Anda di halaman 1dari 22

BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

A. Latar Belakang Keluarga


Mahmud Yunus dilahirkan pada tanggal 10 Februari 1899
Masehi. Bertepatan dengan tanggal 30 Ramadhan 1316 Hijriyah di
desa Sungayang Batu Sangkar Sumatera Barat. Tahun kelahirannya
bersamaan dengan dicetuskannya politik etis, assositie politic, atau
lebih dikenal oleh masyarakat dengan zaman poli balas jasa dari
pemerintah kolonial Belanda. Upaya balas budi terhadap masyarakat
Indonesia dilakukan melalui jalur pendidikan. Meskipun secara yuridis
formal sudah ditetapkan pada tahun 1899, namun secara efektif baru
terealisir awal abad kedua puluh.1
Mamud Yunus dilahirkan dari keluarga sederhana. Ayahnya
seorang petani biasa, bernama Yunus bin Incek dari suku Mandailing
dan ibunya bernama Hafsah dari suku Chaniago. Walaupun dilahirkan
dari keluarga yang sederhana. Namun keluarga ini mempunyai nuansa
keagamaan yang kuat. Ayah Mahmud Yunus adalah bekas pelajar surau
dan mempunyai ilmu keagamaan yang cukup memadai. Sehingga dia
diangkat menjadi Imam Nagari (masjid). pada waktu itu diberikan
secara adat oleh Anak Nagari kepada salah seorang warganya yang
pantas untuk menduduki jabatan itu atas dasar ilmu agama yang
dimilikinya.
Di samping itu Mahmud Yunus bin Incek di masyarakat juga
sebagai seorang yang jujur dan lurus. Ibunya seorang yang buta huruf,
karena itu ia tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah, apalagi
pada waktu itu di desanya belum ada sekolah desa. Tetapi ia
dibesarkan dalam lingkungan yang Islami. Kakek Hafsah adalah
seorang ulama yang cukup dikenal, bernama Syekh Muhammad Ali
yang banyak dikenal masyarakat waktu itu. Ayahnya bernama Doyan
Muhammad Ali, bergelar Angku Kolok. Pekerjaan Hafsah sehari-hari
1 Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Pendidikan Islam (Ciputat : Quantum Teaching,
2005), 336

adalah bertenun, ia mempunyai keahlian menenun kain yang dihiasi


benang emas, yaitu kain tradisional Minangkabau yang dipakai pada
upacara-upacara adat. Saudara Hafsah bernama Ibrahim, seorang kaya
di Batu Sangkar. Kekayaan Ibrahim ini sangat menopang kelanjutan
pendidikan Mahmud Yunus, terutama pada waktu ia belajar ke Mesir.
Ibrahim sangat memperhatikan bekat serta kecerdasan yang dimiliki
oleh kemenakannya ini. Dialah yang mendorong Mahmud Yunus untuk
melanjutkan pelajarannya ke luar negeri dengan disertai dukungan
dana untuk keperluan itu. Hal ini memberikan gambaran tentang
bagaimana tanggung jawab seorang mamak terhadap kemenakannya
yang berlaku di Minangkabau pada waktu itu. Sebagai pepatah yang
berbunyi: Anak di pangku, kemenakan dibimbing. Suatu kelaziman
yang berlaku sepenuhnya pada waktu itu. Bahwa tanggung jawab
mamak

terhadap

keponakan

bukanlah

di

dasarkan

atas

ketidakmampuan dari ayah keponakan itu sendiri. Ibrahim mempunyai


seorang anak yang sebaya dengan Mahmud Yunus, ia bergelar Datuk
Sati, sangat ahli dalam bidang adat ini diasumsikan menjadi penyebab
mengapa Mahmud Yunus kurang menonjol pengetahuannya dalam
adat Minangkabau. Ibrahim menginginkan arahan yang berbagi antara
anak dan kemenakan, karena anaknya sangat menggemari masalahmasalah adat, maka ia menyalurkan kegemarannya untuk belajar
kepada ahli-ahli adat, hingga ia menguasai adat ini dengan baik. Di lain
pihak, melihat perkembangan Mahmud Yunus dari kecil, ternyata lebih
cenderung

mempelajari

agama,

maka

Ibrahim

pun

menyokong

kecenderungan ini. Bahkan ia tak berkeberatan menanggung semua


biaya yang diperlukan untuk keperluan itu, hingga Mahmud Yunus
dapat melanjutkan pelajarannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Dukungan ekonomi dari sang mamak dengan disertai dorongan
dari orang taunya, maka Mahmud Yunus sejak kecil hingga remaja
hanya dilibatkan dengan keharusan untuk belajar dengan baik tanpa
harus ikut memikirkan ekonomi keluarga dalam membantu orang
tuanya mencari nafkah, ke sawah atau ke ladang, meskipun Mahmud

Yunus satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, ia dan adiknya


Hindun,

sedangkan

ayahnya

telah

meninggalkan

ibunya

selagi

Mahmud Yunus masih kecil.


B. Pendidikan Mahmud Yunus
Sejak kecil Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan
kecenderungannya yang kuat untuk memperdalam ilmu agama Islam.
Ketika berumur 7 tahun ia belajar membaca al-Quran di bawah
bimbingan kakeknya, M. Thahir yang dikenal dengan nama Engku
Gadang.2 Setelah selesai belajar mengaji dan menghafal al-Quran
Mahmud Yunus langsung membantu kakeknya mengajarkan al-Quran
sebagai guru bantu, sambil ia mempelajari dasar-dasar tata bahasa
Arab dengan kakeknya.
Pada

tahun

1908,

dengan

dibukanya

sekolah

desa

oleh

masyarakat Sungayang, Mahmud Yunus pun tertarik untuk memasuki


sekolah ini. Ia kemudian meminta restu ibunya untuk belajar ke sekolah
desa tersebut. Setelah mendapat restu dari ibunya untuk belajar ke
sekolah desa tersebut. Setelah mendapat restu dari ibunya untuk
belajar, iapun mengikuti pelajaran di sekolah desa pada siang hari,
tanpa meninggalkan tugas-tugasnya mengajar al-Quran pada malam
harinya. Rutinitas seperti ini dijalani oleh Mahmud Yunus dengan tekun
dan penuh prestasi, tahun pertama sekolah desa diselesaikannya
hanya dalam masa 4 bulan, karena ia memperoleh penghargaan untuk
dinaikkan ke kelas berikutnya. Di kelas tiga Mahmud Yunus menjadi
siswa terbaik bahkan ia dinaikkan ke kelas empat. Mahmud Yunus
merasa bosan belajar di sekolah desa, Karena pelajaran sebelumnya
sering di ulang-ulang pada saat bosan itu ia mendengar kabar bahwa
H.M. Thaib umar membuka Madrasah (sekolah agama) di surau Tanjung
penuh Sungayang dengan nama Madras School (Sekolah Surau). 3

2 Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 2005), 57

Akhirnya Mahmud Yunus tertarik untuk mengikuti setalah


mendapatkan persetujuan ibu dan gurunya di sekolah desa. Pada
tahun 1910 Mahmud Yunus dengan diantar ayahnya mendaftar di
Madrasah School di sekolah ini ia hanya belajar ilmu-ilmu keislaman,
seperti ilmu nahwu dan ilmu sharaf dengan memakai papan tulis saja,
tanpa kitab, berhitung menurut system ahli hisab Arab (system faraid),
bahasa Arab dengan mengadakan percakapan dan lain-lain. Mahmud
Yunus membagi waktu belajarnya dari jam 09.00 pagi hinga 12.00
siang di madrasah school. Sedang malam harinya mengajar disurau
kakeknya, sebagai guru bantu kakeknya dalam mengajar al-quran. Pad
tahun 1911, karena keinginan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama.
Secara lebih mendalam kakeknya untuk kemudian menggunakan
waktu sepenuhnya, siang dan malam belajar dengan tekun bersama
ulama pembaharu ini, hingga ia menguasai ilmu-ilmu agama dengan
baik. Bahkan ia di percaya oleh gurunya ini untuk mengajarkan kitabkitab yang cukup berat untuk ukuran sakit, karena itu Mahmud Yunus
secara langsung di tugasi untuk menggantikan gurunya memimpin
Madras School.
Kepercayaan dan harapan H.M Thaib umar terhadap muridnya
yang brilyan ini Mahmud Yunus cukup besar. Pertanyaan ini tidak
berlebihan sebab kepercayaan H.M. Thain Umar mengutus Mahmud
Yunus mewakili dirinya untuk menghadiri pertemuan akbar yang diikuti
oleh alim ulama seluruh Minangkabau. Rapat akbar itu membicarakan
tentang keinginan untuk mendirikan Persatuan Guru Agama Islam
(PGAI). Hal ini merupakan indicator, bahwa Mahmud Yunus dapat
duduk bersama membicarakan kepentingan-kepentingan umat Islam di
tengah para intelektual Islam senior waktu itu.
Selain kompetensi Mahmud Yunus sebagaimana digambarkan di
atas. Tahun 1918 Yunus berusaha menghidupkan kembali Madras
3 Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum
Teaching,2005), 337

School kegiatan ini dilakukan di tengah maraknya perbincangan


tentang perlunya pembaharuan system pendidikan. Oleh karena itu
sejak tahun 1918-1923 merupakan masa-masa sibuk Mahmud Yunus
dalam mentransfer dan menginternalisasikan ilmu pengetahuannya di
madras school. Mahmud Yunus mengambarkan sebagai berikut : Pada
saat

Mahmud

Yunus

menjadi

guru

di

Madrasah

School

ini

di

Minangkabau sedang tumbuh gerakan pembaharuan Islam yang di


bawah oleh alumni Timur Tengah, diantaranya melalui lembaga
pendidikan yang berorientasi pembahruan yang dipelopori oleh Syeik
Tahir Djalaludin, Abdullah Ahmad, Abd. Karim Amrullah, Zainuddin
Labia el Yunusy dan lain-lainnya. Mahmud Yunus nampaknya ikut pula
berkecimpung dalam gerakan pembaharuan ini. 4
Setelah memiliki pengalaman beberapa tahun belajar, kemudian
mengajar dan memimpin madras school serta telah menguasai dengan
mantap beberapa bidang ilmu agama, Mahmud Yunus kemudian
berkeinginan untuk melanjutkan pelajarannya ke tingkat lebih tinggi di
al-Azhar Mesir. Keinginan ini muncul setelah ia berkesempatan
menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Pada tahun 1924 di Mal-Azhar,
Mahmud Yunus kembali memperlihatkan prestasi yang istimewa, ia
mencoba untuk menguji kemampuannya dalam ilmu-ilmu gama
dengan mengikuti ujian akhir. Untuk memperoleh syahadah (ijazah)
alimiyyah, yaitu ujian akhir bagi siswa-siswa yang telah belajar
sekurang-kurangnya 12 tahun (ibtidaiyyah 4 tahun, tsanawiyah 4
tahun, dan aliyah 4 tahun). Ada 12 mata pelajaran yang diuji untuk
mendapatkan syahadah ini, namun semuanya itu telah dikuasai
olehMahmud Yunus waktu belajar di tanah air, sebagaimana di
catatannya : Kalau hanya ilmu itu saja yang akan di uji, saya sanggup
masuk ujian itu, karena ke 12 macam ilmu itu telah saya pelajari di
Indonesia, bahkan telah saya ajarkan beberapa tahun lamanya (19151923). Ujian ini dapat diikutinya dengan baik dan berhasil lulus serta
4 Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum
Teaching, 2005), 339

mendapatkan ijazah (syahadah) alamiyyah pada tahun yang sama


tanpa melalui proses pendidikan. Dengan ijazah ini, Mahmud Yunus
lebih termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi. Dia kemudian memasuki Darululum Ulya Mesir. Pada
tahun

1925

ia

berhasil

memasuki

lembaga

pendidikan

yang

merupakan Madrasah Ulya (setingkat Perguruan Tinggi) agama yang


juga mempelajari pengetahuan umum.
Mahmud Yunus sangat terkesan dengan sistem pendidikan pada
Darul Ulum tersebut, ia memilih jurusan tadris (keguruan). Perkuliahan
di darul ulum ulya mulai dari tingkat I sampai IV dan semua tingkat itu
dilaluinya dengan baik, bahkan pada tingkat terakhir, dia memperoleh
nilai tertinggi pada mata kuliah insya (mengarang). Pada waktu itu
Mahmud Yunus adalah satu-satunya mahasiswa asing yang berhasil
menyelesaikan hingga ke tingkat IV Darul ulum.
Kuliah Mahmud Yunus berakhir dengan lancar tahun 1929. Dia
mendapat ijazah diploma guru dengan spesialisasi bidang ilmu
pendidikan. Setelah itu ia kembali ke kampung halamannya di
Sungayang Batu Sangkar. Gerakan pembaruan di Minangkabau saat itu
makin berkembang. Ini amat mengembirakan Mahmud Yunus yang
lantas mendirikan dua lembaga pendidikan Islam, tahun 1931, yakni
al-Jamiah Islamiyah di Sungayang dan Norma Islam di Padang. Di
kedua lembaga inilah dia menerpakan pengetahuan dan pengalaman
yang didapatnya di Darul ulum.
C. Karir
Setelah kembali ke Indonesia 1930, Mahmud Yunus aktif di
organisasi Islam dia juga banyak menjadi pimpinan dalam suatu
lembaga diantaranya adalah:
1.

Memimpin al-Jamiah al-Islamiyyah di Sunga yang Madrasah


School

yang

menggantikan

dulu

pernah

gurunya

di

pimpin

H.M.

Thaib

Mahmud

Yunus

Umar,

mulai

mendapatkan

sentuhan

perubahan.

Mahmud

Yunus

mengagganti nama Madras School dengan al-Jamiah alIsilamiyyah.

Sekolah-sekolah

pemerintah

yaitu

jenjang

Ibtidaiyyah dengan masa belajar 4 tahun setingkat shakel,


jenjang tsanawiyah dengan masa belajar 4 tahun, setingkat
AMS al-Jamiah al-Isilamiyyah dipimpin oleh Muhammad
Yunus lebih banyak di padang dalam memimpin normal Islam
2.

di Padang.
Memimpin normal Islam di Padang Normal Islam (kuliyatul
muallimin al-islamiyyah) didirikan di padang oleh Persatuan
Guru Agama Islam (PGAI) pada bulan april 1931. Sekolah ini
setingkat aliyah dan bertujuan untuk mendidik calon guru.
Oleh karena itu murid yang ditreima di sekolah ini adalah
lulusan madrasah 7 tahun. Kepemimpinan normal Islam
dipercayakan kepada Mahmud Yunus. Normal Islam adalah
madrasah yang terbilang modern untuk waktu itu. Sekolah
ini disamping telah memasukkan mata pelajaran umum ke
dalam

kurikulum

pengajarannya,

juga

sudah

memiliki

laboratorium kimia dan fisika, juga alat-alat praktikum


lainnya. Selama memimpin norma Islam, Mahmud Yunus
telah melakukan pembaharuan sistem pengajaran, terutama
3.

metode pengajaran bahasa Arab.


Memimpin sekolah Islam tinggi (SIT) di Padang Sekolah tinggi
Islam ini merupakan Perguruan Tinggi Islam pertama di
Minangkabau bahkan di Indonesia. SIT didirikan oleh PGAI di
Padang pada bulan Desember 1940 dan sebagai pemimpin
pertama dan dipercayakan kepada Mahmud Yunus. Sekolah
tinggi ini terdiri dari dua fakultas, yaitu : Fakultas syariah
dan fakultas pendidikan / bahas Arab, akan tetapi sekolah
tinggi ini hanya berjalan kurang dari tiga tahun, karena pada
tahun 1942, saat jepang telah menguasai kota padang, ada
ketentuan pemerintahan baru yang tidak membolehkan
adanya sekolah tinggi di daerah penduduknya.

4.

Mendirikan dan memimpin Sekolah Menengah Islam (SMI) di


Bukit Tinggi. Pada saat tentara sekutu menduduki kota
padang, secara beruntun terjadi pertempuran hebat antara
pemuda-pemuda

dengan

tentara

sekutu.

Suasana

ini

mengakiabtkan terancamnya sekolah-sekolah agama Islam


yang ada di padang. Banyak guru-guru dan murid-murid
yang mengungsi ke bukit tinggi. Di bukit tinggi atas prakarsa
Mahmud Yunus dan dengan kesepakatan guru-guru yang
ada, untuk menjaga kelangsungan pendidikan gama Islam
didirikan sekolah di pimpin langsung oleh Mahmud Yunus,
namun tidak lama, pada bulan Desember Mahmud Yunus
dipindahtugaskan ke Pematang Siantar, dan kepemimpinan
5.

smi di pegang oleh H. Bustani Abdul Gani.


Memimpin IAIN Imam Bonjol di Padang Menjadi Rektor
pertama pada perguruan tinggi agama Islam negeri pertama
di sumatera barat adalah jabatan terakhir yang diemban
oleh Mahmud Yunus selama menjadi pegawai departemen
agama. Banyak aktivitas keagamaan dan kependidikan
agama yang telah dijalaninya pada waktu sebelumnya, baik
sebagai Dekan pada Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di
Jakarta sebagai kepala lembaga pendidikan agama dan
sebagai dosen pada beberapa perguruan tinggi. Pengalamnpengalaman itu tentu menjadi pertimbangan bagimateri
agama untuk mempercayakan jabatan rector IAIN Imam
Bonjol di Padang. Jabatan ini di peganganya dari tahun 1967
hingga memasuki masa pensiun pada akhir tahun 1970 dan
pada tahun 1982 Mahmud Yunus meninggal dunia.

D. Karya Tulis Mahmud Yunus


Mahmud Yunus di masa hidupnya dikenal sebagai seorang
pengarang yang produktif. Aktifitasnya dalam melahirkan karya tulis
tak kalah penting dari aktivitasnya dalam lapangan pendidikan.
Popularitas Mahmud Yunus lebih banyak di kenal lewat karangan-

karangan, karena buku-bukunya tersebar di setiap jenjang pendidikan


khususnya di Indonesia.
Buku-buku Mahmud Yunus menjangkau hampir setiap tingkat
kecerdasan. Karangan-karangannya bervariasi mulai dari buku-buku
untuk konsumsi anak-anak dan masayarakat awam dengan bahasa
yang ringan, hingga merupakan literature pada perguruan tinggi. Pada
perjalanan hidupnya, ia telah mengahasilkan buku-buku karangannya
sebanyak 82 buku. Dari jumlah itu Mahmud Yunus membahas berbagai
bidang ilmu, yang sebagian besar dalah bidang-bidang ilmu agama
Islam. Berikut ini di antara buku-buku karya Mahmud Yunus. :
1. Bidang pendidikan : 6 karya
Pengetahuan umum dan ilmu mendidik
Metodik khusus pendidikan agama
Pengembangan pendidkan Islam di Indonesia
Pokok-pokok pendidkan dan pengajaran
At-Tarbiyyah wa at-Talim
Pendidikan di Negara Islam dan initsari pendidikan barat.

2. Bidang bahasa Arab : 15 karya


Pelajaran bahasa Arab I
Pelajaran bahasa Arab II
Pelajaran bahasa Arab III
Pelajaran bahasa Arab IV
Durusu al-Lughah al-arabiyyah ala Thariqati al-Haditsah I
Durusu al-Lughah al-arabiyyah ala Thariqati al-Haditsah II
Metodik khusus bahasa Arab
Kamus Arab Indonesia
Contoh tulisan Arab
Muthalaah wa al-Mahfuzhaat
Durusu al-Lughah alArabiyyah I
Durusu al-Lughah alArabiyyah II
Durusu al-Lughah alArabiyyah III
Mukhadatsah al-Arabiyyah
Al-Mukhtaraat li al-Muthalaah wa al-Mahfuzhhat
3. Bidang fiqh : 17 karya
Marilah sembahyang I
Marilah sembahyang II

4.

5.

6.
7.

Marilah sembahyang III


Marilah sembahyang IV
Puasa dan zakat
Haji ke Mekkah
Hukum waris dalam Islam
Hukum perkawinan dalam Islam
Pelajaran sembahyang untuk orang dewasa
Soal jawab Hukum Islam
Al-Fiqhu al-Wadhih
Fiqhu al-Wadhih an-Nawawy
Al-Masailu al-Fiqhiyyah ala Mazahibu al-Arbaah
Bidang tafsir : 15 karya
Tafsir al-Qur'anul qarim (30 Juz)
Tafsir al-Fatihah
Tafsir ayat akhlak
Juz amma dan terjemahannya
Tafsir al-Qur'an juz 1-10
Pelajaran huruf al-Qur'an 1973
Kesimpulan isi al-Qur'an
Alif ba ta wa juz amma
Muhadharaat al-israiliyyaat fi at-tafsir wa al-Hadits
Tafsir al-Qur'anul Karim juz 11-20
Tafsir al-Qur'anul Karim juz 21-30
Kamus al-Qur'an I
Kamus al-Qur'an II
Kamus al-Qur'an (juz 1-30)
Surat yaasin dan terjemahannya
Bidang akhlak : 9 karya
Keimanan dan akhlak I
Keimanan dan akhlak II
Keimanan dan akhlak III
Keimanan dan akhlak IV
Beriman dan berbudi pekerti
Lagu-lagu baru pendidikan agama/akhlak
Akhlak bahasa Indonesia
Moral pembangunan dalam Islam
Akhlak
Bidang sejarah : 5 karya
Sejarah pendidikan Islam
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia
Tarikh al-fiqhu al-Islamy
Sejarah Islam di Minangkabau
Tarikh al-Islam
Bidang perbandingan agama : 2 karya
Ilmu perbandingan agama
Al-Adyaan
Bidang Dakwah : 1 karya

Pedoman dakwah Islamiyyah


8. Bidang ushul fiqh : 1 karya
Muzakaraat Ushulu al-Fiqh
9. Bidang Tauhid : 1 karya
Durusu at-Tauhid
10.
Bidang ilmu jiwa : 1 karya
Ilmu an-Nafsu
11.
Lain-lain: 9 karya
Beberapa kisah Nabi dan khalifahnya
Do'a-do'a Rasulullah
Pemimpin pelajaran agama I
Pemimpin pelajaran agama II
Pemimpin pelajaran agama III
Kumpulan do'a
Marilah ke al-Qur'an
Asy-Syuhuru al-Arabiyyah fi Biladi al-Islamiyyah
Khulashah Tarikh al-Ustadz Mahmud Yunus.26
Dari banyaknya karya tulis yang telah dihasilkannya telah
menunjukan bahwa Mahmud Yunus adalah seorang cendekiawan yang
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas terhadap Islam. Maka
wajar saja jika pemikiran dan ide-idenya menembus ruang dan waktu.

[tutup]

Mahmoed Joenoes
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Mahmud Yunus)

Mahmud Yunus

Lahir

10 Februari 1899
Nagari Sungayang,Tanah Datar,Minangkabau

Meninggal

16 Januari 1982
Jakarta, Indonesia

Suku

Kewarganegaraan

Minangkabau

Indonesia

Dikenal karena

Ahli pendidikan Islam, ahli tafsir al-Qur'an

Agama

Islam

Orang tua

Yunus (ayah)
Hafsyah (ibu)

Prof. DR. H. Mahmud Yunus (ejaan lama: Mahmoed Joenoes, lahir di Sungayang, Tanah
Datar, Minangkabau, 10 Februari1899 meninggal di Jakarta, 16 Januari 1982 pada umur 82 tahun) adalah
seorang ulama Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai pendidik dan pengajar. Ia dikenal pula melalui
karya-karyanya meliputi sedikitnya 75 judul buku, termasuk menyusun Tafsir Qur'an Karim dan kamus ArabIndonesia. Melalui jabatannya di Departemen Agama, ia menginisiasi dan memperjuangkan masuknya mata
pelajaran pendidikan agama dalam kurikulum nasional. Buku-bukunya masih dipergunakan untuk keperluan
pengajaran madrasah dan pesantren Indonesia. Yunus menerima gelar doktor kehormatan di bidang tarbiyah
dari IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan namanya disematkan untuk jalan menuju kampus IAIN Imam Bonjol,
Padang
Yunus memulai pengalaman mengajar sejak remaja di surau dan Madras School, tempat dulunya ia mengikuti
pendidikan. Ia bergabung dengan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) yang kelak membidani beberapa
sekolah Islam dan perguruan tinggi Islam terawal di Indonesia. Pada 1923, ia mengambil kuliah
di Kairo, Mesir dan kembali ke kampung halamannya pada 1931. Melalui Madras School, ia memperkenalkan
perjenjangan madrasah yang dipakai Indonesia saat ini. Pada 1932, ia mencurahkan waktu mengajar
di Padang, membuka Normal Islam School, dan memimpin Sekolah Tinggi Islam (STI) Padang.
Sejak pendudukan Jepang, Yunus bekerja dalam pemerintahan membidangi masalah pendidikan Islam.
Setelah pendidikan Islam masuk dalam kurikulum di Minangkabau, seiring kemerdekaan Yunus meneruskan
usulannya memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di sekolah pemerintah untuk diberlakukan di
Sumatera hingga disetujui pada 1947. Berikutnya, mata pelajaran agama diadopsi dalam kurikulum nasional
sejak 20 Juanuari 1951 lewat usulannya sebagai pegawai Departemen Agama. Pada 1 Juni 1957, Yunus
menjabat sebagai rektor pertama Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta yang kini bersambung
menjadiUIN Syarif Hidayatullah. Jabatan terakhirnya selama menjadi pegawai Departemen Agama adalah
rektor pertama IAIN Imam Bonjolsejak 1967 sampai 1970. Ia meninggal dalam usia 82 tahun pada 16 Januari
1982.
Daftar isi
[sembunyikan]

1Kehidupan awal

2Memimpin sekolah-sekolah Islam

3Pendudukan Jepang dan Sekutu

4Memperkenalkan mata pelajaran agama

5Dekan Akademi Dinas Ilmu Agama

6Meninggal

7Karya

8Rujukan

9Pranala luar

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Potret surau di Minangkabau. Selain bermalam dan berinteraksi, anak-anak dan remaja laki-laki menghabiskan waktu mereka di
surau untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman seperti fiqih, tafsir, dan bahasa Arab. [a]

Mahmud Yunus adalah anak sulung dari tujuh bersaudara dalam keluarga petani Yunus dan Hafsyah. Ia lahir
pada 10 Februari 1899[Kalender Hijriyah: 30 Ramadhan 1316] di Nagari Sungayang, berjarak 7 km
dari Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar sekarang.[1] Besar di tengah keluarga ibunya, Yunus telah
memperlihatkan minat terhadap ilmu agama sejak kecil. Orangtuanya bercerai ketia ia berumur tiga tahun,
sementara ibunya menikah lagi dan memberi Yunus seorang adik perempuan.[2] Ia belajar Al-Qur'an di Surau
Talang kepada kakeknya dan khatam dalam usia tujuh tahun.[3] Setelah itu, ia menggantikan kakenya mengajar
di surau.[4] Pada tahun 1908, ia masuk ke sebuah Sekolah Desa di Sungayang. Karena jemu dengan pelajaran
yang sering diulang di kelas, pada tahun keempat ia pindah ke Madras School pimpinan Muhammad Thaib
Umar di Surau Tanjung Pauh.[5] Ia belajar setiap hari dari pagi sampai siang. Namun, ia menarik diri dari
mengajar di surau ketika berumur 12 tahun, dan pada umur 14 tahun ia dipercaya menjadi mudir (guru bantu) di
Madras School.
Pada tahun 1917, ketika Muhammad Thaib Umar jatuh sakit, Yunus ditunjuk memimpin Madras School. Ketika
berlangsung rapat besar ulama Minangkabau pada tahun 1919 di Surau Jembatan Besi, Padang Panjang, ia
hadir mewakili Muhammad Thaib Umar.[6]Rapat ini meresmikan berdirinya Persatuan Guru Agama
Islam (PGAI), perkumpulan ulama yang bergerak di bidang pendidikan. [b]Yunus menjadi salah seorang anggota
terawal PGAI sejak didirikan.[8] Pada akhir tahun 1919, Yunus bersama-sama guru Madras School mendirikan
cabang perkumpulan pelajar Islam Sumatera Thawalib di Sungayang.[9] Ia menggerakkan kegiatan di bidang
pendidikan melalui majalah Islam Al-Basyir.[10] Majalah ini terbit perdana pada Februari 1920 di bawah asuhan
Yunus.[11][12]
Sejak ia mengenal pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha lewat majalah Al-Manar, muncul keinginan
Yunus untuk belajar ke Mesir.[13] Meski sempat terjegal karena tidak memperoleh visa dari Inggris pada tahun
1920, ia akhirnya dapat berangkan lewat Penang, Malaysia pada Maret 1923.[14] Ia mengurus visa bersama
mamaknya, Datuk Sinaro Sati di Padang dan biaya yang diperlukan selama perjalanan ditanggung oleh
mamaknya.[15]

Memimpin sekolah-sekolah Islam[sunting | sunting sumber]


Sebelum ke Mesir, ia terlebih dahulu menunaikan ibadah haji di Mekkah. Usai melaksanakan haji, Yunus
menuju Kairo dan mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Al-Azhar. Ia menghabiskan satu tahun untuk
memperoleh ijazah Syahadah Alimiyah (setara dengan magister).[11] Ia tercatat sebagai orang Indonesia kedua
yang lulus di Al-Azhar setelah Janan Thaib. Mengikuti saran gurunya di Al-Azhar, ia melanjutkan kuliah ke Darul
Ulum (kini berada dalam Universitas Kairo). Ia diterima sebagai sebagai mahasiswa di kelas bagian malam;
seluruh mahasiswanya berkebangsaan Mesir kecuali ia sendiri. Selama di Darul Ulum, ia mendapatkan
pengecualian membayar uang kuliah atas amaran Menteri Pendidikan Mesir. Ia lulus setelah empat tahun di
Darul Ulum dan memperoleh diploma guru di bidang ilmu kependidikan pada Mei 1930.[16] Yunus adalah
mahasiswa asing pertama yang tamat dari Darul Ulum.[17] Pada bulan Oktober 1930, ia bersiap kembali ke
Indonesia.

Masjid Baiturrahman Sungayang setelah selesai dibangun kembali pada 2011. Sekembali dari Mesir, Yunus sering mengadakan
sejumlah kegiatan keagamaan di masjid ini.

Tiba di kampung halamannya pada awal tahun 1931, Yunus mulai memusatkan perhatian pada peningkatan
mutu sekolah-sekolah agama.[18] Tahun-tahun pertama, ia memperbarui Madras School di Sungayang dengan
menerapkan sistem klasikal sebagaimana lazimnya sekolah-sekolah pemerintah. Lewat Madras School, ia
mengenalkan pembagian jenjang madrasah yang dikenal di Indonesia saat ini: Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, dan Aliyah.[19][20] Namun, sekolah ini terpaksa ditutup pada tahun 1933, setahun setelah pemerintah
Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan pembatasan sekolah Islam atau dikenal dengan Ordonansi Sekolah
Liar.
Pada tahun 1932, Yunus meninggalkan Sungayang dan disibukkan dengan aktivitas mengajar. Ia memimpin
sekolah Normal Islam School (NIS) atau Kulliyyatul Muallimin Al-Islamiyyaah di Padang yang didirikan PGAI
pada 1 April 1931.[21] Sekolah ini merupakan sekolah lanjutan tingkat atas yang dimaksudkan untuk mendidik
calon guru; murid yang diterima di sekolah ini adalah lulusan madrasah minimal tujuh tahun. Yunus
mengajarkan bahasa Arab, masukkan mata pelajaran agama Islam ke dalam kurikulum, dan menambahkan
beberapa cabang pengetahuan umum seperti ilmu alam, tata buku, dan kesehatan. Sebagian buku yang
dipakai untuk keperluan pengajaran adalah tulisannya sendiri yang ia susun sewaktu belajar di Mesir.[22] NIS
memiliki laboratorium fisika dan kimia satu-satunya di Sumatera Barat. [23] Ia memimpin NIS sampai tahun 1938
dan kelak kembali memimpin pada tahun 1942 sampai 1946.[24] Keberhasilannya menerapkan metode-metode
baru dalam pendidikan madrasah mendorongnya untuk membuka Sekolah Tinggi Islam (STI) di Padang.
Pada 1 November 1940, ia dipercaya memimpin STI di Padang. Didirikan oleh PGAI, STI tercatat sebagai
perguruan tinggi Islam paling awal di Indonesia.[25][26] Pada 9 Desember 1940, STI membuka dua fakultas:
Fakultas Syariat dan Fakultas Pendidikan & Bahasa Arab. Namun, STI hanya berjalan kurang dua tahun.
Setelah Padang diduduki tentara pendudukan Jepang pada 1 Maret 1942, perguruan tinggi ini dilarang dan
ditutup oleh pemerintah pendudukan.

Pendudukan Jepang dan Sekutu[sunting | sunting sumber]

Mahmud Yunus, saat berusia 30 tahun.

Pada masa pendudukan Jepang, Yunus terlibat dalam pendirian Majelis Islam Tinggi (MIT) Minangkabau.
Ketika Jepang mendirikan PETA di Jawa untuk membantu tentara Jepang menghadapi serangan balasan
tentara Sekutu, Residen Kenzo Yano yang berkedudukan di Padang mengambil inisiatif membentuk satuan
tentara Gyugun.[27] Pembentukan Gyugun segera mendapat dukungan dari para ulama Minangkabau. Mereka
mendorong para pemuda untuk mendapat pelahitan militer dari Jepang. Bersama-sama Chatib Sulaiman dan
Ahmad Datuk Simarajo, Yunus ditunjuk untuk merekrut keanggotaan Gyugun.[28] Para pemuda Gyugun kelak
terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjadi laskar-laskar rakyat bentukan partaipartai dan organisasi di Minangkabau.[29]
Pada tahun 1943, Yunus ditunjuk mewakili Majlis Islam Tinggi Minangkabau sebagai penasihat residen
(shuchokan) di Padang.[30] Melalui kedekatannya dengan Jepang, ia berupaya agar pendidikan agama Islam
diajarkan di sekolah-sekolah negeri. Ia mengusulkan kepada Kepala Jawatan Pengajaran Jepang untuk
memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah-sekolah pemerintah di Minangkabau.[31] Usulan ini diterima
oleh pemerintah dan diterapkan sampai berakhirnya pendudukan Jepang atas Indonesia seiring proklamasi
kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Seiring dengan kedatangan Sekutu melalui Pelabuhan Teluk Bayur pada penghujung tahun 1945, Normal Islam
School terpaksa ditutup karena sebagian besar guru dan muridnya mengungsi ke luar daerah. Pada September
1946, Yunus menginisiasi berdirinya Sekolah Menengah Islam (SMI) di Bukittinggi. Semua alat-alat
pembelajaran yang digunakan seperti kursi, meja, peta, dan alat-alat praktikum diangkut dari Padang. SMI
kelak dijadikan sekolah negeri di bawah Jawatan Agama Sumatera Barat dan berubah menjadi Sekolah Guru
dan Hakim Agama (SGHA) pada 1951.

Memperkenalkan mata pelajaran agama[sunting | sunting sumber]


Upaya untuk memasukkan mata pelajaran agama Islam ke dalam kurikulum sekolah-sekolah pemerintah
kembali diperjuangkan oleh Mahmud Yunus setelah kemerdekaan. Usul ini diterima oleh Jawatan Pengajaran
Sumatera Barat, yang pada waktu itu dikepalai oleh Saaduddin Jambek, dan mulai diterapkan 1 April 1946 di
seluruh Sumatera Barat.[32]Oleh Jawatan Pengajaran Sumatera Barat, ia dipercaya menyusun kurikulum dan
menentukan buku-buku pegangan untuk keperluan pengajaran.
Pada November 1946, ia dipindahtugaskan ke Pematangsiantar dan diangkat sebagai Kepala Bagian Agama
Islam Jawatan Agama Provinsi Sumatera. Pada Januari 1947, Yunus kembali mengusulkan hal yang sama
kepada Jawatan Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Provinsi Sumatera. Usul ini mendapat persetujuan
pada Maret 1947 dan sejak saat itu, pendidikan Islam masuk secara resmi ke dalam kurikulum sekolah-sekolah
pemerintah di seluruh Sumatera.[33][34] Seiring dengan itu, pemerintah provinsi mengadakan kursus untuk guruguru agama di Pematangsiantar selama sebulan penuh. Kursus ini dikuti oleh utusan dari seluruh daerah di
Sumatera dan sebagai pimpinan kursus dipercayakan kepada Mahmud Yunus. [33]
Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Yunus membuka sekolah-sekolah darurat. Ia
sempat mengemukakan rencana mendirikan Madrasah Tsanawiyah untuk seluruh Sumatera. Rencana ini
mendapat persetujuan dari Menteri Agama PDRI. Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada
pemerintah RI, Madrasah Tsanawiyyah yang pada waktu itu bernama Sekolah Menengah Pertama Islam
(SMPI) dibuka di Sumatera Barat.[35] Madrasah ini diselenggarakan secara swasta meskipun Yunus telah
memperjuangkannya untuk dijadikan sebagai sekolah negeri.[36]
Pada tahun 1950, Yunus mengusulkan kepada pemerintah untuk mengompromikan kurikulum yang diterapkan
di Sumatera dengan kurikulum nasional. Usul ini dibahas bersama dalam panitia yang dipimpin Mr. Hadi
dari Departemen Pendidikan dan Pengajaran dan Yunus sendiri dari Departemen Agama.[37] Pada 20 Juanuari
1951, pendidikan agama mulai diajarkan untuk setiap jenjang pendidikan sekolah-sekolah negeri dan swsata
mulai dari sekolah rendah, sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas, hingga sekolah kejuruandengan lama
dua jam dalam seminggu.[38][c] Ini masih diterapkan sampai sekarang di Indonesia dan pada tahun 2013, lama
pelajaran agama ditambah menjadi empat jam.

Dekan Akademi Dinas Ilmu Agama[sunting | sunting sumber]

Mahmud Yunus, ketika menjadi Dekan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta.

Pada 8 Juli 1945, Sekolah Tinggi Islam (STI) didirikan di Jakarta. Pada 1946, STI dipindahkan
ke Yogyakarta mengikuti kepindahan ibu kota negara. STI berganti nama menjadi Universitas Islam
Indonesia (UII) pada 22 Maret 1948. Setelah Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1950 dikeluarkan, Fakultas
Agama UII ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).[39] Dengan berdirinya PTAIN,
Yunus langsung diusulkan sebagai pengelola dan pengajarnya, tetapi Yunus menolak usulan tersebut. Yunus
justru mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mendirikan PTAIN yang sama di Jakarta.[40]
Pada 1 Juni 1957, Departemen Agama mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta. Yunus
diangkat sebagai rektor pertama ADIA dan sebagai wakil rektor ditunjuk Bustami Abdul Gani.[41] Pada waktu
Yunus menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama, ia
mengusulkan kepada Menteri Agama agar ADIA di Jakarta terintegrasi dengan PTAIN di Yogyakarta. Setelah
mendapatkan persetujuan Mentri Agama Wahib Wahab, presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor
Tahun 1960 tentang pendirian Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang mengintegrasikan ADIA dan PTAIN
menjadi satu perguruan tinggi agama di bawah Departemen Agama. IAIN secara ilmiah memberikan pendidikan
serta pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan Islam.[40]
IAIN pertama dibuka dengan empat fakultas, dua fakultas di antaranya terletak di Jakarta. Berikutnya,
berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 49 Tahun 1963 tertanggal 25 Februari 1963
dimekarkan IAIN kedua yang berkedudukan di Jakarta. Kelak, IAIN di Yogyakarta bersalin nama
menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sedangkan IAIN di Jakarta diteruskan
menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Meninggal[sunting | sunting sumber]


Selama menjadi Dekan Fakultas Tarbiyah di IAIN pada tahun 1960, Yunus kerap diundang mengikuti kunjungan
kerja ke luar negeri. Perlawatan pertama adalah merupakan tugas dari Departemen Agama ke sembilan negara
Islam: Mesir, Saudi Arabia, Syria, Libanon, Yordania, Turki, Irak, Tunisia dan Marokko pada tahun 1961.
Kunjungan ini ditujukan untuk mempelajari pendidikan agama di negara-negara tersebut. Pada tahun 1962,
Yunus menghadiri sidang Majelis A'la Istisyari Al-Jami'ah Al-Islamiyah di Madinah pada April 1962 atas
undangan Raja Saud dari Arab Saudi yang diterimanya melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Pada
Muktamar Buhutsul Islamiyah di Universitas Al-Azhar yang berlangsung di Mesir, ia berturut-turut hadir pada
tahun 1964, 1965, 1966, dan 1967. Dalam muktamar ini, Mahmud Yunus mengemukakan makalah berjudul "AlIsrailiyyat fit Tafsir wal Hadits" yang mendapat tanggapan serius dari peserta. Pada tahun 1969, Mahmud Yunus
kembali diundang untuk menghadiri Majelis Ala Istisyari Al-Jamiah AlIslamiyah di Madinah. [42]
Pulang dari kunjungan kerjanya ke negara-negara Islam, Yunus kembali ke Indonesia dalam kesehatan yang
kurang baik. Pada awal tahun 1970, kesehatan Yunus mulai menurun dan beberapa kali masuk rumah sakit.
Menjadi rektor pertama IAIN Imam Bonjol adalah jabatan terakhir yang diemban Mahmud Yunus selama
menjadi pegawai Departemen Agama. Ia merengkuh jabatan ini dari tahun 1967 sampai 1970. Pada 15 Oktober
1977, ia memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas perjuangannya
dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Pada 16 Januari 1982, ia meninggal dalam usia 82 tahun.

Karya[sunting | sunting sumber]


Sepanjang hidupnya, Yunus menulis lebih dari 75 judul buku. 49 judul buku ditulis dalam bahasa Indonesia dan
26 judul buku ditulis dalam bahasa Arab. Sebagian besar buku-bukunya saat ini masih dipergunakan untuk
keperluan pengajaran madrasah dan perguruan tinggi. Kamus Arab-Indonesia yang disusunnya masih mudah
didapatkan saat ini. Beberapa judul bukunya yang dijadikan buku pegangan pendidikan agama di antaranya
tiga jilid al-Fiqh al-Wadhih dan tiga jilid at-Tarbiyah wa at-Ta'lim. Karyanya yang berpengaruh adalah Tafsir
Qur'an Karim yang diterbitkan pada tahun 1938. Tafsir ini tercatat sebagai pionir karya tafsir berbahasa
Indonesia sejak dijadikan bahasa persatuan. Dua cetakan pertama terjual dalam beberapa bulan saja. Tafsir ini
telah dicetak sebanyak 200.000 eksemplar hingga tahun 1983 dan telah mengalami cetak ulang sebanya 23
kali. Dalam otobiografinya yang terbit setelah ia meninggal, Yunus mengatakan bahwa ia mulai menulis tafsir ini
sejak tahun 1921.[43]

Rujukan[sunting | sunting sumber]


Keterangan
1.

^ Sistem pendidikan yang dipakai surau-surau yaitu terbuka, duduk


bersila mengitari guru, tanpa kelas, diselenggarakan pagi sampai siang,
siang sampai sore, atau malam setelah Maghrib sampai waktu tidur tiba.

2.

^ PGAI didirikan pada tahun 1918 dan mendapat pengesahan dari


otoritas Hindia Belanda pada 7 Juli 1920.[7]

3.

^ Pendidikan agama Islam telah diatur secara resmi oleh pemerintah


pada Desember 1946. Namun, Menteri Agama bersama Menteri
Pengajaran dan Pendidikan menetapkan pendidikan agama Islam baru
dapat diberikan untuk kelas IV sampai kelas VI tingkat sekolah rendah.

1.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 5.

2.

^ Ibrahim 2008, hlm. 9.

3.

^ Hashim 2010, hlm. 169.

4.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 14.

5.

^ Hashim 2010, hlm. 170.

6.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 19.

7.

^ Yunus 1960, hlm. 82.

8.

^ Daya 1990, hlm. 84.

9.

^ Nata 1990, hlm. 58.

10.

^ Daya 1990, hlm. 137.

11.

^ a b Abdullah 2009, hlm. 161.

12.

^ Saydam 2009, hlm. 161.

13.

^ Daya 1990, hlm. 28.

14.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 21.

15.

^ Ibrahim 2008, hlm. 8.

16.

^ Nata 1995, hlm. 58.

Catatan kaki

17.

^ Abdullah 2009, hlm. 173.

18.

^ Kahin 2005, hlm. 122.

19.

^ Hashim 2010, hlm. 181.

20.

^ Abdullah 2009, hlm. 171.

21.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 46.

22.

^ Abdullah 2009, hlm. 172.

23.

^ Saydam 2009, hlm. 162.

24.

^ Rina tt, hlm. 176.

25.

^ Hashim 2010, hlm. 283.

26.

^ Latif 2005, hlm. 243.

27.

^ Kahin 2005, hlm. 143.

28.

^ Kahin 2005, hlm. 146.

29.

^ Kahin 2005, hlm. 154.

30.

^ Hashim 2010, hlm. 175.

31.

^ Asy 2004, hlm. 179.

32.

^ Yunus 1960, hlm. 112.

33.

^ a b Deliar Noer 1983, hlm. 56.

34.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 51.

35.

^ Yunus 1960, hlm. 119.

36.

^ Syarif, dkk 1998, hlm. 132.

37.

^ Asy 2004, hlm. 187.

38.

^ Yunus, 1979, hlm. 358-359.

39.

^ Yunus 1960, hlm. 341.

40.

^ a b Saydam 2009, hlm. 163.

41.

^ Jabali 2002, hlm. 13.

42.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 45.

43.

^ Riwayat Hidup... tt, hlm. 22.

Daftar pustaka

Abdullah, Taufik (2009). Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in
West Sumatra (19271933). Equinox Publishing. ISBN 602-8397-50-4.

Asy, Fauzan (2004). Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara. Angkasa.

Hashim, Rosnani (2010). Reclaiming the Conversation: Islamic Intellectual


Tradition in the Malay Archipelago (dalam Inggris). The Other Press. ISBN 9839541-74-9.

Saydam, Gouzali (2009). 55 Tokoh Indonesia Asal Minangkabau di Pentas


Nasional. Bandung: Al Fabeta.

Ibrahim, Amran (2008). Riwayat Hidup H. Ibrahim Dt. Sinaro Sati 19881964.
Jakarta.

Kahin, Audrey R. (2005). Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat


dan Politik Indonesia, 19261998. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461519-6.

Mohammad, Herry (2006). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.


Gema Insani.ISBN 979-560-219-5.

Nata, Abuddin (2005). Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.


Raja Grafindo Persada. ISBN 979-3654-58-9.

Nata, Abuddin; Nasuhi, Hamid (2002). Membangun Pusat Keunggulan Studi


Islam. Jakarta: IAIN Jakarta Press. ISBN 979-95829-3-8.

Ramayulis; Nizar, Samsul (2005). Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam.


Quantum Teaching.ISBN 979-97811-7-5.

Yunus, Mahmud (1977). Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia.


Jakarta: Hidakarya Agung.

Yunus, Mahmud (tt). Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, 10 Februari
189916 Januari 1982. Hidakarya Agung.

Yunus, Mahmud (1979). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:


Mutiara Sumber Widya.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Mahmud Yunus di Direktorat Pendidikan Agama Islam.

Dida
Tid

Dida
Tid

Kategori:

Tanggal kelahiran 10 Februari

Kelahiran 1899

Tanggal kematian 16 Januari

Kematian 1982

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rektor IAIN Imam Bonjol

Ahli tafsir (Al Qur'an) Indonesia

Sejarawan Islam Indonesia

Menu navigasi

Alumni Universitas Al-Azhar

Ulama Minangkabau

Tokoh Minangkabau

Tokoh dari Tanah Datar

Anda mungkin juga menyukai