemipil dan Penggiling Jagung. Penebar Swadaya.
Jakarta
Suprapto, Hs. 1995. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dewi, Y. S. K. dan Th. C. Agung. 2006. Pembuatan Produk Makanan Ringan
(Chips Dan Flakes) Berbasis Tepung Ubikayu Dan Jagung Dalam
Upaya Meningkatkan Industri Kecil Di Kecamatan Galing Kabupaten
Sambas. Laporan PKM Iptek-Sibermas.
BAB VII
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Tujuan Instruksional Khusus:


5. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan karet dan penerapannya untuk membuat
produk berbasis karet.
6. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
jenis kegiatan-kegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan kelapa dan penerapannya untuk membuat
produk olahan.
7. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
jenis kegiatan-kegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan kelapa sawit dan penerapannya untuk
membuat produk olahan.
7.1. Teknologi Pengolahan Karet
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks
hasil penyadapan di kebun dan kebersihan perlu diperhatikan. Oleh karena itu ada
beberpa hal yang harus diperhatikan dalam teknologi pengolahan karet.

139

7.1.1. Cara Memperlakukan Lateks


Beberapa yang harus diperhatikan dalam cara memperlakukan lateks, yaitu
a) Pengumpulan lateks di kebun
b)

Penerimaan lateks
-

Bobot atau isi lateks

Kadar karet kering (KKK)

c)

Pengangkutan lateks

d)

Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah


-

Skrep

Lump tanah

Lump mangkok

e)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks


-

Faktor di kebun (jenis klon, system sadap, kebersihan pohon, dll)

Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim


kemarau keadaan lateks tidak stabil)

Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan


(yang baik terbuat dari aluminium atau baja tahan karat)

Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu)

Kualitas air dalam pengolahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan

Komposisi lateks

Susunan bahan-bahan yang terkandung dalam lateks disajikan pada Tabel


19. di bawah ini.
Table 19. Kandungan Bahan dalam Lateks Segar dan Lateks Kering
Bahan
Lateks segar (%)
1. Kandungan karet
35,62
2. Resin
1,65
3. Protein
2,03
4. Zat gula
0,34
5. Air
59,62
Sumber: Setyamidjaja (2004)

140

Lateks yang dikeringkan(%)


88,28
4,10
5,04
0,84
1,00

Bahan-bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat fraksi


kuning latoid (2-10 ppm), enzim peroksidase dan tyrosinase. Fraksi kuning
dianggap normal bila mencapai 0,-1,0 mg tiap 100 g lateks kering.
Kandungan karet kering untuk sit (sheet) dank rep (crepe) adalah 93%
sedangakan kandungan air antara 0,3-0,9 %. Bila kadar air lebih tinggi yang
disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanan dalam
ruangan lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi yang disertai
timbulnya bintik-bintik warna di permukaan lembaran. Akhirnya kerusakan ini
menyebabkan turunnya kualitas dan nilai ekonominya rendah.
f)

Bahan-bahan kimia dan air sebagai bahan pengolah


-

Senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan. Pemberian antikoagulan


ke dalam lateks biasanya dilakukan pada musim rontok daun, sesudah
berlangsung hujan malam, pengangkutan lateks dalam jarak yang jauh,
dan hasil penyadapan kebun-kebun muda. Bahan-bahan yang
digunakan sebagai antikoagulan: soda (natrium karbonat, natrium
karbonat terhidrat), amoniak, dan natrium sulfite.

Bahan-bahan senyawa penggumpal (koagulan). Termasuk senyawa


penggumpal adalah asam semut (asam formiat) dan asam cuka (asam
asetat).

Air pengolahan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh air


untuk pengolahan adalah:
(i) air

digunakan

untuk

pengenceran

lateks

harus

memenuhi

persyaratan. Air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh


mengandung garam-garam terutama garam darup karena akan
mempermudah terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan bintikbinti oksidasi.
(ii) air untuk pengolahn di pabrik, persyaratannya tidak terlalu ketat
tetapi tidak boleh mengandung kotoran.
7.1.2. Pengolahan Sit

141

Sit (sheet) adalah salah satu produk karet alam yagn telah ada sejak lama
di pasaran. Standar Java Sheet merupakan produk karet alam berupa lembaranlembaran yang telah diasap, bersih dan liat, bebas jamur, tidak saling lengket,
warnanya jernih, tidak bergelembung udara dan bebas dari akibat pengolahan
yang kurang sempurna. Standar ini masih bertahan sampai saat ini.
Pada tingkat petani urutan pengolahan sit menurut urutan sebagai berikut:
mencairkan lateks, menyaring lateks, menakar lateks, menakar asam semut,
membekukan lateks, menipikan koagulum menggiling pada gilingan licin,
menggiling pada gilingan kembang, mencuci lembaran, mejemur, pengasapan,
dan pengeringan. Sedangakan pengolahan sit oleh perkebunan besar mengikuti
urutan: penerimaan lateks, pengenceran lateks, pembekuan lateks, penggilingan,
pengasapan dan pengeringan, sortasi, pengepakan.
Pada pengolahan sit oleh perusahan besar sortasi dilakukan berdasarkan
Green Book atau The Standart International Standard of Quality and Packing for
Natural Rubber Grades yang dikeluarkan oleh The International Rubber Quality
and Packing Conference yang terbaru berdasarkan siding forum ini di Kuala
Lumpur dan Brussel tahun 1968. Grade jenis sit yaitu:
-

No. 1-XRSS (Superior Quality Ribbed Smoked Sheet)

No. 1-RSS (Standard Quality Ribbed Smoked Sheet)

No. 2-RSS (Good Fair Average Quality Ribbed Smoked Sheet)

No. 3-RSS (Fair Average Quality Ribbed Smoked Sheet)

No. 4-RSS (Low Fair Quality Ribbed Smoked Sheet)

7.1.3. Pengolahan Krep


Krep (crepe) adalah produk lainnya yagn dihasilkandalam pengolahan
karet alam. Proses pembuatan krep dengan bahan baku lateks berlangsung dengan
urutan : pengolahan, penyaringan, pencampuran, dan pengenceran lateks,
pembekuanpenggilingan, pengeringan, sortasi, dan pembungkusan. Produkproduk krep digolongkan berdasarkan bahan baku atau perlakuan khusus untuk
tujutan tertentu. Macam-macam krep: Thin place crepe, thin brown crepe, Sole
crepe.
7.1.4. Pengolahan Karet Remah

142

Karet remah (Crumb Rubber) merupakan produk karet alam relatif baru
dan dalam istilah perdagangan disebut karet spesifikasi teknis. Disebut crumb
rubber karena bahan baku karet alam ini mengalami peremahan terlebih dahulu.
Keuntungannya adalah proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan
lebih seragam dan penyajianya lebih menarik. Crumb rubber merupakan jenis
karet :
-

yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan macammacam karakteristik : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10,
SIR 20, dan SIR 50.

yang diperdagangkan dalam bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 16,5


inc3 atau 70 x 35 x 16,25 cm 3 dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg
per bongkah, terbungkus rapi dengan plastik polietilen setebal 0,03
mm dengan titik pelunakan 108 oC, berat jenis 0,92 dan bebas dari
berbagai coating.

Bahan baku yang digunakan untuk crumb rubber adalah lateks kebun dan
lump serta gumpalan mutu rendah. Salah satu cara pengolahan crumb rubber
dengan Proses Guthire.
a. Pengolahan crumb rubber dengan bahan baku lateks:
(i) Pembekuan lateks
(ii) Peremahan
(iii) Pengeringan
(iv) Pengempaan
(v) Pembungkusan
b. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah:
(i) Bahan baku: lump mangkok, skrep, lump tanah, krep mutu rendah
dsb.
(ii) Urutan :
- Perendaman
- Pemotongan dengan mesin berputar
- Peremahan
- Pengeringan
- Pengempaan

143

- Penentuan kualitas karet tanah


Penentuan kualitas karet Standard Indonesia Rubber berdasarkan : kadar
kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, kadar tembaga, mangan, dan nitrogen.
Kriteria kualitas karet disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Standard Spesifikasi SIR
Spesifikasi
SIR 5

SIR 20

SIR 35

SIR 50

Kadar Kotoran (%)

0,05

0,20

0,35

0,50

Kadar abu (%)

0,50

0,75

1,00

1,25

Kadar zat menguap (%)

1,00

1,00

1,00

1,00

Sumber: Seyamidjaja (2004)


Pada tiap golongan SIR ditentukan nilai Plastisity Index (PRI)nya dan
digolongkan dengan menggunakan symbol H, M, dan S. H menunjukkan PRInya
antara 30-59. karet crumb rubber dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh
masuk golongan SIR. PRI merupakan ukuran terhadap bahan usangnya karet dan
juga sebagai petunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan
pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Alat
untuk menentukan PRI adalah Wallace Plastemeter.
Penentuan SIR berdasarkan Surat keputusan Mentri Perdagangan RI th
1972 dan disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Spesifikasi Karet SIR yang diubah ( revised ) sesuai SK
Menperdag No.293/Kp/X1972
Standard Indonesia Rubber (SIR)
5CV 5LV 5L
5
10
20
Spesifikasi
Kadar kotoran (%, maks)
0,05 0,05 0,05 0,05
0,10
0,20
Kadar abu (%, maks)
0,50 0,50 0,50 0,50
0,75
1,00
Kadar zat menguap (%, maks)
1,00 1,00 1,00 1,00
1,00
1,00
PRI (min)
60
60
50
40
PO (min)
30
30
30
30
Indeks warna (Lovibond, maks)
6
ASH-T (maks)
8
8
Sari aseton
6-8
Warna kode
hijau hijau hijau hijau coklat Merah
Sumber: Setyamidjaja (2004)

144

50
0,50
1,50
1,00
30
30
8
kuning

Hampir setiap Negara penghasil karet mempunyai standar sendiri-sendiri


misalnya SMR (Standard Malaysian Rubber), SSR (Standard Singapore Rubber)
dsb.
7.1.5. Pengolahan Lateks Pekat
Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet (KKK) antara 25-35 %.
Lateks ini umumnya belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan
belum sesuai untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya.
Dengan demikian, lateks ini perlu dipekatkan terlebih dahulu sehingga memiliki
kadar karet yang paling fleksibel dibandingkan dengan shit, krep atau pun karet
remah yang telah tersedia dalam bentuk tertentu. Kerugian lateks pekat
volumenya cukup besar kandungan air cukup tinggi sehingga menimbulkan
kesulitan dalam pengangkutan dan biaya transportasi lebih tinggi.
Proses pembuatan lateks pekat dapat dilkukan dengan 3 cara yaitu
pemusingan (sentrifuging), pendadihan (creaming) dan penguapan (evaporating).
Cara yang sering dilakukan adalah penguapan. Pengolahan lateks dengan cara
pemusingan ditujkan untuk memproduksi lateks pekat ammonia tinggi (HAsentrifuge) dengan urutan sebagai berikut :
a)

Penerimaan lateks kebun. Kualitas ditentukan dengan


mengukur kadar VFA dan KKKnya.

b)

Pemusingan. Hasil pemusingan biasanya dibubuhi dengan


bahan pemantap misalnya berupa larutan 10-20% NH4-laurat (sejenis
sabun) dengan dosis 0,05%, dan ditambahkan lagi larutan NH3 dalam
tangki pengangkut sehingga kadar menjadi 0,7% atau lebih.

c)

Penyimpanan lateks pekat. Penyimpanan/pemeraman


dilakukan selama 2 minggu supaya bahan pementap efektif.
Pemeraman disertai dengan pengadukan.

d)

Pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan wadah yang


sesuai, bersih, kering dan tertutup rapat disamping tersimpan dalam
tempat yang sejuk suapaya kualitas terjaga. Salah satu contoh wadah
yang sering digunakan adalah drum yang mempunyai volume 200 liter.

145

Pengolahan lateks dadih menggunakan bantuan bahan kimia yang


berperan sebagai bahan pendadih. Urutan pengolahan lateks dadih adalah :
a)

Penerimaan lateks dalam tangki-tangki melalui saringan.


Pada umumnya lateks init el;ah diberi bahan pengawet NH 3 dengan
kadar 0,7% dengan kualitas KKK karet 30%.

b)

Pendadihan. Bahan lateks yang te;lah diberi pengawet


dan telah disaring dimasukkan ke dalam tangki pendadihan yang telah
diberi bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung konyaku 1% atau 60
cc larutan ammonium alignat 1% untuk tiap liter lateks. Kemudian
diaduk marata dengan alat pengaduk berputar. Kemudian dilakukan
pemisahan bagian atas dan skim. Pendadihan yang baik menghasilkan
skim berkadar karet 3-5%.

c)

Penyimpanan dan pengemasan. Penyimpanan dilakukan


seperti pada cara penyimpanan lateks yang diolah secara pemusingan.
Skim sebagai limbah pengolahan lateks pekat masih bisa diolah dalam
bentuk bekuan basah atau dalam bentuk krep. Krep termasuk
gumpalan mutu rendah yang dapat diolah menjadi karet remah.

Lateks pekat ada yang merupakan hasil penguapan dan diawetkan dengan
ammonia dan disebut revertex T. Standar mutu lateks pekat menurut standar ISO
2004 disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Standar Mutu Lateks Pekat Menurut ISO 2004
Lateks pusingan
HA
LA
XA
Bahan terkandung
1. Total solid content, % (min)
61,5
61,5
61,5
2. Dry rubber content, % (min)
60
60
60
3. Non-rubber content, % (max)
2,0
2,0
2,0
4. Amonia, % of water content
1,6
0,8
0,8
5. Mechanical stability (min)
650
650
650
6. Coagulan content, % (max)
0,08
0,08
0,08
7. Copper, ppm (max)**
8
8
8
8. Manganese, ppm (max)**
8
8
8
9. Sladge content, % (max)**
0,1
0,1
0,1
10. Volatil Fatty acid (VFA),
2,0
2,0
2,0
number (max)*
11. KOH number (max)*
12. Colour

Lateks dadih
HA
LA
66,0
64
2,0
1,6
650
0,08
8
8
0,1
2,0

66,0
60
2,0
1,0
650
0,08
8
8
0,1
2,0

1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
Tidak menunjukkan kebiru-biruan/abu-abu

146

13. Odor
Tidak berbau besi (putrefaction)
*
atas persetujuan kedua pihak yang berkepentingan
**
dihitung atas dasar jumlah padatan
**** sumber: Setyamidjaja (2004)
Pengolahan lateks secara penguapan pada dasarnya dengan menguapkan
air dalam lateks. Sebagai bahan pemantap dan pengawet adalah sabun kalium dan
basa KOH. Lateks pekat hasil penguapan disebut revertex standard, mempunyai
kadar zat padat 73% dan KKK 68%.
Pada Tabel 23. dibawah ini menunjukan jenis lateks pekat dan
pengawetannya yang dijumpai dalam perdagangan.
Tabel 23. Jenis Lateks Pekat dan Pengawetannya
Cara
Kadar
Jenis
Pengentalan
Pemusingan
Pemusingan

Padat (%)
60-62
60-62

Bahan Pengawet

Amonia tinggi
0,7% amonia
Amonia rendah- 0,2% amonia + 0,2%
SPP

Pemusingan

60-62

natrium

perkhlorfenat
rendah 0,2% amonia + 0,1%

Amonia
ZDC

Pemusingan

60-62

Amonia

seng

asam borat + 0,05%


amonia laurat
rendah- 0,2% ammonia + 0,2%

60-62

Amonia

Pemusingan

60-62

EDTA
Amonia tinggi

Berulang
Pemusingan

60-62

Amonia

garam EDTA
0,7% amonia

tinggi 0,2% ammonia + 0,2%

tahan

Na-salisilat

pendinginan-SPP

ammonium

laurat

0,2%
Pendadihan
Penguapan

60-68
60-73

dietil

ditiokarbamat
rendah- 0,2% amonia + 0,24%

BA
Pemusingan

penta

0,02%
+
Na-

pentakhlorfenat
0,7% amonia
Revertex Standard KOH + Sabun Kalium
Revertex T

Sumber: Setyamidjaja (2004)

147

Amonia

7.2. Teknologi Pengolahan Kelapa


7.2.1. Bagian-Bagian Tanaman Kelapa dan Manfaatnya
Kelapa merupakan salah satu anggota keluarga Palmae. Kelapa dikenal
sebagai tanaman yang serba guna karena seluruh bagian tanaman ini bermanfaat
bagi kehidupan manusia.
a) Batang
Batang tanaman kelapa terbentuk bersamaan dengan pembentukan
daun. Batang kelapa tumbuh lurus ke atas dikelilingi oleh cincin bekas
tempat melekatnya daun. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang
merupakan jaringan meristem yang berfungsi membentuk daun, batang
dan bunga. Batang tanaman tidak berkambium sehingga tidak
mempunyai pertumbuhan sekunder. Oleh karena itu, setelah pangkal
batang tanaman terbentuk (umur 3-4 tahun), maka lingkar batang tidak
akan membesar lagi. Jika batang kelapa terluka tidak dapat
membentuk kalus. Batang kelapa berisi serabut yang mengeras dan
merupakan berkas pembuluh yang berjumlah sekitar 18.000 berkas.
Berkas pembuluh ini berfungsi sebagai pengangkut cairan dari tanah
untuk proses seluruh bagian tanaman. Pada ujung batang kelapa yang
biasa disebut umbut banyak mengandung zat gula. Bagian umbut ini
juga merupakan titik tumbuh daun dan bunga.
Batang kelapa banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan
pembuat perahu. Hal ini didukung oleh kekuatan dan daya tahan kayu
yang mencapai puluhan tahun dan bagi daerah pedesaan atau pinggiran
hutan dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
b) Daun
Pada fase pertama pembentukan daun terbentuk 4-6 helai daun. Fase
kedua juga 4-6 helai, tetapi ukurannya lebih lebar dan sudah terlepas
satu sama lain dan helai daunnya menyirip. Fase-fase selanjutnya daun
yang muncul semakin besar dan bersirip genap
Tanaman dewasa mempunyai 30-35 daun dengan panjang sekitar 6 m.
daun menjadi alat fotosintesis dan transpirasi. Diperkirakan dari proses
transpirasi setiap anak daun kehilangan 10,8 g air per hari. Jadi bila

148

sehelai daun terdiri dari 150 anak daun dan satu tanaman kelapa
mempunyai 25 helai daun, maka dalam satu hari batang kelapa akan
kehilangan air sebanyak 40,5 liter.
Di Indonesia daun muda digunakan untuk hiasan pengantin (janur) dan
bungkus ketupat sedang daun tua dapat digunakan untuk atap dan
bahan bakar di pedesaan.
c) Akar
Tanaman kelapa adalah tanaman monokotil yang berakar serabut.
Tanaman kelapa dewas mempunyai akar serabut sebanyak 4000-7000
buah dengan diameter 0,5-1 cm. Perakaran dilengkapi dengan akar
rambut yang berdiameter 0,1 cm. Akar serabut ini berdinding lunak
dan berbintil-bintil putih yang berfungsi untuk pernapasan. Akar
tanaman kelapa biasanya digunakan untuk bahan jamu-jamuan.
d) Bunga
Umur berbunga tanaman kelapa tergantung jenisnya. Kelapa dalam
pada umumnya berbunga umur 4-8 tahun sedang kelapa genjah umur
3-4 tahun dan kelapa hibrida pada umur 4 tahun. Jumlah bunga betina
yang terbuahi pada tanaman kelapa yang produksinya baik rata-rata
120 buah per tahun atau 30,3% dari bunga betina yang terbentuk.
Banyaknya bunga betina yang tidak terbuahi umumnya disebabkan
lemahnya polinasi dan tingkat kesuburan bunga, defiensi beberapa
unsur hara, penyimpangan faktor iklim atau karena serangan hama dan
penyakit.
e) Buah
Bunga betina yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah,
tetapi tidak semua buah yang terbentuk nantinya dapat dipetik.
Diperkirakan 1/3-1/2 nya yang akan menjadi buah. Fase pertama
perkembangan buah, bagian buah yang membesar adalah bagian sabut,
tempurung dan lubang embrio. Tempurung yang terbentuk masih lunak
dan dipenuhi air. Fase ini berlangsung selama 4 bulan.
Fase kedua adalah penebalan tempurung tetapi belum mengeras dan
berlangsung selama 2 bulan. Sedangkan fase ketiga adalah penebalan

149

dan pengerasan tempurung, perubahan warna menjadi coklat dan


daging buah kelapa sudah mulai terbentuk. Buah akan terus
berkembang dan mengalami perubahan hingga mencapai ukuran
maksimum pada umur 9-10 bulan dengan berat 3-4 kg.
Buah kelapa yang normal terdiri dari beberapa bagian kulit luat (epicarp),
sabut (mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging buah (testa), daging buah
(endosperm), air kelapa dan lembaga.
(i)

Kulit Luar (epicarp)


Kulit luar buah kelapa berwarna hijau, kuning, atau jingga.
Permukaanya licin dan keras dengan tebal sekitar 0,14 mm.

(ii)

Sabut (mesocarp)
Sekitar 35% dari total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa.
Bagian yang berserabut ini merupakan kulit buah dari buah kelapa dan
dapat dijadikan bahan baku aneka industri, seperti karpet, sikat, keset,
bahan pengisi jok mobil, tali, dll. Pada bidang pertanian, sabut kelapa
digunakan sebagai bahan baku untuk membuat pupuk dan media
tanam. Karena sabut kelapa banyak mengandung fospor yaitu sekitar
2% dari berat abu.

(iii)

Tempurung (endocarp)
Pada bagian pangkal tempurung kelapa terdapat 3 lubang tumbuh
(ovule) yang menunjukkan bahwa bakal buah asalnya beruang 3 dan
tumbuh biasanya tumbuuh hanya 1 buah. Tempurng merupakan lapisan
yang keras dengan ketebalan 3-5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh
banyaknya kandungan silikat (SiO2) di tempurungn tersebut. Dari total
buah kelapa 15-19% merupakan berat tempurungnya. Selain itu
tempurung juga banyak mengandung lignin, sedangkan kandungan
metoksil tempurung kelapa sama dengan kayu. Namun dengan
demikian kandungan jumlah unsur tersebut bervariasi tergantung
lingkungan tumbuhnya selengkapnya terdapat pada Tabel 24.
Pada Tabel 24 ditunjukkan komposisi kimia tempurung kelapa di Filipina

dan di Srilanka. Dibanding dengan kelapa asal Filipina komposisi kelapa Srilanka

150

mempunyai komposisi ki(vmia seperti kadar air, lignin, selulosa, pentosan dan
metoksil yang lebih tinggi.
Tabel 24. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa di Filipina dan Srilanka
Negara
Kadar
Lignin
Selulosa
Pentosan Selulosa
abu (%) serat (%)
Filipina
0,23
33,30
Srilanka
0,61
36,51
Sumber : Ketaran dan Djatmiko, 1985
(iv)

(%)
44,98
53,06

(%)
17,67
20,54

(%)
27,31
32,52

Metoksil
(%)
5,39
-

Kulit daging buah (testa)


Kulit daging buah terlihat setelah tempurung dikupas. Kulit bewarna
coklat membungkus seluruh daging buah kelapa. Kulit tipis ini
biasanya dibuang ketika daging buah akan diolah. Apabila kulit ini
diikutkan dalam pembuatan minyak maka minyaknya akan bewarna
coklat dan kurang disukai konsumen.

(v)

Daging Buah (endosperm)


Daging buah adalah jaringan yang berasal dari inti lembaga yang
dibuahi sel kelamin jantan dan membelah diri. Daging buah kelapa
bewarna putih, lunak dan tebalnya 8-10 mm.
Daging buah kelapa merupakan sumber protein yang penting dan
mudah dicerna. Jumlah protein terbesar pada kelapa yang setengah tua.
Kandungan kalori maksimum ketika buah sudah tua demikian juga
kandungan lemaknya.

Buah kelapa akan maksimal kandungan aktivitas Vitamin A dan Tiamin


ketika buah setengah tua. Pada Tabel 25. disajikan komposisi daging buah kelapa.
Daging buah kelapa mengandung 6 buah asam amino esensial seperti tercantum
pada Tabel 26. Lengkapnya kandungan zat dalam buah kelapa menyebabkannya
dapat diolah menjadi berbagai produk makanan bahkan berpotensi dikomersialkan
karena nilai ekonominya tinggi. Produk berbahan baku buah kelapa antara lain
bumbu, santan, minyak kelapa, minuman kesehatan, kelapa parut kering dan lainlain.

151

Tabel 25. Komposisi Daging Buah Kelapa


Analisis (dalam 100 g)
Buah muda
Buah setengah tua
Kalori
68 kal
180 kal
Protein
1g
4g
Lemak
0,9 g
13,0 g
Karbohidrat
14 g
10 g
Kalsium
17 mg
8 mg
Fosfor
30 mg
35 mg
Besi
1 mg
1,3 mg
Aktiv.vitamin A
0,0 IU
10,0 IU
Thiamin
0,0 mg
0,5 mg
Asam askorbat
4,0 mg
4,0 mg
Air
83,3 g
70 g
Edible meat
53,0 g
53,0 g
Sumber : Thieme, J.G (1986) dalam Kataren (1986)
(vi)

Buah tua
359 kal
3,4 g
34,7 g
14 g
21 mg
21 mg
2 mg
0,0 IU
0,1 mg
2,0 mg
46,9 g
53,0 g

Air Kelapa
Air kelapa mengandung mineral 4 %, gula 2 %, abu dan air. Bila buah
makin tua maka airnya semakin tidak manis. Jumlah air kelapa dari
jenis kelapa Dalam lebih banyak dari pada jenis Hibrida. Air dari jenis
kelapa dalam rata-rata 300 cc, sedangkan jenis hibrida rata-rata hanya
230 cc. Berat jenis air kelapa umumnya sekitar 1,02 dengan pH sekitar
5,6. Air kelapa dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Selain
sebagai penyegar tenggorokkan, bahan baku sirop, nata de coco dan
lain sebagainya. Perbandingan kandungan air kelapa tua dan kelapa
muda disajikan pada Tabel 27.

(vii)

Lembaga
Lembaga buah akan tumbuh menjadi bakal tanaman setelah buah tua.
Selain lembaga juga tumbuh kentos yang berfungsi untuk menghisap
makanan. Kentos berfungsi sebagai penghubung antara tempat
cadangan makanan dengan bakal tanaman.

Tabel 26. Komposisi Asam Amino Daging Buah Kelapa


Jenis Asam Amino

Jumlah (%)

Lisin
Methionin
Fenilalanin
Triptophan
Valin

5,80
1,43
2,05
1,25
3,75

152

Leusin
Histidin
Tirosin
Sistin
Arginin
Prolin
Serin
Asam aspartat
Asam glutamate

5,96
2,24
3,18
1,44
15,92
5,54
1,76
5,12
19,07

Sumber : Thieme, J.G (1986) dalam Kataren (1986)


Tabel 27. Komposisi Kimia Air Buah Kelapa
Sumber air (dalam 100 g)

Kelapa muda (%)

Kelapa tua (%)

17,0
0,2
1,0
3,8
15,0
8,0
0,2
0,0
1,0
95,5
100

0,14
1,5
4,6
0,5
91,5
-

Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Aktiv.vitamin A
Asam askorbat
Air
Bagian yang dapat dimkan

Sumber:Ketaren (1986)

7.2.2. Hasil Olahan Kelapa


Pada uraian terdahulu sudah disebutkan berbagai produk yang dapat
dihasilkan dengan bahan baku kelapa. Pada bahasan berikut secara detail akan
dibahas proses pengolahan berbagai produk unggulan berbasis kelapa.
7.2.2.1. Minyak kelapa
Salah satu komponen sembilan bahan pokok adalah minyak kelapa.
Karenanya olahan kelapa untuk minyak kelapa mempunyai porsi yang paling
besar baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pengolahan minyak
kelapa dapat dilakukan secara tradisional maupun modern. Minyak hasil
pembuatan secara tradisional disebut minyak klentik. Kandungan asam lemak
pada minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 28.
Tabel 28. Kandungan Asam Lemak Minyak Kelapa

153

Nama
Jumlah Atom C
Titik Cair
Jumlah dalam Minyak
Asam Kaproat
6
-3,4
0,0 0,8
Asam Kaprilat
8
16,7
4,1 4,8
Asam Koprat
10
31,6
4,5 9,7
Asam Laurat
12
44,2
44,1 51,3
Asam Miristat
14
54,4
13,1 18,5
Asam Palmitat
16
62,9
7,5 10,5
Asam Stearat
18
69,6
1,0 3,2
Asam Oleat
18
16,3
5,0 8,2
Asam Linoleat
18
-5,0
1,0 2,6
Sumber : Thieme, J. G., 1968 dalam Rindengan dan Novarianto (2005)
Pengolahan minyak kelapa dikenal 3 metode, yaitu:
-

metode basah (Wet process)

ekspresi (tekanan, pres) dan

ekstraksi minyak dengan solvent/pelarut.

7.2.2.1.1. Proses Basah


Sebelum ditemukan pembuatan kopra, orang membuat minyak kelapa
langsung menggunakan daging buah kelapa segar. Metode ini sekarang tergolong
tradisional dan hanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan atau industri rumah
tangga.
Cara tradisional ini selain peralatan sederhana juga biayanya murah dan
tidak menuntut keahlian tertentu. Tahapan proses basah meliputi :
-

Pemisahan daging buah

Pemarutan

Pemerasan

Pemanasan

Produksi minyak

7.2.2.1.2. Proses Ekspresi (tekanan, pres)


Pembuatan minyak kelapa secara ekspresi dibagi menjadi 6 tahap, yaitu :
-

Perlakuan awal

Pemecahan jaringan

154

Pemanasan

Pengepresan

Penyaringan

Pemurnian

7.2.2.1.3. Proses Ekstraksi Minyak dengan Solvent


Cara pembuatan minyak kelapa dengan solvent menggunakan kopra
digiling sampai menjadi tepung kemudian dicampur dengan zat pelarut.
Kriteria zat pelarut yang digunakan pada proses ini adalah :
-

Daya larutnya tinngi

Tidak meninggalkan residu beracun

Tidak berinteraksi secara kimia yang dapat menghasilkan senyawa


beracun, baik dalam minyak kelapa maupun kemasannya.

Titik didihnya rendah, panas yang spesifik, panas laten dan spesifik
grafity

Tidak mudah terbakar


Zat pelarut yang digunakan antara lain hidrokarbon, aseton, dietileter,

karbon disulfide dan karbon tetraklorida. Tepung kopra yang sudah dicampur
dengan larutan solvent didiamkan selama 40 menit lalu dialirkan ke dalam labu.
Kemudian

zat

pelarut

diuapkan

dan

dikondensasi

kemudian

kondesat

dikembalikan ke dalam ruangan yang berisi tepung kopra. Proses ini di ulang
sebanyak 15-16 kali kemudian solvent diuapkan untuk memperoleh minyak
kelapa.
7.2.2.2. Pengolahan Kopra
Salah satu hasil olahan kelapa yang banyak diusahakan oleh masyarakat
Indonesia adalah kopra. Komoditi ini umumnya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minyak kelapa. Sampai saat ini sekitar 54% pasar utama kopra adalah
negara-negara di Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Banglades. Sedangkan
sisanya 31,4% dikonsumsi oleh negara-negara Eropa Barat dan Jerman yang
merupakan negara konsumen terbesar di belahan Eropa. Khusus Indonesia, sejak

155

tahun 1978 telah dikeluarkan peraturan larangan ekspor kopra oleh pemerintah,
dan larangan baru dicabut tahun 1991.
7.2.2.2.1. Proses Pengolahan Kopra
Kopra dihasilkan dari daging buah kelapa yang dikeringkan. Daging buah
kelapa tua segar mempunyai kandungan air sekitar 50% dan lemak 30%. Setelah
menjadi kopra kandungan lemaknya menjadi 60-65%, air 5-7%, zat organis
(karbohidrat, selulosa, protein) 20-30% dan mineral 2-3%.
Pengeringan daging buah kelapa dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Namun, kelapa yang baru dipetik disimpan dulu selama beberapa hari agar sabut
mudah dikupas dan dicungkil daging buahnya. Proses pengolahan kopra
mengikuti beberapa tahapan:
-

Pengupasan sabut

Pembelahan kelapa butiran

Pengeringan, digolongkan menjadi 2 cara pengeringan yaitu dengan


sinar matahari dan pengeringan buatan

Pengeringan dengan sinar matahari menggunakan daging buah kelapa


yang masih melekat pada tempurung dan dijemur langsung di bawah sinar terik
matahari. Cara pengeringan ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah :
-

Peralatan yang digunakan sangat sederhana.

Cara pembuatannya mudah dan murah.

Dihasilkan kopra yang sempurna jika cuaca cerah selama penjemuran.

Warna kopra lebih putih

Kandungan air antara7-9%.

Adapun kekurangannya adalah :


-

Panas yang diperoleh tergantung alam

Dibutuhkan tempat yang agak luas untuk penjemuran

Waktu pengeringan relatif lebih lama.

Pada pengeringan buatan umumnya dilakukan pada daerah-daerah yang


curah hujannya tinggi dan sering terjadi cuaca buruk. Pengeringan buatan disebut
juga artificial drying sering juga dilakukan sebagai lanjutan pengeringan

156

pendahuluan dengan sinar matahari. Pengeringan buatan dilakukan dengan 2


metode yaitu pengeringan dengan panas api terbuka atau pengasapan langsung
denganpanas tidak langsung.
Pengeringan dengan api terbuka, daging buah akan mengadakan kontak
secara langsung demngan gas-gas atau panas yang ditimbulkan dari pembakaran
yang berasal darisumber api. Cara ini dikenal dengan pengasapan yang dapat
dilakukan di ruang terbuka atau ruang tertutup.
Pada pengasapan metode terbuka, menghasilkan kopra yang berwarna
coklat kehitaman dan berbau asap yang disebut smoked dried copra, dalam dunia
perdagangan kopra asap ini disebut mixed atau faimerchantable (FM). Beberapa
metode pengasapan yang dikenal dibeberapa daerah antara lain, metode Gorontalo
dan metode Teluk Tomini.
Pengeringan dengan panas tidak langsung, belahan kelapqa tidak
berhubungan langsung dengan sumber panas. Pengeringan dilakukan di dalam
ruang pengering yang dilengkapi dengan pipa pemanas dan plat pemanas.
Kualitas kopra yang dihasilkan cukup baik dan tidak berbau asap disebut kopra
FMS (Faimerchantable Sundried) atau Supergrade Copra.
(1) Standar Mutu Kopra
Kopra adalah bahan baku utama untuk pembuatan minyak kelapa
sehingga mutu kopra sangat menentukan mutu minyak. Penilaian mutu
kopra umumnya dilakukan berdasarkan faktor fisik, kimia dan
nutrisinya. Umumnya penilaian kopra berdasarkan atas:
-

Warna : putih, sehingga kandungan asam lemak bebasnya rendah


dan minyak yang diperoleh berkualitas baik (tidak tengik/rancid).

Besar dan tebal : semakin besar dan tebal kopranya semakin baik.
Kopra yang cukup besar dan tebal diharapkan menghasilkan
minyak yang lebih banyak.

- Kebersihan : Kopra bersih dan bebas kotoran seperti arang, hangus,


dan kotoran yang terikut saat pengangkutan dan penyimpanan.
- Kadar air : kadar air harus rendah dan bebas dari cendawan. Kopra
yang cukup baik kadar airnya 5-7%.

157

Menurut Bali Penelitian Kimia Bogor standar mutu kopra ditentukan


berdasarkan kadar air, lemak, asam lemak bebas dan cendawan dan secara rinci
disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Standar Mutu Kimia Mutu Kopra Berdasarkan Balai Penelitian Kimia
Bogor.
Faktor yang dinilai
Kadar Air, %maks
Lemak, %min
Asam lemak bebas, %mak
Bagian bercendawan/berulat
Sumber: Palungkun (1992)

Kualitas
B
5
60
5
Dibawah 8

A
5
65
5
Dibawah 8

C
Tidak memenuhi
kualitas
A dan B

Di Filipina standar mutu kopra berdasar kadar air dengan ketentuan


terdapat pada Tabel 30 dibawah ini. Istilah kualitas kopra terdapat beberapa jenis
seperti tercantum pada Tabel 31 di bawah ini.
Tabel 30. Standar Mutu Kopra Menurut Departement of Agriculture and
Commerce Philipna
Karakter
Crude Copra (very low grade)
Corriente (low grade)
Buen (fair)
Semi Resecade (good)
Resecade (very good)
Buen Resecade (excellent)
Sumber: Palungkun (1992)

Kadar Air (%)


25
17
13
9
6,5
4,5

Tabel 31. Istilah Dalam Penentuan Kualitas Kopra


Macam Kualitas
Perfect, Super grade

Keterangan
Sama rata, keras, bersih tidak ada kotoran-kotoran

High grade

yang dapat merusak


Sama rata, keras, warna putih atau kelabu, tidak ada

FM

warna jelek atau rusak


Campuran kualitas mixed kering dengan kopra
kering kualitas rendah, tidak ada bagian yang putih

Low grade

keras tetapi banyak kopra yang lembek


Kopra tidak cukup kering, semua gosong warna
jelek, terlalu banyak asap, busuk dimakan serangga,
lembek

158

berlendir,

banyak

pecah-pecah

dan

F.m.g.w.s.
FMS
FM standard
FM trade
FM

potongan-potongan kecil
Fair-merchantable-sundried
Fair-merchantable-sundried
Fair-merchantable (not necessary sundried, usually

FM hotairdried

kiln dried)
Sundried and kiln dried proportionately but not
necessary 50/50

FM mixed
Sumber : Makfoeld, 1982

7.2.2.3. Standar Mutu Minyak Kelapa


Standar mutu minyak kelapa ditetapkan berdasarkan Standar Industri
Indonesia dengan syarat-syarat sebagai berikut:
- Kadar air, maks 0,5%
- Kotoran, maks 0,5%
- Angka Iod (mg iod/g contoh) 8-10,0
- Angka penyabunan 225-265
- Angka peroksida (mg oksigen/g contoh)
- Asam lemak bebas (asam laurat) maks 5%
- Warna, bau : normal
- Logam berbahaya dan arsen : 0%
Sedangkan mutu minyak mentah yang telah mengalami pemurnian,
standar mutu yang ditetapkan dalam Standar Mutu Indonesia adalah sebagai
berikut:
- Kadar air, maks 0,3%
- Angka peroksida (mg oksigen/g contoh)
- Asam lemak bebas (asam laurat) mks 0,3%
- Logam berbahaya (Pb, Cu, Hg, As) : 0%
- Bau, warna dan rasa : normal
7.2.2.4. Virgin Coconut Oil
Teknologi yang semakin berkembang menyebabkan kelapa tidak hanya
dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan minyak makan tetapi untuk

159

pembuatan VCO (minyak kelapa murni). Menghasilkan minyak kelapa murni


yang jernih, beraroma wangi, dan tahan lama hanya memerlukan sedikit
pengalaman. Pembuatan minyak kelapa murni dilakukan dengan tiga cara sebagai
berikut:
(1)

Pemanasan
Proses pembuatan VCO dengan pemanasan hampir sama dengan
cara membuat minyak kelapa secara tradisional. Pertama kelapa
dibuat santan dengan mencampurkan 1 kg parutan kelapa dengan 2
liter air. Santan tersebut kemudian didiamkan selama lebih kurang 12
jam. Setelah didiamkan santan akan terbagi menjadi 3 lapisan.
Lapisan pertama disebut krim (kanil-jawa), lapisan kedua skim yang
berupa protein dan lapisan yang ketiga berupa air.
Lapisan paling atas yang berupa krim diambil dengan cara disendok
supaya tidak bercampur dengan larutan lapisan kedua. Pengambilan
krim juga bisa dilakukan dengan menyedotnya menggunakan selang
kecil. Krim kemudian dipanaskan supaya terbentuk minyak. Proses
pemanasan dikhawatirkan akan merusak asam lemak dalam minyak.
Ciri minyak yang rusak adalah warnanya berubah kekuningan dan
cepat berbau tengik.

(2)

Fermentasi
Krim yang duhasilkan dicampur dengan enzim untuk memecah
emulsi. Enzim yang digunakan diantaranya enzim mikroba atau ragi
dari Saccaromyces cerevisae, bisa juga menggunakan enzim
pemecah emulsi seperti poligalakturonase, amylase atau pektinase.
Cara fermentasi hasilnya tidak optimal. Jika mengandalkan bakteri,
proses fermentasi sangat bergantung pada kondisi air, tempat atau
wadah dan lingkungan.
Minyak kelapa hasil fermentasi masih perlu diteliti untuk
mengetahui bakteri yang ada di dalamnya akan merusak asam lemak
atau tidak. Selain itu, fermentasi membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk menghasilkan minyak kelapa murni. Cara pembuatannya

160

yang berbeda inilah yang menyebabkan kualitas minyak kelapa


murni tidak standar.
(3)

Minyak Pancingan
Teknik pancingan dilakukan dengan cara, molekul minyak daalm
santan ditarik oleh minyak pancing sampai akhirnya menjadi minyak
semuanya. Tarikan itu akan mengubah air dan protein yang
sebelumnya terikat dengan molekul santan menjadi terputus. Teknik
ini pada dasarnya mengubah bentuk emulsi minyak-air menjadi
minyak-minyak.

(4)

Sentrifugasi
Pembuatan VCO dengan cara sentrifugasi merupakan proses
pemecahan sel/jaringan sehingga minyak dapat keluar dan dengan
adanya pemutaran cepat, maka terjadi pemisahan antara fraksi air,
protein dan minyak. Pembuatan minyak murni ini membutuhkan
sentrifuge yang harganya relatif mahal dan peralatan yang aseptis.

Dibandingkan dengan minyaknabatilainnya sepertiminyak sawit,minyak


kedelai,minyak jagung dan minyak bunga matahri, minyak kelapa murni memiliki
beberapa keunggulan, yaitu kandungan asam lemak jenuhnya tinggi, komposisi
asam lemak rantai medium tinggi dan berat molekulnya rendah. Kriteria mutu
minyak kelapa murni tidak sama berdasarkan cara pengolahan yang digunakan.
Saah satu kriteria mutu yang dihaslkan minyak kelapa murni dari bahan kopra
menghasilkan asamlemak bebas 0,05-0,08%,kadar air 0,07-0,10%, tidakberwarna.
Minyak kelapa murni yang diproduksi dari kopra ini mempunyai umur simpan
sampai 1 tahun.
Minyak kelapa murni sangat berguna bagi kesehatan tubuh manusia,
antara lain mengurangi resiko terhadap kanker dan penyakir degeneratif,
mengurangi resiko aterosklerosis, mendukung sistem kekabalan tubuh, mencegah
osteoporosis, membantu mengontrol diabetes dan menyediakan energi dengan
cepat. Kandungan asam lemak rantai sedang di dalam minyak inilah yang
mendukung fungsi minyak tersebut bagikesehatan.

161

Asam laurat di dalam minyak kelapa murni mencapai 53%. Kandungan


asam laurat ini termasuk tinggi. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh dengan
rantai medium dan dikenal dengan medium chain fatty acid (MCFA). MCFA
merupakan asamlemak jenuh yang masuk didalam tubuh dan dibakar langsung
menjadi energi Di dalam tubuh MCFA sebagai monolaurin yang dapat berfungsi
sebagai antimikrobia dan antioksidan. Selain laurat,minyakkelapa murni juga
mengandung asam kaproat yang di dalam tubuh diubah menjadi monocaproin
sehingga dapat berperan sebagai anti HIV.

7.3. Teknologi Pemgolahan Kelapa Sawit


7.3.1. Pengolahan Hasil Panen
Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung
cukup panjang dan memerlukan control yang cermat, dimulai dari pengangkutan
TBS atau brondolan dari tempat pengumpulan hasil ke pabrik sampai dihasilkan
minyak sawit dan hasil sampingannya.
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik, yaitu
minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti
sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas, tahap-tahap proses
pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut.
7.3.2.

Pengangkutan TBS ke Pabrik


TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam

setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak segera diolah, akan
mengalami kerusakan. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu
mengatasi kerusakan buah selama pengangkutan. Alat angkut yang dapat
digunakan dari kebun ke pabrik, diantaranya lori, traktor gandengan, atau truk.
Pengangkutan dengan lori dianggap lebih baik dibanding dengan alat angkutan
lain. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi jika menggunakan truk
atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah lebih banyak. Setelah TBS

162

sampai di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan


terutama untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi,
pembayaran upah pekerja, dan perhitungan rendemen minyak sawit.
7.3.3.

Perebusan TBS
TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam

sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap
panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya,
besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 o
C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan
kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan
semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Pada dasarnya tujuan
perebusan adalah:
- Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB,
- Mempermuda pelepasa buah dari tandan dan inti dari cangkang,
- Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan,
-

Untuk

mengkoagulasikan

(mengendapkan)

protein

sehingga

memudahkan pemisahan minyak.


7.3.4.

Perontokan dan Pelumatan Buah


Lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting

Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikkan TBS ke
atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah yang telah rontok di
bawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran
daging buah dan pelepasan biji, selama proses digester dipanasi (diuapi).
7.3.5.

Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit


Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, perlu dilakukan

pengadukn selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit,
langkah selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi untuk
mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan
dalam proses ekstraksi minyak.

163

(1)

Ekstraksi dengan sentrifugasi


Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang
pada bagian dindingnya. Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam
tabung, lalu diputar. Dengan adanya gaya sentifugasi, maka minyak
akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding tabung.

(2)

Ekstraksi dengan cara srew press


Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan buah
lumatan dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar
sehingga minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya
tekanan alat ini dapat di atur secara elektris dan tergantung dari
volume bahan yang akan dipres. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu
pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan biji banyak yang
pecah.

(3)

Ekstraksi dengan bahan pelarut


Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah
pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak larut
terpisah dari partikel yang lain.

(4)

Ekstraksi dengan tekanan hidrolisis


Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan
tekanan hidrolis.

7.3.6.

Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit


Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih

berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel dari tempurung dan serabut serta 40-50% air. Agar diperoleh minyak
sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu
dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank).
Setelah melalui permurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan
menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk
menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan
ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau

164

mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni


(processed palm oil, PPO) dan hasil olahan lainnya.
7.3.7.

Pengeringan dan Pemecahan Biji


Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut

untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam


silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 500 C.
Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga
memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah
kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.

7.3.8.

Pemisahan Inti Sawit dari Tempurung


Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis

antara inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone
separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam
sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang pecah dalam
larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1,16. dalam keadaan tersebut inti
sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam. Proses selanjutnya adalah
pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih.
Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit
harus segera dikeringkan dengan suhu 80o C. setelah kering, inti sawit dapat dipak
atau diolah lebih lanjut yaitu dengan ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti
sawit (Palm Kernel Oil, PKO).
7.3.9.

Standar Mutu
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh

karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya.
Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar
murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit
tersebut dapat ditentukan dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan
dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam

165

hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang
meliputi kandungan Asam Lemak Bebas, air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan.
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku
industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,
kemurnian, kesegaran, amupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan.
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca
panen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan:
a. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak
kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing
0,34, 0,51, 0,57, dan 0,53 ton/ha.
b. Sifat intercgeatable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak
nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam
kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan.
c. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang
masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak
dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).
d. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku
minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu
oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara
maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.
Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan
standar mutu minyak sawit seperti dalam Table 32.
Tabel 32. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit.
Karakteristik

Inti Sawit

Minyak Inti

Keterangan

Asam lemak bebas

Sawit
5%

3,5%

Sawit
3,5%

Maksimal

Kadar kotoran

0,5%

0,02%

0,02%

Maksimal

Kadar zat menguap

0.5%

7,5%

0,2%

Maksimal

Bilangan peroksida

6 meq

2,2 meq

Maksimal

44-58 mg/gr

10,5-18,5 mg/gr

Bilangan iodine

Minyak

166

Kadar logam (Fe, Cu)

10 ppm

3-4 R

Kadar minyak

47%

Maksimal

Kontaminasi

6%

Maksimal

15%

Maksimal

Lovibond

Kadar pecah
Sumber: Fauzi et al. (1997)

Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi
yang terkandung di dalamny dan secara rinci disajikan pada Tabel 33. Kadar sterol
dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan kolesterol.
Dalam CPO, kadar sterol berkisar antara 360-620 ppm dengan kadar kolesterol
hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil
penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam 1 butir telur setara
dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit dapat
dinyatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).
Pada Tabel 34 disajikan perbandingan kadar kolesterol antara minyak
nabati dengan lemak daging.
Tabel 33. Kandungan Gizi Beberapa Minyak Nabati per 100 gram.
Zat Makanan

Minyak

Minyak

Minyak

Minyak

Sawit

Kelapa

Kacang

Wijan

900

886

Tanah
900

900

Air (g)

Protein (g)

Lemak (g)

100

98

100

100

Karbohidrat (g)

Mineral (g)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Besi (mg)

60.000

Vitamin BI (mg)

Vitamin C (mg)

Kalori (kal)

Vitamin A (SI)

167

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981; Oey Kim Nio, 1992
dalam Fauzi et al. (1997)
Tabel 34. Kandungan Kolesterol Pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak
Daging.
Jenis Minyak
Minyak sawit

Kadar Kolesterol
12-19

Rata-rata (ppm)
16

Golongan (ppm)
Bebas

Minyak kedelai

20-35

28

Bebas

Minyak rape

25-30

Bebas

Minyak jagung

10-95

57

Bebas

320-1400

3150

Tinggi

Mentega

Lemak daging
800-1400
1100
Tinggi
Sumber : Palm Oil Registration and Licencing Authority Malaysia dalam Sasaran
No. 23 th. IV, 1990 dalam Fauzi et al. (197)
7.3.10. Pemanfaatan Minyak Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri
pangan dan industri nonpangan.
a)

Minyak sawit untuk industri pangan


Kenyataan menunjukkan bahwa banyak industrilis dan konsumen yang
cenderung menyukai dan menggunakan minyak sawit. Dari aspek
ekonomis, harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain.
Selain itu, komponen yang terkandung dalam minyak sawit lebih
banyak dan beragam sehingga pemanfaatannya juga beragam. Dari
aspek kesehatan yaitu kandungan kolesterolnya rendah. Saat ini telah
banyak pabrik pengolah yang memproduksi minyak goreng dari kelapa
sawit dengan kandungan kolesterol yang rendah.
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari
minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi,
rafinasi, dan hidrogenesis. Produksi CPO Indonesia sebagian besar
difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin
padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa.
Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain
digunakan dalam bentuk minyak goreng, margari, butter, vanaspati,

168

shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan,


minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak
goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi
sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di
samping itu, kandungan asam linoleat dan lonolenatnya rendah
sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki
kemantapan kalor (heat stabillity) yang tinggi dan tidak mudah
teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng
bersifat lebih awet dan makan yang digoreng dengan menggunakan
minyak sawit tidak cepat tengik.
b) Minyak sawit untuk industri nonpangan
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan
di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri
olekimiam (fatiy acids, fatty alkohol, dan glycerine). Produk
nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit
diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam
lemak dan gliserin.
(1) Bahan baku untuk industri farmasi
Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%,
antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen,
dan fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak
sawit dapt digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi.
Diantar kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain
karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi
vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga
bermanfaat

untuk

mencegah

kanker,

arterosklerosis,

dan

memperlambat proses penuaan.


Karoten
Karoten dikenal juga sebagai pigmen warna jingga. Kandungannya dalam
minyak sawit mencapai 0,005-0,18%. Dari setiap 1 ton minyak mengandung
kurang lebih 240 gram karoten. Berdasarkan hasil penelitian, karoten dapat
dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara.

169

Selain sebagai obat anti kanker, karoten juga merupakan sumber


provitamin A yang cukup potensial. Karoten terdiri dari 36% alfakaroten dan
54% betakaroten dan tersimpan dalam dagingbuah kelapa sawit.
Betakaroten merupakan bahan pembentuk vitamin A (provitamin A) dalam
proses metabolisme dalam tubuh. Betakaroten dimanfaatkan sebagai obat anti
kanker. Beberapa bentuk dari obat yang berasal dari betakaroten adalah kapsul
dan sirup.
Untuk menghasilkan betakaroten dilakukan proses fraksinasi dan ekstraksi
betakaroten sehingga terpisah dari minyak sawit.
Tokoferol
Unsur ini dikenal sebagai antioksidan alam dan juga sebagai sumber
vitamin E. Kandungan tokoferol dalam CPO berkisar 600-1.000 ppm, dalam olein
800-1.000 ppm, dan dalam stearin hanya 250-530 ppm. Minyak sawit yang
bermutu baik mengandung tokoferol berkisar antara 500-800 ppm.
(2)

Bahan baku oleokimia


Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak
nabati, termasuk di antaranya adalah minyak sawit dan minyak inti
sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal
adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metil ester, dan
gliserin. Bahan-bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan
sebagi bahan baku industri termasuk industri komestik dan aspal.
Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen.
Penggunaan oleokimia secara garis besar disajikan pada Gambar 39.

170

Industri :
Tekstil
Kertas
Kulit
Kosmetik
Pelngkap
bangunan
Pestisida
Insektisida
Detergen, sabun
Bahan pembersih
Minyak mineral
Polimerisasi
Cat
Lilin
Bahan pemadam
api
vernis

Asam lemak
Lemak alkohol
Penghasil
oleokemikal
dasar

Penghasil
Derivatif

Asam lemak
Metil ester
Gliserin

Penggunaan olekimia untuk berbagai industri

Gambar 39. Garis Besar Penggunaan Oleokimia (Sasaran dalam Fauzi et al. 1997)

Asam lemak
Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara
kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari
jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung
pada suhu 10-25o C. selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat.
Namun, hidrolisa enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan
prosesnya yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi,
lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga dihasilkan asam-asam lemak
murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen,
bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan
perekat. Pada Tabel 35 disajikan komposisi asam lemak minyak sawit.
Tabel 35. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam Lemak

Jumlah

Minyak

Minyak Inti

Atom C

Sawit (%)

Sawit (%)

2-4

Asam Lemak Jenuh


Oktanoat

171

Dekanoat

10

3-7

Laurat

12

41-55

Miristat

14

1-2

14-19

Palmintat

16

32-4

6-10

Stearat

18

74-10

1-4

Oleat

18

38-50

10-20

Linoleat

18

5-14

1-5

Asam Lemak Tidak Jenuh

Linolenat
18
1
Sumber : Sasaran No.4, Th.I,1986 dalam Rindengan dan Novarianto (2005)

1-5

Lemak alkohol
Lemak alkohol merupakan hasil lanjut dari pengolahan asam lemak.
Lemak alokohol merupakan bahan dasr pembuatan detergen, yang umumnya
berasal dari metil ester asam laurat. Minyak inti sawit yang kaya akan laurat
merupakan bahan dasar pembuatan lemak alkohol.
Lemak amina
Lemak amina digunakan sebagai bahan dalam industri plastik, sebagai
pelumas dan pemantap. Selain itu, digunakan sebagai salah satu bahan baku
dalam industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain.
Metil ester
Metil ester dihasilkan melalui proses waterifikasi pada lemak yang diberi
metanol atau etanol, dengan katalisator Nametoksi. Unsur ini merupakan hasil
antara asam lemak pada pembuatan lemak alkohol. Metil ester dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan sabun.
Gliserin
Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama
digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan
pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur, dan pasta gigi. Selain itu,
gliserin berfungsi sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak
pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun.
Secara keseluruhan pemanfaatan bagian dari CPO disajikan pada Gambar 40.

172

c) Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel)


Pengembangan dan penggunaan minyak tumbuhan sebagai bahan
bakar telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan beberapa negara eropa.
Minyak tumbuhan tersebut dikonversi menjadi bentuk metil ester asam
lemak yang disebut biodiesel. Amerika menggunakan biodiesel dari
minyak kedelai sedangakan negara-negara eropa menggunakan minyak
rapeseed.
Indonesia dan Malaysia adalah negara produsen utama minyak sawit di
dunia juga telah mengembangkan biodiesel dari minyak sawit (palm
biodiesel), tetapi pengembangannya belum komersial. Di Indonesia,
penelitian dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),
Medan dan telahberhasil mengembangkan biodiesel dari minyak sawit
mentah (CPO), refined bleached deodorised palm oil (RBDPO), dan
fraksi-fraksinya seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit.

PKO

atau

CPO

Pre- Treatment

RBD-PO

Metanol (22%)
KOH (1%)

Transesterifikasi
Separasi

Gliserin Kasar (12%)


Metil Ester Kasar
Distilasi
Air
Bahan lain

Pencucian
Penghilangan Air
Metil Ester
(Palm Biodiesel)

Gliserin

Gambar 40. Berbagai Alternatif Pemanfaatan CPO (Fauzi et al., 1997)

173

Limbah Cair

Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan
minyak bumi (petroleum diesel) sehingga dapat digunakan langsung
untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Namun,
palm biodiesel memiliki keunggulan lain yaitu mengandung oksigen
sehingga flash oint-nya lebih tinggi dan tidak mudah terbakar. Selain
itu, palm biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih
mudah ditanggani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa
benzene yang karsinogenik.
Pengembangan palm biodiesel yang berbahan baku minyak sawit terus
dilakukan karena selain untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi
yang semakin terbatas, produk biodiesel termasuk produk yang bahan
bakunya dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Di samping itu,
produksi gas karbon dioksida (CO 2) dari hasil pembakarannya dapat
dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Penggunaan palm biodiesel juga
dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi
kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan
dengan sifatbiodiesel yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau
terbakar

habis,

nontoksik,

dan

dapat

terurai

secara

alami

(biodegradable).
Palm biodiesel dibuat dengan menggunakan bahan baku minyak sawit
(CPO) maupun produk turunannya atau minyak inti sawit (PKO). Produksi palm
biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak sawit dengan metanol.
Proses ini dianggap lebih efisien dan ekonomis bila dibandingkan dengan cara
esterifikasi hidrolisis dengan metanol.
Penyusunan standar untuk produk-produk biodiesel telah dilakukan oleh
negara-negara produsen dan pengguna. Standar yang paling banyak digunakan
sebagai acuan adalah standar Jerman DIN V 51606. spesifikasi dari standar
tersebut adalah kandungan gliserida, yang mencakup kandungan monogliserida
maksimum 0,8%, digliserida 0,1%, dan trigliserida 0,1%.
7.4.

Latihan

Jawablah dengan singkat dan jelas soal-soal berikut!

174

1. Jelaskan tapan pengolahan sheet dan factor apa saja yang memepengaruhi
koalitas sheet?
2. Jelaskan mekanisme/proses perebusan TBS sawit dan sebutkan tujuan
perebusan tersebut!
3. Sebutkan kriteria zat pelarut yang dapat digunakan untuk proses pembuatan
minyak dengan cara ekstraksi menggunakan solvent!
4. Jelaskan perbedaan 3 jenis pembuatan VCO
5. a. Berikan penejelasan cara pengeringan kopra yang dilakukan oleh petani
b. Jelaskan kelebihan dan kelemahan berbagai cara pengeringan kelapa
Latihan merupakan tolok ukur mahasiswa dalam memahami bab yang
sedang ditelaah. Oleh karena itu apabila seluruh latihan soal mampu dikerjakan
dengan benar maka serapan mahasiswa mencapai 100 % karena setiap soal
mempunyai bobot 20.

7.5.

Penutup
Pengolahan hasil perkebunan karet sangat dipenagruhi oleh cara

memperlakukan lateks yang merupakan produk dari karet. Faktor yang


mempengaruhi kualitas lateks dapat dibedakan menjadi factor di kebun, iklim,
alat-alat yang digunakan, pengankutan, kualitas air dalam pengolahan, bahanbahan kimia yang digunakan dalam proses produksi dan komposisi lateks.
Jenis-jenis hasil olahan lateks antara lain sit, krep, karet remah dan lateks
pekat. Kualitas dari masing-masing jenis olahan di tentukan oleh asosiasi sitim
perdagangan yang berlaku di pasaran dunia.
Kelapa dalam merupakan salah satu hasil perkebunandi Indonesia yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Kalapa merupakan tanaman yang sekuruh
bagiannya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Hasil olahan dari kelapa
anata lain kopra, minyak kelapa, kecap kelapa, minyak kelapa murni sampai saat
ini belum banyak memberikan kontribusi devisa bagi Indonesia. Hal terutama

175

disebabkan penerapan teknoloi yang digunakan oleh petani kita masih tradisional
sehingga mutunya masih rendah.
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan utama yang saat ini telah
menopang sebagian besar hasil devisa dari hasil perkebunan. Hasil olahan kelapa
sawit terutama adalah CPO. Metode produksi minyak sawit sangat berpengaruh
terhadap kualitas minyak yang dihasilkan. Hasil olahan dari CPO selanjutnya
dapat digunakan untuk bahan aku industry pangan, non pangan maupun industry
energi alternatif.
7.6.

Daftar Pustaka

Balai Penelitian Perkebunan Sumbawa. 1987. Teknologi Perkaretan dan Sistem


Alih Teknologi. Kumpulan Bahan Pelajaran. 14 September 1987-24
Oktober 1987. Kerjasama Proyek Pengembangan Karet Rakyat (PPKR)
dengan Balai Penelitian Perkebunan Sembawa Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Fauzi, Y., Y. Erna W., S. Imam dan R. Hartono.1992. Kelapa Sawit, Budidaya,
Pemanfaatan Hasil, dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi
Revisi.Penebar Swadaya.
Palungkun, R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Cetakan ke-9. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rindengan, B.dan H. Novarianto. 2005. Virgin Coconut Oil. Pembuatan dan
Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Edisi ke-5. Penebar Swadaya.
Jakarta.
www.maksi.org. 2006. Rusnas Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit.
Penelitian dan Pengembangan Produk Industri Hilir Kelapa Sawit. Tanggal
akses: 28 Oktober 2006
Setyamidjaja, D. 2004. Karet. Budidaya dan Pengolahan. Cetakan ke-9. Kanisius.
Yogyakarta. p151.
Sukartini, J. K. dan M. Sitanggang. 2006. Gempur Penyakit dengan VCO.
Cetakan ke-3. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Suprapti, L. 2005. Kecap Air Kelapa. Edisike-9. Kanisius.Yogyakarta.

176

BAB VIII
TEKNOLOGI PENGOLAHAN UMBI
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
kegiatankegiatan yang termasuk proses pengolahan utama yang
dilakukan untuk penanganan
2. Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menrapkan
teknologi untuk mengolah produk dengan bahan baku umbi-umbian.
8.1. Teknologi Pengolahan Talas
Salah satu bahan pangan sumber kalori (mkanan berpati) nonberas adalah
talas. Sejak berabad-abad yang lampau sampai sekarang, talas merupakan bahan
makanan pokok beberapa daerah di Asia dan Kepulauan Pasifik. Para pakar
pertanian dunia berpendapat bahwa talas merupakan bahan pangan yang potensial
pada masa mendatang.

177

Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas


termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae), berperawakan tegak, tingginya 1 cm
atau lebih dan merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas
mempunyai beberapa nama umum yaitu Taro, Old cocoyam, Dash(e)en dan
Eddo (e). Di beberapa negara dikenal dengan nama lain, seperti: Abalong
(Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaya), Satoimo (Japan),
Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China).
Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke
China dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke
beberapa pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia
talas bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai
sampai pegunungan diatas 1000 m dpl., baik liar maupun di tanam. Pada Gambar
37 menunjukkan umbi talas yang berkembang di Indonesia.
Berbagai jenis talas terdapat di daerah Bogor adalah Talas Sutera, Talas
Bentul dan Talas Ketan. Talas Sutera memiliki daun yang berwarna hijau muda
dan dan berbulu halus seperti Sutera. Di panen pada umur 5-6 bulan. Umbinya
kecoklatan yang dapat berukuran sedang sampai besar.
Talas Bentul memiliki umbinya lebih besar dengan warna batang yang
lebih ungu di banding Talas Sutera. Talas Bentul dapat dipanen setelah berumur 810 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan berwarna lebih muda
kekuning-kuningan. Talas Ketan warna pelepahnya hijau tua kemerahan. DiBogor
dikenal pula jenis talas yang disebut Talas Mentega (Talas Gambir/Talas
Hideung), karena batang dan daunnya berwarna unggu gelap. Jenis talas lain
biasanya tidak di kosumsi karena rasanya tidak enak atau gatal. Contohnya adalah
Talas Sente yang berbatang dan berdaun besar, banyak digunakan untuk pajangan
dan daunnya sering digunakan untuk makanan ikan. Sedang talas Bolang
memunyai rasa yang gatal, dengan batang dan daun yang bertotol-totol.

178

Gambar 41. Berbagai Jenis Umbi Talas (www.ristek.go.id., 2008)


Potensi talas sebagai bahan pangan adalah sebagai berikut:
1. Talas merupakan tanaman penghasil kalori yang produktif. Tiap 100 g
bahan mengandung 98 kalori yang penting artinya dalam program
penganekaragaman (diversifikasi) makanan nonberas.
2. Biaya produksi usaha tani talas relatif rendah sehingga dapat dijangkau
oleh petani kecil berlahan sempit atau bermodal sedikit.
3. Tipe dan struktur tanaman termasuk ideal, artinya secara alami batang
tanaman talas tidak rebah, ubinya berada dalam tanah, dan bagian yang
dapat dimakan pada ubi sekitar 60-85 % dari bahan kering.
4. Talas merupakan lumbung hidup bagi petani. Produksi ubi tersimpan aman
dalam tanah sehingga bila harga turun/rendah, pemanenan dapat ditunda,
bahkan bertambah lama umur tanaman di kebun tidak mengurangi nilai
ekonomi talas.
5. Daya adaptasi tanaman talas di daerah tropis amat luas karena dapat
ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan)
6. Pola usaha tani talas tidak terikat oleh iklim. Budidaya talas dapat
dilakukan setiap waktu sepanjang tahun dengan risiko kegagalan relatif
kecil.

179

Di Indonesia, tanaman talas sudah lama dikenal dan ditanam para petani di
berbagai daerah. Pengembangan budidaya talas secara intensif dan berpola
agribisnis berperan amat penting dalam menunjang penganekaragam menu rakyat
dan mempunyai prospek baik sebagai bahan baku industri makanan. Hampir
seluruh bagian talas dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Produk
utama tanaman talas adalah umbinya. Di berbagai negara umbi talas dijadikan
aneka makanan dengan selera masing-masing, misalnya dibuat keripik, kolak,
tepung, talas rebus, talas bakar, talas goreng, dll. Ubi talas juga digunakan untuk
bahan sayur mayur misalnya dibuat masakan kare dan kering talas. Daun-daun
talas muda dapat dibuat makanan khas yang disebut buntil talas. Daun tua
bermanfaat untuk pakan ikan. Pangkal batang dan sebagian ubi dibuat sayur
lompong.
Umbi, daun, maupun tangkai daun talas mengandung gizi yang cukup
tinggi. Di Indonesia, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok dan makanan
tambahan. Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin.
Talas mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Umbi, pelepah daunnya
banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat maupun pembungkus. Daun,
sisa umbi dan kulit umbi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan secara
langsung maupun setelah difermentasi.
Tanaman ini mempunyai keterkaitan dengan pemanfaatan lingkungan dan
penghijauan karena mampu tumbuh di lahan yang agak berair sampai lahan
kering. Tabel 36. berikut ini merupakan tabel yang berisi kandungan gizi dalam
tiap 100 g bahan.
Tabel 36. Kandungan gizi ubi, daun, dan tangkai daun talas segar tiap 100 g bahan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kandungan gizi

Proporsi dalam
Umbi
Daun
98,0
71,0
1,9
4,1
0,2
2,1
23,79
12,3
28,0
302,0
61,0
47,0
1,0
8,3

Kalori (Kal)
Protein (g)
Lemak(g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)

180

Tk.daun
19,0
0,2
0,2
4,6
0,6
1,2
57,0
23,0
1,4

10
Natrium (mg)
11
Kalium (mg)
12
Vitamin A (SI)
13
Vitamin B1 (mg)
14
Vitamin B2 (mg)
15
Voitamin C (mg)
16
Niacin (mg)
17
Air (g)
Sumber: Rukmana (1998)

20,0
0,13
4,0
73,0

10.395
0,11
163
79,4
80

5,0
367
335
0,01
0,02
8,0
0,2
93,8

Sebagai makanan sehari-hari talas dapat diolah menjadi makanan yang


lezat seperti dibuat sup talas, talas santan, atau urap talas. Selain itu tanaman talas
juga berguna sebagai obat tradisional, antara lain bubur akar rimpang talas
berkhasiat untuk obat sakit encok. Getah tanaman talas dapat digunakan untuk
menghentikan perdarahan akibat luka atau sebagai peredam bengkak. Pelepah dan
tangkai daun berguna untuk mengurangi rasa gatal.
8.1.1. Pascapanen Talas
Penanganan pascapanen talas meliputi kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Pengumpulan hasil
Pengumpulan hasil talas dilakukan di tempat yang strategis, dekat
dengan jalan agar memudahkan untuk pengangkutan selanjutnya.
2. Pembersihan
Pembersihan talas dengan memotong akar-akar yang amsih melekat
pada ubi, kemudain membersihkan ubi dari tanah dan kotoran lain
yang menempel.
3. Sortasi dan klasifikasi
Pemisahan

ubi yang

cacat

dri ubi yang

mulus,

kemudian

mengklasifikasikan ubi menurut bentuk, ukuran,dan jenis yang


seragam.
4. Pengikatan dan penyimpanan
Talas dapat diikat dengan tali per 3-4 ubi atau per 1 kg, tergantung
permintaan pasar. Kemudian ubi disimpan ditempat yang teduh dan
kering. Penyimpanan di suhu kamar dapat tahan selama 10-14 hari.
Daya simpan ubi talas dapat diperpanjang dengancara disimpan dalam
ruangan dingin, misal cold storage.

181

8.1.2. Pengolahan Talas


Peluang pengembangan talas sebagai bahan pangan berpati non beras,
cukup besar dan terusdidorong oleh pemerintah. Penggunaannya sebagai bahan
makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui
program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri.
Umbi talas dapatdimanfaatkan secara langsung menjadi produk keripik (chips)
ataupun dibuat pati yang selanjtnya dapat diolah menjadi bahan makanan.
Penggunanaan pati dari umbi talas sebagai bahan baku industri sangat
luas diantaranya pada industri makanan, tekstil, kosmetika dan lain-lain.
Kebutuhan akan pati cenderung meningkat baik untuk konsumsi dalam negeri
maupun ekspor. Mengingat kebutuhan pasar yang siap pakai terutama untuk
produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk yang
lebih beragam juga dapat mendorong berkembangnya industri berbahan dasar
tepung atau pati talas sehingga dapat meningkatkan nilai jual komoditas talas.
Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak
terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih.
8.1.2.1. Pembuatan Keripik Talas
Chips merupakan salah satu bentuk makanan ringan yang sudah populer
dan disukai anak-anak. Salah satu chips yang sangat

populer di Indonesia

maupun di luar negeri adalah dalam bentuk keripik yang berasal dari bahan umbiumbian dab bahkan sekarang ini pati umbi tals menjadi salah satu altenatifnya.
Menurut Budi Santosa et al., (2006), chips dapat dibuat dari berbagai bahan
terutama yag mengandung pati ataupun bahan yang tidak berpati dengan
penambahan tepung pati. Penggunaan bahan pembuat makanan ringan dalam
bentuk chips dari berbagai bahan pangan seperti kombinasi jagung dan umbi talas
dapat melengkapi nilai gizi dan kualitas chips yang dihasilkan. Proses pembuatan
keripik talas disajikan pada Gambar 38.
8.1.2.2. Pembuatan Pati Talas

182

Umbi talas sebanyak 20 kultivar diperoleh dari kebun koleksi talas Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI. Umbi dipanen pada saat umur tanaman 8 bulan.
Umbi talas segera dibersihkan kulit luarnya setelah pemanenan. Setelah itu diirisiris tipis-tipis dengan ketebalan 2 mm dan dikeringkan di bawah sinar matahari
selama 2-3 hari hingga beratnya berkurang sekitar 70% dari berat basah.
Selanjutnya digiling dengan mesin penggiling (pembuat tepung beras)
untuk dijadikan tepung dan diayak dengan saringan 200 mesh. Tepung yang
diperoleh direndam dengan air dan dibiarkan mengendap. Endapan yang
dihasilkan disaring dan dikeringkan maka dihasilkan pati talas. Kadar pati dari
berbagai jenis talas disajikan pada Tabel 37.

Tabel 37. Kandungan Pati, Amilosa, Amilopektin dan Serat Kasar Berbagai Jenis
Talas

183

Sumber : Hartati dan Prana (2003)


8.2. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu
8.2.1. Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu atau ketela pohon (cassava) sudah lama dikenal dan ditanam
oleh penduduk di dunia. Hasil penelusuran para pakar botani dan pertanian
menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu berasal dari kawasan benua Amerika yang
beriklim tropis. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet,
memastikan sentrum (tempat asal) plasma nutfah tanaman ubi adalah Brasil
(Amerika Selatan). Tanaman ubi kayu masuk ke indonesia kurang lebih pada abad

184

ke-18, tepatnya pada tahun 1852. Pada tahun itu didatangkan plasma nutfah ubi
kayu dari Suriname untuk dikoleksikan di Kebun Raya Bogor. Penyebaran ubi
kayu ke seluruh wilayah Nusantara terjadi pada tahun 1914-1918. Waktu itu
Indonesia kekurangan bahan pangan (makanan) beras, sehingga sebagai alternatif
pengganti makanan pokok diperkenalkanlah ubi kayu.
B.

Umbi talas

Jagung Kering

Pengupasan

Perendaman Kapur
(20 Jam)

Pencucian

Perebusan
(1 jam)

Penimbangan
Pencucian & Penirisan
Perebusan
(Air: Umbi = 3 : 4)

Pencacahan

Pencacahan

Pengeringan

Tepung Jagung Pra Masak


Pencampuran
Minyak & Putih Telur

Pemasakan

Pencetakan

Pengeringan

CHIPS

Gambar 42. Tahapan Pembuatan Chips (Yohana, 2008)


Pada tahun 1968 Indonesia menjadi negara penghasil ubi kayu no 5 di
dunia. Di Indonesia ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, diantaranya adalah

185

ketela pohon, singkong, ubi jenderal, telo puhung, kasape, bodin, huwi, dan lainlain.
Dalam

sistematika

tumbuhan,

kedudukan

tanaman

ubi

kayu

diklasifikasikan sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot esculenta, Manihot utilissima

Ubi kayu terbentuk dari akar yang berubah bentuk dan fungsi sebagai
tempat penyimpanan makanan cadangan. Bentuk ubi biasanya bulat memanjang,
daging ubi berwarna putih atau kuning. Ubi mengandung asam sianida (HCN)
yang bervariasi. Berdasarkan kandungan HCN, ubi kayu dapat dibedakan
menjadoi 4 kelompok:
1. Jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, kandungan HCN kurang dari
50 mg/kg ubi parut.
2. Jenis ubi yang sedikit beracun, kandungan HCN 50-80 mg/kg ubi
parut.
3. Jenis ubi yang beracun, kandungan HCN 80-100 mg/kg ubi parut
4. Jenis ubi yang amat beracun, kandungan HCN lebih dari 100 mg/kg
ubi parut.
Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan di dunia ditunjukkan dengan
fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi-ubian dihasilkan di dunia dan dijadikan
bahan makanan sepertiga penduduk di negara-negara tropis. Di samping itu,
sekitar 45 % dari total produksi ubi-ubian dunia langsung dikonsumsi oleh
produsen sebagai sumber kalori di beberapa negara.
8.2.2. Kegunaan Ubi Kayu

186

Bagian tanaman ubi kayu yang umum digunakan sebagai bahan


makanan adalah ubinya dan daun-daun muda (pucuk). Ubi kayu dapat diolah
menjadi berbagai jenis produk olahan. Kandungan gizi ubi kayu dapat dilihat pada
tabel 38.
Tabel 38. Kandungan Ubi Kayu
No.

Banyaknya dalam
Kandungan gizi

1.
Kalori (kal)
2.
Protein (g)
3.
Lemak (g)
4.
Karbohidrat (g)
5.
Kalsium (mg)
6.
Fosfor (mg)
7.
Zat besi (mg)
8.
Vitamin A (SI)
9.
Vitamin B1 (mg)
10. Vitamin C (mg)
11. Air (g)
Sumber: Rukmana (1997)

Ubi kayu

Gaplek

Tapioka

Tepung

146,0
1,2
0,3
34,7
33,0
40,0
0,7
0,06
30,0
62,5

338,0
1,5
0,7
81,3
80,0
60,0
1,9
0,04
14,5

362,0
0,5
0,3
86,9
12,0

gaplek
363,0
1,1
0,5
88,2
84,0
125,0
1,0
0,04
9,1

Aneka makanan yang dapat dibuat dari ubi kayu, selain menyuplai kalori
yang tinggi kandungan gizinya juga berguna bagi kesehatan tubuh. Hal penting
yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan aneka makanan dari ubi kayu
adalah memilih jenis atau varietas ubi kayu yang berkadar HCN (asam sianida)
rendah. Cara menghilangkan kandungan HCN anatara lain adalah dengan
perendaman atau pemasakan sempurna.
Di Indonesia, pemakaian ubi kayu sebagai bahan pakan ternak masih
sangat terbatas. Padahal potensi limbah ubi kayu tersedia melimpah. Limbah ubi
kayu yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah daun, kulit ubi kayu, dan
onggok. Limbah ubi kayu termasuk salah satu bahan pakan ternak yang
mempunyai energi (TDN: Total Digestible Nutrients) tinggi, dan kandungan
nutrisi tersedia dalam jumlah memadai.
Ubi kayu dapat juga dijadikan bahan baku industri, seperti industri
tepung tapioka, pembuatan alkohol, eatanol, gasohol, tepung gaplek, dan lain-lain.
Peluang untk mengembangkan industri pengolahan ubi kayu cukup luas, dalam

187

bidang pangan atau dalam bidang bahan bakar yang sekarang baru digalakkan
adanya biofuel (bahan bakar nabati) yang antara lain dari ubi kayu.
8.2.3. Pascapanen Ubi Kayu
Waktu panen ubi kayu yang paling tepat adalah saat kandungan
karbohidrat per satuan luas mencapai kadar maksimal. Ciri-ciri ubi kayu yang siap
dipanen adalah:
-

pertumbuhan daun mulai berkurang

warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok

- umur tanaman telah mencapai 6-8 bulan (varietas genjah) atau 9-12
bulan (varietas dalam)
Penanganan pascapanen ubi segar meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Pengumpulan hasil
Kumpulkan hasil panen ubi ditempat yang aman dan mudah untuk
pengangkutan selanjutnya.
2. Sortasi
Pilih dan pisah-pisahkan ubi yang baik dari ubi yang rusak atau
memar, dan berdasarkan ukuran ubi.
3. Penyimpanan
Ubi yang tidak segera dijual atau diolah dapat disimpan pada lubang
dalam tanah yang dialasi dan ditutup dengan daun-daunan.
8.2.4. Pengolahan Ubi Kayu
Ubi kayu dapat diolah atau diawetkan menjadi berbagai macam jenis
produk. Untuk sasaran pemasaran lebih lanjut, ubi kayu biasanya diolah menjadi
gaplek dan tepung tapioka. Dalam bentuk tepung tapioka ada banyak jenis
makanan yang dapat dibuat, baik berupa makanan basah (jajanan) atau makanan
kering (kue, keripik, dll).
8.2.4.1. Pengolahan Flake Ubi Kayu
Flakes ubi kayu merupakan bentuk olahan pangan dari ubikayu yang
dikembangkan oleh Marsetio et al. (2006) yang diharapkan menjadi alternatif

188

makanan untuk sarapan pagi siap makan ataupun makanan ringan sebagai
pendamping minum teh. Flakes dibuat menggunakan pati baik yang berasal dari
ubi kayu ataupun dikompositkan dengan pati yang lain untuk meningkatkan cita
rasanya. Lebih jauh dikatakan dalam pembuatan flakes ini, kualitas produk sangat
dipengaruhi oleh kondisi selama proses pengolahan. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang teknologi pangan khusunya pengolahan berbasis tepung ubi dan
tepungjagung atau kombinasinya perlu diperhatikan.
Cara pembuatan flakes meliputi 8 tahap yaitu:
1. Penyiapan bahan, yang meiputi tahap penimbangan bah-bahan yang
digunakan yaitu: 200 gram tepung ubi kayu, gula pasir 20 gram (10%)
dan garam sebanyak 8 gram (4%).Pencampuran bahan bertujuan untuk
mencapurkan bahan-bahan sepeti ubikayu, gula pasir, garam dan air
panas sehingga berbentuk adonan yang kalis dan tercampur rata.
2. Pembentukan lembaran, bertujuan menggelatinisasi pati pada bahan
sehingga terbentuk adonan yang kompak. Pengukusan adonan
dilakukan pada suhu 90-95oC selama 45 menit.
3. Pendinginan adonan yang telah tergelatinisasi dilakukan pada suhu
kamar selam 12 jam bertujuan untuk mengurangi kelengketan dan
kekenyalan adonan sehingga mudah ditipiskan dan dicetak.
4. Pembentukan flakes dengan menggunakan alat penggiling (pasta bike)
bertujuan untuk menghasilkan lembaran tipis. Adonan yang telah
ditipiskan kemudian dicetak dengan cetakan berbentuk oval dengan
ukuran 1,5 x 2,5 cm.
5. Pemanggangan pada pembuatan flakes bertujuan untuk meberikan
tekstur yang renyah, warna, aroma dan flavour yang khas.
6. Pendinginan flakes yang telah dipanggang selam 10 menit seblum
proses pengemasan.
Bentuk potongan flake dapat berupa kotak persegi ataupun seperti tongkat,
contoh hasil produk flake disajikan pada Gambar 43.

189

Gambar 43. Produk Olahan Flake (Yohana, 2006)


8.2.4.2. Pengolahan Gaplek
Gaplek adalah ubi kayu yang dikeringkan hingga kadar air sekitar 14 %.
Berdasarkan teknik pembuatannya, dikenal 4 macam jenis gaplek:
-

Gaplek gelondongan
Produksi gaplek ini dengan mencuciubi kayukemudian dipotongpotong dan dikeringkan hingga kadar air 14 %.

Gaplek irisan, ukuran ubi lebih kecil-lecil dan tipis.

Gaplek rajangan.
Prinsip pembuatan gaplek rajangan sama dengan gaplek gelondongan,
hanya ubi dipotong kecil-kecil kurang lebih sepanjang 2-3- cm.

Gaplek pellet
Gaplek pellet dibuat dengan menggiling gaplek gelondongan atau
rajangan hingga halus, kemudian dipres dan dibentuk pellet.

8.2.4.3. Tepung tapioka


Tepung tapioka merupakan pati dari tepung singkong. Pati tapioca
merupakan hasil rendapan gilingan tepung singkong yang telah dibuang ampasnya
kemudian dikeringkan. Pembuatan tepung tapioka disajikan pada Gambar 44.
Ubi kayu

190

pencucian, pemarutan
pemerasan
Sari ubi kayu

Ampas

pengendapan 24 jam,
air diganti setiap 6-8 jam
Endapan

Air lapisan atas

pengeringan
Bongkahan
pati
penggilingan,
pengayakan, pengemasan
KEMASAN
TEPUNG TAPIOKA

Gambar 44. Tahapan pembuatan Tepung Tapioka (Rukmana, 1997)


8.2.4.4. Pengolahan Mie Basah
Mie merupakan salah satu bentuk makanan yang sudah cukup populer
dan disukai semua golongan masyarakat. Ada 2 jenis mie yang dikenal di
masyarakat yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah adalah jenis mie yang
mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan, hingga kadar air dapat
emncapai 52% dan daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu
kamar) (Astawan, 1999). Mie basah banyak disukai karena cita rasanya yang enak
dan mudah menghidangkannya. Namun, khususnya mie basah hanya kaya
karbohidrat sedang nilai gizinya rendah terutama jika dikonsumsi tanpa campuran
lain yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Menurut Mahdar dkk.(1991), mie

191

basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi mempunyai nilai-nilai yang
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan
Departemen Perindustrian yaitu SII, sedangkan secara fisik didasarkan pada sifat
jalinan antar mie basah yang ada dan teksturnya. Selain itu mie basah yang
disukai adalah rasa (kekenyalannya) tidak terlalu kenyal atau sedikit lunak namun
tidak terlalu lembek.
Pada proses pembuatan mie diperlukan tepung yang mengandung
protein tinggi. Makin tinggi kandungan protein makin meningkat mutu fisiknya
(Baik et.al., 1995; Kruger et.al., 1994; Rho et.al, 1988), namun warnanya kurang
cerah (Miskelly, 1984 dan Rho et.al., 1988). Selama ini mie kebanyakan dibuat
dari tepung terigu yang bahannya masih diimpor. Substitusi bahan terigu dengan
bahan lokal tentu akan dapat mengurangi biaya pembuatannya. Campuran tepung
terigu dengan non terigu atau tepung yang dibuat dari umbi-umbian atau
leguminosa disebut tepung komposit (Yulmar, 1995 dan Miskelly, 1984).
Beberapa alternatif bahan campuran terigu pada tepung komposit adalah tepung
ubi kayu dan tepung jagung.
Tepung ubi kayu adalah jenis tepung yang diperoleh dari hasil
pengeringan ubi kayu yang telah dikupas dan diparut yang selanjutnya digiling
dan diayak (Dedin,1998). Kekurangan singkong sebagai bahan makanan adalah
kadar proteinnya yang rendah, sehingga dalam pemanfaatannya sebagai bahan
substitusi tepung terigu perlu difortifikasi dengan bahan lain yang kandungan
proteinnya tinggi (Mahdar, dkk. 1991) seperti misalnya dengan penambahan
ekstrak udang. Menurut Dedin (1998), penggunaan air ekstrak udang dengan
kadar 10%-30% sudah dapat menghasilkan mie basah dengan standart yang sudah
sesuai dengan yang ditetapkan. Menurut Dedin (1998), penggunaan air ekstrak
udang dengan kadar 10%-30% sudah dapat menghasilkan mie basah dengan
standart yang sudah sesuai dengan yang ditetapkan. Proses pembuatan mie dengan
campuran tepung ubi kayu disajikan pada Gambar 45.

Garam,
Soda kue, Air

Bahan baku

Pencampuran
192

Tepung terigu,
tepung ubikayu

Pengadukan hingga homogen

Pelembaran dengan tebal 1.5 cm

Pencetakan mie

Pelembaran dengan tebal 1.5 cm

Penirisan

Pemberian minyak

MIE BASAH

Gambar 45. Tahapan Pembuatan Mie Basah Ubi Kayu (Latifah dan Sarofa, 2003)

8.2.4.5. Tape ubi kayu


Tape ubi kayu merupakan hasilolahan fermentasi dariubi kayu. Kualitas
tape yang dihasilkan selain ditentukan oleh jenis ubi kayu yang digunakan juga
dipengaruhi oleh kondisi prose fermentasi. Pembuatan tape ubi kayu disajikan
pada gambar 46.
Ubi kayu

193

pengupasan kulit, pemotongan


pencucian
Potongan
ubi kayu

Kult

pengukusan, pendinginan

Hasil pengukusan
Ubi kayu
pemberian ragi tape,
pembungkusan,
inkubasi,
KEMASAN
TAPEUBIKAYU

Gmbar 46. Tahapan Pengolahan Tape Ubi Kayu (Danarti dan Najiyati, 1992)
8.3. Latihan
Jawablah dengan singkat dan jelas soal latihan berikut!
1.

Sebutkan 7 jenis talas yang dibudidayakan di


Indonesia.

2.

Apakah perbedaan antara pengolahan chip dan


flake?

3.

Sebutkan perbedaan antara tepung ubikayu dengan


tepung tapioka!

4.

Mengapa mie komposit yang menggunakan bahan


dasar ubi kayu perlu adanya suplementasi bahan lain?

5.

Apakah perbedaan antara jenis gaplek glondongan


dengan gaplek pellet?
Latihan merupakan tolok ukur mahasiswa dalam memahami bab yang

sedang ditelaah. Oleh karena itu apabila seluruh latihan soal mampu dikerjakan

194

dengan benar maka serapan mahasiswa mencapai 100 % karena setiap soal
mempunyai bobot 20.
8.4. Penutup
Tumbuhan jenis umbi-umbian merupakan alternatif bahan makanan pokok
bagi sebagian besar masyarakat dunia tetapi bahkan di beberapa tempat di
Indonesia menjadi bahan pangan pokok. Ada umbi-umbian yang dikonsumsi
dalam bentuk olahan basah dan dalam bentuk olahan awetan. Jenis umbi-umbian
yang banyak digunakan sebagai bahan industri olahan makanan adalah ubi kayu
dan talas.
Pengolahan talas sangat bervariasi menjadi bahan makanan baik yang
berupa olahan langsung maupun diolah menjadi tepung. Tepung selanjutnya
digunakan sebagai bahan antara untuk pengolahan lebih lanjut atau langsung
dibuat makanan siap santap.
Prinsip yang sama diterapkan pada olahan ubi kayu.Ubi kayu sat ini
popular sebagai bahan substitusi tepung terigu untuk membuat produk olahan siap
santap.
8.5.

Daftar Pustaka

Astawan, M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta


Danarti dan S. Najiyati. 1992. Palawija. Budidaya dan Analisis Usahatani.
Penebar Swadaya.Jakarta.
Dedin. F.R. 1998. Suplementasi Mie Basah dengan Air Ekstrak Limbah Kelapa
Udang dalam Upaya Peningkatan Kandungan Protein. Prosiding Seminar
Teknologi Pangan dan Gizi. PATPI Yogyakarta kerjasama dengan PAU
Pangan Gizi dan Fakultas Teknologi Pertanian UGM
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Hartati, S. dan T.K..Prana. 2003. Analisis Kadar Pati dan SeratKasar Tepung
Beberapa Kultivar Talas. J.Natur Indonesia. 6:29-33.
Latifah dan U. Sarofa.2003. Pembuatan Mie Basah dari Tepung Komposit
(tepung terigu dan tepung jagung kuning) dengan Penambahan Telur.
dalam Prosiding Seminar Nasional PATPI. Yogyakarta 22-23 Juli 2003.

195

Fakultas Teknologi Pertanian UGM- FTP Univ. Wangsa Manggala


Yogyakarta bekerja sama dengan PATPI
Mahdar. D., Indra N.R. Reinawan I dan Yayas.1991. Penelitian Pengganti Bahan
Mie. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor
Miskelly, D.M.1984. Flour Components Affecting Paste and Noodle Colour. J.
Sci. Food Agric. 35
Rukmana, 1998. Budidaya Talas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Rukmana, 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
www.ristek.go.id. 2008. Talas. Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jakarta
Yulmar, J. Edial, A. Azman, Aswardi dan K. Iswari. 1995. Penggunaan Tepung
Komposit (Terigu dan Singkong) dalam Pembuatan Mie. dalam Prosiding
Seminar Teknologi Pangan 1997

196

Anda mungkin juga menyukai