Anda di halaman 1dari 31

BAB III: SIFAT FISIK BATUAN

(Versi 23 November 2004)

Bab ini menjelaskan sifat fisik batuan dan interaksinya dengan fluida yang dikandungnya
yang seringkali terlibat dalam perhitungan teknik reservoir. Pembahasan dalam bab ini tidak
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mendapatkan sifat fisik batuan tersebut melainkan
untuk menggambarkan bagaimana sifat fisik batuan tersebut harus dipahami dan digunakan
serta perannya dalam mendeskripsikan reservoir. Sifat fisik batuan yang dibahas adalah
porositas, kompresibilitas isotermal, permeabilitas, tekanan kapiler, dan permeabilitas relatif.

Sifat fisik permeabilitas terkait sangat erat dengan karakteristik aliran fluida dalam reservoir.
Oleh karena itu, pembahasan tentang permeabilitas pada bagian ini disampaikan dengan
berbagai ilustrasi yang berkaitan dengan persamaan aliran. Selanjutnya, aplikasi persamaan
aliran tersebut (equation of motion, hukum Darcy) pada perhitungan-perhitungan teknik
reservoir disampaikan pada Bab V: Pengantar Persamaan Aliran.

Porositas
Porositas didefinisikan sebagai a measure of the pore space available for the storage of fluids
in rock. Secara matematis, porositas adalah volume pori batuan dibagi oleh volume bulk
batuan, yang dituliskan sebagai berikut:
Vp Vb Vm
= =
Vb Vb
dimana:
= Porositas, dinyatakan dalam fraksi atau persen
Vp = Volume pori (L3)
Vb = Volume bulk (L3) = Vp + Vm
Vm = Volume matriks (L3)

Berdasarkan proses pembentukannnya, porositas dikelompokkan menjadi:


1. Porositas primer yaitu porositas yang terbentuk bersamaan dengan waktu proses
pengendapan batuan.
2. Porositas sekunder yaitu porositas yang terbentuk kemudian setelah proses pengendapan
sebagai akibat dari proses geologi.

Sifat Fisik Batuan, hal. 1


Sedangkan berdasarkan fungsinya, porositas dikelompokkan menjadi:
1. Porositas total:
Vp Vb Vm
t = =
Vb Vb
2. Porositas efektif:
Volume pori yang berhubungan
e =
Vb
Untuk clean sandstones berlaku t = e sedangkan untuk carbonate dan cemented sandstones
berlaku e < t.

Untuk batuan klastik, susunan butiran yang membentuk batuan sangat mempengaruhi besar
porositas. Rentang harga porositas berdasarkan susunan butiran adalah:
1. Maksimum, harga porositas yang diperoleh jika butiran tersusun secara cubic packing,
yaitu sebesar 0,476
2. Intermediate, untuk butiran seragam, porositas akan tergantung pada susunan butiran.
3. Minimum = 0
Jika r adalah jari-jari butiran pasir penyusun batuan, maka untuk susunan butiran yang
berbentuk kubik (cubic packing):
Vb = (2r)3 = 8r3
Vm = 8 (1/8 butir) = 1 butir = 4/3 r3

V b V m 8 r 3 (4 / 3) r 3
= = = 1 / 6 = 0.476
Vb 8 r3

Cubic packing: Rhombohedral:


Porositas = 47.6 % Porositas = 25.96 %

Sifat Fisik Batuan, hal. 2


Jadi, untuk butiran pasir yang seragam, maka porositas merupakan fungsi dari packing.
Untuk kedua jenis packing seperti digambarkan di atas, maka porositas untuk masing-masing
packing tersebut adalah:
Cubic packing, = 0.476
Rhombohedral, = 0.259
Selanjutnya, untuk butiran pasir yang tidak seragam, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi harga porositas, diantaranya:
1. Bentuk (shape) butiran: porositas meningkat jika bentuk butir (angularity) meningkat.
2. Susunan (packing arrangement) butiran: porositas menurun jika kompaksi meningkat
3. Distribusi ukuran butiran: porositas menurun jika interval ukuran meningkat (ukuran
makin tidak seragam)
4. Sementasi antar butiran: porositas menurun jika jumlah interstitial dan/atau cementing
material meningkat. Interstitial sedikit pada cleanstones dan banyak pada shaly sand.
5. Rekahan (fractures) dan/atau gerowong (vugs): rekahan dan gerowong berkontribusi pada
volume pori. Oleh karenanya, porositas makin besar dengan adanya rekahan. Namun,
sistem rekahan umumnya bersifat lebih kompleks karena bukan hanya kemampuan
penyimpanan (sifat storativity) saja yang harus diperhatikan, akan tetapi juga kemampuan
mengalirkan fluida.
Pengukuran porositas dapat dilakukan
1. Di laboraturium, yaitu dengan mengukur salah satu dari Vp, Vb, atau Vm dari core dengan
menerapkan hukum Archimides.
2. Di lapangan, yaitu dengan log sumur (well logging).

Kompresibilitas Batuan
Kompresibilitas batuan menyatakan ukuran perubahan volume batuan per satuan perubahan
tekanan. Jika c = fraksi perubahan volume akibat perubahan tekanan, maka dapat ditulis:
V

1 V V T
c = =
V p T p

Terdapat 2 (dua) keadaan tekanan di dalam reservoir yang diperhitungan pada waktu
menentukan kompresibilitas batuan yaitu reservoir yang bertekanan normal dan reservoir
yang bertekanan abnormal.

Sifat Fisik Batuan, hal. 3


A. Reservoir dengan tekanan normal:
Gaya-gaya yang bekerja di dalam reservoir yaitu gaya overburden akibat berat batuan
diimbangi oleh gaya (tekanan) ke atas dari matrik batuan dan fluida, yaitu:
Fo = Fm + Ff

Fo

Ff
Fm

Sehingga, dapat dikatakan bahwa:


po = pm + pf
Perlu dicatat di sini bahwa persamaan ini tidak sepenuhnya benar namun cukup akurat.
Dalam kaitan itu, biasanya digunakan po 1.0 psi/ft dan pf 0.465 psi/ft. Ketika fluida
diproduksikan dari reservoir, maka tekanan fluida, pf, normalnya akan turun. Oleh karena
itu, maka (a) gaya pada matrix akan meningkat, dan (b) menyebabkan penurunan bulk
volume, dan menurunkan pore volume.

Jenis-jenis Kompresibilitas:
1. Kompresibilitas matrik, cm 0
2. Kompresibilitas bulk, cb, bisanya digunakan dalam studi-studi subsidence
3. Kompresibilitas formasi, cf (disebut juga kompresibilitas volume pori), yang
didefinisikan sebagai:

1 V p
cf =
V p p m

Kompresibilitas formasi, cf, sangat penting diketahui karena ketika reservoir sedang
diproduksikan terjadi hal-hal sebagai berikut:
- fluida di dalam pori berkurang
- gaya-gaya dan tekanan batuan internal berubah, yang mengakibatkan perubahan pada
Vp, Vm, dan Vb.
Karena tekanan overburden, po, relatif konstan, maka dpm = - dpf , sehingga:

Sifat Fisik Batuan, hal. 4


1 V p
cf =
V p p f

dimana subskrip f pada cf artinya formasi sedangkan pada pf artinya fluid.

B. Reservoir dengan tekanan abnormal:


Tekanan abnormal dapat diartikan bahwa tekanan fluida lebih besar dari (surnormal) atau
lebih kecil dari (subnormal) tekanan hidrostatik fluida yang normalnya mempunyai
gradient tekanan yang linier.

Tekanan

subnormal

Kedalaman

surnormal

Contoh 1: Perhitungan Subsidence dari Kompresibilitas


Suatu reservoir yang berukuran luas 160 acre dan ketebalan 100 ft mempunyai porositas
11%. Kompresibilitas pori diketahui 5.0x10-6 psi-1. Jika tekanan menurun sebesar 3000 psi,
berapakah subsidence (dalam ft) yang terjadi?

Penyelesaian:
Konversi satuan luas dari acre ke ft2
A = 160 x 43,560 = 6,969,600 ft2
Hitung volume bulk dan volume pori:
Vb = 100 x 6,969,600 = 696,960,000 ft3
Vp = x Vb = 0.11 x 696,960,000 = 76,665,600 ft3
Dengan menggunakan definisi kompresibilitas isotermal maka dapat dihitung perubahan
volume akibat perubahan tekanan sebagai berikut:

Sifat Fisik Batuan, hal. 5


1 dV p
cp =
V p dp

1 dV p
5.0x 10 6 (1 / psi) =



76,665,600 ft 3 3,000 psi
dVp = 1.15x106 ft3
Sehingga:
1
h = 1.15x 10 6 ft 3 = 0.165 ft
6,969,600 ft 2

Permeabilitas
Pada tahun 1856, Henry Darcy, seorang inspektur jenderal (Inspector-General of Bridges and
Highways) pada perusahaan air di kota Dijon (The Public Fountains of the City of Dijon),
Perancis, melakukan percobaan mengalirkan air melalui media alir yang terbuat dari pasir.
Tujuan percobaan Darcy sebenarnya adalah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan
prinsip-prinsip yang dapat digunakan serta persamaan yang dapat dipakai dalam rangka
menjawab masalah distribusi air di kota Dijon. Dalam laporannya (diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris oleh R. Allan Freeze dari University of British Columbia) yang berjudul
Determination of the Laws of the Flow of Water Through Sand, secara skematis, percobaan
Darcy tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

q
h2 h1
L

Sifat Fisik Batuan, hal. 6


Darcy menemukan bahwa kecepatan alir air di dalam media pasir tersebut berbanding lurus
dengan gradient tekanan dan karakteristik dari media pasir. Karakteristik media pasir tersebut
dinyatakan dengan k, yang menggambarkan kemampuan media pasir tersebut untuk
mengalirkan air seperti terlihat pada persamaan berikut.
h h
v= k 1 2
L
Jika menggunakan satuan Darcy, maka persamaan berikut berlaku:

k dp g dz
v=
dL 1.0133x10 6 dL

Sedangkan jika menggunakan satuan lapangan, setelah dilakukan konversi, maka persamaan
berikut berlaku:
k dp
v = 0.001127 + 0.4335 sin
dL
dp
dimana = gradien tekanan dan (0.4335 sin ) = gradient gravitasi.
dL

Jika dinyatakan dalam laju alir, maka penemuan Darcy dapat pula dijabarkan sebagai berikut:
A ( h 1 h 2)
q ,
L
di mana q = laju alir fluida, A = luas penampang media pasir, h adalah ketinggian masing-
masing awal dan akhir dari aliran (menyatakan head), dan L = panjang media pasir. Jadi
seharusnya berlaku:
A ( h 1 h 2)
q=k
L
dimana k, seperti dinyatakan di atas, adalah konstanta yang akan tergantung pada
karakteristik media pasir. Selanjutnya, k disebut dengan permeabilitas yang merupakan
ukuran kemampuan media pasir untuk mengalirkan fluida. Persamaan yang bersifat empiris
tersebut kemudian dikenal sebagai persamaan Darcy. Dalam percobaannya, Darcy
menggunakan fluida air, sehingga untuk fluida selain air digunakan harga viskositas
sehingga:
A ( h 1 h 2)
q=k
L
dimana adalah viskositas fluida. Selanjutnya, jika head dinyatakan dalam tekanan potensial,
maka persamaan Darcy dapat ditulis sebagai berikut:

Sifat Fisik Batuan, hal. 7


Ag(h1 h 2)
q=k
L
sehingga secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

kA dp g dz
q=
ds 1.0133x10 6 ds

q
atau, karena v s = , maka
A
k dp g dz
vs =
ds 1.0133x10 ds
6

yang disebut dengan persamaan gerak (equation of motion, EOM).

Nomenklatur:
vs = Kecepatan superficial (flux volume sepanjang s), cm/s
vs/ = Kecepatan interstitial (kecepatan rata-rata melalui pori), cm/s
= Densitas fluida, gr/cm3
g = Percepatan gravitasi = 980 cm/s2
dp
= Gradien tekanan sepanjang s, atm/cm
ds
= Viskositas, cp
k = Permeabilitas, Darcy
A = Luas Penampang, cm2

Faktor konversi:
dyne = gr-cm/sec2 = satuan gaya
atm = 1.01325 x 106 dyne/cm2
gh = dyne/cm2 = satuan tekanan
poise = gr/cm sec = dyne sec/cm2.

Dimensi dan satuan permeabilitas:


L = panjang
M = massa
t = waktu
vs = L/t

Sifat Fisik Batuan, hal. 8


= m/Lt
= m/L3
p = m/Lt2
g = L/t2
Sehingga:

k dp g dz
vs =
ds 1.0133x10 ds
6

m m L
2 3 2 (L )
L k Lt

L t
=
t m L L

Lt

k = L2 = cross-sectional area.
Jadi dimensi permeabilitas adalah panjang kuadrat atau luas. Hal ini membantu kita untuk
memandang aliran fluida dalam media pori dan sifat yang dikandungnya dalam hukum Darcy
dimana seluruh jaringan pori-pori dan channel dianggap sebagai luas media alir. Makin besar
luas (penampang) media alir makin besar laju alirnya. Untuk melihat lebih jauh tentang hal
ini, tinjau persamaan Darcy dalam bentuk sebagai berikut:
q x
k=
A x p
maka dengan menggunakan satuan centimeter-gram-second (cgs), yaitu
q = laju alir volumetrik, cm3 det-1
Ax = luas penampang, cm2
p = beda tekanan, atm
= viskositas fluida, cp (1 cp = 1/100 g cm-1 det-1 = 1/100 poise)
x = jarak kedua beda tekanan, cm
dan berdasarkan definisi unit Darcy diperoleh

(1 cm 3 det 1)(1 cp)(1 cm)


k= = 1 darcy
(1 cm 2)(1 atm)
Dengan demikian, dapat dihitung berapa cm2 dalam satu darcy. Untuk itu, gunakan faktor
konversi berikut:
1 atm = 1.01325 x 106 dyne cm-2
1 dyne = 1 g cm det2
1 cp = 1 x 10-2 g cm-1 det-1 = 1 x 10-2 dyne cm-2 det

Sifat Fisik Batuan, hal. 9


sehingga

(1 cm 3 det 1)(1 x 10 2 cp)(1 cm)


1 darcy =
(1 cm 2)(1.01325x 10 6 dyne cm 2)

1 darcy = 9.86923 x 10-9 cm2 10-8 cm2

Definisi Unit Darcy:


Berdasarkan analisis dimensi di atas, maka satuan untuk permeabilitas dapat berupa ft2 dalam
English system atau cm2 dalam cgs system. Namun keduanya terlalu besar untuk digunakan
dalam media berpori. Oleh karena itu, digunakan satuan darcy yang didefinisikan sebagai
berikut:
Suatu media berpori dikatakan mempunyai permeabilitas satu darcy jika satu fasa fluida
dengan viskositas satu centipoise mengisi rongga pori-pori dan mengalir pada laju alir satu
centimeter kubik per detik per satu centimeter kuadrat luas penampang di bawah tekanan
atau gradien hidrolik satu atmosphere per centimeter, dan dapat dinyatakan menurut
hubungan:
k A p
q= .
L

Konversi Satuan Darcy:


Tabel berikut menunjukkan konversi satuan Darcy ke satuan lapangan dan/atau sebaliknya.

Tabel: Konversi Satuan Darcy Satuan Lapangan.

Faktor
Simbol Darcy Units Field Units
konversi (x)
q cc/detik 1.841 bbl/d
k darcy 1000.0 md
A cm2 0.001 076 391 ft2
h cm 0.032 808 399 ft
p atm 14.695 948 63 psia
L cm 0.032 808 399 ft

cp 1.0 cp

gr/cc 62.427 959 95 lb/cuft

Sifat Fisik Batuan, hal. 10


Jadi, karena:
q, 1 cc/detik = 1.841 bbl/d
k, 1 darcy = 1000 md
p, 1 atm = 14.696 psia
L, 1 cm = 0.0328 ft
A, 1 cm2 = 0.001076391 ft2
maka, persamaan Darcy dapat ditulis dalam satuan lapangan sebagai:
0.001127 k A (p1 p 2)
q=
L
Persamaan tersebut di atas didapat dengan cara konversi seperti dijelaskan berikut ini:
kA(p1 p 2 )
q= dalam satuan Darcy
L
cc bbl 5.615 cu.ft 1.728 cu.in 16.39 cc d hr
q =q
sec d bbl cu.ft cu.in 24 hr 3600 sec
cc bbl
q = 1.841 q
sec d
darcy
k darcy = k md
1.000md
k darcy = 0.001 k md
929.0sqcm
A sq cm = sqft A sq ft

A sq cm = 929.0 A sq ft
atm
(p1 p2) atm = (p1-p2) psia
14.696psia
(p1 p2) atm = 0.06805 (p1-p2) psia
30.48
L cm = L ft
ft
meter = 100 cm
(0.001k )(929.0A)(0.06805(p1 p 2 )
1.841q =
(30.48L)
0.001127kA(p1 p 2 )
q= dalam oilfield units
L

Aliran Fluida Dalam Sistem Reservoir Berlapis:


Permeabilitas yang dijelaskan di atas adalah untuk system reservoir yang berupa lapisan
tunggal. Untuk kasus reservoir dengan multi-lapisan maka penentuan permeabilitas
ditentukan dengan menggunakan prinsip-prinsip berikut. Tinjau suatu sistem reservoir

Sifat Fisik Batuan, hal. 11


berlapisan A, B, dan C yang horizontal, linear, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan
seperti digambarkan secara skematis berikut ini:

w
h

A
q B
C

Dalam system aliran tersebut berlaku:


qt = qA + qB + qC
h = hA + hB + hC
Pertanyaannya adalah berapakah permeabilitas rata-rata, k , yang menggambarkan
kemampuan system reservoir berlapis tersebut dalam mengalirkan fluida. Dengan
menggunakan persamaan Darcy, maka:
kA(p1 p 2)
qt =
L

kwh (p1 p 2)
qt =
L

k A w h A (p1 p 2) k B w h B (p1 p 2) k C w h C (p1 p 2)


qt = + +
L L L

maka: kh = k A h A + k B h B + k C h C , sehingga

n k jh j
k=
j =1 h

Dengan demikian, dengan menggunakan cara yang sama maka diperoleh rumusan
permeabilitas untuk sistem reservoir berlapis sebagai berikut:
1. Horizontal, linear, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan
n k jh j
k=
j =1 h

2. Horizontal, radial, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan

Sifat Fisik Batuan, hal. 12


n k jh j
k=
j =1 h

3. Horizontal, linear, arah aliran fluida tegak lurus terhadap pelapisan


L
k=
n Lj

j =1 k j

4. Horizontal, radial, arah aliran fluida tegak lurus terhadap pelapisan


ln(r e / r w )
k=
n ln(r j / r j 1)

j =1 kj

Aliran melalui channel dan rekahan:


1. Channel
Tinjau aliran melalui channel dengan panjang L dan diameter konstan sebesar d, seperti
ditunjukkan berikut ini:

L
d

Tinjau pula persamaan Poiseuille untuk aliran viscous melalui pipa kapiler:
r4
q= (p p )
8L 1 2
Sedangkan: A = r2 sehingga

A r2
q= (p p )
8L 1 2
Sekarang, tinjau persamaan Darcy untuk aliran liquid dalam system linier
kA
q= (p p )
L 1 2
Dengan menganggap kedua persamaan mempunyai satuan yang konsisten, maka:
A r2 kA
(p1 p 2) = (p p )
8L L 1 2
sehingga

Sifat Fisik Batuan, hal. 13


2
d2
k=r =
8 32
Jika d dalam inches, maka:
k = 20 x 109 d2 md

2. Fracture
Tinjau aliran melalui rekahan dengan lebar rekahan b seperti ditunjukkan skema berikut:

Dalam system ini berlaku:


q b2
v= = (p p )
A 12L 1 2
atau

Ab 2
q= (p p )
12L 1 2
Dengan menyamakan dengan persamaan Darcy, maka

Ab 2 kA
(p1 p 2) = (p p )
12L L 1 2
Dengan demikian,

b2
k= dalam satuan Darcy.
12
Jika b dalam inches, k = 54 x 109 b2 md.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengukuran permeabilitas:


1. Jika ada rekahan --- pengukuran yang diperoleh di laboratorium adalah permeabilitas
matrik yang biasanya lebih rendah dari permeabilitas in-situ.
2. Gas slippage --- molekul gas slip sepanjang permukaan butiran yang terjadi jika
diameter pori mendekati harga rata-rata jalur (mean free path) molekul gas disebut

Sifat Fisik Batuan, hal. 14


dengan Klinkenberg effect. Kejadian ini membedakan dengan asumsi persamaan Darcy
yang bersifat laminer dimana tidak terjadi slip.

laminer (Darcy)

Jika terjadi
slippage

H2
N2

khitung
CO2

1
p

khitung

1
p

Mean free path dari molekul gas akan tergantung pada ukuran molekul sehingga pengukuran
permeabilitas akan tergantung pada gas yang digunakan. Telah diketahui pula bahwa mean
free path merupakan fungsi dari tekanan sehingga Klinkenberg effect untuk gas slippage:
Diabaikan pada tekanan tinggi (1/p 0)

Sifat Fisik Batuan, hal. 15


Klinkenberg effect karena gas slippage lebih besar pada batuan dengan permeabilitas
rendah karena permeabilitas merupakan fungsi dari capillary openings.
Efek dari gas slippage ini dapat dihilangkan dengan melakukan pengukuran pada berbagai
tekanan rata-rata dan diekstrapolasi ke harga tekanan tinggi, yaitu ke harga 1/p 0.

Tekanan Kapiler
Konsep tekanan kapiler berkenaan dengan fenomena berikut ini:
1. Adhesikohesi
2. Tegangan permukaan dan tegangan antar muka
3. Sifat kebasahan.
Ketika dua fluida yang tidak saling tercampur, seperti minyak dan air, berada bersama-sama
(saling kontak satu sama lain), maka situasinya dapat digambarkan seperti ditunjukkan oleh
gambar skematik berikut. Sudut , yang diukur melalui air, disebut dengan sudut kontak. Jika
< 90o batuan reservoir disebut sebagai water wet. Sedangkan jika > 90o batuan reservoir
disebut sebagai oil wet. Oleh karenanya, sifat kebasahan (wettability), seperti didefinisikan
oleh sudut tersebut, adalah ukuran fluida mana yang tertarik (adhesi) dengan batuan.

ow

minyak
air

os ow

ws = os + ow cos

A T = ws os = ow cos

Dua situasi dinamik sehubungan dengan keberadaan minyak dan air tersebut ditunjukkan
oleh gambar skematik berikut. Imbibisi adalah peristiwa dimana saturasi wetting phase
bertambah sedangkan drainage sebaliknya, yaitu bila saturasi wetting phase berkurang. Telah
dibuktikan secara eksperimental bahwa sudut kontak lebih besar pada peristiwa imbibisi
dibandingkan dengan drainage. Perbedaan sudut kontak ini disebut dengan hysteresis.
Berdasarkan besaran tegangan permukaan dan tegangan antar muka, maka dapat dikatakan
sifat water wettability sebagai berikut:

Sifat Fisik Batuan, hal. 16


Water wet properties:
ws os
AT = positif
cos = positif
0o 90o
= 0o strongly water wet.

ow Fenomena hysteresis ow

minyak minyak
air
air

os ow os ow

Wetting phase bertambah Wetting phase berkurang


(imbibisi) (drainage)

Apakah reservoir umumnya bersifat water wet, oil wet, atau intermediate wettability ( 90o)
masih dalam tahap penelitian. Namun, diketahui bahwa semua reservoir pada mulanya
tersaturasi oleh air (water wet), sebelum terjadi migrasi minyak dan terperangkap di reservoir,
maka wettability ini seharusnya tetap demikian.

Kenyataan bahwa minyak dan air tidak tercampur satu sama lain sangat penting dalam
deskripsi dinamika reservoir. Ketika kedua fluida saling kontak, maka akan terlihat dengan
jelas bidang antar muka (interface) antara keduanya. Molekul-molekul di dekat interface
tertarik oleh molekul-molekul di sekelilingnya namun dengan gaya tarik yang tidak sama.
Hal ini meningkatkan energi bebas per luas permukaan atau tegangan antar muka. Jika
interface berbentuk lengkungan maka tekanan pada sisi concave akan melebih tekanan pada
sisi convex. Perbedaan kedua tekanan tersebut disebut dengan tekanan kapiler. Persamaan
umum untuk menghitung tekanan kapiler diberikan oleh persamaan Laplace berikut:
1 1
p c = p o p w = +
r1 r 2
dimana
pc = tekanan kapiler (unit absolut)

Sifat Fisik Batuan, hal. 17


= tegangan antar muka (interfacial tension)
r = radius lengkungan pada interface minyak-air seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.

Batuan

Air
r1 x

Minyak
r2

Gambar di atas menunjukkan sejumlah air yang berada di antara dua butiran batuan pada
reservoir water wet. Untuk menghitung tekanan kapiler pada titik x pada interface, satu radius
lengkungan, misalnya r1, yang diukur melalui minyak, adalah positif, sedangkan radius
lengkungan lainnya, yaitu r2, yang diukur melalui air, adalah negatif. Namun karena r1 < r2,
maka tekanan kapiler tetap positif.

Terlihat pada gambar di atas juga bahwa volume (saturasi) air berkurang, radius berkurang,
dan karenanya harus ada hubungan terbalik antara pc dengan Sw. Hubungan tekanan kapiler
dengan saturasi air ini disebut dengan kurva tekanan kapiler dan umumnya terlihat seperti
ditunjukkan oleh gambar berikut.

pc B

Drainage

Imbibisi
C A
Swc 1 - Sor 100%

Tinjau proses berikut yang dilakukan di laboratorium. Dimulai dari titik A dimana batuan
(core) tersaturasi air 100%, air kemudian didesak oleh minyak. Proses ini adalah drainage.

Sifat Fisik Batuan, hal. 18


Jika perbedaan tekanan fasa (yaitu pressure differential) diplot sebagai fungsi dari saturasi air
yang berkurang, hasilnya adalah kurva yang ditunjukkan oleh garis putus-putus. Pada harga
saturasi connate water, titik B, terdapat diskontinuitas dimana saturasi air tidak dapat
dikurangi lagi berapapun pressure differential yang diberikan. Proses sebaliknya dari proses
di atas dimana air mendesak minyak, yaitu proses imbibisi, hasilnya adalah kurva dengan
garis penuh. Kedua kurva berbeda satu sama lain karena efek hysteresis dalam sudut kontak.
Ketika saturasi air mencapai harga maksimum pada Sw = 1 Sor, harga tekanan kapiler
adalah nol (titik C). Pada titik ini harga saturasi minyak (= Sor) tidak dapat berkurang lagi
berapapun pressure differential yang diberikan (pc negatif). Hubungan pc dengan Sw yang
dihasilkan dari laboratorium tersebut dipengaruhi oleh:
1. Permeabilitas
2. Porositas
3. Distribusi ukuran pori

Secara ringkas, dua proses yang menggambarkan hubungan antara pc dan Sw tersebut dalam
kaitannya dengan proses recovery di reservoir adalah:
1. Proses drainage yang artinya penggantian fluida yang membasahi oleh fluida yang tidak
membasahi. Contoh: injeksi gas ke dalam resevoar minyak atau system tenaga dorong
depletion drive.
2. Proses imbibition yang artinya penggantian fluida yang tidak membasahi oleh fluida yang
membasahi. Contoh: injeksi air (waterflooding) ke dalam reservoar minyak.
Proses drainage diindikasikan dengan fluida membasahi bergerak meninggalkan tempat dan
proses imbibition diindikasikan dengan fluida membasahi datang.

Jadi, seperti disebutkan di atas, tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan
antara fasa tidak membasahi dan fasa membasahi (non-wetting phase dan wetting phase),
atau
pc = pnwp - pwp
2 gw cos
Sehingga tekanan kapiler untuk sistem udara-air: pc =
r

2 ow cos
Dan tekanan kapiler untuk sistem air-minyak: pc =
r
Tekanan kapiler pada media berpori:

Sifat Fisik Batuan, hal. 19


h
p cow = p oil p water = ( water oil )
144
jadi, dari sini dapat diturunkan:
Pcow x144
h=
water oil

Hal ini dapat dijelaskan oleh hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian sebagai berikut.
Kurva tekanan kapiler dapat diinterpretasikan sebagai ketinggian dari bidang saturasi air
konstan di atas titik di mana pc = 0. Analogi ini biasanya antara kenaikan kolom air karena
kapileritas di reservoir dengan eksperimen di laboratorium menggunakan air dan minyak
dengan air sebagai fasa yang membasahi. Hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian di
atas WOC dapat diilustrasikan secara skematis sebagai berikut:

po
R pw
r pc
po
pw Ketinggian
di atas
WOC
H

Minyak
po = pw = p (pc = 0)
Pada WOC:
Air
Pipa kapiler po = pw,
pc = 0

Pada interface, pc = 0 (menurut persamaan Laplace di atas, r1 = , r2 = ) sehingga pada titik


ini po = pw = p. Air akan naik di dalam pipa kapiler sampai mencapai ketinggian H di atas
interface yaitu sampai terjadi kesetimbangan antara kapileritas dan gravitasi (hidrostatik).
Jika po dan pw adalah masing-masing tekanan minyak dan air di dekat interface, maka:
p o = o gH = p

dan
p w = w gH = p

sehingga dengan mengurangkan persamaan kedua diperoleh:


p o p w = p c = gH

Sifat Fisik Batuan, hal. 20


Selanjutnya, dengan menggunakan geometri di sekitar interface yang naik di dalam pipa
kapiler dimana R = radius lengkungan interface dan r = radius pipa kapiler sehingga r =
Rcos, maka dengan memasukkan r1 = r2 = R yang berlaku untuk setiap titik pada interface
ke dalam persamaan Laplace, diperoleh tekanan kapiler sebagai berikut.
2 cos
po p w = pc = = gH
r
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghubungkan hasil eksperimen tekanan kapiler
di laboratorium dengan kejadian kapileritas di reservoir seperti dijelaskan berikut ini.

Mengubah data Laboratorium (pclab) ke kondisi Reservoar (pcr)


Dari definisi tekanan kapiler, dapat ditulis:
Tekanan kapiler di laboratorium:
2 L cos L
p cL =
r
2 L cos L
atau r=
p cL

Tekanan kapiler di reservoir:


2 R cos R
p cR =
r
2 R cos R
atau r=
p cR

sehingga diperoleh:
2 R cos R
p cR = p cL
2 L cos L

Contoh 2: Mengubah tekanan kapiler laboratorium ke reservoir


Jika di laboratorium terukur o = 50 dyne, o = 0o, pc = 10 psi dan di reservoir terukur o = 25
dyne, o = 30o, hitung tekanan kapiler di reservoir.

Penyelesaian:
cos R
pcR = R pcL
L cos L

(25)(cos 30)
= (10) = 4.33 psi
(50)(cos 0)

Sifat Fisik Batuan, hal. 21


Perata-rataan tekanan kapiler:
Menggunakan Jfunction untuk mentransform data pc ke kurva yang lebih umum (universal
curve). Sesungguhnya, universal curve tidak mungkin dibuat karena perbedaan kapileritas di
reservoir yang sangat besar. Namun, konsep ini (penggunaan J-function) sangat bermanfaat.
1/ 2
pc k
J (Sw ) =
cos

Permeabilitas Relatif
Dalam penggunaan hukum Darcy yang dijelaskan di atas, secara implicit dianggap bahwa
permeabilitas adalah sifat fisik batuan yang konstan, tidak terpengaruh oleh keadaan fluida
yang sedang mengalir melewati pori-pori. Hal ini benar jika batuan tersebut sedang dialiri
oleh satu fasa fluida. Dalam keadaan demikian, permeabilitas batuan yang ditunjukkan oleh
hukum Darcy tersebut disebut dengan permeabilitas absolut. Jika terdapat dua fluida yang
mengalir bersama-sama, misalnya minyak dan air, maka tiap fluida yang sedang mengalir
tersebut mempunyai permeabilitas sendiri-sendiri, yang dalam hal ini disebut dengan
permeabilitas efektif. Jumlah permeabilitas efektif selalu lebih kecil dari permeabilitas
absolute. Permeabilitas efektif tergantung pada saturasi masing-masing fluida. Makin tinggi
saturasi fluida makin tinggi pula permeabilitas efektif batuan terhadap fluida tersebut. Hal ini
ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar tersebut menunjukkan permeabilitas efektif
minyak dan air sebagai fungsi saturasi air dengan catatan So = 1 Sw.

k k 1 1
kro*

krw*
ko
kw kro krw

0 0 0 0
0 Swc 1- Sor 1 0 Swc 1- Sor 1
Sw Sw

Tinjau kurva permeabilitas efektif untuk air. Dua titik pada kurva tersebut segera dikenali.
Pada Sw = Swc, saturasi water connate atau saturasi air irreducible, air tidak mengalir dan kw =

Sifat Fisik Batuan, hal. 22


0 dan pada Sw = 1 batuan tersaturasi seluruhnya oleh air sehingga kw = k, yaitu permeabilitas
absolute. Demikian pula untuk minyak. Pada Sw = 0 (So = 1) maka ko = k dan pada saat
saturasi minyak menuruna ke Sor, saturasi minyak residual, maka ada minyak yang dapat
mengalir sehingga ko = 0. Di antara kedua titik batas ini, maka mengalir minyak dan air
dengan masing-masing ko dan kw tertentu. Bentuk kurva permeabilitas terhadap saturasi
tersebut tergantung pada wettability yang akan menentukan fluida mana apakah minyak atau
air yang lebih tertarik oleh batuan.

Plot permeabilitas efektif dapat dinormalisasi dengan membaginya dengan permeabilitas


absolut. Hasil pembagian ini disebut dengan permeabilitas relatif, yaitu:
k o (S w ) k w (S w )
k ro (S w ) = dan k rw (S w ) =
k k
Plot kro dan krw tersebut juga ditunjukkan di atas. Kurva permeabilitas relatif mempunyai
bentuk yang sama persis dengan kurva permeabilitas efektif. Bedanya kurva permeabilitas
relatif mempunyai interval dari 0 sampai 1. Secara matematis, permeabilitas relatif lebih
sering digunakan dalam menggambarkan perbandingan permeabilitas efektif karena
hubungan berikut:
k o (S w ) k k ro (S w ) k ro (S w )
= =
k w (S w ) k k rw (S w ) k rw (S w )
Dalam plot di atas, bagian kurva untuk saturasi di bawah Sw = Swc dan di atas Sw = 1 Sor
diplot dengan garis putus-putus karena walaupun bagian kurva ini dapat ditentukan di
laboratorium tidak akan ditemui di reservoir. Secara praktis, saturasi air yang mungkin
menggambarkan dinamika fluida di reservoir adalah dalam kisaran:
S wc S w 1 S or
Permabilitas relatif maksimum baik terhadap minyak maupun air yang secara alami dapat
terjadi di reservoir disebut dengan end-point relative permeability, yang didefinisikan
sebagai:

k *ro = k ro pada S w = S wc

k *rw = k rw pada S w = 1 Sor


Seringkali, kurva permeabilitas efektif dinormalisasi dengan cara membaginya dengan harga
permeabilitas efektif maksimum terhadap minyak, yaitu:

k o (S w = S wc) = k k *ro
sehingga

Sifat Fisik Batuan, hal. 23


k o (S w ) k w (S w )
K ro (S w ) = dan K rw (S w ) =
k o (S w = S wc) k o (S w = S wc)
Plot Kro dan Krw terhadap Sw tersebut ditunjukkan oleh gambar berikut.

1 1

Kro Krw

0 0
0 Swc 1- Sor 1
Sw

Dengan demikian, untuk menggambarkan aliran simultan minyak dan air di reservoir dengan
menggunakan hukum Darcy, maka permeabilitas absolut k diganti dengan permeabilitas
efektif ko (Sw) dan kw (Sw).

Statistical Measures
Pada dasarnya, kita tidak dapat melakukan pengukuran sifat fisik batuan secara keseluruhan
(yaitu kita tidak dapat melakukan penggalian seluruh batuan reservoir, kemudian
mengukurnya). Yang dapat kita lakukan hanya mengambil contoh (sampel) dari populasi
(batuan), kemudian mengukurnya dan menganggap sifat fisik yang terukur tersebut dapat
mewakili sifat fisik batuan reservoir secara keseluruhan. Dalam hal ini, seringkali kita hanya
menggunakan satu harga (porositas atau permeabilitas) dan menganggapnya mewakili
keseluruhan reservoir.

Namun, jika terdapat cukup sampel, sebenarnya kita dapat melakukan perkiraan sifat fisik
reservoir (populasi) dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik. Untuk keperluan analisis
statistik tersebut, pertama-tama kita perlu mengelompokkan jenis data sampel sebagai
berikut:
1. Classified (disusun dengan cara tertentu)
2. Unclassified (disusun secara acak)

Sifat Fisik Batuan, hal. 24


Klasifikasi data seperti ini seringkali dapat memberikan informasi tambahan untuk
menjelaskan (mendeskripsikan) sifat fisik dari populasi.

Metodologi statistika yang sering digunakan dalam analisis statistika sifat fisik batuan adalah:
1. Distribusi frekuensi. Data didistribusikan ke dalam kelas-kelas. Jumlah data dalam tiap
kelas disebut dengan frekuensi kelas. Penyusunan data menurut kelas-kelas ini disebut
dengan distibusi frekuensi atau tabel frekuensi.
2. Histogram. Histogram adalah representasi grafis dari distribusi frekuensi. Sumbu vertikal
adalah jumlah data, yaitu frekuensi kelas pada tiap kelas, dan sumbu mendatar adalah
interval kelas.
3. Distribusi frekuensi kumulatif. Ini diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi relatif dan
mem-plot-nya untuk membuat distribusi frekuensi kumulatif lebih kecil dari atau sama
dengan. Berkaitan dengan itu, tidak jarang juga diplot distribusi frekuensi kumulatif
lebih besar dari atau sama dengan.

Contoh histogram (atau frekuensi relatif) dan distribusi frekuensi kumulatif lebih kecil dari
atau sama dengan ditunjukkan oleh gambar skematik berikut.

frekuensi frekuensi
kumulatif

Distribusi yang dihasilkan dapat berupa salah satu dari dua distribusi berikut:
1. Distribusi normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang mempunyai bentuk simetris
menyerupai sebuah bel. Distribusi ini sering disebut dengan distribusi Gaussian.
2. Distribusi log normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang terlihat seperti distribusi
normal dengan bentuk yang skewed terhadap satu sisi. Distribusi semacam ini disebut
juga distribusi eksponensial.
Contoh distribusi yang dapat dihasilkan adalah sebagai berikut:

Sifat Fisik Batuan, hal. 25


Distribusi
Positive skew log normal
Negative
skew
Distribusi normal

Measures of Central Tendency


Harga rata-rata adalah harga yang dapat merepresentasikan suatu set data. Ketika suatu set
data disusun menurut besar-kecilnya harga data maka harga rata-rata akan cenderung untuk
berada di tengah-tengah susunan data tersebut. Harga rata-rata tersebut dikatakan sebagai
measure of central tendency. Besaran-besaran lain yang dihitung sebagai ukuran central
tendency adalah:
Arithmetic mean atau average atau expected value
= E( z )
Sample estimate of population mean
1 N
z= zi
N i =1
Geometric mean
1/ N
N
z g = z i
i =1
Harga logaritmik dari geometric mean adalah arithmetic average dari logaritmik zi
Median. Sample median adalah observasi pada set data sehingga setengah dari harga dalam
set data tersebut berada dalam satu sisi (set data terbagi dua bagian). Population median
berkaitan dengan the 50th percentile.
med
f ( z ) dz = 0.5

Mode. Mode adalah harga yang paling sering muncul atau terjadi atau harga yang paling
mungkin. Population mode memberikan harga maksimum f(z).
df (z) d 2 f (z)
Untuk z yang kontinu: = 0 dan <0
dz d z2
N
Untuk z yang diskrit: Max f ( z i )
i =1

Sifat Fisik Batuan, hal. 26


Measures of Variability (Dispersion)
Range:
Yaitu perbedaan antara harga terbesar dan harga terkecil

Variance:
Yaitu deviasi kuadrat rata-rata dari mean.
Untuk populasi diskrit dengan ukuran n:
2
( z i )
2 = i
n
Sample estimate of variance:
2
( zi z )
s2 = i
n 1
Satuan dari variance adalah sama dengan satuan untuk z2.

Deviasi Standar dan Spreadness.


Yaitu deviasi standar berkaitan dengan dimensionless measure of dispersion (measure of
spreadness) yaitu koefisien variasi, Cv:

s Sample Variance
Cv = =
z Mean
dimana s disebut dengan deviasi standar.

Contoh 3: Analisis statistik


Contoh ini menggambarkan penggunaan metodologi analisis untuk suatu populasi harga
porositas dan permeabilitas yang diambil dari lapangan (data nyata). Analisis dilakukan
dengan menggunakan distribusi frekuensi, yaitu dengan menentukan dan/atau menghitung:
1. Frekuensi kelas
2. Tabel frekuensi
3. Internal kelas
4. Nilai tengah setiap kelas
untuk kemudian membuat plot distribusi frekuensi yang disebut dengan histogram, yaitu plot
frekuensi vs. interval.

Sifat Fisik Batuan, hal. 27


Data porositas dan permeabilitas terhadap kedalaman ditunjukkan oleh table berikut.
Permeabilitas, Permeabilitas,
D Porositas, % D Porositas, %
md md
4805.5 0.0 7.5 4829.5 395 19.4
4806.5 0.0 12.3 4830.5 405 17.5
4807.5 2.5 17.0 4831.5 275 16.4
4808.8 59 20.7 4832.5 852 17.2
4809.5 221 19.1 4833.5 610 15.5
4810.5 211 20.4 4834.5 406 20.2
4811.5 275 23.3 4835.5 535 18.3
4812.5 384 24.0 4836.5 663 19.6
4813.5 108 23.3 4837.5 597 17.7
4814.5 147 16.1 4838.5 434 20.0
4815.5 290 17.2 4839.5 339 16.8
4816.5 170 15.3 4840.5 216 13.3
4817.5 278 15.9 4841.5 332 18.0
4818.5 238 18.6 4842.5 295 16.1
4819.5 167 16.2 4843.5 882 15.1
4820.5 304 20.0 4844.5 600 18.0
4821.5 98 16.9 4845.5 407 15.7
4822.5 191 18.1 4846.5 Tidak ada data
4823.5 266 20.3 4847.5 479 17.8
4824.5 40 15.3 4848.5 0.0 9.2
4825.5 260 15.1 4849.5 139 20.5
4826.5 179 14.0 4850.5 135 8.4
4827.5 312 15.6 4851.5 0.0 1.1
4828.5 272 15.5

Dua tebel berikut menunjukkan proses perhitungan untuk:


1. Mean dan deviasi standar
2. Frekuensi kumulatif untuk data porositas
3. Frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas

Sifat Fisik Batuan, hal. 28


Tabel perhitungan mean dan deviasi standar untuk data porositas:

i Interval (%) fi xi fi xi (xi - ) (xi - )2 fi(xi - )2


1 7.0 < 10.0 1 8.5 8.5 9.2 84.64 84.64
2 10.0 < 12.0 0 11.0 0 6.7 44.89 0
3 12.0 < 14.0 1 13.0 13.0 4.7 22.09 22.09
4 14.0 < 16.0 10 15.0 150.0 2.7 7.29 72.90
5 16.0 < 18.0 12 17.0 204.0 0.7 0.49 5.88
6 18.0 < 20.0 8 19.0 152.0 +1.3 1.69 13.52
7 20.0 < 22.0 7 21.0 147.0 +3.3 10.89 76.23
8 22.0 < 25.0 3 23.5 70.5 +5.8 33.64 100.92
42 745.0 376.18

f i x i 745.0
= = =17.7%
f i 42
2
f i ( x i )
j 376.18
2 = = = 8.96
f i 42
j

= 8.96 = 2.99%

Tabel perhitungan frekuensi kumulatif untuk data porositas

Frekuansi kumulatif lebih Frekuansi kumulatif


i Interval (%) fi kecil atau sama dengan dinyatakan dalam
batas atas interval persen
1 7.0 < 10.0 1 1 2.4%
2 10.0 < 12.0 0 1 2.4%
3 12.0 < 14.0 1 2 4.8%
4 14.0 < 16.0 10 12 28.6%
5 16.0 < 18.0 12 24 57.1%
6 18.0 < 20.0 8 32 76.2%
7 20.0 < 22.0 7 39 92.9%
8 22.0 < 25.0 3 42 100%
42

Sifat Fisik Batuan, hal. 29


Grafik frekuensi kumulatif untuk data porositas diplot pada kertas probabilitas:

26

24

22
20
18
16
14
12
10
8
2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 98

Frekuensi Kumulatif, %

Pada 50th percentile = 17.7 %


Pada 84th percentile + = 20.7 % = 20.7 17.7 = 3%.

Tabel perhitungan frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas

Frekuansi kumulatif lebih Frekuansi kumulatif


i Interval (%) fi kecil atau sama dengan dinyatakan dalam
batas atas interval persen
1 0 50 2 2 4.8%
2 51 100 2 4 9.5%
3 101 150 4 8 19.0%
4 151 200 4 12 28.6%
5 201 250 4 16 38.1%
6 251 300 8 24 57.1%
7 301 350 4 28 66.7%
8 351 400 2 30 71.4%
9 401 450 4 34 81.0%
10 451 500 1 35 83.3%
11 501 700 5 40 95.2%
12 701 1000 2 42 100%
42

Sifat Fisik Batuan, hal. 30


Grafik frekuensi kumulatif untuk data permeabilitas diplot pada kertas probabilitas:

1000
700
500
400
300

200

100
70
50
40
30
20

10
2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 98

Frekuensi Kumulatif, %

Pada 50th percentile = 265 md.

Sifat Fisik Batuan, hal. 31

Anda mungkin juga menyukai