PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Imunitas nonspesifik.
Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa
keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim,
komploment ; dan komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag.
Netrofil dan makrofag melakukan fagositosis terhadap benda asing dan
memproduksi berbagai mediator untuk menarik sel-sel inflamasi lain di daerah
infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.
2. Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara
spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan
antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih
cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon
imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas
humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral
melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
Aktivitas respon imun spesifik
Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut
sebagai antigen presenting sel.
Indikasi imunosupresan
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu:
1. transplantasi organ
2. penyakit autoimun
3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonates
Prinsip umum terapi imunosupresan
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang
optimal adalah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan
dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan
antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun.
Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan.
Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan
akan jauh berkurang.
2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang
berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu
antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan
sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun
baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit diatasi.
Pilahan Obat Imunosupresan
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu
pemberiannya. Untuk itu, respon imun dibagi dalam dua fase :
1. Fase pertama adalah fase induksi, yang meliputi :
Fase pengolahan antigen oleh makrofag, dan pengenalan antigen oleh limfosit
imunokompeten.
Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T
2. Fase kedua adalah fase produksi, yaitu fase sintesis aktif antibodi dan
limfokin.
Berdasarkan respon imun, imunosupresan dibagi menjadi tiga kelas :
Kelas I: harus diberikan sebelum fase induksi yaitu sebelum terjadi
perangsangan oleh antigen. Kerjanya merusak limfosit imunokompeten. Jika
diberikan setelah terjadi perangsangan oleh antigen, biasanya tidak diperoleh efek
imunosupresif sehingga respon imun dapat berlanjut terus.
Kelas II: harus diberikan dalam fase induksi, biasanya satu atau dua hari setelah
perangsangan oleh antigen berlangsung. Obat golongan ini bekerja mengambat
proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit.
Kelas III: memiliki sifat dari kelas I dan II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan
imunosupresi bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh
Antigen.
2. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan siklosporin dalam
mencegah penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga berguna untuk penyakit
autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini disetujui untuk digunakan dalam
pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan berat pada orang dewasa dan pada
psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat lain.
o Nama : 4-amino-4-deoxy10-methylpteoryl-L-glutamic acid.
o Struktur kimia : C20H22N8O5
o Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis.
Praktis tidak larut dalam air, alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam
mineral, basa hidroksida dan karbonat.
o Golongan/Kelas Terapi
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat utnuk terapi.
o Nama dagang
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,
Methotrexate Kalbe.
o Indikasi :
Pengobatan untuk neoplasma trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis,
termasuk terapi poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma
payudara, karsinoma leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma,
sarcoma jaringan lunak, karsinoma saluran gastrointestinal, karsinoma esofagus,
karsinoma testes, karsinoma limfoma.
o Dosis, cara pemberian dan lama pemberian :
Dosis 100 500 mg/m membutuhkan leucovorin rescue, > 500 mg/m harus
menggunakan leucovorin rescue baik secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10
mg/m setiap 6 jam untuk 6-8 dosis dimulai 24 jam setelah pemberian
metotreksat. Pemberian leucovorin dilanjutkan sampai kadar metotreksat dalam
darah sebesar < 0.1 micromolar. Jika kadar metotreksat setelah 48 jam > 1
mikromolar atau setelah 72 jam > 0.2 micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m
setiap 6 jam sampai kadar metotreksat sebesar < 0.1 micromolar.
o Farmakologi :
Onset kerja : Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih
lama dari 12 minggu.
Absorpsi : Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak
lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi lambat sampai cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites),
eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta,
jumlah sedikit masuk kelenjar susu, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di
ginjal dan hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora intestinal pada DAMPA dengan
karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat
di hati; poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan
metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel.
T eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.
Ekskresi : Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu kamar (15-25C), hindari cahaya matahari
langsung.
o Kontra Indikasi :
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan
hebat ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan
psoriasis atau reumatoid artritits,penyakit alkoholik hati,AIDS,darah
diskariasis,kehamilan,menyusui.
o Efek samping :
Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis.
1. Hematologi dan/atau toksisitas gastrointestinal : sering terjadi pada
penggunaan umum dari dosis umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi
ketika digunakan pada dosis topikal untuk reumatoid artritis.
2. SSP : (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis tinggi): Arachnoides:
Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan
demam, dapat alleviated dengan pengurangan dosis.
3. Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15 mg/m2 dari intratekal
metotreksat bisa membuat ini dalam minggu kedua atau ketiga dari terapi; konsis
dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma.Hal
ini juga terlihat pada pediatrik yang menerima dosis tinggi IV metotreksat.
4. Demyelinating enselopati: telihat dalam bulan atau tahun setelah menerima
metotreksat; biasanya diasosiasikan dengan iradiasi kranial atau kemoterapi
sistemik yang lain.
5. Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin dan metabolik:
Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.
6. GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia,
perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah
terapi, terhenti setelah 2 minggu).
7. Hematologi: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Gagal ginjal,
azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis. 1%-10%.
8. Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP, pusing, malaise, enselopati, seizure, demam,
chills.
9. Myelosupresif : Terutama faktor batas-dosis (bersama dengan mukositis) dari
metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama 2
minggu 10.
10. WBC : Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21
hari.
11. Hepatik : Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik
metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis tinggi
dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal: Arthalgia.
Okular: Pandangan.
12. Renal : Disfungsi ginjal. Manifestasi karena abrupt rise pada serum kreatinin
dan BUN dan penurunan output urin, biasa terjadi pada dosis tinggi dan
berhubungan dengan presipitasi dari obat.
13. Respirator (Penumositis) : Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial
pulmonari infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut;
interstitial pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien
dengan RA (dosis 7.5-15 mg/minggu) <1% (terbatas sampai penting untuk
penyelamatan hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggi- simptom
termasuk kebingungan, hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis
alveolitis; disfungsi kognitif (pernah dilaporkan pada dosis rendah),penurunan
resistensi infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati
(terutama mengikuti irasiasi spinal atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder
limpoproliferatif, osteonekrosis dan nekrosis jaringan lunak (dengan radioterapi),
perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure (lebih sering pada pasien dengan
ALL),sindrom Stevens Johnson, tromboembolisme.
o Interaksi :
1. Dengan Obat lain
Efek meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah
menghasilkan supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada
saluran gastrointestinal. NSAID tidak boleh digunakan selama menggunakan
metotreksat dosis sedang atau tinggi karena dapat meningkatkan level metotreksat
dalam darah (dapat menaikkan toksisitas):
NSAID digunakan selama pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati,
tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan,
dengan peringatan monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat,
bagaimanapun penggunaan salisilat untuk profilaksis dari kejadian kardiovaskular
tidak mendapat perhatian.
2. Dengan Makanan
Level metotreksat bisa menurun jika bersama dengan makanan. Makanan dengan
banyak susu dapat menurunkan absorpsi metotreksat. Folat dapat menurunkan
respons obat. Hindari echinacea (mempunyai sifat sebagai imunostimulan).
o Pengaruh :
Kehamilan
Faktor resiko X
Ibu menyusui
Metotreksat didistribusikan ke dalam air susu, dikontraindikasikan untuk ibu
menyusui.
o Bentuk Sediaan : Tablet 2.5 ml, Vial 5 mg/2ml, Vial 50 mg/2 ml, Ampul 5
mg/ml, Vial 50mg/5ml.
1. Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan meningkatkan
respon imun selular. Selain pada bedah cangkok, obat ini juga digunakan pada
artritis reumatoid, sindrom nefrotik dan granulomatosis Wegener.
2. Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai imunosupresan adalah golongan glukokortikoid yaitu
prednison dan prednisolon. Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakan sebagai
obatTunggal atau dalam kombinasi dengan imunosupresanLain untuk
mencegah reaksi penolakan transplantasi danUntuk mengatasi penyakit
aoutoimun.
a. Mekanisme Kerja
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secaraCepat, terutama bila
diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru menunjukkan bahwa kortikosteroid
menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas seluler.
b. Penggunaan Klinik
Kortikosteroid biasanya digunakan bersama imunosupresanLain dalam mencegah
penolakan transplantasi.Untuk ini diperlukan dosis besar untuk beberapa
hari.Kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi reaksi Alergi yang bisa
timbul pada pemberian antibodi monoklonal Atau antibodi antilimfosit.juga
digunakan untuk berbagai Penyakit autoimun
c. Toksisitas
Penggunaan steroid dalam jangka panjang seringMenimbulkan berbagai efek
samping,seperti meningkatnyaRisiko infeksi.
3. Siklosporin (Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium inflatum gams. Siklosporin punya efek
imunosupresan karena mempunyai kemampuan yang selektif dalam menghambat
sel T. Siklosporin digunakan terutama dalam kombinasi denga prednison untuk
mempertahankan ginjal, hati dan cangkok jantung pada transplantasi.
Siklospurin (sandimun).Sediaan iv terdapat dalam bentuk larutan dalamEthanol-
polyxyethylated castor oil dengan kadar 50 mg/ml.Dan sediaan oral berupa kapsul
lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/mlPemberian peroral kadar puncak tercapai
setelah 1,3-4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi
absorbsiSiklospurin kapsul lunak.Waktu paruh kurang lebih 6 jam.Ekskresi
terutama melalui empedu dan feces,hanya 6%Yang melalui urin
4. Rho (D) imunoglobulin
Antibodi ini merupakan bentuk spesifik dalam pengobatan imunologi untuk
ibu dengan Rho (D) negatif yang terpapar darah Rho (D) positif pada perdarahan
karena abortus, amniosintesis, trauma abdomen atau kelahiran biasa dari janin.
5. Tacrolimus (prograf)
Senyawa makrolida ini diekstraksi dari jamur streptomyces tsukubaensis
(1993). Khasiat dan mekanisme immunosupressivenya sama dengan sikolosporin,
tetapi ca lebih kuat 50x dalam hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu
untuk proliferasi sel T. Juga bersifat sangat lipofil dan sama efektifnya dengan
siklosporin pada transplantasi hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Terutama
digunakan bersama kortikosteroida. Lebih sering menimbulkan efek samping
berupa toksisitas bagi ginjal dan saraf.
Dosis : infuse i.v. 0,05-0,1 mg /kg/hari, 6 jam setelah transplantasi selama 2-3
hari, lalu dilanjutkan oral 0,15-0,3 mg/kg/hari dalam 2 dosis.
6. Mycofenolat-mofetil (CellCept)
Obat terbaru ini (1996) adalah prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan
dari khusus limfosit melalui inhibisi enzim dehidrogenasi yang diperlukan untuk
sintese purin (DNA/RNA). Ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut
setelah transplantasi ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainya , yaitu
azatioprin dan siklosporin ( dan prednisone), persentase penolakan dikurangi
sampai 50%. Lagi pula efek sampingnya lebih sedikit. Mungkin berdaya pula
untuk menghambat penolakan menahun (jangka panjang) yang smpai kini
merupakan maslah besar.
Resorpsinya dari usus baik, dengan BA 90%. Dalam hati segera diubah menjadi
asam mycofenolat aktif . Ekskresinya berlangsung melaluiurin sebagai
glukuronidanya (inaktif), sesudah mengalami resirkulasi enterohepatis. Plasma
t1/2 mycofenolat adalah ca 16 jam.
Dosis : dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd 1ga.c dengan minyak air.
7. Talidomida (synovir)
Derivat-piperidin ini (1957) adalah obat tidur dengan efek teratogen sangat
kuat (peristiwa softenon, 1962, lihat edisi empat), yang berdasarkan khasiat anti-
angiogenesisnya. Juga berdaya imunosupresif (anti-TNF). Dan antiradang. Setelah
dilarang peredaranya selama lebih dari 25 tahun, sejak awal tahun 1990-an
talidomida mulai digunakan lagi antara lain untuk menekan reaksi lepra dan
meringankan gejala AIDS seperti (aphtae) dimulut , kerongkongan, dan kemaluan,
serta diare dan kehilangan bobot serius. Di AS penggunaanya pada lepra disahkan
kembali sejak akhir tahun 1997 dengan syarat- syarat ketat. Dewasa ini
efektivitasnya sedang diselidiki secara klinis untuk berbagai penyakit auto-imun.
8. Sulfalazin (sulcolon)
Sulfalazin adalah persenyawaan sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat
antiradang dengan jalan blokade siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan
demikian mencegah sintesis prostaglandin dan leukotrien . Sulfalazin
mempengaruhi fungsi limfosit, mungkin lewat cytokine, juga berdaya
antioksidans ( Menangkap radikal bebas O2). Zat ini digunakan khusus pada
penyakit usus beradang kronis (crohn, colitis) dan pada rema.