Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI BAHRAIN

Bahrain telah diduduki oleh manusia sejak zaman


pra-sejarah lagi. Lokasinya yang strategik di
Teluk Parsi telah membawa kepada pengaruh
daripada orang-orang Assyria, Babylon, Yunani,
Parsi, dan akhir sekali Arab (penduduknya
kemudian menjadi Muslim). Bahrain pada zaman
silam dikenali sebagai Dilmun, Tylos (nama
Greeknya), Awal, malah Mishmahig sewaktu
dibawah pemerintahan Empayar Parsi.
Pulau-pulau di Bahrain yang terletak di tengahtengah sebelah selatan Teluk Parsi berjaya
menarik penjajah sepanjang sejarah. Bahrain
dalam Bahasa Arab bermaksud "Dua Laut". Hal
ini sama ada merujuk kepada fakta yang pulau ini
mempunyai dua sumber air berbeza, air tawar
dan air masin atau kepada air disebelah utara
dan selatan teluk ini, memisahkannya daripada
Semenanjung Arab dan Iran.
Sebagai sebuah pulau yang strategik, subur, dan
mempunyai bekalan air mentah, Bahrain menjadi
antara pusat tamadun dunia sepanjang sejarah.
Selama 2300 tahun, Bahrain menjadi pusat
perdagangan dunia di antara Mesopotamia
(sekarang Iraq) dan Lembah Indus (sekarang
sebuah wilayah di India). Hal ini ialah tamadun
Delmon yang mempunyai kait rapat dengan
Tamadun Sumeria pada kurun ke-3 SM. Bahrain

menjadi sebahagian daripada Babylon lebih


kurang pada tahun 600 SM. Rekod-rekod sejarah
menunjukkan Bahrain dikenali melalui pelbagai
gelaran yang antaranya "Mutiara Teluk Parsi".
Dari kurun ke-16 masihi sehingga tahun 1743,
pemerintahan Bahrain sentiasa berubah-ubah di
antara Portugis dan Parsi. Akhirnya, Raja Parsi,
Nadir Shah menguasai Bahrain dan sebagai
sebab politik menyokong majoriti Syiah. Pada
lewat kurun ke-18 masihi Keluarga Al-Khalifa
menawan pulau ini. Bagi meneruskan
penguasaan terhadap pulau ini dan
menghalangnya daripada jatuh kembali ke
tangan pihak Parsi, mereka menjalinkan
persahabatan dengan United Kingdom dan
menjadi negeri naungan British.
Minyak dijumpai pada tahun 1931. Hal ini
membawa kepada pemodenan dan
pembangunan kepada Bahrain. Ia juga
menjadikan hubungan dengan United Kingdom
lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan British
membina lebih banyak pangkalan di pulau itu.
Pengaruh British berkembang sambil negara ini
berkembang. Hubungan ini mencapai ke tahap
kemuncak apabila Charles Belgrave dilantik
menjadi penasihat. Belgrave kemudiannya
menubuhkan satu sistem pendidikan moden di
Bahrain.
Selepas Perang Dunia II, sentimen anti-British
tersebar dengan meluas di seluruh dunia Arab
dan ini mengakibatkan berlakunya rusuhan di

Bahrain. Pada tahun 1960-an, pihak British


menggesa supaya isu Bahrain diberi perhatian
oleh masyrakat antarabangsa dan PBB. Pada
tahun 1970, Iran secara terus menerus menuntut
haknya terhadap Bahrain dan pulau-pulau lain di
Teluk Parsi. Walau bagaimanapun, dalam satu
perjanjian dengan pihak UK, mereka bersetuju
untuk tidak meneruskan tuntutannya terhadap
Bahrain jika tuntutan Iran yang lain dipersetujui.
Hal ini menjamin kemerdekaan Bahrain dan
identiti Arabnya. Bahrain sehingga ke hari ini
merupakan ahli Liga Arab.
British berundur daripada Bahrain pada bulan
Ogos 1971, menjadikan Bahrain sebagai sebuah
negara merdeka. Peningkatan harga minyak
pada tahun 1980-an sangat menguntungkan
Bahrain, tetapi penurunannya amat dirasai.
Bagaimanapun, negara ini mula mempelbagaikan
sektor ekonominya. Peristiwa perang saudara di
Lubnan menguntungkan Bahrain apabila mereka
menggantikan Beirut sebagai pusat kewangan
Timur Tengah.
Selepas berlakunya Revolusi Islam Iran pada
tahun 1979, fundamentalis Syiah Bahrain pada
tahun 1981 telah melancarkan perebutan kuasa.
Walau bagaimanapun, percubaan mereka gagal.
Pada tahun 1994, rusuhan demi rusuhan
dilakukan oleh golongan Syiah yang tidak
berpuas hati dengan ketidakadilan kerajaan.
Pada bulan Mac 1999, Hamad ibn Isa al-Khalifah
menggantikan ayahandanya sebagai ketua

negara. Beliau menjalankan pelbagai perubahan,


antaranya; memberi hak mengundi kepada kaum
wanita dan membebaskan semua tahanan politik.
Diposkan oleh Byofull ThreeNine di 19.13

Friday, May 4, 2012


PERKEMBANGAN ISLAM DI BAHREIN DAN KUWAIT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Asia Barat merupakan kawasan yang strategis, secara psikis
kawasan itu sangat berpengaruh besar dalam dunia Islam.
Dimana Islam pertama kali tumbuh di kawasan ini dan tersebar
luas karena peran kawasan ini pula. Namun sekarang kawasan ini
tidak lagi utuh, dan mulai terkotak-kotak bahkan saling
bermusuhan antara mereka sendiri.
Di Asia Barat yang dulu dalam satu komando saat ini telah
terbagi menjadi beberapa negara nasional di antaranya Saudi
Arabia, Syiria, Iraq, Yaman, Oman, Bahrein, Kuwait, UEA, Qatar,
Yordania, Lebanon, Cyprus, Palestina, dan Israel. Mereka memiliki
sejarah yang panjang dan sebenarnya tidak bisa untuk
dipisahkan, namun dalam makalah ini yang akan kita bicarakan
hanyalah Bahrein dan Kuwait.
Bahrein merupakan negara kepulauan yang terletak di Teluk
Persia dengan ibu kota Manama. Bahrein merupakan negara
yang berbentuk monarki yang dikepalai seorang raja dari
keluarga Al-Khalifah. Bahrein memiliki sejarah yang sangat
panjang dan telah ditempati manusai sejak zaman pra sejarah.
Karena letaknya yang strategis wilayah ini menarik bangsabangsa asing untuk menguasainya, seperti bangsa Babilonia,
Persia, dan Arab.
Kuwait, salah satu negara arab yang berbentuk emiret dan
sekarang Kuwait di perintah oleh keturunan dari Al-Sabah. Kuwait
ber ibu kota di Kuwait City, dan merupakan salah satu kota yang
paling indah di kawasan Teluk Persia. Saat ini Kuwait telah
menjelma menjadi negara kaya, karena ladang minyak yang
melimpah. Karena kekayaan minyak yang melimpah pula saat ini
Kuwait memiliki hubungan yang strategis dengan Amerika
Serikat yang memang memiliki kepentingan di kawasan Teluk
Persia.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makaah ini
adalah :

a.
b.
c.

Sejarah Bahrein dan Kuwait pra Islam


Awal masuknya Islam di Bahrein dan Kuwait
Pekembangan Islam di Bahrein dan Kuwait sejak zaman klasik
hingga modern, dan
d. Keadaan Islam di Bahrein dan Kuwait dalam ranah kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.

SEJARAH BAHREIN
Bahrein Pra Islam
Bahrein memiliki sejarah yang sangat panjang dan telah
ditempati manusia sejak zaman pra sejarah, karena letaknya
yang strategis berada di Teluk Persia dan karena perananya
sebagai Bandar transit barang dagang dari timur sebelum di
pasarkan ke dunia Timur Tengah maupun ke Eropa, menjadikan
kawasan ini sangat ramai dalam lalu lintas perdagangan. Karena
kestrategisan ini, wilayah Bahrein memiliki daya tarik bangsabangsa asing untuk menguasainya, seperti bangsa Syiria,
Babilonia, Yunani, Persia, dan Arab.
Pada tahun 2300 SM, Bahrain menjadi pusat perdagangan
dunia
di
antara Mesopotamia dan Lembah
Indus.
Serta
mempunyai kaitan erat dengan Peradaban Sumeria pada abad
ke-3 SM. Bahrain menjadi bagian dari Babilonia lebih kurang
pada tahun 600 SM. Catatan-catatan sejarah menunjukkan
Bahrain dikenal melalui berbagai julukan yang di antaranya
"Mutiara Teluk Persia".[1]
Bahrain telah menjadi pusat perdagangan dan perhubungan
besar diwilayah teluk selama berabad-abad. Suku-suku Arab
(iyad dan azad) telah menetap diwilayah itu. Kemudian sukusuku itu dikalahkan oleh suku-suku Arab yang lain (bani Abdul
Qasis,Tamim). Suku-suku ini menguasai Bahrain dibawah Persia
hingga datangnya Islam.[2]
2. Awal Masuknya Islam di Bahrein
Islam tersiar ke Bahrein sejak Rosul mengirim utusan kesana
dalam upaya penyiaran Islam, dengan mengirimkan sepucuk
surat kepada penguasa setempat yakni Al-Munzir dan AlMirbazan yang berisi tentang ajakan untuk masuk Islam. Ajakan
ini direspon dengan baik, terbukti dengan penerimaan Islam oleh
keduanya serta diikuti oleh masyarakat setempat baik penduduk
Arab Bahrein maupun penduduk non-Arab Bahrein.
Sejak itu Al-Munzir melepaskan diri dari kekuasaan Persia
dan menjadi bagian dari daulah Islam di Madinah. Dia
memerintah Bahrein sebagai amir hingga wafatnya pada tahun
[1]
[2]

10 H. Setelah itu Bahrein diperintah oleh Al-Ula, kemudian tidak


lama kemudian digantikan oleh Abal bin Said bin As.
3. Bahrein pada Masa Periode Klasik
Pada masa pemerintahan Abu Bakar Asidiq, al-Ula diangkat
kembali menjadi wali Bahrain atas permintaan dari penduduknya.
Pada periode ini kaum muslimin Bahrain dari keluarga Bani Qais
bin Salabah, Bani Rabiah Khala al-Jarud bin Basyar al-Abd,
murtad dari Islam dibawah pimpinan al-Hatam dari Bani Qais.
Golongan murtad ini ditumpas oleh al-Ula, sehingga umat Islam
di Bahrain kembali tenang. Penumpasan golangan orang murtad
tersebut tidak dari bantuan penduduk muslim di Bahrain yang
telah benar-benar menerima kebenaran Islam.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, Usman bin Abi al-As
diangkat menjadi wali Bahrain. Pada masa berikutnya Bahrain
dipimpin oleh seorang gubenur.
Pada masa dinasti Umayyah Bahrein menjadi basis gerakan
Khawarij An-Najdah, namun keadaan berubah setelah periode
pertama dinasti Abbasiyah. Bahrein telah menjadi pusat gerakan
Al-Zanj dan gerakan Qoromitah. Bahkan pada
masa
pemerintahan kholifah Al-Muqtadir kaum Qoromitah berhasil
memisahkan diri dari kekholifahan di Bagdad dengan pemimpin
besarnya Abu Said Hasan bin Baheram Al-Jabani, kepemimpinan
selanjutnya dipegang oleh puteranya yakni Abu Taher Sulaiman
Al-Jabani. Pada masanya kaum Qoromitah berkali-kali mencoba
menyerang Basrah, tapi senantiasa digagalkan. Pada tahun 301
H, Abu Taher menyerang Mekkah, tidak dihormatinya lagi
kesucian Kabah, dan ditimbunya bangkai orang-orang yang
dibunuhnya ke dalam telaga zam-zam. Hajar Al-Aswad
dilarikanya ke Bahrein selam 22 tahun, kiswah kabah dirobekrobeknya,
namun
akhirnya
kaum
Qoromitah
dapat
[3]
dimusnahkan.
4. Zaman Pertengahan
Pada awal awal abad ke-16 Bahrein berada dibawah
komando Turki Usmani, namun sejak tahun 1521 Portugis datang
dan mulai menamkan pengaruhnya di Bahrein. Portugis menjajah
Bahrein sejak tahun 1521-1602 M, setelah itu Bahrein berada di
bawah kekuasaan Sultan Persia. Nadir Shah menguasai Bahrein
atas alasan politik Bahrein mayoritas Syiah. Pada tahun 1782
Keluarga Al-Khalifah mengambil alih pulau ini dari tangan Persia.
Untuk menjaga agar pulau ini tidak jatuh kembali ke tangan
Persia, mereka menjalin persahabatan dengan Inggris dan
menjadi negeri di bawah naungan Inggris.
5. Zaman Modern
[3]

Sebelum tahun 1861, Bahrein pernah dikuasai oleh Saudi


Arabia pada masa Saud bin Faisal. Namun setelah tahun 1861
Bahrein berada di bawah Protektorat Inggris hingga tahun 1971.
Pada tahun 1973 Bahrein berhasil membuat konstitusi negara
mereka dengan kepala negara dipegang oleh amir dari keturunan
keluarga Al-Khalifah.
Sementara minyak pertama kali ditemukan di negeri ini
pada tahun 1931, dengan ditemukanya sumber minyak ini
Bahrein telah mengalami modernisasi pesat disegala bidang.
Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 juga berdampak bagi
Bahrein, tahun 1981 terjadi upaya kudeta dari golongan Syiah,
namun usaha mereka tidak membuahkan hasil.
6. Zaman Kontemporer
Bahrain
ialah
sebuah
negara
yang
menjalankan
sistem monarki konstitusional yang dikepalai oleh raja, Syekh
Hamad bin Isa Al Khalifah. Kepala pemerintahan saat ini ialah
Perdana Menteri Syekh Khalifah bin Salman Al Khalifah yang
mengepalai anggota kabinet sebanyak 15 orang. Bahrain
mengamalkan sistem dwi-perundangan yaitu Dewan Perwakilan
dan Majelis Syura yang dipilih oleh raja. Kedua dewan
mempunyai anggota sebanyak 40 orang. Pemilihan umum
diadakan pada tahun 2002 dengan anggota parlemen bertugas
selama empat tahun satu periode.
Hak politik kaum wanita di Bahrain mendapatkan satu
kemajuan saat wanita diberi hak untuk memilih dan bertanding
dalam pemilu nasional buat pertama kali pada pemilu
tahun 2002. Walaupun tidak ada wanita terpilih dan
mendapatkan kursi pada pemilihan yang didominasi oleh Syiah
dan Sunni, sebagai kompensasinya enam orang calon wanita
dilantik sebagai anggota dari Majelis Syura, sekaligus mewakili
komunitas Yahudi dan Kristen yang terdapat disana. Menteri
wanita pertama yang dilantik di Bahrain ialah Dr. Nada
Haffadh sebagai Menteri Kesehatan. Ia dilantik pada tahun 2004.
Raja baru-baru ini mendirikan Dewan Makamah Agung untuk
menata pengadilan-pengadilan di negara ini dan mensahkan
pemisahan cabang administratif dan hukum pemerintahan.
Pada 11-12 November 2005, Bahrain menganjurkan Forum
Masa Depan yang dihadiri pemimpin-pemimpin dari Timur
Tengah dan negara-negara G8 dan membicarakan reformasi
politik dan ekonomi di wilayah bersangkutan.
Bahrain hingga hari ini merupakan anggota Liga Arab.
B. SEJARAH KUWAIT
1. Kuwait pra Islam
Kuwait pada masa pra islam ataupun pada awal-awal Islam
merupakan satu pemerintahan di Irak. Dan Kuwait sendiri belum

pernah disebutkan dalam sejarah. Dahulu orang-orang arab


biasanya berkemah di tempat ini pada musim hujan lebat dan
pergi meninggalkannya. Ditempat ini belum dibangun sampai
akhirnya keluarga Sabah datang pada abad 12 H/18 M.[4] Kuwait
ini terletak di ujung Teluk Persia.
2. Masuknya Islam di Kuwait
Islam masuk ke negara Kuwait ini ketika negeri ini masih
merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Persia. Awalnya
diperkirakan terjadi sekitar tahun 15-30 H, ketika Khalifah Umar
bin Khattab membebaskan wilayah-wilayah kekuasaan Persia.
Kukuasaan Persia di wilayah itu berakhir pada tahun 30 H, ketika
kota Madain jatuh ketangan pasukan Islam untuk memantapkan
kekuasaan Islam diwilayah ini, Khalifah Umar mengangkat Sad
bin Abi Waqas sebagai amir di Basra sejak itu resmi wilayah
Kuwait menjadi bagian dari dunia islam dan penduduknya
dengan tulus menjadi pemeluk islam.[5]
3. Kuwait pada Periode Klasik
Pada periode ini, sejak Basra dipimpin oleh Saad bin Abi
Waqash yang diangkat oleh Umar wilayah ini merupakan
kedaulatan dari Islam. Begitu juga ketika tampuk kekuasaan
berganti masa dan berganti dinasti, dari masa khalifah Usman
bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, dinasti Umayyah, dan dinasti
Abbasiyah. Kuwait merupakan wilayah kekusaannya.
4. Zaman Pertengahan
Pada masa klasik maupun pertengahan, wilayah yang
sekarang menjadi wilayah Kuwait merupakan wilayah yang
tergabung dengan Irak. Dengan demikian sejarah Kuwait sangat
berkaitan erat dengan sejarah Irak.
Pada tahun 1508 M Irak dan Kuwait berada di bawah kendali
kerajaan safawiyah di Persia, namun pada tahun 1533 M Turki
Usmani berhasil merebut Irak dan mengembagkan pengaruhnya
disana, sementara Kuwait berada dalam setatus quo yang
memang penduduknya sangat jarang dengan wilayah yang
kurang mendukung.
Tetapi kemudian sekitar awal abad 18 M terdapat tiga suku
yang datang ke Kuwait dan mulai mengembangkan kehidupan
disana. Setelah wilayah itu mereka kuasai, terjadilah
kesepakatan antara ke tiga suku pendatang itu untuk
membentuk suatu pemerintahan, suku As-Sabah terpilih untuk
memegang kekuasaan, sementara suku Kholifah dan Jalahimah
bertugas dibidang peternakan, perikanan, pertanian, dan
perdagangan.
[4]
[5]

Penguasa di Kuwait yang pertama kali di perintah oleh


Sultan Sabah bin Jabir dari suku As-Sabah, dan dinasti tersebut
memerintah hingga saat ini.[6] Tidak lama setelah Sultan Sabah
bin Jabir bekuasa terdapat ancaman dari kekuasaan Turki Usmani
yang terdapat di Irak, kemudian dikirimlah seorang utusan untuk
menghadap penguasa Turki Usmani di Basra. Setelah peristiwa
itu Kuwait berada dalam pengaruh kesultanan Turki Usmani, dan
untuk menagatur masyarakat dan hubunganya dengan
kesultanan Turki Usmani dipilihlah seorang amir yang dipegang
oleh keturunan Sabah yakni Sabah II.
5. Zaman Modern
Pada akhir abad ke 18, Inggris mulai memperluas
pengaruhnya di Teluk Persia dan Suriah, dan berusaha
merengangkan hubungan antara Kuwait dengan Turki Usmani.
Karena pengaruh Inggris yang semakin bertambah, pada tahun
1897 Syekh Mubarok As-Sabah mengirim surat kepada Inggris,
mengusulkan Kuwait berada di bawah naungan Inggris. Dua
tahun kemudian Inggris menerima tawaran itu, dan semenjak itu
Kuwait berada di bawah protektorat Inggris. Ketika perang dunia I
Kuwait terlibat dalam peperangan melawan Turki Usmani, yang
kemudian dimenangkan oleh Kuwait beserta sekutu-sukutunya.
Pada tahun 1934 mulai ditemukan sumber minyak di Kuwait,
dan mulai pengeboran pada tahun 1936 dengan kerja sama
dengan Amerika Serikat. Minyak telah mengubah wajah Kuwait
menjadi salah satu negara terkaya di Semenanjung Arab, bahkan
pada tahun 1953 Kuwait menjadi negara pengekspor minyak
terbesat di Teluk Persia.[7]
6. Zaman Kontemporer
Pada tanggal 19 Juni 1961, Kuwait memperoleh
kemerdekaanya dari Inggris , namun enam hari kemudian Iraq
mengklaim bahwa senenarnya Kuwait merupakan bagian dari
Irak.[8] Irak menggugat untuk menyerang Kuwait tetapi dihalangi
oleh pihak Inggris yang menurunkan tenteranya, akibatnya
pasukan Irak ditarik kembali dari Kuwait.
Kejadian seperti ini terulang kembali pada tahun1990,
Setelah Kuwait bersekutu dengan Irak dalam perang Irak-Iran
kemudian berakhir pada tahun 1988. Kuwait membayar
kompensasi ke Irak
untuk perlindungan dari apa yang
dianggap sebagai ancaman yang ditimbulkan oleh Iran untuk
Kuwait. Namun yang terjadi sebaliknya, pada bulan Agustus 1990
Irak malah menyerang Kuwait dengan dalih yang sama dan
sebagai upaya Irak untuk menutupi hutang yang membengkak di
[6]
[7]
[8]

Kuwait. Tetapi enam bulan kemudian tentara Irak dipaksa keluar


dari Kuwait oleh pasukan Amerika Serikat dan 28 negara
sekutunya pada 28 Februari 1991 sebagai wujud dari resolusi DK
PBB.
Dan baru-baru ini dikabarkan bahwa di Kuwait sedang
berkembag isu-isu tentang Parlemen Kuwait yang pada hari
Kamis (12/04/2012), untuk sementara waktu, meloloskan
amandemen undang-undang hukum pidana terkait hukuman
mati bagi para pengutuk Allah, para nabi Islam dan istri-istrinya.
Kini sebagian umat islam negeri ini termasuk pengikut aliran
sunni dari madzhab Maliki dan Hambali, Terdapat sedikit sekali
pengikut aliran syiah.
http://moehamadie.blogspot.co.id/2012/05/perkembangan-islamdi-bahrein-dan.html
B. Pengaruh Gerakan Politik Kaum Syiah Irak Terhadap Keamanan
Kawasan Timteng
1. Pengaruh Langsung: Perang Irak-Iran
Pada 1974 dan 1977, dalam prosesi memperingati hari Ashura (untuk mengenang
kesyahidan Imam Hussein), kaum Syiah Irak melancarkan demonstrasi yang
mengutuk para pemuka Bath terutama Hasan al-Bakr dan Saddam Hussein. Ketika
Revolusi Islam Iran berhasil meruntuhkan Dinasti Pahlevi, al-Sadr (pada Juni
1979) merencanakan memimpin sebuah long march dari Najaf ke Teheran untuk
memberikan ucapan selamat pada Imam Khomeini.
Namun, rezim Bath yang tidak menghendaki terlaksananya rencana itu, segera
menangkap al-Sadr. Tindakan penguasa ini justru membangkitkan kerusuhan antiSaddam yang lebih luas di kalangan umat Syiah Irak.
Selama hampir setahun berada dalam tahanan rumah, al-Sadr dan seorang saudara
perempuannya (Amina binti al-Huda) kemudian dieksekusi pada 8 April 1980.
Besoknya, puluhan aktivis Partai Dakwah juga dijatuhi hukuman mati.
Penumpasan yang dilakukan rezim Saddam terhadap gerakan kaum Syiah
menyebabkan terjadinya eksodus (200.000 - 350.000) warga Syiah Irak ke Iran.
Di samping ke Iran, sejumlah aktivis Partai Dakwah lain menyelamatkan diri ke
Inggris, Lebanon, dan Suriah. Hubungan Iran-Irak pun semakin meruncing dan
mencapai klimaks dengan berkobarnya Perang Iran-Irak (September 1980 Agustus 1988).
Perang Iran-Irak merupakan suatu peperangan antara kekuatan-kekuatan Islam
revolusioner, yang ingin mendirikan regime-regime Islam dan pihak-pihak yang
anti terhadap regime-regime Islam. Salah satu akibat dari perang ini adalah
terpecahnya kesatuan negara-negara di kawasan Timur Tengah menjadi dua blok.
Blok pertama yang dimotori oleh Iran dan Libya merupakan suatu blok yang

berkeinginan keras untuk mendirikan pemerintahan Islam di kawasan Timur


Tengah. Blok ini berusaha keras untuk meruntuhkan dominasi regime monarkhi di
negara-negara Arab yang telah terkooptasi oleh kekuatan AS dan kekuatan Barat
lainnya. Blok pertama ini secara kebetulan didominasi oleh kaum Muslim
golongan Syiah, yang dianggap sebagai musuh golongan Sunni. Karena sifat
kesyiahannya yang kuat dan misi gerakannya yang berorientasi pada pendirian
negara teokrasi Islam, maka keberadaan blok ini dirasa sangat mengancam bagi
blok kedua yang dipimpin oleh Irak dan didukung oleh Arab Saudi, Yordania,
Suriah dan Kuwait. Berbeda dengan anggota blok pertama, sebagian besar
anggota blok kedua merupakan kaum Muslim golongan Sunni yang menganggap
bahwa kaum Syiah adalah kaum yang sesat dan layak untuk disingkirkan.
Sentimen agama ini telah membuat kedua belah blok semakin gencar untuk saling
menghancurkan lewat perang Iran-Irak tersebut, yang pada hakekatnya telah
dijadikan representasi permusuhan paham Syiah-Sunni dan regime monarkhiteokrasi Islam.
http://www.geocities.ws/irsjournal/Syiah.html

Anda mungkin juga menyukai