Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Istilah kejang non epilepsi (non epileptic seizure) digunakan untuk menjelaskan suatu
kejang yang menyerupai epilepsi tetapi mempunyai penyebab yang berbeda. Berbeda
dengan kejang epilepsi, kejang non epilepsi tidak disebabkan oleh adanya perubahan
aktiviitas listrik pada otak.

PENYEBAB KEJANG NON EPILEPSI


Kejang dapat terjadi oleh beberapa keadaan, misalnya oleh karena penurunan kadar
gula darah (hipoglikemia), pingsan atau perubahan kesadaran singkat pada seseorang
yang mengalami infark miokard akut. Pada seseorang mungkin juga didapatkan lebih
dari satu tipe kejang, berupa kejang epilepsi dan juga kejang non epilepsi.
Beberapa kejadian kejang non epilepsi mempunyai penyebab fisik (yang berhubungan
dengan tubuh), misalnya adalah pingsan yang sering disebut juga sinkop. Tetapi
terdapat juga beberapa kejadian kejang non epilepsi yang disebabkan oleh penyebab
psikologik (yang berhubungan dengan jiwa), misalnya pada serangan panik.
Jika kejadian kejang non epilepsi penyebabnya adalah fisik maka akan lebih mudah
untuk menegakkan diagnosisnya berdasarkan penyakit yang mendasarinya. Sebagai
contoh adalah pingsan yang mungkin didiagnosis oleh karena adanya masalah pada
jantungnya. Istilah kejang non epilepsi biasanya digunakan untuk menjelaskan
kejadian
kejang
yang
disebabkan
oleh
faktor
psikologik.
Kadang-kadang sangat sulit untuk mendapatkan alasan mengapa terjadi dan kapan
mulainya kejadian kejang non epilepsi. Beberapa penderita kejang non epilepsi
mengatakan bahwa kejadiannya sangat cepat dan waktunya pendek setelah terjadinya
stres yang spesifik, tetapi penderita lain melaporkan bahwa kejadian kejang non
epilepsi bukan karena faktor stresor psikis maupun fisik. Sehingga sangat sulit untuk
dicari penyebabnya secara pasti. Beberapa penderita kejang non epilepsi juga
melaporkan terjadinya kejang setelah mengalami stres maupun kecemasan.
Tabel I menjelaskan penyebab yang paling sering didapatkan dari kejang non epilepsi
yaitu:
Tabel I. Penyebab kejang non epilepsi
1.
2.
3.
4.
5.

Penghentian konsumsi alkohol


Penghentian konsumsi Benzodiazepine
Massive sleep deprivation
Penggunaan kokain
Psikogenik (gangguan konversi, somatisasi,
malingering)
Cedera kepala akut (dalam satu minggu)
Infeksi sisitem saraf pusat atau neoplasma
Uremia
Eklampsia
Demam tinggi

6.
7.
8.
9.
1
0.
1 Hipoksemia

1.
1 Hiperglikemia atau hipoglikemia
2.
1 Gangguan elektrolit
3.
Apa yang terjadi pada seseorang selama kejadian kejang non epilepsi sangat
bervariasi. Apa yang terjadi selama kejadian kejang epilepsi dapat juga terjadi pada
kejadian kejang non epilepsi. Selama kejadian kejang non epilepsi, seperti halnya
pada kejang epilepsi, penderita mungkin dapat terjatuh dan melukai dirinya sendiri,
terjadi konvulsi (gerakan menyentak) atau penderita mengalami inkontinensia.
Keduanya dapat terjadi secara tiba-tiba dan tanpa ada tanda-tanda peringatan
sebelumnya.
Di bawah ini beberapa contoh penyebab kejang non epilepsi oleh karena faktor
psikologik:
Serangan panik
Serangan panik dapat terjadi oleh karena situasi ketakutan atau teringat
pengalaman menakutkan sebelumnya. Serangan panik dapat sangat
membingungkan pada diri seseorang. Penderita merasa cemas atau ketakutan
sebagai awal dari suatu serangan. Pengaruh fisik terhadap serangan tersebut
misalnya adalah kesulitan bernafas, berkeringat, berdebar-debar dan merasa
bergetar. Penderita dapat juga kehilangan kesadaran dan terjadi serangan
konvulsi. Serangan dapat terjadi lagi walaupun penderita sudah tidak dalam
situasi yang menakutkan.
Cut off atau serangan menghindar
Jenis serangan ini terjadi oleh karena penderita mendapatkan kesulitan
mengatasi stres yang berat atau berada dalam situasi emosional yang sangat
sulit. Serangan ini lebih sering dijumpai pada penderita yang tidak merasa dan
tidak mengeluh adanya kesulitan yang membutuhkan penyelesaian. Seperti
halnya pada serangan panik, serangan ini dapat juga berulang walaupun
penderita tidak berada dalam situasi tertekan.
Respon terlambat terhadap stres berat
Serangan ini dapat terjadi sebagai reaksi terhadap stres yang berat atau dalam
situasi peperangan atau bencana alam dimana penderita melihat banyak
korban berjatuhan. Kejang non epilepsi mungkin merupakan sebagian dari
post traumatic stress disorder, yaitu suatu keadaan yang timbul setelah trauma
atau stres yang berat. Selama serangan tersebut penderita mungkin menangis,
menjerit atau teringat dengan kejadian tersebut (tiba-tiba dan teringat secara
jelas pengalamannya). Penderita tidak dapat mengontrol tingkah lakunya dan
menginginkan kejadian tersebut hilang dalam ingatannya.

KLASIFIKASI KEJANG NON EPILEPSI


Menurut Kammerman dan Wasserman (2001), berdasarkan etiologinya maka
didapatkan dua kategori utama kejang non epilepsi, yaitu:
Kejang fisiologik
Kejang fisiologik dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, misalnya terjadinya
perubahan secara mendadak suplai aliran darah, glukosa maupun oksigen ke

otak. Termasuk juga kejang fisiologik adalah adanya perubahan irama jantung,
mendadak terjadi penurunan tekanan darah atau terjadinya hipoglikemia.
Kejang psikogenik
Kejang psikogenik dapat disebabkan oleh karena adanya tekanan psikologis
yang berat pada seseorang, misalnya trauma emosional oleh karena siksaan
seksual maupun fisik, perceraian atau kematian orang yang dicintai.

DIAGNOSIS KEJANG NON EPILEPSI


Untuk dapat menegakkan diagnosis kejang non epilepsi, seorang dokter
membutuhkan riwayat pribadi penderita. Termasuk didalamnya adalah riwayat
penyakit neurologi yang mungkin dideritanya, perkembangan psikologik, dan juga
situasi
terbaru
sehubungan
dengan
keluhan
dari
penderita.
Sangat sulit untuk menjelaskan perbedaan antara kejang epilepsi dan kejang non
epilepsi karena keduanya bisa sangat mirip. Mencari keterangan tentang seperti apa
bentuk kejangnya, dan sudah berapa lama penderita mengalami serangan kejang,
maka hal tersebut akan membantu untuk mengidentifikasi jenis dan tipe kejang yang
terjadi.
Tabel 2. Diagnosis banding kelainan neurologik paroksismal pada orang dewasa
Diagnosis banding
No
1 Sinkop
Refleks sinkop (sinkop ortostatik, sinkom miksturasi)
Sinkop kardiogenik (takhikardia, bradikardi, sindroma pemanjangan gelombang QT,
abnormalitas struktur jantung, stenosis aorta, kardiomiopati, arterio-venous shunt)
Gangguan perfusi (hipovolemik, gangguan otonom)

2 Kejang non epilepsi psikogenik


Kejang non epilepsi psikogenik
Serangan panik
Serangan hiperventilasi

3
4
5
6
7
8

Transient Ischemic Attack


Migrain
Narkolepsi / katapleksi
Parasomnia
Vertigo paroksismal
Hipoglikemia

Beberapa pemeriksaan yang dibutuhkan untuk dapat menegakkan kejang non epilepsi
adalah:
Observasi
Penderita yang mendapatkan serangan kejang mungkin tidak ingat beberapa hal
yang terjadi. Informasi tersebut sangat berguna untuk dapat menjelaskan apa yang
terjadi dan hal tersebut bisa minta penjelasan pada seseorang yang mungkin
melihatnya pada waktu penderita mendapatkan serangan kejang.
Berikut ini beberapa informasi yang sangat dibutuhkan untuk diketahui pada
penderita serangan kejang (Reuber, 2005):
1. Dimana dan sedang apa ketika serangan kejang terjadi ?

2. Seperti apakah serangan itu terjadi ?


3. Berapa lama serangan itu berhenti ?
4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan antara serangan hingga di bawa ke rumah
sakit ?
5. Bagaimanakah tingkah lakunya sebelum, selama dan setelah serangan kejang ?
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi
yang dapat dilihat dari hasilnya dan juga untuk mengetahui status
kesehatannya. Pemeriksaan darah terutama dapat untuk mengetahui etiologi
kejang oleh karena faktor fisik yang disebabkan diabetes melitus
(hipoglikemia atau hiperglikemia).
Pemeriksaan Elektroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan EEG digunakan untuk melihat aktivitas listrik di otak. Pada
kejang epilepsi terjadi oleh karena adanya perubahan dari aktivitas listrik di
otak yang dapat dilihat dari hasil pmeriksaan EEG dengan gambaran
tergantung dari jenis kejangnya. Sedangkan pada kejang non epilepsi biasanya
hasil pemeriksaan EEG tidak memperlihatkan adanya perubahan patologis
aktivias listrik di otak. Sehingga hasil pemeriksaan EEG ini sangat bermanfaat
untuk mengetahui apakah kejang yang terjadi merupakan kejang epilepsi atau
bukan.
Telemetri Video
Pemeriksaan kadang-kadang dilakukan setelah pemeriksaan EEG, dimana
pasien dilakukan observasi di bangsal dengan pengamatan video dan juga
terpasang EEG. Pemeriksaan ini untuk membandingkan apa yang dilakukan
penderita selama terjadi kejang dengan apa yang terjadi pada otak selama
terjadi kejang tersebut.
Pemeriksaan CT Scan kepala
Pemeriksaan CT Scan kepala pada penderita kejang sangat membantu
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kelainan fisik di otak yang dapat
menyebabkan terjadinya suatu kejang. Walaupun demikian CT Scan kepala
bukan merupakan alat utama untuk mengetahui diagnosis epilepsi atau bukan.
Pemeriksaan pencitraan lainnya yang fungsinya sama dengan CT Scan kepala
adalah pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

PENANGANAN UMUM
Penatalaksanaan terjadinya kejang non epilepsi sangat tergantung dari penyebabnya.
Seorang dokter umum, spesialis penyakit saraf, atau psikiatris dapat membantu
penderita untuk memutuskan terapi apa yang dpat diberikan pada penderita ini. Jika
penyebabnya adalah jelas faktor psikogenik maka penderita bisa ditangani oleh
seorang psikiatris.
Seorang psikiatris akan melakukan anamnesis yang cermat dan teliti tentang riwayat
psikiatris sebelumnya, termasuk didalamnya adalah menanyakan adanya stres yang
pernah dialaminya. Penanganan oleh seorang psikiatris terhadap penderita kejang non
epilepsi yang disebabkan oleh faktor psikogenik akan sangat membantu penderita
dalam menghadapi jika terjadi stres di kemudian hari. Konsultasi dengan psikiatris
mungkin membutuhkan beberapa kali pertemuan sampai penderita sudah merasa lebih

baik atau sembuh. Keterlibatan anggota keluarga dalam penanganan penderita kejang
non epilepsi akan sangat membantu penyembuhannya.
Suatu diagnosis kejang non epilepsi artinya pada penderita tersebut terjadinya kejang
bukan oleh karena adanya kejang epilepsi, oleh karena itu tidak perlu diberikan obat
anti epilepsi. Kecuali jika pada penderita didapatkan baik kejang epilepsi maupun
kejang non epilepsi maka pemberian obat anti epilepsi harus diberikan. Pada penderita
kejang non epilepsi jika didapatkan adanya kecemasan maupun gangguan afektif
maka obat-obat yang sesuai dapat diberikan.
Setelah penderita mengetahui tentang diagnosisnya yang mungkin disebabkan oleh
karena pengaruh perasaan maupun emosi, maka beberapa penderita membutuhkan
penjelasan jika suatu saat terjadi serangan kejang kembali atau penderita diminta
untuk selalu konsultasi secara rutin dengan dokternya jika sewaktu-waktu timbul
perasaan akan terjadi serangan ulang. Hal tersebut mungkin akan sulit dijelaskan jika
terjadinya serangan kejang disebabkan oleh karena memang terdapat keduanya, baik
kejang epilepsi maupun non epilepsi.
Pada penderita kejang non epilepsi suatu pemahaman tentang penyebab dan
bagaimana cara mengurangi penyebabnya akan sangat membantu dalam mengurangi
kejadian kejang berulang. Sehingga suatu informasi dan support kepada penderita
kejang non epilepsi untuk bisa meningkatkan pemahaman terjadinya kejang akan
cukup untuk mengurangi terjadinya serangan kejang yang berulang. Informasi
tersebut bisa diberikan oleh seorang dokter umum, dokter spesialis penyakit saraf,
maupun psikiatris.

PENANGANAN PERTAMA
Konsensus secara umum menjelaskan bahwa penanganan pertama adalah sama antara
kejang oleh karena epilepsi maupun non epilepsi. Prinsipnya adalah jika didapatkan
adanya kejang pada seseorang maka yang paling penting adalah mencegah terjadinya
cedera lebih lanjut akibat kejangnya. Letakkan penderita pada tempat yang tidak
membahayakan, atau cegah terjadinya cedera kepala jika terjatuh. Apapun
penyebabnya maka yang terbaik adalah berikan penanganan terhadap kejangnya
hingga kejang berhenti.

Anda mungkin juga menyukai