Anda di halaman 1dari 12

30/08/2016

Welcome! Untuk semester 3 yang sudah menghampiri gua dengan cepat.


Tanpa sadar ini adalah tahun ke dua gua kuliah, udah banyak berkeliaran
mahasiswa baru. Seperti biasanya semester baru, semangat baru, dan harapan
baru. Di semester 3 ini ada begitu banyak harapan untuk memperbaiki habit gua
yang mulai ke arah bad. Pasalnya di semester sebelumnya gua mengakui ada
beberapa faktor yang membuat gua mengalami penurunan terlebih sih dari segi
produktifitas diri.
Yah dibalik semua keluhan itu, seperti biasa kalau ada diary berarti mata
kuliah yang gua ambil ini diampu oleh Miss Ana. Untuk semester ini beliau
mengampu mata kuliah Filsafat Pemikiran Politik (FPP). Secara alur sih FPP ini
terusan dari Filsafat Ilmu Pengetahuan (FIP), di mana setelah kita semua
memahami FIP maka selanjutnya adalah FPP yang akan membawa kita pada
sebuah konsep filosofis terkait politik. Gua merasa seneng sih dengan mata kuliah
ini, karena selain ini mata kuliah satu-satunya di hari selasa, mulainya pun juga
siang. Jadi, yah kalau gua sedikit bermasalah dengan tidur masih ada waktu
panjang dari pagi ke siangnya.
Sama seperti semester sebelumnya, di pertemuan pertama ini masih
kontrak belajar. Kita semua diperlihatkan nilai-nilai FIP di semester sebelumnya.
Sebenernya gua mau nggak datang di pertemuan ini, masalahnya adalah nilai FIP
gua E. This is my first E, sepanjang 1 tahun kuliah menurut gua ini adalah salah
satu nilai yang membuat gua agak kepikiran. Bayangin aja, gua ngerasa udah
mencurahkan kemampuan gua agar di FIP kemarin dapat nilai bagus, dan gua
pribadi udah ngerasa minimal dapet B. Asumsi minimal dapat B pun bukan hanya
asal tebak, gua juga mempertimbangkan beberapa aspek penilaian yang pernah di
sebutkan oleh Miss Ana. Sayangnya, ketika nilai FIP itu keluar di Sistem
Infonrmasi Akademik (SIA), loh yang keluar malah E. Saat itu juga gua ngarasa
bingung dibagian mana yang salah, akhirnya ketika dibuka komponen nilainya
nilai UTS dan tugas terstruktur gua kosong. Yah gua yang dipenuh tanda tanya
langsung chat Miss Ana, awalnya beliau salah kira gue Asep setelah gua kasih tau
kalau ini Dias dia langsung jelasin panjang lebar kalau gua nggak ngirim tugas

yang jadi bahan penilaian untuk UTS, dan kata beliau jugaa tugas terstruktur yang
kosong itu bagiannya Bu Shofa. Gua mendengar hal itu sedikit protes karena gua
pribadi udah merasa mengirimkan tugasnya sesuai dengan ketentuan dan nggak di
luar batas waktu. Setelah diskusi panjang lebar, gua coba cek email gua perihal
tugas tersebut, ketika gua cek ternyata nggak ke send. Boom! Gua makin bertanya
pada diri gua kok bisa nggak kekirim. Lalu muncul banyak pertanyaan dari
teman sekelompok gua perihal nilai dia yang E juga, yah gua jelasin sesuai
dengan keadaan yang ada. Obrolan dengan salah satu teman gua menghasilkan
sebuah jawaban bahwa ternyata gua salah email, gua kirim ke email
triana.ahdianti@gmail.com padahal seharusnya triana.ahdiati@gmail.com.
Sekilas mungkin tidak ada perbedaan, kalau diperhatikan ternyata ada huruf n
dalam kata ahdianti. That f*cking n membuat gua mau tidak mau harus
mengulang di tahun selanjutnya. Walau teman sekelompok gua terus menekan
agar minta dipermudah ke Miss Ana, tapi jujur aja gua juga ngerasa emang pure
human error gua pribadi. Untuk itu lah gua juga nggak terlalu memaksa untuk
diberi kemudahan.
Sebenarnya gua merasa bahwa memang ini adalah keteledoran gua, namun
yang membuat gua nggak enak adalah yang mengirimkan email itu adalah gua
sendiri, sehingga teman-teman gua yang lain secara otomatis akan ikut E juga. Hal
ini yang jadi titik rasa kebersalahan bagi gua, di mana gua nggak seharusnya
teledor yang menyebabkan teman gua juga ikut jadi korbannya. Walau pada
kenyataanya ada juga beberapa kelompok yang memiliki nasib macam gua, itu
bukan suatu penghibur diri yang baik.
Hal ini menjadi salah satu tamparan buat gua, untuk mengerjakan sesuatu
harus teliti dan jangan cepat puas dengan hal yang sudah di kerjakan. Sebagai
bahan evaluasi gua merasa bahwa untuk kedepannya ada sebuah perubahan yang
signifikan dari kebiasaan gua sehari-hari, karena memang jujur saja di semester 2
itu gua sering tenggalam dalam kegiatan yang kurang produktif. Seperti bermain
game berlarut-larut hingga kegiatan yang urgensinya kurang tapi masih gua
lakukan. Untuk itu lah di semester 3 ini gua selalu berusaha untuk meningkatkan

produktifitas gua dalam berkehidupan sehari-hari, biar nggak sia-sia waktu gua
untuk hal yang kurang penting.
Oke itu sedikit kegundahan, selanjutnya Miss Ana menjelaskan sedikit
terkait materi FPP apa yang bakalan di bahas sama dia. Materi-materi tersebut
meliputi justice, sexuality, dan egality. Sejujurnya gua lebih tertarik ke arah
pembahasan keadilan walaupada kenyataanya 3 hal tersebut masing saling
berkaitan. Keadilan sendiri menurut persepsi gua kenyataanya masih menjadi
sebuah pemahaman yang subjektif, gua berkata begitu karena padakenyataanya
masih banyak orang yang kurang memahami arti penting atau substansi dari
keadilan itu sendiri. Kita semua paham dan tidak buta toh, masih banyak orang
yang mengaku dirinya adil tapi ternyata bullshit yang ditunjukkanya. Dengan
versi pendangan yang begitu banyak mengenai keadilan inilah yang membuat gua
ingin memahami secara langsung makna justice melalui mata kuliah ini supaya
gua sendiri bisa paham makna keadilan tanpa pengaruh dari salah satu variasi di
luar sana.
Terlepas dari pembahasan barusan, ada hal unik dan sedikit menantang
menurut gua, yaitu di mata kuliah ini Miss Ana mulai memberikan materi-materi
dengan bahasa Inggris, mungkin akan sedikit sulit atau terhambat tapi yang jelas
hal macam gini bakalan membuat siapapun jadi terbiasa baca-baca literasi
berbahasa Inggris. Karena gua selalu punya harapan bisa mahir berbahasa inggris
terutama speaking-nya sih, cause life nowadays is full of competition. Walau
hakikat hidup menurut gua bukan untuk berkompetisi sih tapi realitanya memang
seperti itu saat ini, lengah sedikit maka kesempatan emas akan tertinggal.
After all, setelah itu Miss Ana hanya cerita dan kasih saran terkait cara
agar diary-nya bisa dapat nilai yang besar. Untuk kesekian kalinya di manegaskan
bahwa diary adalah bukti dari proses belajar sama dia, dan menekankan juga
kalau diary buatnya dicicil biar di akhir nggak dikejar waktu akhirnya nggak
maksimal. So, rasanya untuk hari ini hanya itu yang bisa gua bagi untuk mu diary.

06/09/2016
Di pertemuan kedua ini Miss Ana udah mulai masuk ke materi, sebagai
pembuka dia menjelaskan bagaimana seharusnya seorang ilmuwan yang open
minded. Maksud dari open minded adalah bahwa seorang ilmuwan sudah
sepatutnya memiliki pemikiran terbuka dan tidak terkotak-kotak atau terbatasi
oleh beberapa hal yang memperngaruhinya contoh ideologi. Impact dari
keterbukaan ini akan mencapai kebajikan atau wisdom. Wisdom ini nantinya akan
menjadi dasar dari berbagai problem solving bagi beberapa permasalahan.
Sayangnya gua pribadi merasa bahwa keterbukaan ini masih belum di
lakukan oleh para ilmuwan bahkan tokoh-tokoh penting di luar sana. Mereka yang
masih close minded beranggapan bahwa berbagai hal yang tidak sejalan atau satu
arahdengan apa yang ia yakini adalah sebuah kekafiran. Sebagai contoh orangorang yang seringkali mengamini bahwa seorang pemimpin harus dari seorang
muslim. Mereka berkiblat dari sunah-sunah atau ayat-ayat Al-Quran yang
seringkali disalahartikan oleh mereka. Pemikiran yang terlalu terpaku terhadap
sunah-sunah atau ayat-ayat yang di salahartikan tersebut membuat mereka tidak
bisa menerima bahwa pemimpin mereka berasal dari non-muslim. I mean, mereka
tidak pernah mempertimbangkan bahwa tujuan dari seorang pemimpin adalah
untuk kesejahteraan rakyatnya, maksudnya adalah yah kalau mereka-mereka
berpegang teguh bahwa pemimpin harus berasal dari yang beragama muslim
tanpa mengindahkan kesejahteraan atau kemaslahatan rakyat justru sikap close
minded ini lah yang membuat suatu wilayah tidak akan pernah maju. Karena tidak
ada jaminan seorang pemimpin yang berasal dari muslim tidak korupsi, tidak
diskriminatif atau memihak golonganya.
Selain masalah open minded, Miss Ana menjelaskan terkait materialisme
dan metafisik. Secara umum materialisme adalah paham yang mempercayai
bahwa segala sesuatu dianggap benar apabila dapat dijangkau oleh indera
manusia, gampangnya ssesuatu dianggap bener bila memiliki wujud. Sedangkan
metafisik itu ide atau pemikiran yang berasal dari pemikiran atau renungan para
ilmuwan.

Miss Ana juga menjelaskan terkait justice tapi berkaitan dengan hak.
Karena sejatinya keadilan ada apabila hak-hak dari masing-masing individu dapat
terwadahi tanpa adanya gesekan atau konflik dari masing-masing individu. Dalam
pembahasan ini gua sempat nanya ke Miss Ana tentang kaitan antara hak dan
kewajiban. Karena gua seringkali melihat bahwa kebanyakan orang seringkali
menuntut hak tanpa memperhatikan batasan-batasan atau hak dari orang lain. Nah
batasan-batasan inilah yang gua bingung, karena gua sendiri beranggapan bahwa
batasan antara hak satu orang dengan yang lainnya adalah suatu kewajiban.
Soalnya gua menganalogikan seperti gaji, hak seorang kayawan adalah mendapat
gaji tapi sebelum meminta haknya ia harus memenuhi kewajibannya untuk
bekerja sehingga tidak akan mungkin terjadi gesekan antara individu satu dengan
yang lain. Ketika gua lontarkan pertanyaan macam itu justru Miss Ana
melemparkan pertanyaan lagi ke anak-anak , Apa arti hak itu? beliau
menjelaskan bahwa hak dalam bahasa Inggris yaitu Right yang berarti benar. So,
bahwa hak itu adalah benar, artinya hak adalah segala sesuatu yang dianggap
benar. Dalam hal ini gua mengalami sedikit kebingungan karena menurut gua ini
masih ngegantung penjelasannya. Sayangnya ketika gua mau tanya lagi waktu
sudah habis dan Miss Ana menjadikan ini sebagai PR untuk pertemuan
selanjutnya. Gua rasa sudah cukup untuk hari ini. bye
03/10/2016
Di pertemuan kali ini agak males sebenarnya, soalnya kuliahnya malem
dan segala pindah-pindah ruangan. Awalnya diruangan 6 terus pindah keruangan
2a karena kabel proyektornya nggak compatible. Sejujurnya di pertemuan ini gua
keluar dari ruangan, bukan karena gua nggak suka dengan mata kuliah malam ini,
tapi karena kebetulan ada hal urgent yang memaksa gua harus hadir.
Tapi, setelah kelas gua mencoba tanya ke teman-teman yang hadir di kelas
itu. Jadi intinya, dalam pertemuan malam ini Miss Ana ngejar banget materi,
mulai dari video hingga materi semuanya di kejar dan di jelaskan secara langsung.
Jadi intinya keadilan yang kita miliki, itu adalah membuat seluruh kehidupan
menjadi adil antara satu orang dengan yang lain. Walaupun sekali lagi gua sudah

jelaskan sebelumnya bahwa sangat variatif orang-orang memandang keadilan.


sehingga pada akhirnya juga akan melahirkan tanggapan yang berbeda pula.
Karena gua tidak hadir dalam pertemuan ini gua merasa sedikit tertinggal
jujur sehingga pemahaman terkait keadilan harus gua kejar dengan baca materi
dan buku-buku yang tersedia.So, cukup sekian bye.
10/10/2016
Pada pertemuan kali Miss Ana hanya me-review pertemuan sebelumnya.
Film-film yang sebelumnya udah ditonton di bahas lebih lanjut bahwa, film-film
ini sarat akan makna yang mendalam. Salah satunya mengenai rasisme, tentang
rasisme ini gua selalu dapat kasus yang suka hadir di kehidupan gua. Contohnya
gua sering ngeliat orang-orang kolot di luar sana yang sering meneriakkan kata
china pada orang-orang ras tionghoa. Meneriakkan disini maksudnya seringkali
orang selalu membahas dan memiliki stereotype pada ras tionghoa sebagai bentuk
ketidaksukaan. Pun seringkali banyak hal-hal yang tidak disadari membawa
sebuah pemikiran ke arah kebencian. Sebagai contoh banyak orang mengatakan
bahwa mereka tidak memiliki kebencian kepada ras tionghoa. Memang benar,
namun kenyataanya dalam hati dan dibalik itu semua orangg sering
membicarakan atau gossiping yang terlontar begitu saja dari mulut seseorang
tanpa disadarinya.
Namun ada pembahasan yang menurut gua menarik, yaitu terkait
kebencian. Kebencian yang di maksud adalah rasa ketidaksukaan yang sudah
sangat mendalam dan agak sulit di hilangkan. Contohnya kaya gini, ketika ada
seseorang yang benci dengan non-islam, mau dijelasin secara rinci dan detail
sekalipun terkait keadilan orang tersebut akan sangat susah menerima informasi
yang disampaikan. Atau contoh lainya seperti seorang nasionalis yang begitu
membenci Amerika, apapun fakta yang menjelaskan bahwa Amerika tidak seperti
apa yang Ia tuduhkan pun tidak akan pernah diterima olehnya.
11/10/2016

Yak ini adalah kuliah tatapan muka terakhir selama tujuh pertemuan ini.
Karena dua pertemuan selanjutnya berbentuk presentasi dari masing-masing
kelompok yang sudah di bagi sebelumnya. Jadi dalam pertemuan ini Miss Ana
menjelaskan Unity in Diversity. Maksudnya adalah bahwa keyataanya perbedaan
yang ada di dunia ini tidak harus disamaratakan alias diseragamkan seluruhnya.
Tapi maksud dari kesetaraan disini adalah bahwa tiap-tiap individu, kelompok,
golongan adalah setara secara posisi bukan seragamkan semuanya. Kasusnya
adalah seperti kelompok dominan yang menekan kelompok minoritas untuk
mengikuti aturan kelompok dominan agar setara. Ini merupakan hal yang salah
karena hal tersebut secara tidak langsung sudah mendiskriminasi kelompok
minoritasnya.
16/10/2016
Ini adalah pertemuan paling ekstrim karena dilaksanakan malam hari dan
presentasi panas dari masing-masing kelompok. Sejujurnya di pertemuan ini gua
nggak hadir karena ada pemberitahuan yang simpang siur terkait pertemuan ke
enam ini. tapi yang jelas di pertemuan ini beberapa kelompok presentasi terkait
ketidakadilan salahsatunya mengenai ODHA.
17/10/2016
Dipertemuan ini jadwal kelompok gua untuk presentasi, dan ini lah esai
yang jadi bahan presentasi.
Konflik yang terjadi di Papua tidak disebabkan satu kasus saja, tetapi
merupakan akumulasi kasus-kasus di masa lalu. Selama ini masyarakat Papua
dinilai tidak diperlakukan secara adil, baik di bidang sosial maupun ekonomi.
Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah, namun masyarakat asli Papua
merasa terjajah di tanahnya sendiri. Demikian diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Otonomi Khusus yang diberikan kepada Papua merupakan salah satu
kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan di Papua, namun pemerintah juga
perlu transparan terkait kontrak perjanjian pengelolaan sumber daya alam dengan

PT Freeport. Pemerintah juga perlu menciptakan kondisi masyarakat asli Papua


agar tidak merasa terjajah melalui dialog dan peningkatan kesejahteraan di Papua,
serta membentuk tim riset independen bekerjasama dengan universitas untuk
memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan di
Papua.
Penyelesaian melalui kekuatan militer bukan yang utama dalam
meyelesaikan permasalahan di Papua, karena walaupun pemerintah memerlukan
kewibawaan, namun tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Pemerintah harus
dapat mengayomi agar masyarakat Papua merasa sejahtera dan tidak mempunyai
keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Sementara itu, Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wijaya
Kusuma, Yohanes berpendapat, konflik yang terjadi di Papua merupakan hal yang
wajar, akibat adanya pemahaman masyarakat Papua terkait diskriminasi
pembangunan yang lebih difokuskan di Pulau Jawa. Selain itu, disebabkan adanya
liberalisasi yang terjadi di berbagai sektor, terutama dalam pengelolaan sumber
daya alam.
PT Freeport yang mendapatkan keuntungan dari pengelolaan sumber daya
alam di Papua dinilai tidak sebanding dengan yang didapat masyarakat Papua.
Adanya intervensi Amerika Serikat dalam setiap kasus yang berkaitan dengan hak
asasi manusia di Papua dianggap omong kosong, karena masyarakat Papua yang
melakukan pendulangan emas secara konvensional disekitar PT Freeport selalu
mendapat tindakan kekerasan dari pihak PT Freeport yang merupakan
kepentingan dari Amerika Serikat.
Sejumlah kasus di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh kesenjangan
ekonomi. Otonomi khusus yang diberikan terhadap Papua belum dapat
menyelesaikan konflik di Papua. Untuk itu, Indonesia harus mandiri secara
ekonomi dan berdaulat secara politik, tanpa intervensi pihak asing sebagai dasar
untuk menyelesaikan sejumlah konflik di Indonesia.

06/11/2016
Ini adalah pertemuan paling terakhir, alias pertemuan ke delapan yang jadi
masuk kedalam penilaian UTS. Sayangnya ujian debat plus presentasi ini harus
terus diundur seiring menyesuaikan jadwal dari Miss Ana. Namun yang jelas di
pertemuan ini gua merasa bahwa ini adalah salah satu hal yang cocok sama gua.
Ngomong, debat dkk adalah salah satu passion gua, jujur aja ketimbang harus
menulis sebuah artikel, gua lebih memilih harus presentasi atau ikut lomba debat
aja atau diskusi sekalian.
Yah, yang jelas di pertemuan ini kami (kedua kelompok) saling
mempresentasikan materi dan berdebat terkait materi yang disampaikan.
Kebetulan kelompok gua kebagian materi tentang Eksploitasi nya Nancy
Holmstrom. Secara keseluruhan sih yang jelas kelompok kami menjelaskan
kaitanya keadilan dengan eksploitasi dan ide si Nancy ini dalam artikelnya.
Keadilan adalah bagaimana hidup dengan benar dan membuat
kehidupan itu sendiri benar bersama dengan yang lainnya, keadilan adalah
anugerah hidup. Itulah sebabnya mengapa ketidakadilan memiliki dimensi
individual dan dimensi sosial. Dalam hal ini, keadilan dapat diartikan sebagai
sebuah prinsip kehidupan yang mengatur keseimbangan distribusi akan hak dan
kewajiban tiap Individu beserta pembagian keuntungan yang layak atas beban
kerjasama sosial diantara mereka semua sehingga Individu-individu tersebut dapat
menjalani kehidupan dengan benar tanpa ada yang saling dirugikan. Keadilan juga
merupakan sebuah anugerah kehidupan, mengingat keadilan itu sendiri
merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai pemberian
dari Tuhan dan tidak ada satupun manusia lain yang boleh merenggutnya. Oleh
karena itu, apabila terdapat suatu bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh
beberapa orang maka dengan sendirinya hal itu dapat mengancam kehidupan atau
hak asasi orang lain.
Ketidakadilan disini memuat dimensi individual dan dimensi sosial.
Ketidakadilan berdasar pada dimensi individual hanya berdampak pada
perseorangan, namun ketidakadilan yang mencakup dimensi sosial memiliki
pengaruh yang sangat besar terutama pada tatanan struktur masyarakat.

Mengingat bahwa struktur masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok sosial


tertentu yang didalamnya terhimpun berbagai individu. Dengan kata lain,
ketidakadilan struktural atau sosial akan bermuara pula dampaknya terhadap
ketidakadilan personal atau individu.
Beralih pada pembahasan tentang konsep keadilan dan ketidakadilan, kini
kita akan mengaitkan konsep tersebut dengan konteks eksploitasi yang dipaparkan
oleh Nancy Holmstrom. Berdasarkan artikel Nancy Holmstrom terkait dengan
eksploitasi, eksploitasi dapat didefinisikan sebagai suatu pemanfaatan secara
berlebihan terhadap suatu subyek guna mencapai keuntungan maksimal yang
dinikmati oleh beberapa pihak tanpa mempertimbangkan adanya prinsip keadilan
dan kompensasi kesejahteraan. Nancy berpacu pada teori Marx dalam memahami
sebuah fenomena eksploitasi tersebut. Adapun yang dimaksud dengan subyek
dalam definisi tersebut adalah buruh atau pekerja, sedangkan pihak-pihak yang
melakukan eksploitasi adalah kaum borjuis atau pemilik modal. Dengan
demikian, maka pembahasan eksploitasi ini hanya berkutat pada tindakan
eksploitasi terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh kaum borjuis atau pemilik
modal yang cenderung mengabaikan prinsip keadilan dalam pembagian
keuntungan. Dalam artikel Nancy yang berisi kritikan terhadap fenomena
eksploitasi tersebut, ia mencoba mengelaborasi pandangan Marx yang
berpendapat bahwa eksploitasi adalah suatu tindak kejahatan besar yang dibawa
oleh sistem kapitalisme.
Kini kita akan mengkaji lebih dalam mengenai eksploitasi terhadap buruh
itu sendiri. Di mata kapitalis atau pemilik modal, buruh dipandang sebagai suatu
komoditas alat produksi. Nilai atau harga mereka ditentukan berdasarkan
mekanisme pasar. Mekanisme pasar yang dimaksud adalah penentuan harga
berdasarkan pada tingkat penawaran dan permintaan terhadap kebutuhan akan
buruh tersebut dalam pasar. Kondisi tersebut tentu akan sangat merugikan kaum
buruh apabila jumlah buruh yang terdapat dalam pasar sangat banyak (surplus
labor) sehingga mereka dihargai atau diberi upah yang sedikit. Padahal tenaga
kerja yang mereka keluarkan dalam rentang waktu kerja yang cukup lama
sangatlah besar untuk memproduksi suatu produk tertentu yang nantinya sangat

memberikan keuntungan besar pada perusahaan, namun sekali lagi sistem upah
yang mereka terima adalah berdasarkan pada mekanisme pasar bukan pada
besarnya tenaga yang dikeluarkan dalam membuat suatu produk tertentu. Alhasil
sistem pembagian upah yang semacam itu cenderung mengarah pada tindak
ketidakadilan. Kami memiliki beberapa contoh sederhana dalam menggambarkan
tindak eksploitasi buruh yang kerap kali terjadi. Misalkan ada seorang buruh
bernama Budi. Ia bekerja di sebuah pabrik sepatu dan digaji sebesar
Rp1.000.00,00/ bulan untuk 20 hari kerja. Setiap hari selama 12 jam ia bekerja, ia
mampu membuat 10 pasang sepatu yang tiap pasang sepatunya dijual dengan
harga Rp300.000,00. Padahal modal ( bahan, perawatan, peralatan) yang
dikeluarkan untuk tiap pasang sepatu sebesar Rp100.000,00. Dengan demikian,
maka Budi setiap harinya telah menghasilkan laba bersih kepada perusahaan
sebesar Rp2.000.000,00 ( 10x Rp200.000,00). Jika kita hitung selama sebulan,
maka Budi dapat menghasilkan laba bersih kepada perusahaan sebesar
Rp40.000.000,00. Bandingkan anatara gaji yang ia terima dengan laba bersih yang
ia hasilkan kepada perusahaan, yaitu Rp1.000.000,00 : Rp40.000.000,00 atau 1 :
40. Dengan kata lain, Budi hanya memperoleh upah 0,025% dari keseluruhan laba
bersih yang ia hasilkan tiap bulannya. Padahal dia sudah bekerja sangat keras
dalam menghasilkan keuntungan perusahaan tersebut, namun pembagian
keuntungan tersebut nyatanya tidaklah adil karena porsi keuntungan lebih besar
dinikmati oleh para pemilik modal ketimbang pekerjanya.
Dalam praktik eksploitasi yang telah kami jelaskan sebelumnya,
ketidakadilan sering sekali muncul sebagai dampak dari tidak adanya kesetaraan.
Kesetaraan dapat diartikan sebagai kesempatan yang sama yang dimiliki oleh
semua orang tanpa melihat posisi siapa dan bagaimana.

Oleh karena itu

kesetaraan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi


ketidakadilan.
Eksploitasi sering bertentangan dengan prinsip kesetaraan. Dalam
eksploitasi, kelebihan pendapatan sering kali tidak dinikmati oleh para buruh dan
hanya dinikmati untuk kepentingan para kapitalis. Hal tersebut terjadi karena
tidak adanya kesempatan yang sama bagi para buruh untuk mengatur pembagian

keuntungan yang sepadan antara tenaga yang mereka keluarkan dengan hasil yang
mereka dapatkan berdasarkan keseluruhan dari keuntungan perusahaan. Crocker
menyebutnya sebagai undemocratic control of production dan menyebutnya
sebagai penyebab Marx mengutuk eksploitasi. Undemocratic control yang
dimaksud adalah karakteristik eksploitasi yang hanya mengambil keputusan
secara sepihak, keputusan absolut hanya berasal dari sang kapitalis. Sehingga,
para buruh mendapatkan kontrol sepenuhnya dari para pemilik modal. Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya transparansi dalam pembagian
keuntungan perusahaan. Selain itu, dibutuhkan adanya pemberian hak kepada
kaum buruh untuk dapat mengartikulasikan pendapat mereka, sehingga mereka
dapat ikut campur dalam perumusan pembagian keuntungan yang sesuai dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak. Sehingga dengan adanya hal tersebut
dapat tercipta sebuah sistem pembagian keuntungan yang layak.
By the way, akhir kata Im sorry untuk ketidakmasksimalan diary ini...

Anda mungkin juga menyukai