Anda di halaman 1dari 23

SATUAN ACARA PENYULUHAN

CARA MENCEGAH DAN MENGOBATI DIARE

Oleh Kelompok I
Anas Ikhwani
Vivi Anggriani
Enggy Inglian Dani
Wella Herliyanti

Preseptor Akademik
Ns. Lita, M.Kep.

Preseptor Klinik
Ns. Nurlina, S.Kep.

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes HANGTUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Materi : Diare
Pokok Bahasan : Cara mencegah dan mengatasi diare
Hari/ Tanggal :
Waktu pertemuan : 07.30 WIB s/d 08.00 WIB
Tempat : Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru
Sasaran : Seluruh pengunjung Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru
Target : Keluarga dengan malasah penyakit diare

A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita.
Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh
kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 kali seminggu.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih
dari 3 kali sehari (Hasan, 2007).
Diare juga merupakan penyebab penting dari gizi buruk dan malnutrisi.
Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung makan lebih sedikit saat mengalami
diare. Diare juga mempengaruhi pencernaan makanan secara buruk. Akibatnya
tubuh mungkin tidak dapat memanfaatkan makanan dengan efektif (Ramaiah,
2000).
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab
nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh
balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara
UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan
bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) yang dilakukan
oleh Kemenkes cq Badan Litbangkes pada tahun 2007, penyakit diare menjadi
penyebab utama kematian bayi (31,4 %) pada usia 29 hari-11 bulan dan anak
balita usia 12-59 bulan (25,2 %). Pada tahun 2006 angka kesakitan diare 423 per
1.000 penduduk dan pada tahun 2010 angka kesakitan diare 411 per 1.000
penduduk.
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka
kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka
kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, pada tahun
2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277
(CFR 2,52 %).
Angka kejadian dan kematian akibat diare pada anak di negara-negara yang
sedang berkembang masih tinggi. Lebih-lebih lagi pada anak yang mendapatkan
susu formula, angka tersebut lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan
anak-anak yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena nilai gizi hayati ASI
lebih tinggi, adanya antibodi pada ASI, sel leukosit, enzim, hormon dan lain-lain
yang melindungi bayi terhadap infeksi yang tidak dijumpai pada susu formula
(Suraatmaja, 2005).
Menurut Soegijanto (2002), banyak faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare. Penyebab tidak
langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya
diare seperti : status gizi, pemberian ASI Eksklusif, lingkungan, Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), dan sosial ekonomi. Penyebab langsung antara lain
infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia
maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan
sayur-sayuran. Keadaan gizi anak juga berpengaruh terhadap diare. Pada anak
yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang mengakibatkan diare
akut yang lebih berat, yang berakhir lebih lama dan lebih sering terjadi pada diare
persisten dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau
disentri sangat meningkat, apabila anak sudah kurang gizi (Depkes, 2005).
Kejadian diare pada bayi menurut Suharyono (2008) disebabkan karena
kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI
sebelum berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena
diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, bayi
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat
diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah
terkontaminasi oleh bakteri karena alat makan yang digunakan untuk memberikan
makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Kamalia (2005), hasil penelitian
kejadian diare pada sampel yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak 17 sampel,
sedangkan untuk sampel yang diberi ASI Eksklusif dengan kejadian diare hanya 1
sampel. Hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare, dimana semakin
lama bayi diberi ASI secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk
terkena diare. Faktor lingkungan yang paling dominan menyebabkan diare yaitu
sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Soegijanto,
2002).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor tidak langsung yang
menyebabkan diare. Perilaku sehat seseorang berhubungan dengan tindakanya
dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatan antara lain pencegahan
penyakit, kebersihan diri, pemilihan makanan sehat dan bergizi serta kebersihan
lingkungan. Keadaan kesehatan yang tidak baik mempengaruhi terhadap
terjadinya penyakit diare dibandingkan dalam kesehatan yang baik (Suriadi, 2001).
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang
diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang
umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli Salmonella,
Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan
patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti
pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus,
infeksi parasit oleh cacing (askari), dan infeksi jamur (Widjaja, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap anak yang menderita diare di
Puskesmas Kilasah ketika anak berusia kurang dari 6 bulan sudah diberikan
makanan tambahan seperti pisang dan susu formula. Status gizi anak juga
tergolong rendah sehingga anak rentan terhadap penyakit diare. Pengelolaan
sampah pada keluarga dibuang ditempat sampah yang tidak tertutup dan
dihinggapi lalat. Perilaku hidup bersih dan sehat pada orang tua tidak mencuci
tangan sebelum menyuapi makan anak dan anak dibiarkan membuang tinja
disembarang tempat.

B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat mencegah dan
menangani diare secara mandiri
2. Tujuan Khusus :
a. Setelah diberikan penyuluhan masyarakat mampu :
b. Mengertahui pengertian diare
c. Mengetahui penyebab diare
d. Mengetahui tanda dan gejala diare
e. Melakukan pencegahan penyakit diare

C. Metoda
Ceramah, Menonton video, Diskusi, dan Tanya Jawab
Materi (terlampir)

D. Media
Infokus, speaker, soundsystem/pengeras suara dan leaflet

E. Waktu dan Tempat


1. Waktu : Jam 07.30 WIB s/d 08.00 WIB
2. Tempat : Ruang tunggu Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru

F. Pengorganisasian
1. Leader : Wella Herliyanti
2. Co. Leader dan moderator : Anas Ikhwani
3. Fasilitator : Vivi Anggriani
4. Notulen : Enggy Inglian Dani
G. Setting Tempat

Infokus/LCD

Leader Co. Leader/


moderator

Fasilitator
Pengunjung Pengunjung

Observer

H. Kegiatan Penyuluhan
No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan audience Penanggun
g Jawab
1. 5 Menit Pembukaan Anas
a. Penyuluh memulai a. Menjawab salam Ikhawani
penyuluhan b. Memperhatikan
dengan c. Memperhatikan
mengucapkan d. Memperhatikan
salam e. Menerima dan
b. Memperkenalkan membaca
diri
c. Menjelaskan
tujuan penyuluhan
d. Menyebutkan
materi yang akan
diberikan
e. Membagikan
leaflet
2. 15 Menit Pelaksanaan Wella
a. Menjelaskan a. Memperhatikan Herliyanti
pengertian diare b. Memperhatikan
b. Menyebutkan dan c. Memperhatikan
menjelaskan d. Memperhatikan
penyebab diare e. Memperhatikan
c. Menjelaskan dan f. Memperhatikan
menyebutkan g. Bertanya dan
tanda dan gejala mendengarkan
diare jawaban
d. Menjelaskan cara
pencegahan diare
e. Menjelaskan cara
pengobatan diare
f. Menjelaskan cara
membuatan oralit
dirumah
g. Memberi
kesempatan
bertanya
3. 5 Menit Evaluasi : Wella
a. Meminta audience a. Menyebutkan Herliyanti
menyebutkan definisi diare dan Anas
definisi diare b. Mennyebutkan Ikhwani
b. Meminta audience penyebab diare
menyebutkan c. Menyebutkan
penyebab dari tanda dan gejala
diare diare
c. Meminta audience d. Menyebutkan
menyebutkan cara pencegahan
tanda dan gejala diare
diare e. Menyebutkan
d. Meminta audience cara pengobatan
menyebutkan cara diare
pencegahan diare f. Menyebutkan
e. Meminta audience cara pembuatan
menyebutkan cara oralit dirumah.
pengobatan diare
f. Meminta audience
menyebutkan cara
pembuatan oralit
dirumah
4. 5 Menit Terminasi Anas
a. Mengucapkan a. Memperhatikan Ikhwani
terima kasih atas b. Membalas salam
perhatian yang
diberikan
b. Mengucapkan
salam penutup

I. Uraian Tugas
1. Leader :
a. Mengatur jalannya kegiatan selama acara beralangsung
b. Menjelaskan tujuan dan topik yang disampaikan
c. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
d. Mengatur jalannya diskusi
e. Menyajikan isi materi yang sudah disiapkan
f. Menjawab pertanyaan audience
2. Co. Leader dan moderator :
a. Mengatur jalannya kegiatan selama acara beralangsung
b. Menjelaskan tujuan dan topik yang disampaikan
c. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
d. Mengatur jalannya diskusi
e. Menggantikan tugas leader jika tidak ditempat
3. Fasilitator :
a. Memberikan motivasi kepada audience untuk aktif
b. Memfasilitasi audience untuk berinteraksi/ bertanya
c. Memfasilitasi selama kegiatan berlangsung
4. Notulen :
a. Mencatat jalannya acara dan hasil acara
b. Mencatat hasil pelaksanaan penyuluhan kesehatan
c. Membuat laporan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan
J. Kriteria Evaluasi
a. Kriteria Struktur :
1. Kelompok minimal konsultasi SAP dua kali kepada pihak akademik/
lapangan
2. Mempersiapkan alat dan tempat sebelum acara dimulai
3. Tugas berjalan sesuai tugas pengorganisasian.
4. Peserta hadir minimal 10 orang
5. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang tunggu Puskesmas
Harapan Raya Pekanbaru
6. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan
b. Kriteria Proses :
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
3. Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
c. Kriteria Hasil :
1. Peserta dapat menyebutkan pengertian diare
2. Peserta dapat menyebutkan penyebab dari diare
3. Peserta dapat menyebutkan tanda dan gejala dari diare
4. Peserta dapat menyebutkan bagaimana cara pengobatan pasien diare
5. Peserta dapat menyebutkan bagaimana mencegah penyakit diare

K. Referensi
Lampiran materi

Cara mencegah dan pengobatan diare

1. Pengertian
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang
encer atau cair (Suriadi, S.Kp dan Rita Yuliani, S.Kp, 2001). Diare adalah buang
air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal
100-200 ml/jam tinja) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan
(setengah padat), dapat pula disertai frekuensi yang meningkat (Arief Mansjoer,
2001).
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi di mana terjadi perubahan dalam
kepadatan dan karakter tinja dan tinja air di keluarkan tiga kali atau lebih per hari
(Ramaiah, 2007:13).
Diare tejadi akibat pencernaan bakteri E.COLI terhadap makanan. Bakteri
ini sangat senang berada dalam tinja manusia, air kotor, dan makanan basi. Untuk
mencegah terjadinya diare, makanan yang diberikan kepada anak harus hygenis.
Jangan lupa juga untuk selalu mencuci tangan dengan bersih (Widjaja. 2005:26).
Sedangkan menurut Suriadi (2006:80) menyatakan bahwa diare adalah
kehilanangn cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuiensi
satu kali atau lebih buang air bentuk tinja encer atau cair.
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal >
3 kali / hari, serta perubahan isi / volume (>200 gr/hari) dan konsistensi feses
cair. (Brunner dan Suddarth, 2002).

2. Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare
persisten dan diare kronis. (Asnil et al, 2003).
1) Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari
14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa
disertai lendir dan darah
2) Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3) Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau
gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Rendle Short (1961) mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada
tidaknya infeksi ; gastroenteritis (diare dan muntah) menjadi 2 golongan :
1) Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
enterokolitisstafilokok.
2) Diare non-spesifik : diare dietetic.
Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi :
a. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus,
parasit)
b. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis
media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya)
(Suharyono, 2008)
3. Etiologi
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis ocialc.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan ocial air dan atau keseimbangan
serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari
merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan
apabila ocial melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1) Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2) Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3) Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4) Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1) Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti shigella, ocialc,
E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-
bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang
pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan
saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2) Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:
a Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b Kurang kalori protein.
c Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam
beberapa ocial yaitu:
1) Faktor infeksi
a Infeksi enteral
Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, yang
meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, ocialcss, virus echo
coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit :
cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2) Faktor malaborsi
a Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi laktasi.
b Malabsorbsi lemak
c Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan: Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4) Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).
4. Manifestasi klinis
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan
serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari
merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan
apabila defisit melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat
kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau
lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan
muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus.
Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam,
penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit
perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam,
nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit
kadangkadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi
(Amiruddin, 2007).
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja
mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan
sesudah diare. Bila penderita banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit
yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare
menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
Penilaian derajat dehidrasi (Mansjoer, 2000)

Penilaian Ringan Sedang Berat


Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung sangat cekung
Air mata Ada tidak ada kering
Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada, sangat kering
Rasa haus minum biasa, tidak haus, ingin minum malas/tidak oci minum
haus banyak
Turgor kulit Kembali kembali lambat kembali sangat lambat
Hasil tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, Bila ada satu tanda
pemeriksaan sedang, bila ada ditambah satu atau
tanda ditambah satu lebih tanda lain.
atau lebih tanda lain.

5. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia,
Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada
selsel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-
sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan
gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b)
Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah
6. Komplikasi
Menurut Broyles (1997) komplikasi diare ialah: dehidrasi, hipokalemia,
hipokalsemia, disritmia jantung (yang disebabkan oleh hipokalemia dan
hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.
7. Penularan diare
Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya
infeksi antara lain:
1) Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
2) Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat
bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
3) Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan
benar
4) Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5) Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi
perabotan dan alat-alat yang dipegang
8. Pencegahan diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial penyebab,
lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan berbagai
upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air
bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan
untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari
pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi
a Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air
minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panic yang
dicuci dengan air tercemar (Depkes RIf, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI,
2006).
b Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar
dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil
dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan
untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok ocialc
berkurang (Suharyono, 1986).
d Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian
susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol
untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare
sehingga oci mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006
e Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak
dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
f Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak
imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
g Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-
anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini
sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain
imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT
untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi
polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI,
2006).
2) Pencegahan Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan ocialc dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk
mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan
diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak ocial seperti
salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan
harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga,
pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri
atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik
yang membantu menghi langkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep
dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab
diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek
samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam,
2006).
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi
untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang
dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan bergizi dan
menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental
penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan
dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan
kebutuhan ocial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan
teman sepermainan.

9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Rusepno (2005: 286), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien diare adalah:
1) Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
cilinictest bila terdapat toleransi glukosa.
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
2) Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan
PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa
gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan)
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4) Pemeriksaan elektronik terutama kadar natrium, kalium dan fosfat dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuatitatif, terutama pada penderita diare kronik.
10. Pengobatan dirumah
Memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan
yang cair dan atau air matang. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat lebih baik diberikan oralit dan air matang daripada
makanan cair.Berikan larutan ini sebanyak anak mau dan teruskan hingga diare
berhenti.
Cara membuat larutan gula-garam:
Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur
dan 1 gelas (200 cc) air matang. Setelah diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh
larutan gula-garam yang siap digunakan (Kementerian Kesehatan RI Tahun,
2011)

11. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS
DIARE yaitu:
1) Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
Oralit untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang.
Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan
osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Bila penderita tidak oci minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui ocial.
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
a Diare tanpa dehidrasi
a) Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
b) Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
c) Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di ocial.(Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian
dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum
langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie,
2010).
2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus
yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare
(Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera
saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
a.Umur <6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matangatau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI,
2011).
3) Teruskan pemberian ASI dan Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
4) Antibiotik Selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).

5) Nasihat kepada orang tua/pengasuh


Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan
erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :
1) Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit
digunakan obat golongan sulfonamide tau antibiotic
2) Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare,
yaitu dengan cara :
a. Menekan peristaltic usus (loperamid)
b. Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c. Pemberian adsorben untuk menyerap racun ayng dihasilkan bakteri atau
racun penyebab diare yang lain (carbo adsorben, kaolin)
d. Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang luka
3) Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada
diare (ocialc sulfat)

4) Probiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh


Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut Lactid Acid Bacteria / LAB)
merupakan probiotik yang dapat menghasilkan antibiotic alami yang dapat
mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB dpat
menghasilkan asam laktat yang mneybabkan Ph usus menjadi asam, suasana
asam akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini dapat
membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah diare.

Anda mungkin juga menyukai