Anda di halaman 1dari 12

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tanah merupakan bagian tubuh terluar bumi yang berdimensi tiga dan

berasal dari pelapukan batuan yang memiliki peran yang sangat besar bagi
kehidupan di bumi, hal tersebut dikarenakan tanah merupakan pendukung
kehidupan tumbuhan sebagai media tanam dan penyedia hara, tak hanya itu tanah
juga merupakan habitat mikroorganisme maupun organisme tanah dan sebagai
tempat berpijak manusia maupun hewan darat. Hubungan manusia dengan tanah
terdapat

ketergantungan satu sama lain, manusia tergantung dari tanah dan

sebaliknya tanah yang baik dan subur tergantung dari cara manusia menggunakan
tanah tersebut.
Permasalahan mengenai tanah semakin kompleks seiring berjalannya
waktu, mulai dari berkurangnya lahan untuk bercocok tanam hingga berkurangnya
keproduktifan tanah. Kerugian yang diakibatkan dari perubahan sifat tanah tak
hanya berdampak pada kehidupan manusia saja, secara tak langsung hal tersebut
juga berdampak buruk bagi mahluk hidup lainnya, sehingga pemahaman dalam
mengenai karakteristik tanah sangat diperlukan. Tanah yang akan di gunakan
sebagai lahan pertanian dapat dimanipulasi sehingga tanah tersebut sesuai atau
memiliki kolerasi positif dengan pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah tak
dapat dilakukan dengan sembarangan, apabila sembarangan melakukan perlakuan
maka tanah tersebut bukannya meningkatkan produksi maupun pertumbuhan
tanaman

malah

mengurangi

keproduktifan

tanah,

sehingga

pemahaman

karakteristik maupun sifat tanah dapat membantu dalam mengolah tanah dengan
memperhatikan sifat fisik, kimia maupun biologi tanah yang selanjutnya dapat
menjaga kualitas tanah bahkan hingga mampu untuk memperbaiki kualitas tanah.
Pengetahuan tentang sifat fisik, biologi maupun kimia tanah dapat
menunjang aktifitas keberhasilan dalam bercocok tanam. Pada sifat kimia terdapat
indikator berupa pH, ketersediaan bahan organik hingga ketersediaan kandungan
zat kapur, hal tersebut sangat bermanfaat sebagai informasi pengaplikasian jenis
pupuk yang tepat, berapa dosis pupuk tersebut, hingga pengolahan tanah seperti
pengapuran. Informasi sifat kimia tanah bukan hanya digunakan sebagai indikasi
sarana pengetahuan pengaplikasian pupuk saja, akan tetapi juga dapat digunakan

sebagai landasan pengkonservasian lahan, sehingga pengetahuan terhadap kimia


tanah sangatlah perlu untuk dipelajari.
1.2

Tujuan
Untuk mengetahui daya sangga tanah berdasarkan sifat kimia tanah lain.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Tanah merupakan lapisan terluar bumi yang terdiri dari campuran
pelapukan batuan serta jasad mahluk hidup yang telah mati dan membusuk
sehingga terurai akibat dari pengaruh cuaca sehingga mineral-mineralnya terlepas
dan membentuk tanah yang subur (Saridevi, dkk., 2013). Tanah yang subur
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia dan biologi. Pada
karakter fisik dan kimia lebih mudah diketahui daripada karakteristik biologisnya,
sehingga informasi tentang status fisik dan kimia tanah jauh lebih banyak
daripada informasi tentang status biologinya (Prihastuti, 2011), sehingga
pemahaman kondisi lingkungan tanah dengan baik dari aspek fisik, kimia dan
biologinya maka dalam tindakan memelihara kesuburan lahan dapat dilakukan
secara tepat.
Penentuan kesuburan tanah salah satunya dapat dilihat dari sifat kimia
tanah. Menurut Hirzel et al. (2011), identifikasi sifat kimia tanah meliputi
pengukuran pH tanah, kandungan C-organik (petunjuk besarnya akumulasi bahan
organik pada tanah tersebut), Kapasitas Tukar Kation (KTK) salah satu sifat kimia
tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi
indikator kesuburan tanah, variasi nilai KTK ini mengikuti pola variasi kandungan
C-organik (Pratiwi dkk., 2012) dan kejenuhan basa yang dapat dinyatakan dengan
pH tanah, menurut Henry D.Foth (1998) dalam Kirnadi dkk. (2014) mengatakan
bahwa pengaruh terbesar yang umum dari pH terhadap tanaman adalah
pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Pada pengukuran pH tanah dapat menyediakan informasi dasar tentang
kesuburan tanah yang meliputi ketersediaan unsur hara, Al +3 maupun logam berat
hingga tingkat toksisitas sehingga dengan menggunakan pengukuran pH dapat
ditemukan rasio tanah guna memberikan solusi yang pemupukan atau pengolahan
lahan yang tepat terhadap suatu tanah yang diukur melalui pH atau sifat kimia
tanahnya lainnya (Minasny et al., 2011). Naik-turunnya pH sangatlah tergantung
pada aktifitas kation-anion dalam tanah. Menurut Sutanto (2005) mengatakan
bahwa pH tanah ialah reaksi tanah dalam menunjukan sifat kebasaan maupun

keasaman tanah yang hal tersebut dapat ditunjukan dari banyaknya konsentrasi
ion H+ didalam tanah. Pada tanah dengan konsentrasi ion H + yang tinggi maka
tanah tersebut bersifat masam dan apabila pada tanah konsentrasi H + maupun ion
OH- nya dalam keadaan setimbang maka pH tanah tersebut dikatakan netral
(Arabia dkk, 2012). Pengetahuan kemasaman tanah merupakan salah satu hal
penting dalam kegiatan pertanian. Menurut Sinaga dkk (2014) menyatakan bahwa
adanya hubungan antara pH dengan kesediaan hara dalam tanah sehingga pH juga
memiliki kolerasi terhadap proses pertumbuhan tanaman. Kemampuan tanah
untuk tetap memiliki pH maupun muatan yang sama dan tidak berubah terhadap
gangguan disebut sistem penyangga atau buffering.

DAFTAR PUSTAKA
Arabia, T., Zainabun dan I. Royani. 2012. Karakteristik Tanah Salin Krueng Raya
Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Manajemen Sumberdaya
Lahan, 1(1):32-42.
Hirzel, J., P. Undurraga and J. Gonzalez. 2011. Chemical Properties of Volcanic
Soil Affected by Sevenyear Rotations. Agricultural Research, 71(2):304312.
Kirnadi, A.J., A. Zuraida dan Ilhamiyah. 2014. Survei Status Kesuburan Tanah di
Lahan Usahatani Padi Lahan Pasang Surut Kabupaten Banjar. Media Sains,
7(1) : 53 59.
Kumalasari, S.W., J. Syamsiyah dan Sumarno. 2011. Studi Beberapa Sifat Fisika
dan Kimia Tanahpada Berbagai Komposisi Tegakan Tanaman di Sub DAS
Solo Hulu. Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 8(2):119-124.
Mariana, Z. T. 2011. Kajian Kemasaman Potensial Total Pada Tanah Rawa di
Kalimantan Selatan. Agroscientiae, 18(2):70-73.
Minasny, B., A. B. Mcbratneya, D. M. Broughb and D. Jacquier. 2011. Models
Relating Soil Ph Measurements In WaterAnd Calcium Chloride That
Incorporate Electrolyte Concentration. Soil Science,1(1):1-5.
Nyarko, F. O. 2012. Ameliorating Soil Acidity in Ghana: a Concise Review of
Approaches. Science and Technology, 2(1):143-153.
Pratiwi, E. Santoso dan M. Turjaman. 2012. Penentuan Dosis Bahan Pembenah
(Ameliorant) untuk Perbaikan Tanah Dari Tailing Pasir Kuarsa Sebagai
Media Tumbuh Tanaman Hutan. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
9(2): 163 174.
Prihastuti. 2011. Struktur Komunitas Mikroba Tanah dan Implikasinya dalam
Mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan. El-hayah, 1(4): 174 181.
Saridevi, G. A. A. R., I. W. D. Atmaja dan I. M. Mega. 2013. Perbedaan Sifat
Biologi Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol,
Inceptisol, dan Vertisol. Agroteknologi Tropika, 2(4): 214 223.
Sinaga, A.H., D. Elfiati dan Delvian. 2014. Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada
Tanah Bekas Kebakaran Hutan Di Kabupaten Samosir. Evaluasi Sumber
Daya Lahan, 1(1): 1-7.
Siringoringo, H. H. dan C. A.Siregar. 2011. Pengaruh Aplikasi Arang Terhadap
Pertumbuhan Awal Michelia Montana Blume dan Perubahan Sifat

Kesuburan Tanah Pada Tipe Tanah Latosol. Penelitian Hutan dan


Konservasi Alam, 8(1): 65-85.
Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta:Kanisius.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

Hasil Pengamatan

a.

Penetapan pH Tanah

NO

Perlakuan

1
2
3
4
5
6

1 HCl
0,5 HCl
0,25 HCl
0,1 HCl
0,05 HCl
Kontrol
0,05
NaOH
0,1
NaOH
0,25
NaOH
0,5
NaOH
1
NaOH

7
8
9
10
11

pH
pH
tanah tanah+kompos
1,63
1,5
1,83
1,98
2,12
2,32
2,72
3,13
3,01
3,17
6,61
6,7

pH
tanah+biochar
1,68
1,92
2,28
3
3,32
6,36

Urea

SP-36

KCl

1,38
1,83
1,94
2,67
4,13
7,17

1,4
1,68
2,07
2,33
5,76
6,9

1,15
1,57
2,42
3,92
5,45
6,95

9,1

9,66

9,3

8,95

8,8

8,97

9,39

10,19

9,73

10,55

9,57

9,44

10,45

11,12

11,33

11,1

10,19

10,38

11,56

11,57

11,69

11,76

11,53

11,18

11,99

12,13

11,85

11,88

12,21

12,18

b.

Penentuan KTK Tanah


Berdasarkan Referensi dari Proctor dan Darwin
Tekstur
Clay Loam
Clay Loam
C-org
0,82
1,35
pH
6
6,8
KTK
24
29,4
KTK=(C-organik*5,238095)+(pH*3,284127)

Clay
loam
0,78
6,61

Tanah
kompos
Clay
loam
0,56
6,7

Clay loam

25,77

24,91

Tanah
Tekstur
C-org
pH
KTK
(meq/100g)
c.

Tanah
biochar
0,54
6,36

Tanah
Urea
Clay
loam
0,52
7,17

Tanah
SP-36
Clay
loam
0,64
6,9

Tanah
KCl
Clay
loam
0,62
6,95

23,71

26,28

26,01

26,09

Penentuan C-organik tanah


Deret Standar C
0
0,001
0
25
0,039
0,038
50
0,091
0,09
100
0,165
0,164
150
0,205
0,204
200
0,27
0,269
250
0,327
0,326

Sampel

WL

Abs

ml/g

ppm
kurva

fk

fp

ppm

Tanah

0,061

0,06

200

35,2

1,100

7750,769

Kompos 0,048 0,047

200

25,2

1,100

5550,769

Biochar

0,047 0,046

200

24,5

1,100

5381,538

KCl

0,052 0,051

200

28,3

1,100

6227,692

Urea

0,046 0,045

200

23,7

1,100

5212,308

SP-36

0,053 0,052

200

29,1

1,100

6396,923

4.2

% CKriteria
Organik
Sangat
0,775
Rendah
Sangat
0,555
Rendah
Sangat
0,538
Rendah
Sangat
0,623
Rendah
Sangat
0,521
Rendah
Sangat
0,640
Rendah

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan ph tanah, kandungan C-

organik, KTK tanah dan daya sangga tanah. Pada penetapan pH tanah dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan menggunakan larutan HCl dan NaOH dengan
konsentrasi masing-masing larutan 0,05; 0,1; 0,25; 0,5 dan 1, serta pembanding
menggunakan kontrol yang hanya menggunakan aquadest saja. Media yang akan
diamati ada 6 yaitu, tanah saja, tanah + kompos, tanah + biochar, tanah + urea,
tanah + SP-36 dan tanah dengan KCl. Pada tiap perlakuan dapat dilihat rata-rata
pH HCl yang paling rendah terdapat pada media tanah saja tanpa adanya
campuran lain serta pH NaOH yang terendah terdapat pada perlakuan pada media
tanah yang telah dicampur kompos, sedangkan untuk rata-rata nilai pH tertinggi
dengan menggunakan larutan HCl terdapat pada perlakuan media tanah + KCl
sedangkan untuk perlakuan dengan menggunakan larutan NaOH nilai pH rata-rata
tertinggi terdapat pada tanah + kompos. Pada perlakuan kontrol atau hanya
mengunakan aquadest nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan media tanah
dengan urea dan nilai pH terendah terdapat pada perlakuan tanah dengan
campuran biochar, hal tersebut sangat berbanding terbalik dari hasil penelitian
Siringoringo dan Siregar (2011) yang menyatakan bahwa pengaplikasian biochar
terhadap tanah dapat menaikkan pH secara signifikan walaupun kenaikan pH
tanahnya bersifat tidak linier.

Pengamatan kimia tanah tak hanya sekedar dalam menghitung pH saja


akan tetapi juga menghitung kandungan C-organik pada tanah. Pada perhitungan
kandungan C-organik tanah didapatkan hasil kandungan C-organik pada setiap
perlakuan (tanah + biochar, tanah + urea, tanah + KCl, tanah + SP-36 dan tanah +
kompos) ini malah terjadi penurunan nilai kandungan C-organik dibanding
perlakuan kontrol (tanah tanpa campuran apapun). Sehingga hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa perlakuan aplikasi biochar, kompos, urea, KCl dan SP-36
tidak berpengaruh dalam menaikkan kandungan C-organik. Hal tersebut seusai
dengan pernyataan Siringoringo dan Siregar (2011) yang menyatakan bahwa
penggunaan biochar diidentifikasi hanya dapat digunakan sebagai suatu soil
conditioner atau suatu bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk
memperbaiki pertumbuhan dan kesehatan tanaman, yang memiliki potensi untuk
merevolusi konsep pengelolaan tanah. Menurut Sutanto (2005) kandungan bahan
organik dalam tanah dipengaruhi oleh akumulasi bahan asli dekomposisi dan
humifikasi yang hal tersebut bergantung pada lingkungan seperti vegetasi, iklim,
batuan serta praktek dalam kegiatan pertanian.
Ketersediaan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan daya jerap
serta nilai KTK (Kapasitas Tukaran Kation), hal tersebut selaras dengan
pernyataan Sinaga dkk (2014) yang menjelaskan bahwasanya KTK tergantung
pada tekstur tanah serta bahan organik, dimana tanah dengan tekstur liat tinggi
memiliki KTK yang lebih besar dibanding tanah berpasir dan tanah yang memiliki
kadar organik yang tinggi memiliki kapasitas KTK yang tinggi pula. Hal tersebut
dikarenakan pelapukan dari bahan organik yang ada pada tanah akan
menghasilkan humus, dimana humus ini merupakan sumber muatan negatif pada
tanah. Apabila tanah yang memiliki nilai KTK yang semakin meningkat (tinggi)
maka tanah tersebut dapat mengikat air serta menahan unsur-unsur hara yang ada,
sehingga tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi maka nilai KTK
juga semakin tinggi sehingga tanah tersebut termasuk dalam kategori tanah yang
subur, sedangkan pada tanah dengan kandungan organik yang rendah maka nilai
KTK nya juga rendah sehingga hal tersebut dapat mengurangi sumber muatan

negatif yang dapat mengikat kation-kation penting dalam tanah (Kumalasari dkk.,
2011).
Pada kurva daya sangga pada sub-bab hasil dapat diketahui bahwa daya
sangga tertinggi terdapat pada media tanah saja atau perlakuan tanah tanpa
tambahan apapun, sehingga dapat diketahui bahwasanya tanah tersebut sudah
memiliki daya sangga yang tinggi meski tanpa ada tambahan bahan lainnya.
Perlakuan tanah tersebut dinyatakan memiliki daya sangga yang tinggi dapat
dilihat dari selisih atau simpangan yang dihasilkan dari setiap perlakuan HCl dan
NaOH yang memiliki nilai simpangan terendah. Daya sangga tanah merupakan
kemampuan tanah dalam mempertahankan kondisi pH tanah dari gangguan
maupun perubahan yang disebabkan oleh penambahan asam maupun basa dimana
ion OH- yang akan dinetralisir oleh ion H + sehingga membentuk air (Nyarko,
2012). Pada tanah yang memiliki daya sanggah yang tinggi ini pula terdapat
kandungan bahan organik yang tinggi pula (dapat dilihat dari tabel hasil), daya
sanggah tanah juga memiliki hubungan dengan tekstur tanah serta nilai KTK
tanah (Mariana, 2011). Pada tanah dengan kandungan liat tinggi maka tanah
tersebut akan memiliki daya sangga yang tinggi, mengingat liat memiliki nilai
KTK yang tinggi daripada tanah berpasir. Menghitung daya sangga tanah tidak
hanya dengan melihat kurva dan tabel saja, akan tetapi dapat juga dilakukan
perhitungan dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus = dC/dpH.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan

1.

Nilai pH tertinggi pada perlakuan kontrol (hanya menggunakan aquadest)


terdapat pada media tanah dengan campuran urea, nilai tertinggi KTK
tanah juga terdapat pada perlakuan media tanah dengan campuran urea,
sedangkan nilai sangga tertinggi adap pada tanah yang tanpa tambahan
perlakuan apapun.

2.

Kemampuan sangga tanah tidak hanya dilihat dari pH nya saja kan tetapi
dapat dilihat dari nilai KTK, tekstur tanah serta kandungan bahan organik.

5.2

Saran
Pelaksanaan praktikum telah berjalan dengan baik namun sebaiknya lebih

dikondusifkan lagi perihal pelaksanaan praktikum guna mengefisienkan waktu


yang ada sehingga praktikum tidak berjalan terlalu lama.

Anda mungkin juga menyukai