Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM HISTOPATOLOGI

Disusun oleh:
Kelompok 6
Kelas Perikanan B

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas
sistem biologi. Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek negatif toksik
atas makhluk hidup, melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup
mengalami pemejanan dengan racun. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari
tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi
(sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam tubuh makhluk hidup.
Ditempat aksi ini, kemudian terjadi interaksi antara racun atau metabolitnya
dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor.Sebagai akibat sederetan
peristiwa biokimia dan biofisika berikutnya, akhirnya timbul pengaruh berbahaya
atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu.

Toksisitas racun ditentukan oleh keberadaan racun ditempat aksi, dan


keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi dan eliminasi racun
tersebut. Keefektifan absorpsi racun menentukan kecepatan dan kadar atau jumlah
racun yang ada dalam sirkulasi darah. Keefektifan distribusi menentukan
kecepatan dan kadar jumlah racun yang ada dalam tempat aksi tertentu. Dan
keefektifan eliminasi, menentukan kadar atau jumlah racun dan lama tinggal racun
di tempat aksinya.
Ada berbagai kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi. Dapat
dibedakan antara: 1. Efek toksik akut, yang mempunyai korelasi langsung dengan
absorpsi zat toksik. 2. Efek toksik kronis, yang sering kali zat toksik dalam jumlah
kecil-diabsorpsi sepanjang jangka waktu yang lamaterakumlasi mencapai
konsentrasi toksik dan karena itu akhirnya menimbulkan gejala keracunan.
Untuk melihat perubahan yang ditimbulkan akibat masuknya bahan
pencemar pada tubuh ikan terutama pada organ pernafasan (insang) dan hati,
maka dilakukan pengamatan secara histopatologi.Histologi adalah cabang ilmu
biologi yang mempelajari tentang jaringan.Patologi adalah kajian tentang penyakit
atau kajian tentang adaptasi yang tidak cukup terhadap perubahanperubahan
lingkungan eksternal dan internal (Spector, 1993). Histopatologi adalah cabang
biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan
penyakit.
1.2. Tujuan Praktikum

Mengetahui tingkat kerusakan sel-sel pada organ.

Mengetahui jenis-jenis kerusakan yang diakibatkan dari adanya penetrasi


logam berat ke dalam tubuh ikan.

Mengetahui perbedaan dan membandingkan jaringan hewan uji normal


dan yang terpapar bahan toksik.

1.3. Manfaat Praktikum


Praktikum analisis hispatologi dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa
besar pengaruh bahan toksik terhadap organ ikan. Kerusakan yang ditimbulkan

oleh bahan toksik terhadap organ ikan berbeda pada tiap-tiap organ dan dengan
melakukan praktikum ini praktikan dapat mengetahui kerusakan yang terjadi
pada organ seperti usus, insang, hati dan ginjal. Selain itu kita juga dapat
mengetahui tahapan-tahapan kerusakan organ tersebut sebelum polutan tersebut
mematikan organisme (ikan).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Analisis Histologi dan Histopatologi
2.1.1.Analisis Histologi
Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan
logos yang berarti ilmu.Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan
struktur

dari

hewan

secara

terperinci

dan

hubungan

antara

struktur

pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan.


Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka
struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu
mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas
dirinya (Bavelander, 1998)
Cara pembuatan preparat histologis disebut mikroteknik.Pembuatan
preparat dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan

yang diambil kemudian diproses dengan fiksasi yang akan menjaga agar preparat
tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Zat yang paling
umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air).
Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai larutan untuk fiksasi alternatif
meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas
warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan
asli, namun tampak pada hasil akhir preparat.Artefak ini terbentuk karena kurang
sempurnanya pembuatan preparat.
Sampel jaringan yang telah terfiksasi direndam dalam cairan etanol
(alkohol)

bertingkat

untuk

(dehidrasi).Selanjutnya

sampel

menghilangkan
dipindahkan

ke

air
dalam

dalam
toluena

jaringan
untuk

menghilangkan alkohol (dealkoholisasi).Langkah terakhir yang dilakukan adalah


memasukkan sampel jaringan ke dalam parafin panas yang menginfiltrasi
jaringan. Selama proses yang berlangsung selama 12-16 jam ini, jaringan yang
awalnya lembek akan menjadi keras sehingga lebih mudah dipotong
menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom ini akan menghasilkan
lapisan dengan ketebalan 5 mikrometer. Lapisan ini kemudian diletakkan di atas
kaca objek untuk diwarnai.
Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer
akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop. Pewarna yang biasa
digunakan adalah hematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan memberi warna biru
pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma.
Masih terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik,
tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan
jaringan disebut histokimia.
Klasifikasi histologis jaringan hewan

epitelium: melapisi kelenjar, saluran pencernaan, kulit, dan beberapa organ

seperti hati, paru-paru, ginjal


endotelium: melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfamesotelium:
melapisi rongga pleural, peritoneal, dan pericardial

mesenkima: sel yang mengisi ruangan antarorgan, misal sel lemak, otot,
dan tendon sel darah: terdiri dari sel darah merah dan darah putih, baik di

limfa maupun limpa


neuron: sel-sel yang membentuk otak, saraf, dan sebagian kelenjar seperti

pituitari dan adrenal


plasenta: organ terspesialisasi yang berperan dalam pertumbuhan fetus

dalam rahim sang ibu


sel induk: sel-sel yang dapat berkembang menjadi satu atau beberapa jenis

sel di atas.
Jaringan dari tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme juga dapat dipeljari
secara histologis, namun strukturnya berbeda dari klasifikasi di atas.

2.1.2 Analisis Histopatologi


Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan penyakit.Histopatologi sangat penting dalam
kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam
penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang
diduga terganggu.
Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan
(misalnya seperti dalam penentuan kanker payudara) atau dengan mengamati
jaringan setelah kematian terjadi.Dengan membandingkan kondisi jaringan sehat
terhadap jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga
benar-benar menyerang atau tidak.Ilmu ini dipelajari dalam semua bidang
patologi, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
2.1.2.1 Pestisida
Sesuaidengan PeraturanPemerintah No. 7 tahun1973, yang dimaksud
Pestisidaadalahsemuazatkimiadanbahanlainsertajasadrenikdanvirus

yang

dipergunakan untuk :

Memberantasataumencegahhama-hamadanpenyakit-penyakityang
merusaktanaman,bagian-bagiantanaman atau hasil-hasil pertanian.

Memberantasrerumputan atautanamanpengganggu/gulma.
Mematikandaundanmencegahpertumbuhanyangtidakdiingin

kan.
Mengaturataumerangsangpertumbuhantanamanataubagian-bagian

tanaman,tidaktermasukpupuk.
Memberantas ataumencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

peliharaandanternak.
Memberantasataumencegahhama-

hamaair.
Memberantasataumencegahbinatang-binatangdanjasad-jasadrenik

dalamrumahtangga,bangunandanalat-alatpengangkutan.
Memberantas atau mencegah binatang-binatang
yang

dapat

menyebabkanpenyakitpadamanusiadanbinatangyangperludilindun
gi dengan penggunaan pada tanaman,tanahdanair.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman,

yang

dimaksud

dengan

Pestisida

adalah

zat

pengatur

danperangsangtumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang


digunakanuntukmelakukan
bahanyang

perlindungan

banyak

tanaman.

memberikan

Pestisidamerupakan

manfaat

sehingga

banyakdibutuhkanmasyarakatpadabidangpertanian(pangan,perkebunan,
perikanan, peternakan), penyimpananhasilpertanian,kehutanan(tanaman hutan
dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga
lingkungan,pemukiman,bangunan,

dan

pengangkutan

penyehatan
dan

lain-lain.

Disampingmanfaatyangdiberikan,pestisidajugasekaligusmemilkipotensi
untukdapatmenimbulkandampakyangtidakdiinginkan.
2.1.2.2 Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Ditinjaudarijenisjasadyangmenjadisasaranpenggunaanpestisidadapat
dibedakanmenjadibeberapajenisantaralain:
1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti

tungauataukutu.AkarisidaseringjugadisebutMitesida.Fungsinyauntuk
membunuhtungauataukutu.
2.

Algasida,berasaldarikataalga,bahasalatinnyaberartigangganglaut,
berfungsiuntukmembunuhalge.

3. Alvisida,berasaldarikataavis,bahasalatinnyaberartiburung,fungsinya sebagai
pembunuh ataupenolakburung.
4. Bakterisida,Berasaldarikatyalatinbacterium,ataukataYunanibakron,
berfungsiuntukmembunuhbakteri.
5.

Fungsida,berasaldarikatalatinfungus,ataukataYunanispongosyang
artinyajamur, berfungsiuntukmembunuhjamurataucendawan.Dapat bersifat
fungitoksik(membunuh

cendawan)

atau

fungistatik

(menekan

pertumbuhancendawan).
2.1.2.3Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida
1. ManfaatPenggunaanPestisida
Pengendalian

organismepengganggu

dengan

pestisida

banyak

digunakansecaraluasolehmasyarakat,karenamempunyaibanyak
kelebihandibandingkandengan carapengendalianyanglainyaitu:
a. Dapatdiaplikasikandenganmudah. Pestisidadapat diaplikasikandengan
menggunakan

alat

yang

relatif

sederhana(sprayer,duster,bakcelupdansebagainya),
bahkanadayangtanpamemerlukanalat(ditaburkan).
b. Dapatdiaplikasikanhampirdi
setiapwaktudansetiaptempat
Pestisidadapatdiaplikasikansetiapwaktu(pagi,siang,soreatau
malam)dandisetiap tempat,baikditempattertutupmaupun terbuka.
c. Hasilnyadapatdirasakandalamwaktusingkat.Hasilpenggunaanpestisidami
salnyadalambentukpenurunan

populasi

organismepengganggudapatdirasakandalamwaktu
beberapa

hal,

hasilnya

dapat

singkat,
dirasakan

dalam
hanya

beberapamenitsetelahaplikasi.
d. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat. Hal ini
sangat diperlukan dalam mengendalikan daerah serangan yang luas dan

harus diselesaikan dalam waktu singkat (misalnya dalam kasus eksplosif


organisme

pengganggu). Misalkan

dengan menggunakan

alat

mistblower, power sprayer, bahkan kapal terbang.


e. Mudahdiperolehdanmemberikankeuntunganekonomiterutama
jangkapendek.
2.DampakNegatifPestisida
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
organisme

pengganggu

tersebut

adalah

biosida

yang

tidak

saja

bersifatracunterhadaporganismepengganggusasaran,tetapijuga dapat memberikan


pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme bukan sasaran, termasuk
manusia serta lingkungan hidup.
a. Keracunanpestisidayangdigunakansecarakronikmaupunakut

dapat

terjadi pada pemakai dan pekerja yang berhubungan denganpestisida,


misalnyapetani,pengecerpestisida,pekerja pabrik/gudang pestisida, dan
sebagainya serta manusia yang tidakbekerjapadapestisida.
b. Keracunanterhadapternak
dan

hewan

peliharaan.Keracunanpadaternakmaupunhewanpeliharaandapatterjadi
secaralangsungkarenapenggunaanpestisidapadaternakdan

hewan

peliharaan untuk pengendalian ektoparasit, maupun secaratidak langsung


karena

digunakan

pestisida

untuk

keperluanlain,misalnyapenggunaanrodentisidadenganumpan

untuk

mengendalikantikussawah,yangkarenakelalainpetani
umpantersebutdimakanolehayam,itikdanternaklainnyaatau
padapenyemprotanpadagulmayangmenjadipakanternak.
c. Keracunanpadaikandanbiotalainnya.Penggunaanpestisidapadapadisawah
ataulingkunganperairan
lainnyadapatmengakibatkankematianpadaikanyangdipelihara
disawahataudi kolammaupunikanliar.Karacunanikandan biota air lainnya
tidak

senantiasa

menyebabkan

mangakibatkanperubahantingkahlakudan

kelainan
bentuk,

pertumbuhanyang
yang

selanjutnya

dapatmengakibatkan terhambatnya perkembanganpopulasi.


d. Keracunanterhadapsatwaliar.Penggunaanpestisidayangtidakbijaksanadap

atmenimbulkan keracunan yang berakibatkematian pada satwa liar


seperti

burung,

Keracunan

dapat

lebah,seranggapenyerbukdansatwaliarlainnya.
misalnya

akibat

penyemprotanpestisidadariudaraataupun

penggunapestisida

untuk

perlakuan

dimakan

benih

terjadi
yang

secara

langsung

diperlukan

oleh

burung,

maupuntidaklangsungterutamamelaluirantaimakanan.
e. Keracunanterhadap
makanan.Beberapapestisidasepertiinsektisidayanglangsungdigunakan
pada

tanamandapatmengakibatkankerusakanpadatanaman

yang

diperlakukan. Penggunaan herbisida yang tidak hati-hati dapat pula


mengakibatkan

kerusakan

pada

tanaman

yang

ditanampadawaktuaplikasimaupunpadatanamanberikutnya
yangditanamsetelahtanamanpertamadipanen.Halyangdisebutterakhirini,s
angatperludiperhatikanterutama
apabilaherbisidadipergunakanuntukmengendalikangulmadari

golongan

tertentu

fisiologis

yang

secara

taksonomi

atau

mempunyaihubunganyangdekatdengantanamanyangditanam
berikutnya.Terlebihlagiapabilaherbisidayangdigunakanrelatifdanjarak
waktutanamrelatifsingkat.
f. Kenaikanpopulasipengganggutidakmengalamihambatanoleh

musuh

alamitersebut.Akibatlebihlanjutdarikeadaantersebut
adalahbahwapopulasi organismepengganggumeningkat.
2.2 Alkil Benzene Sulfonat
Alkilbenzen sulfonat linier (LAS) adalah surfaktan yang paling banyak
digunakan di dunia, terutama dalam deterjen laundry dan produk pembersih.LAS
benar-benar dibiodegradasi aerobik.Hal ini dapat benar-benar dibiodegradasi
anaerobik juga, tetapi oksigen hanya jika tersedia awalnya, untuk memulai
proses.Di pabrik pengolahan limbah konvensional, lebih dari 99% dari LAS
dihapus. Dimana tanah dipupuk dengan limbah lumpur, LAS akan terurai dengan
cepat ke titik penghapusan lengkap.

LAS data toksisitas (EC50) untuk organisme air berkisar antara 1 dan 10 mg
per liter dalam tes jangka pendek. LAS adalah sekitar sama beracun untuk ikan
dan invertebrata, sedangkan toksisitas untuk ganggang bervariasi. LAS tidak
bioconcentrate

dalam

organisme

akuatik

karena

mereka

dengan

cepat

dimetabolisme.
2.3. Tinjauan Umum Kerusakan Jaringan/Organ akibat Bahan Toksik
2.3.1. Hiperplasia
Hiperplasia (atau "hypergenesis") adalah istilah umum yang mengacu pada
perkembangan sel-sel dalam suatu organ atau jaringan (misalnya terus-menerus
membagi sel).Hyperplasia merupakan penambahan ukuran organ/ jaringan yang
terjadi akibat rangsang tertentu, apabila rangsang hilang dapat normal kembali.
Hiperplasia dapat mengakibatkan pembesaran organ, pembentukan tumor
jinak, atau mungkin hanya terlihat pada analisis histologis dengan mikroskop.
Hiperplasia berbeda dari hipertrofi dalam bahwa perubahan adaptif hipertrofi sel
adalah peningkatan ukuran sel, sedangkan hiperplasia meliputi peningkatan
jumlah sel.

Gambar 1. Hyperplasia
(sumber : http://www.uams.edu)
Hiperplasia dianggap fisiologis (normal) respon terhadap rangsangan
tertentu, dan sel-sel pertumbuhan yang hiperplastik tetap tunduk pada regulasi
normal mekanisme kontrol.Hal ini berlawanan dengan neoplasia (proses kanker
dan beberapa tumor jinak), di mana sel-sel yang abnormal secara genetika
berkembang biak dalam cara non-fisiologis.

2.3.2. Hipoplasia
Hipoplasia merupakan efek kegagalan/pengurangan proses pertumbuhan
berupa penyusutan ukuran (morfologi) organ/ jaringan setelah proses pemaparan
gangguan. Hypoplasia adalah pengembangan suatu jaringan atau organ.Meskipun
istilah ini tidak selalu digunakan secara tepat, dengan benar mengacu pada suatu
yang tidak memadai atau di bawah jumlah normal sel. Hypoplasia mirip dengan
aplasia, tetapi tidak terlalu parah.Secara teknis berlawanan dengan hiperplasia
(pengembangan/pertambahan sel).Hipoplasia adalah suatu kondisi bawaan,
sementara hiperplasia umumnya mengacu pada pertumbuhan sel yang berlebihan
di kemudian hari.
2.3.3. Necrosis
Nekrosis (dari bahasa Yunani , "mati") adalah kematian dini sel dan
jaringan hidup.Nekrosis ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti infeksi, racun
atau trauma.Hal ini berbeda dengan apoptosis, yang merupakan penyebab alami
selular

kematian.Walaupun

apoptosis

sering

memberikan

efek

yang

menguntungkan bagi organisme, nekrosis hampir selalu merugikan, dan dapat


berakibat fatal.
Sel-sel yang mati karena nekrosis biasanya tidak mengirimkan sinyal
kimia yang sama untuk sistem kekebalan sel-sel yang mengalami apoptosis. Hal
ini untuk mencegah phagocytes terdekat dari lokasi dan menyelimuti sel-sel mati,
yang mengarah ke terbentuknya sel jaringan yang mati dan puing-puing pada atau
di dekat lokasi kematian sel.
Nekrosis sel dapat didorong oleh sejumlah sumber-sumber eksternal,
termasuk cedera, infeksi, kanker, infark, racun, dan peradangan.Sebagai contoh,
suatu infark (penyumbatan aliran darah ke jaringan otot) menyebabkan nekrosis
dari jaringan otot karena kekurangan oksigen ke sel yang terkena dampak, seperti
terjadi pada infark miokard - serangan jantung.Laba-laba tertentu (coklat pertapa)
dan ular (ular, Bothrops) venoms dapat menyebabkan nekrosis dari jaringan di
dekat luka gigitan.

Secara khusus, mengandung sel-sel kecil yang disebut organel lisosom,


yang mampu mencerna bahan selular. Kerusakan pada membran lisosom dapat
memicu pelepasan enzim, menghancurkan bagian-bagian lain dari sel. Lebih
buruk lagi, ketika enzim ini dilepaskan dari non-sel mati, mereka dapat memicu
reaksi berantai lebih lanjut kematian sel. Jika jumlah yang cukup susunan jaringan
necrosis itu disebut gangren. Perawatan yang tepat dan perawatan luka atau
gigitan binatang memainkan peran kunci dalam mencegah jenis ini nekrosis
meluas.Selama biopsi bedah, nekrosis ini reaksi berantai dihentikan oleh fiksasi
atau beku.
Nekrosis

biasanya

dimulai

dengan

pembengkakan

sel,

kromatin

pencernaan, gangguan membran plasma dan membran organel.Nekrosis dicirikan


oleh DNA luas hidrolisis, vacuolation dari retikulum endoplasma, organel mental,
dan lisis sel. Pelepasan konten intraselular setelah pecah membran plasma adalah
penyebab peradangan pada nekrosis.

2.3.4. Atrofia
A. Pengertian Atrofia
Kata berasal dari bahasa Yunani Jatropha atrofi yang berarti "tanpa
nutrisi." Dalam istilah biologis merupakan penurunan signifikan dalam ukuran sel
dan organ di mana hal ini terjadi, karena hilangnya massa sel. Atrofik
menunjukkan penurunan fungsi sel tetapi tidak mati. Athropy merupakan suatu
keadaaan yang tidak wajar dimana jumlah dan volume sel berada di bawah normal
dan garis luar sel menjadi tidak dapat dibedakan bahkan sering kali nucleus
menjadi kecil bahkan hilang sama sekali sehingga dapat mengakibatkan kematian
sel (Takashima dan Hibiya, 1995).
Metabolisme sel yang sempurna tidak hanya tergantung pada kontribusi
yang efektif nutrisi, tetapi juga penggunaan yang benar dari mereka, ini hanya
mungkin bila sel-sel hidup dalam lingkungan yang sesuai untuk struktur
morfologis dan fungsional. Struktur morfologis sel dikondisikan oleh lingkungan

di mana mereka hidup, itulah mengapa beberapa bentuk sel-sel dalam tubuh kita
bereaksi terhadap masalah hidup adaptasi untuk kondisi-kondisi eksternal
diferensiasi sel didefinisikan dengan baik merupakan manifestasi luar dari suatu
adaptasi, yang terkumpul selama jutaan generasi.
Semua variasi dari karakter morfologi sel, dapat mempengaruhi sel-sel
tunggal atau kelompok mereka, maka modifikasi dari jaringan penuh. Semua
stimulus yang dapat bekerja pada sebuah rangsangan sel benar-benar fungsional
ketika mereka melampaui batas-batas fisiologis dapat melukai sel untuk
membalikkan proses kehidupan, atau menyebabkan perubahan yang signifikan
regresif.
B. Jenis Atrofia
Penampilan mikroskopik tiga jenis utama atrofi: atrofi sederhana, atrofi
numerik dan degeneratif atrofi. Sederhana atrofi adalah penurunan volume
komponen seluler yang mengarah pada penyusutan atau menyusut dari jaringan
dan organ.Atrophia lebih umum, lebih terdiferensiasi mempengaruhi sel. Hal ini
dapat diamati selama berkepanjangan cepat di hampir semua jaringan tubuh dan
terutama di jaringan otot.
Atrophia

numerik

terjadi

ketika

hilangnya

unsur-unsur

selular

menyebabkan penurunan volume organ: pengurangan volumetrik progresif dan


proporsional dengan jumlah sel dan jaringan normal mempengaruhi unsur-unsur
labil. Dalam atrophia degeneratif dapat dilihat perubahan besar ke sitoplasma dan
inti sel-sel jaringan dan organ. Proses ini dapat menyebabkan nekrosis. Dalam
semua kasus atrofi, sitoplasma adalah yang paling terpengaruh hampir selalu
merupakan pengurangan kuantitatif yang kedua, sampai titik itu, setelah atrofik
jaringan di bawah mikroskop, bisa dibedakan diskret densifikasi selular yang
disebabkan oleh penurunan volume sel seragam.
Perubahan-perubahan ini disertai dengan perubahan mendalam dalam
sitoplasma: kekeruhan, adanya butiran pigmen (pigmentasi aus) dan numerik
penurunan beberapa organel seperti mitokondria.

C. Pseudohypertrophy
Dalam beberapa kasus di mana sel-sel spesifik organ dalam keadaan atrofi,
disertai dengan peningkatan volume interstisial jaringan.Pada otot lumpuh oleh
cedera pada

sistem saraf

dapat dilihat,

kadang-kadang

sebuah kotak

pseudohypertrophy, karena peningkatan jaringan adiposa atrofik otot sela antara


kumpulan.Otot-otot yang kuat dan menebal, tetapi kenyataannya adalah tidak
memiliki kekuatan dan kelembutan yang kurang matang.
D. Non-patologis Atrofia
Pertimbangan dari semua atrofi dan patologi tubuh di mana mereka terjadi
tidak dapat dilakukan dalam beberapa kasus ada penurunan volume dan jumlah sel
dalam suatu jaringan atau organ. Pengaturan atrofikmengakibatkan hilangnya
organ yang

terpengaruh, hal ini karena telah dilakukan adaptasi fungsional.

Seperti tercatat di awal, struktur dan morfologi fungsional dari sel-sel


berhubungan erat dengan lingkungan dimana mereka tinggal, jadi jika sel-sel
tubuh berhenti menyediakan sebuah kegunaan, maka sel ini akan mati.
E. Patologis Atrofia
Tergantung pada penyebab yang menghasilkan mereka dapat disajikan
sebagai berikut:
* Atropi kekurangan pangan
* Atropi dari kegagalan peredaran
* Atropi oleh faktor fisik
* Atrophies fungsional
Nutrisi yang tidak mencukupi mengakibatkan kerugian secara keseluruhan
berat badan karena atrofi.Terjadi penurunan jumlah sel, terutama volume sel.
Kerugian yang proporsional sama dialami oleh semua organ. Jenis atrofi, serta
diproduksi oleh kekurangan makanan juga dapat disebabkan oleh penyakit yang
mempengaruhi metabolisme tubuh mekanisme, atau kesalahan pencernaan atau
memperlambat metabolisme.Terdapat masalah-masalah di mana kegagalan
peredaran darah yang disebabkan oleh trombosis dari cabang arteri atau dengan

kompresi arteri, atau ligasi, dapat mengakibatkan berhentinya pertumbuhan


jaringan di daerah yang dipasok oleh arteri yang terluka, namun hal ini akan
sembuh jika aliran darah segera pulih
2.4. Pembuatan Preparat Histologi
Analisis histologis merupakan teknik pengamatan sel serta jaringan tubuh
ikan yang sering digunakan.Analisis ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan
histologis yang dapat diwarnai dengan pewarna khusus sehingga dapat diamati
secara langsung dengan menggunakan mikroskop cahaya. Tahapan analisis
histologis pada ikan meliputi :
1. Pengambilan jaringan ikan.
Pada sampel ikan yang masih kecil dapat langsung fiksasi tanpa dipotong. Pada
ikan yang berukuran besar diambil jaringan tertentu yang akan diamati dan
dimasukkan ke dalam larutan fiksasi.
2. Fiksasi.
Larva atau ikan berukukan kecil difiksasi dengan larutan PFA 4% dalam
medium Phosphate buffered saline (PBS). Sampel dimasukkan ke dalam botol
yang sudah berisi larutan fiksatif dengan perbandingan antara sampel dengan
larutan adalah 1:20. kemudian disimpan selama 24 jam dalam refrigerator.
Setelah 24 jam kemudian sampel diambil dan dicuci dengan PBS selama 5
menit sebanyak 3 kali untuk menghilangkan sisa-sisa PFA sebelum ke tahap
selanjutnya. Ikan yang berukuran relatif besar difiksasi dengan larutan Bouins
selama 1 minggu dalam suhu kamar. Selanjutnya sampel dicuci dalam larutan
alkohol 70% hingga warna kuning hilang, kemudian sampel disimpan dalam
alkohol 70% hingga pemrosesan lebih lanjut. Sampel yang berukuran besar
harus melaui prosedur dekalsifikasi dalam larutan 5 % trichloroacetid acid
selama 24 jam untuk melunakkan struktur tulangnya.
3. Dehidrasi.
Sampel yang sudah difiksasi kemudian dimasukkan berturut-turut ke dalam
larutan sebagai berikut: Alkohol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 90%, Alkohol
Absolut I, Alkohol Absolut II, masing-masing selama 45 menit, kemudian
dilanjutkan ke proses penjernihan.
4. Penjernihan (clearing).

Sampel dari proses dehidrasi dimasukkan ke dalam larutan alkohol:xylol 1:1


dan 1:3 selama 30 menit. kemudian Xylol I dan Xylol II masing-masing selama
30 menit.
5. Infiltrasi.
Sampel yang sudah dijernihkan dalam xylol diinfiltrasi secara bertahap dalam
campuran xylol:paraffin 3:1; 1:1 dan 1:3 masing-masing selama 30 menit,
dilanjutkan dengan paraffin murni sebanyak 2x60 menit. Seluruh rangkaian
infiltrasi dilakukan dalam inkubator pada temperatur 58-60 0C.
6. Penanaman sampel (Embedding).
Parafin dicairkan di dalam inkubator pada temperatur 60 0C. Cetakan
berukuran 2 x 2 x 2 cm diisi dengan paraffin cair, bagian bawah cetakan
didinginkan di atas blok es sehingga paraffin pada dasar cetakan agak
memadat. Sampel diletakkan di atas paraffin yang agak memadat tersebut
sesuai dengan orientasi irisan yang direncanakan, kemudian ditempelkan
holder yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel. Cetakan paraffin
selanjutnya dibiarkan dalam temperatur ruang agar parafinnya memadat.
7. Pengirisan (Sectioning) dan peletakan pada gelas obyek.
Water bath disiapkan dengan suhu 40-50 0C dan disiapkan wadah berisi air
dingin. Kemudian blok yang sudah didinginkan dipasang di mikrotom yang
sudah diatur pada ketebalan 4-7 m. Putaran mikrotom dibuat konstan sampai
blok yang berisi sampel jaringan teriris. Setelah itu irisan dipindahkan ke
dalam baskom yang berisi air dingin, kemudian ditempelkan pada gelas obyek
yang sudah dilapisi gelatin dan diberi kode sama dengan blok yang di iris.
Selanjutnya dicelupkan ke dalam air hangat dalam water bath agar irisan
mengembang.Kemudian ditiriskan untuk dilakukan pewarnaan.

BAB III
METODOTOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


Hari

: Jumat

Tanggal

: 11 Oktober 2011

Jam

: 13.00 15.00 WIB

Tempat

: Laboratorium Akuakultur Gedung Baru FPIK Unpad

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Untuk Pengamatan :
Alat-alat :
- Mikroskop : Sebagai alat bantu untuk mengamati preparat.(2 buah).
Bahan-bahan :
- Preparat
: Sebagai bahan uji yang diteliti. (8 buah).

Preparat Intestium ikan (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Insang (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Hati (kontrol dan patologis)masing-masing 1 buah.

Preparat Ren / Ginjal (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Hati 7,5 dan 13 masing-masing 1 buah.

3.2.2. Untuk Pembuatan Preparat


Untuk pembuatan preparat telah dilakukan di Laboratorium Fakultas
Biologi Unpad. Pada saat praktikum, praktikan hanya mengamati preparat yang
telah jadi dan siap untuk diamati. Namun untuk tahapan dan cara pembuatan
preparatnya telah dicantumkan dalam prosedur praktikum.
3.3 Prosedur Praktikum
1. Mengamati preparat histologi organ insang, ginjal (ren), Hati (Liver),
Usus(Intestinum)hewan ujiyang normaldanyang telah diberi pemaparan
bahantoksik.
2. Membandingkan perbedaandiantara keduanya berdasarkan parameter
warna, ukuran, ada tidaknyaneukrosis/tanda, dankarakterkhususlainnya.
3. Mendokumentasikanmasing-masingpreparathistologiorganhewanuji(kontrol
danpatogen).
3.4. Analisis Data
Analisis
caramengamati

data

dari

sampel

pengamatan
jaringan

histopatologi

menggunakan

dilakukan

mikroskop

dengan
kemudian

mambandingkan hasil pengamatan dengan literature yang ada.


Jika pada sampel terdapat bintik hitam maka dipastikan sampel tersebut
terkena necrosis akibat pemaparan bahan toksik.Jika pada sampel terdapat
pembesaran sel maka sampel tersebut terkena hyperplasi akibat pemaparan bahan
toksik.Dan jika pada sampel terdapat penyempitan sel maka dipastikan sampel
tersebut terkena hipoplasia akibat pemaparan bahan toksik.
Selain tanda-tanda tersebut, pemaparan bahan toksik juga dapat dilihat dari
tanda-tanda lainnya seperti warna, ukuran dan sebagainya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil pengamatan preparat histologi organ ginjal (ren), hati (liver), usus
(intestinum), dan insang dari ikan mas :
a. . Usus (Intestinum)
PARAMETER

KONTROL

PATOLOGIS

Warna

Merah cerah

Ungu pekat (pucat)

Ukuran

Normal

Lebih kecil

Tanda hitam / nekrosis

Tidak ada

Terdapat nekrosis

Karakter khusus

Tidak ada

Tidak ada

b. Hati (Liver)
PARAMETER

KONTROL

PATOLOGIS

Warna

Merah bening dan cerah

Merah gelap dan keruh

Ukuran

Normal

Terjadi pembengkakan

Tanda hitam / nekrosis

Tidak ada nekrosis

Terdapat nekrosis

Karakter khusus lainnya

Tidak ada

Terdapat

rongga

yang

menandakan sel mati.

c. Insang
PARAMETER

KONTROL

PATOLOGIS

Warna

Merah cerah

Pucat dan gelap

Ukuran

Normal

Terjadi

Tanda hitam / nekrosis

Tidak ada

(hipoplansia) lamella
Tidak ada

Karakter khusus lainnya

Lamela rapih

Lamela tidak teratur

KONTROL
Merah cerah
Normal
Tidak ada nekrosis
Sel tersusun rapih

PATOLOGIS
Merah gelap
Terjadi pembengkakan
Terjadi pembengkakan
Terjadi rongga antar sel

pembengkakan

d. Ginjal (Ren)
PARAMETER
Warna
Ukuran
Tanda hitam / nekrosis
Karakter khusus lainnya

akibat sel yang mati


e. Perbandingan perlakuan
PARAMETER
Warna
Ukuran
Tanda hitam / nekrosis
Karakter khusus lainnya

Hati 7,5
Ungu pekat
Lebih besar
Terdapat banyak nekrosis
Rongga tidak terlalu banyak

Hati 13
Ungu Sangat gelap
Agak besar
Terdapat banyak nekrosis
Rongga akibat sel yang mati
sangat banyak

4.2.
4.2.1

Pembahasan
Usus (Intestinum)
Pada pengamatan preparat usus ikan mas dengan kontrol, tidak didapatkan

adanya kerusakan sejumlah jaringan. Pada gambar 1 di bawah, terlihat warna


tampak merah cerah, ukuran usus normal dan padat sehingga memadati ruangan
jaringan usus.Sel juga masih tersebar di seluruh permukaan dan tidak tampak
terjadinya necrosis.

Gambar 2.(a) Preparat usus normal/control dan (b) usus patologis.


Pengamatan preparat usus dengan patologis pada gambar di atas , terlihat
perubahan struktur jaringan pada usus ikan. Perubahan struktur jaringan pada usus
ditandai dengan terlihatnya kerusakan sejumlah sel pada vili-vili usus, warna
terlihat pucat, adanya pembengkakan pada jaringan yang di akibatkan iritasi awal
sebelum terjadinya kematian sel dan adanya perubahan yang signifikan terjadi
dimana permukaan menjadi lebih renggang pada bagian tengah gambar tersebut.

4.2.2

Hati (Liver)
Hasil pengamatan pada hati yang normal/control pada gambar di bawah ini

pada jaringan hati ikan mas, belum adanya perubahan baik warna, ukuran,
maupun gejala adanya nekrosis.Warna terlihat merah cerah dan bening, ukuran
hati masih normal dan tidak adanya nekrosis.Struktur sel masih teratur dan tidak
rusak atau tidak ada rongga yang d akibatkan kematian sel.
Pada pengamatan preparat hati patologis, terjadi perubahan struktur
jaringan hati. Perubahan struktur jaringan sel hati yang disebabkan oleh zat kimia
yang bersifat racun antara lain perlemakan hati, nekrosis dan sirosis (Lu, 1995).
Gambar tersebut memperlihatkan kerusakan sel hati ikan mas.Kerusakan berat sel
hati adalah kematian sel atau sering disebut nekrosis.

Rongga

Gambar3. (a)Preparat hati normal/control, dan (b) preparat hati patologis


Gambar

di

atas

mununjukan

adanya

kerusakan

jaringan

yang

mengakibatkan adanya sel-sel mati (nekrosis) dan tidak ada penggantian sel
sehingga terbentuknya rongga di dalam jaringan tersebut.
Necrosis menggambarkan keadaan dimana terjadi penurunan aktivitas
jaringan yang ditandai dengan hilangnya beberapa bagian sel satu demi satu dari
satu jaringan sehingga dalam waktu yang tidak lama akan mengalami kematian.
Necrosis dapat terjadi karena denaturasi protein plasma, dan pemecahan oraganel
sel. Dapat juga disebabkan karena terinfeksi bakterial sehingga menyebabkan
terakumulasinya sel darah putih.
Pada sel hati patologis, terjadi hiperplansia yang mengakibatkan sinusoid
menyempit sehingga aliran darah terganggu dan terdapat banyak nekrosis yang
menyebabkan rongga pada jaringan hati tersebut.
4.2.3

Insang
Pada hasil pengamatan kontrol pada jaringan insang ikan mas gambar di

bawah ini, belum terjadi perubahan. Susunan lamela teratur dan rapih, warna
masih terlihat merah terang dan bening, ukuran normal.Ukuran lamela sama besar
dan tidak terlihat kerusakan disetiap lamela. Struktur jaringan pada insang ikan
mas dengan kontrol terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. (a) insang normal dan (b) insang patologis


Terjadi perbedaan yang signifikan pada pengamatan preparat jaringan
insang patologis ikan mas.Terjadi sejumlah kerusakan jaringan pada lamela
primer dan lamela sekunder ikan, dimana terjadi hiperplasia.Hiperplasia gill
lamelaadalah pertambahan ukuran (hiperplasia) lamela insang akibat peningkatan
jumlah sel.
Insang berfungsi sebagai alat pernafasan pada ikan, dan lamela adalah
tempat pertukaran oksigen. Jika terjadi kerusakan pada lamela tersebut, akibatnya
peredaran darah ikan terganggu, dan terjadi pembendungan darah. Kerusakan ini
lama-lama akan menyebabkan gangguan sirkulasi yang dapat menyebabkan
kekurangan suplai oksigen untuk ikan. Hal ini lama-lama akan menyebabkan efek
letal pada ikan karena terganggunya sistem pernafasan ikan.

4.2.4

Ginjal (Ren)
Pada hasil pengamatan kontrol pada preparat ginjal normal di bawah ini

belum terjadi perubahan.Seperti warna masih terlihat jelas, ukuran normal, tidak
terdapat noktan/necrosis dan ren (ginjal) masih terlihat normal.

b
Gambar 4. (a)Ginjal normal dan (b) ginjal patologis

Terlihat pada preparat ginjal patologis, berdasarkan hasil pengamatan


keadaan ginjal yang telah diuji patologis dengan bahan toksik, memperlihatkan
kondisi dengan banyak kerusakan dimana warna jaringan ungu pekat, dan terdapat
rongga antar sel.
Kerusakan ini berupa hyperplasia yaitu pertambahan ukuran di mana
karena adanya penyumbatan akibat pemberian bahan toksik, sebelumnya
hyperplasia terjadi karena adanya penambahan jumlah volume akibat adanya
penyumbatan antar permukaan glomerulus.Selain itu terjadi iritasi ,warna berubah
menjadi warna ungu tua.

4.2.5

Perbandingan Hepar
Pada konsentrasi hepar 7,5 dapat terlihat pada gambar di bawah ini bahwa

warna yang di hasilkan lebih pekat disbanding pada konsentrasi hati 13, karena
pada konsentrasi hati 7,5 belum terdapat banyak sekali kematian sel sehingga
jarak antara sel masih belum nampak jelas terlihat namun pada hati konsentrasi 13
dapat terlihat jelas bahwa terdapat rongga-rongga akibat kematian sel yang
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jaringan.
Ukuran hati dengan konsentrasi 7,5 pun lebih besar karena terjadi iritasi
awal sebelum adanya kerusakan sel atau kematian sel sehingga menyebabkan
hiperplansia di konsentrasi 7,5 lebih nyata terlihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 6. (a) hepar 7,5 dan (b) hepar 13.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang kelompok kami lakukan, diperoleh
keimpulan bahwa :
-

Pada pengamatan kontrol preparat usus berbeda dengan preparat yang


terserang bahan toksik. Pada kontrol usus terlihat normal baik dari ukuran,
warna, dan sebagainya. Sedangkan pada preparat usus dengan patologis
terlihat perubahan struktur jaringan pada usus ikan seperti perubahan warna,

ukuran, dan bentuk.


Pada kontrol hati terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan sebagainya.
Sedangkan pada preparat hati dengan patologis terlihat perubahan struktur
jaringan pada hati ikan seperti perubahan warna, ukuran (karena

hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.


Pada kontrol insang terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan
sebagainya. Sedangkan pada preparat insang dengan patologis terlihat
perubahan struktur jaringan pada insang ikan seperti perubahan warna,

ukuran (karena hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.


Pada kontrol ginjal terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan sebagainya.
Sedangkan pada preparat ginjal dengan patologis terlihat perubahan struktur
jaringan pada ginjal ikan seperti perubahan warna, ukuran (karena

hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.


Pada perbandingan hepar, konsentrasi

pemaparan

bahan

toksik

7,5menghasilkan kerusakan lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 13.


Hal ini dapat dilihat dari warna yang di hasilkan lebih pekat, belum terdapat
banyak kematian sel (rongga lebih kecil) dan ukuran hati lebih besar
dibandingkan dengan konsentrasi 13.

5.2 Saran

Untuk praktikum selanjutnya diharapkan kepada seluruh praktikan agar


lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum histopatologi agar tidak salah

informasi dan salah dalam penarikan kesimpulan pada praktikum.


Pada alat mikroskop sebaiknya diatur fokus sedemikian rupa agar hasil

pengmatan lebih akurat.


Sebaiknya diberikan parameter warna bagi preparat yang masih baik dan
sudah rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Definition: hypoplasia from Online Medical Dictionary


H,

Siregar.

1995.

Fisiologi

Ginjal.

Edisi

Ketiga.

Bagian

Ilmu

Faal.Fak.Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.


Bulqish, A. Sitty, Joeharnani Tresnati dan M. Iqbal Djawad (2007). Kerusakan
Ginjal Ikan Pari Kembang (Dasyatis kuhlii) yang Diakibatkan oleh Logam
Berat Timbel (Pb). Universitas Hasanuddin
Isbister G, Gray M (2003). "White-tail spider bite: a prospective study of 130
definite bites by Lampona species.".Med J Aust179 (4): 199202.
PMID12914510.
Vetter R, Isbister G (2004). "Do hobo spider bites cause dermonecrotic
injuries?".Ann

Emerg

Med44

(6):

6057.

doi:10.1016/j.annemergmed.2004.03.016. PMID15573036
Atkins J, Wingo C, Sodeman W (1957). "Probable cause of necrotic spider bite in
the Midwest".Science126 (3263): 73. doi:10.1126/science.126.3263.73.
PMID13442644
http://activate.lww.com/semdweb/internetsomd/ASP/1527483.asp. Diakses pada
tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.
http://archive.rubicon-foundation.org/4477. Retrieved 2008-07-25. Diakses pada
tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=117476&lokasi=lokal.
Diakses pada tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai