Anda di halaman 1dari 12

Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Balanced Scorecard

DISUSUN OLEH:
RAFIKA AMALIA HASTARI

142130166

EVANDA WULAN ANDHINI

142130201

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA
2016

DAFTAR ISI

1.

2.

Pengertian Balanced Scorecard......................................................................2


1.1.

Perspektif Finansial.............................................................................. 3

1.2.

Perspektif Pelanggan............................................................................ 3

1.3.

Perspektif Proses Internal.......................................................................3

1.4.

Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.........................................................3

Proses Balanced Scorecard...........................................................................4


2.1.

Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Program Organisasi...................4

2.2.

Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial......................4

2.3.

Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen...........................4

2.4.

Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.....................................................4

3.

Tujuan Balanced Scorecard...........................................................................5

4.

Organisasi Publik dan Orientasi Pada Pelanggan................................................6

5.

Re-scaling Balanced Scorecard......................................................................7

6.

Teknik Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard.................................................9

7.

6.1.

Perspektif Finansial............................................................................ 10

6.2.

Perspektif Pelanggan..........................................................................10

6.3.

Perspektif Proses Internal.....................................................................10

6.4.

Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.......................................................11

Kesimpulan............................................................................................ 11

Balance Scorecard
1. Pengertian Balanced Scorecard
Organisasi publik berhubungan langsung dengan penyediaan services and goods
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat
merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga dalam rangka
memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir terhadap para
pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana meningkatkan kepuasan
pelanggan (masyarakat).
Kinerja organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi
keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan
dalam pengukuran kinerja bisa dimodifikasi agar layak digunakan untuk menilai
kinerja akuntabilitas publik dengan sebenernya. Balanced Scorecard dan Value for
Money bias digunakan dalam berbagai macam cara agar mampu mendeteksi
ketercapaian organisasi publik dalam melayani pelanggan.
Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen
yang dikembangkan pada tahun 1900-an oleh Robert Kaplan dan David Norton.
Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran
kinerja keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perpektif yang jelas
sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan
perspektif keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai
berikut. BSC tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi
pengukuran keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup
untuk era industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan hubungan
pelanggan tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak
layak, bagaimanapun juga untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang
mana perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui
investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi.

Balanced Scorecard Model ini pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas
area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit oriented. Pendekatan ini
mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan nonfinansial yang dibagi menjadi
empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perpektif proses
internal, dan perspektif inovasi dan pembelajaran (Quinlivan, 2000).
1.1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian
target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment,
operating incomes, dan cash flow.
1.2. Perspektif Pelanggan
Perspektif

pelanggan

merupakan

faktor-faktor

seperti

customer

satisfaction, customer retention, customer profatibilty, dan market share


1.3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal
organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi
kebutuhan pelanggan.
1.4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi,
pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu
diperbaharui.
2. Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC dapat diuraikan sebagai berikut:
2.1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang
jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai
kinerja organisasi, harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah

indicator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian


langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan,
sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indicator
pengukuran.
2.2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat
dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada
pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu
juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, tim, dan kelompok
organisasi.
2.3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan subsistem
manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus
diintegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun nonformal
organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan,
pengorganisasian,

pengkoordinasian,

motivasi

dan

pegendalian

yang

ditetapkan organisasi
2.4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena
organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat
sistem didesain sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan
lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran
yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus-menerus secara konsisten dan
mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode
berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi mungkin
mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan
mengidentifikasikan permasalah berkaitan dengan (1) bagaimana organsiasi

berjalan sampai saat ini? (2) bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam
pencapaian tujuan? (3) bagaimana sistem pengukuran kinerja bias mencapai
strategi yang berubah-ubah? (4) bagaimana organisasi bias mempengaruhi
sistem pengukuran?
3. Tujuan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard System pertama kali dikenalkan sebagai alat untuk menilai
kinerja perusahaan komersial. Namun, sebetulnya pemanfaatan BSC ini bisa
diaplikasikan pada semua jenis organisasi. BSC dapat digunakan dengan berbagai
macam cara. Pada organisasi sektor publik, BSC perlu diadaptasikan sehingga
menghasilkan pengukuran yang sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada
organisasi komersial, model BSC sebagaimana dirumuskan Norton dan Kaplan,
menempatkan perspektif finansial di atas ketiga perspektif lainnya. Hal ini berarti
bahwa

semua

komponen

kinerja

nonfinansial

dilakukan

dalam

rangka

mengoptimalkan kinerja finansial misalnya profit dan return on investment (ROI).


Model seperti ini sangat beralasan karena memang tujuan utama organisasi adalah
memaksimalkan laba. Maka menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana BSC
untuk organisasi publik yang berorientasi bukan semata berorientasi pada
penumpukan laba.

Gambar 1.1 Model Balanced Scorecard Norton & Kaplan

4. Organisasi Publik dan Orientasi Pada Pelanggan


Berdasarkan karakteristiknya, organisasi publik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu pure nonprofit organizations dan quasi nonprofit organizations. Pure nonprofit
organizations adalah organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan/
atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang,
obligasi, laba BUMN/ BUMD, penjualan aset negara, dsb, misalnya pemerintahan.
Sedangkan quasi nonprofit organizations merupakan organisasi pulik yang
menyediakan atau menjual barang dan/ atau jasa dengan maksud untuk melayani
masyarakat dan memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini
berasal dari investor pemerintahan, investor swasta, dan kreditor, misalnya BUMN,
BUMD.
Sebagaimana terlihat pada gambar 1.2 di atas, organisasi sektor publik hendaknya
memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan.
Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa
sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan

dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview)


dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang
dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat
bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses
implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja
dan jika menghadapai kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau
penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja.
5. Re-scaling Balanced Scorecard
BSC dapat diadopsi dan diadaptasikan pada pure nonprofit organizations maupun
quasy nonprofit organizations. Implementasi BSC sebagai alat pengukuran kinerja
tetap harus berpedoman pada tujuan organisasi. Pada jenis quasy nonprofit
organizations, tujuan organisasinya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya
profitabilitas. Dengan demikian, BSC dapat dimodifikasi dengan menempatkan
perspektif finansial dan pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif
proses internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran. Hal ini berarti
bahwa sasaran utama organisasi adalah tercapainya target-target keuangan dan
kepuasan pelanggan yang dipicu oleh kinerja yang baik dari perspektif proses internal
dan pembelajaran/inovasi. Sedangkan pada pure nonprofit organizations, pada
umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat
diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di
puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif
pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil
jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi
tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Instansi pemerintah merupakan pure nonprofit organizations. Model balanced
scorecard dengan memodifikasi hierarki seperti tampak pada gambar 9.5 bisa
digunakan. Dalam arti ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi.
Ukuran outcome justru lebih layak menggantikan ukuran finansial dalam puncak

hierarki model BSC. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di


puncak

hierarki

mewujudkan

menghasilkan outcome
Modifikasi

lainnya

bagaimana

sebagaimana
bisa

dilakukan

keinginan
dengan

instansi
dan

pemerintah
kebutuhan

menambah

mampu

masyarakat.

ukuran

finansial

dengan stakeholders (Robertson, 2000). Gambar 9.6 menyajikan model BSC yang
menempatkan ukuran finansial/stakeholders dan ukuran pelanggan pada puncak
hierarki.
Perspektif finansial/stakeholders digunakan untuk menilai apa yang harus
dilakukan untuk memuaskan penyedia sumber daya organisasi. Hal ini karena
sebagian sumber daya instansi pemerintah berasal dari subsidi atau bantuan
para stakeholders. Jadi, ukuran finansial yang dimaksud sebetulnya adalah sudut
pandang stakeholders itu sendiri dalam memandang pengelolaan keuangan instansi
pemerintah yang telah memperoleh pasokan sumber daya dari mereka.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba
untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang
lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam
perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi
organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab
pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi
yang telah ditetapkan.
Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya
adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada
sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini
adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses.
(Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak
pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa
bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.

Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai
bergeser ke arah pengukuran outcome.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output
kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi
publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan
bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi
publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan.
Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa
memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah
menyediakan sumber daya.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan kinerja setidak-tidaknya bisa
dilihat dari apakah aktivitas organisasi mempunyai nilai tambah. Syarat-syarat
Efektifitas BSC (Quinlivan, 2000): Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, team,
unit organisasi, dan organisasi. Memahami hubungan antara proses internal yang
bernilai tambah dengan outcome yang dihasilkan. Mengintegrasikan model
pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategik, manajemen kinerja, dan
sistem penghargaan pegawai. Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian
kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu
mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih fokus. BSC
digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi
strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi BSC
tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat
men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja BSC.

6. Teknik Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard


Pengukuran kinerja berdasarkan atas aspek finansial dan nonfinansial yang dibagi
dalam empat perfektif, yaitu (1) Perspektif Finansial, (2) Perspektif Pelanggan, (3)
Perspektif Proses Internal, (4) Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
6.1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan
ketercapaian target keuangan sebagaimana rencana organisasi. Untuk mengetahui
kinerja keuangan, alat analisis rasio keuangan dapat digunakan. Teknik analisis
rasio adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos
tertentu dalam neraca atau laporan keuangan lain secara individu atau kombinasi
dari kedua laporan tersebut. Selain itu, pengukuran kinerja atas dasar perspektif
finansial ini juga bias menggunakan data primer berdasarkan yang dapat
dikumpulkan dengan kuesioner dengan didesain menggunakan skala likert dan
analisis statistika.

6.2. Perspektif Pelanggan


Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan
melihat organisasi dan bagaimana organisasi memandang mereka. Indikator yang
dapat digunakan untuk menilai bagaimana pelanggan memandang organisasi
adalah tingkat kepuasan pelanggan yang bias diketahui melalui survei pelanggan,
sikap dan perilaku mereka yang dapat diketahui dari keluhan-keluhan yang
mereka sampaikan. Teknik pengukuran perspektif ini menggunakan data primer
berdasarkan yang dapat dikumpulkan dengan kuesioner dengan didesain
menggunakan skala likert dan analisis statistika.
6.3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mencakup indikator produktivitas, kualitas, waktu penyerahan,
waktu tunggu dan sebagainya. Indikator ini memungkinkan kita untuk

menentukan apakah proses telah mengalami peningkatan, sejajar dengan


benchmarks, dan atau mencapai target dan sasaran. Teknik pengukuran perspektif
ini menggunakan data primer berdasarkan kuesioner yang didesain dengan
menggunakan skala likert dan analisis statistika.
6.4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Perspektif ini memuat indikator tentang sampai seberapa jauh manfaat dari
pengembangan baru atau bagaimana hal ini dapat memberikan kontribusi bagi
keberhasilan dimasa depan. Mengukur hasil dari tindakan dan aktivitas dalam
perspektif ini mungkin tidak dapat dilakukan karena hasilnya tidak segera dapat
diketahui dan bersifat jangka panjang. Dalam banyak kejadian, mungkin
diperlukan ukuran pengganti sebagai indikator kinerja. Teknik pengukuran
perspektif ini menggunakan data primer berdasarkan kuesioner yang didesain
dengan menggunakan skala likert dan analisis statistika
7. Kesimpulan
Balanced Scorecard merupakan pendekatan untuk mengukur kinerja
berdasarkan aspek finansial dan nonfinansial yang dibagi dalam empat perspektif,
yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal dan
perspektif inovasi & pembelajaran. Implementasi BSC sebagai alat pengukuran
kinerja tetap harus berpedoman pada tujuan organisasi. Dalam quasy nonprofit
organizations BSC dapat dimodifikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan
pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses internal dan
selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran. Sedangkan pada pure nonprofit
organizations, BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif
pelanggan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta
perspektif pembelajaran dan inovasi. Teknik implementasi BSC dapat dibantu dengan
kuesioner untuk pengumpulan data dan analisis statistika untuk mengolah data.

Anda mungkin juga menyukai