1, Januari 2013
At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab
Ahmad Munib Siraj
Ketua Redaksi
Mazroatus Saadah
Dewan Redaksi
Agus Zamroni
Rienna Wahidayati
Ahmadi
Penyunting Ahli
Tobroni
(UMM)
Muhammad Thohir
(IAIN Sunan Ampel)
Husniatus Salamah Z.
(IAIN Sunan Ampel)
Tata Usaha
Natalia Putri Basuki
Penerbit
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammadiyah Pacitan
Alamat Redaksi
Kampus STIT Muhammadiyah Pacitan
Jl. Gajah Mada No. 20 Pacitan 63511
Telp (0357) 886505
email: lp3m_stitmuhpct@yahoo.com
Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah
AT-TAJDID merupakan jurnal ilmiah dan media komunikasi ilmiah
antar peminat ilmu tarbiyah (pendidikan). AT-TAJDID mengundang
para peminat pendidikan, baik guru, dosen, maupun siapa saja yang
menyukai dunia pendidikan untuk menulis atau mendesiminasikan
hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Tulisan
yang dimuat tidak mencerminkan pendapat redaksi.
AT-TAJDID terbit dua kali setahun.
Pengantar Redaksi
A
lhamdulillah, puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah
SWT, akhirnya dengan usaha yang keras jurnal at-Tajdid
vol.2 No.1 berhasil diterbitkan. Pada kesempatan kali ini at-
Tajdid menghadirkan 8 artikel yang masih bertemakan tentang sejarah
pendidikan Islam dan tema pendidikan berkarakter masih menghiasi isi
jurnal ini.
Tulisan tentang sejarah pendidikan Islam dimulai dari tulisan
Syamsul Arifin yang berjudul Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal
Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam. Tulisan ini men-
jelaskan bahwa kemunculan mahad dan riwaq merupakan respon sosial
dari kemajuan perkembangan pendidikan Islam di masa bani Abbasiyah
yang sebelumnya pendidikan dilakukan dengan membentuk halaqah-
halaqah. Hal ini dikarenakan halaqah-halaqah ulama di masjid sudah
tidak tertampung lagi dan para pelajar maupun mahasiswa yang datang
dari pelosok negeri Mesir maupun negeri Islam lainnya membutuhkan
tempat berteduh serta menyimpan barang-barang mereka agar mampu
berkonsentrasi belajar secara maksimal. Pendidikan mahad dan riwaq
yang sekarang lebih terkenal dengan boarding school merupakan solusi
pembentukan karakter siswa dan optimalisasi pembelajaran.
Redaksi
Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah
Jurnal At-Tajdid
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Sebagai kegi
atan yang menekankan pada proses ijtihadiyah, pendidikan Islam
memberikan peran besar kepada umat Islam untuk mencermati, meng-
kritisi, dan mengkonstruksi formula-formula baru yang makin sempur-
na. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengem-
bangkan peradaban dan mencapai kejayaan umat Islam.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan yang
sistematis belum terselenggara.1 Proses pendidikan Islam pertama kali
berlangsung di rumah sahabat Rasulullah saw. tertentu, yang paling
terkenal di rumah bani arqam. Namun, ketika masyarakat Islam su-
1
Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
Selain riwaq tersebut masih banyak yang lain misalnya at-Turk (un-
tuk orang Turki), As-Syawaam (untuk orang Syam), Al-Kurd (untuk
orang Kurdi), Al-Maghoribah (untuk orang Afrika Utara), Al-Bukharaa
(untuk orang Asia Tengah), As-Shoaayidah (untuk penduduk Shoid,
Mesir), Ar-Riyaafah (untuk penduduk Delta, Mesir), atau Al-Manaayi
fah (untuk penduduk Manoufiyah, Mesir), atau Syaikh Syanwaty, Al-
Bahaawiroh (untuk penduduk Buhayroh), As-Syaikh Al-Baajuury, Al-
Madrasah Al-Ibtighowiyah, Al-Falaatsah (untuk orang Afrika Tengah),
As-Syaikh Tsuaylib, Ad-Danaasyiroh (untuk orang Danusyiroh dan
sekitarnya), Ibnu Muammar, Al-Madrasah At-Thibirosiyyah, As-Syar
qowy (untuk penduduk Syarqiyyah, Mesir), As-Syabrokhity, Al-Hunud
(untuk orang India), Al-Baghdadiyyah (untuk orang Baghdad dan seki-
tarnya), Ad-Damanhury, (untuk penduduk Damanhur, Mesir), Al-Ba
syabisyah (untuk orang Basyisy dan sekitarnya), Ad-Dakaarinah atau
As-Shulayhiyyah, Darfour, Al-Yamaniyyah, Al-Baraabiroh (untuk orang
Barbar), Al-Imaroh Al-Jadidah atau Muhammad Al-Maghrobil, As-
Sulaymaniyyah, Isa Affandi, Al-Jabartiyyah dan lainnya.
Bahkan khalifah sangat mendukung sekolah di mushtansiriyah se
hingga membangunkan riwaq yang sangat megah dan mewah dan mem-
berikan mukafaah untuk para guru dan pelajarnya disetiap bulannya,
makanan serta roti yang lebih dari cukup untuk setiap harinya. di sam
ping itu, disiapkan 300 orang ahli fiqih, sehingga setiap madzhab memi-
liki 75 guru masing-masing madzhab. Di bangunkan pula kamar man-
di, gudang penyimpanan bahan makanan yang akan di masak, gudang
penyimpanan minuman dan makanan. Di angkat seorang dokter yang
selalu mengunjungi mereka setiap harinya.Begitu juga di Syiria, riwaq
menjadi sarana terpenting disetiap sekolah, seperti sekolah an-Nuriyah
al-Kubra dan di Aleppo yang menjadi representatif sekolah favorit di
syiria.
Ibnu Jamaah menuturkan, setiap mahad dan riwaq memiliki atur
an karaketritik masing-masing. Namun, secara umum mahad dan riwaq
berfungsi sebagai proses isolasi pelajar dengan kehidupan masyarakat
dewasa, karena mereka membutuhkan tempat yang representatif untuk
Penutup
Dari uraian diatas, memberikan deskripsi tentang tinjauan historis
dan sosial tentang mahad dan riwaq. Sehingg kita dapat menyimpul-
kan bahwasannya kemunculan mahad dan riwaq merupakan respon so-
sial dari kemajuan perkembangan pendidikan Islam di masa itu. Hal ini
dikarenakan halaqah-halaqah ulama di masjid sudah tidak tertampung
lagi dan para pelajar maupun mahasiswa yang datang dari pelosok negeri
mesir maupun negri Islam lainnya membutuhkan tempat berteduh ser-
ta menyimpan barang-barang mereka agar mampu berkonsentrasi bela-
jar secara maksimal. Pendidikan mahad dan riwaq (asrama) merupakan
solusi pembentukan karakter siswa dan optimalisasi pembelajaran. [ ]
Endnotes
1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tan-
tangan Millenium III, ( Jakarta: Kencana, 2012), hlm.v
2
Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan bintang), 1970,
hlm.92
3
Tim proyek pembinaan Prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/IAIN
di Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, cet.ke-2, ( Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm.98
4
Oleh Jauhar Ash-Shiqili (Panglima tentara Abu Tamim, setahun setelah Di-
nasti Fatimiyah menaklukkan Mesir) pada bulan Ramadhan tahun 361 H/
Juni 875 M. dan pada tahun 378 H mengkhususkan Masjid Jami al-Azhar
sebagai pusat pembelajaran dan penelitian.
5
Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, (Beirut: Dar al-Kashshaf,
1954), hlm. 55
6
Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, hlm.221
7
Ahmad Athiyatullah, Al-Qamus al-Islamiy, jld.2 (Mesir: Maktabah an-Nah
dlah al-Misriyah, 1966), hlm.1966
8
Ibrahim Mustofa dkk., Mujam al-Washit, jld.1 (Beirut: Dar an-Nasyr),
hlm.383
9
Tim Penyusun, al-Munjid fil Lughoh al-Arabiyah wal Ilam, cet. Ke-42, (Bei-
rut: Darul Masyruq), hlm.288
10
Tim pustaka Azet, Leksikon Islam, ( Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988), hlm.
648
11
Ahmad Athiyatullah, al-Qamus al-Islamiy, jld.2, hlm.582
12
Yusuf Syukri Farhat, Mujam at-Tullab, cet. Ke-6, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Alamiyah), 2007, hlm.413
13
Yusuf Syukri Farhat, Mujam at-Tuhullab, hlm.413
14
Tim Penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam, hlm.408
15
Ibrahim Mustofa, al-Mujam al-Wasith, jld.2, hlm. 634
DAFTAR PUSTAKA
Athiyatullah, Ahmad al-Qamus al-Islamiy, Mesir: Maktabah an-Nahd-
lah al-Misriyah, 1966
Azra, Azyumardi Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Millenium III, Jakarta: Kencana, 2012
Dodge, Bayard, Al-Azhar; a millenium of Muslim Learning, Washington:
The Middle East Institute, 1961
Wildan Nafii *
Abtract: The process of Prophet preaching from the beginning un-
til the end phase in Mecca and Medina is actually an ideal proto-
type for Islamic religious education system. Both Prophets preach-
ing and Islamic education process need adjust the substance of teach-
ing to the reality. It is included the condition of the target object.
Although these values have been understood by many people, most of
the experts of Holly Quran, in the understanding of Makky Madany
(Mecca and Medina), are still limiting criteria for distinction on geo-
graphical aspects, goals, and time only without pay enough attention
to the phenomenon of revelation as text which moves with realities.
The indication of problem is when a paragraph is disputed its status.
Th
erefore, tarjih (reinforcement) of some history becomes the alterna-
tive, or syncretism history when both of Makky Madany are not able to
be compromised. Th e result is the status of verse which ignores the re-
ality and the verse itself both structurally and contextually. This article
is going to review the discourse distinction Makky Madany more criti-
cally than others, by leading the classification on the textual approach
and the reality. It is called a discourse indzaar (admonition) towards
risalah (treatise) in the process of prophet preaching. The expectation
of goal is by understanding of the phenomenon of Makky Madani, it
can be found a new alternative in the paradigm of Islamic education,
particularly in order to construct a teaching materials or materials se-
quence which are relevant to the reality and the goal of education.
13
Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany
PENDAHULUAN
Hampir semua studi ilmu apapun pasti mengalami shifting para-
digm atau pergeseran paradigm karena terikat oleh lokus dan tempus,
terpengaruh oleh perkembangan pikiran dan kehidupan sosial. Dengan
begitu, sangat dimungkinkan terjadinya perubahan, pergeseran, perbaik
an, perumusan kembali, nasikh mansukh, serta penyempurnaan ran-
cang bangun epistimologi keilmuan. Jika tidak, maka yang terjadi adalah
kemandekan atau statisnya kegiatan studi ilmu. Termasuk juga di sini
ilmu agama. Jika keadaannya statis maka menurutnya, tidaklah layak
dinamakan studi agama tetapi doktrin agama lebih pantas. Adanya
perubahan dalam studi agama menurutnya tidak perlu dikhawatirkan.
Rumusan rumusan baru, pendekatan-pedekatan kontemporer,bahkan
uraian baru yang actual-kontekstual harus diupayakan dan diprogram-
kan. Jika hal ini tidak dilakukan maka diskursus studi Islam akan ter
tinggal dari laju pertumbuhan cara berpikir manusia muslim pendu-
kungnya dan paling tidak akan terjadi gap antara keberagaman dan ke-
hidupan itu sendiri.1
Telaah mengenai hakikat manusia, proses kejadiannya, dan perbuat
annya memberikan pengertian bahwa manusia merupakan makhluk
historis yang mengalami proses perkembangan. Dengan demikian, pe
ngembangan pengetahuan dan kehidupan sosial yang cocok dengan ma-
nusia adalah model pengembangan sebagai proses bertahap. Ilmu seba
gaimana fungsinya seharusnya merupakan teoritisasi petunjuk Kitab
yang dilakukan untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul da-
lam realitas objektif kehidupan manusia. Setidaknya sebagian bersifat
fungsional dan pragmatis yang secara sistematis berhubungan dengan il-
mu-ilmu yang metafisis, namun tidak satu di antaranya akan tetapi men-
cakup keduanya sebagai sebuah sistem. Singkatnya ilmu harusnya meli-
puti ilmu abstrak, teoritis dan praktis.2
Penjelasan di atas mengingatkan kita akan pentingnya empat pilar
pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live togeth-
er, dan learning to be. Dengan adanya tahapan pendidikan semacam ini
peserta didik akan mampu mengantisipasi perubahan tidak hanya yang
bersifat linier saja, tetapi juga eksponensial yang diantisipasi akan terjadi
dalam masyarakat yang mengglobal.3 Sangat disayangkan, pendidikan di
Negara kita -khususnya pendidikan agama-secara umum, seperti diisti-
lahkan Paulo Freire, masih sebagai banking concept of education. Peserta
didik ibarat sebagai sebuah karung yang terus menerus di isi muatan
tanpa ada proses untuk mengolah muatan itu. Pendidikan yang ada be-
lumlah mencerminkan problem posing of education, yang menawarkan
persoalan-persoalan yang problematic dan menuntut anak didik untuk
berpikir kreatif dalam memecahkannya.4
Kesenjangan antara fenomena diatas dengan idealisme pendidikan
yang telah diungkapkan tadi sepertinya akan menjadi sesuatu yang tidak
lazim jika sejarah tentang dakwah dan pendidikan pada masa Rasulullah
dikaji dan ditelaah kembali secara mendalam. Kesempurnaan Islam se
perti yang dijelaskan dalam QS.5:3 tidak dapat dipahami dengan meng
asumsikan bahwa Islam telah sempurna pada akhir usia Nabi di mana
wahyu penutup diturunkan. Kalau asumsi ini dipegang lalu apakah sta-
tus Nabi dan muslimin ketika masih di Mekkah di awal dakwah itu be-
lum sempurna Islam? Kesempurnaan Islam di mana risalah dakwah dan
tarbiyah Nabi ada di dalamnya, seyogyanya di pahami sebagai suatu ke-
satuan historis dan sosologis dari risalah kenabian.
Jadi Islam yang dibawa Muhammad SAW telah lahir saat wahyu
pertama diturunkan. Dan karenanya dakwah rasul sudah dimulai saat
itu juga, sehingga periode Mekkah dan Madinah adalah suatu kesatuan
historis dan sosiologis risalah Nabi. Proses panjang yang ditempuh rasul
dari baiat hingga wafat serta momen historis dan sosiologis yang ber-
langsung di antara dan di dalam proses itu seharusnya merupakan dasar
filosofis pendidikan dan dakwah Islam. Pendidikan dan dakwah Islam
haruslah merupakan abstraksi logis dari perjalanan risalah Muhammad
dari periode Mekkah dan Madinah. Hal ini memberikan pengertian bah-
wa Islam bukanlah agama yang ahistoris dan asosial, akan tetapi meru-
pakan pertumbuhan melalui proses sejarah yang sosiologis dari Mekkah
ke Madinah.5
mena di mana ada dua atau lebih periwayatan berbeda, sinkretisme antar
periwayatan yang akhirnya menyebabkan status ayat jadi semakin ka-
bur, dan masalah-masalah lainnya, tanpa disadari oleh para ahli ilmu
Quran agaknya telah menggiring mereka kepada pemisahan teks de-
ngan realitas yang ada. Persoalan yang bersifat logis-karena diiringi oleh
sikap penyakralan akan teks dan juga riwayat yang ada yang dibaya
ngi oleh hegemoni aliran mistis legitimatif-akhirnya diletakkan begitu
saja. Persoalan makky madany hanya berkutat pada masalah yang sta-
tis dan bersifat repetitif saja, sehingga sangat jauh harapan untuk da
pat mengambil dasar filosofis atau wacana pemikiran baru dari konsep-
si makky madany untuk diaplikasikan pada proses pendidikan, kecua-
li hanya sedikit yang barangkali juga masih diwarnai oleh corak statis-
indoktrinatif-doktriner.
Persoalan ini menggugah penulis untuk mengkaji kembali kon-
sepsi tentang makky madany dengan lebih memperhatikan pada aspek
keterkaitan teks/wahyu dengan realitas, sebagai alternative wacana baru
dalam kajian pendidikan. Tulisan ini menelaah konsepsi makky madany
menurut para ulama dan membandingkannya dengan pemikiran Nasr
Hamid Abu Zaid. Pengetahuan tentang hakikat ayat-ayat makky dan
madany baik dari struktur dan kandungannya, juga nilai sosial dan his-
torisitasnya pada proses dakwah diharapkan dapat diimplikasikan pada
model pengembangan materi pendidikan Islam atau sekurang-kurang-
nya pada sekuensi/urutan penyajian materinya.
Sampai saat ini kita mengenal adanya tiga teori tentang kategori-
sasi makkiyah dan madaniyah. Teori yang pertama merupakan teori
geografis, yaitu pembedaan di bedakan atas tempat turunnya ayat. Ayat
yang turun di Mekkah dan sekitarnya dinamakan makkiyah sedangkan
ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya dinamakan madaniyah.7
Sebagian lagi membedakannya secara hiperbolis yaitu ada ayat yang tu-
run di gua, di gunung, antara langit dan bumi, di bawah tanah, dan seba-
gainya.8 Namun kriteria ini cacat, mengingat banyak sekali ayat yang tu-
run jauh dari kedua tempat itu. Selain itu semua pembagian yang begitu
detail sebagai dasar klasifikasi ini hanya didasarkan pada factor geografis
tanpa mempertimbangkan pengaruhnya terhadap teks dari segi isi mau-
pun bentuknya.
Teori yang kedua adalah teori subjektif, dengan mengasumsikan
bahwa surat/ayat yang menyeru pada penduduk Mekkah dinamai mak-
kiyah dan biasanya di mulai dengan redaksi yaa ayyuhannasu, sedangkan
surat/ayat yang menyeru pada penduduk Madinah dinamai madaniyah
dan biasanya dimulai dengan lafad yaa ayyuhalladzina aamanu. Kriteria
ini juga cacat karena nyatanya mukhatab ayat itu sangat bervariasi, be-
lum lagi banyak ayat yang dikecualikan hukumnya.9 QS:2:31 panggilan-
nya jelas-jelas untuk orang Mekkah tapi dihukumi Madaniyah. Belum
lagi ketidakkonsistenan yang lain. Sekali lagi kriteria pembedaan sama
sekali mengesampingkan realitas dan teks dan lebih mengedepankan
pada apa yang menonjol atau bagaimana kecenderungannya secara ke
seluruhan dari surat.
Teori ketiga adalah teori waktu dengan mengasumsikan bahwa
ayat yang turun sebelum hijrah adalah makkiyah sedangkan yang tu-
run setelah hijrah adalah madaniyah.10 Perlu diketahui bahwa hijrah
Nabi ke Madinah tidak terjadi semata-mata pindah tempat begitu saja.
Dakwah di Mekkah bisa dikatakan nyaris terbatas pada masalah perin-
gatan/indzaar dan belum mencapai tahap risalah/membangun ideologi
masyarakat baru. Sebaliknya di Madinah dakwah sudah merambah pada
wilayah risalah dan sedikit mengulang tentang indzaar. Dalam hal ini
agaknya teori waktu ini yang paling mendekati kesesuaian dan kekon-
sistenannya. Namun begitu, tetap saja hal ini tidak dapat dimutlakkan
mengingat para ulama juga memiliki ijtihad terhadap ayat-ayat tertentu,
manakala ada dua periwayatan yang berbeda atau kurang kuatnya suatu
riwayat.11
Jika permasalahan ini sebenarnya bersifat ijtihady maka menu-
rut hemat penulis, ada sebuah kemungkinan untuk mengklasifikasikan
ayat-ayat pada makky madany dengan tetap memakai criteria pembe-
daan yang ada lalu menggunakan pendekatan realitas dan teks pada por-
si yang lebih dominan mengingat teks selalu bersesuaian dengan realitas-
nya. Dengan realitas, maksudnya melihat kecenderungan substansi teks
itu mengarah pada indzaar ataukah risalah. Dengan teks, maksudnya
melihat antara susunan gaya bahasa yang akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, periode indzaar adalah pe-
riode di mana anak didik masih pada taraf awal pendidikan yang ba
ginya ilmu yang diajarkan masih sangat asing. Dalam kondisi semacam
itu ekses-ekses yang berakar dari kebiasaan atau kehidupan sekitarnya
mungkin masih begitu terasa menyelimuti. Di mata orang Mekkah wak-
tu itu ajaran Nabi Muhammad sangat asing bagi mereka. Ajaran Mu
hammad yang asing itu akan sangat sulit untuk secara cepat diterima
orang dan akan lebih berpotensi untuk ditolak atau paling tidak dihi-
raukan. Nyatanya selama 3 tahun pertama dakwah Nabi secara diam-
diam, hanya mendapatkan 11 orang saja. Dan 10 tahun berikutnya sebe-
lum akhirnya beliau hijrah ke Madinah, hanya ada sekitar 120an orang.
Proses dakwah ini pun tak luput dari marabahaya, ancaman dan peng
aniayaan yang terus dilancarkan para kafir Mekkah.12
Pada fase ini al-Quran dihadapkan pada orang-orang musyrik di
satu sisi dan juga pada Nabi dan umat muslim di sisi yang lain. Orang
kafir dengan gejala psikologisnya yang keras kepala, lihai, dan sombong,
membangkang terhadap ajaran Islam dan merongrong dakwah Islam,13
sedapat mungkin harus diperingatkan dengan tegas dan cara yang eks
lusif baik dengan ditakuti atau dibujuk agar mau mengkuti jalan kebe-
naran. Sebaliknya orang-orang mukmin berada pada posisi minoritas,
pun mereka tetap tinggal bersama penganut Yahudi dan Nasrani dan
tak jarang persinggungan pemikiran dan perselisihan terjadi.18 Namun
pada situasi yang kondisional tersebut agaknya dialog logis antar umat
beragama (dalam hal ini Islam dengan yahudi dan nasrani), peletakan
ideologi masyarakat beserta cabang cabang hukum serta aturan-aturan
teknis seperti membangun tempat ibadah, menetapkan aturan jual beli,
munakahat, mawaris, hukum sipil, perang dan sebagainya19 lebih me-
mungkinkan untuk dilakukan.
Dalam pendidikan materi pada jenjang yang lebih tinggi ini menun-
tut adanya analitik dan juga kemampuan untuk mensintesis, sehingga
memberi dorongan kepada anak untuk memiliki kemampuan mengurai
unsure-unsur yang membentuk suatu keseluruhan secara sistematik.20
Dalam system urutan materi yang di ajukan oleh Permendiknas, dikenal
adanya system hirarkis, artinya urutan materi pembelajaran secara hi-
erarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke
atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu
sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.21
Pengajaran yang tersistem dan bersifat structural-parsial-hirarkis
seperti di atas menuntut adanya loyalitas dari peserta didiknya. Artinya,
selama siswa masih belum menyadari siapa dirinya dan apa yang harus
dilakukan, atau dengan kata lain dia masih dalam tahap indzaar, maka
sulit dimungkinkan siswa itu dapat mengikuti jalannya tahap risalah.
Aksin wijaya dengan bahasanya yang lebih terbuka mengatakan bahwa
pada fase risalah terdapat semacam dikotomi pada strata social dan juga
universalitas Islam. Menurutnya hal ini dapat dibuktikan dengan redaksi
yaa ayyuhalladzin amaanu yang konsekuensinya mengabaikan orang
di luar Islam. Selain itu kedudukan yahudi dan nasrani pada strata sosial
menjadi warga kelas dua dengan diberlakukannya piagam Madinah.22
Dalam pendidikan, problematika semacam ini mungkin sering kita
temui. Beberapa orang sudah sadar akan keberadaannya, sedangkan
yang lain mungkin belum. Maka mau tak mau tugas kita dalah meng
ayomi keduanya. Memberikan suntikan materi secara berjenjang dan
konsisten untuk mereka yang telah sadar dan memberikan penya-
daran bagi mereka yang belum. Agak sulit memang, menerapkan hal itu.
Namun kita tentu perlu lebih hati-hati dan cermat dalam menyatakan
sesuatu seperti pernyataan aksin tadi. Upaya-upaya untuk meminimali-
sir dikotomi ini telah diupayakan oleh teks Quran bersama Nabi. Apalagi
bahwa sebenarnya tahap indzaar itu tidak selesai begitu saja ketika hijrah.
Dalam surat-surat madaniyah ada beberapa ayat yang memiliki karak-
teristik makkiyah yang menurut penulis merupakan ayat indzaar yaitu
al-anfaal:22. Ini menunjukkan bahwa kedua prose situ sebenarnya terus
bergulir dan tidak serta merta berubah apalagi lenyap begitu saja.23
akan berada pada level positivis karena dengan itu ideology ketuhanan
sudah runtuh. Namun agaknya kita mendapati bahwa Islam dan ajaran-
nya telah membawa masyarakat berkembang dari pandangan yang teo
logis an sich menuju masyarakat yang metafisis, masyarakat yang memi-
liki akal budi yang tinggi dengan tetap memegang prinsip-prinsip teolo-
gis dengan benar.
Jika kita kembali pada pemahaman pada pendahuluan di atas, bah-
wasanya kesempurnaan islamisasi yang dilakukan Nabi pada hakikatnya
berada pada proses yang terus berkelanjutan dan bukan pada tujuan-
nya semata-mata, maka kita mengasumsikan bahwa sejak awal periode
Mekkah hingga akhir periode Madinah adalah sebuah proses yang ber-
sifat siklik, rancang bangun pengetahuan itu terus menerus dikembang-
kan dan tidak akan berhenti. Bahwa wafatnya Nabi dan berakhirnya tu-
run wahyu tidak akan menghentikan laju perkembangan tersebut karena
teks al-Quran telah bergerak bersama realitas yang ada. Pada akhirnya
model penyampaian firman yang evolutif dan demikian pula risalah ke-
Nabian mengajarkan kita contoh, bahwa sosialisasi Islam yang dikenal
dengan pendidikan adalah sebuah prose situ sendiri. Justru kepada pro
ses itulah tujuan pendidikan diletakkan, sementara tujuan pendidikan
merupakan konsekuen dari proses itu sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah bahwasanya
pembedaan makky madany tidak cukup hanya dengan sekedar memakai
kriteria tertentu saja tanpa memperhatikan pergerakan teks terhadap
realita yang ada. Pemaknaan akan makky dan madany haruslah menyen
tuh pada teks dan realitas yang sangat terkait dengan proses pendidik
an masyakat muslim menjadi masyarakat yang berperadaban. Adanya
proses yang siklik dan berkesinambungan dari indzaar menuju risalah
merupakan hal yang tak terhindarkan. Dan melakukan penyusunan dan
pengurutan materi berdasarkan pendekatan indzaar dan risalah tersebut
adalah hal yang patut untuk dipertimbangkan. [ ]
ENDNOTES
1
Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 103.
2
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pen-
didikan Islam dan Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 205.
3
Kasinyo Harto, rekonstruksi pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan
HAM: Jurnal Studi Agama Al-Millah Vol XII. No. 1 (Yogyakarta: Pasca Sar-
jana FIAI MSI UII Yogyakarta, 2012)
4
Paulo Friere, Pedadogi Pengharapan (Terj.), diterjemahkan oleh A. Widyama-
rtayya (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 196.
5
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim ..., hlm. 206.
6
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Quran,
Terj: Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2003), hlm. 88.
7
Mannaul Qaththan, Mabaahits Fi Ulum Al-Quran, terj: Ainur Rofiq ( Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2005), hlm. 74.
8
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan Fiulum Al-Quran (Beirut: ar-Risaalah, 2008),
hlm.9.
9
Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Al-Ulum Al-Quran (Kairo: Dar al-Turats, t.t.),
hlm. 187.
10
Ibid.
11
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Quran
..., hlm. 90.
12
Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah,terj: Nabhani Idris ( Jakarta: Robbani
Press, 2003), hlm. 272.
13
Subhi al-Shalih, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malaayin, 1985), hlm. 203.
14
Ibid.
15
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), hlm. 131.
16
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar ( Jakarta: Rinneka Cipta, 2004), hlm. 214.
17
Ibid., hlm. 42.
18
Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah., hlm. 277.
19
Fahd ibn Abd al-Rahman al-Ruumi, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran, terj:
Amirul Hasan (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 174.
20
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim ..., hlm. 247.
21
Kemendiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran ( Jakarta: Dirjen
Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah, 2008), hlm. 7.
22
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Quran ..., hlm. 131.
23
Mannaul Qaththan, Mabaahits Fi Ulum Al-Quran., hlm. 277.
24
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim., hlm. 247.
25
Omar Mohammad al-Toumy a-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam. terj:
Hasan Langgulung ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 603.
26
Ibnu Khaldun, Muqaddimah,(ttp.: Bait al-Funuun wa al-Adaab, t.t.), hlm.
439.
27
Subhi al-Shalih, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran ..., hlm. 227.
28
Ibnu Khaldun, Muqaddimah., hlm. 333.
29
Fahd ibn Abd al-Rahman al-Ruumi, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran ..., hlm.
174.
30
Kemendiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran ..., hlm. 14.
31
WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 1987), hlm. 351
32
John. W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj: Tri Wibowo ( Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2004), hlm. 316.
33
Ibid.
34
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.
104.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdullah. Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, Yog
yakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Abu Zaid, Nasr Hamid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul
Quran, Terj: Khoiron Nahdliyyin, Yogyakarta: LKiS, 2003.
Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta: Rinneka Cipta: 2004.
al-Ruumi, Fahd ibn Abd al-Rahman, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran, terj:
Amirul Hasan, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
al-Shalih, Subhi, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran, Beirut: Dar al-Ilm li
al-Malaayin, 1985.
Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Al-Ulum Al-Quran, Kairo: Dar al-Turats
as-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan Fiulum Al-Quran, Beirut: ar-Risaalah,
2008.
as-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam,
terj: Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Friere, Paulo, Pedadogi Pengharapan, alih bahasa: A. Widyamartayya,
Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Muh. Muinudinillah *
Abstract: Iman (faith) and tauhid (unity of God) are principles of life
and the unity of Islam. Th is principle becomes motivator and direc-
tor of life, as well as in the field of education. The education based on
tauhid (unity of God) in the prophet era scored successfully exempla-
ry humans being in various fields of science and charity. Manhaj tarbi-
yah (eeducation methodology) that was used by Prophet Muhammad
to form his people consists of four, they are tilawah (reading holly
Quran), tazkiyah (self purify), talimul kitab (teaching of holly Quran)
and hikmah (philosophy), and talimul ilmi (teaching of knowledge).
This paper describes a reflection of monotheism in Islamic education.
This paper explains that the task of Islamic education is explaining
value of taqwa (god-fearing) continuously to the students theoretic
ally and qudwah (model). Therefore, the students pay attention the
Islamic education by their intellectual and feelings and conclude that
the values of faith are beneficial, eternal, and glorious.
PENDAHULUAN
Iman dan Tauhid merupakan asas kehidupan Islam, sebagai moti-
vator dan pengarah kehidupan, tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Pendidikan berlandaskan tauhid di masa Rasulullah telah berhasil men
cetak insan teladan dalam berbagai bidang memadukan ilmu dan amal.
Aqidah yang benar, akhlaq yang tinggi, ibadah yang khusuk, manusia-
manusia yang bermanfaat dalam skala lokal dan global, sebagaimana
Allah umpamakan refleksi tauhid dalam kehidupan kaum muslimin se
29
Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam
perti pohon yang baik, akar menghujam, dahan dan rantingnya menju-
lang ke langit, memberikan buahnya setiap saat.
Keunggulan yang dicapai generasi sahabat sudah barang tentu
karena keislaman mereka yang tinggi. Sudah semestinya Islam dapat
mengantarkan ummatnya kepada keunggulannya kapan dan dimana
saja. Selama mereka menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan, tak
terkecuali dalam pendidikan. Sebagaimana perkataan Imam Malik laa
yashluhu akhir hadzihi Ummah illa bima shaluha bihi awwaluha, tidak
akan baik kondisi akhir dari umat ini kecuali dengan sesuatu yag men-
jadikan awal umat ini menjadi baik.
Inti pokok Islam adalah ajaran tauhid yag merupakan inti dari fon-
dasi ajaran Islam yang harus terefleksikan dalam segala aspek kehidup
an, termasuk pendidikan. Bagaimana refleksi tauhid dalam pendidikan
yang mampu mengantarkan kepada keunggulan? Tulisan berikut ingin
menjelaskan jawaban dari pertanyaan di atas.
Katakanlah: Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal
Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu..2
Wahai Rabb kami utuslah di tengah tengah mereka seorang utusan dari
kalangan mereka, membacakan kepada mereka ayat ayatMu, mengajari
mereka alkitab dan hikmah, dan mensucikan mereka, sesungguhnya
Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sebagaimana (Kami jadikan kalian umat terbaik) Kami utus di ka-
langan kalian seorang Rasul, membacakan kepada kalian ayat ayat
Kami,,mensucikan kalian serta mengajari kalian alkitab dan hikmah,
dan mengajari kalian apa yang kalian tidak ketahui.
Sungguh Allah telah memberikan kenikmatan kepada orang orang
beriman ketika mengutus di tengah tengah mereka seorang Rasul dari
diri mereka membacakan atas mereka ayat ayatNya, mensucikan me
reka, dan mengajari mereka kitab dan hikmah dan sungguh sebelum-
nya mereka dalam kesesatan yang nyata.
Dialah yang mengutus di tengah tengah mereka seorang Rasul dari ka-
langan mereka membacakan atas mereka ayat ayatNya, mensucikan
mereka, dan mengajari mereka kitab dan hikmah dan sungguh sebe-
lumnya mereka dalam kesesatan yang nyata.
Tidaklah pantas seorang manusia yang Allah berikan kepadanya kitab,
hikmah dan kenabian kemudian mengatakan kepada manusia jadilah
kalian hamba hambaku akan tetapi mereka mengatakan: jadilah kalian
rabbaniyyin (para pendidik) dengan sebab kalian mengajari kitab dan
dengan sebab kalian belajar (kitab Allah)
Setiap muslim dari generasi awal Islam sebagai murabbi atau mu-
tarabbi, sehingga regenerasi dan estafet perjuangan menyebarkan Islam
bisa dijaga dalam kurun waktu 14 abad. Bagi yang menelaah al-Quran
sangat mudah mendapatkan banyak nas al-Quran dan as-Sunnah yang
memerintahkan tarbiyah, memberikan kabar gembira bagi yang men-
tarbiyah dengan pahala dan derajat tinggi, di dunia dan akhirat.
seorang berkata satu kalimat dari kemurkaan Allah, dan ia tidak me-
mikirkannya, ia terjun karenanya di neraka jahannam tujuh puluh
tahun.
Kami akan perlihatkan ayat ayat Kami di ufuq maupun di dalam diri
mereka sehingga jelas bagi mereka bahwa Quran itu haq apakah tidak
cukup bagi dengan Rabbmu bahwa Dia berkuasa atas segala sesuatu.
Hari ini Aku sempurnakan buat kalian diin kalian, dan kusempurna-
kan atas kalian nikmatKu, dan Aku telah Ridha Islam sebagai diin buat
kalian. (QS. al-Maidah:(5) 3)
Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang
paling taqwa diantara kalian. (QS. al-Hujurat (49): 13)
)157(
)158(
Dan sungguh jika kalian terbunuh di jalan Allah atau kalian mati sung-
guh ampunan dari Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari apa yang ka-
lian kumpulkan, dan sungguh jika kalian mati atau terbunuh kepada
Allah lah kalian dikumpulkan (QS. Ali Imran (3): 157-158).
Katakanlah hanya dengan karunia Allah dan rahmatNya hendaklah
mereka bergembira itu lebih baik dari apa yang mereka kumpukan (QS.
Yunus (10): 58).
) 62(
) 63(
) 64(
Ketauilah sesungguhnya wali wali Allah tidak ada rasa takut atas me
reka dan tidak sedih. Yaitu orang orang yang beriman dan mereka ber-
taqwa. Bagi mereka kabar gembira di kehidupan dunia dan akherat,
tidak ada perubahan kalimat Allah dan itulah kemenangan yang besar
(QS. Yunus (10): 62-64).
) 96(
) 97(
Apa yang di sisi kalian habis dan apa yang disisi Allah kekal, dan be-
nar benar Dia membalas orang orang yang sabar akan pahala mereka
dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan. Barang siapa yang
beramal shaleh dari laki laki maupun perempuan sedang Dia beriman,
benar benar Kami menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan
benar benar Kami membalas mereka pahala mereka dengan yang pal-
ing baik apa yang mereka kerjakan. (QS An Nahl (16): 96-97).
) 26(
) 27(
Semua yang di atas bumi fana, dan kekallah wajah Rabbmu Yang memi-
liki keagungan dan kemuliaan (QS. ar-Rahman (55): 26-27).
Sebagian kalian ingin dunia dan sebagian kalian ingin akherat (QS. Ali
Imran (3): 152)
Dan Allah menghendaki untuk memberikan taubat atas kalian, dan
orang orang yang mengikuti syahwat menghendaki kalian menyele-
weng dengan penyelewengan yang besar (QS. an-Nisa (4): 27).
Kalian saling mengadu kepadaku dan tiada lain saya adalah manusia
seperti kalian, barang kali sebagian kalian lebih pintar retorika dengan
argumennya daripada saudaranya maka aku menangkan perkaranya
sebagaimana yang aku dengar, maka barang siapa aku menangkan de-
ngan hak saudaranya tiada lain aku potongkan dia potongan api nera-
ka. (HR Bukhari Muslim)
PENUTUP
Allah pencipta manusia, di tangan-Nya kebahagiaan manusia, se-
mua akan mati, termasuk orang kafir dan munafiqin, dan semua akan
bertemu dengan Allah dan di balas atas perbuatannya, dan siapakah
yang bisa menang melawan Allah? Maka sudah saatnya untuk bertau-
bat, kembali kepada nilai taqwa dan iman kepada Allah dan hari akhir
dalam melihat segala sesuatu, apa yang dipandang oleh manusia jelek,
boleh jadi di mata Allah baik, yang di mata manusia baik boleh jadi di
mata Allah buruk. Allah yang mengetahui sedang manusia tidak menge-
tahui, sudah saatnya mata hati perlu kaca mata al-Quran, sebagaimana
mata kepala memerlukan cahaya dalam melihat, mata hati perlu cahaya
untuk melihat yaitu cahaya al-Quran, cahaya iman dari sana persatuan
dan kedamaian.
Tugas tarbiyah Islam adalah memaparkan nilai taqwa secara terus
menerus kepada peserta didik, secara teoretik dan qudwah, sehingga pe-
serta didik melihatnya dengan akal dan perasaannya bahwa nilai iman-
lah yang bermanfaat, kekal, dan mulia. [ ]
Endnotes
1 Kandungan tarbiyah sebenarnya jauh lebih luas dari kata pendidikan, walau-
pun demikian terjemahannya.
2 QS. al-Anam (6): 164
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kailany, Majid Arsan, Falsafah Tarbiyah Islamiyah, t.t.: t.p., t.th.
........................................., Manahij Tarbiyah Islamiyah, t.t.: t.p., t.th.
Ibnu Katsir, Abul Fida, Tafsir Al-Quran Al-Adzim, t.t.: t.p., t.th.
Sayyid Qutub, Fi Dzilalil Quran, t.t.: t.p., t.th.
Ahmad Yani *
Abstract: At the beginning of the 19 there are at least three orienta-
tions of education in Indonesia. Namely (1) schools, (2) madrasah
and (3) schools. The Indonesian nation with its diversity as well as the
orientation of Indonesian Islamic movement in the early 19th century
influenced the Islamic educational institutions at that time. Because
we realize it or not, the desire to maintain the organizations ideology
faction greatly affect the outcome of their efforts and their work. but
the spirit of the independence of Indonesia as a form of resistance
against the policy of the Dutch government (in education in particu-
lar) that beat the spirit of faction.
Group interests rather than the interests of further highlight the exis
tence of the nation even though only a unifying ontology. This hap-
pened after the fight merebutkan and maintain the independence of
Indonesia and is still continuing to this day.
PENDAHULUAN
Di awal abad ke-19 terjadi perubahan pendidikan yang cukup sig-
nifikan di Indonesia. Pemerintahan Belanda mulai memperkenalkan
sekolah-sekolah kepada penduduk pribumi. Mereka berusaha memi
sahkan ilmu agama dari kurikulum sekolah sehingga di masa itu pen-
didikan agama tidak diajarkan sama sekali di sekolah. Sehingga dalam
perkembangannya sebagai respon sosial dari kebijakan tersebut, mun-
cullah berbagai gerakan konservatif dari pemikir Islam bangsa Indonesia
di masa itu.
45
Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan
PENUTUP
Upaya menjaga eksistensi sebuah organisasi merupakan suatu ke-
harusan bagi anggotanya. Hal ini juga sangat berpengaruh pada orga
nisasi Islam di Indonesia pada awal abad 19 hingga saat ini. Setelah
menelaah review pemikiran Karel Stenbrink tentang tipologi organisasi
Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas penulis menyimpulkan:
Visi pembaharuan lembaga pendidikan awal abad ke-19 sejak la-
hirnya memiliki visi dan ideologi masing-masing, akan tetapi semangat
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bentuk perla-
wanan terhadap kebijakan pemerintah belanda (di bidang pendidikan
khususnya) sehingga mengalahkan semangat golongannya.
Pasca perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia, kepentingan kelompok semakin menonjolkan eksis-
tensinya daripada kepentingan mempersatukan bangsa walaupun hanya
sebatas ontologi. Namun, pada tahapan fungsionilnya juga sangat ber-
pengaruh dalam kebijakan maupun model pengelolaan pendidikannya.
Dan hal itu masih terus berlanjut hingga sekarang.
Penulis menyadari, upaya tersebut tidak mungkin hilang dengan
begitu saja. Akan tetapi, menurut penulis justru hal itu menjadi pemicu
semangat dalam memajukan pendidikan Islam Indonesia dengan sema
ngat menghormati perbedaan dan mengutamakan kemajuan peradaban
bangsa daripada golongan masing-masing. [ ]
Endnotes
1
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Perubahan Konsep, Filsafat dan Meto
dologi dan era Nabi Saw. sampai Ulama Nusantara ( Jakarta: Kalam Mulia,
2011), hlm.436.
2
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah ( Jakarta: LP3S, 1986), hlm.
155.
3
Ibid.
4
Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November
1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yang sebelumnya beliau mendirikan Mad
rasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tanggal 1 Desember 1911.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Choirul, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, Ja
tayu: Sala, 1985.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Per
tumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
http://dakir.wordpress.com/2009/10/22/sejarah/
http://dakwahislamindonesia-online.wordpress.com
http://id.wikipedia.org /wiki/Sarekat_Islam
http://nasrikurnialloh.blogspot.com/2011/02/kelahiran-pendidikan-
agama-
http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-is-
lam/.
http://www.muhammadiyah.or.id/id/-sejarah-berdiri.html.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretati untuk Aksi, Cet.v, Bandung:
Mizan, 1993.
Peursen, Van, Strategi Kebudayaan, (erj.) Dick Hartoko, penerbit, Yog
yakarta: Kanisius, 1988.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: perubahan konsep, filsafat dan
metodologi dan era Nabi Saw. Sampai Ulama Nusantara, Jakarta:
Kalam Mulia, 2011.
Rukiati, Enung dan Fenti Himawati, Sejarah Pendidikan Islam di In
donesia, cet.x, Kalam Mulia: Pustaka Setia, 2008
Steenbrink, Karel A. Pesantren madrasah Sekolah, LP3S, Jakarta, 1986.
-----------, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Ja
karta: PT.Bulan Bintang, 1984
Mazroatus Saadah *
Abstract: Since the implementation character education launched
by the government through the Ministry of National Education in
2010, it becomes trend among the world of education from elemen-
tary school to university. It caused by the education in Indonesia is less
considered its attention to the value of students character. There are
many intelligent students in their academic but they do not counter-
balance with their character. The concept of character education has
been described in the manuals of Muslims. That is the holy book of
the Koran particularly in letter Al-Muminun verse 1-11. The letters
describes seven things that will get people to reach happiness, namely
faith, devouting (khusyuk) in prayers, turning away from the things
that are not useful, purifying theirselves with regular charity, taking
care of lust, fulfilling mandate and promises, and maintaining prayer.
Based this letters, an education expert, Akh.Muwafik Saleh, found
The Seven Great Action which can deliver humans to achieve their
success in this world and the hereafter both their intellectually and
characteristically. The seventh attitudes are the sharpness of vision,
self competence, effective life, sensitivity and social awareness, social
change, doing something professionally and top leadership: leading
with conscience.
51
Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Na
sional mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua ting-
kat pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Program
ini dicanangkan bukan tanpa alasan. Sebab selama ini pendidikan dini-
lai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pri
badi-pribadi yang bermartabat. Dunia pendidikan dinilai hanya mampu
melahirkan lulusan-lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang
memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi dan
berotak cerdas, namun tidak sedikit pula di antara mereka yang cerdas
itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap yang brilian, serta
kurang mempunyai mental kepribadian yang baik, sebagaimana nilai
akademik yang telah mereka raih.1
Fenomena tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri
bagi banyak kalangan. Padahal, pada hakekatnya, pendidikan dilaksana-
kan bukan sekedar mengejar nilai-nilai melainkan memberikan peng-
hargaan kepada setiap orang agar dapat bertindak dan bersikap benar
sesuai dengan kaidah dan spirit keilmuan yang dipelajari.
Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia sepanjang zaman, jauh-
jauh hari sudah menjelaskan tentang pendidikan karakter ini. Semangat
adanya pendidikan karakter dalam al-Quran ini terdapat dalam QS. Al-
Muminun (23): 1-11. Setiap kalimat dalam al-Quran memiliki makna
dhahiriyah (tekstual) dari ayat tersebut. Namun dibalik itu semua ter-
dapat pula makna atau nilai yang tersimpan/kontekstual (the hidden
meaning/hikmatut tasyri) yang dengan itu manusia dapat merefleksikan
dan membumikan al-Quran dalam kehidupan kesehariannya. Karena
al-Quran diturunkan kepada manusia di dunia untuk dapat mengaru
ngi kehidupan dunianya dengan sukses demi kesuksesan akhiratnya.
Paradigma sukses bagi seorang muslim tidaklah semata kesuksesan ke-
hidupan duniawi saja yang dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, na-
mun paradigma sukses yang harus dibangun oleh seorang muslim yang
sejati haruslah mampu menembus batas di luar dimensi ruang dan wak-
tu kehidupan dunia yang fana yaitu perkampungan akhirat dan men-
) ( ) (
) (
) (
) ( ) (
) ( ) (
) 10( ) (
) (
Artinya: (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya, (3) Dan orang-
orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, (4) Dan orang-orang yang menunaikan zakat, (5) Dan orang-
orang yang menjaga kemaluannya, (6) Kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki,6 maka sesungguhnya mere-
ka dalam hal ini tiada tercela. (7) Barangsiapa mencari yang di balik
itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (8) Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya. (9) Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (10) Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11) (yakni) yang akan mewa-
risi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
Dalam QS. Al-Muminun ayat 1-11 ini, Allah telah menetapkan ke-
beruntungan bagi orang yang memiliki 7 sifat kebaikan, yaitu:7
1. Beriman, yang dirumuskan dari ayat
maksudnya pasti beruntung dan berbahagia orang-orang yang
membenarkan Allah, para Rasul-Nya dan hari akhir.
2. Khusyu dalam mengerjakan shalat, yang dirumuskan dari ayat 2
Orang yang khusyu adalah orang yang menghinakan dan menun-
dukkan diri kepada Allah serta takut kepada azab-Nya. Al-Hakim
meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah mengerjakan shalat sam-
bil mengangkat pandangan matanya ke langit. Setelah ayat ini ditu-
runkan Beliau mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.
3. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna, yang dirumuskan dari
ayat 3
maksudnya orang-orang yang berpaling dari segala hal yang tidak
berguna bagi mereka, dan dari segala perkataan yang seharusnya
ditinggalkan seperti berdusta, bersenda gurau, dan mencaci.
4. Membersihkan diri dengan menunaikan zakat, yang dirumuskan
dari ayat 4
dan QS. Asy-Syams ayat 9
5. Memelihara kemaluan, yang dirumuskan dari ayat 5-7
) (
)( ) (
Maksudnya orang-orang yang memelihara kemaluannya dalam se-
gala keadaan, kecuali hubungan suami isteri atau menggauli budak
wanita yang dimiliki, karena dalam keadaan itu mereka tidak terce-
la. Maksud disifatinya mereka dengan sifat ini ialah untuk memu-
ji bahwa mereka benar-benar mensucikan diri dan berpaling dari
syahwat. Barangsiapa mencari selain dari empat wanita merdeka
dan dari budak wanita berapa pun yang dia kehendaki, maka me
reka itu adalah orang-orang yang sangat zalim dan melangar keten-
tuan Allah.
6. Memelihara amanat dan janji, yang dirumuskan dari ayat 8
maksudnya orang-orang yang apabila diserahi amanat, maka dia
tidak berkhianat, tetapi menyampaikan amanat itu kepada orang
yang berhak menerimanya, dan apabila berjanji atau mengadakan
perikatan, maka ia memenuhi janji itu, karena berkhianat dan me-
langgar janji adalah termasuk sifat-sifat orang munafik, seperti yang
Artinya: ada 3 tanda-tanda orang Munafik yaitu apabila berkata maka
dia berdusta, apabila berjanji maka dia mengingkari dan apabila di
serahi kepercayaan maka dia berkhianat.
maksudnya orang-orang yang mengerjakan shalat secara sempurna
pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh agama.
Allah telah mengawali sifat-sifat yang terpuji ini dengan shalat dan
menutupnya dengan shalat pula. Hal ini menunjukkan betapa besar keu-
tamaan dan kebaikan shalat itu. Dalam hadis dijelaskan:
)(
Artinya: saya bertanya kepada Rasulullah SAW, Ya Rasul, perbuatan
apakah yang paling disukai oleh Allah? Beliau menjawab: shalat pada
waktunya, kemudian saya bertanya, kemudian apa? Beliau menjawab:
berbakti kepada kedua orang tua, saya bertanya lagi, kemudian apa?
Beliau menjawab: berjihad di jalan Allah. (H.R. asy-Syaikhan dari Ibn
Abbas)
Artinya: ketahuilah, sesungguhnya sebaik-baik perbuatan kalian ada-
lah shalat, dan tidak ada orang yang memelihara wudlu selain dari
orang Mumin.
Penutup
Dari uraian di atas, Pendidikan karakter sebenarnya sudah diajar-
kan dalam Islam. Dan mengingat pentingnya pendidikan karakter ini,
maka sudah seharusnya untuk dikembangkan di sekolah-sekolah mu-
lai dari pra sekolah sampai perguruan tinggi. Manusia yang memiliki
karakter yang kuat seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Muminun (23):
1-11, dan mengikuti 7 langkah sikap utama (the seven great action) yang
dikemukakan Akh. Muwafik, maka akan mencapai kesuksesan dan ke-
menangan hidup di dunia dan akhirat. Jadi mulai dari sekarang bangun
ketajaman visi, bangun kompetensi diri, ciptakan hidup efektif, latih ke-
pekaan dan kepedulian sosial, jadilah terdepan lakukan perubahan, ber-
sikap profesional, dan jadilah pemimpin dengan hati nurani. [ ]
Endnotes
1
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah
(Yogyakarta: Laksana, 2011), hlm. 9.
2
Ibid., hlm. 19.
3
Ibid.
4
Ibid., hlm. 97-103.
5
Ibid., hlm. 47-96.
6
Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan
orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. Dalam pe
perangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya
dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan
kebiasan Ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Imam boleh melarang kebia
saan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut
tertawan bersama-samanya.
7
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Terj.), Cet. 2 (Semarang: CV.
Toha Putra, 1992), XVIII: 4-9.
8
Ibid., hlm. 9.
9
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan., hlm. 136-137.
10
Ibid., hlm. 47.
11
Ibid., hlm. 55.
12
Ibid., hlm. 60.
13
Ibid., hlm. 65.
14
Ibid., hlm. 79-80.
15
Ibid., hlm. 83.
16
Ibid., hlm. 93.
17
Akh. Muwafik Shaleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani: pendidikan
Karakter untuk Generasi Bangsa ( Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 23.
18
Ibid., hlm. 27.
19
Ibid., hlm. 28.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Ibid., hlm. 29.
24
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi (Terj.), Cet. 2, Semarang:
CV. Toha Putra, 1992.
Aunillah, Nurla Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Se
kolah, Yogyakarta: Laksana, 2011.
Shaleh, Akh. Muwafik, Membangun Karakter dengan Hati Nurani:
Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa, Jakarta: Erlangga,
2012.
WAWASAN AL-QURAN
TENTANG PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Muh. Mustakim *
Abstract: Fighting corruption has long touted the leaders in the coun-
try all over the world. For example, in Indonesia, in the Old Order
(1963), to the current reform, have not been able to discourage cor-
ruption. but on the contrary, the more entrenched corruption increas-
es from year to year. Even in every province and district / municipal
corruption.
This is what makes this nation anxiety. So comes the subjective
fighting corruption through education with the Anti-Corruption
in Education has been started since 2005. In early March 2012, the
Education and Culture Ministry official (Kemendikbud) cooperate
with the Corruption Eradication Commission (KPK) to launch anti-
corruption education in the new academic year 2012.
Islam as minhajul hayah -guided human life-and Shamil-mutakammil-
komprehenship-always provide the solution of the problems of the
people. Various problems of life problems. In this paper, the author
will try to describe the anti-corruption education in the perspective
of the Quran.
Quranic perspectives on anti-corruption education is reflected in at
least three (3) pronunciation: gulul, al-suht, al-sariqah. The implemen-
tation of the Anti-corruption education: The importance of knowing:
the first theory about corruption; causes, effects and type (tilawah).
Second, keep yourself in order not to fall in corruption (tazkiyah), third,
establish and foster self-confidence in dealing with the problem (tak-
winiyah) not to fear in the truth, learning manners and wise (hik-
mah). Fourth, Growing power of faith and self-confidence (quwwatul
Imaniyah), and the fifth, habituation evaluation in every activity and
action (mutabaah).
69
Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi
PENDAHULUAN
Setelah lebih dari satu dekade lebih Reformasi bangsa Indonesia
bergulir, permasalahan bangsa bukan berarti telah tuntas. Kita tidak me-
mungkiri adanya perubahan yang signifikan dalam berbagai sisi di ne
geri ini, pendidikan yang semakin besar alokasi dari pemerintah, mau-
pun kebebasan dan keterbukaan publik yang semakin terbuka. Namun,
berita di media massa, sangat sering dijumpai pemberitaan kasus ko-
rupsi. seolah tiada hari tanpa berita korupsi adalah potret kehidupan
bangsa ini.1
Misalnya, Harian Replubika merilis, bahwasannya: Wakil Ketua
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso
menyatakan sejak 2011 hingga 2012, PPATK telah menganalisa sebanyak
916 dugaan kasus korupsi dan 80 kasus dugaan suap di berbagai daerah.
DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup di Indonesia dengan prosentase
kasus dugaan korupsi sebanyak 46,7 persen. Di bawah Jakarta, Jawa
Barat dengan prosentase 6 persen. Disusul Kalimantan Timur 5,7 per
sen; Jawa Timur 5,2 persen; Jambi 4,1 persen; Sumatera Utara 4 persen;
Jawa Tengah 3,5 persen; Aceh Darussalam; serta Kalimantan Selatan (2,1
persen). Kepulauan Bangka Belitung 0,1 persen; Sulawesi Barat 0,3 pers-
en; Sulawesi Tengah 0,4 persen; Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat
0,5 persen; Kalimantan Tengah 0,6 persen; Sumatra Barat dan Bali 0,7
persen; Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu 0,8 persen; serta Sulawesi
Utara 0,9 persen.2
Sebuah ironi yang menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia.
Di seluruh propinsi negeri ini ada kasus korupsi. Yang tersebut di atas,
baru dari temuan PPATK, dari LSM, penggerak anti korupsi lebih ba
nyak lagi dugaan kasus korupsi yang lain.
Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri, da-
lam jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta Selatan, mengatakan, dalam wak-
tu kurang lebih 12 tahun itu, terdapat 233 kasus korupsi di dunia pen-
didikan yang masuk pada tahap penyidikan masih menggunakan modus
serupa dalam praktiknya.3
Definisi Korupsi
Korupsi berarti kecurangan, penyelewengan/penyalahgunaan jaba-
tan untuk kepentingan diri, pemalsuan.11 Andi Hamzah menyebutkan,
secara harfiyah korupsi berasal dari bahasa latin coruptio atau corruptus
yang kemudian turun ke banyak bahasa eropa seperti Inggris Corruption,
corrupt; Perancis corruptions ; Belanda corruptie (korruptie). Dari bahasa
Belanda inilah yang ke kemudian dipakai dalam bahasa Indonesia yaitu
korupsi.12
Dalam kamus bahasa Indonesia, korupsi diartikan buruk, rusak,
busuk, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, da-
pat di sogok, dan penyelewengan atau penggelapan untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.13 Di malaysia juga terdapat peraturan anti korup
si, diistilahkan kata peraturan anti kerakusan sering pula mengguna-
kan istilah resuah dari bahasa arab risywah ( )yang menurut kamus
arab-Indonesia sama dengan korupsi.14 Risywah ( )berarti sogokan,
dimana memberikan harta agar orang (yang diberi) itu melakukan se-
- -
) (
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripa-
da mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah
pada Allah, jangan engkau lemah (HR. Muslim).27
jalan sesuai dengan norma yang berlaku. Maka pendidikan anti korupsi
adalah sebuah wacana yang sangat strategis untuk mewujudkannya.
Gulul
Term gulul berarti pengkhianatan, yaitu mengambil sesuatu dan
menyembunyikan dalam hartanya. dalam perubahan tashrif-nya dalam
al-Quran terulang 18 kali dalam 14 surah.41 Allah Berfirman dalam QS.
Ali Imran (3): 161-164
) (
) 163( ) 162(
) 164(
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan har-
ta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan ram-
pasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa
yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pem-
balasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya. (162). Apakah orang yang mengikuti
keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemur-
kaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? dan
Itulah seburuk-buruk tempat kembali. (163) (Kedudukan) mereka
itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha melihat apa yang
mereka kerjakan. (164) sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka se-
orang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajar-
kan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebe-
lum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesa-
tan yang nyata.
Ayat ini turun ketika turun ketika perang badr, berkenaan dengan
hilangnya permadani (qathifah) merah, kemudian orang-orang munafik
memberitakan: Rasulullah barangkali sudah mengambilnya atau ba-
42
rangkali pasukan pemanah maka Allah menurunkan ayat:
Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Akan tetapi menurut az-Zuhailiy dalam tafsir al-Munir, ayat ini
turun ketika pasukan pemanah meninggalkan markaz sebagaimana di-
tugaskan oleh rasulullah pada perang uhud, meminta ghanimah43 dan
mereka berkata: kami khawatir rasulullah bersabda: siapa yang menda
patkan ghanimah bagi menjadi miliknya, dan tidak di bagi lagi seperti ke-
tika perang badr maka Rasulullah bersabda: bukankah aku telah (mem-
buat) perjanjian kepada kalian untuk tidak meninggalkan markaz sehing-
ga dating perintahku (untuk meninggalkannya)? mereka menjawab: kami
Al-Suht
Term al-suht dalam QS. Al-Maidah (5): 42 tersebut di bawah secara
leksikal berasal dari kata sahata yang memiliki makna memperoleh har-
ta yang haram.47
Artinya: mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang haram (Seperti uang sogokan dan se-
bagainya) . jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk me-
minta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau
berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mere-
ka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara
mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil.(Q.S. al-Maidah: 42).
...jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi
mudharat kepadamu sedikitpun... (Q.S. al-Maidah: 42)
Al-Sariqah
Kata saraqa secara etimologi bermakna akhdzu ma li al-ghairi khuf
yatan (mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi).51 Sedangkan
secara terminologi kata al-sariqah adalah mengambil harta orang lain yang
bukan miliknya dengan jalan sembunyi-sembunyi tanpa kerelaan pemi-
liknya.52 Allah Swt. Berfirman dalam QS. al-Maidah (5): 38
Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, po-
tonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
PENUTUP
Dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan:
1. Pendidikan anti korupsi dalam perpektif al-Quran adalah usaha
yang dilandasi penuh kesadaran untuk mengantarkan manusia me-
miliki karakter anti korupsi, dengan kekuatan imannya menjauhi,
mencegah, berjuang dan berdakwah untuk meninggalkan maupun
memerangi korupsi sebagai perwujudan hamba allah (Abid) dan
pemimpin dunia (khalifah fil ardl)
2. Korupsi adalah upaya bentuk kecurangan, penipuan, suap, upaya
meraih harta dan kekuasaan dengan tidak sesuai aturan.
3. Penyebab utama berbuat korupsi yang pertama adalah lemahnya
karakter dan iman. kedua lemahnya sarana penguatnya dan ketiga
tidak adanya ilmu tentang korupsi.
4. Wawasan al-Quran tentang pendidikan anti korupsi setidaknya
tercermin dalam tiga (3) lafal: gulul, al-suht, al-sariqah. Adapun
implementasinya dalam pendidikan Anti korupsi adalah:
a. Pentingnya mengetahui teori tentang korupsi. Banyak mem
baca, mempelajari al-Quran, mengetahui korupsi, sebab akibat
maupun jenisnya (Tilawah).
b. Pembentukan karakter jujur, adil (Keseimbangan antara ba
lasan dan perbuatan), bertanggung jawab, tidak memanfaat-
kan kekuasaan untuk untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok.
c. Proses pembentukannya dengan banyak meng analisa menjaga
diri agar tidak terjerumus dalam korupsi (Tazkiyah), memben-
tuk dan menumbuhkan kepercayaan diri dalam menghadapi
masalah (Takwiniyah) untuk tidak takut dalam kebenaran,
pembelajaran santun dan bijaksana (hikmah). Menumbuhkan
kekuatan iman dan rasa percaya diri (quwwatul Imaniyah),
serta pembiasaan evaluasi dalam setiap aktifitas dan perbua-
tan (Mutabaah).
d. Menumbuhkan motivasi untuk selalu melakukan dan mene-
barkan kebaikan. [ ]
Endnotes
1
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/30/
184904/Tiada-Hari-Tanpa Berita-Korupsi diakses pada tgl 20 Oktober
2012
2
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/08/27/m9egem-
dugaan-korupsi-di-provinsi-dki-jakarta-tertinggi diakses pada tgl 20 Okto-
ber 2012
3
http://pojokantikorupsi.com/ diakses pada tgl 20 Oktober 2012
4
Buku Panduan Moral Nasional pemberantasan korupsi, kerjasama PB NU,
Muhammadiyah dan kemitraan, hlm. 6.
5
Adnan Buyung Nasution, Safii Maarif dkk, Menyingkap Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme di Indonesia (Yogyakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah (BPP PP Muhammadiyah), 1999), hlm.iii
6
Muhammad Abdullah Darraz, al-Bina al-Adzim Dadlarat Jadidah fil Quran,
jilid 1, (Dauhah: Dar al-Tsaqafah, 1985), hlm.14
7
Abdurrahman an-Nahlawy, Tarbiyah Islamiyah Asaasuhu wa Usuuluhu wa Ah-
dafuhu (ttp.: tnp., t.t.), hlm.12.
8
Dr. M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam ( Jakarta: Madani
Press, 2001), hlm.125.
9
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran (Bandung: Alfa-
beta, 2009), hlm.58.
10
Said Agil, Aktualisasi Nilai-nilai al-Quran dalam Sistem Pendidikan Islam ( Ja-
karta: Ciputat Press, 2005), hlm. 9
11
Hendro Darmawan dkk., Kamus Ilmiah Populer lengkap, Cet. 3, (Yogyakarta:
Bintang Cemerlang, 2011), hlm. 342.
12
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya ( Jakarta: PT
Gramedia, 1984), hlm. 9
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 527.
14
Ibid., hlm.10.
15
Abul Hasan Ali An-Nahwiy, al-Mukhashshash, Cet. 1, Jilid 1, (Beirut: Dar
Ihya at-Turats, 1996), hlm.287
16
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia ( Jakarta: PT. Gramedia, 1984), hlm.10.
17
SH. Alatas, The Sociology of Corruption, penerjemah al-Ghozie Usman, Sosio
logi Korupsi; Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer ( Jakarta: LP3ES,
1986), hlm. 11. Lihat juga SH. Alatas, Korupsi, Sifat, sebab dan fungsi, pener-
jemah Nirwono ( Jakarta: LP3ES, 1987), hlm.vii
18
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia, hlm.10.
19
Kecurangan adalah segala cara yang dapat dilakukan orang untuk berbohong,
menjiplak, mencuri, memeras, memanipulasi, kolusi dan menipu orang lain
dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang / kelompok dengan
cara melawan hokum. Lihat: Suradi, Korupsi dalam Sistem Pemerintah dan
Swasta (Yogyakarta: Gava Media, 2006), hlm.1, 40-43
20
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia., hlm.11
21
Bambang Purnomo, Potensi Kejahatan Korupsi di Indonesi (Yogyakarta: PT.
Bina Aksara, 1983), hlm.16.
22
SH Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, hlm. ix
23
SH. Alatas, Sociology of Corruption, hlm.12-14. Beliau menyebutkan 9 ciri ko-
rupsi: (a) senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, (b) bersifat serba raha-
sia, (c) adanya keuntungan timbale balik, (d) berlindung dibalik pembenaran
hokum, (e) menginginkan keputusan-keputusan tegas yang mereka mampu
mempengaruhi keputusan tersebut, (f ) mengandung penipuan, (g) berbentuk
pengkhianatan kepercayaan, (h) melibatkan fungsi ganda dari pelakunya
dan (i) melanggar norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan
masyarakat.
24
Suradi, Korupsi dalam Sector Pemerintah dan Swasta, hlm. 8-15.
25
Ibid., hlm.13
26
Lihat Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat korupsi (Yogyakarta: Gama Media,
2009), hlm. 21.
27
Muslim, al-Jami al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, jilid 8, (Beirut: Darul
Jil dan Darul Auqaf al-Jadidah, t.t.), hlm.56
28
Lihat an-Nawawiy, al-Manhaj Syarh Muslim, Cet. 2, jilid 9, (Beirut: Dar Ihya
Turats Arabiy al-Arabiy, t.t.), hlm. 19. Dan lihat juga ; Al-Qadliy Iyyad, Ikma-
lul Muallim Syarh Shahih Muslim, jilid 8, (ttp.: Maktabah Syamilah, t.t.), hlm
77.
29
Melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963,
30
melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967
31
dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru
32
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah
semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubar-
kan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999.
33
Lihat: http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=2, diakses pada
tgl 18 Oktober 2012
34
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=153722 diakses pada tgl
20 Oktober 2012
35
Seorang Guru dan kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ke-
luarga Kudus, Jawa Tengah.
36
http://ruangnusantarakata.blogspot.com/2012/06/pendidikan-antikorupsi.
html, diakses pada tgl 20 Oktober 2012
37
Mohammad Mufid, Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Islam (Skripsi)
(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2007).
38
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/03/09/
111895/-Kerjasama-dengan-KPK-Kemendikbud-Luncurkan-Pendidikan-
Anti-Korupsi, diakses pada tgl 22 Oktober 2012
39
Azyumardi Azra, Pendidikan anti Korupsi dalam surat kabar harian Replubi-
ka, 24 Agustus 2006, sebagaimana di sadur oleh Mohamad Mufid, Pendidikan
anti korupsi (skripsi), hlm. 28. Menurut Mufid; definisi tersebut merupakan
hasil kajian Center of the Study Religion and Culture (CRCS) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
40
Lihat HM. Harahap, Ayat-ayat Korupsi, hlm.50
41
Ibid., hlm. 50
42
HM. Harahap, Ayat-ayat Korupsi, hlm.55
43
Muhammad bin Yakub al-Abadiy, Tanwir al-Miqyas min Tafsir Ibnu Abbas,
Jilid 1, (ttp.: Maktabah Syamilah, t.t.), hlm.76.
44
Lihat Wahbah az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir, jilid 4, hlm.146, dan al-Wahidiy,
Asbabun Nuzul, hlm. 72-73
45
Ibid., jilid 4, hlm. 147
46
Abu Zahrah, Zahratut Tafasir, jilid, 3, hlm. 1486
47
Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), hlm. 614.
48
Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Juz III, (Bairut: Dar al-Ilmiyyah, 1968),
hlm. 57
49
Al-Qurthubiy, al-Jami li Ahkami al-Quran Tafsir al-Qurthubiy-, jilid 6, (Me-
sir: Dar al-Kutub al-Misriyah, 1384 H/1964 M), hlm.183
50
Ibid., jilid 6, hlm.186
51
Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir, hlm. 628
52
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam ( Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 375.
Lihat: Taufik Umar, Melacak Term Korupsi dalam Alquran (Upaya Merumus
kan Fikih Anti Korupsi) di http://amanahru.blogspot.com/2012/07/mela-
cak-term-korupsi-dalam-alquran.html. diakses: 20 oktober 2012 ; 16: 22
Wib.
53
Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, tahqiq: Sami bin Muhammad Sala-
mah, jilid 3, (Mesir: Dar Thayyibah Linnasyr wa at-Tauzi), hlm.107
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, SH. The Sociology of Corruption, penerjemah al-Ghozie Usman,
Sosiologi Korupsi; Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer,
Jakarta: LP3ES, 1986
.........., Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, penerjemah, Nirwono., Jakarta:
LP3ES, 1987.
Al-Abadiy, Muhammad bin Yakub, Tanwir al-Miqyas min Tafsir Ibnu
Abbas, Maktabah Syamilah, t.th.
Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Hukum Pidana Korupsi,
Bandung: Binacipta, 1979.
Al-Munawwir, Ahmad Warson Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Pro
gresif, 1997.
Al-Qurthubiy, al-Jami li Ahkami al-Quran Tafsir al-Qurthubiy, Mesir:
Dar al-Kutub al-Misriyah, 1384 H/1964 M
Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Beirut: Dar al-Ilmiyyah, 1968.
An-Nahlawy Abdurrahman, Tarbiyah Islamiyah Asaasuhu Wa Usuuluhu
Wa Ahdafuhu, ttp.: tnp., t.t.
An-Nahwiy, Abul Hasan Ali, al-Mukhashshash, Cet. 1, Beirut: Dar Ihya
at-Turats, 1996 H.
An-Nawawiy, Almanhaj Syarh Muslim, Beirut: Dar Ihya Turats arabiy
al-arabiy, t.th.
Binjai, Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
Budiman, M. Nasir, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: Madani
Press, 2001.
Darmawan, Hendro, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Cet. 3, Yogya
karta: Bintang Cemerlang, 2011.
Darraz, Muhammad Abdullah, al-Bina al-Adzim Dadlarat Jadidah fil
Quran, Dauhah: Dar al-Tsaqafah, 1985.
Dirdjosisworo, Soedjono, Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam
Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984.
Fagerlind, Ingemar and Lawrence J. Saha, Education and National De
velopment, Oxford England: Pergamon Press Ltd, 1983.
Hermawan Nurhadianto *
Abstract: The development of all kind things that scents with mo-
dernity in recent era is remarkable. It can be in the form of the de-
velopment of technology, civilization and so forth. However, with the
passage of time, we do not realize that there is imbalance of under-
standing between values education and religion in the character of the
students around us. The imbalance between religious education and
technology, and everything smelled the modernization make us sad
and frown as people who understand about education. By the num-
ber of students behavior varieties who do not comply with the rules
and norms according to the rules and the spirit of education and re-
ligion, this paper will discuss some definitions of education, the way
Prophet teaching, and a good place for imparting education that based
on religion.
Keywords:
PENDAHULUAN
Bencana yang menimpa dunia akhir-akhir ini adalah bermula dari
pola pendidikan yang salah kaprah. Dan sebuah hipotesis yang menya-
takan bahwa di antara salah satu faktor terpenting yang memberi sum-
bangan terhadap merosotnya peradaban umat dengan segala pranata
sejarahnya adalah mundurnya etika dan nilai-nilai yang dijunjung oleh
masyarakat, atau dalam bahasa agama sebagai akhlak.
93
Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin
an ini sangat mendesak. Karena mau tidak mau kita adalah para pelaku
pendidikan tersebut.
PENDIDIKAN
Pentingnya Pendidikan
Pendidikan adalah masalah yang selalu menyibukkan pikiran para
pemikir dan pecinta perbaikan. Meskipun di luar sana banyak seka-
li pandangan-pandangan para pakar yang berbeda-beda pendapatnya
tentang batasan pengertian pendidikan dan tujuannya, akan tetapi se-
muanya sepakat atas keharusan pendidikan tersebut, demi pencapaian-
nya pada tingkat tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidikan itu penting sekali bagi setiap individu, karena indi-
vidu tidak mungkin dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
kehidupan bahagia tanpa pendidikan yang benar. Pendidikan itu lebih
penting lagi, ketika hidup pada zaman sekarang ini, yaitu zaman kema-
juan pembangunan, era globalisasi yang mana persaingan hidup untuk
menjadi yang terbaik diantara yang lainya, dan saling berlomba-lomba
untuk kesempurnaan hidup tidak dapat dihindarkan.
Pada zaman klasik, kebutuhan manusia masih sederhana dan men-
carinya sangat mudah. Akan tetapi pada masa sekarang, kebutuhan itu
semakin beragam banyaknya, belum lagi disertai rintangan yang kian
hari semakin bertambah, karena sejalan dengan semakin meningkatnya
kebutuhan pada masa sekarang.
Apabila pendidikan itu penting bagi setiap individu sampai kepada
batas ini, maka pendidikan itu jauh lebih penting bagi suatu bangsa, se
hingga mereka sanggup memelihara kehormatannya sebagai suatu bang-
sa dan berusaha untuk membahagiakan setiap individu masyarakatnya.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja
dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak be-
rasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan formal maupun infor-
mal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan da-
lam masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteris-
Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah pengaruh dari segala macam pengaruh yang
sengaja diambil untuk dijadikan sebagai penolong anak-anak agar me
reka bisa berkembang (peningkatan) di dalam jasmani mereka, akal dan
ilmu yang benar; dan ilmu yang benar membimbing umat ke arah amal
saleh.5
pan saja, kepada siapa saja dan itu persis seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah.
Pendidikan seperti ini yang sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah.
Rusulullah sangat-sangat memprioritaskan sekali pendidikan, seperti ini
kenapa? Karena pola pendidikan yang seperti ini sangat simpel, terke-
san, praktis dan hasilnya lebih cepat terbukti dan lebih kongkrit daripa-
da pendidikan yang formal atau resmi. Dan kita juga sudah mengetahui
pendidikan formal tersebut sangatlah membosankan karena kita selalu
dihadapkan dengan banyak teori-teori dan itu sangat jarang dipraktik-
kan.
Sistem Pendidikan Rasulullah ini kelihatan mempunyai maksud
untuk melahirkan manusia yang mengamalkan ilmunya. Beliau tidak
menekankan ilmu yang tinggi atau ilmu yang banyak, sebaliknya mem-
berikan keutamaan kepada pengalaman ilmu.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasulullah, seperti mengadakan
talim (pembelajaran) kepada para sahabatnya untuk mengetahui ajaran-
ajaran Islam sehingga ia membuat komplek belajar, Dar al-Arqam, meru-
pakan salah satu bukti perhatian Rasulullah terhadap pendidikan. Selain
itu, kompensasi tawanan perang Badar yaitu bagi tawanan yang pandai
baca tulis dapat dibebaskan dengan syarat harus mengajarkan tulis-baca
kepada 10 orang anak-anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai tu-
lis-baca mereka bebas dari tawanan dan kembali ke negerinya-merupa-
kan usaha pertama yang dilakukan Rasulullah saw. dalam memberantas
buta huruf8 dan sekaligus merupakan keputusan yang sangat penting da-
lam perkembangan dunia pendidikan selanjutnya.
Dan juga:
Tuhan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia, dan malaikat-
mslsikat yang memiliki pengetahuan menjaga keadilan. Dan Allah te-
lah memulai pertama kali dengan menggunakan Diri-Nya, kedua para
Malaikat dan ketiga orang-orang mukmin yang berilmu.
Islam juga menentukan bahwa bakat seseorang anak itu telah dite
tapkan oleh Tuhan sejak berada dalam kandungan ibu. Akan tetapi de-
ngan melalui pendidikan, bakat tersebut dapat dibimbing dalam per
kembangannya. Dalam hubungannya dengan sosial pembawaan ini
dapat diperjelas lagi dengan firman Allah sebagai berikut: Katakanlah
bahwa setiap orang itu bekerja menurut bakatnya masing-masing. (QS.
al-Isra: 84).
Tetapi Islam tidaklah berpendapat bahwa pembawaan sebagi fak-
tor yang berkuasa secara mutlak, melainkan usaha dari luar pun dapat
turut menentukan pula. Usaha dari luar ini melalui sarana pendidikan.
Hal ini dibuktikan oleh sabda Nabi sebagai berikut: Anak itu dilahirkan
atas bakatnya, orang tuanyalah yang dapat menjadikan Yahudi, Nasrani
maupun Majusi. (HR. Buchari Muslim).
Agama Islam amat menghormati dan mendorong potensi intelek-
tual serta menggariskan media-media khusus yang dapat membantu da-
lam mengembangkan potensi intelektual seseorang. Menumbuhkan ke-
sadaran intelektual sejak dini hingga dewasa, juga merupakan salah satu
tanggung jawab umat Islam. Untuk itu Islam menganjurkan agar anak
diberi peluang untuk menimba berbagai peradaban dan sains. Adapun
media-media khusus yang dapat membantu dalam mengembangkan
potensi intelektual tersebut hanyalah melalui pendidikan.15
Pada zaman terdahulu, ketika Pendidikan Islam dirintis oleh Ra
sulullah saw., pada zaman itu pula Islam sangat unggul peradabannya.
Sudah banyak kita baca tentang pendidikan ala Rasulullah saw. Dan
salah satu tempat yang beliau pakai untuk berdakwah, mengajar adalah
masjid. Tetapi sekarang itu masjid di beberapa tempat selain untuk sha-
lat berjamaah sudah berkurang perannya dengan berbagai macam se-
bab. Pada zaman dahulu ini cara-cara ini sempat diterapkan oleh suku
Minang di Sumatera Barat yang terkenal dengan sistem surau.
Masjid dibangun dengan dasar untuk takwa kepada Allah SWT.
Keberadaan masjid secara fungsional guna menopang berbagai kegiat
an yang bernilai positif bagi kehidupan manusia. Dalam klasifikasi yang
diberikan dewasa ini, masjid termasuk sarana pendidikan di luar seko-
tidak merusak sunnatul ilmu antara guru dan murid sehingga tidak akan
terjadi kerusakan pendidikan akhlaq seperti sekarang ini. Sehingga pen-
didikan seperti yang dicanangkan oleh para pakar pendidikan tersebut
tercapai yaitu pendidikan yang memanusiakan manusia.
PENUTUP
Kenakalan remaja, di saat-saat ini bisa diatasi dengan cara dan pen-
didikan yang pas. Perlunya bersinergi dari semua pihak. Ini bukanlah
tanggung jawab dari seseorang atau salah satu pihak saja, melainkan ini
adalah suatu permasalahan yang harus di atasi bersama-sama.
Maka perlunya kita membuka kembali sistem dan cara Rasulullah
mendidik, yang telah berjaya dan telah terbukti membawa agama Islam
dengan budayanya mencapai kejayaan, keamanan di masa itu.
Maka jikalau terjadi sitem pendidikan yang seperti diatas maka itu
tidak akan merusak tatanan pendidikan yang seperti kita pelajari dan
tidak merusak sunnatul ilmu antara guru dan murid sehingga tidak akan
terjadi kerusakan pendidikan akhlaq seperti sekarang ini. Sehingga pen-
didikan seperti yang dicanangkan oleh para pakar pendidikan tersebut
tercapai yaitu pendidikan yang memanusiakan manusia.
Dengan cara pendidikan di atas, maka lahirlah generasi awal para
sahabat yang jiwa, mental dan fisik mereka sangat terpimpin. Akhlak
dan amal soleh mereka tiada tandingnya. Peradaban yang mereka ba
ngun hebat dan mengagumkan.
Dan tidak kalah pentingnnya peran adanya masjid di sekitar kita
dengan mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang positif demi menanam-
kan kepada generasi di bawah kita, agar nanti tumbuh dengan jiwa dan
akhlak yang mulia. Sehingga sikap-sikap yang negatif dari anak-anak ini
bisa dicegah. [ ]
Endnotes
1
Nana Syaodih Sukma Dinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Cet. 5 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 58
2
Mahmud Yunus dan Muhammad Kosim Bakar, at-Tarbiyyatu wa at-Taliim,
juz 1A (Ponorogo: Darussalam Perss, t.t.), hlm. 7.
3
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran (Surabaya: Usa-
ha Nasional, 1981), hlm. 5.
4
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyat wa Falasafatuha (Bei-
rut: Dar-Al-Fikr, t.t.), hlm. 22.
5
Muzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu
Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Kultural Cet. 1 ( Jakarta: Gold-
en Terayon Press, 1988), hlm. 66.
6
Untuk lebih jauh baca Abdurrahman Sahalih Abdullah, Educational Theory: a
Quranic Outlook, (Mekkah: Umm al-Qura University, 1982)
7
Abuya Syekh Imam Ashari Muhammad At Tamimi, Pendidikan Rasulullah
(ttp.: Giliran Timur 1990), hlm. 55.
8
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7 ( Jakarta: Hidakarya Agung,
1992), hlm. 22.
9
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Al-
gensindo, 1998), hlm. 13.
10
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000), hlm 6.
11
Amir Daein Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Na-
sional, 1973), hlm 32.
12
M.Atiya Al-Abrashi, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Ponorogo: PSIA, 1990, hlm 9
13
Lihat Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA dan MA ( Jakarta: Depdinas, 2003), hlm. 4.
14
M.Atiya Al-Abrashi, at-Tarbiyah., hlm. 2
15
Maimunah Hasanah, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami (Yogyakar-
ta: Bintang Cemerlang, 2010), hlm. 208.
16
Ibid., hlm 212
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Sahalih, Educational Theory: a Quranic Outlook,
Mekkah: Umm al-Qura University, 1982.
al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, at-Tarbiyah al-Islamiyat wa Falasafa
tuha, Beirut: Dar-Al-Fikr, t.th.
al-Abrashi, M.Athiyah, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Terj.), Ponorogo: PSIA
1990.
Ali, Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2000.
Arifin, Muzayin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat:
Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Cultural,
Cet. 1, Jakarta: Golden Terayon Press, 1988.
At-Tamimi, Abuya Syekh Imam Ashari Muhammad, Pendidikan Rasu
lullah, ttp.: Giliran Timur 1990.
Dinas Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA dan MA, Jakarta: Dep
diknas, 2003.
Dinata, Nana Syaodih Sukma, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Hasanah, Maimunah, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami, Yog
yakarta: Bintang Cemerlang, 2010
Indrakusuma, Amir Daein, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha
Nasional, 1973.
Muhammad, Abu Bakar, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, Surabaya:
Usaha Nasional, 1981.
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 1998.
Yunus, Mahmud dan Muhammad Kosim Bakar, at-Tarbiyyatu wa At-
Taliim, Ponorogo: Darussalam Perss, t.th.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7, Jakarta: Hidakarya
Agung, 1992.
Muhammad Muchlish Huda *
Abstrak: Dalam proses pembelajaran Bahasa Arab tidak terlepas dari
adanya buku, kitab atau diktat sebagai materi dan bahan ajar. Suatu
materi atau bahan ajar, tentunya disusun oleh penyusunnya dengan
suatu pendekatan tertentu dan melalui beberapa pertimbangan ter-
tentu baik pertimbangan yang bersifat ideologis-epistemologis mau-
pun pertimbangan yang bersifat sequence-content dengan tetap mem-
perhatikan kebutuhan peserta didik sebagai objek dan subjek dalam
pembelajaran. Salah satu kitab dalam pembelajaran bahasa Arab yang
memberikan arah baru dan corak yang berbeda dengan kitab pem-
belajaran bahasa Arab lain adalah Durusullughoh al-Arabiyah yang
dikarang oleh Imam Zarkasy dan Imam Syubbani. Kitab ini mencer-
minkan revolusi pemikiran yang dibawa oleh Imam Zarkasy dalam
pembelajaran bahasa Arab, di mana pembelajaran bahasa Arab yang
selama ini hanya berkutat pada tuntutan kepada siswa untuk me
nguasai aspek gramatikalnya dan mengesampingkan aspek yang lain,
maka dalam kitab ini peran aktif siswa ketika mempelajari bahasa
Arab menjadi salah satu tuntutannya. Tulisan ini membahas revolusi
pemikiran Imma Zarkasy dalam pembelajaran bahasa Arab yang ter-
cermin dalam kitab Durusullughoh al-Arabiyah. Adapun pendekat
an yang digunakan penulis adalah pendekatan yang kedua yakni se-
quence-content.
111
. .
1. ,
2.
3.
, .
,
4
.
( )
5.
6.
. , ,
. .
. ,
. .
. ,
. .
. 7.
.
8
.
.
: 9,
. .
. ,
(--)
10
.
11.
()
12.
13.
, ,
14.
15
.
Bahasa .
, Language
, 17. ( )1887
18.
19
.
, .
, .
, , ,
- .
, .
(( ))
, . (( ))
, :
20.
,
21
.
. :
. .
, ,
.
22
.
23. .
, ,
. ()1914-1857
.
24
.
. .
. .
1957
) .(Language Structure :
. .
, ,
. ,
( ) .
,
25
.
, .
. ,
. ,
. , , ,
26
.
1 . .
2 . .
3 . .
4 . .
5 . , .
6 . .
7 . .
8 . , ,
27
( ).
. ,
28:
. .
, .
, , .
, .
, . ,
,,
29
, , .
. .
, .
. ,
, .
. .
, .
, .
. , ,
, ,
.
30
.
. .
. :
1 .
, ,
. , .
2 .
, ,
, .
3 .
4 .
. ,
31
.
, .
5 .
, .
6 .
.
32
.
, ,
,
33
. :
, .
34.
1 . .
2 . .
35
3 . .
4 .
: .
36.
1 .
2 .
:// //
37
:// -//.
, ,
38
: , , , .
, ,
39.
,:
1 .
, ,
, ,
2 .
,
40
.
. .
, ,
. ,
, , ,
( ) ] [ .
,Metodologi Pengajaran Bahasa Arab ( :(2005, , 1
.30
Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, 2
Metodologi , .35 4
, (: 5
.37 ,(2003 ,
, ( , , 6
.51 ,)1992
,Metodologi .35 , 7
( , P :,)1992 ,
, sikolinguistik Suatu Pengantar 8
83.
, ( . : , ).24 , 9
, ( : .725-625 ,)6891 , 10
( : .18 ,)2003 ,
,Kurikulum Dan Pembelajaran ( : .57 ,)1995 , 13
, ( : 1998 ,), 14
.40
,( Guru Dalam Proses Belajar Mengajar : , 15
12 ,)2003.
, ( ).9 , 18
, ( , :.7 ,)2006 , 19
, ( : , ).15 , 20
.7 , 21
, ( : ,)1 ,.15-19 22
, ( , :)1997 , 23
.
,Metodologi Pengajaran Bahasa Arab ( :,)2005 , 24
17.12-
, ( : .187 ,)1992 , 25
(, .189 ,)1997 ,
, ( : , 27
)132 ,.
, ( : , ).1 , 28
( P : ,
, emikiran Tokoh Pendidikan Islam 29
2003).203 ,
( m :
, alsI fitkepsreP malaD nakididneP umlI 30
78 ,)2004 ,.
, .27 , 31
.28 , 3 2
, .2 33
: ( , 34
.4 ,)1406 ,
.4 , 35
.5 , 36
.5-7 , 37
: (, 39
.22 ,)2003 ,
.149 ,)1982 , : (, 40
Azizy, A. Qodri. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial.
Semarang: CV Aneka Ilmu, 2003.
Ali, Muhammad. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 2003.
Efendi, Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Ar-Ruzz,
2005.
Hamalik, Umar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
Hamid, Abdul. Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi
dan Media. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV Citra Media, 1995.
Nata, Abuddin. Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003.
Subiakto, Sri Utari. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia,
1992.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosyda Karya, 2004.
, . . , .
, . . : ,
, . .
:.1997 ,
, . . :,
, . . :
, .
, . . : ,
.1
, . . :.2006 ,
, , .
. : ,
.2003
, , . .
: .1406 ,
, . . : ,
.1992
, , . . : ,
, , . . ,
.1992 ,
, . .:
.1998 ,
, . . : .1986 ,
, . . : ,
.1982
Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah