Anda di halaman 1dari 153

ISSN: 2089-9165 Volume 2, No.

1, Januari 2013

At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah

TIM REDAKSI
Penanggung Jawab
Ahmad Munib Siraj

Ketua Redaksi
Mazroatus Saadah

Dewan Redaksi
Agus Zamroni
Rienna Wahidayati
Ahmadi

Penyunting Ahli
Tobroni
(UMM)
Muhammad Thohir
(IAIN Sunan Ampel)
Husniatus Salamah Z.
(IAIN Sunan Ampel)

Tata Usaha
Natalia Putri Basuki

Penerbit
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammadiyah Pacitan

Alamat Redaksi
Kampus STIT Muhammadiyah Pacitan
Jl. Gajah Mada No. 20 Pacitan 63511
Telp (0357) 886505
email: lp3m_stitmuhpct@yahoo.com

Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah
AT-TAJDID merupakan jurnal ilmiah dan media komunikasi ilmiah
antar peminat ilmu tarbiyah (pendidikan). AT-TAJDID mengundang
para peminat pendidikan, baik guru, dosen, maupun siapa saja yang
menyukai dunia pendidikan untuk menulis atau mendesiminasikan
hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Tulisan
yang dimuat tidak mencerminkan pendapat redaksi.
AT-TAJDID terbit dua kali setahun.
Pengantar Redaksi

A
lhamdulillah, puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah
SWT, akhirnya dengan usaha yang keras jurnal at-Tajdid
vol.2 No.1 berhasil diterbitkan. Pada kesempatan kali ini at-
Tajdid menghadirkan 8 artikel yang masih bertemakan tentang sejarah
pendidikan Islam dan tema pendidikan berkarakter masih menghiasi isi
jurnal ini.
Tulisan tentang sejarah pendidikan Islam dimulai dari tulisan
Syamsul Arifin yang berjudul Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal
Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam. Tulisan ini men-
jelaskan bahwa kemunculan mahad dan riwaq merupakan respon sosial
dari kemajuan perkembangan pendidikan Islam di masa bani Abbasiyah
yang sebelumnya pendidikan dilakukan dengan membentuk halaqah-
halaqah. Hal ini dikarenakan halaqah-halaqah ulama di masjid sudah
tidak tertampung lagi dan para pelajar maupun mahasiswa yang datang
dari pelosok negeri Mesir maupun negeri Islam lainnya membutuhkan
tempat berteduh serta menyimpan barang-barang mereka agar mampu
berkonsentrasi belajar secara maksimal. Pendidikan mahad dan riwaq
yang sekarang lebih terkenal dengan boarding school merupakan solusi
pembentukan karakter siswa dan optimalisasi pembelajaran.

Jurnal Ilmu Tarbiyah At-Tajdid, Vol. 2, No. 1, Januari 2013 iii


Lalu tulisan Wildan Nafii yang berjudul Sekuensi Penyajian Materi
Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany. Tulisan ini
mengulas wacana pembedaan makky madany secara lebih kritis, dengan
mengusung wacana yang lebih mengarahkan klasifikasi pada pendekat
an teks dan realitas yaitu wacana indzaar menuju risalah dalam pro
ses dakwah nabi. Tujuan yang diharapkan adalah dengan adanya pe-
mahaman yang cermat terhadap fenomena makky dan madany ini, da
pat diambil sebuah alternatif baru dalam paradigma pendidikan Islam,
khususnya dalam rangka menyusun sebuah bahan ajar atau sekuensi
materi yang relevan dengan realitas dan sasaran pendidikan.
Tema pendidikan karakter masih menjadi sorotan. Kali ini Maz
roatus Saadah melalui tulisannya yang berjudul Pendidikan Karakter
dalam al-Quran: Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11 ingin mengkaji QS.
Al-Muminun (23): 1-11 yang di dalamnya menjelaskan tujuh hal yang
akan mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan. Dari ayat ini pula
ditemukan tujuh sikap (the seven great action) yang bisa mengantarkan
manusia mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat, sukses secara in-
telektual dan karakternya. Oleh karena itu, sudah seharusnya pendidikan
karakter yang dicanangkan pemerintah mendasarkan pada kandungan
ayat 1-11 surat al-Muminun ini. Sehingga kasus korupsi dan kasus-kasus
lain tidak akan terjadi jika manusia-manusia Indonesia mengaplikasikan
ketentuan al-Quran. Seperti yang dibahas oleh Muh. Mustakim dalam
tulisannya yang berjudul Wawasan al-Quran tentang Pendidikan Anti
Korupsi.
Artikel terakhir ditulis dalam Bahasa Arab dengan judul Talim al-
Lughah al-Arabiyah bi Fikrah Kyai Haji Imam Zarkasyi allati Tatashawwar
fi Kitab Durus al-Lughah al-Arabiyyah yang ditulis oleh Muhammad
Muchlish Huda. Menurutnya, kitab Durus al-Lughah al-Arabiyyah yang
dikarang imam Zarkasyi mencerminkan revolusi pemikiran dalam
pembelajaran bahasa Arab, di mana pembelajaran bahasa Arab yang se-
lama ini hanya berkutat pada tuntutan kepada siswa untuk menguasai as-
pek gramatikalnya dan mengesampingkan aspek yang lain, maka dalam
kitab ini peran aktif siswa ketika mempelajari bahasa Arab menjadi salah

iv Jurnal Ilmu Tarbiyah At-Tajdid, Vol. 2, No. 1, Januari 2013


satu tuntutannya. Hal inilah yang menjadikan kitab ini sebagai salah satu
kitab dalam pembelajaran bahasa Arab yang memberikan arah baru dan
corak yang berbeda dengan kitab pembelajaran bahasa Arab lain.
Demikian artikel-artikel yang dapat kami sajikan. Semoga dapat
menambah wawasan para pembaca yang budiman. Selamat membaca
dan terima kasih.

Redaksi

Jurnal Ilmu Tarbiyah At-Tajdid, Vol. 2, No. 1, Januari 2013 v


ISSN : 2089-9165
Jurnal At-Tajdid Volume 1, No. 1, Januari 2013
Halaman : 1 -145

Syamsul Arifin MAHAD DAN RIWAQ: SEJARAH SOSIAL 1 -11


CIKAL PENDIDIKAN BOARDING SCHOOL
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Wildan Nafii SEKUENSI PENYAJIAN MATERI 13 -28
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF MAKKY-MADANY
Muh. REFLEKSI TAUHID DALAM PENDIDIKAN 29 -43
Muinudinillah ISLAM
Ahmad Yani PENGUATAN IDEOLOGI SEKTARIAN 45 -50
PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA DALAM
RIVALITAS GOLONGAN
Mazroatus PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AL- 51 -67
Saadah QURAN (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)
Muh. WAWASAN AL-QURAN TENTANG 69 -92
Mustakim PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Hermawan PENDIDIKAN YANG SEMESTINYA 93 -110
Nurhadianto DITERAPKAN BAGI ANAK-ANAK KAUM
MUSLIMIN
Muhammad
111 -145
Muchlish Huda


Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah
Jurnal At-Tajdid

MAHAD DAN RIWAQ:


SEJARAH SOSIAL CIKAL PENDIDIKAN BOARDING
SCHOOL DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Syamsul Arifin *
Abstract: The Islamic education has long history and it has very im-
portant role in developing the civilization and achieving the glory of
Muslims. In the course of the history, it came the term of mosque,
halaqah (the assembly of process learning that applied by prophet
Muhammad), Zawiyah (a place for specific or sufi learning, riwaq
(boarding school), and mahad (educational institution) as important
entities in the development of Islamic education. This article will try
to give description of the historical and social mahad (educational in-
stitution) and riwaq (boarding school), f rom pre-emergence, to its
existence today.

Keywords: Mahad (educational institution), Riwaq (boarding school),


Social History, Islamic Boarding School, Islamic Education

PENDAHULUAN
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Sebagai kegi
atan yang menekankan pada proses ijtihadiyah, pendidikan Islam
memberikan peran besar kepada umat Islam untuk mencermati, meng-
kritisi, dan mengkonstruksi formula-formula baru yang makin sempur-
na. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengem-
bangkan peradaban dan mencapai kejayaan umat Islam.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan yang
sistematis belum terselenggara.1 Proses pendidikan Islam pertama kali
berlangsung di rumah sahabat Rasulullah saw. tertentu, yang paling
terkenal di rumah bani arqam. Namun, ketika masyarakat Islam su-

* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

1
Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam

dah terbentuk (periode madinah), maka pendidikan diselenggarakan di


masjid. Dan disinilah terjadi perkembangan pendidikan Islam yang pe-
sat dan sistematis.
Terlebih ketika awal perkembangan Islam, umat muslim menjadi-
kan masjid sebagai tempat beribadah, tempat memberikan pelajaran
(pendidikan), tempat tentara berkumpul, tempat untuk peradilan dan
tempat menerima tamu-tamu dari luar negeri.2
Kemudian pada masa khalifah Bani Umayyah, masjid berkembang
fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan.3 Terutama
yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmunya di masjid
dengan membentuk halaqah maupun zawiyah tersendiri. Hal ini terus
berkembang hingga bani Abbasiyah. Bahkan, pada masa ini perkemba
ngan kebudayaan Islam semakin pesat. Masjid-masjid yang didirikan
oleh para pengusaha (pada umumnya) dilengkapi dengan sarana dan
fasilitas untuk pendidikan.
Pendidikan dan pengajaran Islam semakin bertambah, orang-orang
yang tergabung dalam halaqah ilmiyah semakin bertambah banyak
sehingga banyak ditemukan di masjid pada masa itu (khususnya Mesir)
beberapa halaqah.
Dari masing-masing halaqah terdengar suara guru mengajar
maupun suara para murid bertanya dan berdiskusi satu dengan lain-
nya. Sehingga suara-suara tersebut menimbulkan keramaian yang
menggangu orang-orang yang sedang beribadah. Karena itu, didirikan-
lah masjid al-Azhar4 yang dipergunakan khusus untuk kegiatan bela-
jar-mengajar, dan tidak dipergunakan lagi sholat kecuali sholat jumat.5
Namun, hal itu bukanlah sebuah solusi melainkan justru mendatangkan
masalah yang baru, karena fungsi utama masjid adalah tempat beriba-
dah.
Perkembangan pencarian ilmu pengetahuan terus berkembang.
Bahkan sejak waktu berdirinya Masjid Jami al-Azhar telah berdata
ngan orang-orang dari pelosok negeri Mesir dan negeri muslim lainnya.
Sebagian besar dari mereka menetap di sana selama belajar.

2 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Syamsul Arifin

Maka, diadakanlah riwaq (asrama) yang dikenal dengan nama ne


geri asal mereka. Bahkan Ahmad Shalabi menukil pendapat al-Maqriziy
menyebutkan: yang bertempat tinggal di riwaq-riwaq tersebut mencapai
750 orang pada tahun 818 H.6 Mereka terdiri pelajar dari Persia, Zaila
dan pelajar dari pedesaan Mesir, serta dari Maghribi. Riwaq ini masih
terdapat di al-Azhar hingga saat ini, namun lebih dikenal dengan mahad
oleh mahasiswa sekarang.

TERMINOLOGI RIWAQ DAN MAHAD


Riwaq dalam bahasa arab berasal dari kata rawaqa yang berati tiang.
Misalnya, ketika digunakan dalam kata riwaqul bait berarti tiang depan
rumah. Bentuk jama (plural)nya arwiqah dan ruq.7
Ibrahim Mustofa menyebutkan ada dua cara membaca kata riwaq
dan ruwaq. Namun keduanya sama artinya.8 Istilah riwaq dan ruwaq ini
juga digunakan dalam Kamus Munjid. 9
Secara istilah riwaq merupakan ruangan yang berada di antara
dua tiang masjid tempat kelompok kecil melakukan kegiatan belajar.10
Ahmad Athiyatullah mendefinisikan riwaq sebagai bagian dari masjid
yang dipergunakan untuk belajar, termasuk di dalamnya diwan (ruang)
yang digunakan oleh syaikhul halaqah dirasiyah untuk mengajar dikeli
lingi muridnya, termasuk riwaq adalah kamar-kamar yang diperguna-
kan untuk tempat tinggal para pelajar, menyimpan pakaian maupun ba
rang-barangnya dan tempat khusus untuk mereka belajar. Dan riwaq
juga dipergunakan sebagai istilah perpustakaan yang bisa dipergunakan
pelajar riwaq.11
Menurut hemat penulis dalam konteks kekinian pendapat inilah
yang sama dengan fungsi dari boarding school (lembaga pendidikan de-
ngan sistem asrama) di masa sekarang. Dimana lembaga pendidikan
yang memberikan fasilitas tempat belajar sebagaimana mestinya, asrama
sebagai tempat tinggal dan fasilitas penunjang lainnya.
Secara etimologi, Mahad berasal dari kata ahada-yahadu yang
bermakna menjaga, menepati dan berwasiat.12 Bentuk jamanya maahid.
Secara istilah mahad merupakan tempat yang dipergunakan untuk

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 3


Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam

mencari ilmu.13 Lebih spesifik mahad disitilahkan sebagai sekolah yang


khusus mempelajari suatu pelajaran atau fakultas khusus untuk agama
Islam disebut al-mahad al-islamy.14 Ibrahim Mustofa mendenifisikan
mahad sebagai tempat yang dibangun untuk pembelajaran dan peneli-
tian, seperti: mahad dirasah ulya Sekolah Pasca Sarjana dan mahad al-
buhuts lembaga penelitian.15 Istilah mahad juga banyak dipergunakan
untuk perguruan tinggi, misalnya mahad aly atau sekolah tinggi yang
banyak berkembang juga di Indonesia.
Menurut hemat penulis riwaq dengan mahad hampir serupa tapi
memiliki perbedaaan yang signifikan. Riwaq merupakan tempat yang
dipergunakan khusus sebagai tempat tinggal para pencari ilmu yang
mengadakan perjalanan jauh dari rumahnya dan masing-masing riwaq
dinamakan sesuai dengan daerah asalnya. Sedangkan mahad hampir
sama menggunakan sistem pendidikan berasrama seperti riwaq, namun
tidak mengklasifikasikan dalam penamaan maupun penyebutannya.
Selain itu, mahad lebih banyak digunakan sebagai lembaga pendidikan,
seperti mahad al-buhuts (lembaga penelitian) sedangkan riwaq tidak.
Adapun perbedaannya dengan halaqah, zawiyah dan masjid khan,
kita melihat pada uraian terdahulu riwaq digunakan sebagai tempat ting-
gal, tempat belajar bagi para pelajar yang datang dari jauh sedangkan
halaqah adalah model pembelajaran dimana seorang guru atau syaikh
di kelilingi oleh para muridnya dari berbagai penjuru alam Islami dan
usia tanpa klasifikasi asal maupun keilmuannya. Sistem ini lebih dulu
ada, semenjak masa Rasulullah Saw. mengajarkannya dengan sahabat.
Adapun zawiyah merupakan tempat pendidikan yang biasanya terletak
di pojok masjid dan lebih identik dengan pengkajian khusus maupun
sufiistik. Perbedaannya dengan masjid khan, kalau masjid khan adalah
masjid khusus yang diperuntukkan hanya untuk proses belajar mengajar,
sedangkan riwaq merupakan bagian dari pengembangan masjid jami
yang digunakan juga untuk kegiatan lainnya maupun pusat umat Islam.

SEJARAH SOSIAL PERKEMBANGAN MAHAD DAN RIWAQ


Ketika dinasti Ayyubiyyah menguasai Mesir (567-648 H) Ayyubiyyah
mendirikan sekolah-sekolah yang menggelar halaqah madzhab Syafii

4 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Syamsul Arifin

untuk mengungguli popularitas Syiah. Selain itu, Ayyubiyyah juga me


rombak buku-buku diktat yang dipergunakan di al-Azhar, walaupun
pada masa itu, kedokteran, mantik, filsafat, tetap dikaji.
Khalifah bahkan meniadakan khubtah Jumat -atas fatwa dari sang
Qadli-di masjid al-Azhar karena mengamalkan pendapat dalam madz
hab Syafii yang mengatakan bahwa shalat Jumat tidak boleh dilaksa
nakan di dua masjid dalam satu daerah. Pengajaran di al-Azhar meng
alami reformasi pada saat Shalahuddin al-Ayyubi mendirikan berbagai
macam sekolah (madrasah) di Mesir. Hal itu tidak lain dimaksudkan un-
tuk mengungguli popularitas al-Azhar yang condong ke madzhab Syiah.
Sebagaimana jamak diketahui, bahwa Ayyubiyah sangat fanatik terhadap
madzhab Syafii dan Asyari. Walapun begitu, peniadaan shalat Jumat di
masjid al-Azhar tidak menghapus aktivitas keilmuan di sana.
Memasuki kekuasaan Mamalik (648-922 H), sultan Dzahir Baibars
kembali memfungsikan masjid al-Azhar untuk shalat Jumat tahun 665
H / 1266 M. Dzahir Baibars merupakan sultan yang sangat menaruh per-
hatian terhadap aktivitas keilmuan di al-Azhar. pada masa ini, masjid
jami al-Azhar menjadi mahad ilmiyah yang menjadi rujukan belajar
umat manusia dari seluruh penjuru dunia. Sehingga menuai masa ke
emasannya. Muhammad al-Baha menyebutkan, ulama-ulama besar atau
sarjana Islam yang muncul pada masa Mamalik seperti al-Bushiri (w.
696 H), Ibnu Daqiq al-Id (w, 702 H), Ibnu Hisyam (749 H),Taqiy al-
Din al-Subki (756 H), Ibnu Aqil (769 H), Syaikh al-Islam al-Bulqini (805
H), Fayruzabadi (817 H), al-Maqrizi (845 H), al-Hafidz Ibnu Hajar al-
Asqalani (852H), al-Sakhawi (902 H), al-Suyuthi (911 H), Ibnu Iyyas
(930 H), Zakariya al-Anshari (w. 926 H) dan ulama lainnya.
Tradisi wakaf yang sudah dimulai sejak dinasti Fatimiyah dilanjut-
kan kembali oleh para sultan Dinasti al-Mamluky. Pada masa Daulah
Utsmaniyah, tradisi wakaf tetap dilanjutkan, Penyempurnaan masjid
jami al-Azhar kembali dilanjutkan oleh dinasti fatimiyah dengan mem-
bangun ruangan tempat belajar bagi yatim piatu, membagun mahad dan
riwaq bagi mahasiswa dan pelajar asing, membuat pendopo ruang tamu
serta tangki air tempat berwudlu.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 5


Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam

Tradisi wakaf telah mengantarkan masjid al-Azhar tidak hanya tem-


pat sholat, lebih dari juga tempat para pencari ilmu. Hal ini dapat dilihat
dari bagian-bagian dan riwaq-riwaq masjid yang diberi nama dengan
asal tepat pencari ilmu tersebut. Setidaknya ada dua faktor yang memo-
tivasi para pengusaha dan pembesar, pejabat memberikan perhatian be-
sar pembangunan rehab masjid beserta sarananya termasuk sekolah dan
riwaqnya. Yaitu faktor sosial dan kepentingan pribadi / golongan.
Pertama, faktor sosial merupakan bentuk respon dari keadaan
halaqah-halaqah di masjid mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan,
yang didalamnya terdapat diskusi, perdebatan yang ramai sehingga
mengganggu orang beribadah dimasjid. Selain itu, semakin berkem-
bangnya berbagai ilmu pengetahuan baik agama ataupun umum sehing-
ga terbentuklah banyak halaqah yang tidak mungkin tertampung dalam
masjid.
Kedua, secara politis kepentingan golongan / kelompok para pe
nguasa berusaha mempertahankan kedudukannya, sehingga mereka
berharap dengan memperoleh simpati dari rakyat akan melestarikan
kedudukannya. Selain itu, berharap mendapatkan maghfirah dari tu-
hannya sekaligus mendapatkan pahala-Nya. Dan faktor yang cukup
dominan adalah kekhawatiran akan masa depan anak-anaknya, sehing-
ga para pembesar dan pengusaha yang berhasil mengumpulkan harta
yang banyak khawatir tidak bisa diwariskan kepada anak-anaknya di-
ambil oleh sultan anak-anaknya, oleh karena itulah semakin memotivasi
untuk mendirikan sekolah dilengkapi dengan riwaq (asrama) dan dijadi-
kan wakaf keluarga. Anak-anak dan kaum keluarga lah yang mengurusi
lembaga wakaf tersebut, sehingga terjamin kehidupannya.
Riwaq pertama kali bediri di al-azhar mesir kemudian melebar ke
sekolah-sekolah lainnya di negeri Islam. Termasuk sekolah nizhamiyah
di baghdad. Di mesir pertama kali riwaq sinariyah pada tahun 1220 H /
1805 M. pada tahun 1270 H / 1854 M dibentuklah riwaqal-bajuriy un-
tuk penduduk syekh Ibrahim al-Bajuriy (syaikhul Azhar) dan seterusnya.
Bayard Dodge mengemukakan, setidaknya dikelompokkan menjadi 30
riwaq di al-Azhar diantaranya:

6 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Syamsul Arifin

No. Nama Riwaq Asal Pelajar / Mahasiswa


1. al-Haramain wilayah haramain atau Arabia
2. al-saaidah Mesir dan sekitarnya
3. al-Dakarinah Takrur, Sinnar, Darfur dan tempat-tempat lain di
Sudan dan Afrika Tengah
4. al-Shauwwam Suriah, termasuk wilayah Palestina,
Yordania dan Libanon
5. al-jawa Untuk orang Indonesia
6. al-Sulaymaniyah Afghanistan dan Khurasan
7. al-magharibah utara Africa
8. al-Sinnariyah Sudan
9. al-Atrak Turki, Mamluks
10. al-Burniyah Burnu wilayah Afrika Tengah
11. al-Jabartiyah Dibentuk oleh orang Italia, untuk siswa dari
wilayah Somalia, Ethiopia, dan Jibuti
12. al-Yamaniyah Yaman
13. al-Akrad Kurdi
14. al-Abbasi Akrad, al-Dakharnah, al-Hunud dan bangsa
Baghdad
15. al-Hunud India
16. Al-Baghdadiyah Iraq
17. Al-Taybarsiyah Aqbugha (murid-murid malikiyah)
18. al-Aqbughawiyah ajaran madzhab Maliki
19. Al-Buhayrah Barat laut Delta, daerah Mesir
20. al-Fayyumiyah Siswa dari fayyum mesir
21. Al-Shanawaniyah Bagian selatan delta
22. Al-Fashniyah Pusat Mesir
23. Al-Hanafiyah Untuk murid madzhab hanafi
24. Al-Muammar Untuk semua kalangan dan sekte agama
Islam
25. Al-Barabirah Untuk murid suku berber dari Nubia, utara
Afrika dan wilayah lainnya
26. Al-Dakarnah Salih Danau Chad wilayah Afrika
27. Al-Sharqawiyah Timur laut bagian dari delta
28. Al-Jawhariyah Al-Azhar
29. Al-Hanabilah Untuk murid madzhab ibn-Hanbal
30. Zawiyat al-Umyan Mahasiswa al-Azhar, Jauhariyah

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 7


Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam

Selain riwaq tersebut masih banyak yang lain misalnya at-Turk (un-
tuk orang Turki), As-Syawaam (untuk orang Syam), Al-Kurd (untuk
orang Kurdi), Al-Maghoribah (untuk orang Afrika Utara), Al-Bukharaa
(untuk orang Asia Tengah), As-Shoaayidah (untuk penduduk Shoid,
Mesir), Ar-Riyaafah (untuk penduduk Delta, Mesir), atau Al-Manaayi
fah (untuk penduduk Manoufiyah, Mesir), atau Syaikh Syanwaty, Al-
Bahaawiroh (untuk penduduk Buhayroh), As-Syaikh Al-Baajuury, Al-
Madrasah Al-Ibtighowiyah, Al-Falaatsah (untuk orang Afrika Tengah),
As-Syaikh Tsuaylib, Ad-Danaasyiroh (untuk orang Danusyiroh dan
sekitarnya), Ibnu Muammar, Al-Madrasah At-Thibirosiyyah, As-Syar
qowy (untuk penduduk Syarqiyyah, Mesir), As-Syabrokhity, Al-Hunud
(untuk orang India), Al-Baghdadiyyah (untuk orang Baghdad dan seki-
tarnya), Ad-Damanhury, (untuk penduduk Damanhur, Mesir), Al-Ba
syabisyah (untuk orang Basyisy dan sekitarnya), Ad-Dakaarinah atau
As-Shulayhiyyah, Darfour, Al-Yamaniyyah, Al-Baraabiroh (untuk orang
Barbar), Al-Imaroh Al-Jadidah atau Muhammad Al-Maghrobil, As-
Sulaymaniyyah, Isa Affandi, Al-Jabartiyyah dan lainnya.
Bahkan khalifah sangat mendukung sekolah di mushtansiriyah se
hingga membangunkan riwaq yang sangat megah dan mewah dan mem-
berikan mukafaah untuk para guru dan pelajarnya disetiap bulannya,
makanan serta roti yang lebih dari cukup untuk setiap harinya. di sam
ping itu, disiapkan 300 orang ahli fiqih, sehingga setiap madzhab memi-
liki 75 guru masing-masing madzhab. Di bangunkan pula kamar man-
di, gudang penyimpanan bahan makanan yang akan di masak, gudang
penyimpanan minuman dan makanan. Di angkat seorang dokter yang
selalu mengunjungi mereka setiap harinya.Begitu juga di Syiria, riwaq
menjadi sarana terpenting disetiap sekolah, seperti sekolah an-Nuriyah
al-Kubra dan di Aleppo yang menjadi representatif sekolah favorit di
syiria.
Ibnu Jamaah menuturkan, setiap mahad dan riwaq memiliki atur
an karaketritik masing-masing. Namun, secara umum mahad dan riwaq
berfungsi sebagai proses isolasi pelajar dengan kehidupan masyarakat
dewasa, karena mereka membutuhkan tempat yang representatif untuk

8 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Syamsul Arifin

fokus belajar. mengajarkan pelajarnya untuk menjaga etika, tidak meng-


ganggu oranglain, sebisa mungkin tidak keluar-masuk area mahad dan
riwaq, serta hendaklah menjauhi etika dan kebiasaan yang tidak baik.
Maka, secara historis menjelaskan kepada kita bahwasannya mahad
dan riwaq merupakan bentuk respon sosial dari keadaan yang dialami
para pelajar dalam menuntut ilmu, dimana mereka menetap di sekolah
ataupun lembaga pendidikannya yang jauh dari rumah tempat tinggal-
nya, sehingga menuntut di adakannya mahad dan riwaq. Terlebih sistem
mahad dan riwaq memberikan harapan besar untuk optimalisasi para
pelajar / mahasiswa dalam tafaqquh fiddin. Apabila kita merefleksikan di
zaman sekarang, banyak lembaga pendidikan yang mengadakan riwaq
(asrama) yang lebih di kenal dengan boarding school sebagai upaya pen-
jaminan mutu pendidikan dan karakter siswanya.

Penutup
Dari uraian diatas, memberikan deskripsi tentang tinjauan historis
dan sosial tentang mahad dan riwaq. Sehingg kita dapat menyimpul-
kan bahwasannya kemunculan mahad dan riwaq merupakan respon so-
sial dari kemajuan perkembangan pendidikan Islam di masa itu. Hal ini
dikarenakan halaqah-halaqah ulama di masjid sudah tidak tertampung
lagi dan para pelajar maupun mahasiswa yang datang dari pelosok negeri
mesir maupun negri Islam lainnya membutuhkan tempat berteduh ser-
ta menyimpan barang-barang mereka agar mampu berkonsentrasi bela-
jar secara maksimal. Pendidikan mahad dan riwaq (asrama) merupakan
solusi pembentukan karakter siswa dan optimalisasi pembelajaran. [ ]

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 9


Mahad dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam

Endnotes
1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tan-
tangan Millenium III, ( Jakarta: Kencana, 2012), hlm.v
2
Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan bintang), 1970,
hlm.92
3
Tim proyek pembinaan Prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/IAIN
di Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, cet.ke-2, ( Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm.98
4
Oleh Jauhar Ash-Shiqili (Panglima tentara Abu Tamim, setahun setelah Di-
nasti Fatimiyah menaklukkan Mesir) pada bulan Ramadhan tahun 361 H/
Juni 875 M. dan pada tahun 378 H mengkhususkan Masjid Jami al-Azhar
sebagai pusat pembelajaran dan penelitian.
5
Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, (Beirut: Dar al-Kashshaf,
1954), hlm. 55
6
Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, hlm.221
7
Ahmad Athiyatullah, Al-Qamus al-Islamiy, jld.2 (Mesir: Maktabah an-Nah
dlah al-Misriyah, 1966), hlm.1966
8
Ibrahim Mustofa dkk., Mujam al-Washit, jld.1 (Beirut: Dar an-Nasyr),
hlm.383
9
Tim Penyusun, al-Munjid fil Lughoh al-Arabiyah wal Ilam, cet. Ke-42, (Bei-
rut: Darul Masyruq), hlm.288
10
Tim pustaka Azet, Leksikon Islam, ( Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988), hlm.
648
11
Ahmad Athiyatullah, al-Qamus al-Islamiy, jld.2, hlm.582
12
Yusuf Syukri Farhat, Mujam at-Tullab, cet. Ke-6, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Alamiyah), 2007, hlm.413
13
Yusuf Syukri Farhat, Mujam at-Tuhullab, hlm.413
14
Tim Penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam, hlm.408
15
Ibrahim Mustofa, al-Mujam al-Wasith, jld.2, hlm. 634

DAFTAR PUSTAKA
Athiyatullah, Ahmad al-Qamus al-Islamiy, Mesir: Maktabah an-Nahd-
lah al-Misriyah, 1966
Azra, Azyumardi Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Millenium III, Jakarta: Kencana, 2012
Dodge, Bayard, Al-Azhar; a millenium of Muslim Learning, Washington:
The Middle East Institute, 1961

10 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Syamsul Arifin

Farhat,Yusuf Syukri., Mujam at-Tullab, cet. Ke-6, Beirut: Dar al-Kutub


al-Alamiyah, 2007
Maher, Suad, al-Azhar ; atsar wa tsaqafah, cet. Ke-22, Iskandariyah: Maj
lis al-Ala lissuun Islamiyah Wazaratul Auqaf, 2001
Maqdisi, George, Religion, Law and Learning in Clasical Islam, t.p.: Vari
orum, t.th.
Mustofa, Ibrahim dkk., Mujam al-Washit, t.p.: Dar an-Nasyr, t.th.
Qomar, Mujamil, Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Er
langga, t.th.
-----------, Pesantren; dari Transformasi metodologi menuju Demokra
tisasi Institusi, Jakarta: Penerbit Erlangga, t.th.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011
Riswant, Arif Munandar, Buku Pintar Islam, Bandung: Penerbit Mizan,
2010.
Shalabi, Ahmad., History of Muslim Education, Beirut: Dar al-Kashshaf,
1954,
------------, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi
Maarif, Jakarta: Bulan Bintang, 1970
Tim proyek pembinaan Prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/
IAIN di Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, cet.ke-2, Jakarta: Di
rektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.
Tim Penyusun, al-Munjid fil Lughoh al-Arabiyah wal Ilam, cet. Ke-42,
Beirut: Darul Masyruq, t.th.
Tim pustaka Azet, Leksikon Islam, Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988.
Tritton, A.S., Material on Muslim Education in the Middle Ages, London:
Luzac & Co. Ltd., t.th.
http://www.alazhar.gov.
http://www.nu.or.id

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 11


Jurnal At-Tajdid

SEKUENSI PENYAJIAN MATERI PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAKKY-MADANY

Wildan Nafii *
Abtract: The process of Prophet preaching from the beginning un-
til the end phase in Mecca and Medina is actually an ideal proto-
type for Islamic religious education system. Both Prophets preach-
ing and Islamic education process need adjust the substance of teach-
ing to the reality. It is included the condition of the target object.
Although these values have been understood by many people, most of
the experts of Holly Quran, in the understanding of Makky Madany
(Mecca and Medina), are still limiting criteria for distinction on geo-
graphical aspects, goals, and time only without pay enough attention
to the phenomenon of revelation as text which moves with realities.
The indication of problem is when a paragraph is disputed its status.
Th
erefore, tarjih (reinforcement) of some history becomes the alterna-
tive, or syncretism history when both of Makky Madany are not able to
be compromised. Th e result is the status of verse which ignores the re-
ality and the verse itself both structurally and contextually. This article
is going to review the discourse distinction Makky Madany more criti-
cally than others, by leading the classification on the textual approach
and the reality. It is called a discourse indzaar (admonition) towards
risalah (treatise) in the process of prophet preaching. The expectation
of goal is by understanding of the phenomenon of Makky Madani, it
can be found a new alternative in the paradigm of Islamic education,
particularly in order to construct a teaching materials or materials se-
quence which are relevant to the reality and the goal of education.

Keywords: Makky-Madany (Mecca and Medina), Indzaar-Risalah


(admonitiontreatise), sequence material, the Islamic education

* Mahasiswa Pascasarjana PBA UIN Sunan Kalijaga 2012/2013

13
Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

PENDAHULUAN
Hampir semua studi ilmu apapun pasti mengalami shifting para-
digm atau pergeseran paradigm karena terikat oleh lokus dan tempus,
terpengaruh oleh perkembangan pikiran dan kehidupan sosial. Dengan
begitu, sangat dimungkinkan terjadinya perubahan, pergeseran, perbaik
an, perumusan kembali, nasikh mansukh, serta penyempurnaan ran-
cang bangun epistimologi keilmuan. Jika tidak, maka yang terjadi adalah
kemandekan atau statisnya kegiatan studi ilmu. Termasuk juga di sini
ilmu agama. Jika keadaannya statis maka menurutnya, tidaklah layak
dinamakan studi agama tetapi doktrin agama lebih pantas. Adanya
perubahan dalam studi agama menurutnya tidak perlu dikhawatirkan.
Rumusan rumusan baru, pendekatan-pedekatan kontemporer,bahkan
uraian baru yang actual-kontekstual harus diupayakan dan diprogram-
kan. Jika hal ini tidak dilakukan maka diskursus studi Islam akan ter
tinggal dari laju pertumbuhan cara berpikir manusia muslim pendu-
kungnya dan paling tidak akan terjadi gap antara keberagaman dan ke-
hidupan itu sendiri.1
Telaah mengenai hakikat manusia, proses kejadiannya, dan perbuat
annya memberikan pengertian bahwa manusia merupakan makhluk
historis yang mengalami proses perkembangan. Dengan demikian, pe
ngembangan pengetahuan dan kehidupan sosial yang cocok dengan ma-
nusia adalah model pengembangan sebagai proses bertahap. Ilmu seba
gaimana fungsinya seharusnya merupakan teoritisasi petunjuk Kitab
yang dilakukan untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul da-
lam realitas objektif kehidupan manusia. Setidaknya sebagian bersifat
fungsional dan pragmatis yang secara sistematis berhubungan dengan il-
mu-ilmu yang metafisis, namun tidak satu di antaranya akan tetapi men-
cakup keduanya sebagai sebuah sistem. Singkatnya ilmu harusnya meli-
puti ilmu abstrak, teoritis dan praktis.2
Penjelasan di atas mengingatkan kita akan pentingnya empat pilar
pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live togeth-
er, dan learning to be. Dengan adanya tahapan pendidikan semacam ini
peserta didik akan mampu mengantisipasi perubahan tidak hanya yang

14 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

bersifat linier saja, tetapi juga eksponensial yang diantisipasi akan terjadi
dalam masyarakat yang mengglobal.3 Sangat disayangkan, pendidikan di
Negara kita -khususnya pendidikan agama-secara umum, seperti diisti-
lahkan Paulo Freire, masih sebagai banking concept of education. Peserta
didik ibarat sebagai sebuah karung yang terus menerus di isi muatan
tanpa ada proses untuk mengolah muatan itu. Pendidikan yang ada be-
lumlah mencerminkan problem posing of education, yang menawarkan
persoalan-persoalan yang problematic dan menuntut anak didik untuk
berpikir kreatif dalam memecahkannya.4
Kesenjangan antara fenomena diatas dengan idealisme pendidikan
yang telah diungkapkan tadi sepertinya akan menjadi sesuatu yang tidak
lazim jika sejarah tentang dakwah dan pendidikan pada masa Rasulullah
dikaji dan ditelaah kembali secara mendalam. Kesempurnaan Islam se
perti yang dijelaskan dalam QS.5:3 tidak dapat dipahami dengan meng
asumsikan bahwa Islam telah sempurna pada akhir usia Nabi di mana
wahyu penutup diturunkan. Kalau asumsi ini dipegang lalu apakah sta-
tus Nabi dan muslimin ketika masih di Mekkah di awal dakwah itu be-
lum sempurna Islam? Kesempurnaan Islam di mana risalah dakwah dan
tarbiyah Nabi ada di dalamnya, seyogyanya di pahami sebagai suatu ke-
satuan historis dan sosologis dari risalah kenabian.
Jadi Islam yang dibawa Muhammad SAW telah lahir saat wahyu
pertama diturunkan. Dan karenanya dakwah rasul sudah dimulai saat
itu juga, sehingga periode Mekkah dan Madinah adalah suatu kesatuan
historis dan sosiologis risalah Nabi. Proses panjang yang ditempuh rasul
dari baiat hingga wafat serta momen historis dan sosiologis yang ber-
langsung di antara dan di dalam proses itu seharusnya merupakan dasar
filosofis pendidikan dan dakwah Islam. Pendidikan dan dakwah Islam
haruslah merupakan abstraksi logis dari perjalanan risalah Muhammad
dari periode Mekkah dan Madinah. Hal ini memberikan pengertian bah-
wa Islam bukanlah agama yang ahistoris dan asosial, akan tetapi meru-
pakan pertumbuhan melalui proses sejarah yang sosiologis dari Mekkah
ke Madinah.5

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 15


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

Jadi sebenarnya paparan di atas memberikan sebuah gambaran


bahwa dakwah yang dilakukan Nabi secara periodik (Mekkah-Madinah)
merupakan suatu kesatuan. Dan kita tidak bisa mengelak bahwa ilmu
pengetahuan tentang makky dan madany -sebagai ilmu yang konsen
pada periodisasi turunnya teks ilahiyah secara sistematis pada masa
dakwah Nabi- tentunya bertanggung jawab besar terhadap pemahaman
yang benar akan filososfi dakwah dan pendidikan Islam itu, dengan tidak
mengurangi peran ilmu lainnya seperti asbab al-nuzul.
Sebagaimana pendapat Muhsin al-Maili yang telah disunting oleh
Nasr Hamid abu Zaid, sebenarnya para ulama Quran dan juga para pela-
jar ilmu Quran menyadari bahwa turunnya syariat secara bertahap dan
realistis sangat membantu dalam mengarahkan manusia pada nilai Islam
dan moralitas yang baik, dan semangat ini sangat baik diterapkan dalam
proses pendidikan. Sayangnya selama ini, para ulama al-Quran dan juga
kebanyakan pelajar ulumul Quran dengan tidak mengurangi penghor-
matan dan apresiasi atas jerih payah dan kegigihan mereka-tidak me
nyadari kontradiksinya, ketika mereka sendiri menyatakan bahwa wahyu
yang ilahiyah tidak dibatasi oleh sejarah ruang, dan waktu. Sebaliknya
dimensi-dimensi tersebut bergantung pada wahyu, sehingga konsekuen
si dari pemahaman ini adalah wahyu memiliki hak prioritas di depan
akal dan realitas selama yang universal lebih agung, kosmopolit, dan
sempurna ketimbang yang parsial.
Jika titik tolak para ulama dalam mempelajari makky madany dan atau
asbab al-nuzul adalah titik tolak fiqhiyah, yang bertujuan membedakan
nasikh-mansukh, aam dengan khash, mengeluarkan hukum syari dari teks,
maka titik tolak ini sebenarnya bersifat semantik, selama pengambilannya
dari teks melalui penyaringan makna teks secara cermat. Namun karena en-
tri point dalam pembahasan makky madany bersifat fiqhiyah semata, aki-
batnya para ulama Quran terjebak dalam kekacauan konseptual, khususnya
yang berkaitan dengan batas-batas antara yang makky dengan madany, baik
dari sisi kandungan maupun strukturnya.6
Adanya ketentuan-ketentuan seperti pembedaan makky madany
dengan mengacu pada riwayat, yang pada gilirannya sampai pada feno

16 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

mena di mana ada dua atau lebih periwayatan berbeda, sinkretisme antar
periwayatan yang akhirnya menyebabkan status ayat jadi semakin ka-
bur, dan masalah-masalah lainnya, tanpa disadari oleh para ahli ilmu
Quran agaknya telah menggiring mereka kepada pemisahan teks de-
ngan realitas yang ada. Persoalan yang bersifat logis-karena diiringi oleh
sikap penyakralan akan teks dan juga riwayat yang ada yang dibaya
ngi oleh hegemoni aliran mistis legitimatif-akhirnya diletakkan begitu
saja. Persoalan makky madany hanya berkutat pada masalah yang sta-
tis dan bersifat repetitif saja, sehingga sangat jauh harapan untuk da
pat mengambil dasar filosofis atau wacana pemikiran baru dari konsep-
si makky madany untuk diaplikasikan pada proses pendidikan, kecua-
li hanya sedikit yang barangkali juga masih diwarnai oleh corak statis-
indoktrinatif-doktriner.
Persoalan ini menggugah penulis untuk mengkaji kembali kon-
sepsi tentang makky madany dengan lebih memperhatikan pada aspek
keterkaitan teks/wahyu dengan realitas, sebagai alternative wacana baru
dalam kajian pendidikan. Tulisan ini menelaah konsepsi makky madany
menurut para ulama dan membandingkannya dengan pemikiran Nasr
Hamid Abu Zaid. Pengetahuan tentang hakikat ayat-ayat makky dan
madany baik dari struktur dan kandungannya, juga nilai sosial dan his-
torisitasnya pada proses dakwah diharapkan dapat diimplikasikan pada
model pengembangan materi pendidikan Islam atau sekurang-kurang-
nya pada sekuensi/urutan penyajian materinya.

Makky madany: SUATU PROSES DARI INDZAAR KE RISALAH


Dalam upaya untuk menarik benang merah dari fenomena mak-
ky madany, memaknai struktur dan kandungan ayat-ayat makky dan
madany lalu kemudian kita analogikan dengan sekuensi penyajian ma-
teri pendidikan Islam, dan mengaplikasikannya; kita terlebih dahulu ha
rus memiliki konsepsi yang cermat mengenai keduanya. Kesalahan atau
kurang cermat dalam menyusun konsepsi tentang makky madany akan
berakibat pada pengerucutan pemahaman sebagaimana tergambar da-
lam pendahuluan.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 17


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

Sampai saat ini kita mengenal adanya tiga teori tentang kategori-
sasi makkiyah dan madaniyah. Teori yang pertama merupakan teori
geografis, yaitu pembedaan di bedakan atas tempat turunnya ayat. Ayat
yang turun di Mekkah dan sekitarnya dinamakan makkiyah sedangkan
ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya dinamakan madaniyah.7
Sebagian lagi membedakannya secara hiperbolis yaitu ada ayat yang tu-
run di gua, di gunung, antara langit dan bumi, di bawah tanah, dan seba-
gainya.8 Namun kriteria ini cacat, mengingat banyak sekali ayat yang tu-
run jauh dari kedua tempat itu. Selain itu semua pembagian yang begitu
detail sebagai dasar klasifikasi ini hanya didasarkan pada factor geografis
tanpa mempertimbangkan pengaruhnya terhadap teks dari segi isi mau-
pun bentuknya.
Teori yang kedua adalah teori subjektif, dengan mengasumsikan
bahwa surat/ayat yang menyeru pada penduduk Mekkah dinamai mak-
kiyah dan biasanya di mulai dengan redaksi yaa ayyuhannasu, sedangkan
surat/ayat yang menyeru pada penduduk Madinah dinamai madaniyah
dan biasanya dimulai dengan lafad yaa ayyuhalladzina aamanu. Kriteria
ini juga cacat karena nyatanya mukhatab ayat itu sangat bervariasi, be-
lum lagi banyak ayat yang dikecualikan hukumnya.9 QS:2:31 panggilan-
nya jelas-jelas untuk orang Mekkah tapi dihukumi Madaniyah. Belum
lagi ketidakkonsistenan yang lain. Sekali lagi kriteria pembedaan sama
sekali mengesampingkan realitas dan teks dan lebih mengedepankan
pada apa yang menonjol atau bagaimana kecenderungannya secara ke
seluruhan dari surat.
Teori ketiga adalah teori waktu dengan mengasumsikan bahwa
ayat yang turun sebelum hijrah adalah makkiyah sedangkan yang tu-
run setelah hijrah adalah madaniyah.10 Perlu diketahui bahwa hijrah
Nabi ke Madinah tidak terjadi semata-mata pindah tempat begitu saja.
Dakwah di Mekkah bisa dikatakan nyaris terbatas pada masalah perin-
gatan/indzaar dan belum mencapai tahap risalah/membangun ideologi
masyarakat baru. Sebaliknya di Madinah dakwah sudah merambah pada
wilayah risalah dan sedikit mengulang tentang indzaar. Dalam hal ini
agaknya teori waktu ini yang paling mendekati kesesuaian dan kekon-

18 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

sistenannya. Namun begitu, tetap saja hal ini tidak dapat dimutlakkan
mengingat para ulama juga memiliki ijtihad terhadap ayat-ayat tertentu,
manakala ada dua periwayatan yang berbeda atau kurang kuatnya suatu
riwayat.11
Jika permasalahan ini sebenarnya bersifat ijtihady maka menu-
rut hemat penulis, ada sebuah kemungkinan untuk mengklasifikasikan
ayat-ayat pada makky madany dengan tetap memakai criteria pembe-
daan yang ada lalu menggunakan pendekatan realitas dan teks pada por-
si yang lebih dominan mengingat teks selalu bersesuaian dengan realitas-
nya. Dengan realitas, maksudnya melihat kecenderungan substansi teks
itu mengarah pada indzaar ataukah risalah. Dengan teks, maksudnya
melihat antara susunan gaya bahasa yang akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, periode indzaar adalah pe-
riode di mana anak didik masih pada taraf awal pendidikan yang ba
ginya ilmu yang diajarkan masih sangat asing. Dalam kondisi semacam
itu ekses-ekses yang berakar dari kebiasaan atau kehidupan sekitarnya
mungkin masih begitu terasa menyelimuti. Di mata orang Mekkah wak-
tu itu ajaran Nabi Muhammad sangat asing bagi mereka. Ajaran Mu
hammad yang asing itu akan sangat sulit untuk secara cepat diterima
orang dan akan lebih berpotensi untuk ditolak atau paling tidak dihi-
raukan. Nyatanya selama 3 tahun pertama dakwah Nabi secara diam-
diam, hanya mendapatkan 11 orang saja. Dan 10 tahun berikutnya sebe-
lum akhirnya beliau hijrah ke Madinah, hanya ada sekitar 120an orang.
Proses dakwah ini pun tak luput dari marabahaya, ancaman dan peng
aniayaan yang terus dilancarkan para kafir Mekkah.12
Pada fase ini al-Quran dihadapkan pada orang-orang musyrik di
satu sisi dan juga pada Nabi dan umat muslim di sisi yang lain. Orang
kafir dengan gejala psikologisnya yang keras kepala, lihai, dan sombong,
membangkang terhadap ajaran Islam dan merongrong dakwah Islam,13
sedapat mungkin harus diperingatkan dengan tegas dan cara yang eks
lusif baik dengan ditakuti atau dibujuk agar mau mengkuti jalan kebe-
naran. Sebaliknya orang-orang mukmin berada pada posisi minoritas,

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 19


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

dimana prioritas penting bagi mereka selain perlindungan pada wak-


tu itu adalah ketabahan, dan ketetapan hati di tengah-tengah kesulitan
yang bertubi-tubi.14 Maka al-Quran mendidik mereka dengan nilai-nilai
moral dan kebajikan, ketabahan, pokok-pokok keimanan, dan juga janji-
janji Allah akan hari pembalasan, juga tentang surga dan neraka.
Dalam hal ini, baik janji, ajaran moral, ancaman, cerita, eksposisi
tentang surga dan neraka dan sebagainya, sebenarnya semua seruan
itu dapat dikatakan sebagai persuasi yang berlaku sama rata baik untuk
orang kafir Mekkah maupun umat muslim. Ini mengingat bahwa sighat
yang umum pada redaksi di tahap indzaar ini adalah yaa ayyuhannasu.
Secara struktur seruan ini menunjukkan universalitasnya.15 Dalam dunia
pendidikan kekinian, di tahap awal pengajaran, materi disajikan dengan
sebuah corak yang cenderung ke arah stimulus, dan motivasi. Peserta
didik tentunya memiliki latar belakang yang berbeda, dari yang bermo-
tivasi tinggi sampai yang tidak punya motivasi. Namun semuanya perlu
belajar. maka perlu adanya rangsangan agar mereka mau bersama-sama
belajar.16 Pada suatu waktu di mana peserta didik sulit untuk dikondisi-
kan, diperlukanlah apa yang disebut sebagai sugesti. Sugesti ini bisa ber-
bentuk pujian, ancaman dengan menakut-nakuti atau dengan menun-
jukkan kelemahannya. Efek dari sugesti ini adalah menguatkan perasaan
dan membakar semangat jiwa atau meluluhkan jiwa yang kaku menjadi
lebih lunak.17 Sama halnya orang-orang kafir dan mukmin yang disu
gesti dengan janji, ancaman, dan ajaran moral, peserta didik hendaknya
diberikan sugesti yang terkait dengan urgensi belajar dan efek yang ditim-
bulkan oleh ketidaksungguhan belajar. Singkatnya, sebagaimana Quran
mendidik generasi muslim awal sebagai person-person yang mantap
dan kuat, seorang pendidik pada tahap awal pembelajaran lebih banyak
memberikan materi-materi yang secara fungsional membantu pemben-
tukan karakter anak agar menjadi pribadi yang baik.
Pada periode risalah, jika kita analogikan dengan pendidikan meru-
pakan masa di mana peserta didik sudah menyadari siapa dirinya dan apa
yang harus dikerjakannya. Kita melihat bahwa di Madinah keberadaan
kaum muslim lebih stabil jika dibandingkan dengan Mekkah, meski

20 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

pun mereka tetap tinggal bersama penganut Yahudi dan Nasrani dan
tak jarang persinggungan pemikiran dan perselisihan terjadi.18 Namun
pada situasi yang kondisional tersebut agaknya dialog logis antar umat
beragama (dalam hal ini Islam dengan yahudi dan nasrani), peletakan
ideologi masyarakat beserta cabang cabang hukum serta aturan-aturan
teknis seperti membangun tempat ibadah, menetapkan aturan jual beli,
munakahat, mawaris, hukum sipil, perang dan sebagainya19 lebih me-
mungkinkan untuk dilakukan.
Dalam pendidikan materi pada jenjang yang lebih tinggi ini menun-
tut adanya analitik dan juga kemampuan untuk mensintesis, sehingga
memberi dorongan kepada anak untuk memiliki kemampuan mengurai
unsure-unsur yang membentuk suatu keseluruhan secara sistematik.20
Dalam system urutan materi yang di ajukan oleh Permendiknas, dikenal
adanya system hirarkis, artinya urutan materi pembelajaran secara hi-
erarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke
atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu
sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.21
Pengajaran yang tersistem dan bersifat structural-parsial-hirarkis
seperti di atas menuntut adanya loyalitas dari peserta didiknya. Artinya,
selama siswa masih belum menyadari siapa dirinya dan apa yang harus
dilakukan, atau dengan kata lain dia masih dalam tahap indzaar, maka
sulit dimungkinkan siswa itu dapat mengikuti jalannya tahap risalah.
Aksin wijaya dengan bahasanya yang lebih terbuka mengatakan bahwa
pada fase risalah terdapat semacam dikotomi pada strata social dan juga
universalitas Islam. Menurutnya hal ini dapat dibuktikan dengan redaksi
yaa ayyuhalladzin amaanu yang konsekuensinya mengabaikan orang
di luar Islam. Selain itu kedudukan yahudi dan nasrani pada strata sosial
menjadi warga kelas dua dengan diberlakukannya piagam Madinah.22
Dalam pendidikan, problematika semacam ini mungkin sering kita
temui. Beberapa orang sudah sadar akan keberadaannya, sedangkan
yang lain mungkin belum. Maka mau tak mau tugas kita dalah meng
ayomi keduanya. Memberikan suntikan materi secara berjenjang dan
konsisten untuk mereka yang telah sadar dan memberikan penya-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 21


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

daran bagi mereka yang belum. Agak sulit memang, menerapkan hal itu.
Namun kita tentu perlu lebih hati-hati dan cermat dalam menyatakan
sesuatu seperti pernyataan aksin tadi. Upaya-upaya untuk meminimali-
sir dikotomi ini telah diupayakan oleh teks Quran bersama Nabi. Apalagi
bahwa sebenarnya tahap indzaar itu tidak selesai begitu saja ketika hijrah.
Dalam surat-surat madaniyah ada beberapa ayat yang memiliki karak-
teristik makkiyah yang menurut penulis merupakan ayat indzaar yaitu
al-anfaal:22. Ini menunjukkan bahwa kedua prose situ sebenarnya terus
bergulir dan tidak serta merta berubah apalagi lenyap begitu saja.23

BELAJAR MEMPROSES SECARA MENDALAM KEMUDIAN ELABORASI:


PENDIDIKAN MASYARAKAT DARI TEOLOGIS KE METAFISIS
Bahan atau materi pendidikan dalam pengertiannya yang luas ada-
lah suatu system nilai yang merupakan bentuk abstrak dari tujuan pen-
didikan. Secara khusus, bahan atau materi pendidikan adalah apa yang
harus diberikan dan disosialisasikan serta ditransformasikan sehingga ia
menjadi milik peserta didik. Karenanya, bahan dan materi pendidikan
Islam secara garis besar merupakan konseptualisasi dari fungsi umum
manusia sebagai penghamba (fungsi ibadah) dan sebagai khalifah. De
ngan demikian, maka apa yang harus diberikan sehingga menjadi milik
peserta didik adalah nilai-nilai pribadi penghamba dan khalifah yang
meliputi aspek keterampilan, pengetahuan, kecerdasan dan moral.24
Selanjutnya bagi seorang pengajar, Prof. Omar Syaibany dalam fal-
safah yang diusungnya menjelaskan bahwa pendidik harus banyak me-
naruh perhatian pada peserta didiknya, dan mendahulukannya di atas
kepentingan sendiri. Pendidik memberikan pemahaman sesuai taraf
kepahaman peserta didiknya, tidak menguraikan panjang-panjang bila
memang sukar dihafalkan, tidak pula meringkas demi mempersempit
pemahaman. Memberikan deskripsi yang sejelas-jelasnya bagi mereka
yang awam, dan cukup memberikan pengantar atau gambaran saja bagi
mereka yang sudah mampu untuk mengembangkan pemahamannya
terrhadap materi.25
Analoginya dengan fenomena makky madany, periode Mekkah
atau fase indzaar masyarakat di tempat itu pada umumnya adalah ung-

22 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

gul secara intelektual namun kering secara spiritual. Kemampuan me


reka bersyair, berdagang, dan berdialog dengan ahli kitab pada waktu itu
merupakan bukti kecerdasan mereka, namun sikap keras kepala, som-
bong, dan temperamental merupakan refleksi dari keringnya spiritual
mereka.26 Maka dalam hal ini teks al-Quran harus menghadapi mereka
dengan bahasa yang sepadan dengan intelektual mereka, yaitu bahasa
dengan diksi yang bagus, lugas, dan tidak basa-basi. Uraian yang ter-
lalu panjang akan membuat mereka jemu dan tidak tergerak, karenanya
gaya bahasa pada periode ini relative pendek.27 Dan perlu diperhatikan
sekali lagi bahwa gaya bahasa ini tidak berakhir ketika hijrah. Ayat-ayat
dengan gaya bahasa semacam ini beberapa masih ditemukan di periode
Madinah seperti QS:Al-Anfaal di atas, yang ditujukan untuk mukhotob
yang serupa dengan masyarakat Mekkah.
Lain halnya dengan periode Madinah, masyarakatnya sangat he
terogen, di satu sisi ada umat muslim yang dalam hal ini terbagi men-
jadi muhajirin dengan pengalaman yang lebih mendalam tentang Islam
bila dibandingkan dengan kaum anshar. Di sisi lain ada umat yahudi
dan nasrani.28 Di sini teks wahyu harus berusaha untuk menyampai-
kan ajaran dengan bobot yang setara untuk dapat dicerna lebih banyak
umat muslim. Disamping itu sudah waktunya untuk membangun sys-
tem masyarakat secara jelas. Karenanya instruksi-instuksi terutama yang
bersifat teknis haruslah disampaikan secara naratif dan mengikuti alur
yang logis dan berurutan.29
Dengan ini tampaknya kesesuaian materi dan juga metode penyam-
paian yang tepat mengarahkan kita pada membentuk strategi penyam-
paian materi. Permendiknas menjelaskan tentang strategi suksesif dalam
menyampaikan materi secara urut yaitu jika guru harus menyampaikan
materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi uru-
tan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara
mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikut-
nya secara mendalam pula.30
Dalam beberapa kasus ditemui adanya ayat atau surat yang diper-
selisihkan, apakah ia tergolong makkiyah atau madaniyah. Kelemahan

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 23


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

para ulama kuno dalam mengaitkan teks dengan realita menyebab-


kan munculnya hipotesis bahwa ayat turun berulang-ulang, pertama di
Mekkah dan kedua di Madinah, berdasarkan dua periwayatan yang ber-
beda dan tidak dapat dikompromikan, dan tidak adanya keberanian un-
tuk mengambil inisiatif logis (ijtihad). Menurut zayd, akan lebih baik jika
sebuah ayat dicermati secara teliti bagaimana gaya bahasanya, uslubnya,
lalu kandungannya. Dengan begitu klasifikasi akan lebih jelas. Begitu
pula tentang ayat-ayat hukum. Beberapa ayat muncul belakangan sete-
lah hukumnya dilaksanakan(menurut para ulama kuno: tentang wudlu).
Zayd mengkritisi mereka sebab tidak memahami bahwa pesan primer
dalam ayat itu adalah tentang tayammun dan bukan pada wudlunya.
Adanya pengulangan semacam ini jika di analogikan dalam pen-
didikan, pengulangan dalam proses pendidikan adalah bagian penting
pada stimulasi belajar peserta didik. Namun pengulangan ini tidak akan
efektif manakala pengulangan itu tidak dibarengi dengan merekonstruk-
si memori mereka dengan cara yang bermakna.31 Rekonstruksi ini dapat
dilakukan dengan pemrosesan yang mendalam disertai dengan elabora-
si. Pemrosesan mendalam artinya pendalaman etimologis dari apa-apa
yang telah diajarkan.32 Dalam kasus makky madany diulang-ulangnya
perintah salat, taqwa, syukur dan sebagainya merupakan sebuah pem-
rosesan mendalam. Elaborasi artinya ekstensivitas pemrosesan dengan
memakai ibrah atau tamsil.33 Dalam kasus makky madany turunnya ayat
mendahului hukum, dan disampaikannya ayat berkali-kali dan seba-
gainya sebenarnya merupakan fenomena usaha wahyu untuk melaku-
kan dialog dan elaborasi pengetahuan kepada umat Islam waktu itu. Dan
elaborasi terbukti lebih menguatkan ingatan dan konsepsi seseorang atas
sesuatu, lebih baik daripada hanya sekedar mengulang dan mendalami
etimologinya saja.
Proses yang panjang itu pada akhirnya mengantarkan masyarakat
Islam pada tatanan masyarakat yang lebih moderat dan beradab. Dengan
meminjam istilah Comte (walaupun tidak mengambil seluruhnya),
masyarakat akan terbagi pada tiga fase, yaitu fase teologis, lalu metafisis,
kemudian positivis.34 Kita tentu tidak mengharapkan masyarakat Islam

24 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

akan berada pada level positivis karena dengan itu ideology ketuhanan
sudah runtuh. Namun agaknya kita mendapati bahwa Islam dan ajaran-
nya telah membawa masyarakat berkembang dari pandangan yang teo
logis an sich menuju masyarakat yang metafisis, masyarakat yang memi-
liki akal budi yang tinggi dengan tetap memegang prinsip-prinsip teolo-
gis dengan benar.
Jika kita kembali pada pemahaman pada pendahuluan di atas, bah-
wasanya kesempurnaan islamisasi yang dilakukan Nabi pada hakikatnya
berada pada proses yang terus berkelanjutan dan bukan pada tujuan-
nya semata-mata, maka kita mengasumsikan bahwa sejak awal periode
Mekkah hingga akhir periode Madinah adalah sebuah proses yang ber-
sifat siklik, rancang bangun pengetahuan itu terus menerus dikembang-
kan dan tidak akan berhenti. Bahwa wafatnya Nabi dan berakhirnya tu-
run wahyu tidak akan menghentikan laju perkembangan tersebut karena
teks al-Quran telah bergerak bersama realitas yang ada. Pada akhirnya
model penyampaian firman yang evolutif dan demikian pula risalah ke-
Nabian mengajarkan kita contoh, bahwa sosialisasi Islam yang dikenal
dengan pendidikan adalah sebuah prose situ sendiri. Justru kepada pro
ses itulah tujuan pendidikan diletakkan, sementara tujuan pendidikan
merupakan konsekuen dari proses itu sendiri.

PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah bahwasanya
pembedaan makky madany tidak cukup hanya dengan sekedar memakai
kriteria tertentu saja tanpa memperhatikan pergerakan teks terhadap
realita yang ada. Pemaknaan akan makky dan madany haruslah menyen
tuh pada teks dan realitas yang sangat terkait dengan proses pendidik
an masyakat muslim menjadi masyarakat yang berperadaban. Adanya
proses yang siklik dan berkesinambungan dari indzaar menuju risalah
merupakan hal yang tak terhindarkan. Dan melakukan penyusunan dan
pengurutan materi berdasarkan pendekatan indzaar dan risalah tersebut
adalah hal yang patut untuk dipertimbangkan. [ ]

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 25


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

ENDNOTES
1
Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 103.
2
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pen-
didikan Islam dan Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 205.
3
Kasinyo Harto, rekonstruksi pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan
HAM: Jurnal Studi Agama Al-Millah Vol XII. No. 1 (Yogyakarta: Pasca Sar-
jana FIAI MSI UII Yogyakarta, 2012)
4
Paulo Friere, Pedadogi Pengharapan (Terj.), diterjemahkan oleh A. Widyama-
rtayya (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 196.
5
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim ..., hlm. 206.
6
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Quran,
Terj: Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2003), hlm. 88.
7
Mannaul Qaththan, Mabaahits Fi Ulum Al-Quran, terj: Ainur Rofiq ( Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2005), hlm. 74.
8
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan Fiulum Al-Quran (Beirut: ar-Risaalah, 2008),
hlm.9.
9
Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Al-Ulum Al-Quran (Kairo: Dar al-Turats, t.t.),
hlm. 187.
10
Ibid.
11
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Quran
..., hlm. 90.
12
Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah,terj: Nabhani Idris ( Jakarta: Robbani
Press, 2003), hlm. 272.
13
Subhi al-Shalih, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malaayin, 1985), hlm. 203.
14
Ibid.
15
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), hlm. 131.
16
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar ( Jakarta: Rinneka Cipta, 2004), hlm. 214.
17
Ibid., hlm. 42.
18
Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah., hlm. 277.
19
Fahd ibn Abd al-Rahman al-Ruumi, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran, terj:
Amirul Hasan (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 174.
20
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim ..., hlm. 247.
21
Kemendiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran ( Jakarta: Dirjen
Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah, 2008), hlm. 7.
22
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Quran ..., hlm. 131.
23
Mannaul Qaththan, Mabaahits Fi Ulum Al-Quran., hlm. 277.
24
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim., hlm. 247.

26 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Wildan Nafii

25
Omar Mohammad al-Toumy a-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam. terj:
Hasan Langgulung ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 603.
26
Ibnu Khaldun, Muqaddimah,(ttp.: Bait al-Funuun wa al-Adaab, t.t.), hlm.
439.
27
Subhi al-Shalih, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran ..., hlm. 227.
28
Ibnu Khaldun, Muqaddimah., hlm. 333.
29
Fahd ibn Abd al-Rahman al-Ruumi, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran ..., hlm.
174.
30
Kemendiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran ..., hlm. 14.
31
WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 1987), hlm. 351
32
John. W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj: Tri Wibowo ( Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2004), hlm. 316.
33
Ibid.
34
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.
104.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdullah. Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, Yog
yakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Abu Zaid, Nasr Hamid, Tekstualitas Al-Quran, Kritik terhadap Ulumul
Quran, Terj: Khoiron Nahdliyyin, Yogyakarta: LKiS, 2003.
Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta: Rinneka Cipta: 2004.
al-Ruumi, Fahd ibn Abd al-Rahman, Diraasat Fi Al-Ulum Al-Quran, terj:
Amirul Hasan, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
al-Shalih, Subhi, Mabaahits Fi Al-Ulum Al-Quran, Beirut: Dar al-Ilm li
al-Malaayin, 1985.
Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Al-Ulum Al-Quran, Kairo: Dar al-Turats
as-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan Fiulum Al-Quran, Beirut: ar-Risaalah,
2008.
as-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam,
terj: Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Friere, Paulo, Pedadogi Pengharapan, alih bahasa: A. Widyamartayya,
Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 27


Sekuensi Penyajian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Makky-Madany

Harto, Kasinyo, Rekonstruksi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Berwawasan HAM, Jurnal Studi Agama Al-Millah Vol XII. No. 1
Yogyakarta: Pasca Sarjana FIAI MSI UII Yogyakarta, 2012.
Kemendiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran, Jakarta:
Dirjen Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah, 2008.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah, Bait al-Funuun wa al-Adaab, ttp.: tnp., t.t.
Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam dan Dakwah, Yogyakarta: Sipress, 1993.
Qaththan, Mannaul, Mabaahits Fi Ulum Al-Quran, terj: Ainur Rofiq, Ja
karta: Pustaka al-Kautsar, 2005.
Santrock, John. W., Psikologi Pendidikan, terj: Tri Wibowo, Jakarta: Ken
cana Prenada Media Group, 2004.
Syadid, Muhammad, Manhaj Tarbiyah, terj: Nabhani Idris, Jakarta: Rob
bani Press, 2003.
Wijaya, Aksin, Arah Baru Studi Ulum Quran, Yogyakarta: Pustaka Pe
lajar, 2009.
Winkel, WS., Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media Abadi, 1987.

28 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Jurnal At-Tajdid

REFLEKSI TAUHID DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Muh. Muinudinillah *
Abstract: Iman (faith) and tauhid (unity of God) are principles of life
and the unity of Islam. Th is principle becomes motivator and direc-
tor of life, as well as in the field of education. The education based on
tauhid (unity of God) in the prophet era scored successfully exempla-
ry humans being in various fields of science and charity. Manhaj tarbi-
yah (eeducation methodology) that was used by Prophet Muhammad
to form his people consists of four, they are tilawah (reading holly
Quran), tazkiyah (self purify), talimul kitab (teaching of holly Quran)
and hikmah (philosophy), and talimul ilmi (teaching of knowledge).
This paper describes a reflection of monotheism in Islamic education.
This paper explains that the task of Islamic education is explaining
value of taqwa (god-fearing) continuously to the students theoretic
ally and qudwah (model). Therefore, the students pay attention the
Islamic education by their intellectual and feelings and conclude that
the values of faith are beneficial, eternal, and glorious.

Keywords: Reflection, Tauhid (unity of God), Islamic Education

PENDAHULUAN
Iman dan Tauhid merupakan asas kehidupan Islam, sebagai moti-
vator dan pengarah kehidupan, tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Pendidikan berlandaskan tauhid di masa Rasulullah telah berhasil men
cetak insan teladan dalam berbagai bidang memadukan ilmu dan amal.
Aqidah yang benar, akhlaq yang tinggi, ibadah yang khusuk, manusia-
manusia yang bermanfaat dalam skala lokal dan global, sebagaimana
Allah umpamakan refleksi tauhid dalam kehidupan kaum muslimin se

* Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

29
Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam

perti pohon yang baik, akar menghujam, dahan dan rantingnya menju-
lang ke langit, memberikan buahnya setiap saat.
Keunggulan yang dicapai generasi sahabat sudah barang tentu
karena keislaman mereka yang tinggi. Sudah semestinya Islam dapat
mengantarkan ummatnya kepada keunggulannya kapan dan dimana
saja. Selama mereka menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan, tak
terkecuali dalam pendidikan. Sebagaimana perkataan Imam Malik laa
yashluhu akhir hadzihi Ummah illa bima shaluha bihi awwaluha, tidak
akan baik kondisi akhir dari umat ini kecuali dengan sesuatu yag men-
jadikan awal umat ini menjadi baik.
Inti pokok Islam adalah ajaran tauhid yag merupakan inti dari fon-
dasi ajaran Islam yang harus terefleksikan dalam segala aspek kehidup
an, termasuk pendidikan. Bagaimana refleksi tauhid dalam pendidikan
yang mampu mengantarkan kepada keunggulan? Tulisan berikut ingin
menjelaskan jawaban dari pertanyaan di atas.

ALLAH DAN TARBIYAH


Tarbiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
pendidikan1 merupakan suatu yang paling substansial dalam Islam. Hal
itu bisa dilihat dari semua dimensi ajarannya. Allah swt yang menurun
kan Islam adalah Rabb Aalamin Pencipta, Pengatur, Pendidik alam se-
mesta, men-tarbiyah alam semesta dengan sunnah kauniyah-Nya dan
sunnah syariyyah-Nya, Allah berfirman




Katakanlah: Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal
Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu..2

Alam semesta, termasuk manusia, kehidupannya tidak akan berkem-


bang dengan baik kecuali mengikuti tarbiyah Allah yang tergambar da-
lam sunnatullah kauniyah (hukum Allah dalam alam semesta) dan sun-
natullah syariyyah (syariat Allah). Tidak ada kehancuran kecuali dika
renakan berbenturan dengan hukum alam dan syariat. Menyeleweng
dari syariat mengakibatkan benturan dengan hukum alam, tidaklah

30 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

fenomena munculnya kehancuran yang disebabkan ambisi perang, atau


munculnya berbagai penyakit, kecuali dibarengi dengan pemuasan naf-
su dengan menentang syariat Allah.
Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai murabbi, dan tidak ke-
betulan Allah menyebutkan Nabi Muhammad dengan tugas tarbiyahnya
sampai di empat tempat dengan konteks yang beragam, yaitu pertama
dalam surat al-Baqarah (2): 129:





Wahai Rabb kami utuslah di tengah tengah mereka seorang utusan dari
kalangan mereka, membacakan kepada mereka ayat ayatMu, mengajari
mereka alkitab dan hikmah, dan mensucikan mereka, sesungguhnya
Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas merupakan isyarat terhadap cikal bakal umat Islam


melalui doa Ibrahim agar di kemudian hari di kalangan anak cucunya
ada yang diutus menjadi seorang Nabi, yang memberikan tarbiyah de-
ngan tiga hal: tilawah ayat, talim kitab dan hikmah serta tazkiyah. Dan
melalui tarbiyah ini terbentuk khaira ummat.
Kedua dalam surat yang sama QS. al-Baqarah (2): 151, dalam kon-
teks perpindahan kiblat dari masjid Aqsha ke masjid haram, menerang-
kan posisi umat Islam sebagai ummatan wasathan (umat pertengahan
yang terbaik), dengan firmannya:



Sebagaimana (Kami jadikan kalian umat terbaik) Kami utus di ka-
langan kalian seorang Rasul, membacakan kepada kalian ayat ayat
Kami,,mensucikan kalian serta mengajari kalian alkitab dan hikmah,
dan mengajari kalian apa yang kalian tidak ketahui.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 31


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa untuk menjaga washatiah (ke-


unggulan) umat Islam hanya dengan tarbiyah, sebagaimana memuncul-
kannya dengan tarbiyah pula.
Ketiga disebutkan dalam konteks perang uhud, dimana umat Islam
melakukan kesalahan, sehingga terjadi kekalahan, yaitu dalam surat Ali
Imran (3); 164


Sungguh Allah telah memberikan kenikmatan kepada orang orang
beriman ketika mengutus di tengah tengah mereka seorang Rasul dari
diri mereka membacakan atas mereka ayat ayatNya, mensucikan me
reka, dan mengajari mereka kitab dan hikmah dan sungguh sebelum-
nya mereka dalam kesesatan yang nyata.

Penyebutan ayat di atas dalam konteks perang uhud, mengisyarat-


kan bahwa penyelewengan kaum muslimin dari misinya adalah karena
lupa dengan nilai-nilai tarbiyah, maka pengembalian mereka kepada ori-
sinalitas (jati diri) mereka harus dimulai dengan mengembalikan mereka
kepada nilai-nilai tarbiyah. Penyebutan kata: sungguh mereka sebelum-
nya dalam kesesatan yang nyata, menunjukkan bahwa sebelum tarbiyah
siapapun orangnya dan kapan saja, berada dalam kesesatan, dan kapan
orang terlepas dari tarbiyah, akan kembali kepada kesesatannya.
Keempat adalah surat al-Jumuat (62): 2, dalam konteks komparasi
antara orang Yahudi yang sesat padahal ilmu ada pada mereka, sehing-
ga diumpamakan seperti keledai yang memikul kitab, karena tidak mau
mengamalkan ilmu dan dengan ummat Islam yang ditarbiyah dengan
memadukan ilmu dan amal, Allah berfirman:

32 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

Dialah yang mengutus di tengah tengah mereka seorang Rasul dari ka-
langan mereka membacakan atas mereka ayat ayatNya, mensucikan
mereka, dan mengajari mereka kitab dan hikmah dan sungguh sebe-
lumnya mereka dalam kesesatan yang nyata.

Di antara pelajaran dari ayat di atas bahwa tarbiyahlah yang men-


jadikan kaum muslimin memiliki deferensiasi dengan umat yang lain-
nya, dengan keintegritasan dalam kepribadian, yang digambarkan da-
lam perintah Allah ketika dikumandangkan adzan shalat jumat segera
berdzikir ilmu dan taabbudi, yaitu shalat dan mendengarkan khutbah,
serta meninggalkan semua transaksi bisnis, kemudian setelah selesai
shalat diperintahkan bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia
Allah, dan berdzikir yang banyak dengan dzikir amali, yaitu memperha-
tikan hukum Allah dalam aktifitas sosial dan ekonomi dan menjadikan
aktifitas sosial dan ekonomi untuk ibadah.
Tarbiyah merupakan tugas setiap orang yang mengaku sebagai
pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran
(3): 79











Tidaklah pantas seorang manusia yang Allah berikan kepadanya kitab,
hikmah dan kenabian kemudian mengatakan kepada manusia jadilah
kalian hamba hambaku akan tetapi mereka mengatakan: jadilah kalian
rabbaniyyin (para pendidik) dengan sebab kalian mengajari kitab dan
dengan sebab kalian belajar (kitab Allah)

Setiap muslim dari generasi awal Islam sebagai murabbi atau mu-
tarabbi, sehingga regenerasi dan estafet perjuangan menyebarkan Islam
bisa dijaga dalam kurun waktu 14 abad. Bagi yang menelaah al-Quran
sangat mudah mendapatkan banyak nas al-Quran dan as-Sunnah yang
memerintahkan tarbiyah, memberikan kabar gembira bagi yang men-
tarbiyah dengan pahala dan derajat tinggi, di dunia dan akhirat.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 33


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam

Tarbiyah dalam Islam berarti memelihara, menjaga, mengembang-


kan, serta mengarahkan fitrah ke arah kesempurnaannya. Fitrah adalah
kondisi dan potensi manusia ketika diciptakan Allah. Fitrah manusia
adalah sebagai hamba Allah, yang ditugaskan sebagai khalifah di bumi,
dengan membangun, memelihara dzoruriyyatul khams [lima hal tong-
gak kehidupan] agama, akal, jiwa, kehormatan, keturunan, dan harta.
Ibadah yang benar dan sempurna berpengaruh terhadap kesem-
purnaan menjalankan tugas khilafah, kesempurnaan tugas khilafah, sa
ngat berpengaruh terhadap terpeliharanya dzururiyyatul khams di atas.
Disinilah pendidikan harus selalu berkembang terus, dengan tetap men-
jaga orisinalitasnya.

TARBIYAH DAN KOMUNIKASI IDEAL


Keberhasilan tarbiyah dalam Islam terefleksi dalam membangun
komunikasi dan interaksi ideal dengan:
1. Allah yaitu ibadah secara benar dan sempurna, sesuai sunnah Nabi
disertai keikhlasan. Ibadah dalam Islam adalah yang benar dan
bermoral, ruang lingkupnya mencakup ritual, kauniyah (interaksi
dengan alam), dan social. Dalam tarbiyah Islam muara ikatan hanya
satu yaitu hablun min Allah, sehingga interaksi yang baik dengan
alam dengan mengembangkan teknologi maupun dengan manusia
adalah hablun min Allah juga.
2. Alam semesta yaitu komunikasi taskhir yang bermakna mampu
memanfaatkan potensi alam semesta karena Allah telah menun-
dukkannya untuk manusia, sebagai bekal ibadah, dan untuk me-
manfaatkan alam semeseta diperlukan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Manusia dengan cara adil dan ihsan. Adil merupakan batas mi-
nimal seperti memperlakukan manusia dengan sikap yang ia ha-
rapkan manusia bersikap kepadanya. Dan sikap yang diutamakan
adalah ihsan (berbuat sebaik mungkin) dengan segala bentuknya,
ihsan dalam bicara, dalam memberi, dalam bekerja dan ini merupa-
kan ujian keberhasilan hidup manusia. Firman Allah: Dialah yang

34 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kalian


yang paling baik amalnya (QS. Al-Mulk ayat:2).
4. kehidupan dengan cara memandangnya sebagai ibtila (ujian)
yaitu ujian untuk melakukan yang paling baik dalam segala hal.
Melakukan yang terbaik ketika menjadi guru atau santri, penguasa
atau rakyat, orang tua atau anak, ulama atau orang awam, melaku-
kan yang terbaik ketika sedang marah, ketika mau memberi, ketika
melihat orang susah, ketika melihat ada yang terdhalimi. Ujian ini
harus dijawab dengan jawaban yang tepat sesuai dengan kehendak
yang menguji yaitu Allah swt. Seorang muslim tidaklah melangkah
suatu langkah kecuali dia melihat bimbingan Allah dalam kitab-Nya
sebagai jawaban yang tepat untuk persoalan yang ia hadapi. Allah
berfirman: Kami katakan: turunlah kalian semua dari sorga, kapan
datang kepada kalian petunjukKu barang siapa mengikuti petunjuk-
Ku ia tidak takut dan tidak sedih (QS. Al Baqarah (2):38).
5. Akhirat sebagai future lifenya dengan pandangan masuliyyah wal
jaza (tanggung jawab dan balasan). Kehidupan manusia di dunia
adalah kehidupan yang sementara, kemudian akan hidup yang aba-
di di akhirat. Kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang berakhir
sengsara abadi atau bahagia abadi. Maka seorang mutarabbi yang
dibimbing oleh Allah, memandang tingkah laku di dunia dengan
pandangan akhirat yang semua sikap dan tingkah laku di baliknya
ada tanggung jawabnya dan di balik tanggung jawab ada balasan
yang sesuai dengan kualitas tanggung jawabnya. Allah berfirman:
kemudian kalian akan dimintai pertanggungan jawab tentang kenik-
matan (QS. at-Takatsur ayat:8). Dan sabda Nabi Muhammad SAW:
tidak akan bergeser telapak kaki seseorang pada hari kiamat sehing-
ga dimintai pertanggungan jawab tentang empat hal: tentang umur-
nya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dimanfaatkan,
tentang ilmunya apa yang ia amalkan, tentang hartanya dari mana
didapatkan dan kemana diinfaqkan (HR. Turmudzi). Semua pem-
bicaraan ada tanggung jawabnya, walaupun setelah bicara ia tidak
berfikir lagi apa akibatnya dalam shahih Bukhari dikatakan: dan se-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 35


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam

seorang berkata satu kalimat dari kemurkaan Allah, dan ia tidak me-
mikirkannya, ia terjun karenanya di neraka jahannam tujuh puluh
tahun.

Dari hubungan ideal di atas seorang mutarabbi yang ditarbiyah


Allah, akan mensibghah hidupnya dengan sibghah ubudiyah dengan
Allah, bersikap ihsan dan adil dengan seluruh manusia, membangun
dan memelihara potensi alam, menyadari dirinya diuji dalam segala
kondisi, maka ia melakukan yang terbaik, merasa ada tanggung jawab
dan balasan atas semua sikapnya, yang melahirkan sikap hati hati dalam
bersikap.

MANHAJ TARBIYAH DAN ILMU PENGETAHUAN


Manhaj tarbiyah yang digunakan Nabi SAW untuk membentuk
umatnya ada empat yaitu tilawah, tazkiyah, talimul kitab dan hikmah,
serta talimul ilmi, sebagaimana Allah jelaskan dalam QS. al-Baqarah
(2): 151. Empat hal ini sangat berkaitan dengan saintifik dan penelitian
dalam jabarannya, sangat respon dengan perkembangan ilmu.
Manhaj pertama Tiwalah ayat. Tilawah adalah membaca dan me
nindak lanjuti, karena kata tilawah artinya membaca dan mengikuti.
Sedang ayat adalah tanda dan bukti. Ayat bisa berarti ayat kauniyah da-
lam ufuq (alam semesta) maupun anfus (jiwa manusia), dan ayat qouli-
yah yang berupa al-Quran. Dan aplikasi dari tilawah secara sempurna
melalui laborat alam semesta untuk membuktikan kebenaran informasi
ayat qauliyah supaya memantapkan ittiba hidayah Allah swt. Allah ber-
firman dalam QS. Fushshilat (41): 53







Kami akan perlihatkan ayat ayat Kami di ufuq maupun di dalam diri
mereka sehingga jelas bagi mereka bahwa Quran itu haq apakah tidak
cukup bagi dengan Rabbmu bahwa Dia berkuasa atas segala sesuatu.

36 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

Kedua tazkiyah, yaitu memelihara segala hal yang menjaga insani-


yyatul insan dan menghilangkan segala hal yang merusak insaniyyatul
insan dalam konteks pemikiran, perasaan, sosial, politik dan lain seba-
gainya. Dan hal ini menuntut adanya penelitian sosial terhadap tingkah
laku manusia, dan budaya manusia yang merusak dan yang konstruktif.
Ketiga talimul kitab dan hikmah, yaitu mengajarkan teori dan im-
plementasinya secara tepat, karena hikmah adalah ketepatan dalam ber-
fikir, berucap dan bertindak. Dan dikarenakan Nabi saw adalah yang
paling tepat dalam memadukan ilmu dan amal, teori dan aplikasinya,
maka hikmah sering diarikan sebagai sunnah Nabi saw.
Keempat mengajarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
ilmu ghaayat yaitu ilmu tentang tujuan hidup dan cara mencapainya,
serta ilmu wasaail yaitu ilmu tentang sarana mencapai tujuan.

TARBIYAH DAN AMAL SHALEH


Tujuan tarbiyah adalah membentuk manusia shalih, manusia yang
beriman dan beramal shaleh. Amal shalih adalah amal yang ikhlas dan
prosedural sesuai dengan sunnah dan produktif dalam segala lapangan
kehidupan. Dari sini timbul pertanyaan bagaimana membentuk manu-
sia beramal shaleh, karena amal shalih tidak cukup diperintahkan, me-
lainkan perlu adanya latihan, sehingga peserta didik mampu melaku-
kannya. Pertanyaan dari mana amal dilakukan, jawabannya adalah amal
muncul ketika ada qudrah taskhiriyah (kemampuan exploitasi) dan ira-
dah jazimah (kemauan kuat). Adapun qudrah taskhiriyyah muncul ke-
tika ada perpaduan antara qudraat aqliyyah nadzijah (kemampuan akal
yang matang) dan khibaraat diiniyyah ijtimaiyyah, dan kauniyyah mu-
rabbiyah (sosial, religius, natural edukatif experience). Sedang al iradah
jazimah bisa di kembangkan melalui perpaduan antara al quduraat aqli-
yyah an nadzijah dan al mutsulul ulya (idialis tinggi). Jadi tarbiyah Islam
memiliki tugas untuk merngembangkan kemampuan logika yang tinggi
dan selalu memaparkan idialis yang tinggi yang berupa al-Qiyam (value)
iman, ihsan dan taqwa, sehingga mutarabbi memiliki syiar hidup seperti
yang difirmankan Allah dalam ayat-ayat berikut:

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 37


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam





Hari ini Aku sempurnakan buat kalian diin kalian, dan kusempurna-
kan atas kalian nikmatKu, dan Aku telah Ridha Islam sebagai diin buat
kalian. (QS. al-Maidah:(5) 3)




Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang
paling taqwa diantara kalian. (QS. al-Hujurat (49): 13)



)157(


)158(
Dan sungguh jika kalian terbunuh di jalan Allah atau kalian mati sung-
guh ampunan dari Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari apa yang ka-
lian kumpulkan, dan sungguh jika kalian mati atau terbunuh kepada
Allah lah kalian dikumpulkan (QS. Ali Imran (3): 157-158).




Katakanlah hanya dengan karunia Allah dan rahmatNya hendaklah
mereka bergembira itu lebih baik dari apa yang mereka kumpukan (QS.
Yunus (10): 58).



) 62(
) 63(

) 64(
Ketauilah sesungguhnya wali wali Allah tidak ada rasa takut atas me
reka dan tidak sedih. Yaitu orang orang yang beriman dan mereka ber-
taqwa. Bagi mereka kabar gembira di kehidupan dunia dan akherat,
tidak ada perubahan kalimat Allah dan itulah kemenangan yang besar
(QS. Yunus (10): 62-64).

38 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah





) 96(


) 97(

Apa yang di sisi kalian habis dan apa yang disisi Allah kekal, dan be-
nar benar Dia membalas orang orang yang sabar akan pahala mereka
dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan. Barang siapa yang
beramal shaleh dari laki laki maupun perempuan sedang Dia beriman,
benar benar Kami menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan
benar benar Kami membalas mereka pahala mereka dengan yang pal-
ing baik apa yang mereka kerjakan. (QS An Nahl (16): 96-97).

) 26(
) 27(
Semua yang di atas bumi fana, dan kekallah wajah Rabbmu Yang memi-
liki keagungan dan kemuliaan (QS. ar-Rahman (55): 26-27).

Kemudian mutarabbi dibimbing untuk melakukan aktifitas amal


shalih baik ibadah ritual, ibadah sosial, maupun ibadah ilmu (science)
sehingga mereka merasakan nikmatnya ibadah dalam tiga dimensi, de-
ngan perpaduan kemampuan intelegensi tinggi, idialis serta pengala-
man yang mendidik lahirlah amal shalih yang berkesinambungan dan
integral. Allah telah banyak menyebutkan dalam al-Quran kemauan dan
kesempatan dengan amal, kemauan yang buruk melahirkan amal yang
buruk dan kemauan yang baik melahirkan amal yang baik.



Sebagian kalian ingin dunia dan sebagian kalian ingin akherat (QS. Ali
Imran (3): 152)

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 39


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam





Dan Allah menghendaki untuk memberikan taubat atas kalian, dan
orang orang yang mengikuti syahwat menghendaki kalian menyele-
weng dengan penyelewengan yang besar (QS. an-Nisa (4): 27).

NILAI (VALUE) DAN TARBIYAH


Pandangan manusia terhadap segala sesuatu baik perbuatan atau
materi bermanfaat atau berbahaya, mulia atau hina, penting atau re-
meh, menguntungkan atau merugikan, mahal atau murah sangat diten-
tukan oleh instrumen pemikiran dan keyakinan yang ada dalam diri
nya. Sehingga bisa saja korupsi dipandang oleh sebagian orang sebagai
suatu yang sangat merugikan, kehinaan, sedangkan sebagian yang lain-
nya memandangnya sebagai suatu kesempatan. Pornografi dan porno-
aksi dan semua yang membangkitkan birahi bahkan menyalurkannya
tanpa melalui perkawinan, dipandang oleh sebagian sebagai suatu ke-
bebasan pribadi, suatu yang membahagiakan, sementara yang lain me-
lihat sebagai suatu kerusakan yang sangat berbahaya. Suatu jabatan se-
bagian orang mengejarnya dengan berbagai cara, sebagian yang lainnya
menghindarinya dan melihatnya sebagai suatu amanah yang berat tang-
gung jawabnya. Pada sisi lain infaq dan shadaqah sebagian manusia, jika
bisa melakukannya merasakan kebahagiaan tersendiri, sedang yang lain-
nya melihatnya sebagai suatu kerugian yang harus dihindari. Perbedaan
ini semua karena nilai yang ada dalam hati dan pikiran seseorang, Jadi
nilai atau value atau qiyam adalah alat ukur untuk melihat sesuatu.
Yang menjadi permasalahan adalah dengan apa, dan dari mana nilai
itu didapatkan? Jawaban yang tepat terhadap persoalan inilah yang bisa
menentukan keberhasialan suatu tarbiyah. Tanpa dengan pelurusan nilai
maka segala aturan bisa diterobos, walaupun penegak aturan itu Nabi
Muhammad SAW, dalam hadis Beliau bersabda:

40 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

Kalian saling mengadu kepadaku dan tiada lain saya adalah manusia
seperti kalian, barang kali sebagian kalian lebih pintar retorika dengan
argumennya daripada saudaranya maka aku menangkan perkaranya
sebagaimana yang aku dengar, maka barang siapa aku menangkan de-
ngan hak saudaranya tiada lain aku potongkan dia potongan api nera-
ka. (HR Bukhari Muslim)

Hadits ini mengisyaratkan walaupun prosedur peradilan dengan


Islam dan hakimnya Nabi tapi kalau orang ingin nakal, dia akan nakal
dengan berbagai macam cara, dan yang bisa mengeremnya hanya iman-
nya dengan akhirat yang mengajari memandang secara sempurna, di-
mana memenangkan suatu perkara secara batil adalah kekalahan yang
nyata sebab ia makan api neraka.
Nilai, value, atau qiyam menjadikan orang marah atau ridha, sema
ngat atau malas malasan, puas atau kecewa. Faktor ini yang perlu diba
ngun secara benar dalam diri seseorang.
Islam mengklasaifikasi nilai dalam tiga macam yaitu nilai taqwa,
kufur, dan nifaq. Nilai taqwa mengajari bahwa kemenangan, kemuliaan,
keberhasilan hakiki adalah jika seorang tidak berbenturan dengan hu-
kum Allah dalam alam semesta dan syariatNya. Nilai taqwa ada dalam
keimanan terhadap Allah dan akhirat. Apa yang Allah katakan baik, pas-
ti ia baik karena membawa keabadian dalam kebahagiaan nantinya. Satu
hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Seluruh kenikmatan
di dunia bandingannya dengan akhirat seperti air yang menempel di ja
rum jika dimasukkan ke lautan. Nilai-nilai yang di pandang baik sangat
jelas dalam al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian konsistensi seorang
yang bertaqwa akan bisa dipertahankan dan tidak mudah goyang.
Nilai ketaqwaan memandang segala sesuatu pada manfaatnya yang
hakiki yaitu keberkahan. Bisa saja uang yang nominalnya milyaran,
hakikinya tidak seberapa karena dalam pemanfaatannya tidak tepat, atau
tidak memiliki nilai sama sekali karena didapatkan dengan jalan haram
dan digunakan dalam yang haram. Sebaliknya uang yang nominalnya
sedikit tapi didapatkan dengan halal, dibelanjakan dalam halal dan ke
taatan, nilainya tak terhingga, demikian sikap mengalah untuk meme-
nangkan kebenaran. Di mata manusia adalah kekalahan atau kehilang

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 41


Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam

an gengsi tapi di mata Allah adalah kemenangan dan keberuntungan.


Allah berfirman: tidak sama kebaikan dan keburukan, balaslah dengan
yang lebih baik, tiba tiba kalian akan dapatkan orang yang memusuhi ka-
lian menjadi wali yang sangat sayang, dan tidaklah bisa melakukan hal
ini kecuali orang sabar dan tidak bisa melakukannya kecuali orang yang
beruntung besar. Nabi bersabda: tidaklah orang bertawadhu untuk Allah
kecuali Dia angkat derajatnya. Dan keyword untuk masalah ini adalah
keyakinan bahwa nilai yang hakiki adalah kekekalan dalam segala ke-
beruntungan, dan itu hanya dimiliki Allah. Allah berfirman: apa yang di
sisi kalian akan habis dan apa yang di sisi Allah kekal.
Lain halnya orang yang mengikuti nilai kekufuran yaitu menutu-
pi mata hati dari melihat Akhirat dan menutupi keyakinannya kepada
Allah, maka dia akan melihat segala sesuatu dari kaca mata dunia murni,
dan hawa nafsu murni. Sudah sewajarnya jika ia terbalik pandangannya
dengan nilai taqwa, yang baik dipandang buruk, dan sebaliknya yang
buruk dipandang baik, dan akan larislah segala yang menguntungkan
keduniaan dan memuaskan syahwat. Dalam shahih Bukhari dikatakan:
manusia menjadi tua tapi tetap muda dalam dua hal cinta dunia dan pan-
jang angan. Orang semacam ini yang dikatakan oleh Nabi: celaka hamba
dinar (emas) celaka hamba dirham (uang perak) celaka dan terjungkir,
jika kena duri (musibah) tak bisa melepaskan, kalau diberi (mendapatkan
keuntungan dunia) ia ridha dan jika tak diberi ia marah. HR Bukhari
no.2673 dan Ibnu Majah no. 4125.
Adapun nilai nifaq adalah nilai kekufuran yang dibingkai dengan
pragmatisme mencari keuntungan dari interaksi dengan Islam. Dan ini-
lah yang paling bahaya, mengaku sebagai muslim tetapi mencaci maki
Islam, melecehkan al-Quran, menghina nabi, mereka lebih berbahaya
dari orang orang kafir yang terus terang dengan kekufurannya.

PENUTUP
Allah pencipta manusia, di tangan-Nya kebahagiaan manusia, se-
mua akan mati, termasuk orang kafir dan munafiqin, dan semua akan
bertemu dengan Allah dan di balas atas perbuatannya, dan siapakah
yang bisa menang melawan Allah? Maka sudah saatnya untuk bertau-

42 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Muinudinillah

bat, kembali kepada nilai taqwa dan iman kepada Allah dan hari akhir
dalam melihat segala sesuatu, apa yang dipandang oleh manusia jelek,
boleh jadi di mata Allah baik, yang di mata manusia baik boleh jadi di
mata Allah buruk. Allah yang mengetahui sedang manusia tidak menge-
tahui, sudah saatnya mata hati perlu kaca mata al-Quran, sebagaimana
mata kepala memerlukan cahaya dalam melihat, mata hati perlu cahaya
untuk melihat yaitu cahaya al-Quran, cahaya iman dari sana persatuan
dan kedamaian.
Tugas tarbiyah Islam adalah memaparkan nilai taqwa secara terus
menerus kepada peserta didik, secara teoretik dan qudwah, sehingga pe-
serta didik melihatnya dengan akal dan perasaannya bahwa nilai iman-
lah yang bermanfaat, kekal, dan mulia. [ ]

Endnotes
1 Kandungan tarbiyah sebenarnya jauh lebih luas dari kata pendidikan, walau-
pun demikian terjemahannya.
2 QS. al-Anam (6): 164

DAFTAR PUSTAKA
Al-Kailany, Majid Arsan, Falsafah Tarbiyah Islamiyah, t.t.: t.p., t.th.
........................................., Manahij Tarbiyah Islamiyah, t.t.: t.p., t.th.
Ibnu Katsir, Abul Fida, Tafsir Al-Quran Al-Adzim, t.t.: t.p., t.th.
Sayyid Qutub, Fi Dzilalil Quran, t.t.: t.p., t.th.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 43


Jurnal At-Tajdid

PENGUATAN IDEOLOGI SEKTARIAN PENDIDIKAN


ISLAM INDONESIA DALAM RIVALITAS GOLONGAN

Ahmad Yani *
Abstract: At the beginning of the 19 there are at least three orienta-
tions of education in Indonesia. Namely (1) schools, (2) madrasah
and (3) schools. The Indonesian nation with its diversity as well as the
orientation of Indonesian Islamic movement in the early 19th century
influenced the Islamic educational institutions at that time. Because
we realize it or not, the desire to maintain the organizations ideology
faction greatly affect the outcome of their efforts and their work. but
the spirit of the independence of Indonesia as a form of resistance
against the policy of the Dutch government (in education in particu-
lar) that beat the spirit of faction.
Group interests rather than the interests of further highlight the exis
tence of the nation even though only a unifying ontology. This hap-
pened after the fight merebutkan and maintain the independence of
Indonesia and is still continuing to this day.

Keywords: ideology, education, group

PENDAHULUAN
Di awal abad ke-19 terjadi perubahan pendidikan yang cukup sig-
nifikan di Indonesia. Pemerintahan Belanda mulai memperkenalkan
sekolah-sekolah kepada penduduk pribumi. Mereka berusaha memi
sahkan ilmu agama dari kurikulum sekolah sehingga di masa itu pen-
didikan agama tidak diajarkan sama sekali di sekolah. Sehingga dalam
perkembangannya sebagai respon sosial dari kebijakan tersebut, mun-
cullah berbagai gerakan konservatif dari pemikir Islam bangsa Indonesia
di masa itu.

* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

45
Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan

Di awal abad ke-19 setidaknya terdapat tiga orientasi pendidikan di


Indonesia. Yaitu (1) pesantren, (2) madrasah dan (3) sekolah.1 Pesantren
dan Sekolah bersifat tradisional konservatif yang dipelopori oleh NU di
Jawa dan PERTI di Sumatera. Gerakan pendidikan ini berorientasi ke
Mekkah dengan kitab kuningnya.
Sementara Muhammadiyah di Jawa dan Thawalib Diniyah di Suma
tera Barat lebih bersifat modern ortodoks yang berorientasi pada pem
baharuan seperti M. Abduh yang berkiblat ke Mesir dengan madrasah
cara klasikal. Sedangkan sekolah merupakan model lembaga pendidikan
yang berorientasi dari ke barat dan bersifat sekuler yang dipelopori oleh
Belanda.
Ketiga lembaga pendidikan tersebut terus berkembang di Indonesia
dengan beragam perkembangannya. Bangsa Indonesia dengan kemaje-
mukannya serta orientasi pergerakan Islam Indonesia di awal abad ke-19
banyak mempengaruhi lembaga pendidikan Islam di masa itu. Karena
disadari atau tidak, keinginan mempertahankan ideologi organisasi go-
longannya sangat mempengaruhi hasil upaya dan karya mereka.
Sehingga pada prinsipnya, pembaharuan organisasi Islam di awal
abad ke-19 di Indonesia sangat mempengaruhi corak pendidikan formal
maupun informal yang berkembang. Sehingga muncullah beragam ti-
pologi organisasi pendidikan Islam dengan tujuannya masing-masing.

SUATU TIPOLOGI UNTUK PEMBAHARUAN BENTUK ORGANISASI


ISLAM INDONESIA
Manusia merupakan makhluk yang pandai berorganisasi mereka
mempunyai bakat dan potensi untuk hidup berorganisasi. Dari bakat
itulah mampu membuat rencana pengembangan untuk kualitas yang
lebih baik, melaksakan tanggungjawabnya sesuai tugas dan posisi ma
sing-masing dan mencanangkan pola organisasi yang baru.
Keberagaman organisasi yang berkembang di Indonesia, erat ka
itannya dengan model organisasi pendidikan Islam di Indonesia. Pem
baharuan organisasi pendidikan Islam Indonesia di awal abad ke-19 sa
ngat berkaitan erat dengan kegiatan organisasi Islam Indonesia pada masa

46 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Ahmad Yani

itu, berbagai jalan yang di tempuh, mengantarkan pada suatu tujuan.


Sehingga menimbulkan keberagaman model organisasi di Indonesia.
setidaknya terdapat enam tipologi untuk mendiskripsikannya.2
Pertama, bertitik tolak melalui jalur pendidikan. Semula organi
sasi yang hanya bergerak di bidang pendidikan, kemudian melebarkan
diri menjadi organisasi yang meliputi bidang tabligh, kegiatan sosial un-
tuk anak yatim-piatu, pendidikan umum yang ditambah pendidikan
agama maupun menerbitkan publikasi lainnya dalam bahasa Indonesia.3
Contoh yang paling menonjol adalah organisasi Muhammadiyah4 dan
Jamiatul Washliyah.
Kedua, kegiatan yang dimulai dari tabligh dan publikasi kemudian
menyelenggarakan sekolah, kegiatan sosial dan kesehatan. Contoh yang
paling menonjol adalah organisasi Persis.
Ketiga, kegiatan mengumpulkan zakat yang mendorong pendirian
organisasi baru yang bergerak di berbagai bidang. Contoh perkumpul
an yang bergerak di bidang sosial-ekonomi seperti Sarekat Islam dan
Persatuan Ulama Majalengka.
Keempat, dari pergerakan politik kemudian berkembang mendi
rikan organisasi pendidikan, sosial dan lainnya. Sebagai contoh, pada
tahun 1970-an empat parpol yang terpenting: Perti, NU, Parmusi dan
PSII. PSII dianggap sebagai organisasi sosial ekonomi pertama kali yang
dianggap sebagai pelopor gerakan politik nasional. Parmusi merupakan
perkembangan dari Masyumi. Sedangkan kedua parpol lainnya, yakni
Perti dan NU merupakan partai politik yang bertitik tolak dari bidang
pendidikan.
Kelima, bertitik tolak dari usaha pengelolaan administrasi pendidik
an yang ada, kemudian memberikan dorongan besar pengembangan
pendidikan Islam. Sehingga muncullah lembaga pendidikan Islam yang
baru sebagai hasil dari pengembangan pendidikan Islam sebelumnya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Departemen Agama.
Keenam, bertitik tolak dari bidang dakwah, yang kemudian melebar-
kan diri pada kegiatan mengumpulkan zakat, pemeliharaan fakir miskin,
usaha koperasi dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan oleh

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 47


Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan

M. Natsir setelah mundur dari gelanggang politik aktif memimpin or-


ganisasi Dewan Dakwah Islam Indonesia.3
Yang menarik dari pemikiran karel A Steenbrink tentang tipologi
tersebut adalah masing-masing organisasi mendirikan organisasi pen-
didikan yang lebih mengakomodir ideologi masing-masing. Kenapa
harus berbeda-beda tidak dengan satu nama sekolah Islam atau yang
lain. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang ini. Setiap organisasi memi-
liki lembaga pendidikan Islam sendiri. Seolah umat Islam terkurung da-
lam organisasinya masing-masing, enggan menerima yang lain (selain
kelompoknya). Ataukah hal itu merupakan upaya menjaga eksistensi or-
ganisasinya?
Dari keenam tipologi tersebut, mendeskripsikan kepada kita bah-
wasannya untuk eksistensi suatu golongan maupun kepentingan setiap
kelompok akan selalu berusaha memperbarui kegiatan maupun model
organisasinya. Suatu model organisasi akan selalu berubah sistemnya
sesuai dengan kepentingan penggerak organisasi tersebut, maupun me-
nyesuaikan visi-misi organisasi dengan keadaan yang ada. Sistem terse-
but bersifat fleksibel, tidak kaku guna memberi kelonggaran dalam situ-
asi yang selalu berubah.4
Dari sudut tahapan strategi budaya, stidaknya ada tiga tahapan bu-
daya. Yaitu mitis, ontologis dan fungsionil.5
Dalam tahapan mitis dimana setiap anggota organisasi terke-
kang untuk berorganisasi sesuai dengan cita organisasi tersebut.
Mempertahankan eksistensi golongan dan kepentingan. Yang terkadang
justru mengorbankan idealita dan realita.
Dalam tahapan ontologis, walaupun individu lebih bebas tidak
terkekang dengan suatu keadaan. Namun, mereka berusaha mengem-
bangkan organisasi sesuai hakikat dari tujuannya. Menerima model
baru untuk mempertahankan keberlanjutan organisasinya dengan me-
nyesuaikannya. Sedangkan dalam tahapan fungsionil, setiap organisasi
menuntut adanya policy suatu strategi termasuk strategi kebudayaan un-
tuk mengembangkan lembaga pendidikan sesuai cita organisasinya.

48 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Ahmad Yani

PENUTUP
Upaya menjaga eksistensi sebuah organisasi merupakan suatu ke-
harusan bagi anggotanya. Hal ini juga sangat berpengaruh pada orga
nisasi Islam di Indonesia pada awal abad 19 hingga saat ini. Setelah
menelaah review pemikiran Karel Stenbrink tentang tipologi organisasi
Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas penulis menyimpulkan:
Visi pembaharuan lembaga pendidikan awal abad ke-19 sejak la-
hirnya memiliki visi dan ideologi masing-masing, akan tetapi semangat
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bentuk perla-
wanan terhadap kebijakan pemerintah belanda (di bidang pendidikan
khususnya) sehingga mengalahkan semangat golongannya.
Pasca perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia, kepentingan kelompok semakin menonjolkan eksis-
tensinya daripada kepentingan mempersatukan bangsa walaupun hanya
sebatas ontologi. Namun, pada tahapan fungsionilnya juga sangat ber-
pengaruh dalam kebijakan maupun model pengelolaan pendidikannya.
Dan hal itu masih terus berlanjut hingga sekarang.
Penulis menyadari, upaya tersebut tidak mungkin hilang dengan
begitu saja. Akan tetapi, menurut penulis justru hal itu menjadi pemicu
semangat dalam memajukan pendidikan Islam Indonesia dengan sema
ngat menghormati perbedaan dan mengutamakan kemajuan peradaban
bangsa daripada golongan masing-masing. [ ]

Endnotes
1
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Perubahan Konsep, Filsafat dan Meto
dologi dan era Nabi Saw. sampai Ulama Nusantara ( Jakarta: Kalam Mulia,
2011), hlm.436.
2
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah ( Jakarta: LP3S, 1986), hlm.
155.
3
Ibid.
4
Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November
1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yang sebelumnya beliau mendirikan Mad
rasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tanggal 1 Desember 1911.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 49


Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan

DAFTAR PUSTAKA
Anam, Choirul, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, Ja
tayu: Sala, 1985.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Per
tumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
http://dakir.wordpress.com/2009/10/22/sejarah/
http://dakwahislamindonesia-online.wordpress.com
http://id.wikipedia.org /wiki/Sarekat_Islam
http://nasrikurnialloh.blogspot.com/2011/02/kelahiran-pendidikan-
agama-
http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-is-
lam/.
http://www.muhammadiyah.or.id/id/-sejarah-berdiri.html.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretati untuk Aksi, Cet.v, Bandung:
Mizan, 1993.
Peursen, Van, Strategi Kebudayaan, (erj.) Dick Hartoko, penerbit, Yog
yakarta: Kanisius, 1988.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: perubahan konsep, filsafat dan
metodologi dan era Nabi Saw. Sampai Ulama Nusantara, Jakarta:
Kalam Mulia, 2011.
Rukiati, Enung dan Fenti Himawati, Sejarah Pendidikan Islam di In
donesia, cet.x, Kalam Mulia: Pustaka Setia, 2008
Steenbrink, Karel A. Pesantren madrasah Sekolah, LP3S, Jakarta, 1986.
-----------, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Ja
karta: PT.Bulan Bintang, 1984

50 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Jurnal At-Tajdid

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AL-QURAN


(Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

Mazroatus Saadah *
Abstract: Since the implementation character education launched
by the government through the Ministry of National Education in
2010, it becomes trend among the world of education from elemen-
tary school to university. It caused by the education in Indonesia is less
considered its attention to the value of students character. There are
many intelligent students in their academic but they do not counter-
balance with their character. The concept of character education has
been described in the manuals of Muslims. That is the holy book of
the Koran particularly in letter Al-Muminun verse 1-11. The letters
describes seven things that will get people to reach happiness, namely
faith, devouting (khusyuk) in prayers, turning away from the things
that are not useful, purifying theirselves with regular charity, taking
care of lust, fulfilling mandate and promises, and maintaining prayer.
Based this letters, an education expert, Akh.Muwafik Saleh, found
The Seven Great Action which can deliver humans to achieve their
success in this world and the hereafter both their intellectually and
characteristically. The seventh attitudes are the sharpness of vision,
self competence, effective life, sensitivity and social awareness, social
change, doing something professionally and top leadership: leading
with conscience.

Keywords: education, character, exclamation of Quran letters Al-


Muminun 1-11

* Dosen IAIN Sunan Ampel DPK STIT Muhammadiyah Pacitan

51
Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

PENDAHULUAN
Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Na
sional mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua ting-
kat pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Program
ini dicanangkan bukan tanpa alasan. Sebab selama ini pendidikan dini-
lai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pri
badi-pribadi yang bermartabat. Dunia pendidikan dinilai hanya mampu
melahirkan lulusan-lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang
memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi dan
berotak cerdas, namun tidak sedikit pula di antara mereka yang cerdas
itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap yang brilian, serta
kurang mempunyai mental kepribadian yang baik, sebagaimana nilai
akademik yang telah mereka raih.1
Fenomena tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri
bagi banyak kalangan. Padahal, pada hakekatnya, pendidikan dilaksana-
kan bukan sekedar mengejar nilai-nilai melainkan memberikan peng-
hargaan kepada setiap orang agar dapat bertindak dan bersikap benar
sesuai dengan kaidah dan spirit keilmuan yang dipelajari.
Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia sepanjang zaman, jauh-
jauh hari sudah menjelaskan tentang pendidikan karakter ini. Semangat
adanya pendidikan karakter dalam al-Quran ini terdapat dalam QS. Al-
Muminun (23): 1-11. Setiap kalimat dalam al-Quran memiliki makna
dhahiriyah (tekstual) dari ayat tersebut. Namun dibalik itu semua ter-
dapat pula makna atau nilai yang tersimpan/kontekstual (the hidden
meaning/hikmatut tasyri) yang dengan itu manusia dapat merefleksikan
dan membumikan al-Quran dalam kehidupan kesehariannya. Karena
al-Quran diturunkan kepada manusia di dunia untuk dapat mengaru
ngi kehidupan dunianya dengan sukses demi kesuksesan akhiratnya.
Paradigma sukses bagi seorang muslim tidaklah semata kesuksesan ke-
hidupan duniawi saja yang dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, na-
mun paradigma sukses yang harus dibangun oleh seorang muslim yang
sejati haruslah mampu menembus batas di luar dimensi ruang dan wak-
tu kehidupan dunia yang fana yaitu perkampungan akhirat dan men-

52 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

jadikannya sebagai fokus utama pencapaian sukses. Dan inilah yang


akan ditemukan dalam QS. Al-Muminun (23): 1-11 yang menjelaskan
tentang tujuh (7) sikap yang menjadikan seorang manusia beruntung di
dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas tentang konsep pen-
didikan karakter yang menjelaskan tentang apa itu pendidikan karakter,
apa tujuan dari pendidikan karakter dan apa bentuk pendidikan karak-
ter. Kemudian akan dibahas tentang penjelasan (tafsir) QS. Al-Muminun
(23): 1-11 yang bisa dijadikan dasar adanya pendidikan karakter dalam
al-Quran, yang dari ayat tersebut ditemukan tujuh langkah sikap utama
yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan puncak kesuk-
sesan dan kemenangan sebagai bangunan karakter (character building).

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER


Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-
nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen penge-
tahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan
untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga
akan terwujud insan kamil.
Menurut Akhmad Sudrajat sebagaimana yang dikutip oleh Nurla
Isna-makna karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, dan watak. Berkarakter adalah berkepribadian, berperi-
laku, bersifat, bertabiat dan berwatak.2 Sedangkan menurut Tadzkiroatun
Musfiroh, karakter itu mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), peri-
laku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Mak
na karakter itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang be-
rarti to mark atau menandai dan memfokuskan pada aplikasi nilai ke-
baikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.3
Pendidikan karakter memiliki tujuan yang sangat mulia bagi kehi
dupan manusia. Menurut presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sedikit-
nya ada lima hal dasar yang menjadi tujuan dari perlunya menyeleng-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 53


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

garakan pendidikan karakter. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai


berikut:4

Membentuk manusia Indonesia yang bermoral


Persoalan moral merupakan masalah serius yang menimpa bang-
sa Indonesia. Setiap saat masyarakat dihadapkan pada kenyataan mere-
baknya dekadensi moral yang menimpa kaum pelajar, masyarakat, bah-
kan para pejabat pemerintahan. Maraknya aksi-aksi kekerasan dalam
keluarga, tawuran di kalangan pelajar, pembunuhan, pemerkosaan, por-
nografi, bahkan korupsi sungguh sangat meresahkan bangsa ini. Oleh
karena itu, masalah moral menjadi hal yang penting dalam pendidikan
karakter ini.

Membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan rasional


Kecerdasan dalam memanfaatkan potensi diri, mampu mengam-
bil keputusan yang tepat dan mampu bersikap rasional merupakan ciri
orang yang berkepribadian atau berkarakter.

Membentuk manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja


keras
Sikap kurang bekerja keras dan tidak kreatif merupakan masalah
yang menyebabkan bangsa Indonesia jauh tertinggal dari Negara lain.
Oleh karena itu, pendidikan karakter menanamkan nilai dan semangat
suka bekerja keras, disiplin, kreatif, dan inovatif, yang diharapkan akan
mengakar menjadi karakter dan kepribadian bangsa Indonesia.

Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri


Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi faktor yang
menjadikan bangsa Indonesia kehilangan semangat untuk dapat bersa-
ing menciptakan kemajuan di segala bidang. Oleh karena itu penyeleng-
garaan pendidikan karakter merupakan salah satu langkah yang sangat
tepat untuk membentuk kepribadian bangsa Indonesia yang optimis dan
percaya diri.

54 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot


Pendidikan karakter membentuk manusia Indonesia yang cinta ta-
nah air, rela untuk berjuang, berkorban serta kesiapan diri dalam mem-
berikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Dari kelima tujuan dari pendidikan karakter yang disampaikan oleh


presiden Susilo Bambang Yudhoyono di atas, maka ada beberapa bentuk
pendidikan karakter yang sangat perlu diajarkan di sekolah, di antaranya:
Jujur, Disiplin, Percaya diri, Peduli, Mandiri, Gigih, Tegas, Bertanggung
jawab, Kreatif, Bersikap kritis.5 Bentuk-bentuk pendidikan karakter ini
dapat ditemukan dalam al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam
sepanjang zaman yang mengatur semua aspek kehidupan, yaitu dalam
QS. Al-Muminun (23): 1-11.

TAFSIR QS. AL-MUMINUN (23): 1-11


) ( ) (

) (
) (

) ( ) (

) ( ) (

) 10( ) (

) (
Artinya: (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya, (3) Dan orang-
orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, (4) Dan orang-orang yang menunaikan zakat, (5) Dan orang-
orang yang menjaga kemaluannya, (6) Kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki,6 maka sesungguhnya mere-
ka dalam hal ini tiada tercela. (7) Barangsiapa mencari yang di balik

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 55


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (8) Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya. (9) Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (10) Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11) (yakni) yang akan mewa-
risi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Dalam QS. Al-Muminun ayat 1-11 ini, Allah telah menetapkan ke-
beruntungan bagi orang yang memiliki 7 sifat kebaikan, yaitu:7
1. Beriman, yang dirumuskan dari ayat



maksudnya pasti beruntung dan berbahagia orang-orang yang
membenarkan Allah, para Rasul-Nya dan hari akhir.
2. Khusyu dalam mengerjakan shalat, yang dirumuskan dari ayat 2



Orang yang khusyu adalah orang yang menghinakan dan menun-
dukkan diri kepada Allah serta takut kepada azab-Nya. Al-Hakim
meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah mengerjakan shalat sam-
bil mengangkat pandangan matanya ke langit. Setelah ayat ini ditu-
runkan Beliau mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.
3. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna, yang dirumuskan dari
ayat 3



maksudnya orang-orang yang berpaling dari segala hal yang tidak
berguna bagi mereka, dan dari segala perkataan yang seharusnya
ditinggalkan seperti berdusta, bersenda gurau, dan mencaci.
4. Membersihkan diri dengan menunaikan zakat, yang dirumuskan
dari ayat 4

56 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

maksudnya orang-orang yang untuk membersihkan dan mensu-


cikan dirinya, mereka menunaikan zakat yang diwajibkan kepada
orang fakir dan orang miskin. Ayat ini sesuai dengan QS. Al-Ala
ayat 14




dan QS. Asy-Syams ayat 9



5. Memelihara kemaluan, yang dirumuskan dari ayat 5-7


) (


)( ) (
Maksudnya orang-orang yang memelihara kemaluannya dalam se-
gala keadaan, kecuali hubungan suami isteri atau menggauli budak
wanita yang dimiliki, karena dalam keadaan itu mereka tidak terce-
la. Maksud disifatinya mereka dengan sifat ini ialah untuk memu-
ji bahwa mereka benar-benar mensucikan diri dan berpaling dari
syahwat. Barangsiapa mencari selain dari empat wanita merdeka
dan dari budak wanita berapa pun yang dia kehendaki, maka me
reka itu adalah orang-orang yang sangat zalim dan melangar keten-
tuan Allah.
6. Memelihara amanat dan janji, yang dirumuskan dari ayat 8



maksudnya orang-orang yang apabila diserahi amanat, maka dia
tidak berkhianat, tetapi menyampaikan amanat itu kepada orang
yang berhak menerimanya, dan apabila berjanji atau mengadakan
perikatan, maka ia memenuhi janji itu, karena berkhianat dan me-
langgar janji adalah termasuk sifat-sifat orang munafik, seperti yang

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 57


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

terdapat dalam bunyi hadis berikut:


Artinya: ada 3 tanda-tanda orang Munafik yaitu apabila berkata maka
dia berdusta, apabila berjanji maka dia mengingkari dan apabila di
serahi kepercayaan maka dia berkhianat.

7. Memelihara shalat yang dirumuskan dari ayat 9




maksudnya orang-orang yang mengerjakan shalat secara sempurna
pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh agama.

Allah telah mengawali sifat-sifat yang terpuji ini dengan shalat dan
menutupnya dengan shalat pula. Hal ini menunjukkan betapa besar keu-
tamaan dan kebaikan shalat itu. Dalam hadis dijelaskan:

)(
Artinya: saya bertanya kepada Rasulullah SAW, Ya Rasul, perbuatan
apakah yang paling disukai oleh Allah? Beliau menjawab: shalat pada
waktunya, kemudian saya bertanya, kemudian apa? Beliau menjawab:
berbakti kepada kedua orang tua, saya bertanya lagi, kemudian apa?
Beliau menjawab: berjihad di jalan Allah. (H.R. asy-Syaikhan dari Ibn
Abbas)


Artinya: ketahuilah, sesungguhnya sebaik-baik perbuatan kalian ada-
lah shalat, dan tidak ada orang yang memelihara wudlu selain dari
orang Mumin.

58 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

Maksudnya, orang-orang Mumin yang memiliki sifat-sifat luhur


itu patut menduduki tingkat teratas dari surga, sebagai balasan bagi me
reka karena telah menghiasi diri dengan akhlak dan adab yang luhur,
dan mereka hidup kekal di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak ke-
luar daripadanya, tidak pula mati.8

BENTUK PENDIDIKAN KARAKTER DALAM QS. AL-MUMINUN (23):


1-11
Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh pernah menga
takan bahwa saat ini pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk
mengatasi berbagai persoalan yang menimpa masyarakat Indonesia, ter-
utama yang berkaitan dengan masalah krisis moral. Hal ini dikarenakan
pendidikan karakter bertujuan mengaplikasikan beberapa sifat positif,
seperti bekerja keras, nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan bangsa,
jujur, peduli, serta bersikap kritis dan positif.9
Ada beberapa bentuk pendidikan karakter yang sangat perlu di
ajarkan kepada peserta didik sejak dini. Di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Jujur. Banyaknya persoalan yang terjadi di Negara kita saat ini an-
tara lain disebabkan oleh semakin menipisnya kejujuran. Bahkan,
dapat dikatakan kejujuran termasuk salah satu sendi utama yang
bisa menopang tegaknya sendi-sendi kehidupan.10 Bentuk karakter
jujur ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23) ayat 1 yaitu sungguh
beruntung orang-orang yang beriman, yakni orang-orang yang ju-
jur bahwa dia percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Manusia yang
jujur kepada Allah sebagai tuhannya, ia akan selalu melaksanakan
semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Manusia yang ju-
jur akan mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
manusia pilihan yang diutus oleh Allah untuk menyempurnakan
akhlak (karakter) manusia. Dengan keimanannya dan sikap jujur
yang dimilikinya, manusia akan selamat dan akan mendapatkan ke-
beruntungan di dunia dan akhirat

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 59


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

2. Disiplin. Menipisnya atau bahkan hilangnya sikap disiplin pada sis-


wa merupakan masalah serius yang dihadapi oleh dunia pendidi-
kan. Dengan tiadanya sikap disiplin, tentu saja proses pendidikan
tidak akan berjalan secara maksimal. Selain itu, kurangnya sikap di-
siplin akan memupuk kebiasaan dan kecenderungan untuk berani
melakukan berbagai pelanggaran, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.11 Karakter ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23) ayat 9
yaitu orang-orang yang mengerjakan shalat secara sempurna pada
waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh agama. Ayat ini menanam-
kan sikap kedisiplinan bagi orang Islam. Disiplin dalam menjalan-
kan shalat wajib lima waktu yang sudah ditentukan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Setiap hari sikap disiplin ini diperintahkan oleh Allah
buat orang Islam dalam menjalankan shalat lima kali dalam sehari.
Tentunya, umat Islam yang disiplin shalatnya akan mendapatkan
pahala dan akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhi-
rat. Sebaliknya, orang Islam yang tidak disiplin dalam menjalankan
perintah shalat ini, maka ia juga akan mendapatkan imbalan yang
setimpal dengan perbuatannya.
3. Percaya diri. Percaya diri merupakan sebuah kekuatan yang luar
biasa. Sebagai generasi penerus bangsa, sikap percaya diri sangat
penting ditanamkan pada siswa agar ia tumbuh menjadi sosok yang
mampu mengembangkan potensi dirinya.12 Karakter dalam bentuk
ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23) ayat 2 yaitu orang-orang
yang khusyu dalam menjalankan shalat. Khusyu bisa diartikan fo-
kus pada suatu obyek tertentu. Dengan memfokuskan diri terhadap
suatu hal, maka seseorang akan merasa tumbuh rasa percaya diri-
nya .
4. Peduli. Sikap peduli terhadap orang lain merupakan sikap yang
sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Kepedulian merupakan
sikap yang tidak bisa tumbuh dengan sendirinya. Sebab, diperlukan
latihan, pengenalan, dan penanaman yang intens, sehingga nilai-
nilai kepedulian tersebut akan tumbuh dan berakar pada diri se-
seorang.13 Bentuk karakter ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23)

60 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

ayat 4 yaitu orang-orang yang untuk membersihkan dan mensu-


cikan dirinya, mereka menunaikan zakat yang diwajibkan kepada
orang fakir dan orang miskin. Ayat ini menanamkan sikap pedu-
li terhadap sesama terutama terhadap orang yang kurang mampu
(orang fakir dan orang miskin) dengan mengeluarkan sebagian dari
rizki yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya. Jika sikap pe-
duli ini ditanamkan pada setiap orang maka akan mendapatkan ke-
beruntungan di dunia dan akhirat.
5. Tegas. Ketegasan merupakan salah satu nilai yang perlu ditanam-
kan pada siswa. Sikap ini diperlukan olehnya dalam menjalani per-
gaulan, terutama agar ia mampu memutuskan hal yang benar dan
keliru. Ketegasan juga diperlukan supaya ia bisa menyatakan sesua-
tu yang ia inginkan tanpa harus melukai perasaan orang lain seka-
ligus dapat memilih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan.14 Karakter ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23) ayat
5-7 yaitu orang-orang yang memelihara kemaluannya dalam segala
keadaan, kecuali hubungan suami isteri atau menggauli budak wa-
nita yang dimiliki, karena dalam keadaan itu mereka tidak tercela.
Maksud disifatinya mereka dengan sifat ini ialah untuk memuji ba-
hwa mereka benar-benar mensucikan diri dan berpaling dari sya-
hwat. Barangsiapa mencari selain dari empat wanita merdeka dan
dari budak wanita berapa pun yang dia kehendaki, maka mereka
itu adalah orang-orang yang sangat zalim dan melangar ketentuan
Allah. Karakter tegas dalam ayat ini yaitu ketegasan diri untuk se
lalu menjaga diri dari perbuatan zina dan hubungan lain yang terla-
rang seperti perselingkuhan, tegas dalam membina rumah tangga,
suami harus tegas dan adil terhadap para istrinya (apabila berpoli-
gami) agar tidak melukai perasaan salah satu istrinya, suami istri
harus berlaku tegas untuk dapat memilih untuk melakukan atau ti-
dak suatu perbuatan yang dapat menghancurkan rumah tangganya.
Orang-orang yang tegas dalam menjaga harga dirinya, yang sela-
lu mensucikan diri dan berpaling dari syahwat, dijamin oleh Allah
akan mendapatkan keberuntungngan di dunia dan akhirat.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 61


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

6. Bertanggung jawab. Rasa tanggung jawab merupakan pelajaran


yang tidak hanya perlu diperkenalkan dan diajarkan, namun juga
perlu ditanamkan kepada siswa. Siswa yang terlatih atau dalam
dirinya sudah tertanam nilai-nilai tanggung jawab, kelak ia akan
tumbuh menjadi pribadi yang sungguh-sungguh dalam menjalan-
kan aktivitasnya. Kesungguhan dan tanggung jawab inilah yang
akhirnya dapat mengantarkannya dalam mencapai keberhasilan.15
Karaker ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23): 8 yaitu orang-
orang yang apabila diserahi amanat, maka dia tidak berkhianat, te-
tapi menyampaikan amanat itu kepada orang yang berhak meneri-
manya, dan apabila berjanji atau mengadakan perikatan, maka ia
memenuhi janji itu, karena berkhianat dan melanggar janji adalah
termasuk sifat-sifat orang munafik. Orang yang amanah dan mene-
pati janji tentu orang-orang yang bertanggung jawab, baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap orang lain. Orang-orang yang ber-
tanggung jawab ini akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
7. Bersikap kritis. Sikap kritis dapat menjadikan siswa terbiasa ber-
sikap logis sehingga ia tidak mudah dipermainkan sekaligus me-
miliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan.16
Sikap ini sesuai dengan QS. Al-Muminun (23) ayat 3 yaitu orang-
orang yang berpaling dari segala hal yang tidak berguna bagi mere-
ka, dan dari segala perkataan yang seharusnya ditinggalkan seperti
berdusta, bersenda gurau, dan mencaci.

TUJUH LANGKAH SIKAP UTAMA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER


BERDASAR QS. AL-MUMINUN (23): 1-11
Al-Quran telah memberikan serangkaian informasi dan petunjuk
kepada umat manusia tentang apa saja dan bagaimana menjadi manusia
yang dinamis guna menggapai kesuksesan abadi menuju kemenangan
hidup sejati. Dari penjelasan tafsir QS. Al-muminun 1-11 di atas, bahwa
ada tujuh (7) keberuntungan yang dimiliki oleh manusia. Apabila dikait-
kan dengan pendidikan karakter, maka ada tujuh (7) aktifitas sikap/ke-

62 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

biasaan yang akan mengantarkan seseorang untuk meraih puncak ke


suksesan sebagai the winner dan pemimpin. Ketujuh sikap utama terse-
but telah dirumuskan oleh Akh. Muwafik Shaleh sebagai The 7 Great
Action yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan pun-
cak kesuksesan dan kemenangan sebagai bangunan karakter (character
building).
The 7 Great Action yang terdapat dalam QS. Al-Muminun (23):
1-11 adalah sebagai berikut: 17
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman: BANGUN
KETAJAMAN VISI
Ketika seseorang menginginkan sebuah puncak kesuksesan
sebagai pemenang sejati dalam hidup ini, maka landasan utama se-
bagai modal dasar kemenangan itu haruslah memiliki ketajaman
dalam membangun visi ke depan tentang apa yang akan dicapai.
Untuk mencapai ini, maka kandungan sikap, kecakapan atau kom-
petensi yang harus dimiliki adalah: 18
a. Penetapan visi dan tujuan
b. Optimisme hidup
c. Perencanaan
d. Pencapaian misi
e. Sukses masa depan
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya: BANGUN
KOMPETENSI DIRI
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:19
a. Konsep diri
b. Self Awareness (Pusat Kesadaran)
c. Fokus (spesialisasi)
d. Core Competence
e. Kualitas Diri (SDM)

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 63


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perka-


taan) yang tiada guna: CIPTAKAN HIDUP EFEKTIF
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:20
a. Berfikir besar dan positif
b. Komunikasi efektif
c. Manajemen waktu
d. Amal yang mengandung prestasi
e. Diam emas
4. Dan orang-orang yang menunaikan zakatnya: LATIHLAH KE
PEDULIAN SOSIAL
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:21
a. Peka dan peduli: wujud tanggung jawab kepemimpinan
b. Bersikap empati terhadap orang lain
c. Jeli dan cermat
d. Memiliki semangat member
e. Zikir diri dan zikir sosial
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap
istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesuang-
guhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari di
balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas:
JADILAH TERDEPAN, LAKUKAN PERUBAHAN
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:22
a. Semangat amar maruf nahi mungkar
b. Berani mengambil resiko
c. Memberikan teladan terbaik
d. Prinsip: inilah saatnya
e. Istiqomah dalam perubahan

64 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

6. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikul-


nya) dan janjinya: BERSIKAPLAH PROFESIONAL
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:23
a. Disiplin
b. Sikap terpercaya
c. Jujur dan terbuka
d. Penuh tanggung jawab
e. Memiliki keterampilan manajemen
7. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya: KEMBANGKAN
TERUS DIRI ANDA DAN JADILAH PEMIMPIN DENGAN HATI
NURANI
Kompetensi, kecakapan, atau kandungan yang harus dimiliki
dalam membangun sikap ini adalah:24
a. Menjadi pribadi kharismatik
b. Canggih dalam berinteraksi
c. Tepat dalam mengambil keputusan
d. Mampu memotivasi
e. Team work

Penutup
Dari uraian di atas, Pendidikan karakter sebenarnya sudah diajar-
kan dalam Islam. Dan mengingat pentingnya pendidikan karakter ini,
maka sudah seharusnya untuk dikembangkan di sekolah-sekolah mu-
lai dari pra sekolah sampai perguruan tinggi. Manusia yang memiliki
karakter yang kuat seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Muminun (23):
1-11, dan mengikuti 7 langkah sikap utama (the seven great action) yang
dikemukakan Akh. Muwafik, maka akan mencapai kesuksesan dan ke-
menangan hidup di dunia dan akhirat. Jadi mulai dari sekarang bangun
ketajaman visi, bangun kompetensi diri, ciptakan hidup efektif, latih ke-
pekaan dan kepedulian sosial, jadilah terdepan lakukan perubahan, ber-
sikap profesional, dan jadilah pemimpin dengan hati nurani. [ ]

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 65


Pendidikan Karakter dalam Al-Quran (Tafsir QS. Al-Muminun (23): 1-11)

Endnotes
1
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah
(Yogyakarta: Laksana, 2011), hlm. 9.
2
Ibid., hlm. 19.
3
Ibid.
4
Ibid., hlm. 97-103.
5
Ibid., hlm. 47-96.
6
Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan
orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. Dalam pe
perangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya
dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan
kebiasan Ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Imam boleh melarang kebia
saan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut
tertawan bersama-samanya.
7
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Terj.), Cet. 2 (Semarang: CV.
Toha Putra, 1992), XVIII: 4-9.
8
Ibid., hlm. 9.
9
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan., hlm. 136-137.
10
Ibid., hlm. 47.
11
Ibid., hlm. 55.
12
Ibid., hlm. 60.
13
Ibid., hlm. 65.
14
Ibid., hlm. 79-80.
15
Ibid., hlm. 83.
16
Ibid., hlm. 93.
17
Akh. Muwafik Shaleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani: pendidikan
Karakter untuk Generasi Bangsa ( Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 23.
18
Ibid., hlm. 27.
19
Ibid., hlm. 28.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Ibid., hlm. 29.
24
Ibid.

66 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Mazroatus Saadah

DAFTAR PUSTAKA
al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi (Terj.), Cet. 2, Semarang:
CV. Toha Putra, 1992.
Aunillah, Nurla Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Se
kolah, Yogyakarta: Laksana, 2011.
Shaleh, Akh. Muwafik, Membangun Karakter dengan Hati Nurani:
Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa, Jakarta: Erlangga,
2012.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 67


Jurnal At-Tajdid

WAWASAN AL-QURAN
TENTANG PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Muh. Mustakim *
Abstract: Fighting corruption has long touted the leaders in the coun-
try all over the world. For example, in Indonesia, in the Old Order
(1963), to the current reform, have not been able to discourage cor-
ruption. but on the contrary, the more entrenched corruption increas-
es from year to year. Even in every province and district / municipal
corruption.
This is what makes this nation anxiety. So comes the subjective
fighting corruption through education with the Anti-Corruption
in Education has been started since 2005. In early March 2012, the
Education and Culture Ministry official (Kemendikbud) cooperate
with the Corruption Eradication Commission (KPK) to launch anti-
corruption education in the new academic year 2012.
Islam as minhajul hayah -guided human life-and Shamil-mutakammil-
komprehenship-always provide the solution of the problems of the
people. Various problems of life problems. In this paper, the author
will try to describe the anti-corruption education in the perspective
of the Quran.
Quranic perspectives on anti-corruption education is reflected in at
least three (3) pronunciation: gulul, al-suht, al-sariqah. The implemen-
tation of the Anti-corruption education: The importance of knowing:
the first theory about corruption; causes, effects and type (tilawah).
Second, keep yourself in order not to fall in corruption (tazkiyah), third,
establish and foster self-confidence in dealing with the problem (tak-
winiyah) not to fear in the truth, learning manners and wise (hik-
mah). Fourth, Growing power of faith and self-confidence (quwwatul
Imaniyah), and the fifth, habituation evaluation in every activity and
action (mutabaah).

Keywords: education, anti-corruption, al-Quran

* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

69
Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

PENDAHULUAN
Setelah lebih dari satu dekade lebih Reformasi bangsa Indonesia
bergulir, permasalahan bangsa bukan berarti telah tuntas. Kita tidak me-
mungkiri adanya perubahan yang signifikan dalam berbagai sisi di ne
geri ini, pendidikan yang semakin besar alokasi dari pemerintah, mau-
pun kebebasan dan keterbukaan publik yang semakin terbuka. Namun,
berita di media massa, sangat sering dijumpai pemberitaan kasus ko-
rupsi. seolah tiada hari tanpa berita korupsi adalah potret kehidupan
bangsa ini.1
Misalnya, Harian Replubika merilis, bahwasannya: Wakil Ketua
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso
menyatakan sejak 2011 hingga 2012, PPATK telah menganalisa sebanyak
916 dugaan kasus korupsi dan 80 kasus dugaan suap di berbagai daerah.
DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup di Indonesia dengan prosentase
kasus dugaan korupsi sebanyak 46,7 persen. Di bawah Jakarta, Jawa
Barat dengan prosentase 6 persen. Disusul Kalimantan Timur 5,7 per
sen; Jawa Timur 5,2 persen; Jambi 4,1 persen; Sumatera Utara 4 persen;
Jawa Tengah 3,5 persen; Aceh Darussalam; serta Kalimantan Selatan (2,1
persen). Kepulauan Bangka Belitung 0,1 persen; Sulawesi Barat 0,3 pers-
en; Sulawesi Tengah 0,4 persen; Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat
0,5 persen; Kalimantan Tengah 0,6 persen; Sumatra Barat dan Bali 0,7
persen; Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu 0,8 persen; serta Sulawesi
Utara 0,9 persen.2
Sebuah ironi yang menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia.
Di seluruh propinsi negeri ini ada kasus korupsi. Yang tersebut di atas,
baru dari temuan PPATK, dari LSM, penggerak anti korupsi lebih ba
nyak lagi dugaan kasus korupsi yang lain.
Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri, da-
lam jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta Selatan, mengatakan, dalam wak-
tu kurang lebih 12 tahun itu, terdapat 233 kasus korupsi di dunia pen-
didikan yang masuk pada tahap penyidikan masih menggunakan modus
serupa dalam praktiknya.3

70 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

Dari sedikit gambaran di atas saja, betapa banyak masalah korupsi


yang dihadapi bangsa ini. Dari sudut pandang hukum pemberantasan
maupun pencegahan korupsi digawangi KPK (komisi pemberantasan
Korupsi). Bahkan gerakan moral pemberantasan korupsi juga telah di
mulai pada tahun 2003 yang digawangi NU dan Muhammadiyah da-
lam Moment of Understanding (MoU) tentang gerakan moral Nasional
pemberantasan Korupsi.4 Namun, korupsi masih terus terjadi, seolah su-
dah menjadi penyakit akut yang mendarah daging pada bangsa ini. Oleh
karena itu, sebagai upaya pencegahan yang sangat efektif, terwacanakan
pendidikan anti korupsi.
Kita tidak memungkiri, manusia memiliki potensi patologis korup-
si yang tidak mungkin dihilangkan sepenuhnya. Manusia pada dasarnya
menyandang naluri korupsi, disamping sifat hanif tentunya.5 Akan tetapi,
yang terpenting adalah bagaimana mencegah potensi korupsi tidak men-
jadi aktual, bagaimana menciutkan ruang gerak korupsi secara sistemik
dan menemukan terapi yang tepat untuk diagnosis yang benar. Oleh ka
rena itu, pendidikan anti korupsi dalam perspektif al-Quran akan men-
jadi fokus utama tulisan ini.
Islam sebagai minhajul hayah -petunjuk kehidupan- manusia yang
berprinsipkan syamil-mutakammil-komprehenship- selalu memberikan
solusi akan permasalahan umat. Berbagai problematika permasalahan
kehidupan. Dalam tulisan ini, penulis akan berusaha mendiskripsikan
pendidikan anti korupsi dalam perspektif al-Quran. Sebagai fokus tu-
lisan ini adalah definisi korupsi, historis penegakan anti korupsi ; sebab-
akibat dan pencegahannya, serta pendidikan anti korupsi dalam pers-
pektif al-Quran.

WAWASAN AL-Quran TENTANG KONSEP PENDIDIKAN ANTI KO


RUPSI
Al-Quran merupakan sumber pedoman utama bagi umat muslim
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Begitu pula dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara. Al-Quran menjelaskan akan konsep
pendidikan baik secara tersurat ataupun tersirat. Dalam hal ini, penulis
akan berusaha membahas pokok bahasan yang menitikberatkan tentang

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 71


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

pendidikan anti korupsi dalam al-Quran, yaitu: Pendidikan dalam pers-


pektif al-Quran, Korupsi: pengertian, sebab, akibat dan upaya pencegah-
annya, Pendidikan Anti korupsi dalam perpektif al-Quran, ayat-ayat al-
Quran tentang korupsi dan isyarat konsep pendidikan anti korupsi

Pendidikan dalam Perspektif al-Quran


Al-Quran secara etimologi berasal dari kata qaraa yang berarti ba-
caan atau sesuatu yang di baca. Secara terminologi Al-Quran adalah ka-
lam (firman) Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW., di-
baca dan diriwayatkan secara mutawatir, dan ternilai beribadah dengan
membacanya yang dimulai dari surat al-Fatihah diakhiri dengan surat
an-Nass.6
Islam adalah agama yang mengajak pemeluknya untuk selalu bela-
jar dan mengembangkan diri. Jika kita memperhatikan wahyu pertama
yang turun kepada Rasulullah tiada lain adalah Iqra bacalah. Konsep
ini menunjukkan bahwa langkah awal dari pengembangan diri manu-
sia adalah pendidikan, yaitu perintah membaca, mengkaji, menganali-
sa. Dan kesemuanya itu tiada lain adalah proses dari pendidikan. Islam
adalah agama yang mengajak umatnya untuk selalu belajar dan men-
gembangkan diri. Hal ini senada dengan arti pendidikan menurut us
tadz Abdurrahman an-Nahlawy dalam tarbiyah Islamiyah, asaasuha wa
usuuluha wa ahdafuha pendidikan dalam artian etimologi bisa berarti
namaa yanmuu7 yang berarti perkembangan.
Konsep ini menunjukkan bahwa langkah awal dari pengembangan
diri manusia adalah memahami dan mendalami kebenaran yang harus
selalu dilandasi dengan iman kepada Allah Swt. M. Nasir budiman me
ngemukakan8 bahwasannya pendidikan merupakan interpretasi dari
tiga kosa kata. Pertama yaitu tarbiyah yang mana cenderung dimaknai
sebagai pendidikan yang bersifat pengasuhan dan pembinaan. Kedua
tadib dimaknai pendidikan yang lebih terfokus pada moral (akhlakul ka-
rimah), dan ketiga adalah talim banyak dimaknai sebagai pendidikan
yang dapat mensucikan qalb (membersihkan jiwa), sehingga dengan
mudah akan memperoleh hikmah. Dari hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan mengacu ke arah penyadaran subjek didik (manusia) baik

72 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

berupa kesadaran intelektual ataupun spiritual. Dampak dari keduanya


adalah ilmu an-Nafi (ilmu yang bermanfaat), yaitu ilmu yang mampu
memperkuat iman, dan amal bisa dikatakan sholih manakala didasarkan
pada ilmu dan iman.
Menururt Syahidin bahwasannya prinsip pendidikan Qurani mem-
punyai 4 prinsip mendasar yaitu: prinsip kasih sayang, keterbukaan, ke-
seimbangan (harmoni) dan prinsip integralitas9. Said Agil Husin Al Mu
nawar menyebutkan bahwasannya secara normatif, tujuan yang ingin di
capai dalam proses aktualisasi nilai-nilai Al-Quran dalam pendidikan
meliputi tiga dimensi atau aspek yang harus di bina dan dikembangkan
oleh pendidikan10. Pertama dimensi spiritual, kedua dimensi budaya,
dan ketiga dimensi kecerdasan yang membawa kepada kemajuan.
Jadi, Pendidikan dan Tujuannya dalam perspektif al-Quran adalah
proses pengembangan dan pembetukan manusia yang selalu berlandas-
kan tauhid/mengesakan Allah, beribadah dan membesarkan nama-Nya

Korupsi: Definisi, Sebab, Akibat dan Usaha Pencegahannya

Definisi Korupsi
Korupsi berarti kecurangan, penyelewengan/penyalahgunaan jaba-
tan untuk kepentingan diri, pemalsuan.11 Andi Hamzah menyebutkan,
secara harfiyah korupsi berasal dari bahasa latin coruptio atau corruptus
yang kemudian turun ke banyak bahasa eropa seperti Inggris Corruption,
corrupt; Perancis corruptions ; Belanda corruptie (korruptie). Dari bahasa
Belanda inilah yang ke kemudian dipakai dalam bahasa Indonesia yaitu
korupsi.12
Dalam kamus bahasa Indonesia, korupsi diartikan buruk, rusak,
busuk, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, da-
pat di sogok, dan penyelewengan atau penggelapan untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.13 Di malaysia juga terdapat peraturan anti korup
si, diistilahkan kata peraturan anti kerakusan sering pula mengguna-
kan istilah resuah dari bahasa arab risywah ( )yang menurut kamus
arab-Indonesia sama dengan korupsi.14 Risywah ( )berarti sogokan,
dimana memberikan harta agar orang (yang diberi) itu melakukan se-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 73


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

suai dengan perintah (pemberi)nya15 yang tidak sesuai dengan aturan


yang berlaku.
Dalam memahami korupsi, banyak diantara peneliti maupun pa
karnya berpendapat yang seringkali berbeda. Seperti disimpulkan dalam
Encyclopedia Americana korupsi adalah hal yang buruk dengan bermacam
ragam artinya, bervariasi menurut waktu, tempat dan bangsa.16
SH. Alatas menggunakan pendekatan sosiologis, korupsi adalah
penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi.17 Alatas juga
memasukkan nepotisme dalam kelompok korupsi dalam klasifikasinya
(memasang keluarga atau teman pada posisi pemerintahan tanpa me-
menuhi persyaratan untuk itu), namun hal ini sukar untuk dicari nor-
manya dalam hukum pidana.18
Dari sisi pendekatan ekonomi akutansi korupsi adalah kecurangan
(fraud) yang diidentifikasikan dengan penyuapan, pemberian uang se-
cara illegal, konfilk kepentingan dan pemerasan bersifat ekonomi.19
Dari pendekatan politik, korupsi digunakan untuk melakukan pe-
nyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan kepada penguasa otoriter,
sehingga pemberantasan korupsi lebih dijadikan alat pembenaran untuk
kepentingan politik.20
Korupsi dari sisi kehidupan politik, ekonomi dan social budaya
merupakan upaya kejahatan yang dipergunakan oleh seseorang atau go-
longan masyarakat dengan cara mengkaitkan diri pada system politik
dan pemerintahan yang ada untuk ikut bermain dengan maksud meru-
sak aturan bekerjanya sistem tersebut.21
Dari uraian diatas, Setidaknya kita dapat menyimpulkan, korupsi
adalah bentuk kecurangan, penipuan, suap, upaya meraih kekuasaan de-
ngan tidak sesuai aturan.
Dari segi tipologi (formulasi kelompok) kejahatannya, korupsi
dibedakan dalam tujuh jenis.22 pertama, Korupsi transaktif (transactive
corruption) yang menjukkan adanya kesepakatan timbal-balik antara
pihak pemberi dan penerima demi keuntungan dan ketercapaian apa
yang diinginkan antara keduanya. Biasanya melibatkan dunia usaha
dan pemerintah ataupun masyarakat dan pemerintah. Kedua, Korupsi

74 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

yang memeras (extortive corruption), dimana pihak pemberi dipaksa


untuk menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam dirinya.
Ketiga, Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang
atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, se-
lain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
Keempat, Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) atau nepotisme
adalah penunjukan ataupun mengutamakan yang tidak sah terhadap te-
man ataupun sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerin-
tahan. Kelima, Korupsi defensive (defensive corruption) adalah perilaku
korban korupsi dengan pemerasan dalam rangka mempertahankan di-
rinya. Keenam, korupsi otogenik (autogenic corruption) adalah bentuk
korupsi yang tidak melibatkan orang lain atau pelakunya hanya seorang
saja. ketujuh, Korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korup-
si yang dilakukan untuk mendapatkan dukungan, baik secara langsung
ataupun dimasa yang akan datang.
Menurut penulis, ada kesamaan antara jenis korupsi investif dan ko-
rupsi dukungan. Karena pada dasarnya merupakan usaha memperoleh
dukungan suara dalam politik, ataupun dukungan lainnya. Walaupun
penulis juga tidak memungkiri adanya sedikit perbedaan, dimana koru-
psi investif waktunya tidak tertentu karena hanya sebagai usaha investasi
menjaga kepentingan ketika dibutuhkan. Sedangkan jenis korupsi du-
kungan juga investasi tetapi pada waktu yang sudah ditentukan. Tapi se-
cara umum ada kesamaan kebutuhan investasi kepentingan.
Kemudian jenis korupsi otogenik terbantahkan dengan tulisan be-
liau (SH Alatas) dalam bukunya the sociology of corruption yang menye-
butkan ciri korupsi salah satunya senantiasa melibatkan lebih dari satu
orang23 dan korupsi adalah kegiatan transaksasional, tidak mungkin tan-
pa melibatkan orang lain. Maka penulis lebih setuju mengklasifikasikan
jenis korupsi dalam lima jenis, korupsi transaktif, korupsi yang meme
ras, korupsi investif, korupsi defensive dan korupsi kekerabatan atau
nepotisme.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 75


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

Sebab-akibat Korupsi dan Cara Pencegahannya


Setidaknya ada tiga unsur terpenting seseorang melakukan korupsi
yaitu adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasional-
isasi (rationalize).24
Unsur pertama adalah unsur tekanan. Pada suatu keadaan tertentu,
seseorang merasa mendapat tekanan dari orang lain ataupun keadaan,
dia berupaya bagaimana mempertahankan eksistensi dirinya sehingga
mendorong dirinya melakukan korupsi. Misalnya, bentuk tekanan terse-
but berkaitan dengan keuangan ; seperti rasa ingin menguasai segalanya
(serakah), gaya hidup melebihi kemampuan, memiliki hutang yang be-
sar, mengalami kerugian keuangan maupun kebutuhan uang yang tidak
terduga. Bentuk tekananan lainnya berhubungan dengan pekerjaan dan
eksternal atau tekanan dari yang lain, misalnya ; kurang dihargainya atas
kinerja yang dicapai, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, takut kehila
ngan jabatan, perasaan dibayar rendah ataupun kebutuhan keuangan
yang besar untuk memenuhi dan membahagiakan keinginan keluarga
ataupun orang yang dicintainya di luar batas kemampuan.
Unsur kedua kesempatan (opportunity), kesempatan dapat didefi-
nisikan sebagai otoritas / kewenangan mengendalikan atas suatu aset
atau melakukan akses terhadap asset. Suradi menyebutkan, ada lima fak-
tor yang menyebabkan kesempatan individu untuk berbuat kecurangan:
(a) kurangnya pengendali pencegahanan dan/atau deteksi korupsi, (b)
ketidakmampuan menilai kualitas kinerja, (c) terbatasnya akses keterbu-
kaan informasi publik, (d) ketidaktahuan, apatis dan ketidakmampuan.
dan (e) tidak adanya jejak audit.25
Unsur ketiga Rasionalisasi, yang dimaksudkan disini adalah upaya
pembenaran melakukan sesuatu untuk memuaskan diri maupun golo
ngan walaupun tidak dapat dipertanggungjawabkan dari sisi norma,
moral dan etika.
Hakim Muda Harahap berpendapat ada dua faktor yang menyebab-
kan seseorang melakukan korupsi, faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan sesuatu yang disebut ciri kepribadian, sedangkan

76 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

faktor eksternal berupa kebudayaan, kekuasaan, ekonomi dan kelemah


an hukum.26
Menurut penulis, penyebab utama berbuat korupsi yang pertama
adalah lemahnya karakter dan iman. kedua lemahnya sarana penguat-
nya dan ketiga tidak adanya ilmu tentang korupsi. Apabila seseorang
memiliki karakter yang sholih tentu, akan berfikir ulang ketika hendak
berbuat korupsi. Dia mempunyai prinsip untuk tidak terjerambab da-
lam perbuatan korupsi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah
bersabda:


- -





) (
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripa-
da mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah
pada Allah, jangan engkau lemah (HR. Muslim).27

Kekuatan disini adalah kekuatan iman, kekuatan dalam menjaga


ketaatan kepada Allah, menjauhi larangannya. Menjaga diri dalam mem-
peroleh yang halal dan menjauhi haram.28 Kekuatan iman akan mendor-
ong seseorang mampu menghadapi godaan nafsu-setan; menahan diri
dari berbuat maksiat; menahan diri dari perbuatan sia-sia; dan menahan
diri dari pebuatan yang merugikan orang lain seperti korupsi. Kekuatan
iman mendorong seseorang mampu membaca situasi dan kondisi de-
ngan benar. Kekuatan iman membuat pemiliknya mampu membaca
tipu-daya musuh-musuh Allah terhadap umat Islam. Kekuatan iman
pula yang menjadikan seseorang tidak takut kepada siapa pun selain
Allah. Selain kekuatan iman, seseorang juga harus memeliharanya de-
ngan selektif dalam pergaulan dan sering hadir dalam majlis ilmu, disku-
si ilmiah maupun imaniyah yang menguatkan dirinya agar selalu dalam

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 77


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

jalan sesuai dengan norma yang berlaku. Maka pendidikan anti korupsi
adalah sebuah wacana yang sangat strategis untuk mewujudkannya.

Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif al-Quran


Pemberantasan korupsi sudah lama didengungkan para pemimpin
negeri di seluruh penjuru dunia. Misalnya, di Indonesia di masa Orde
Lama (1963), tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi.
Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) kemudian dibubarkan digan-
ti lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi.29 Ada masa
awal Orde Baru, Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK), yang diketuai Jaksa Agung.30 Kemudian Di era reformasi, usa-
ha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie membentuk Komisi
Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga
Ombudsman.31 Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, memben-
tuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK)32
kemudian melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hi-
lang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi
terbaru yang masih eksis hingga saat ini.33
Gambaran lembaga pemberantasan korupsi dari era orde lama
hingga reformasi sebagaimana tersebut di atas, ternyata belum mampu
menyurutkan korupsi. tetapi justru sebaliknya, korupsi semakin mem-
budaya meningkat dari tahun ke tahun. Hal inilah yang membuat kegeli-
sahan bangsa ini. Sehingga muncul opini pemberantasan korupsi mela-
lui pendidikan dengan dicetuskannya Pendidikan Anti Korupsi.
Menurut sepengetahuan penulis, pendidikan anti korupsi di Indo
nesia sudah dimulai sejak tahun 2005. Kurikulum mata kuliah anti-ko-
rupsi sudah mulai diujicoba di sejumlah kampus UIN antara lain UIN
Medan, Malang, Banjarmasin dan Riau dari tanggal 10-12 Agustus
2006 sebagaimana disampaikan pada konferensi Pengembangan Kebi
jakan Pendidikan Antikorupsi bagi UIN/IAIN se-Indonesia, di Kantor
Departemen Agama, Jakarta, Senin 28 Agustus 2006.34 Di tingkat seko-
lah di tempuh oleh Basuki35 pada tahun 2005 untuk menggulirkan pen-
didikan antikorupsi (PAK) di sekolah. Pada 2005, PAK pertama kali di

78 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

terapkan. Bentuknya seperti pelajaran biasa dan dilakukan pada jam-


jam pelajaran. Pada tahun-tahun berikutnya, perubahan dilakukan pada
PAK. Termasuk, menerapkannya langsung pada praktik sehari-hari,
seperti adanya warung kejujuran pada 2006, lalu telepon kejujuran pada
2007.36 Pada tahun 2007, penelitian tentang PAK sudah bermunculan,
seperti penelitan tentang pendidikan anti korupsi dalam perspektif Islam
oleh Mohamad Mufid37.
Pada awal maret 2012, secara resmi kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) menjalin kerjasama dengan Komisi Pem
berantasan Korupsi (KPK) dengan meluncurkan pendidikan anti korup
si pada tahun ajaran baru 2012.38
Pengertian pendidikan Anti Korupsi adalah usaha secara sadar dan
terencana mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap
nilai-nilai dan praksis anti korupsi.39 Dalam prosesnya bukan sekedar
media transfer pengetahuan (kognitif), akan tetapi juga menekankan
pembentukan karakter (afektif), dan sekaligus kesadaran moral dalam
melakukan aksi perlawanan (psikomotorik) terhadap perilaku korupsi.
Pengertian tersebut cukup mewakili pendidikan anti korupsi (PAK)
sebagai mata pelajaran / mata kuliah. Akan tetapi, menurut penulis, PAK
bukan hanya melalui media pembelajaran di kelas sebagai mata pelajaran
ataupun mata kuliah, akan tetapi juga harus dirumuskan dalam berbagai
kegiatan dan aktifitas pendukungnya. Seperti: warung kejujuran, kegi
atan kepemimpinan (leadership), pembiasaan kegiatan pembentukan
karakter anti korupsi yang terprogram dan terencana serta sistem mu-
tabaah Yaumiyah (evaluasi kegiatan sehari-hari) sebagai upaya melatih
kejujuran menilai diri dan mengkontrol aktifitas sehari-hari, dan lain se-
bagainya
Penulis menyimpulkan, pendidikan anti korupsi dalam perpektif
al-Quran adalah usaha yang dilandasi penuh kesadaran untuk mengan-
tarkan manusia memiliki karakter anti korupsi, dengan kekuatan iman-
nya menjauhi, mencegah, berjuang dan berdakwah untuk meninggalkan
maupun memerangi korupsi sebagai perwujudan hamba allah (Abid)
dan pemimpin dunia (khalifah fil ardl).

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 79


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

Ayat-ayat al-Quran tentang Korupsi dan Isyarat Pendidikan


Anti Korupsi
Ketika kita menelaah pengertian korupsi sebagaimana tersebutkan
diatas, semuanya menunjukkan korupsi adalah sesuatu yang buruk, ru-
sak dan merugikan. Tidak satupun yang menunjukkan kebaikan atau-
pun kebajikan. Bagaimanakah wawasan al-Quran tentang korupsi?
Al-Quran merupakan rujukan utama umat muslim dalam men-
jalani aktifitas sehari-hari. Pembahasan dan kandungan maupun filo-
sofinya sangat luas yang tak pernah habis di kaji oleh para peneliti se
panjang masa. Maka dari itu, penulis hanya akan membahas beberapa
ayat yang menurut penulis ada kaitannya dengan pendidikan anti ko
rupsi.
Setidaknya dikelompokkan dalam tujuh istilah yang sesuai dengan
unsur-unsur korupsi. Enam istilah secara khusus, yaitu: gulul, al-suht,
harb, al-sariqah, al-dalwu dan gasab, sedangkan adapula istilah yang
tidak secara khusus menunjukkan makna unsur korupsi, namun ber-
dasarkan ayat lainnya memiliki makna dengan tema yang sama dengan
unsur makna korupsi. Istilah tersebut adalah ; khasr, al-itsm, makr, kha-
bais dan dakhal40.
Dari beberapa istilah tersebut, penulis hanya akan membahas ten-
tang gulul, al-suht, al-sariqah karna ketiga term tersebut (menurut
penulis) kandungan maknanya paling relevan dengan pendidikan anti
korupsi.

Gulul
Term gulul berarti pengkhianatan, yaitu mengambil sesuatu dan
menyembunyikan dalam hartanya. dalam perubahan tashrif-nya dalam
al-Quran terulang 18 kali dalam 14 surah.41 Allah Berfirman dalam QS.
Ali Imran (3): 161-164





) (

80 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim


) 163( ) 162(

) 164(
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan har-
ta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan ram-
pasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa
yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pem-
balasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya. (162). Apakah orang yang mengikuti
keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemur-
kaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? dan
Itulah seburuk-buruk tempat kembali. (163) (Kedudukan) mereka
itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha melihat apa yang
mereka kerjakan. (164) sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka se-
orang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajar-
kan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebe-
lum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesa-
tan yang nyata.

Ayat ini turun ketika turun ketika perang badr, berkenaan dengan
hilangnya permadani (qathifah) merah, kemudian orang-orang munafik
memberitakan: Rasulullah barangkali sudah mengambilnya atau ba-
42
rangkali pasukan pemanah maka Allah menurunkan ayat:
Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Akan tetapi menurut az-Zuhailiy dalam tafsir al-Munir, ayat ini
turun ketika pasukan pemanah meninggalkan markaz sebagaimana di-
tugaskan oleh rasulullah pada perang uhud, meminta ghanimah43 dan
mereka berkata: kami khawatir rasulullah bersabda: siapa yang menda
patkan ghanimah bagi menjadi miliknya, dan tidak di bagi lagi seperti ke-
tika perang badr maka Rasulullah bersabda: bukankah aku telah (mem-
buat) perjanjian kepada kalian untuk tidak meninggalkan markaz sehing-
ga dating perintahku (untuk meninggalkannya)? mereka menjawab: kami

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 81


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

menugaskan sebagian kami (untuk tetap) tinggal (disana). Rasulullah ber


sabda: bahkan, kalian mengira kami akan mengkorupsinya tanpa mem
baginya?44
Dalam ayat tersebut Allah menegaskan, tidak mungkin Rasulullah
melakukan korupsi berupa ghulul dengan mengambil ghanimah yang
bukan haknya. Kemudian menegaskan siksaan bagi orang yang melaku-
kannya akan mendapatkan azab dihari kiamat dengan menjeratnya di
lehernya, bahkan Rasulullah pun tidak bisa menolongnya di hari kiamat

hal ini dikuatkan dengan QS. al-Anam (6): 31


mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah,
Amat buruklah apa yang mereka pikul itu.45
Kemudian ayat berikutnya menunjukkan perbedaan antara orang
yang mentaati Allah dan orang yang durhaka terhadap-Nya. Dalam
ayat yang ke 164 allah menegaskan model pendidikan yang lakukan
Rasulullah, yaitu dengan membaca al-Quran (tilawah), membersih-
kan jiwa (tazkiyah), dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al
Hikmah.
Setelah tadabbur ayat diatas, memberikan pelajaran kepada kita
implementasinya dalam pendidikan Anti korupsi dalam surat ali Imran
161-164 yaitu:
1. Pentingnya mengetahui teori tentang korupsi. banyak membaca;
mempelajari al-Quran, mengetahui korupsi; sebab, akibat maupun
jenisnya.
2. Menanamkan Kejujuran dan keadilan. Tidak menggunakan ke
kuasaan untuk korupsi.
3. Pembentukan karakter anti korupsi. Segala usaha menjaga diri agar
tidak terjerumus dalam korupsi (Tazkiyah).
4. Keseimbangan antara balasan dan perbuatan merupakan aturan
ilahi.46
5. Pendidikan dengan hikmah.
6. Kembali kepada al-Quran sebagai pedoman utama kehidupan.

82 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

Al-Suht
Term al-suht dalam QS. Al-Maidah (5): 42 tersebut di bawah secara
leksikal berasal dari kata sahata yang memiliki makna memperoleh har-
ta yang haram.47


Artinya: mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang haram (Seperti uang sogokan dan se-
bagainya) . jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk me-
minta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau
berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mere-
ka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara
mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil.(Q.S. al-Maidah: 42).

Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan


al-suht adalah harta haram.48 Ibn Khuzaim Andad, seperti yang diku-
tip oleh Al-Qurthubi, menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan al-
suht adalah bila seseorang makan karena kekuasaanya. Itu lantaran dia
memiliki jabatan di sisi penguasa, kemudian seseorang meminta sesuatu
keperluan kepadanya, namun dia tidak mau memenuhi kecuali dengan
adanya suap (risywah) yang dapat diambilnya.49 Jika kembali dicermati,
ayat tersebut menjelaskan praktek korupsi seperti yang terjadi pada kon-
teks kekinian.
Adapun Isyarat pendidikan anti korupsi dari ayat tersebut adalah:
Pentingnya mengetahui indikasi kebohongan yang dilakukan para
koruptor untuk mengamankan perkara mereka. Seperti Upaya orang-
orang yahudi dalam mempermainkan hukum sesuai kepentingan mere

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 83


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

ka, bahkan memojokkan rasulullah sebagai hakim sebagaimana dalam


ayat tersebut50
1. Pentingnya menumbuhkan rasa percaya diri dan keimanan kepada
allah (spiritual question) kecerdasan spiritual.




...jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi
mudharat kepadamu sedikitpun... (Q.S. al-Maidah: 42)

2. Meyakini tidak akan hancur dan jatuh apabila meninggalkan ko-


rupsi. Biasanya ketika seseorang sudah merasa ketakutan akan ke-
hilangan jabatan ataupun pengaruhnya, selalu berusaha menutupi-
nya walaupun harus menyuap mahal untuk itu.
3. Membiasakan adil dalam memutuskan perkara.
4. Menumbuhkan motivasi untuk kebaikan. Sebagaimana Allah ber-
firman:


Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Q.S. al-Maidah:
42)

Al-Sariqah
Kata saraqa secara etimologi bermakna akhdzu ma li al-ghairi khuf
yatan (mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi).51 Sedangkan
secara terminologi kata al-sariqah adalah mengambil harta orang lain yang
bukan miliknya dengan jalan sembunyi-sembunyi tanpa kerelaan pemi-
liknya.52 Allah Swt. Berfirman dalam QS. al-Maidah (5): 38


Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, po-
tonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka

84 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.

Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan sebuah riwayat yang ber-


sumber dari Abdullah bin Amr, ia mengatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan seorang wanita yang mencuri,53 maka datanglah orang
yang kecurian itu dan berkata pada Nabi saw. Wahai Nabi, wanita ini te-
lah mencuri perhiasan kami. Maka wanita itu berkata Kami akan me-
nebus curiannya. Nabi bersabda, Potonglah tangannya! Kaumnya ber-
kata, Kami akan menebusnya dengan lima ratus dinar. Maka Nabi Saw.
pun bersabda, Potonglah tangannya! Maka dipotonglah tangan kanan-
nya. Kemudian wanita itu bertanya. Ya Rasul, apakah ada jalan untuk
aku bertobat? Jawab Nabi saw,, Engkau kini telah bersih dari dosamu se-
bagaimana engkau lahir dari perut ibumu. Kemudian turunlah ayat ini.
Dari ayat tersebut memberikan pelajaran kepada kita:
1. Pentingnya penegakan hukum yang adil dan tegas
2. Membangun kekuatan iman (Quwwatul Imaniyah), sehingga tidak
tergoda dengan limpahan harta untuk mengkhianati hukum ter
sebut.
3. Menanamkan tanggungjawab atas apa yang diperbuat
4. Tazkiyatun nafs. Pembersihan diri. Baik dari sendiri, dengan berani
mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Ataupun dari orang
lain, ketika hukum telah dilaksanakan dan orang yang bersangkutan
mau bertaubat, maka patut untuk di hargai, sebagaimana rasulullah
berkata kepada perempuan tersebut: Engkau kini telah bersih dari
dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu.
5. Menyiapkan generasi berkarakter kuat (perkasa) dan bijaksana da-
lam menghadapi segala persoalan. Karna itulah Allah menutup ayat
yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pencuri yang

berusaha menyuap tersebut, beliau berfirman: Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 85


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

PENUTUP
Dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan:
1. Pendidikan anti korupsi dalam perpektif al-Quran adalah usaha
yang dilandasi penuh kesadaran untuk mengantarkan manusia me-
miliki karakter anti korupsi, dengan kekuatan imannya menjauhi,
mencegah, berjuang dan berdakwah untuk meninggalkan maupun
memerangi korupsi sebagai perwujudan hamba allah (Abid) dan
pemimpin dunia (khalifah fil ardl)
2. Korupsi adalah upaya bentuk kecurangan, penipuan, suap, upaya
meraih harta dan kekuasaan dengan tidak sesuai aturan.
3. Penyebab utama berbuat korupsi yang pertama adalah lemahnya
karakter dan iman. kedua lemahnya sarana penguatnya dan ketiga
tidak adanya ilmu tentang korupsi.
4. Wawasan al-Quran tentang pendidikan anti korupsi setidaknya
tercermin dalam tiga (3) lafal: gulul, al-suht, al-sariqah. Adapun
implementasinya dalam pendidikan Anti korupsi adalah:
a. Pentingnya mengetahui teori tentang korupsi. Banyak mem
baca, mempelajari al-Quran, mengetahui korupsi, sebab akibat
maupun jenisnya (Tilawah).
b. Pembentukan karakter jujur, adil (Keseimbangan antara ba
lasan dan perbuatan), bertanggung jawab, tidak memanfaat-
kan kekuasaan untuk untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok.
c. Proses pembentukannya dengan banyak meng analisa menjaga
diri agar tidak terjerumus dalam korupsi (Tazkiyah), memben-
tuk dan menumbuhkan kepercayaan diri dalam menghadapi
masalah (Takwiniyah) untuk tidak takut dalam kebenaran,
pembelajaran santun dan bijaksana (hikmah). Menumbuhkan
kekuatan iman dan rasa percaya diri (quwwatul Imaniyah),
serta pembiasaan evaluasi dalam setiap aktifitas dan perbua-
tan (Mutabaah).
d. Menumbuhkan motivasi untuk selalu melakukan dan mene-
barkan kebaikan. [ ]

86 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

Endnotes
1
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/30/
184904/Tiada-Hari-Tanpa Berita-Korupsi diakses pada tgl 20 Oktober
2012
2
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/08/27/m9egem-
dugaan-korupsi-di-provinsi-dki-jakarta-tertinggi diakses pada tgl 20 Okto-
ber 2012
3
http://pojokantikorupsi.com/ diakses pada tgl 20 Oktober 2012
4
Buku Panduan Moral Nasional pemberantasan korupsi, kerjasama PB NU,
Muhammadiyah dan kemitraan, hlm. 6.
5
Adnan Buyung Nasution, Safii Maarif dkk, Menyingkap Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme di Indonesia (Yogyakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah (BPP PP Muhammadiyah), 1999), hlm.iii
6
Muhammad Abdullah Darraz, al-Bina al-Adzim Dadlarat Jadidah fil Quran,
jilid 1, (Dauhah: Dar al-Tsaqafah, 1985), hlm.14
7
Abdurrahman an-Nahlawy, Tarbiyah Islamiyah Asaasuhu wa Usuuluhu wa Ah-
dafuhu (ttp.: tnp., t.t.), hlm.12.
8
Dr. M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam ( Jakarta: Madani
Press, 2001), hlm.125.
9
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran (Bandung: Alfa-
beta, 2009), hlm.58.
10
Said Agil, Aktualisasi Nilai-nilai al-Quran dalam Sistem Pendidikan Islam ( Ja-
karta: Ciputat Press, 2005), hlm. 9
11
Hendro Darmawan dkk., Kamus Ilmiah Populer lengkap, Cet. 3, (Yogyakarta:
Bintang Cemerlang, 2011), hlm. 342.
12
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya ( Jakarta: PT
Gramedia, 1984), hlm. 9
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 527.
14
Ibid., hlm.10.
15
Abul Hasan Ali An-Nahwiy, al-Mukhashshash, Cet. 1, Jilid 1, (Beirut: Dar
Ihya at-Turats, 1996), hlm.287
16
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia ( Jakarta: PT. Gramedia, 1984), hlm.10.
17
SH. Alatas, The Sociology of Corruption, penerjemah al-Ghozie Usman, Sosio
logi Korupsi; Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer ( Jakarta: LP3ES,
1986), hlm. 11. Lihat juga SH. Alatas, Korupsi, Sifat, sebab dan fungsi, pener-
jemah Nirwono ( Jakarta: LP3ES, 1987), hlm.vii
18
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia, hlm.10.
19
Kecurangan adalah segala cara yang dapat dilakukan orang untuk berbohong,
menjiplak, mencuri, memeras, memanipulasi, kolusi dan menipu orang lain

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 87


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang / kelompok dengan
cara melawan hokum. Lihat: Suradi, Korupsi dalam Sistem Pemerintah dan
Swasta (Yogyakarta: Gava Media, 2006), hlm.1, 40-43
20
A. Hamzah, Korupsi di Indonesia., hlm.11
21
Bambang Purnomo, Potensi Kejahatan Korupsi di Indonesi (Yogyakarta: PT.
Bina Aksara, 1983), hlm.16.
22
SH Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, hlm. ix
23
SH. Alatas, Sociology of Corruption, hlm.12-14. Beliau menyebutkan 9 ciri ko-
rupsi: (a) senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, (b) bersifat serba raha-
sia, (c) adanya keuntungan timbale balik, (d) berlindung dibalik pembenaran
hokum, (e) menginginkan keputusan-keputusan tegas yang mereka mampu
mempengaruhi keputusan tersebut, (f ) mengandung penipuan, (g) berbentuk
pengkhianatan kepercayaan, (h) melibatkan fungsi ganda dari pelakunya
dan (i) melanggar norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan
masyarakat.
24
Suradi, Korupsi dalam Sector Pemerintah dan Swasta, hlm. 8-15.
25
Ibid., hlm.13
26
Lihat Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat korupsi (Yogyakarta: Gama Media,
2009), hlm. 21.
27
Muslim, al-Jami al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, jilid 8, (Beirut: Darul
Jil dan Darul Auqaf al-Jadidah, t.t.), hlm.56
28
Lihat an-Nawawiy, al-Manhaj Syarh Muslim, Cet. 2, jilid 9, (Beirut: Dar Ihya
Turats Arabiy al-Arabiy, t.t.), hlm. 19. Dan lihat juga ; Al-Qadliy Iyyad, Ikma-
lul Muallim Syarh Shahih Muslim, jilid 8, (ttp.: Maktabah Syamilah, t.t.), hlm
77.
29
Melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963,
30
melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967
31
dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru
32
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah
semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubar-
kan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999.
33
Lihat: http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=2, diakses pada
tgl 18 Oktober 2012
34
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=153722 diakses pada tgl
20 Oktober 2012
35
Seorang Guru dan kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ke-
luarga Kudus, Jawa Tengah.

88 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

36
http://ruangnusantarakata.blogspot.com/2012/06/pendidikan-antikorupsi.
html, diakses pada tgl 20 Oktober 2012
37
Mohammad Mufid, Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Islam (Skripsi)
(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2007).
38
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/03/09/
111895/-Kerjasama-dengan-KPK-Kemendikbud-Luncurkan-Pendidikan-
Anti-Korupsi, diakses pada tgl 22 Oktober 2012
39
Azyumardi Azra, Pendidikan anti Korupsi dalam surat kabar harian Replubi-
ka, 24 Agustus 2006, sebagaimana di sadur oleh Mohamad Mufid, Pendidikan
anti korupsi (skripsi), hlm. 28. Menurut Mufid; definisi tersebut merupakan
hasil kajian Center of the Study Religion and Culture (CRCS) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
40
Lihat HM. Harahap, Ayat-ayat Korupsi, hlm.50
41
Ibid., hlm. 50
42
HM. Harahap, Ayat-ayat Korupsi, hlm.55
43
Muhammad bin Yakub al-Abadiy, Tanwir al-Miqyas min Tafsir Ibnu Abbas,
Jilid 1, (ttp.: Maktabah Syamilah, t.t.), hlm.76.
44
Lihat Wahbah az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir, jilid 4, hlm.146, dan al-Wahidiy,
Asbabun Nuzul, hlm. 72-73
45
Ibid., jilid 4, hlm. 147
46
Abu Zahrah, Zahratut Tafasir, jilid, 3, hlm. 1486
47
Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), hlm. 614.
48
Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Juz III, (Bairut: Dar al-Ilmiyyah, 1968),
hlm. 57
49
Al-Qurthubiy, al-Jami li Ahkami al-Quran Tafsir al-Qurthubiy-, jilid 6, (Me-
sir: Dar al-Kutub al-Misriyah, 1384 H/1964 M), hlm.183
50
Ibid., jilid 6, hlm.186
51
Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir, hlm. 628
52
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam ( Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 375.
Lihat: Taufik Umar, Melacak Term Korupsi dalam Alquran (Upaya Merumus
kan Fikih Anti Korupsi) di http://amanahru.blogspot.com/2012/07/mela-
cak-term-korupsi-dalam-alquran.html. diakses: 20 oktober 2012 ; 16: 22
Wib.
53
Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, tahqiq: Sami bin Muhammad Sala-
mah, jilid 3, (Mesir: Dar Thayyibah Linnasyr wa at-Tauzi), hlm.107

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 89


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

DAFTAR PUSTAKA
Alatas, SH. The Sociology of Corruption, penerjemah al-Ghozie Usman,
Sosiologi Korupsi; Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer,
Jakarta: LP3ES, 1986
.........., Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, penerjemah, Nirwono., Jakarta:
LP3ES, 1987.
Al-Abadiy, Muhammad bin Yakub, Tanwir al-Miqyas min Tafsir Ibnu
Abbas, Maktabah Syamilah, t.th.
Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Hukum Pidana Korupsi,
Bandung: Binacipta, 1979.
Al-Munawwir, Ahmad Warson Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Pro
gresif, 1997.
Al-Qurthubiy, al-Jami li Ahkami al-Quran Tafsir al-Qurthubiy, Mesir:
Dar al-Kutub al-Misriyah, 1384 H/1964 M
Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Beirut: Dar al-Ilmiyyah, 1968.
An-Nahlawy Abdurrahman, Tarbiyah Islamiyah Asaasuhu Wa Usuuluhu
Wa Ahdafuhu, ttp.: tnp., t.t.
An-Nahwiy, Abul Hasan Ali, al-Mukhashshash, Cet. 1, Beirut: Dar Ihya
at-Turats, 1996 H.
An-Nawawiy, Almanhaj Syarh Muslim, Beirut: Dar Ihya Turats arabiy
al-arabiy, t.th.
Binjai, Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
Budiman, M. Nasir, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: Madani
Press, 2001.
Darmawan, Hendro, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Cet. 3, Yogya
karta: Bintang Cemerlang, 2011.
Darraz, Muhammad Abdullah, al-Bina al-Adzim Dadlarat Jadidah fil
Quran, Dauhah: Dar al-Tsaqafah, 1985.
Dirdjosisworo, Soedjono, Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam
Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984.
Fagerlind, Ingemar and Lawrence J. Saha, Education and National De
velopment, Oxford England: Pergamon Press Ltd, 1983.

90 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muh. Mustakim

Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya, Ja


karta: PT Gramedia, 1984.
Harahap, Hakim Muda, Ayat-Ayat Korupsi, Yogyakarta: Gama Media,
2009.
http://pojkantikorupsi.com/ diakses pada tgl 20 Oktober 2012.
http://www.republika.co.id diakses pada tgl 20 Oktober 2012.
http://ruangnusantarakata.blogspot.com, diakses pada tgl 20 Oktober
2012.
http://www.kpk.go.id, diakses pada tgl 18 Oktober 2012.
Iyyad, Al-Qadliy, Ikmalul Muallim Syarh Shahih Muslim, t.t.: Maktabah
Syamilah, t.th.
Junus, George aditjondro, Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal
Bank Centuri, Yogyakarta: Gedung Galangpress Center, 2010.
Katsir, Ibnu, Tafsir al-Quran al-adzim, tahqiq: Sami bin Muhammad
Salamah, Mesir: Dar Thayyibah lin Nasyr wa at-Tauzi, t.t.
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan
Jabatan dan Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana
Korupsi, edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
.........., Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatan Jabatan Tertentu
Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Pionir Jaya, 1991.
Lopa, Baharuddin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta:
penerbit buku kompas, 2001.
Lubis, Mochtar dan James C. Scott, Mafia dan Korupsi Birokratis, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1987.
Mufid, Mohammad, Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Islam
(Skripsi), Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,
2007.
Munawar, Said Agil, Aktualisasi Nilai-nilai al-Quran dalam Sistem Pen
didikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Muslim, al-Jami al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, Beirut: Darul
Jil dan Darul Auqaf al-Jadidah, t.t.
Nasution, Adnan Buyung, Safii Maarif dkk, Menyingkap Korupsi, Kolu
si dan Nepotisme di Indonesia, Yogyakarta: Badan pengkajian dan

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 91


Wawasan Al-Quran tentang Pendidikan Anti Korupsi

Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (BPP PP Mu


hammadiyah), 1999.
Nurdjana, IGM., Korupsi Dalam Praktik Bisnis: Pemberdayaan Penegakan
Hukum, Program Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Ko
rupsi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Ornstein, Allan C. and Daniel U. Levine, Foundations of Education, Fo
urth Edition, Boston: Houghton Mifflin Company, 1989.
Prakoso, Djoko Bambang Riyaldi Lani dan Amir Muhsin, Kejahatan-Ke
jahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, Jakarta: Bina
Aksara, 1987.
Purnomo, Bambang, Potensi Kejahatan Korupsi di Indonesia, Yogyakarta:
PT. Bina Aksara, 1983.
Setiyaji, Achmad, Mereka Menuduh Saya, Yogyakarta: Galang Press, 2010
Suradi, Korupsi dalam Sistem Pemerintah dan Swasta, Yogyakarta: Gava
Media, 2006.
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, Bandung:
Alfabeta, 2009.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Ka
mus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Toha, Suherman, Penelitian Hukum tentang Koordinasi Lembaga Hukum
alam Pemberantasan Korupsi, Dikerjakan oleh Tim di Bawah Pim
pinan Suherman Toha, Editor Mugiyati, Ninuk Arifah, Jakarta: Ba
dan Pembinaan Hukum Nasional Badan pembinaan hukum Na
sional, 2009.
Umar , Taufik, Melacak Term Korupsi dalam Alquran (Upaya Merumuskan
Fikih Anti Korupsi) di http://amanahru.blogspot.com/2012/07/
melacak-term-korupsi-dalam-alquran.html. diakses: 20 Oktober
2012, 16:22 WIB.
Wiyono, R., Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Bandung: Penerbit
Alumni, 1986.
Wen, Sayling, Future of Education (terj.), diterjemahkan oleh Arvin Sa
putra, Masa Depan Pendidikan, Batam: Lucky Publishers, 2003.

92 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Jurnal At-Tajdid

PENDIDIKAN YANG SEMESTINYA DITERAPKAN


BAGI ANAK-ANAK KAUM MUSLIMIN

Hermawan Nurhadianto *
Abstract: The development of all kind things that scents with mo-
dernity in recent era is remarkable. It can be in the form of the de-
velopment of technology, civilization and so forth. However, with the
passage of time, we do not realize that there is imbalance of under-
standing between values education and religion in the character of the
students around us. The imbalance between religious education and
technology, and everything smelled the modernization make us sad
and frown as people who understand about education. By the num-
ber of students behavior varieties who do not comply with the rules
and norms according to the rules and the spirit of education and re-
ligion, this paper will discuss some definitions of education, the way
Prophet teaching, and a good place for imparting education that based
on religion.

Keywords:

PENDAHULUAN
Bencana yang menimpa dunia akhir-akhir ini adalah bermula dari
pola pendidikan yang salah kaprah. Dan sebuah hipotesis yang menya-
takan bahwa di antara salah satu faktor terpenting yang memberi sum-
bangan terhadap merosotnya peradaban umat dengan segala pranata
sejarahnya adalah mundurnya etika dan nilai-nilai yang dijunjung oleh
masyarakat, atau dalam bahasa agama sebagai akhlak.

* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

93
Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

Dalam dunia negara kita pada saat-saat ini, yaitu praktik-praktik


yang terjadi mulai dari tingkat masyarakat bawah hingga masyarakat
elit mengindikasikan pada lemahnya pengendalian akhlak (ethical con-
trol). Korupsi Kolusi Nepotisme yang masih saja merajalela itu merupa-
kan bukti hal tersebut yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap image
masyarakat dunia dalam menilai akhlak orang-orang yang hidup di ne
gara kita.
Jika ditilik dari jauh, dekadensi moral yang telah menjadi tradisi
itu didukung oleh sistem pendidikan yang menjadi kebijakan nasional
tampaknya kurang memberi perhatian terhadap pengembangan akhlak,
di samping manajemen pendidikan yang kurang baik.
Kalau dilihat dan dipelajari, meskipun banyak sekali buku-buku dari
Timur dan Barat yang dijadikan rujukan pembelajaran, ternyata gagal
juga untuk melahirkan generasi sekarang ini untuk menjadikan generasi
yang baik, santun, berakhlak mulia dan bertanggungjawab kepada Allah
dan memanusiakan antar manusia sebagai hamba Allah SWT.
Terus seperti apakah pendidikan yang pas dan tepat yang harus di
terapkan bagi bangsa ini? Banyak sekali sesuatu yang disuguhkan un-
tuk menjerumuskan manusia yang hidup pada masa modern seperti
sekarang ini. Jurang kebablasan yang sangat jauh dari kaidah pendidik
an, sistem pendidikan, berubah-rubahnya penyusunan kurikulum pen
didikan yang selalu mengikuti zaman.
Hal ini dapat dibuktikan, misalnya, oleh minimnya porsi materi-
materi (kurikulum) Pendidikan Agama pada jenjang lembaga pendidik
an, baik tingkat SD, SLTP, SLTA, maupun Perguruan Tinggi, dan sering
kali dijumpai materi-materi tertentu yang tumpang tindih (over-lap).
Selain itu, kurikulum yang dikembangkan menunjukkan pada keterpi-
sahan satu pelajaran dengan pelajaran yang lainnya.
Tetapi, sampai sekarang ini dunia pendidikan di Indonesia masih
menyisakan masalah yang tak kunjung selesai dan belum menemukan
jalan keluarnya. Dan harus dipaksakan tetap berjalan walaupun dalam
kondisi yang tidak sehat. Maka ini adalah tugas bersama untuk me-
mecahkan kebuntuan dari pola pendidikan sekarang ini, dan kebutuh

94 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

an ini sangat mendesak. Karena mau tidak mau kita adalah para pelaku
pendidikan tersebut.

PENDIDIKAN
Pentingnya Pendidikan
Pendidikan adalah masalah yang selalu menyibukkan pikiran para
pemikir dan pecinta perbaikan. Meskipun di luar sana banyak seka-
li pandangan-pandangan para pakar yang berbeda-beda pendapatnya
tentang batasan pengertian pendidikan dan tujuannya, akan tetapi se-
muanya sepakat atas keharusan pendidikan tersebut, demi pencapaian-
nya pada tingkat tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidikan itu penting sekali bagi setiap individu, karena indi-
vidu tidak mungkin dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
kehidupan bahagia tanpa pendidikan yang benar. Pendidikan itu lebih
penting lagi, ketika hidup pada zaman sekarang ini, yaitu zaman kema-
juan pembangunan, era globalisasi yang mana persaingan hidup untuk
menjadi yang terbaik diantara yang lainya, dan saling berlomba-lomba
untuk kesempurnaan hidup tidak dapat dihindarkan.
Pada zaman klasik, kebutuhan manusia masih sederhana dan men-
carinya sangat mudah. Akan tetapi pada masa sekarang, kebutuhan itu
semakin beragam banyaknya, belum lagi disertai rintangan yang kian
hari semakin bertambah, karena sejalan dengan semakin meningkatnya
kebutuhan pada masa sekarang.
Apabila pendidikan itu penting bagi setiap individu sampai kepada
batas ini, maka pendidikan itu jauh lebih penting bagi suatu bangsa, se
hingga mereka sanggup memelihara kehormatannya sebagai suatu bang-
sa dan berusaha untuk membahagiakan setiap individu masyarakatnya.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja
dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak be-
rasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan formal maupun infor-
mal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan da-
lam masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteris-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 95


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

tik dan kekayaan kebudayaannya, menjadi landasan dan sekaligus acuan


bagi pendidikan.1
Yang lebih mendesak lagi ke arah itu, sekarang ini, ialah adanya
persaingan antara bangsa-bangsa, disamping persaingan antara individu
tersebut. Setiap bangsa ingin menguasai bangsa lain dalam bidang-bi-
dang ilmu pengetahuan perekonomian, peperangan dan politik, pada-
hal tidak akan maju keadaan bangsa itu kecuali dengan pendidikan yang
sungguh-sungguh, yang akan dijadikan modal pegangan bagi pemuda
ataupun pria dan wanita sejak masa kecil mereka. Akan tetapi betapa
pun adanya persaingan semacam ini (pada masa yang lalu), keadaan pe-
mikiran di berbagai negara sekarang cukup menggembirakan, dengan
timbulnya era baru, bangkitnya rasa tolong menolong dan hidup ber-
dampingan/bersama sebagai pengganti permusuhan dan persaingan
yang sehat.
Semangat ini mulai nampak dalam pengelolaan sekolah-sekolah
dan metode-metode pengajaran. Sebagai tanda usaha keras sekolah da-
lam usaha menciptakan kompetisi yang sehat dalam jiwa murid-murid,
untuk mendorong mereka kepada kesungguhan dan keaktifan bekerja,
maka sekolah membimbing mereka sejak dari kecil kepada cinta tolong-
menolong dalam bekerja.
Sebagaimana yang dilaksanakan oleh sekolah-sekolah yang meng
anut teori Dalton. Menurut teori tersebut, bahwa pengaruh tolong-
menolong itu, hasilnya dan faedahnya tidak kalah pengaruhnya, dengan
persaingan dan kompetisi itu, bahkan melebihinya; karena kesenangan
akan tolong-menolong itu akan dapat menghilangkan sifat dengki dan
dendam dalam jiwa murid.
Tidak diragukan lagi, bahwa masyarakat yang hidup atas dasar to-
long menolong, akan mempunyai dasar atau azas lebih kokoh dan akan
mencapai tujuan akhir yang lebih baik, dari pada masyarakat yang hidup
atas dasar persaingan dan perlombaan. Pentingnya pendidikan itu telah
dianjurkan oleh Islam untuk menuntut ilmu (belajar). Al-Quran menja-
min kesuksesan bangsa mana pun yang menempel cara-cara atau jalan
yang telah ditetapkan oleh al-Quran itu. Banyak ayat al-Quran yang

96 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran itu; mi


salnya firman Allah, yang artinya:

Dan tentang dirimu apakah kamu tidak memikirkannya? (QS. az-Za-


riyat: 21).
Dan apakah mereka tidak memikirkan tentang kejadian mereka sendi-
ri, (agar mereka mengetahui) bahwa Allah tidak menjadikan langit dan
bumi, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, melainkan dengan tu-
juan yang benar? (QS. ar-Rum: 8).
Katakanlah: Perhatikan apa yang ada dilangit dan di bumi (QS. Yunus:
101).
Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui artinya ber-
ilmu dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (QS. az-Zumar: 9)
Dan Allah berfirman yang ditujukan kepada istri-istri Nabi saw. yang
artinya: dan ingatkah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat
Allah dan hikmah. (QS. al-Ahzab: 34) dan masih banyak lagi ayat-ayat
Allah lainnya.

Rasulullah saw. pernah bersabda:


menuntut ilmu itu fardu (wajib hukumnya) bagi setiap orang Islam,
laki-laki dan perempuan. Juga Nabi SAW pernah memerintahkan:
Tuntutlah ilmu itu dari buaian hingga masuk ke liang lahat atau mati.
Tuntutlah ilmu itu walaupun sampai ke negeri Cina.

Berdasarkan itu semua maka setiap orang berpendapat, bahwa pen-


didikan itu adalah hak dan kewajibannya dan kewajiban bagi setiap in-
dividu dari jenis manusia laki-laki dan perempuan. Pendidikan itu men-
jadi tumpuan harapan dan cita-cita setiap orang yang cinta perbaikan,
karena pendidikan itulah satu-satunya media untuk mengangkat derajat
bangsa dan membangkitkan mereka atau menyadarkan mereka untuk
menuju tingkat kebahagiaan dan kesempurnaan.

Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah pengaruh dari segala macam pengaruh yang
sengaja diambil untuk dijadikan sebagai penolong anak-anak agar me
reka bisa berkembang (peningkatan) di dalam jasmani mereka, akal dan

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 97


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

akhlaknya secara bertahap menuju kesempurnaan dalam kehidupan


pribadinya.2
Berdasarkan berbagai macam uraian tentang pendidikan, jelas bah-
wa pendidikan itu mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian yang
bersifat umum dan pengertian yang bersifat khusus.3
Pendidikan dengan pengertian umum ialah setiap sesuatu yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya
dan akhlaknya, sejak dilahirkan hingga dia meninggal dunia. Pendidikan
dengan pengertian ini meliputi semua sarana, baik disengaja seperti
pendidikan rumah tangga dan pendidikan sekolah, atau yang tidak di
sengaja seperti pendidikan yang datang dengan kebetulan, dari penga
ruh dari lingkungan yang bersifat alamiah dan kemasyarakatan dan lain-
lain. Pendidikan dengan pengertian ini, sama halnya dengan pengertian
kehidupan itu sendiri dan mungkin cara ini dianggap sekolah yang pa
ling benar, yang masa belajarnya mulai dari buaian, hingga masuk ke li-
ang kubur.
Adapun pendidikan dengan pengertian khusus ialah semua media
yang dijadikan dan dipergunakan untuk mengembangkan jasmani anak,
akalnya, dan untuk pembinaan akhlaqnya (yang mulia), dan hanya me-
liputi sarana khusus yang memungkinkan disusun suatu sistem baginya,
ini terbatas pada pendidikan rumah tangga dan sekolah.
Dalam Islam, tujuan pendidikan yang dikembangkannya adalah
mendidik budi pekerti; oleh karenanya, pendidikan budi pekerti dan
akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak
yang sempurna adalah tujuan yang sempurna dari proses pendidikan
itu sendiri. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak
memperhatikan terhadap pendidikan Jasmani, akal, dan ilmu pengeta-
huan (science). Namun, pendidikan Islam memperhatikan segi-segi pen-
didikan akhlak seperti memperhatikan segi-segi yang lainnya.4
Untuk itu, ssebagaimana diungkapkan oleh Dr. Fadil al-Djamaly,
umat Islam harus mampu menciptakan sistem pendidikan yang benar
dan membimbing umat kepada usaha mendalami hakikat menuntut

98 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

ilmu yang benar; dan ilmu yang benar membimbing umat ke arah amal
saleh.5

Pendidikan yang dilakukan Rasulullah


Rasulullah saw. adalah contoh yang nyata dari aplikasi pendidikan
secara Islami. Terbukti Rasulullah adalah memerankan dengan sendi-
rinya peraturan-peraturan hidup Islam seluruhnya di dalam kehidupan
beliau. Rasulullah telah membuktikan dasar dan tujuan pendidikannya
adalah praktikal dan diterapkan dalam kehidupannya bahkan beliau
juga terbukti bisa menciptakan sebuah peradaban yang baik di dalam
masyarakatnya di saat itu, dan itu sudah dicatat dalam sejarah masa ke-
jayaan Islam.
Umat manusia dalam sejarahnya yang panjang sesungguhnya telah
memperhatikan pada pentingnya pendidikan Islam. Hal ini telah ditelu-
suri sejak masa Rasulullah saw. Hingga dewasa ini.
Wahyu pertama yang diterima Rasulullah saw. memperlihatkan
pada pentingnya proses pembelajaran (pendidikan). Kata-kata seper
ti iqra, al-qalam, ma lam ya lam, dalam surat al-Alaq merupakan
term-term yang menunjukkan adanya pendidikan. Iqra menunjukkan
kegiatan membaca, al-qalam mengisyaratkan pada sarana untuk kegiat
an menulis, dan ma lam yalam menunjukkan pada objek dalam pen-
didikan.6
Rasulullah adalah seorang pendidik, pedagang, pendakwah. Itu se-
mua bisa beliau lakukan dalam waktu yang bersamaan. Dengan pendidik
an Rasulullah mengajarkan keutamaan ilmu. Sungguh mulianya orang
yang berilmu itu. Bahkan sampai-sampai Rasulullah juga mewajibkan
bagi orang muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari
ilmu. Sabda Rasulullah Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat.
Sabda beliau juga menuntut ilmu wajib bagi laki-laki dan perempuan
(HR Ibnu Abdul-Barri). Apa yang dapat kita fahami dari sabda beliau
diatas adalah:
1. Orang belajar ilmu itu tidak mengenal waktu dan harus belajar sam-
pai kapanpun.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 99


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

2. Semua orang laki-laki dan perempuan, tua, muda dan kanak-kanak


wajib menuntut ilmu.
3. Jatah pelajaran dan pendidikan tidak terbatas pada suatu bidang
tertentu.
4. Di mana juga mereka berada atau ke mana juga mereka pergi, pro-
ses pendidikan harus diikuti dengan tekun dan sabar.
5. Setiap orang boleh untuk menyampaikan pelajaran dari ilmu.
6. Ilmu tidak semestinya disampaikan di tempat dan majelis-majelis
resmi saja. Ia bisa disampaikan di mana saja.7

Untuk melakukan kaidah seperti di atas, perlunya kita banyak


membaca dan meniru sikap-sikap Rasulullah yang banyak di bahas da-
lam hadis-hadis beliau dan juga kitab-kitab yang dikarang oleh para alim
ulama yang terdahulu. Di mana beliau mendidik, kapan, kepada siapa,
serta ilmu apa yang beliau ajarkan.
Rasulullah mendidik ahli masyarakat, di semua tempat, di atas
unta, di masjid, di pasar, di kedai-kedai, ketika dalam melakukan per-
jalanan, ketika di majelis-majelis, di medan perang, dan lain sebagainya.
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah benar-benar memperhatikan yang
namanya pendidikan tidak pandang di mana, ke mana, kapan dan lain-
lain. Beliau biasanya menyampaikan ajarannya tersebut kepada semua
orang. Entah perorangan atau kelompok dengan siapa saja yang beliau
temui. Beliau sungguh tidak meperdulikan itu. Beliau sungguh tidak
akan membiarkan begitu saja orang-orang di sekitar beliau melakukan
kemaksiatan dan dia melakukannya berulang-ulang serta tidak tau un-
tuk melakukan perbaikan, baik perbaikan untuk dirinya sendiri khusus-
nya dan demi kebaikan masyarakat di sekitarnya.
Cara pendidikan yang seperti Rasulullah lakukan adalah bisa kita
kategorikan sebagai pendidikan yang aplikatif. Seperti yang baru-baru
ini digalakkan kembali oleh para pelaku pendidikan. Yaitu pendidikan
yang memadukan antara pendidikan lisan atau dengan sikap (lisanul
hal). Pendidikan seperti ini biasanya adalah pendidikan informal atau
tidak resmi. Karena pendidikan ini bisa dilakukan di mana saja, ka-

100 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

pan saja, kepada siapa saja dan itu persis seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah.
Pendidikan seperti ini yang sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah.
Rusulullah sangat-sangat memprioritaskan sekali pendidikan, seperti ini
kenapa? Karena pola pendidikan yang seperti ini sangat simpel, terke-
san, praktis dan hasilnya lebih cepat terbukti dan lebih kongkrit daripa-
da pendidikan yang formal atau resmi. Dan kita juga sudah mengetahui
pendidikan formal tersebut sangatlah membosankan karena kita selalu
dihadapkan dengan banyak teori-teori dan itu sangat jarang dipraktik-
kan.
Sistem Pendidikan Rasulullah ini kelihatan mempunyai maksud
untuk melahirkan manusia yang mengamalkan ilmunya. Beliau tidak
menekankan ilmu yang tinggi atau ilmu yang banyak, sebaliknya mem-
berikan keutamaan kepada pengalaman ilmu.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasulullah, seperti mengadakan
talim (pembelajaran) kepada para sahabatnya untuk mengetahui ajaran-
ajaran Islam sehingga ia membuat komplek belajar, Dar al-Arqam, meru-
pakan salah satu bukti perhatian Rasulullah terhadap pendidikan. Selain
itu, kompensasi tawanan perang Badar yaitu bagi tawanan yang pandai
baca tulis dapat dibebaskan dengan syarat harus mengajarkan tulis-baca
kepada 10 orang anak-anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai tu-
lis-baca mereka bebas dari tawanan dan kembali ke negerinya-merupa-
kan usaha pertama yang dilakukan Rasulullah saw. dalam memberantas
buta huruf8 dan sekaligus merupakan keputusan yang sangat penting da-
lam perkembangan dunia pendidikan selanjutnya.

SIAPAKAH YANG BERTANGGUNG JAWAB


Tentulah kalau kita dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan
seperti diatas tadi kira-kira kita bisa membayangkan kepada siapa per-
soalan tadi di titik beratkan. Maka jelas sudah kepada siapa lagi kalau
bukan kepada kita semua yang bertanggungjawab. Perlunya kita meng
optimalkan tri pusat pendidikan.
Kehadiran guru dalam dunia pendidikan sangat penting.
Dikarenakan peran dari seorang guru tak dapat digantikan oleh apapun

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 101


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

itu. Khususnya dalam proses belajar mengajar. Karena di dalam seorang


guru banyak sekali unsur-unsur alami dari Allah SWT seperti sikap,
sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran di manapun itu, guru
selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimain
kannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam
pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran seba-
gai sutradara sekaligus aktor. Artinya pada gurulah tugas dan tanggung-
jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.9 Selain
menjadi sentral di dalam sekolah ternyata guru juga mempunyai per-
an yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan anak didik dan
mengawalnya dalam kehidupan berakhlak.
Kaedah yang tepat untuk menyampaikan tujuan pendidikan di
atas ialah dengan mewujudkan hubungan rapat dan mesra antara guru
dan murid-murid. Guru semestinya berada di tengah-tengah kehidup
an para murid-muridnya,dia bergaul, saling mengunjungi, menyapa,
sering-sering evaluasi tentang apapun (mudzakarah) dan sebagainya.
Guru semestinya mengenali dan mengasihi murid-muridnya sehingga
terjadilah hubungan yang harmonis di antara keduanya (dalam arti ke
giatan yang positif).
Selain itu guru hendaknya menjadi contoh yang baik dari segala
seginya. Sikap dan cakap guru sepanjang masa di dalam pergaulannya
dengan murid mesti bersifat mengajar dan mendidik. Kiranya terjadi hal
sebaliknya, artinya guru itu sudah menggagalkan tujuan pendidikannya.
Sebab itu, sebagaimana sudah menjadi maklum, jika orang tua kencing
berdiri, anak akan kencing berlari. Setelah mengetahui seperti apa peran
guru di atas, tentu akan mengetahui betapa penting pendidikan seko-
lah.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan terpen
ting. Dikatakan pertama karena dalam keluarga ini anak pertama-tama
mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan terpenting karena se-
bagian besar dari kehidupan anak adalah dalam keluarga. Sehingga pen-
didikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.

102 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal,


yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan
yang bersifat kodrati. Orang tua bertanggung jawab memelihara, mera-
wat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang de-
ngan baik.
Pendidikan keluarga berfungsi:
1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
2. Menjamin kehidupan emosional anak.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
5. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

Betapa mendasarnnya pendidikan keluarga, karena semua insan


manusia yang lahir hidup dan tumbuh di dunia ini semuanya melewati
pendidikan keluarga. Di situ manusia pertama kali dan sangat mendasar
mendapatkan bimbingan dan arahan dari orang tua masing-masing.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan terpenting dan mendasar,
dan dari situ pula karakter dan sifat manusia nanti yang selalu akan
menjadi lirik dalam menghadapi macam-macam cobaan di dunia ini.
Adapun pendidikan di luar dari pendidikan keluarga ini hanya menjadi
penyempurna dari pembentukan karakter seseorang. Dan sebagai peran
aktif di dalam keluarga tentulah orang tua.
Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar penga
ruhnya terhadap pembentukan kepribadian, terutama pada saat anak
berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Dalam
konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ke-
tika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga
dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti
pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentuk
an kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (penge-

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 103


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

tahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan ke


agamaan.
Beberapa pakar juga mengistilahkan lingkungan fisik tempat belajar
dengan istilah Milieu yang berarti konteks terjadinya pengalaman be-
lajar. Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai
situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya
proses belajar mengajar. Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi situasi belajar.10
Yang dimaksud dengan faktor lingkungan di sini adalah dapat
berupa benda-benda, orang-orang, ataupun kajadian-kejadian serta
peristiwa-peristiwa yang di sekitar kita. Semua hal dan kejadian-keja-
dian yang ada di sekitar anak mempunyai pengaruh langsung terhadap
pembentukan dan perkembangan anak. Lingkungan dapat memberikan
pengaruh positif terhadap pembentukan dan perkembangan, tetapi se-
baliknya, lingkungan dapat pula lingkungan dapat memberikan penga
ruh yang negatif.
Adapun yang dimaksud dengan pengaruh positif adalah apabila
lingkungan itu dapat memberikan dorongan atau motivasi terhadap
pembentukan dan perkembangan anak. Sedangkan yang dimaksud de-
ngan pengaruh yang negatif adalah apabila lingkungan itu tidak mem-
berikan kesempatan yang baik dan bahkan menghambat proses pendi
dikan.11

PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Islam adalah agama ilmu pengetahuan (science) dan penerangan,
bukan agama kebodohan dan kegelapan. Ayat pertama yang diturunkan
kepada Rasulullah saw. berisi suruhan kepada beliau secara berulang-
ulang untuk membaca dan menghormati ilmu pengetahuan dan belajar,
menghormati pendidikan, yang secara jelas dikaitkan pendidikan. Allah
SWT berfirman yang artinya:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah mencip-
takan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan mullah Yang
Maha Pemurah Yang Mengajari (manusia) dengan perantara pena. Dia
Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

104 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

Pada ayat lain, Allah menyuruh Rasulullah berdoa,


Ya Tuhan-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu yang pengetahuan,

Dan juga:
Tuhan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia, dan malaikat-
mslsikat yang memiliki pengetahuan menjaga keadilan. Dan Allah te-
lah memulai pertama kali dengan menggunakan Diri-Nya, kedua para
Malaikat dan ketiga orang-orang mukmin yang berilmu.

Belajar merupakan suatu kewajiban dalam agama Islam, dan orang-


orang muslim yang berilmu dan mengamalkan ilmunya adalah orang-
orang yang paling tinggi derajatnya, mendekati posisi Rasul. Untuk itu,
Rasulullah bersabda bahwa ulama adalah pewaris Nabi dan Rasul.12
Pendidikan agama Islam adalah upaya dan terencana dalam menyi
apkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, meng
imani, bertaqwa, beraklak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari
sumber utamanya kitab suci al-Quran dan al-Hadis, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.13
Dan di dalam Pendidikan Islam pendidikan moral adalah sebagai
esensi Pendidikan Islam itu sendiri. Terbukti dari seluruh filosof Islam
telah sepakat, bahwa pendidikan Islam, dengan prestasi individu ada-
lah tuntunan yang benar. Hal ini bukan berarti kita mengesampingkan
aspek fisik, mental, ilmiah, dan praktek. Tetapi kita memandang bahwa
pendidikan moral itu sebagai tipe-tipe yang lainnya.
Para pendidik Islam sepakat tujuan pendidikan bukanlah sekedar
mengisi otak para pelajar dengan fakta-fakta, melainkan juga mem-
perbaiki mereka dengan mendidik jiwanya. Menyebarkan kebaikan,
hidup dengan kemudahan dan menyiapkan mereka untuk hidup penuh
keikhlasan dan kemurnian. Tujuan pokok dari pendidikan Islam ada-
lah pembentukan moral dan latihan jiwa. Oleh karena itu, setiap materi
pelajaran harus berformulasikan ajaran moral. Setiap pembimbing harus
menjadikan etika agama di atas segala sesuatu. Berbudi tinggi adalah ba-
sis dari pendidikan Islam.14

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 105


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

Islam juga menentukan bahwa bakat seseorang anak itu telah dite
tapkan oleh Tuhan sejak berada dalam kandungan ibu. Akan tetapi de-
ngan melalui pendidikan, bakat tersebut dapat dibimbing dalam per
kembangannya. Dalam hubungannya dengan sosial pembawaan ini
dapat diperjelas lagi dengan firman Allah sebagai berikut: Katakanlah
bahwa setiap orang itu bekerja menurut bakatnya masing-masing. (QS.
al-Isra: 84).
Tetapi Islam tidaklah berpendapat bahwa pembawaan sebagi fak-
tor yang berkuasa secara mutlak, melainkan usaha dari luar pun dapat
turut menentukan pula. Usaha dari luar ini melalui sarana pendidikan.
Hal ini dibuktikan oleh sabda Nabi sebagai berikut: Anak itu dilahirkan
atas bakatnya, orang tuanyalah yang dapat menjadikan Yahudi, Nasrani
maupun Majusi. (HR. Buchari Muslim).
Agama Islam amat menghormati dan mendorong potensi intelek-
tual serta menggariskan media-media khusus yang dapat membantu da-
lam mengembangkan potensi intelektual seseorang. Menumbuhkan ke-
sadaran intelektual sejak dini hingga dewasa, juga merupakan salah satu
tanggung jawab umat Islam. Untuk itu Islam menganjurkan agar anak
diberi peluang untuk menimba berbagai peradaban dan sains. Adapun
media-media khusus yang dapat membantu dalam mengembangkan
potensi intelektual tersebut hanyalah melalui pendidikan.15
Pada zaman terdahulu, ketika Pendidikan Islam dirintis oleh Ra
sulullah saw., pada zaman itu pula Islam sangat unggul peradabannya.
Sudah banyak kita baca tentang pendidikan ala Rasulullah saw. Dan
salah satu tempat yang beliau pakai untuk berdakwah, mengajar adalah
masjid. Tetapi sekarang itu masjid di beberapa tempat selain untuk sha-
lat berjamaah sudah berkurang perannya dengan berbagai macam se-
bab. Pada zaman dahulu ini cara-cara ini sempat diterapkan oleh suku
Minang di Sumatera Barat yang terkenal dengan sistem surau.
Masjid dibangun dengan dasar untuk takwa kepada Allah SWT.
Keberadaan masjid secara fungsional guna menopang berbagai kegiat
an yang bernilai positif bagi kehidupan manusia. Dalam klasifikasi yang
diberikan dewasa ini, masjid termasuk sarana pendidikan di luar seko-

106 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

lah. Masjid, merupakan tempat pendidikan dasar-dasar ke-Islaman. Di


tempat ini, biasanya diadakan pendidikan dan pengajaran Islam, baik
individu maupun kelompok. Masjid berperan dalam menyuburkan ke-
hidupan beragama, terutama dikalangan anak-anak. Tempat ini mampu
mampu menumbuhkan anak gemar beribadah, suka beramal, rajin ber-
jamaah serta senang kepada amal jariyah.
Manusia, sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan bermo
ral, juga sekaligus makhluk ber-Tuhan. Dimasjid itulah anak-anak dike-
nalkan tentang konsepsi manusia sebagi makhluk ber-Tuhan. Dengan
sadar atau tidak sadar tiap manusia mengakui bahwa dia adalah salah
satu makhluk ciptaan Allah yang hidup di dunia ini. Karena sebagai
makhluk ciptaan Allah, maka dalam dirinya telah dianugerahi sesuatu
oleh ciptaannya. Adapun sesuatu yang dianugerahkan Allah kepada ma-
nusia adalah berupa pribadi manusia itu sendiri yang dilengkapi oleh
potensi-potensi esensinya sebagai manusia, antara lain: pikiran, pera
saaan, kemauan, anggota-anggota basan dan sebagainya. Karena secara
sempurna dan integral dianugerahi Allah kepada manusia sesuai dengan
missi yang dibawanya. Pengertian ini yang selalu ditanamkan, baik ditu-
jukan kepada anak-anak maupun orang dewasa, sebagai dasar pendidik
an keagamaan di lingkungan masjid mempunyai dampak edukatif dalam
mengembangkan potensi/kemampuan dasar/fitrah beragama dari anak-
anak.
Pendidikan keagamaan di masjid merupakan awal siraman rohani
bagi anak-anak. Hal yang perlu diketahui bahwa, manusia tidak akan
berkembang secara utuh dan tidak akan mencapai hakikat kemanusia
annya yang sejati kecuali jika ia senantiasa membersihkan jiwanya, ber
upaya secara terus menerus untuk menjalin hubungan dengan Allah.16
Dengan cara pendidikan demikian, maka lahir generasi awal para
sahabat yang jiwa, mental dan fisik mereka sangat terpimpin. Akhlak
dan amal soleh mereka tiada tandingnya. Peradaban yang mereka ban-
gun hebat dan mengagumkan
Maka jikalau terjadi sitem pendidikan yang seperti diatas maka itu
tidak akan merusak tatanan pendidikan yang seperti kita pelajari dan

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 107


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

tidak merusak sunnatul ilmu antara guru dan murid sehingga tidak akan
terjadi kerusakan pendidikan akhlaq seperti sekarang ini. Sehingga pen-
didikan seperti yang dicanangkan oleh para pakar pendidikan tersebut
tercapai yaitu pendidikan yang memanusiakan manusia.

PENUTUP
Kenakalan remaja, di saat-saat ini bisa diatasi dengan cara dan pen-
didikan yang pas. Perlunya bersinergi dari semua pihak. Ini bukanlah
tanggung jawab dari seseorang atau salah satu pihak saja, melainkan ini
adalah suatu permasalahan yang harus di atasi bersama-sama.
Maka perlunya kita membuka kembali sistem dan cara Rasulullah
mendidik, yang telah berjaya dan telah terbukti membawa agama Islam
dengan budayanya mencapai kejayaan, keamanan di masa itu.
Maka jikalau terjadi sitem pendidikan yang seperti diatas maka itu
tidak akan merusak tatanan pendidikan yang seperti kita pelajari dan
tidak merusak sunnatul ilmu antara guru dan murid sehingga tidak akan
terjadi kerusakan pendidikan akhlaq seperti sekarang ini. Sehingga pen-
didikan seperti yang dicanangkan oleh para pakar pendidikan tersebut
tercapai yaitu pendidikan yang memanusiakan manusia.
Dengan cara pendidikan di atas, maka lahirlah generasi awal para
sahabat yang jiwa, mental dan fisik mereka sangat terpimpin. Akhlak
dan amal soleh mereka tiada tandingnya. Peradaban yang mereka ba
ngun hebat dan mengagumkan.
Dan tidak kalah pentingnnya peran adanya masjid di sekitar kita
dengan mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang positif demi menanam-
kan kepada generasi di bawah kita, agar nanti tumbuh dengan jiwa dan
akhlak yang mulia. Sehingga sikap-sikap yang negatif dari anak-anak ini
bisa dicegah. [ ]

108 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Hermawan Nurhadianto

Endnotes
1
Nana Syaodih Sukma Dinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Cet. 5 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 58
2
Mahmud Yunus dan Muhammad Kosim Bakar, at-Tarbiyyatu wa at-Taliim,
juz 1A (Ponorogo: Darussalam Perss, t.t.), hlm. 7.
3
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran (Surabaya: Usa-
ha Nasional, 1981), hlm. 5.
4
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyat wa Falasafatuha (Bei-
rut: Dar-Al-Fikr, t.t.), hlm. 22.
5
Muzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu
Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Kultural Cet. 1 ( Jakarta: Gold-
en Terayon Press, 1988), hlm. 66.
6
Untuk lebih jauh baca Abdurrahman Sahalih Abdullah, Educational Theory: a
Quranic Outlook, (Mekkah: Umm al-Qura University, 1982)
7
Abuya Syekh Imam Ashari Muhammad At Tamimi, Pendidikan Rasulullah
(ttp.: Giliran Timur 1990), hlm. 55.
8
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7 ( Jakarta: Hidakarya Agung,
1992), hlm. 22.
9
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Al-
gensindo, 1998), hlm. 13.
10
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000), hlm 6.
11
Amir Daein Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Na-
sional, 1973), hlm 32.
12
M.Atiya Al-Abrashi, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Ponorogo: PSIA, 1990, hlm 9
13
Lihat Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA dan MA ( Jakarta: Depdinas, 2003), hlm. 4.
14
M.Atiya Al-Abrashi, at-Tarbiyah., hlm. 2
15
Maimunah Hasanah, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami (Yogyakar-
ta: Bintang Cemerlang, 2010), hlm. 208.
16
Ibid., hlm 212

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 109


Pendidikan yang Semestinya Diterapkan bagi Anak-Anak Kaum Muslimin

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Sahalih, Educational Theory: a Quranic Outlook,
Mekkah: Umm al-Qura University, 1982.
al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, at-Tarbiyah al-Islamiyat wa Falasafa
tuha, Beirut: Dar-Al-Fikr, t.th.
al-Abrashi, M.Athiyah, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Terj.), Ponorogo: PSIA
1990.
Ali, Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2000.
Arifin, Muzayin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat:
Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Cultural,
Cet. 1, Jakarta: Golden Terayon Press, 1988.
At-Tamimi, Abuya Syekh Imam Ashari Muhammad, Pendidikan Rasu
lullah, ttp.: Giliran Timur 1990.
Dinas Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA dan MA, Jakarta: Dep
diknas, 2003.
Dinata, Nana Syaodih Sukma, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Hasanah, Maimunah, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami, Yog
yakarta: Bintang Cemerlang, 2010
Indrakusuma, Amir Daein, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha
Nasional, 1973.
Muhammad, Abu Bakar, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, Surabaya:
Usaha Nasional, 1981.
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 1998.
Yunus, Mahmud dan Muhammad Kosim Bakar, at-Tarbiyyatu wa At-
Taliim, Ponorogo: Darussalam Perss, t.th.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 7, Jakarta: Hidakarya
Agung, 1992.

110 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Jurnal At-Tajdid



Muhammad Muchlish Huda *
Abstrak: Dalam proses pembelajaran Bahasa Arab tidak terlepas dari
adanya buku, kitab atau diktat sebagai materi dan bahan ajar. Suatu
materi atau bahan ajar, tentunya disusun oleh penyusunnya dengan
suatu pendekatan tertentu dan melalui beberapa pertimbangan ter-
tentu baik pertimbangan yang bersifat ideologis-epistemologis mau-
pun pertimbangan yang bersifat sequence-content dengan tetap mem-
perhatikan kebutuhan peserta didik sebagai objek dan subjek dalam
pembelajaran. Salah satu kitab dalam pembelajaran bahasa Arab yang
memberikan arah baru dan corak yang berbeda dengan kitab pem-
belajaran bahasa Arab lain adalah Durusullughoh al-Arabiyah yang
dikarang oleh Imam Zarkasy dan Imam Syubbani. Kitab ini mencer-
minkan revolusi pemikiran yang dibawa oleh Imam Zarkasy dalam
pembelajaran bahasa Arab, di mana pembelajaran bahasa Arab yang
selama ini hanya berkutat pada tuntutan kepada siswa untuk me
nguasai aspek gramatikalnya dan mengesampingkan aspek yang lain,
maka dalam kitab ini peran aktif siswa ketika mempelajari bahasa
Arab menjadi salah satu tuntutannya. Tulisan ini membahas revolusi
pemikiran Imma Zarkasy dalam pembelajaran bahasa Arab yang ter-
cermin dalam kitab Durusullughoh al-Arabiyah. Adapun pendekat
an yang digunakan penulis adalah pendekatan yang kedua yakni se-
quence-content.

Kata Kunci: Talim al-Lughah al-Arabiyyah, Imam Zarkasy, Kitab


Durus al-Lughah al-Arabiyyah

* Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Bahasa


Arab UIN Sunan K alijaga Yogyakarta

111


. .

1. ,

2.

3.

112 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, .

,
4
.

( )

) (Francois Goin ( )1880 .

5.

6.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 113




. , ,

. .

114 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

. ,

. .

. ,

. .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 115




. 7.

.
8
.


.

: 9,

. .

116 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

. ,

(--)
10
.

11.

()

12.

13.

, ,

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 117




14.
15
.

Bahasa .

, Language

Sprach , Langue Taal ,


16
, Kakugo , Bahasa .

, 17. ( )1887

18.
19
.

118 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, .

, .

, , ,

- .

, .

(( ))

, . (( ))

, :

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 119




20.

,
21
.

. :

. .

, ,

.
22
.

23. .

120 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, ,

. ()1914-1857

.
24
.

. .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 121




. .

1957

) .(Language Structure :

. .

122 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, ,

. ,

( ) .

,
25
.



, .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 123




. ,

. ,

. , , ,
26
.

1 . .

2 . .

3 . .

4 . .

5 . , .

124 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

6 . .

7 . .

8 . , ,
27
( ).

. ,

28:

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 125




. .

, .

, , .

, .

, . ,

126 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

,,
29
, , .

. .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 127




, .

. ,

128 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, .

. .

, .

, .

. , ,

, ,

.
30
.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 129




. .

130 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

. :

1 .

, ,

. , .

2 .

, ,

, .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 131




3 .

4 .

. ,

132 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda


31
.

, .

5 .

, .

6 .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 133




.
32
.

, ,

,
33
. :

134 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 135




34.

1 . .

2 . .
35
3 . .

4 .

: .

36.

1 .

136 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

2 .

:// //
37
:// -//.

, ,


38
: , , , .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 137




, ,

39.

,:

1 .

, ,

138 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, ,

2 .

,
40
.

. .

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 139




, ,

. ,

, , ,

( ) ] [ .

140 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda


,Metodologi Pengajaran Bahasa Arab ( :(2005, , 1

.30
Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, 2

Strategi, dan Media ( : .81 ,(2008 ,


, ( , : ,(1982, 31. 3

Metodologi , .35 4

, (: 5

.37 ,(2003 ,
, ( , , 6

.51 ,)1992
,Metodologi .35 , 7

( , P :,)1992 ,
, sikolinguistik Suatu Pengantar 8

83.
, ( . : , ).24 , 9

, ( : .725-625 ,)6891 , 10

Strategi Belajar Mengajar , ( : .99 ,)1995 , 11

,Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial 12

( : .18 ,)2003 ,
,Kurikulum Dan Pembelajaran ( : .57 ,)1995 , 13

, ( : 1998 ,), 14

.40
,( Guru Dalam Proses Belajar Mengajar : , 15

12 ,)2003.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 141




Pedoman Pengajaran Bahasa Arab , 16

( pada IAIN : .19 ,)1976 ,


, .62 , 17

, ( ).9 , 18

, ( , :.7 ,)2006 , 19

, ( : , ).15 , 20

.7 , 21

, ( : ,)1 ,.15-19 22

, ( , :)1997 , 23

.
,Metodologi Pengajaran Bahasa Arab ( :,)2005 , 24

17.12-
, ( : .187 ,)1992 , 25

,Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab 26

(, .189 ,)1997 ,
, ( : , 27

)132 ,.
, ( : , ).1 , 28

( P : ,
, emikiran Tokoh Pendidikan Islam 29

2003).203 ,
( m :
, alsI fitkepsreP malaD nakididneP umlI 30

78 ,)2004 ,.
, .27 , 31

.28 , 3 2

, .2 33

142 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

: ( , 34

.4 ,)1406 ,
.4 , 35


.5 , 36

.5-7 , 37

.36 ,Metodologi Pengajaran, 38

: (, 39

.22 ,)2003 ,
.149 ,)1982 , : (, 40


Azizy, A. Qodri. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial.
Semarang: CV Aneka Ilmu, 2003.
Ali, Muhammad. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 2003.
Efendi, Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Ar-Ruzz,
2005.
Hamalik, Umar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
Hamid, Abdul. Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi
dan Media. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV Citra Media, 1995.
Nata, Abuddin. Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003.
Subiakto, Sri Utari. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia,
1992.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosyda Karya, 2004.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 143




Tim Penyusun Kitab Pembelajaran Bahasa Arab. Pedoman Pengajaran


Bahasa Arab pada IAIN. Jakarta: Menteri Agama Republik
Indonesia, 1976.
Yusuf, Tayar dan Anwar, Saiful. Metodologi Pengajaran Agama dan
Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

, . . , .

, . . : ,

, . .

:.1997 ,

, . . :,

, . . :

, .

, . . : ,

.1

, . . :.2006 ,

144 Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013


Muhammad Muchlish Huda

, , .

. : ,

.2003

, , . .

: .1406 ,

, . . : ,

.1992

, , . . : ,

, , . . ,

.1992 ,

, . .:

.1998 ,

, . . : .1986 ,

, . . : ,

.1982

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013 145


Persyaratan Naskah
JURNAL AT-TAJDID

Naskah yang dikirim ke Redaksi Jurnal AT-TAJDID akan dipertimbangkan


pemuatannya apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Bersifat ilmiah, berupa kajian atas masalah-masalah yang berkembang
di masyarakat, gagasan-gagasan orisinal, ringkasan hasil penelitian dan
resensi buku.
2. Ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing.
3. File diketik dengan software Microsoft Word/Open Office dengan jenis
huruf Garamond spasi 1,5 pada kertas A4, dengan panjang naskah 10-30
halaman.
4. Mengirimkan print out dan file-nya kepada Redaksi atau file dilampirkan
(attachment) melalui email: lp3m_stitmuhpct@yahoo.com.
5. Menggunakan referensi lengkap dengan sistem footnote (catatan kaki)
dan daftar pustaka, dengan catatan tidak boleh menggunakan Op.cit dan
Loc.cit.
Contoh penulisan footnote:
1
Ikhrom, Dikotomi Sistem Pendidikan Islam, dalam Paradigma Pendidi-
kan Islam, ed. Ismail SM, et. al., (Semarang: Pustaka Pelajar dan Fakul-
tas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2001), hlm. 81.
2
Mastuhu, Memperdayakan Sistem Pendidikan Islam ( Jakarta: Logos, 1999),
hlm. 89.
3
Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter-Parameter
Sains Islam, ter. A.E. Priyono (Surabaya: Risalah Gusti, 1998), hlm. vi.
4
Ibid, hlm. 5.
Contoh daftar pustaka:
Abu Sulaiman, Abdul Hamid, Krisis Pemikiran Islam (Terj.), diterjemah-
kan oleh Rifyal Kabah. Jakarta: Media Dakwah, 1994.
Al-Ghazali, Imam, Ihya` Ulum ad-Dien, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Al-Faruqi, Ismail Raji, Islamisasi Pengetahuan (Terj.), diterjemahkan
oleh Anas Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1995.

6. Disertai abstrak dan kata kunci.

Jurnal At-Tajdid
Jurnal Ilmu Tarbiyah

Anda mungkin juga menyukai