Presentasi Kasus Gizi Buruk
Presentasi Kasus Gizi Buruk
KOLESTASIS
DENGAN GIZI BURUK
Oleh :
Vania Tryanni
1006658493
Narasumber:
dr. Arif Budiman Sp.A
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Pendidikan
Alamat
No. RM
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
: An. R
: 2 Tahun 5 Bulan
: 19 September 2012
: Perempuan
: Belum sekolah
: Bengkulu
: 4031051
: 16 Maret 2015
: 17 Maret 2015
: Ny. R
: 21 Tahun
: Bengkulu
: Ibu Rumah Tangga
1.3 Anamnesis (Alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal 17/03/2015)
Keluhan Utama
Perut yang semakin membesar sejak 7 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Perut awalnya dirasakan membesar sejak 7 bulan SMRS. Perut menjadi keras. Awalnya dapat
mengecil setelah muntah, namun lama-kelamaan menjadi besar terus menerus. Kadang perut juga
dirasakan nyeri, hilang timbul, muncul tiba-tiba dan hilang sendirinya, lama nyeri sekitar 10-15
menit, namun tidak hebat karena pasien tidak rewel. Pasien masih bisa kentut. BAB bisa, tidak
dengan bantuan , warna awalnya kuning-coklat lama kelamaan menjadi seperti dempul sejak
kurang lebih usia 2 tahun . Konsistensi seperti odol, kurang lebih 2 kali/hari. BAK gelap seperti
teh, ganti pampers sampai 3x/hari. Keluhan perut membesar disertai dengan keluhan mata menjadi
kuning, hingga akhirnya seluruh badan berwarna kuning terjadi secara bersamaan. Semenjak itu,
kuning tidak pernah hilang. Tidak ada riwayat hingga kejang, atau lemah sebagian. Muntah ada,
jarang terjadi , terutama sehabis makan berlebihan, didahului mual namun tidak didahului batuk,
berisi makanan, warna bening-kuning. Tidak pernah muntah warna coklat, atau BAB warna hitam.
Perdarahan aktif, bintik bintik merah, mudah mimisan, gusi berdarah atau lebam disangkal.
Keluhan pucat, lemas, sesak nafas mudah sakit disangkal. Riwayat demam, malaise tidak ada.
Riwayat batuk lama, lendir sulit dikeluarkan/sangat kental tidak ada.
Riwayat kuning saat baru lahir tidak ada. Riwayat BAB dempul sebelum usia 2 tahun tidak ada.
Riwayat sakit kuning, prosmikuitas, riwayat penggunaan jarum suntik sembarangan pada orang tua
disangkal. Sejak 3 bulan SMRS, pasien di rawat di RS. Bengkulu, dipasang infus dan oksigen.
Namun tidak mengalami perbaikan. Dikatakan ada masalah di hati. Sejak 2 bulan SMRS, nafsu
makan pasien turun.
Sejak sakit, pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 5 kg dalam 7 bulan. Berat badan
tertinggi 15 kg, saat usia 1.5 tahun. Sebelum sakit pasien sudah dapat makan makanan keluarga 3
kali perhari, mendapat susu formula 2x100ml, snak berganti ganti 1-2 kali perhari, dan masih
mendapat ASI. Setelah sakit, nafsu makan masih biasa. Pasien mengalami penurunan nafsu makan
semenjak dirawat di RS Bengkulu, hanya minum susu yang diberikan oleh pihak RS setengah dari
yang diberikan, dan makanan kurang lebih 2-3 sendok makan. Selama pasien diluar rumah sakit
(kurang lebih 1 minggu terakhir) minum susu kental manis, 6-8 kali perhari masing masing 100 ml
dari 25 ml, makan 2-3 kali perhari kurang lebih 2-3 sendok makan, dengan selingan berupa buah
tidak sampai 1 porsi dibagi kedalam beberapa porsi. Mata dirasakan cekung kurang lebih sudah
sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum sakit ini, belum pernah sakit lain yang signifikan
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Pada saat kehamilan ibu pasien tidak merokok, tidak pernah sakit, dan tidak konsumsi obatobatan. Kontrol rutin di puskesmas. Lahir cukup bulan, di Rumah sakit atas indikasi kemauan
sendiri, ditolong dokter, tanpa bantuan alat. Berat lahir 3000gr, panjang badan 49cm. Langsung
menangis, tidak pucat, tidak biru, tidak kuning, tidak kejang.
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
Polio
BCG
DTP
Campak
Baru lahir
Baru lahir
1 bulan
2 bulan
9 bulan
2 bulan
2 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
4 bulan
4 bulan
4 bulan
Riwayat Perkembangan
Menegakkan Kepala
Tengkurang sendiri
Duduk
Merangkak
2 bulan
4 bulan
5 bulan
Berdiri
Berjalan
Bicara 1 kata
Tumbuh gigi 1
1 tahun
1 tahun 2 bulan
1 tahun 4 bulan
Kurang dari 1 tahun
Riwayat Sosial
Anak pertama dari satu bersaudara. Tinggal di rumah sendiri, tidak ada anggota keluarga lainnya
yang tinggal bersama. Anak dari pernikahan pertama dari masing masing orang tua. Lama
pernikahan 2 tahun. Pembayaran dengan BPJS.
Riwayat makan
0-6 Bulan
6-8 Bulan
ASI ekslusif
ASI , susu formula 2x 100
12-19 bulan
Susu formula,
19 bulan - sekarang
makanan keluarga
Susu kental manis,
ml, pisang
8-12 Bulan ASI, susu formula 2x100ml,
bubur, snak
3 x 3 sendok makan
1-2 x perhari
0-1 x perhari
1 x perhari
1 x perhari
0 x perhari
6-8x 100 ml perhari, susu kental manis
Nadi
Nafas
102x/menit
24x/menit
Tekanan Darah
Suhu
N/a
36.7
b.
TB: 81 cm
Keadaan klinis
TB/U
c.
BB/U
TB/BB
Lila/U
LK/U
Kesimpulan
Generalis
Gizi
Status
BB 10.75 Kg
LILA: 7cm
LK: 45 CM
Sangat kurus, dengan perut buncit, tanpa edema
-3 < Z < -2 , Pendek
-2 < Z < 0, Normal
0 < Z <1, Normal
7 cm, nilai normal usia 15.2 cm, presentase 0.45, Gizi Buruk
Dibawah -2 SD, Mikrosefal
Gizi Buruk Kronik
Status
Kesadaran
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
: Bibir tidak tampak sianosis, lidah tidak tampak sianosis, gigi sudah
lengkap, tampak karies gigi
Telinga
Dada
Abdomen
Ekstremitas
: Akral hangat, CRT < 2, tidak tampak deformitas, edema (-), baggy
pants (+), tidak tampak palma eritema, tidak tampak petekie, ataupuan
ekimosis.
KGB
Kulit
11.8g/dl
34.3
19.300
0/2/0/75/23/0
jenis
Trombosit 360.000
MCV
MCH
MCHC
PT
APTT
N
N
(5.3-11.5)
Ur/Cr
Bil T/D/I
SGPT/OT
Albumin
15.9/0.3
6.74/4.97/
105/ 294
3.24
3.4-4.2
204-405
Alkalifosfatas
2634
115-391
e
Anti HCV
Anti HAV
HbSAg
Gamma GT
GDS
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
1613
132 mg/dl
88.1
30.2
34.3
22.3/10.8 (2x)
56.5/35.2 (1.6x)
Na/K/Cl
136/3.9/103
1.6 Diagnosis
1. Kolestasis ekstra hepatic ec kista ductus kholedocus dd atresia bilier
2. Gizi buruk marasmik
3. Global delayed development
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaundice
Definisi
Jaundice didefinisikan sebagai diskolorasi dari sclera, kulit, dan membrane mukosa
sebagai tanda dari hiperbilirubinemia, yang akan muncul apabila konsetrasi bilirubin
mencapai 2-3mg/dl, atau lebih dari 5 mg/dl pada neonatal. Kadang jaundice adalah salah
satu manifestasi pertama pada gangguan hati. Terdapat 4 tipe bilirubin dalam tubuh yaitu,
bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat pada albumin, bilirubin bebas, bilirubin
terkonjugasi yang muncul di urin, dan fraksi delta yaitu bilirubin yang terikat secara
kovalen terhadap albumin. Investigasi dari jaundice harus menentukan akumulasi dari
jumlah biliribun terkonjugasi dan tidak. Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi
merupakan indikasi dari adanya peningkatan produksi, hemolisis, penurunan fungsi hati,
dan perubahan metabolisme dari bilirubin. Peningkatan bilirubin terkonjugasi
menunjukkan penurunan pengeluaran dari sel hati yang rusak, atau gangguan pada sistem
bilier akibat dari obstruksi, sepsis, toksin, inflamasi atau penyakit metabolik.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah produk metabolisme dari heme. Heme akan dikonfersi menjadi
biliverdin dengan heme oxygenase, dan dirubah menjadi bilirubin dengan biliverdin
reductase di sistem retikuloendotelial menjadi bilirubin. Bilirubin bersifat lipofilik dan
akan diikat dengan albumin untuk masuk ke sirkulasi hingga masuk ke hati. Di hati,
bilirubin (tanpa albumin) akan masuk kedalam hepatosit masuk ke dalam sitoplasma, dan
akan terikat ke ligandin atau Y protein. Kemudian akan dikonjugasikan oleh UDPGlucuronosyl transferase menjadi bilirubin dengan yang dapat larut air. Dari situ bilirubin
akan di ekskresi ke sistem empedu lewat proses dependent energi. Bilirubin akan
mengalir ke usus, dimana akan dipecah oleh bakteri usus menjadi urobilinogen dan
stercobilin.
Diagnosis banding
Dalam menentukan diagnosis banding, adalah menentukan jenis bilirubin mana yang
meningkat
Bilirubin tidak terkonjugasi
Peningkatan hemolisis, seperti hereditary spherocytosis, defek dari enzim pyruvat
sedikit dari bilirubin yang tidak terkonjugasi. Peningkatan ini biasanya bersamaan
dengan infeksi ringan, puasa, dan stress fisik. Gangguan ini disebabkan oleh defek
pada gen UGT1 yang menganggun fungsi dari UDP. Selain dari peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi, tidak ada kelainan lainnya termasuk tidak ada
lain sebagainya.
Hepatitis C, biasanya akibat transfusi atau perinatal. Atau sudah masuk
kedalam fase gagal hati, penyakit hati tahap lanjut, atau sirosis.
Epstein Barr Virus, dapat menyebabkan hepatitis dan jaundice sebagai bagian
dari infeksius mononucleosa. Biasanya terjadi akut, disertai lymphadenopahty,
Tatalaksana
Tatalakasan sangat tergantung penyebab. Namun semua pasien membutuhkan terapi
suportif berupa suplementasi vitamin A, D,E,K, formula trigleserida rantai sedang, yang
dapat diserap tanpa bantuan garam empedu.
2.2 Penyakit Hati Kronis
Definisi
Penyakit hati kronik ditandai dengan adanya sirosis dan komplikasinya, dan
penurunan fungsi hati yang progresif. Atau ada juga yang menyebutkan apabila gangguan
hati sudah lebih dari 3-6 bulan. Penyebab congenital yang paling sering adalah atresia
bilier, tyrosinemia, galactosemia. dan alfa1 antitripsin defisiensi. Sedagkan pada anak
lebih besar, penyebabnya adalah hepatitis B, atau C, autoimun hepatitis, Wilson disease,
primary sclerosing cholangitis, cystic fibrosis dan obstruksi bilier akibat choledocal cyst.
Manifestasi Klinis
Hipertensi Porta
Hipertensi porta terjadi akibat dari dari vena porta tidak dapat diteruskan ke hati,
sehingga akan diteruskan ke sirkulasi kolateral ke arah esophagus, lambung dan
abdomen. Pembuluh darah kolateral ini akan membesar dan disebut sebagai varices,
dimana memiliki kemungkinan tinggi untuk pecah. Ascites terjadi akibat berbagai
penyebab, dan memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi. Cairan yang masif ini dapat
mengganggu proses pernafasan. Lien juga membesar akibat dari aliran darah dari
V.Mesentrika yang tidak lancar menyebabkan penghancuran platelet dan sel darah
putih sehingga meningkatkan kemungkinan perdarahan dan infeksi.
Gangguan fungsi hepatocelluler
Ditandari dengan koagulopati, kadar albumin yang rendah, peningkatan ammonia, dan
ensefalopati hepatikum. Dengan keadaan ini, akan menyebabkan terjadinya malaise,
dan penurunan nafsu makan yang berakhir pada wasting otot.
Kolestasis
Kolestasis akan menyebabkan terjadinya gatal dan jaundice. Penurunan eksresi dari
asam empedu akan menyebabkan penurunan absorbsi dari lemak, dan vitamin terlarut
lemak. Defisiensi dari vitamin K, akan menyebabkan gangguan dari produksi vitamin
II, VII, IX dan X sehingga meningkatkan resiko perdarahan. Defisiensi vitamin E
akan menyebabkan gangguan hematologi dan neurologi.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi penyebab, tergantung dari kecurigaan
Tes fungsi hati: PT, APTT, ammonia, CBC, Albumin, AST.ALT, GGT, ALP, total dan
direk bilirubin, kolesterol,
Anatomik : USG, MRCP, ERCP (ada bukti keterlibatan bilier),biopsi hati
Status nutrisi: Tinggi, berat, lipat kulit, Lila, 25-Hydroxyvitamin D. vitamin A,
vitamin E
Prognosis
Digunakkan score PELD (Pediatric end stage liver disease) terutama untuk anak anak
dibawah 12 tahun. Dengan rumus sebagai berikut
PELD = 4.80[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 18.57[Ln INR] - 6.87[Ln albumin (g/dL)] +
4.36(<1 year old) + 6.67(growth failure)
Tatalaksana
Hipertensi porta , dapat diberikan prophylaxis dengan pemberian propanolol dengan
target penurunan detak jantung 25% dari normal.
termasuk pada malam hari. Setelah itu dilakukan monitor kadar gula darah, 2 jam
setelah pemberian F75. Apabila masih rendah dapat dilakukan bolus terlebih dahulu.
Monitor juga suhu dan kesadaran.
Atasi/cegah hipotermia
Anak disebut hipotermia apabila suhu aksial < 35, atau suhu rectal <35.5 . Tindakan
yang dapat dilakukan adalah memberikan makanan langsung, atau mulai rehidrasi bila
dianggap perlu, kemudian pakaikan baju, topi dan selimuti dan tempatkan dekat
penghangat atau lampu dapat juga dipelukkan ibu (skin to skin), hindari juga paparan
langsung terhadap udara (popok basah, PF terlalu lama, mandi) dan berikan antibiotic.
Lakukan monitor tiap 20 menit, dengan target >36.5 , serta pantau gula darah.
Atasi/cegah dehidrasi
Pada anak dengan gizi buruk, status hidrasi agak sulit dinilai karena tanda klinis
dehidrasi didapati walau tidak ada dehidrasi. Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah
dengan pengukuran berat jenis urin (>1.030), ditambah tanda klinis khas seperti rasa
haus atau mukosa kering. Penatalaksanaan tidak bisa dengan rehidrasi oral biasa,
karena kadar Na yang terlalu banyak dan K yang terlalu sedikit, oleh karena itu
diberikan Resomal. Cairan resomal ini hanya diberikan apabila pasien diare. Bila anak
tidak diare, perhitungan rehidrasi dianggap dari F75 yang masuk. 130ml/kgBB atau
100ml/kgBB bila terdapat edema
Selama pemberian rehidrasi pantau nadi, nafas, miksi, defekasi (balans
dieresis) tiap jam selama 12 jam. Kadang tanda keberhasilan rehidrasi tidak muncul
pada anak dengan malnutris berat. Sehingga perli diperhatikan tanda kelebihan
rehidrasi antara lain peningkatan frekuensi nafas, nadi, bertambah bengkak, dan
palpebra menjadi bengkak.
Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
Anak dengan malnutrisi berat sering mengalami kekurangan Na, K dan Mg, namun
keadaan tersebut tidak dapat dikoreksi dengan cepat karena dapat berakibat kematian.
Ketidak seimbangan ini dapat menyebabkan terjadinya edema, sehingga tidak bijak
memberikan diuretik untuk menurunkan edema pada anak dengan gizi buruk. Koreksi
yang dapat dilakukan
Ekstra kalium 3-4mmol/kg/hari
Ekstra magnesium 0.4-0,6 mmol/kg/hari
Siapkan makanan tanpa garam
Atasi/Cegah infeksi
Pada malnutrisi kadang tanda infeksi tidak jelas, dan sering tersembunyi oleh karena
itu perlu diberikan:
Antibiotik spectrum luas
selama 5 hari
Anak sangat sakit, terdapat komplikasi (hipoglikemua, hipotermia, dermatosis,
infeksi traktus respiratorius, atau urinarius) Ampisilin 50mg/kg IM/IV per 6
jam untuk 2 hari dilanjutkan amoksisilin oral 15mg/kg 3 kali per hari ditambah
rendah laktosa
Pemberian makan secara oral atau lewat NGT, apabila asupan peroral tidak lebih
dari 80 kcal/kgbb/hari.
Kebutuhan energi 80-100kcal/kgbb/hari, protein 1-1.5g/kgbb/hari, cairan
130ml/kgbb/hari
Diberikan mulai dari tiap 2 jam (11cc/kgbb/kali) naik perlahan menjadi tiap 3 jam
(16cc/kgbb/kali), menjadi tiap 4 jam (22cc/kgbb/kali). Porsi dinaikan apabila anak
150kka/kgBB/hari
Masih boleh diberikan ASI, namun setelah formula habis
Lakukan monitor nafas dan nadi apabila nafas meningkat 5 kali/menit, atau
frekuensi nadi meningkat 25kali/menit minimal 2 kali dengan jarak 4 jam
turunkan volume pemberian 16ml/kgbb 19ml/kgbb 22ml/kgbb tiap kali
pemberian
Pemberian makan fase rehabilitasi
Berikan F100, dinaikan perlahan hingga ada sisa makanan yang tidak
menyebabkan terjadinya anorexia. Terjadi juga gangguan motilitas usus karena adanya
hipertensi porta. Anak juga menjadi cepat kenyang, kemungkinan karena kompresi dari
gaster akibat penekanan masa, baik oleh organomegali maupun ascites. Selain itu pada anak,
energi juga dipakai untuk pertumbuhan sehingga biasanya manifestasinya lebih cepat
dibanding orang dewasa.
Karena itu, pasien memerlukan pengkajian nutrisi yang berbeda. Berat badan sulit
digunakkan sebagai tolak ukur, karena sering adanya organomegali, edema, dan ascites yang
seolah olah menyebabkan berat badan terlihat normal. Tinggi badan merupakan indikator
malnutrisi, dan dapat digunakkan sebagai penanda dari malnutrisi kronik. Selain itu lingkar
lengan atas dan lipatan trisep juga dapat digunakkan. Hal ini karena ekstremitas atas jarang
terjadi edema, dan dapat menggambarkan simpanan lemak serta massa otot. Pengukuran
kadar albumin, transferin, dan prealbumin pada anak dengan gangguan hati lebih
menggambarkan keadaan hati dibandingkan sebagai metode pengkajian nutrisi. Hipoalbumin
dapat terjadi karena pergerakan protein keluar vakular kompartemen, peningkatan
katabolisme protein, dan penurunan dari sintesis albumin akibat dari persedian protein yang
tidak adekuat, dan gangguan penyerapan protein.
Pada penyakit hati kronis, dapat terjadi gangguan penyerapan antara lain:
Lemak
Produksi dari garam empedu akan menurun hingga dibawah dari kadar yang dibutuhkan
untuk membuat micel. Kondisi ini biasanya juga terjadi bersamaan dengan pemanjangan
dari PT. Karena terjadi penurunan pembentukan misel, maka penyerapan lemak akan
terganggu dan terjadi steatorrhea. Namun korelasi antara kejadian ini dengan tingkat
obstruksi bilier buruk.
Penatalaksanaan nya dengan pemberian susu formula medium chain trigliserida (MCT),
misalnya pregestimil, alimentum, dan portagen. MCT tidak memerlukan garam empedu
untuk pembentukan misel untuk dapa diserap. Karena MCT ini lebih larut air, sehingga
dapat langsung masuk ke sirkulasi portal. Dengan pemberian formula dengan MCT, maka
akan terjadi peningkatan energy pada pasien dengan cholestasis.
Asam lemak essential
Asam lemak essential adalah asam lemak yang tidak disintesis sendiri oleh tubuh antara
lain asam linoleat, linolenic, dan arakhidonat. Defisiensi asam lemak, dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, kulit kering, trombositopenia dan gangguan sistem imun. Oleh
karena itu untuk mengurangi kemungkinan defisiensi asam lemak, minimal 3-4% kalori
berasal dari asam linoleat.
Vitamin larut lemak
ada ascites. Adanya ascites pada anak dengan tanda kuning , harus dipikirkan ke arah sudah
terdapatnya ascites.
Selain kuning, Ibu pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang, setelah dihitung
kurang lebih makanan dalam 1minggu terakhir, yaitu berupa susu kental manis dan 3x1/4
sendok makan bubur nasi. Artinya kalori yang didapatkan: (3x 37.5 kal) +( 6x90kal) adalah
652 kal. Selain itu dilihat dari sumber kalori hanya terbatas pada glukosa. Dimana kandungan
50 gram susu kental manis adalah 180 kal, 4.5 g lemak, 23 g karbohidrat dan protein yang
hanya 1g. Dari analisis diet dapat dikatakan bahwa asupan diet sangat kurang.
Dari pemeriksaan antropometri, didapatkan berat badan 10.5 kg, dengan panjang
badan 81 cm, LILA 7cm, dan Lingkar kepala 45cm. Berat awal pasien 3kg, dengan berat
tertinggi sampai 15 kg saat usia 15 bulan. Berdasarkan kurva didapatkan kesan pendek,
namun yang lain dalam batas normal. Namun pada pasien didapatkan adanya kecurigaan
ascite, sehingga berat badan tidak dapat digunakkan. Salah satu indikator yang dapa
digunakkan adalah LILA, didapatkan bahwa LILA actual/LILA ideal berdasarakan usia,
<70% sehingga masuk kedalam gizi buruk. Kemudian dilihat juga lingkar kepala, yang
terletak di bawah -2SD. Dari pemeriksaan tersebut diperkirakan bahwa anak ini mengalami
gizi buruk kronik.
Oleh karena diagnosis banding diatas, dilakukan permintaan laboratorium. Darah
perifer diperiksakan untuk melihat ada tidaknya infeksi dan anemia pada pasien dengan gizi
buruk, dan intake yang kurang. Melihat juga kadar trombosit, untuk melihat ada tidaknya
hipersplenisme. Didapatkan leukositosis yang mencapai 19.300, sehingga diperkirakan
adanya infeksi. Diperiksakan kadar bilirubin, dan menunjukkan peningkatan kadar bilirubin
direct dan total, dengan kesan kolestasis. Terdapat juga peningkatan SGPT, SGOT , ALP yang
menandakan adanya kerusakan struktural hati. Untuk menyingkirkan diagnosis banding
hepatitis, dilakukan pemeriksaan serologi dan semuanya negative. Peningkatan Gamma-GT
meningkatkan kecurigaan adanya masalah di sistem hepatobilier. Didapatkan peningkatan
PT, APTT dan penurunan albumin, yang menadakan turunnya kemampuan sintesis hati.
Untuk penatalaksanaan gizi buruk diperiksa fungsi ginjal, dan kadar elektrolit. Keduanya
dalam batas normal sehingga tidak perlu ada perhatian khusus dalam pemberian makan.
Untuk imaging yang dipilih pertama kali adalah USG abdomen, karena tidak invasif dan
cukup sensitif dalam diagnosis. Apabila dipastikan terdapat ascites, dapat dilakukan pungsi
karena pasien mengalami gangguan makan. Selain itu dapat juga dipakai untuk penentuan
etiologi ascites.
Diutamakan pemberian ora, namun perlu evaluasi apakah dapat masuk minimal 80%
dari makanan diberikan . Pada pasien karena intake nya rendah, maka lebih baik
diberikan enteral.
Penentuan formula
Sesuai dengan panduan penatalaksanaan gizi buruk, formula yang dipakai adalah F75.
Namun pada pasien memiliki gangguan penyerapan lemak, sehingga apabila
diberikan F75 biasa maka lemak tidak dapat diserap sehingga, kenaikan berat badan
juga menjadi perlahan. Pilihan lainnya adalah pregistimil yang memiliki sumber
MCT, 10-14%. Namun kalori yang diberikan akan kurang, sehingga peningkatan berat
tidak juga maksimal. Pilihan lainnya adalah peptamen.
Komposisi
F-75
Pregistimil
Peptamen
Energy
75 kcal
67 kcal
100 kcal
Protein
0.9g
1.9g
3.9g
Lemak
No data
3.8 g
3.8g
Karbohidrat
No data
6.9g
12.3 g
Lactosa
1.3g
No data
No Data
Potassium
3.6mmol
1.2 mmol
3.2 mmol
Sodium
0.6 mmol
1.1 mmol
3.4 mmol
Magnesium
0.43 mmol
Zinc
2.0 mg
Copper
0.25mg
Energy
Protein
5%
Lemak
32%
Osmoralitas
333mmol
320 mmol
No Data
Untuk mencegah hipoglikemia, ditamabah dengan berkurangnya ukuran volume anak,
maka dapat diberikan dalam formula 8x70 ml.
Follow-up
Dilakukan monitoring tanda vita selama masa inisial dan transisi, kemudian dilakukan
penimbangan berat badan setiap hari dengan target kenaikan 10g/kgbb/hari, hingga
naik lebih dari 15%. Apabila dilakuakn koreksi, cek keadaan elektrolit. Perhatikan
juga toleransi minum, apakah dapat lebih dari 80% kalori yang diberikan. Perhatikan
juga toleransi terhadap formula, berupa ada tidaknya diare, muntah dan kadar gula
darah.
Untuk keterlambatan perkembangan ditegakkan lewat plot di kurva denver II, dimana
terjadi keterlembatan di lebih dari 2 aspek. Disebut sebagai global delayed development.
Dipikirkan, dapat terjadi karena gangguan nutrisi atau kurangnya stimulasi. Gangguan nutrisi
yang dialami bersifat kronik. dan mungkin terjadi sudah sejak sebelum pasien berusia 2
tahun, sehingga dapat mengganggu proses sinapotgenesis. Selain itu dalam 3 bulan terakhir
pasien dirawat di rumah sakit, sehingga stimulasi yang didapatkan juga berkurang. Oleh
karena itu ada baiknya di konsultasikan kepada neurolog anak, untuk menyingkirkan
kemungkinan anatomis. Apabila sudah disingkirkan dapat dikonsulkan kepada rehab medic
untuk mendapatkan terapi.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kliegman, Stanton, St.Geme (ed). Nelson pediatric 19th ed.Elseiveier 2011.
2. Marcdante KJ, Kliegman . RM (ed). Nelson essential 7th ed. Elseiveier 2015
3. Pashnakar D, Schreiber R. Jaundice in Older Children and Adolescents. Pediatric in
Review vol.22, July, 2001.
4. Coran AG. Adzick NS. Krummel TM, Laberge JM, Caldamone A. Shamberger R
(ed).Pediatric surgery 7th ed. Elseiveir 2012
5. http://ayubmed.edu.pk/JAMC/23-2/Awais.pdf
6. Tahir A, et.al. Etilogical factor of chronic live disease in children. J. Ayud Med Coll
abbottabad 2011:23(2).
7. Susanto JC. Mexitalia M, Nasar SS. Malnutris Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasi
Komunitas. in Damayanti, et.al (ed). Buku ajar nutrisi pediatric dan penyakit
metabolic.Badan penerbit IDAI. 2011
8. Rosenthal P. Management of complication of Chronic liver disease. San Fransisco
9.Kaufman SS. Chronic live disease in childhood management of nutrition. Georgetown
university transpalat institute.Washington.
Refeeding syndrome