Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

KOLESTASIS
DENGAN GIZI BURUK

Oleh :
Vania Tryanni

1006658493

Narasumber:
dr. Arif Budiman Sp.A

MODUL PRAKTIK KLINIK KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2015

BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Pendidikan
Alamat
No. RM
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan

: An. R
: 2 Tahun 5 Bulan
: 19 September 2012
: Perempuan
: Belum sekolah
: Bengkulu
: 4031051
: 16 Maret 2015
: 17 Maret 2015

1.2 Identitas Keluarga Pasien


Nama Ayah
: Tn. H
Usia
: 27 Tahun
Alamat
: Bengkulu
Pekerjaan
: Nelayan
Nama Ibu
Usia
Alamat
Pekerjaan

: Ny. R
: 21 Tahun
: Bengkulu
: Ibu Rumah Tangga

1.3 Anamnesis (Alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal 17/03/2015)
Keluhan Utama
Perut yang semakin membesar sejak 7 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Perut awalnya dirasakan membesar sejak 7 bulan SMRS. Perut menjadi keras. Awalnya dapat
mengecil setelah muntah, namun lama-kelamaan menjadi besar terus menerus. Kadang perut juga
dirasakan nyeri, hilang timbul, muncul tiba-tiba dan hilang sendirinya, lama nyeri sekitar 10-15
menit, namun tidak hebat karena pasien tidak rewel. Pasien masih bisa kentut. BAB bisa, tidak
dengan bantuan , warna awalnya kuning-coklat lama kelamaan menjadi seperti dempul sejak
kurang lebih usia 2 tahun . Konsistensi seperti odol, kurang lebih 2 kali/hari. BAK gelap seperti
teh, ganti pampers sampai 3x/hari. Keluhan perut membesar disertai dengan keluhan mata menjadi
kuning, hingga akhirnya seluruh badan berwarna kuning terjadi secara bersamaan. Semenjak itu,

kuning tidak pernah hilang. Tidak ada riwayat hingga kejang, atau lemah sebagian. Muntah ada,
jarang terjadi , terutama sehabis makan berlebihan, didahului mual namun tidak didahului batuk,
berisi makanan, warna bening-kuning. Tidak pernah muntah warna coklat, atau BAB warna hitam.
Perdarahan aktif, bintik bintik merah, mudah mimisan, gusi berdarah atau lebam disangkal.
Keluhan pucat, lemas, sesak nafas mudah sakit disangkal. Riwayat demam, malaise tidak ada.
Riwayat batuk lama, lendir sulit dikeluarkan/sangat kental tidak ada.
Riwayat kuning saat baru lahir tidak ada. Riwayat BAB dempul sebelum usia 2 tahun tidak ada.
Riwayat sakit kuning, prosmikuitas, riwayat penggunaan jarum suntik sembarangan pada orang tua
disangkal. Sejak 3 bulan SMRS, pasien di rawat di RS. Bengkulu, dipasang infus dan oksigen.
Namun tidak mengalami perbaikan. Dikatakan ada masalah di hati. Sejak 2 bulan SMRS, nafsu
makan pasien turun.
Sejak sakit, pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 5 kg dalam 7 bulan. Berat badan
tertinggi 15 kg, saat usia 1.5 tahun. Sebelum sakit pasien sudah dapat makan makanan keluarga 3
kali perhari, mendapat susu formula 2x100ml, snak berganti ganti 1-2 kali perhari, dan masih
mendapat ASI. Setelah sakit, nafsu makan masih biasa. Pasien mengalami penurunan nafsu makan
semenjak dirawat di RS Bengkulu, hanya minum susu yang diberikan oleh pihak RS setengah dari
yang diberikan, dan makanan kurang lebih 2-3 sendok makan. Selama pasien diluar rumah sakit
(kurang lebih 1 minggu terakhir) minum susu kental manis, 6-8 kali perhari masing masing 100 ml
dari 25 ml, makan 2-3 kali perhari kurang lebih 2-3 sendok makan, dengan selingan berupa buah
tidak sampai 1 porsi dibagi kedalam beberapa porsi. Mata dirasakan cekung kurang lebih sudah
sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum sakit ini, belum pernah sakit lain yang signifikan
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Pada saat kehamilan ibu pasien tidak merokok, tidak pernah sakit, dan tidak konsumsi obatobatan. Kontrol rutin di puskesmas. Lahir cukup bulan, di Rumah sakit atas indikasi kemauan

sendiri, ditolong dokter, tanpa bantuan alat. Berat lahir 3000gr, panjang badan 49cm. Langsung
menangis, tidak pucat, tidak biru, tidak kuning, tidak kejang.
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
Polio
BCG
DTP
Campak

Baru lahir
Baru lahir
1 bulan
2 bulan
9 bulan

2 bulan
2 bulan

3 bulan
3 bulan

3 bulan

4 bulan

4 bulan
4 bulan

Riwayat Perkembangan
Menegakkan Kepala
Tengkurang sendiri
Duduk
Merangkak

2 bulan
4 bulan
5 bulan

Berdiri
Berjalan
Bicara 1 kata
Tumbuh gigi 1

1 tahun
1 tahun 2 bulan
1 tahun 4 bulan
Kurang dari 1 tahun

Riwayat Sosial
Anak pertama dari satu bersaudara. Tinggal di rumah sendiri, tidak ada anggota keluarga lainnya
yang tinggal bersama. Anak dari pernikahan pertama dari masing masing orang tua. Lama
pernikahan 2 tahun. Pembayaran dengan BPJS.
Riwayat makan
0-6 Bulan
6-8 Bulan

ASI ekslusif
ASI , susu formula 2x 100

12-19 bulan

Susu formula,

19 bulan - sekarang

makanan keluarga
Susu kental manis,

ml, pisang
8-12 Bulan ASI, susu formula 2x100ml,

bubur, snak

bubur dan lauk


Nasi
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu/tempe
Susu

3 x 3 sendok makan
1-2 x perhari
0-1 x perhari
1 x perhari
1 x perhari
0 x perhari
6-8x 100 ml perhari, susu kental manis

1.4 Pemeriksaan Fisik (17 Maret 2015, Pkl. 13.00)


a. Tanda Vital

Nadi
Nafas

102x/menit
24x/menit

Tekanan Darah
Suhu

N/a
36.7

b.
TB: 81 cm
Keadaan klinis
TB/U
c.
BB/U
TB/BB
Lila/U
LK/U
Kesimpulan
Generalis
Gizi

Status
BB 10.75 Kg
LILA: 7cm
LK: 45 CM
Sangat kurus, dengan perut buncit, tanpa edema
-3 < Z < -2 , Pendek
-2 < Z < 0, Normal
0 < Z <1, Normal
7 cm, nilai normal usia 15.2 cm, presentase 0.45, Gizi Buruk
Dibawah -2 SD, Mikrosefal
Gizi Buruk Kronik

Status

Kesadaran

: Compos mentis, E4M6V5

Kepala

: Normosefal, tidak tampak kelainan

Rambut

: Warna kuning coklat, tipis, tersebar merata, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjugtiva tidak pucat, sklera ikterik. Pupil bulat, diameter 3mm,


RCL/RCTL +/+

Hidung

: Tidak tampak deformitas, tidak tampak sekret

Mulut

: Bibir tidak tampak sianosis, lidah tidak tampak sianosis, gigi sudah
lengkap, tampak karies gigi

Telinga

: Tidak tampak deformitas, tidak ada nyeri tekan

Dada

: Terlihat ika gambang, pergerakan paru simetris saat stasis dan


dinamis. Iktus kordis tidak terlihat, namun teraba di midklavikula kiri.
Vesikular-vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. BJ I II normal,
tidak murmur dan gallop.

Abdomen

: Perut buncit, keras, terlihat venektasi dan umbilikus menojol, tidak


tampak caput medusa, dan spide naevi. Nyeri tekan sulit dinilai,
Hepar lien sulit dinilai, shifting dullness sulit dinilai, bunyi usus
positif, 3-4 kali/menit. LP 64/65cm

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2, tidak tampak deformitas, edema (-), baggy
pants (+), tidak tampak palma eritema, tidak tampak petekie, ataupuan
ekimosis.

KGB

: Tidak teraba pembesaran KGB

Kulit

: Tampak ikterik, terdapat banyak bekas garukan, tidak tampak


ikterik pada telapak tangan dan telapak kaki.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Hb
Ht
Leukosit
Hitung

11.8g/dl
34.3
19.300
0/2/0/75/23/0

jenis
Trombosit 360.000
MCV
MCH
MCHC
PT
APTT

N
N
(5.3-11.5)

Ur/Cr
Bil T/D/I
SGPT/OT
Albumin

15.9/0.3
6.74/4.97/
105/ 294
3.24

3.4-4.2

204-405

Alkalifosfatas

2634

115-391

e
Anti HCV
Anti HAV
HbSAg
Gamma GT
GDS

Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
1613
132 mg/dl

88.1
30.2
34.3
22.3/10.8 (2x)

56.5/35.2 (1.6x)

Na/K/Cl

136/3.9/103

1.6 Diagnosis
1. Kolestasis ekstra hepatic ec kista ductus kholedocus dd atresia bilier
2. Gizi buruk marasmik
3. Global delayed development

1.7 Rencana Tatalaksana


Rencana pemeriksaan
USG abdomen
Pungsi ascites dan pemeriksaan cairan ascites
Rencana tatalaksana
Atasi kolestasis
: Vitamin E 1x150iu
Aktavol 2x0.5ml PO
Asam Urso 2x50mg PO
Atasi Infeksi
: Sefotaksim 3x250mg iv
Atasin gizi
: Peptamen 6x100ml
Vitamin A 200.000 IU
As. Folat
Atasi keterlambatan
: Berikan stimulasi yang cukup, konsul neurologi anak
rehab medic bila kondisi stabil
1.8 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functiona: Dubia
Ad sanactionam : Dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaundice
Definisi
Jaundice didefinisikan sebagai diskolorasi dari sclera, kulit, dan membrane mukosa
sebagai tanda dari hiperbilirubinemia, yang akan muncul apabila konsetrasi bilirubin
mencapai 2-3mg/dl, atau lebih dari 5 mg/dl pada neonatal. Kadang jaundice adalah salah
satu manifestasi pertama pada gangguan hati. Terdapat 4 tipe bilirubin dalam tubuh yaitu,
bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat pada albumin, bilirubin bebas, bilirubin
terkonjugasi yang muncul di urin, dan fraksi delta yaitu bilirubin yang terikat secara
kovalen terhadap albumin. Investigasi dari jaundice harus menentukan akumulasi dari
jumlah biliribun terkonjugasi dan tidak. Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi
merupakan indikasi dari adanya peningkatan produksi, hemolisis, penurunan fungsi hati,
dan perubahan metabolisme dari bilirubin. Peningkatan bilirubin terkonjugasi
menunjukkan penurunan pengeluaran dari sel hati yang rusak, atau gangguan pada sistem
bilier akibat dari obstruksi, sepsis, toksin, inflamasi atau penyakit metabolik.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah produk metabolisme dari heme. Heme akan dikonfersi menjadi
biliverdin dengan heme oxygenase, dan dirubah menjadi bilirubin dengan biliverdin
reductase di sistem retikuloendotelial menjadi bilirubin. Bilirubin bersifat lipofilik dan
akan diikat dengan albumin untuk masuk ke sirkulasi hingga masuk ke hati. Di hati,
bilirubin (tanpa albumin) akan masuk kedalam hepatosit masuk ke dalam sitoplasma, dan
akan terikat ke ligandin atau Y protein. Kemudian akan dikonjugasikan oleh UDPGlucuronosyl transferase menjadi bilirubin dengan yang dapat larut air. Dari situ bilirubin
akan di ekskresi ke sistem empedu lewat proses dependent energi. Bilirubin akan
mengalir ke usus, dimana akan dipecah oleh bakteri usus menjadi urobilinogen dan
stercobilin.
Diagnosis banding
Dalam menentukan diagnosis banding, adalah menentukan jenis bilirubin mana yang
meningkat
Bilirubin tidak terkonjugasi
Peningkatan hemolisis, seperti hereditary spherocytosis, defek dari enzim pyruvat

kinase atau G6P pada eritrosit, atau hemiglobinophaty.


Gilbert syndrome, adalah suatu penyakit yang diturunkan secara autosomal
resesif dan terjadi pada kurang lebih 5% populasi. Biasanya terjadi peningkatan

sedikit dari bilirubin yang tidak terkonjugasi. Peningkatan ini biasanya bersamaan
dengan infeksi ringan, puasa, dan stress fisik. Gangguan ini disebabkan oleh defek
pada gen UGT1 yang menganggun fungsi dari UDP. Selain dari peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi, tidak ada kelainan lainnya termasuk tidak ada

hemolysis dan kelainan hati.


Crigel-Najjar syndromes, adalah suatu sindrom yang sangat jarang terjadi,
diturunkan secara autosoma resesif yang disebabkan karena kehilangan semua
(tipe 1) atau aktifitas yang terhambat (tipe 2) dari enzim UDPGT. Pada tipe 1,
biasanya kadar bilirubin jauh lebih tinggi (25-25mg/dl) dan terjadi pada hari awal
kehidupan. Sedagkan pada tipe 2, kadar bilirubin biasanya dibawah 20mg/dl dan
dapat muncul pada anak yang lebih tua. Keduanya dapat dibedakan dengan tes
Phenobarbital. Pada tipe 2, pemberian Phenobarbital yang akan meninduksi kerja
enzim UDPGT, sehingga kadar bilirubin akan turun secara signifikan, dan tidak
pada tipe 1.

Gambar 1. Diagnosis Banding Kuning


Bilirubin terkonjugasi
Infeksi
Hepatitis A, adalah virus RNA yang menyerang hati dan akan sembuh dengan
sendirinya. Infeksi HAV merupakan salah satu penyebab yang paling sering.
Pada bayi, jarang menyebabkan kuning. Pada anak dan remaja, dapat muncul
gejala demam, sakit kepala, malaise kemudian diikuti dengan episode kuning,
nyeri perut, mual,muntah dan anorexia. Dari hasil laboratorium dapat terjadi

peningkatan AST, dan ALT, dan peningkatan bilirubin terkonjugasi. Biasanya


gejala akan hilang dalam 4 minggu. Pada beberapa kasus dapat bertahan

sampai berbulan-bulan namun jarang sampai lebih dari 6 bulan.


Hepatitis B, jarang menyebabkan jaundice pada fase kronik, kecuali sudah
masuk kedalam tahap gagal hati, atau penyakit hati tahap lanjut atau sirosis.
Pada fase akut dapat terjadi kuning, akibat penularan horizontal seperti kontak
dengan anggotan keluarga yang sangat infeksius, terkena jarum, transfusi, dan

lain sebagainya.
Hepatitis C, biasanya akibat transfusi atau perinatal. Atau sudah masuk

kedalam fase gagal hati, penyakit hati tahap lanjut, atau sirosis.
Epstein Barr Virus, dapat menyebabkan hepatitis dan jaundice sebagai bagian
dari infeksius mononucleosa. Biasanya terjadi akut, disertai lymphadenopahty,

nyeri tenggoroka, dan splenomegaly ringan.


Sepsis, terutama sepsis akibat bakteri gram negatif dapat menganggu fungsi

hati sehingga bermanifestasi sebagai jaundice.


Penyakit metabolik
Penyakit Wilson, adalah penyakit autosomal resesif yang ditandai dengan
akumulasi copper (tembaga) di hati, susunan syaraf pusat (SSP), ginjal,
kornea, atau organ lainnya. Gejala hati mulai dari hepatitis akut, hingga gagal
hati fulminan (gangguan hati berat dengan manifestasi ensefalopati hepatikum
yang muncul dalam 8 minggu penyakit). Disertai gejala SSP, seperti
gangguan motorik, tremor, inkordinasi, disartria, penurunan performa di
sekolah, depresi, neurosis hingga psikosis. Bersamaan dengan ditemukan-nya
cincin Kayser-Fleischer, yaitu diskolorasi coklat-emas pada membrane
descement kornea. Gangguan pada ginjal berupa disfungsi tubular
proximal,serta penurunan filtrasi glomerulus yang ditandai dengan proteinura,
glukosuria, renal tubular ascidosis, dan hematuria mikroskopik. Dapat juga

disertai dengan anemia hemolitik dan LVH pada jantung.


Alpha 1-antitripsin defisiensi,
Cysctic fibrosis
Penyakit saluran empedu
Gangguan di luar hepar dapat menyebabkan obstructive jaundice yang ditandai
dengan icterus, urin yang gelap, feces warna dempul, dan gatal. Beberapa
penyebabnya antara lain:
Cholelithiasis, dapat muncul idiopatik, atau dikaitkan dnegan penyakit
hemolitik, cystic fibrosis, obesitas, reseksi ileal, atau penggunaan TPN dalam

waktu lama. Biasanya asimptomatik, kuning, dengan nyeri pada kuadran

kanan atas, muntah hingga cholecsistitis, atau pancreatitis.


Choledochla cyst,kelainan kongenital yang menyebakan dilatasi sistik dari
berbagai ductus di sistem bilier. Penyebabnya masih belum jelas, ada yang
disebabkan karena pancreobilier maljunction, masuknya ductus pancreaticus,
dan lain sebagianya, namun penyebabnya biasanya gangguan kongenital.
Manifestasinya dibagi kedalam 3 kelompok yaitu masa kistik abdomen yang
dapat diidentifikasi pada masa prenatal, jaundice yang muncul pada masa anak
anak, atau kolangitis ascending, obstructive jaundice atau pancreatitis yang
muncul saat masa anak anak hingga remaja.Kista koledokus ini memiliki trias
nyeri abdomen, jaundice dan teraba masa di kuadran kanan atas, namun hanya
ada pada 20% pasien. Secara garis besar dibagi kedalam 2 kelompok.
Kelompok infantile, yang biasanya muncul sebelum 2 tahun, dengan gejala
kuning, dan hepatomegaly, mirip seperti atresia bilier. Pasien ini sangat rentan
untuk terjadi fibrosis. Dapat juga muncul di atas usia 2 tahun, lebih sering
didapatkan trias, dengan keadaan jaundice yang intermiten. Biasanya
manifestasinya seperti cholangitis. Pemeriksaan penunjang yang menjadi
pilihan adalah dengan USG, didapatkan gambaran kista, diluar dari kantung

empedu, namun menjadi satu dengan sistem bilier.


Primary sclerosis cholangitis, adalah gangguan fibro-obliterative ang sifatnya
kronik dan melibatkan duktus ekstra dan intrahepatik. Keadaan ini dikaitkan
dengan inflmatory bowel disease, dan imunodefisiensi. Manifestasi berupa

kuning, anorexia, lemas, nyeri perut dan gatal.


Allagile syndrome
Dikenal juga sebagai arteriohepatic dysplasia, adalah syndrome diamana
terjadi reduksi interlobular bileducts di triad portal, dengan cabang vena porta
dan arteriole hepatik dalam ukuran yang normal. Pada hasil pemeriksaan fisik
ditemukan adanya karakter wajah yang tidak biasa, gangguan ocular,

abnormalitas cardiovascular, veterbra defek.


Billiary atresia
Nama atresia bilier sebenarnya kurang tepat, karena kelainan anatomi yang
dialami berbeda-beda. Nama yang lebih tepat sebenarnya adalah progressive
obliterative cholangiophat. Terdapat 2 tipe,tipe prenatal, biasanya karena benar
benar tidak terbentuk, biasanya bersamaan dengan kelainan lain misalnya
situs inversus, dextro cardi, dll, Ada juga tipe postnatal, dimana pasien

memiliki duktus bilier, namun karena inflamasi terjadi obliterasi. Biasanya


pasien akan memiliki progressive jaundice, BAB dempul, BAK gelap dan
hepatomegaly dan seiring dengan berjalannya waktu akan muncul gejala
gannguan hati kronis. Apabila tidak ditangani akan muncul gejala gangguan
hati kronis. Salah satu lab yang penting adalah peningkatan Gamma-GT yang
menggambarkan adanya proses patologis di saluran empedu. Dari hasil USG,

didapatkan gambaran empedu sulit dinilai.


Bile duct stenosis
Bile-mucus plug
Hepatotoxin : Penggunaan obat-obatan seperti acetaminophen, eritromicin,
sulphonamides, halothane, methotrexate, chemotherapy, antikonvulsan (valproate,

phenytoin), serta pengobatan TBC.


Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana
Tatalakasan sangat tergantung penyebab. Namun semua pasien membutuhkan terapi
suportif berupa suplementasi vitamin A, D,E,K, formula trigleserida rantai sedang, yang
dapat diserap tanpa bantuan garam empedu.
2.2 Penyakit Hati Kronis
Definisi
Penyakit hati kronik ditandai dengan adanya sirosis dan komplikasinya, dan
penurunan fungsi hati yang progresif. Atau ada juga yang menyebutkan apabila gangguan
hati sudah lebih dari 3-6 bulan. Penyebab congenital yang paling sering adalah atresia

bilier, tyrosinemia, galactosemia. dan alfa1 antitripsin defisiensi. Sedagkan pada anak
lebih besar, penyebabnya adalah hepatitis B, atau C, autoimun hepatitis, Wilson disease,
primary sclerosing cholangitis, cystic fibrosis dan obstruksi bilier akibat choledocal cyst.
Manifestasi Klinis
Hipertensi Porta
Hipertensi porta terjadi akibat dari dari vena porta tidak dapat diteruskan ke hati,
sehingga akan diteruskan ke sirkulasi kolateral ke arah esophagus, lambung dan
abdomen. Pembuluh darah kolateral ini akan membesar dan disebut sebagai varices,
dimana memiliki kemungkinan tinggi untuk pecah. Ascites terjadi akibat berbagai
penyebab, dan memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi. Cairan yang masif ini dapat
mengganggu proses pernafasan. Lien juga membesar akibat dari aliran darah dari
V.Mesentrika yang tidak lancar menyebabkan penghancuran platelet dan sel darah
putih sehingga meningkatkan kemungkinan perdarahan dan infeksi.
Gangguan fungsi hepatocelluler
Ditandari dengan koagulopati, kadar albumin yang rendah, peningkatan ammonia, dan
ensefalopati hepatikum. Dengan keadaan ini, akan menyebabkan terjadinya malaise,
dan penurunan nafsu makan yang berakhir pada wasting otot.
Kolestasis
Kolestasis akan menyebabkan terjadinya gatal dan jaundice. Penurunan eksresi dari
asam empedu akan menyebabkan penurunan absorbsi dari lemak, dan vitamin terlarut
lemak. Defisiensi dari vitamin K, akan menyebabkan gangguan dari produksi vitamin
II, VII, IX dan X sehingga meningkatkan resiko perdarahan. Defisiensi vitamin E
akan menyebabkan gangguan hematologi dan neurologi.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi penyebab, tergantung dari kecurigaan
Tes fungsi hati: PT, APTT, ammonia, CBC, Albumin, AST.ALT, GGT, ALP, total dan
direk bilirubin, kolesterol,
Anatomik : USG, MRCP, ERCP (ada bukti keterlibatan bilier),biopsi hati
Status nutrisi: Tinggi, berat, lipat kulit, Lila, 25-Hydroxyvitamin D. vitamin A,
vitamin E
Prognosis
Digunakkan score PELD (Pediatric end stage liver disease) terutama untuk anak anak
dibawah 12 tahun. Dengan rumus sebagai berikut
PELD = 4.80[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 18.57[Ln INR] - 6.87[Ln albumin (g/dL)] +
4.36(<1 year old) + 6.67(growth failure)
Tatalaksana
Hipertensi porta , dapat diberikan prophylaxis dengan pemberian propanolol dengan
target penurunan detak jantung 25% dari normal.

Perdarahan gastrointestinal, ditandai dengan hematemesi, melena, hematocsezia, dan


anemia. Ditatalaksana dengan somatostatin, ligasi, sclerotherapy, propanolol, hingan
TIPSS apabila tidak responsif
Ascites, ditandai dengan distensi abdomen, shifting dullness, hingga SBP. Dapat
ditatalaksana dengan mengurangi asupan Na 0.5-1mEg/kg/hari, pembatasan cairan,
pantau fungsi renal.
Gangguan nutrisi
Hepatic encephalophaty , ditatalaksana dengan pemberian lactolusa.
2.3 Gizi buruk
Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan anak utama di Negara berkembang,
yang bertanggung jawab atas 50% kematian pertahun-nya.
Gizi buruk akut didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang anak tampak sangat
kurus, dan ditandi dengan BB/PB <-3SD , didapatkan edema nutrisional dan untuk anak
usia 5-59 bulan lingkar lengan atas < 115 mm
Diagnosis
Diagnosi berdasarkan kriteria
Anak terlihat sangat kurus
Edema nutrisional
BB/TB <-3sd
LILA < 115mm
Marasmus ditandari dengan tubuh sangat kurus dengan berbagai tanda ikutan.
Sedangkan kwashiorkor ditandai dengan edema, diawali dengan edema pada punggung
kaki yang menyebar pada seluruh tubuh.
Tatalaksana
Berdasarkan tingkat keparahannya, WHO membagi tingkat gizi buruk kedalam 2
kelas yaitu moderate acute malnutrition dimana pasien dapat makan dirumah namun
seminggu sekali pasien datang untuk pemantauan status nutrisi dan mendapat makanan
khusus, model ini disebut sebagai outpatient therapeutic program (OTP). Sedangkan
untuk severe acute malnutrition (SAM) memerlukan perawatan di rumah sakit. Berikut
adalah alur yang diberikan oleh WHO.

Gambar 3. Alur perawatan gizi buruk menurut WHO


Idealnya, semua pasien dilakukan pemerikaan appetite test, dimana anak diberikan
makanan siap saji dengan dosis 200kkal/KgBB/hari. Jika pasien tidak dapat
menghabiskan 75%, maka dianggap anoreksia dan butuh di rawat inap.
Rawat Inap
WHO membagi kedalam 2 tahap, yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi dengan 10
langkah utama. Tujuan dari fase stabilisasi adalah mengatasi kedaruratan medis dan
menstabilkan kondisi anak. Sehingga pada fase ini sebaikanya anak dirawat di ruang
khusus non infeksi, dengan suhu yang tidak dingin, dan diberikan formula (F75) setiap 23 jam sekali, ada baiknya untuk 2jam pertama diberikan tiap 30 menit. Sembari dipantau
penerimaan, suhu tubuh, frekuensi nadi, kadar gula darah, dan kemungkinan overload.
Fase stabilisasi ini berlangsung kurang lebih 1-2 hari, atau sampai pasien dapat
mentoleransi makananb. Sedangkan pada fase rehabilitasi, tujuannya adalah pemulihan
dan tumbuh kejar dan dapat berlangsung hingga bulanan sampai target berat badan
tercapai. 10 Langka yang perlu diperhatikan yaitu:
Atasi / cegah hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan kadar gula darah < 54mg/dl dan merupakan penyebab
kematian tersering pada 2 hari pertama. Biasanya hal ini terjadi pada anak dengan
infeksi berat, atau yang tidak mendapat makann selama 4-6 jam. Kadang kejadia ini
bersamaan dengan terjadinya hipotermia. Untuk mencegah dapat diberikan bolus
50ml glukosa 10% sebelum diberikan F75, kemudian makanan diberikan tiap 2 jam,

termasuk pada malam hari. Setelah itu dilakukan monitor kadar gula darah, 2 jam
setelah pemberian F75. Apabila masih rendah dapat dilakukan bolus terlebih dahulu.
Monitor juga suhu dan kesadaran.
Atasi/cegah hipotermia
Anak disebut hipotermia apabila suhu aksial < 35, atau suhu rectal <35.5 . Tindakan
yang dapat dilakukan adalah memberikan makanan langsung, atau mulai rehidrasi bila
dianggap perlu, kemudian pakaikan baju, topi dan selimuti dan tempatkan dekat
penghangat atau lampu dapat juga dipelukkan ibu (skin to skin), hindari juga paparan
langsung terhadap udara (popok basah, PF terlalu lama, mandi) dan berikan antibiotic.
Lakukan monitor tiap 20 menit, dengan target >36.5 , serta pantau gula darah.
Atasi/cegah dehidrasi
Pada anak dengan gizi buruk, status hidrasi agak sulit dinilai karena tanda klinis
dehidrasi didapati walau tidak ada dehidrasi. Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah
dengan pengukuran berat jenis urin (>1.030), ditambah tanda klinis khas seperti rasa
haus atau mukosa kering. Penatalaksanaan tidak bisa dengan rehidrasi oral biasa,
karena kadar Na yang terlalu banyak dan K yang terlalu sedikit, oleh karena itu
diberikan Resomal. Cairan resomal ini hanya diberikan apabila pasien diare. Bila anak
tidak diare, perhitungan rehidrasi dianggap dari F75 yang masuk. 130ml/kgBB atau
100ml/kgBB bila terdapat edema
Selama pemberian rehidrasi pantau nadi, nafas, miksi, defekasi (balans
dieresis) tiap jam selama 12 jam. Kadang tanda keberhasilan rehidrasi tidak muncul
pada anak dengan malnutris berat. Sehingga perli diperhatikan tanda kelebihan
rehidrasi antara lain peningkatan frekuensi nafas, nadi, bertambah bengkak, dan
palpebra menjadi bengkak.
Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
Anak dengan malnutrisi berat sering mengalami kekurangan Na, K dan Mg, namun
keadaan tersebut tidak dapat dikoreksi dengan cepat karena dapat berakibat kematian.
Ketidak seimbangan ini dapat menyebabkan terjadinya edema, sehingga tidak bijak
memberikan diuretik untuk menurunkan edema pada anak dengan gizi buruk. Koreksi
yang dapat dilakukan
Ekstra kalium 3-4mmol/kg/hari
Ekstra magnesium 0.4-0,6 mmol/kg/hari
Siapkan makanan tanpa garam
Atasi/Cegah infeksi
Pada malnutrisi kadang tanda infeksi tidak jelas, dan sering tersembunyi oleh karena
itu perlu diberikan:
Antibiotik spectrum luas

Tanpa tanda komplikasi, dengan infeksi tidak nyata Kotrimoksasol 2x 5ml

selama 5 hari
Anak sangat sakit, terdapat komplikasi (hipoglikemua, hipotermia, dermatosis,
infeksi traktus respiratorius, atau urinarius) Ampisilin 50mg/kg IM/IV per 6
jam untuk 2 hari dilanjutkan amoksisilin oral 15mg/kg 3 kali per hari ditambah

gentamisin 7.5mg/kg IM/IV sekali sehari selama 7 hari


Jika ada infeksi spesifik diobati sesuai dengan pola kuman
Vaksin campak untuk anak> 6 bulan
Koreksi defisiensi mikronutrien
Hari pertama
Vitamin A peroral dengan dosis lebih dari 12 bulan, 6-12 bulan, 0-5 bulan,
200.000 SI, 100.000 SI, dan 50.000 IU ditunda bila kondisi buruk
Asam folat 5mg peroral
Selanjutnya (selama 2 minggu)
As. Folat 1 m/hari
Zinc 2mg/kgbb
Cu 0.3mg/kgbb
Preparat besi 3mg/kg/hari (apabila nafsu makan sudah baik)
Mulai pemberian makan
Pada fase stabilisasi diperlukan pemberian makanan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan protein, namun diberikan secara hati hati karena kondisi fisiologis anak
yang rapuh.
Diberikan dengan porsi kecil dan sering dengan osmoloritas yang rendah dan

rendah laktosa
Pemberian makan secara oral atau lewat NGT, apabila asupan peroral tidak lebih

dari 80 kcal/kgbb/hari.
Kebutuhan energi 80-100kcal/kgbb/hari, protein 1-1.5g/kgbb/hari, cairan

130ml/kgbb/hari
Diberikan mulai dari tiap 2 jam (11cc/kgbb/kali) naik perlahan menjadi tiap 3 jam
(16cc/kgbb/kali), menjadi tiap 4 jam (22cc/kgbb/kali). Porsi dinaikan apabila anak

dapat menghabiskan, dan dapat mentoleransi dengan baik.


Monitor jumlah makanan yang diberikan, yang dikeluarkan (muntah), sisa

makanan, frekuensi BAB dan muntah, serta berat badan harian


Mengupayakan tumbuh kejar
Pada fase rehabilitasi ditujukan untuk mengejar ketinggalan berat badan yang cepat
(10g/kgBB/hari) sehingga diberikan F100 dengan protein 2.9g/100ml. Anak dikatakan
siap masuk ke dalam fase rehabilitasi saat nafsu makan sudah kembali, biasanya 1
minggu setelah perawatan. Fase transisi direkomendasikan untuk mencegah resiko
gagal jantung.

Prinsip pemberian makanan di fase transisi


Ganti F75 menjadi F100, selama 48 jam dengan volume yang sama
Tambahkan volume 10-15 ml/kali pemberian hingga mencapai

150kka/kgBB/hari
Masih boleh diberikan ASI, namun setelah formula habis
Lakukan monitor nafas dan nadi apabila nafas meningkat 5 kali/menit, atau
frekuensi nadi meningkat 25kali/menit minimal 2 kali dengan jarak 4 jam
turunkan volume pemberian 16ml/kgbb 19ml/kgbb 22ml/kgbb tiap kali

pemberian
Pemberian makan fase rehabilitasi
Berikan F100, dinaikan perlahan hingga ada sisa makanan yang tidak

termakan oleh anak, biasanya mencapai 200ml/kgbb/hari


Target kalori 150-200kcal/kg/hari, dengan protein 4-6gr/kg/hari
ASI masih dapat diberikan sebagai selingan
Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional terapi bermanin 15-30
menit, dan aktifitas fisik sesuai psikomotor anak.
Mempersiapkan untuk tindak lanjut pasca perbaikan
Saat berat anak mencapai persentil 90% (setara dengan -1SD) maka anak sudah pulih
dari keadaan malnutrisi, walau BB/U masih kecil karena anak biasanya pendek. Perlu
diedukasikan kepada orang tua bagaimana pemberian makan yang adekuat, dan
berikan terapi bermanin yang terstruktur. Diedukasikan juga untuk kontrol anak
secara teratur, memberikan imunisasi booster dan vitamin A setiap 6 bulan.
Selama perawatan perlu dilakukan monitor berupa penimbangan tiap hari, dengan target
penambahan berat 10-15g/kg/hari. Dikatakan tidak respon saat berat badan tidak naik
minimla 5g/Kg selama minimal 3 hari. Pasien boleh pulang saat berat badan sudah
mencapai -1SD, atau naik minimal 15% dari berat badan awal, sudah dapat makan, sudah
teratasi defisiensi vitamin, mineral, infeksi,dan keadaan lainnya. Setelah itu dilakukan
follow-up setelah 1minggu, 2 minggu, kemudian bulan 1-3-6, dan minimal setahun 2x
untuk mempertahakan berat badan minimal di -1SD.
2.4 Masalah Nutrisi pada Gangguan Hati Kronis
Sekitar 60% dengan gangguan hati kronis mengalami gangguan nutrisi. Hal ini
biasanya terjadi karena hipermetabolisme,eneteropati, dan peningkatan oksidasi protein.
Hipermetabolisme terjadi karena terjadi oksidasi selular yang inefektif, vasodilatasi akibat
ketidak seimbangan RAAS yang menyebabkan peningkatan cardiac output, serta peningkatan
usaha nafas akibat distensi abdomen. Diperkirakan dibutuhkan kalori hingga 130170kkal/kg/hari. Ditambah dengan sitokin yang muncul karena inflamasi dalam waktu lama

menyebabkan terjadinya anorexia. Terjadi juga gangguan motilitas usus karena adanya
hipertensi porta. Anak juga menjadi cepat kenyang, kemungkinan karena kompresi dari
gaster akibat penekanan masa, baik oleh organomegali maupun ascites. Selain itu pada anak,
energi juga dipakai untuk pertumbuhan sehingga biasanya manifestasinya lebih cepat
dibanding orang dewasa.
Karena itu, pasien memerlukan pengkajian nutrisi yang berbeda. Berat badan sulit
digunakkan sebagai tolak ukur, karena sering adanya organomegali, edema, dan ascites yang
seolah olah menyebabkan berat badan terlihat normal. Tinggi badan merupakan indikator
malnutrisi, dan dapat digunakkan sebagai penanda dari malnutrisi kronik. Selain itu lingkar
lengan atas dan lipatan trisep juga dapat digunakkan. Hal ini karena ekstremitas atas jarang
terjadi edema, dan dapat menggambarkan simpanan lemak serta massa otot. Pengukuran
kadar albumin, transferin, dan prealbumin pada anak dengan gangguan hati lebih
menggambarkan keadaan hati dibandingkan sebagai metode pengkajian nutrisi. Hipoalbumin
dapat terjadi karena pergerakan protein keluar vakular kompartemen, peningkatan
katabolisme protein, dan penurunan dari sintesis albumin akibat dari persedian protein yang
tidak adekuat, dan gangguan penyerapan protein.
Pada penyakit hati kronis, dapat terjadi gangguan penyerapan antara lain:
Lemak
Produksi dari garam empedu akan menurun hingga dibawah dari kadar yang dibutuhkan
untuk membuat micel. Kondisi ini biasanya juga terjadi bersamaan dengan pemanjangan
dari PT. Karena terjadi penurunan pembentukan misel, maka penyerapan lemak akan
terganggu dan terjadi steatorrhea. Namun korelasi antara kejadian ini dengan tingkat
obstruksi bilier buruk.
Penatalaksanaan nya dengan pemberian susu formula medium chain trigliserida (MCT),
misalnya pregestimil, alimentum, dan portagen. MCT tidak memerlukan garam empedu
untuk pembentukan misel untuk dapa diserap. Karena MCT ini lebih larut air, sehingga
dapat langsung masuk ke sirkulasi portal. Dengan pemberian formula dengan MCT, maka
akan terjadi peningkatan energy pada pasien dengan cholestasis.
Asam lemak essential
Asam lemak essential adalah asam lemak yang tidak disintesis sendiri oleh tubuh antara
lain asam linoleat, linolenic, dan arakhidonat. Defisiensi asam lemak, dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, kulit kering, trombositopenia dan gangguan sistem imun. Oleh
karena itu untuk mengurangi kemungkinan defisiensi asam lemak, minimal 3-4% kalori
berasal dari asam linoleat.
Vitamin larut lemak

Vitamin A Suplementasi 5000-25000 IU/hari


Vitamin D 600-2000IU/hari
Vitamin E 50-100 IU/hari
Vitamin K Seminggu 2 kalim tergantung respon pemberian, 1-5mg/kali.

2.5 Penatalaksanaan Gizi pada keadaan Kolestasis


Keadaan gizi yang buruk merupakan faktor indipenden yang memprediksi angka
harapan hidup. Namun gizi yang baik belum tentu memperbaiki angka harapan, namun
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Prinsipnnya adalah menghindari nutrisi
yang berlebihan atau kurang, dan memperbaiki cairan secara elektrolit.
Rute utama adalah oral, pilihan kedua adalah enteral. Enteral dipilih saat intake sedikit,
dengan malabsorbsi yang tinggi. Formula yang dipilih adalah yang berbasis MCT. Pemilihan
formula dengan peptida atau asam amino tidak terlalu menguntungkan kecuali terdapat
hipersensitifitas atau insufisiensi pancreas. Selain itu dipilih formula dengan densitas kalori
yang tinggi. Targetnya adalah 130-160 Kcal/kg/hari , dengan protein 3.5-4.0g/kg/hari, lipid
35-45% dengan 1/3-1/2 nya berasal dari MCT. Densitasnya untuk bayi dapat 1 kal/ml, dan
anaka hingga 2 kalori/ml
BAB III.
PEMBAHASAN
Pada pasien keluhan yang membawa adalah perut yang semakin membesar, sejak 7
bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini disertai dengan keluhan kuning, tidak sempat
ada kelemahan di salah satu tubuh. Setelah digali lebih lanjut ternyata terdapat juga keluhan
BAB warna dempul. Hal tersebut menunjukkan adanya obstructive jaundice. Penyebab
obstructive jaundice paling sering pada anak adalah atresia bilier, namun sudah lebih tidak
mungkin melihat dari onset terjadinya kuning dan sampai sekarang anak masih dalam
keadaan cukup baik. Cholelithiasis juga dapat disingkirkan karena tidak ada riwayat nyeri di
epigastrik, dan tidak ditemukan adanya faktor resiko pada anak ini. Allegiele syndrome dapat
disingkirkan karean tidak ditemukan facies khas, atau kelainan lainnya. Diagnosis lain yang
harus dipertimbangkan adalah hepatitis, karena penyebab kuning paling banyak pada anak
anak adalah infeksi hepatitis. Dimana hepatitis juga dapat menyebabkan feces acholic
apabila fungsi hati benar benar terganggu, dan terjadi sumbatan intra hepatic.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang bermakna adalah sklera ikterik, dengan abdomen yang
membuncit, dan mengkilap dengan shifting dullness yang sulit dinilai karena pasien
mengeluh nyeri. Hepar-lien juga sulit dinilai. Dari data ini menunjukkan kemungkinan besar

ada ascites. Adanya ascites pada anak dengan tanda kuning , harus dipikirkan ke arah sudah
terdapatnya ascites.
Selain kuning, Ibu pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang, setelah dihitung
kurang lebih makanan dalam 1minggu terakhir, yaitu berupa susu kental manis dan 3x1/4
sendok makan bubur nasi. Artinya kalori yang didapatkan: (3x 37.5 kal) +( 6x90kal) adalah
652 kal. Selain itu dilihat dari sumber kalori hanya terbatas pada glukosa. Dimana kandungan
50 gram susu kental manis adalah 180 kal, 4.5 g lemak, 23 g karbohidrat dan protein yang
hanya 1g. Dari analisis diet dapat dikatakan bahwa asupan diet sangat kurang.
Dari pemeriksaan antropometri, didapatkan berat badan 10.5 kg, dengan panjang
badan 81 cm, LILA 7cm, dan Lingkar kepala 45cm. Berat awal pasien 3kg, dengan berat
tertinggi sampai 15 kg saat usia 15 bulan. Berdasarkan kurva didapatkan kesan pendek,
namun yang lain dalam batas normal. Namun pada pasien didapatkan adanya kecurigaan
ascite, sehingga berat badan tidak dapat digunakkan. Salah satu indikator yang dapa
digunakkan adalah LILA, didapatkan bahwa LILA actual/LILA ideal berdasarakan usia,
<70% sehingga masuk kedalam gizi buruk. Kemudian dilihat juga lingkar kepala, yang
terletak di bawah -2SD. Dari pemeriksaan tersebut diperkirakan bahwa anak ini mengalami
gizi buruk kronik.
Oleh karena diagnosis banding diatas, dilakukan permintaan laboratorium. Darah
perifer diperiksakan untuk melihat ada tidaknya infeksi dan anemia pada pasien dengan gizi
buruk, dan intake yang kurang. Melihat juga kadar trombosit, untuk melihat ada tidaknya
hipersplenisme. Didapatkan leukositosis yang mencapai 19.300, sehingga diperkirakan
adanya infeksi. Diperiksakan kadar bilirubin, dan menunjukkan peningkatan kadar bilirubin
direct dan total, dengan kesan kolestasis. Terdapat juga peningkatan SGPT, SGOT , ALP yang
menandakan adanya kerusakan struktural hati. Untuk menyingkirkan diagnosis banding
hepatitis, dilakukan pemeriksaan serologi dan semuanya negative. Peningkatan Gamma-GT
meningkatkan kecurigaan adanya masalah di sistem hepatobilier. Didapatkan peningkatan
PT, APTT dan penurunan albumin, yang menadakan turunnya kemampuan sintesis hati.
Untuk penatalaksanaan gizi buruk diperiksa fungsi ginjal, dan kadar elektrolit. Keduanya
dalam batas normal sehingga tidak perlu ada perhatian khusus dalam pemberian makan.
Untuk imaging yang dipilih pertama kali adalah USG abdomen, karena tidak invasif dan
cukup sensitif dalam diagnosis. Apabila dipastikan terdapat ascites, dapat dilakukan pungsi
karena pasien mengalami gangguan makan. Selain itu dapat juga dipakai untuk penentuan
etiologi ascites.

Gangguan hati diberi asupan tambahan vitamin. Aktavol merupakan multivitamin


yang mengandung vitamin A,B complex dan D. Mungkin dipilih untuk suplementasi vitamin
D. As. Urso diberikan untuk
Pada pasien ditemukan adanya malnutrisi berat, dengan adanya gannguan pada sistem
organ lain yang merupakan indikasi rawat. Untuk gangguan nutrisi, dilakukan sesuai dengan
langkah penatalaksanaan WHO.:
1. Atasi/Cegah hipoglikemia : Pada pasien didapatkan GDS 132mg/dl sehingga tidak
perlu penambahan dekstrosa
2. Atasi/cegah hipotermia : Tidak ada hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi : Pada pasien, didapatkan ascites yang besar, sehingga target
pemberian cairan maksimal 100ml/kgbb.Dirasakan tidak dibutuhkan rehidrasi oral
ataupun IV, karena masih tertutup dalam formula yang diberikan
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit : Tidak ada
5. Atasi infeksi:
Bukti infeksi pada pasien hanyalah leukosit yang mencapai 19.300sel/ml, tanpa ada
klinis yang spesifik. Diperkirakan penyebab yang paling mungkin antara lain ISK,
dan cholangitis. Sehingga antibotik yang dapat diberikan adalah sefotaksim 3x250mg.
Sefotaksim dipilih karena memiliki cakupan bakteri yang cukup luas.
6. Koreksi defisiensi
Pada pasien diberikan vitamin A 200.000 IU, selain itu mendapatkan juga asupan
vitamin E. Seharusnya dapat juga diberikan asupan tambahan vitamin D 6002000IU/hari. Dan Vitamin K karena terjadi pemanjangan PT dan APTT.
7. Mulai pemberian makan dilakukan tatalaksana sesuai dengan Pediatric nutrition
care:
Pengkajian Nutrisi
TB: 81 cm
BB 10.75 Kg
LILA: 7cm
LK: 45 CM
Keadaan klinis
Sangat kurus, dengan perut buncit, tanpa edema
TB/U
-3 < Z < -2 , Pendek
BB/U
-2 < Z < 0, Normal
TB/BB
0 < Z <-1, Normal
Lila/U
7 cm, nilai normal usia 15.2 cm, presentase 0.45, Gizi Buruk
LK/U
Dibawah -2 SD, Mikrosefal
Kesimpulan
Gizi Buruk Kronik
Penentuan kebutuhan
Berat badan ideal : 10.2 kg
Dengan usia tinggi : 7 bulan
Kebutuhan sesuai RDA : 1020 Kkal 1122 kkal
Untuk fase inisisasi : 510 kkal 561 kkal
Jalur pemberian

Diutamakan pemberian ora, namun perlu evaluasi apakah dapat masuk minimal 80%
dari makanan diberikan . Pada pasien karena intake nya rendah, maka lebih baik
diberikan enteral.
Penentuan formula
Sesuai dengan panduan penatalaksanaan gizi buruk, formula yang dipakai adalah F75.
Namun pada pasien memiliki gangguan penyerapan lemak, sehingga apabila
diberikan F75 biasa maka lemak tidak dapat diserap sehingga, kenaikan berat badan
juga menjadi perlahan. Pilihan lainnya adalah pregistimil yang memiliki sumber
MCT, 10-14%. Namun kalori yang diberikan akan kurang, sehingga peningkatan berat
tidak juga maksimal. Pilihan lainnya adalah peptamen.
Komposisi
F-75
Pregistimil
Peptamen
Energy
75 kcal
67 kcal
100 kcal
Protein
0.9g
1.9g
3.9g
Lemak
No data
3.8 g
3.8g
Karbohidrat
No data
6.9g
12.3 g
Lactosa
1.3g
No data
No Data
Potassium
3.6mmol
1.2 mmol
3.2 mmol
Sodium
0.6 mmol
1.1 mmol
3.4 mmol
Magnesium
0.43 mmol
Zinc
2.0 mg
Copper
0.25mg
Energy
Protein
5%
Lemak
32%
Osmoralitas
333mmol
320 mmol
No Data
Untuk mencegah hipoglikemia, ditamabah dengan berkurangnya ukuran volume anak,
maka dapat diberikan dalam formula 8x70 ml.
Follow-up
Dilakukan monitoring tanda vita selama masa inisial dan transisi, kemudian dilakukan
penimbangan berat badan setiap hari dengan target kenaikan 10g/kgbb/hari, hingga
naik lebih dari 15%. Apabila dilakuakn koreksi, cek keadaan elektrolit. Perhatikan
juga toleransi minum, apakah dapat lebih dari 80% kalori yang diberikan. Perhatikan
juga toleransi terhadap formula, berupa ada tidaknya diare, muntah dan kadar gula
darah.
Untuk keterlambatan perkembangan ditegakkan lewat plot di kurva denver II, dimana
terjadi keterlembatan di lebih dari 2 aspek. Disebut sebagai global delayed development.
Dipikirkan, dapat terjadi karena gangguan nutrisi atau kurangnya stimulasi. Gangguan nutrisi
yang dialami bersifat kronik. dan mungkin terjadi sudah sejak sebelum pasien berusia 2
tahun, sehingga dapat mengganggu proses sinapotgenesis. Selain itu dalam 3 bulan terakhir

pasien dirawat di rumah sakit, sehingga stimulasi yang didapatkan juga berkurang. Oleh
karena itu ada baiknya di konsultasikan kepada neurolog anak, untuk menyingkirkan
kemungkinan anatomis. Apabila sudah disingkirkan dapat dikonsulkan kepada rehab medic
untuk mendapatkan terapi.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kliegman, Stanton, St.Geme (ed). Nelson pediatric 19th ed.Elseiveier 2011.
2. Marcdante KJ, Kliegman . RM (ed). Nelson essential 7th ed. Elseiveier 2015
3. Pashnakar D, Schreiber R. Jaundice in Older Children and Adolescents. Pediatric in
Review vol.22, July, 2001.
4. Coran AG. Adzick NS. Krummel TM, Laberge JM, Caldamone A. Shamberger R
(ed).Pediatric surgery 7th ed. Elseiveir 2012
5. http://ayubmed.edu.pk/JAMC/23-2/Awais.pdf
6. Tahir A, et.al. Etilogical factor of chronic live disease in children. J. Ayud Med Coll
abbottabad 2011:23(2).
7. Susanto JC. Mexitalia M, Nasar SS. Malnutris Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasi
Komunitas. in Damayanti, et.al (ed). Buku ajar nutrisi pediatric dan penyakit
metabolic.Badan penerbit IDAI. 2011
8. Rosenthal P. Management of complication of Chronic liver disease. San Fransisco
9.Kaufman SS. Chronic live disease in childhood management of nutrition. Georgetown
university transpalat institute.Washington.
Refeeding syndrome

Anda mungkin juga menyukai