3 I Sifat Fisik Batuan PDF
3 I Sifat Fisik Batuan PDF
Bab ini menjelaskan sifat fisik batuan dan interaksinya dengan fluida yang dikandungnya
yang seringkali terlibat dalam perhitungan teknik reservoir. Pembahasan dalam bab ini tidak
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mendapatkan sifat fisik batuan tersebut melainkan
untuk menggambarkan bagaimana sifat fisik batuan tersebut harus dipahami dan digunakan
serta perannya dalam mendeskripsikan reservoir. Sifat fisik batuan yang dibahas adalah
porositas, kompresibilitas isotermal, permeabilitas, tekanan kapiler, dan permeabilitas relatif.
Sifat fisik permeabilitas terkait sangat erat dengan karakteristik aliran fluida dalam reservoir.
Oleh karena itu, pembahasan tentang permeabilitas pada bagian ini disampaikan dengan
berbagai ilustrasi yang berkaitan dengan persamaan aliran. Selanjutnya, aplikasi persamaan
aliran tersebut (equation of motion, hukum Darcy) pada perhitungan-perhitungan teknik
reservoir disampaikan pada Bab V: Pengantar Persamaan Aliran.
Porositas
Porositas didefinisikan sebagai a measure of the pore space available for the storage of fluids
in rock. Secara matematis, porositas adalah volume pori batuan dibagi oleh volume bulk
batuan, yang dituliskan sebagai berikut:
Vp Vb Vm
= =
Vb Vb
dimana:
= Porositas, dinyatakan dalam fraksi atau persen
Vp = Volume pori (L3)
Vb = Volume bulk (L3) = Vp + Vm
Vm = Volume matriks (L3)
Untuk batuan klastik, susunan butiran yang membentuk batuan sangat mempengaruhi besar
porositas. Rentang harga porositas berdasarkan susunan butiran adalah:
1. Maksimum, harga porositas yang diperoleh jika butiran tersusun secara cubic packing,
yaitu sebesar 0,476
2. Intermediate, untuk butiran seragam, porositas akan tergantung pada susunan butiran.
3. Minimum = 0
Jika r adalah jari-jari butiran pasir penyusun batuan, maka untuk susunan butiran yang
berbentuk kubik (cubic packing):
Vb = (2r)3 = 8r3
Vm = 8 (1/8 butir) = 1 butir = 4/3 r3
V b V m 8 r 3 (4 / 3) r 3
= = = 1 / 6 = 0.476
Vb 8 r3
Kompresibilitas Batuan
Kompresibilitas batuan menyatakan ukuran perubahan volume batuan per satuan perubahan
tekanan. Jika c = fraksi perubahan volume akibat perubahan tekanan, maka dapat ditulis:
V
1 V V T
c = =
V p T p
Terdapat 2 (dua) keadaan tekanan di dalam reservoir yang diperhitungan pada waktu
menentukan kompresibilitas batuan yaitu reservoir yang bertekanan normal dan reservoir
yang bertekanan abnormal.
Fo
Ff
Fm
Jenis-jenis Kompresibilitas:
1. Kompresibilitas matrik, cm 0
2. Kompresibilitas bulk, cb, bisanya digunakan dalam studi-studi subsidence
3. Kompresibilitas formasi, cf (disebut juga kompresibilitas volume pori), yang
didefinisikan sebagai:
1 V p
cf =
V p p m
Kompresibilitas formasi, cf, sangat penting diketahui karena ketika reservoir sedang
diproduksikan terjadi hal-hal sebagai berikut:
- fluida di dalam pori berkurang
- gaya-gaya dan tekanan batuan internal berubah, yang mengakibatkan perubahan pada
Vp, Vm, dan Vb.
Karena tekanan overburden, po, relatif konstan, maka dpm = - dpf , sehingga:
Tekanan
subnormal
Kedalaman
surnormal
Penyelesaian:
Konversi satuan luas dari acre ke ft2
A = 160 x 43,560 = 6,969,600 ft2
Hitung volume bulk dan volume pori:
Vb = 100 x 6,969,600 = 696,960,000 ft3
Vp = x Vb = 0.11 x 696,960,000 = 76,665,600 ft3
Dengan menggunakan definisi kompresibilitas isotermal maka dapat dihitung perubahan
volume akibat perubahan tekanan sebagai berikut:
1 dV p
5.0x 10 6 (1 / psi) =
76,665,600 ft 3 3,000 psi
dVp = 1.15x106 ft3
Sehingga:
1
h = 1.15x 10 6 ft 3 = 0.165 ft
6,969,600 ft 2
Permeabilitas
Pada tahun 1856, Henry Darcy, seorang inspektur jenderal (Inspector-General of Bridges and
Highways) pada perusahaan air di kota Dijon (The Public Fountains of the City of Dijon),
Perancis, melakukan percobaan mengalirkan air melalui media alir yang terbuat dari pasir.
Tujuan percobaan Darcy sebenarnya adalah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan
prinsip-prinsip yang dapat digunakan serta persamaan yang dapat dipakai dalam rangka
menjawab masalah distribusi air di kota Dijon. Dalam laporannya (diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris oleh R. Allan Freeze dari University of British Columbia) yang berjudul
Determination of the Laws of the Flow of Water Through Sand, secara skematis, percobaan
Darcy tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
q
h2 h1
L
k dp g dz
v=
dL 1.0133x10 6 dL
Sedangkan jika menggunakan satuan lapangan, setelah dilakukan konversi, maka persamaan
berikut berlaku:
k dp
v = 0.001127 + 0.4335 sin
dL
dp
dimana = gradien tekanan dan (0.4335 sin ) = gradient gravitasi.
dL
Jika dinyatakan dalam laju alir, maka penemuan Darcy dapat pula dijabarkan sebagai berikut:
A ( h 1 h 2)
q ,
L
di mana q = laju alir fluida, A = luas penampang media pasir, h adalah ketinggian masing-
masing awal dan akhir dari aliran (menyatakan head), dan L = panjang media pasir. Jadi
seharusnya berlaku:
A ( h 1 h 2)
q=k
L
dimana k, seperti dinyatakan di atas, adalah konstanta yang akan tergantung pada
karakteristik media pasir. Selanjutnya, k disebut dengan permeabilitas yang merupakan
ukuran kemampuan media pasir untuk mengalirkan fluida. Persamaan yang bersifat empiris
tersebut kemudian dikenal sebagai persamaan Darcy. Dalam percobaannya, Darcy
menggunakan fluida air, sehingga untuk fluida selain air digunakan harga viskositas
sehingga:
A ( h 1 h 2)
q=k
L
dimana adalah viskositas fluida. Selanjutnya, jika head dinyatakan dalam tekanan potensial,
maka persamaan Darcy dapat ditulis sebagai berikut:
kA dp g dz
q=
ds 1.0133x10 6 ds
q
atau, karena v s = , maka
A
k dp g dz
vs =
ds 1.0133x10 ds
6
Nomenklatur:
vs = Kecepatan superficial (flux volume sepanjang s), cm/s
vs/ = Kecepatan interstitial (kecepatan rata-rata melalui pori), cm/s
= Densitas fluida, gr/cm3
g = Percepatan gravitasi = 980 cm/s2
dp
= Gradien tekanan sepanjang s, atm/cm
ds
= Viskositas, cp
k = Permeabilitas, Darcy
A = Luas Penampang, cm2
Faktor konversi:
dyne = gr-cm/sec2 = satuan gaya
atm = 1.01325 x 106 dyne/cm2
gh = dyne/cm2 = satuan tekanan
poise = gr/cm sec = dyne sec/cm2.
k dp g dz
vs =
ds 1.0133x10 ds
6
m m L
2 3 2 (L )
L k Lt
L t
=
t m L L
Lt
k = L2 = cross-sectional area.
Jadi dimensi permeabilitas adalah panjang kuadrat atau luas. Hal ini membantu kita untuk
memandang aliran fluida dalam media pori dan sifat yang dikandungnya dalam hukum Darcy
dimana seluruh jaringan pori-pori dan channel dianggap sebagai luas media alir. Makin besar
luas (penampang) media alir makin besar laju alirnya. Untuk melihat lebih jauh tentang hal
ini, tinjau persamaan Darcy dalam bentuk sebagai berikut:
q x
k=
A x p
maka dengan menggunakan satuan centimeter-gram-second (cgs), yaitu
q = laju alir volumetrik, cm3 det-1
Ax = luas penampang, cm2
p = beda tekanan, atm
= viskositas fluida, cp (1 cp = 1/100 g cm-1 det-1 = 1/100 poise)
x = jarak kedua beda tekanan, cm
dan berdasarkan definisi unit Darcy diperoleh
Faktor
Simbol Darcy Units Field Units
konversi (x)
q cc/detik 1.841 bbl/d
k darcy 1000.0 md
A cm2 0.001 076 391 ft2
h cm 0.032 808 399 ft
p atm 14.695 948 63 psia
L cm 0.032 808 399 ft
cp 1.0 cp
w
h
A
q B
C
kwh (p1 p 2)
qt =
L
maka: kh = k A h A + k B h B + k C h C , sehingga
n k jh j
k=
j =1 h
Dengan demikian, dengan menggunakan cara yang sama maka diperoleh rumusan
permeabilitas untuk sistem reservoir berlapis sebagai berikut:
1. Horizontal, linear, arah aliran fluida paralel terhadap pelapisan
n k jh j
k=
j =1 h
L
d
Tinjau pula persamaan Poiseuille untuk aliran viscous melalui pipa kapiler:
r4
q= (p p )
8L 1 2
Sedangkan: A = r2 sehingga
A r2
q= (p p )
8L 1 2
Sekarang, tinjau persamaan Darcy untuk aliran liquid dalam system linier
kA
q= (p p )
L 1 2
Dengan menganggap kedua persamaan mempunyai satuan yang konsisten, maka:
A r2 kA
(p1 p 2) = (p p )
8L L 1 2
sehingga
2. Fracture
Tinjau aliran melalui rekahan dengan lebar rekahan b seperti ditunjukkan skema berikut:
Ab 2
q= (p p )
12L 1 2
Dengan menyamakan dengan persamaan Darcy, maka
Ab 2 kA
(p1 p 2) = (p p )
12L L 1 2
Dengan demikian,
b2
k= dalam satuan Darcy.
12
Jika b dalam inches, k = 54 x 109 b2 md.
laminer (Darcy)
Jika terjadi
slippage
H2
N2
khitung
CO2
1
p
khitung
1
p
Mean free path dari molekul gas akan tergantung pada ukuran molekul sehingga pengukuran
permeabilitas akan tergantung pada gas yang digunakan. Telah diketahui pula bahwa mean
free path merupakan fungsi dari tekanan sehingga Klinkenberg effect untuk gas slippage:
Diabaikan pada tekanan tinggi (1/p 0)
Tekanan Kapiler
Konsep tekanan kapiler berkenaan dengan fenomena berikut ini:
1. Adhesikohesi
2. Tegangan permukaan dan tegangan antar muka
3. Sifat kebasahan.
Ketika dua fluida yang tidak saling tercampur, seperti minyak dan air, berada bersama-sama
(saling kontak satu sama lain), maka situasinya dapat digambarkan seperti ditunjukkan oleh
gambar skematik berikut. Sudut , yang diukur melalui air, disebut dengan sudut kontak. Jika
< 90o batuan reservoir disebut sebagai water wet. Sedangkan jika > 90o batuan reservoir
disebut sebagai oil wet. Oleh karenanya, sifat kebasahan (wettability), seperti didefinisikan
oleh sudut tersebut, adalah ukuran fluida mana yang tertarik (adhesi) dengan batuan.
ow
minyak
air
os ow
ws = os + ow cos
A T = ws os = ow cos
Dua situasi dinamik sehubungan dengan keberadaan minyak dan air tersebut ditunjukkan
oleh gambar skematik berikut. Imbibisi adalah peristiwa dimana saturasi wetting phase
bertambah sedangkan drainage sebaliknya, yaitu bila saturasi wetting phase berkurang. Telah
dibuktikan secara eksperimental bahwa sudut kontak lebih besar pada peristiwa imbibisi
dibandingkan dengan drainage. Perbedaan sudut kontak ini disebut dengan hysteresis.
Berdasarkan besaran tegangan permukaan dan tegangan antar muka, maka dapat dikatakan
sifat water wettability sebagai berikut:
ow Fenomena hysteresis ow
minyak minyak
air
air
os ow os ow
Apakah reservoir umumnya bersifat water wet, oil wet, atau intermediate wettability ( 90o)
masih dalam tahap penelitian. Namun, diketahui bahwa semua reservoir pada mulanya
tersaturasi oleh air (water wet), sebelum terjadi migrasi minyak dan terperangkap di reservoir,
maka wettability ini seharusnya tetap demikian.
Kenyataan bahwa minyak dan air tidak tercampur satu sama lain sangat penting dalam
deskripsi dinamika reservoir. Ketika kedua fluida saling kontak, maka akan terlihat dengan
jelas bidang antar muka (interface) antara keduanya. Molekul-molekul di dekat interface
tertarik oleh molekul-molekul di sekelilingnya namun dengan gaya tarik yang tidak sama.
Hal ini meningkatkan energi bebas per luas permukaan atau tegangan antar muka. Jika
interface berbentuk lengkungan maka tekanan pada sisi concave akan melebih tekanan pada
sisi convex. Perbedaan kedua tekanan tersebut disebut dengan tekanan kapiler. Persamaan
umum untuk menghitung tekanan kapiler diberikan oleh persamaan Laplace berikut:
1 1
p c = p o p w = +
r1 r 2
dimana
pc = tekanan kapiler (unit absolut)
Batuan
Air
r1 x
Minyak
r2
Gambar di atas menunjukkan sejumlah air yang berada di antara dua butiran batuan pada
reservoir water wet. Untuk menghitung tekanan kapiler pada titik x pada interface, satu radius
lengkungan, misalnya r1, yang diukur melalui minyak, adalah positif, sedangkan radius
lengkungan lainnya, yaitu r2, yang diukur melalui air, adalah negatif. Namun karena r1 < r2,
maka tekanan kapiler tetap positif.
Terlihat pada gambar di atas juga bahwa volume (saturasi) air berkurang, radius berkurang,
dan karenanya harus ada hubungan terbalik antara pc dengan Sw. Hubungan tekanan kapiler
dengan saturasi air ini disebut dengan kurva tekanan kapiler dan umumnya terlihat seperti
ditunjukkan oleh gambar berikut.
pc B
Drainage
Imbibisi
C A
Swc 1 - Sor 100%
Tinjau proses berikut yang dilakukan di laboratorium. Dimulai dari titik A dimana batuan
(core) tersaturasi air 100%, air kemudian didesak oleh minyak. Proses ini adalah drainage.
Secara ringkas, dua proses yang menggambarkan hubungan antara pc dan Sw tersebut dalam
kaitannya dengan proses recovery di reservoir adalah:
1. Proses drainage yang artinya penggantian fluida yang membasahi oleh fluida yang tidak
membasahi. Contoh: injeksi gas ke dalam resevoar minyak atau system tenaga dorong
depletion drive.
2. Proses imbibition yang artinya penggantian fluida yang tidak membasahi oleh fluida yang
membasahi. Contoh: injeksi air (waterflooding) ke dalam reservoar minyak.
Proses drainage diindikasikan dengan fluida membasahi bergerak meninggalkan tempat dan
proses imbibition diindikasikan dengan fluida membasahi datang.
Jadi, seperti disebutkan di atas, tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan
antara fasa tidak membasahi dan fasa membasahi (non-wetting phase dan wetting phase),
atau
pc = pnwp - pwp
2 gw cos
Sehingga tekanan kapiler untuk sistem udara-air: pc =
r
2 ow cos
Dan tekanan kapiler untuk sistem air-minyak: pc =
r
Tekanan kapiler pada media berpori:
Hal ini dapat dijelaskan oleh hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian sebagai berikut.
Kurva tekanan kapiler dapat diinterpretasikan sebagai ketinggian dari bidang saturasi air
konstan di atas titik di mana pc = 0. Analogi ini biasanya antara kenaikan kolom air karena
kapileritas di reservoir dengan eksperimen di laboratorium menggunakan air dan minyak
dengan air sebagai fasa yang membasahi. Hubungan tekanan kapiler dengan ketinggian di
atas WOC dapat diilustrasikan secara skematis sebagai berikut:
po
R pw
r pc
po
pw Ketinggian
di atas
WOC
H
Minyak
po = pw = p (pc = 0)
Pada WOC:
Air
Pipa kapiler po = pw,
pc = 0
dan
p w = w gH = p
sehingga diperoleh:
2 R cos R
p cR = p cL
2 L cos L
Penyelesaian:
cos R
pcR = R pcL
L cos L
(25)(cos 30)
= (10) = 4.33 psi
(50)(cos 0)
Permeabilitas Relatif
Dalam penggunaan hukum Darcy yang dijelaskan di atas, secara implicit dianggap bahwa
permeabilitas adalah sifat fisik batuan yang konstan, tidak terpengaruh oleh keadaan fluida
yang sedang mengalir melewati pori-pori. Hal ini benar jika batuan tersebut sedang dialiri
oleh satu fasa fluida. Dalam keadaan demikian, permeabilitas batuan yang ditunjukkan oleh
hukum Darcy tersebut disebut dengan permeabilitas absolut. Jika terdapat dua fluida yang
mengalir bersama-sama, misalnya minyak dan air, maka tiap fluida yang sedang mengalir
tersebut mempunyai permeabilitas sendiri-sendiri, yang dalam hal ini disebut dengan
permeabilitas efektif. Jumlah permeabilitas efektif selalu lebih kecil dari permeabilitas
absolute. Permeabilitas efektif tergantung pada saturasi masing-masing fluida. Makin tinggi
saturasi fluida makin tinggi pula permeabilitas efektif batuan terhadap fluida tersebut. Hal ini
ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar tersebut menunjukkan permeabilitas efektif
minyak dan air sebagai fungsi saturasi air dengan catatan So = 1 Sw.
k k 1 1
kro*
krw*
ko
kw kro krw
0 0 0 0
0 Swc 1- Sor 1 0 Swc 1- Sor 1
Sw Sw
Tinjau kurva permeabilitas efektif untuk air. Dua titik pada kurva tersebut segera dikenali.
Pada Sw = Swc, saturasi water connate atau saturasi air irreducible, air tidak mengalir dan kw =
k *ro = k ro pada S w = S wc
k o (S w = S wc) = k k *ro
sehingga
1 1
Kro Krw
0 0
0 Swc 1- Sor 1
Sw
Dengan demikian, untuk menggambarkan aliran simultan minyak dan air di reservoir dengan
menggunakan hukum Darcy, maka permeabilitas absolut k diganti dengan permeabilitas
efektif ko (Sw) dan kw (Sw).
Statistical Measures
Pada dasarnya, kita tidak dapat melakukan pengukuran sifat fisik batuan secara keseluruhan
(yaitu kita tidak dapat melakukan penggalian seluruh batuan reservoir, kemudian
mengukurnya). Yang dapat kita lakukan hanya mengambil contoh (sampel) dari populasi
(batuan), kemudian mengukurnya dan menganggap sifat fisik yang terukur tersebut dapat
mewakili sifat fisik batuan reservoir secara keseluruhan. Dalam hal ini, seringkali kita hanya
menggunakan satu harga (porositas atau permeabilitas) dan menganggapnya mewakili
keseluruhan reservoir.
Namun, jika terdapat cukup sampel, sebenarnya kita dapat melakukan perkiraan sifat fisik
reservoir (populasi) dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik. Untuk keperluan analisis
statistik tersebut, pertama-tama kita perlu mengelompokkan jenis data sampel sebagai
berikut:
1. Classified (disusun dengan cara tertentu)
2. Unclassified (disusun secara acak)
Metodologi statistika yang sering digunakan dalam analisis statistika sifat fisik batuan adalah:
1. Distribusi frekuensi. Data didistribusikan ke dalam kelas-kelas. Jumlah data dalam tiap
kelas disebut dengan frekuensi kelas. Penyusunan data menurut kelas-kelas ini disebut
dengan distibusi frekuensi atau tabel frekuensi.
2. Histogram. Histogram adalah representasi grafis dari distribusi frekuensi. Sumbu vertikal
adalah jumlah data, yaitu frekuensi kelas pada tiap kelas, dan sumbu mendatar adalah
interval kelas.
3. Distribusi frekuensi kumulatif. Ini diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi relatif dan
mem-plot-nya untuk membuat distribusi frekuensi kumulatif lebih kecil dari atau sama
dengan. Berkaitan dengan itu, tidak jarang juga diplot distribusi frekuensi kumulatif
lebih besar dari atau sama dengan.
Contoh histogram (atau frekuensi relatif) dan distribusi frekuensi kumulatif lebih kecil dari
atau sama dengan ditunjukkan oleh gambar skematik berikut.
frekuensi frekuensi
kumulatif
Distribusi yang dihasilkan dapat berupa salah satu dari dua distribusi berikut:
1. Distribusi normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang mempunyai bentuk simetris
menyerupai sebuah bel. Distribusi ini sering disebut dengan distribusi Gaussian.
2. Distribusi log normal, yaitu distribusi probabilitas kontinu yang terlihat seperti distribusi
normal dengan bentuk yang skewed terhadap satu sisi. Distribusi semacam ini disebut
juga distribusi eksponensial.
Contoh distribusi yang dapat dihasilkan adalah sebagai berikut:
Variance:
Yaitu deviasi kuadrat rata-rata dari mean.
Untuk populasi diskrit dengan ukuran n:
2
( z i )
2 = i
n
Sample estimate of variance:
2
( zi z )
s2 = i
n 1
Satuan dari variance adalah sama dengan satuan untuk z2.
s Sample Variance
Cv = =
z Mean
dimana s disebut dengan deviasi standar.
f i x i 745.0
= = =17.7%
f i 42
2
f i ( x i )
j 376.18
2 = = = 8.96
f i 42
j
= 8.96 = 2.99%
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 98
Frekuensi Kumulatif, %
1000
700
500
400
300
200
100
70
50
40
30
20
10
2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 98
Frekuensi Kumulatif, %