Oleh :
KELOMPOK 7
Fernando Taslim 03011181320072
Kiki Susmaningsih 03011181320082
Ghina Amalia 03011281320022
Nadya Oktavia 03011181320054
Dosen Pembimbing :
Heni Fitria, S.T., M.T., PhD
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul Manajemen Limbah pada Proyek
Pembangunan Jembatan Musi VI Palembang ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................... 2
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ......................................................... 2
1.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan.................................................................... 2
BAB 4 PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Owner
DINAS PU BINA MARGA
PROVINSI SUMATERA
SELATAN
Kontraktor
PT. NINDYA KARYA- JO
TANJUNG RAYA
Keterangan :
Hubungan Fungsional
Hubungan Kontraktual
3.1. Limbah
Secara umum, limbah adalah sesuatu yang tidak diinginkan atau sesuatu
yang merupakan hasil sampingan dari produksi yang dianggap sudah tidak
berguna lagi atau dengan kata lain adalah barang sisa (sampah). Limbah juga
didefinisikan oleh Alarcon (1997) sebagai segala sesuatu yang berbeda jumlah
minimum absolut sumber dayanya untuk menambah nilai dari produk yang
dihasilkan. Sehingga segala sesuatu aktivitas dalam konstruksi tetapi tidak
menambah nilai atau meningkatkan produk dapat dikategorikan sebagai limbah.
Limbah padat (sampah) bisa didefinisikan sebagai limbah yang tidak
dapat diangkut oleh air, dan tidak dapat digunakan lagi.(Henry dan Heinke, 1996)
Limbah padat dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan sumbernya,
yaitu:
a. Pemukiman
b. Komersil
c. Institusi
d. Konstruksi dan demolisi
e. Pelayanan municipal
f. Instalasi pengolahan
g. Industri
h. Pertanian
19
a. Iklim
b. Frekuensi pengangkutan
c. Meratanya dari grinder sampah rumah tangga
d. Kebiasaan setempat
e. Income per-kapita
f. Penggunaan pembungkus untuk makanan
g. Tingkat urbanisasi dan industrialisasi
Tabel 2.1. Sumber dan Penyebab Timbulan Limbah pada Proyek Konstruksi
Sumber Penyebab
Desain Kesalahan pada dokumen kontrak
Desain Dokumen kontrak yang tidak selesai pada saat permulaan
konstruksi
Desain Perubahan desain
Pengadaan Kesalahan order, terlalu banyak order, terlalu sedikit order,
dll
Pengadaan Kesalahan supplier
Penanganan Material Kerusakan pada saat transportasi
Penanganan Material Penyimpanan yang tidak tepat sehingga menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas
b. Manajemen profesional
Faktor manajemen profesional merupakan faktor penyebab terjadinya
limbah pada proses konstruksi, faktor ini meliputi faktor perencanaan
proyek yang tidak sempurna, buruknya penyebaran informasi pada pihak
terkait, dan buruknya koordinasi merupakan faktor yang penting dalam
menghasilkan limbah.
d. Material
Material menjadi faktor penyebab terjadinya limbah. Faktor ini meliputi
faktor mutu material rendah, pengiriman material tidak sesuai dengan
jadwal, penanganan material di lapangan yang salah, penyimpanan material
yang buruh, dan penggunaan material yang tidak sesuai.
e. Pelaksanaan
Faktor pelaksanaan merupakan faktor penyebab terjadinya limbah pada
kegiatan konstruksi. Faktor ini meliputi faktor salah penggunaan metode,
keterbatasan peralatan, peralatan tidak efektif, peralatan yang sudah tidak
layak digunakan, dan buruknya layout, merupakan faktor yang akan
menyebabkan terjadinya limbah.
f. Faktor luar
Faktor luar sebagai penyebab terjadinya limbah pada konstruksi meliputi
faktor situasi lapangan, cuaca dan kerusakan akibat pihak ketiga,
mempunyai potensi dalam menghasilkan limbah.
perubahan).
Faktor tambahan yang mempengaruhi tipe banyaknya limbah konstruksi
termasuk di dalamnya adalah:
a. Kayu
b. Puing-puing akibat perbaikan/pembongkaran
c. Besi tulangan atau baja
d. Bata, tegel, genteng
e. Logam bukan besi, termasuk kaleng.
f. Sampah seperti: debu, kain bekas, bungkus makanan.
g. Kelebihan agregat.
h. Sisa tanah galian
i. Lain-lain
Aseton Glues
Gas Acetylene Greases
Adhesive Helium
Ammonia Hydraulic brake fluid
Anti-Freeze Asam hidroklorik
24
Aspal Insulation
Benzena Kerosene
Bleaching Agents Lime
Carbon black Minyak Pelumas
Karbon dioksida Lye
Dempul Metal
Sodium Hidroksida Metil Etil Keton
Garam krom Motor oil additives
Kromium Paint Remover
Alat Pembersih Paint Stripper
Coal tar pitch Paint/lacquers
Pelapis (coating) Particle Board
Kobalt Pentaklorofenol
Beton Curing Polis untuk lantai metal
Kreosol Pendempul
Cutting Oil Resins, epoxies
De-emulsifer untuk minyak Sealers
Diesel Fuel Oil Shellac
Diesel Lube Oil Solder flux
Etching agents Pelarut
Etil Alkohol Asam Sulfur
Fiberglass Transite pipe
Foam insulation Pernis
Freon Waterproofing agents
Gasoline Wood preservatives
pada saat material dipindahkan ke tempat kerja, atau pada saat proses
pengerjaan tahapan pengembangan itu sendiri. Apabila tidak dilakukan
kontrol yang baik maka kerugian biayapun tidak dapat dihindari.
Penggantian material
Penggunaan jumlah material yang melebihi syarat yang disebutkan
dalam kontrak.
Kesalahan kontraktor.
Penambahan biaya yang tidak terduga. Seperti: upah pekerja, material
28
(BRANZ, 2002)
a. Waste avoidance
b. Waste minimization
c. Waste treatment
d. Waste disposal
Keempat hal tersebut merupakan pengembangan dari hirearki minimisasi
limbah pada umumnya yang diketahui.
Dapat dilihat bagaimana urutan pengelolaan yang palin diinginkan
sampai yang tidak diinginkan. Pada waste avoidance dapat dilihat cara-cara yang
dapat diambil adalah dengan membuat produk yang lebih ramah lingkungan,
merubah sifat dan kegiatan yang dapat memproduksi limbah umumnya dan
limbah konstruksi secara khusus. Pada strategi minimasi limbah konstruksi yang
banyak dikembangkan adalah kedua hal tersebut.
Target utama yang ingin dicapai dari strategi minimisasi limbah konstruksi
adalah mencakup 2 hal yaitu:
minimisasi limbah agar hal tersebut dapat diatasi. Minimisasi akan berlanjut pada
saat desain dan pelaksanaan. Setelah minimisasi pada tahap-tahap tersebut
dilaksanakan maka hal yang perlu dilakukan adalah pengukuran hasil dan
memonitor hasil kerja yang telah dilaksanakan.
Tipe
Mengukur dan evaluasi Biaya
limbah
kuantitas
Dampak
Menentukan Tujuan
Mengukur Hasil
34
Metodologi dasar ini juga yang mendasari bagaimana cara
mengembangkan rencana minimisasi limbah konstruksi pada suatu proyek
konstruksi memerlukan kerja sama beberapa pihak. Dapat diketahui bukan hanya
kontraktor atau pelaksana pembangunan proyek konstruksi saja yang dapat
berperan melainkan klien, desainer, arsitek juga mempunyai peranan dalam
meminimisasi limbah konstruksi.Kerja sama dan saling bertukar informasi dalam
suatu proyek konstruksi sangat diperlukan dalam mengerjakan suatu proyek
konstruksi. Sehingga perencanaan minimisasi limbah konstruksi akan menjadi
lebih efektif dan efisien karena rencana yang dibuat akan lebih informatif dan
jelas untuk kontraktor
35
tanggung jawab terhadap penanganan kimbah konstruksi harus jelas,
sehingga semua pihak mengetahui tanggung jawabnya dengan jelas. Untuk
itu perlu adanya identifikasi dan komunikasi tanggung jawab antara pihak
- pihak yang terlibat.
3. Memberikan kesempatan kepada setiap personel yang terlibat untuk
memberikan masukan. Masukan saran dan ide sangat diperlukan untuk
mengembangkan perencanaan manajemen limbah konstruksi pada suatu
proyek agar pengelolaan limbah konstruksi sesuai dengan keadaan yang
ada di lokasi proyek.
4. Memberikan pelatihan dan memberikan pengetahuin pada personel
tentang perlunya rencana reduction limbah konstruksi, serta memberikan
pelatihan praktek untuk mendukung hal tersebut.
5. Mengembangkan dan menganalisa profil dari limbah konstruksi proyek
(waste minimization plan). Waste minimisation plan dapat dikembangkan
berdasarkan metodologi Recon Fletcher, metodologi tersebut
menganalisa profil limbah konstruksi berdasarkan tipe, kuantitas, biaya dan
dampak.
6. Membuat perencanaan pemisahan dan pengumpulan material pada lokasi
proyek. Limbah konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal, seperti
(Rubina greenwood, 2004):
Kerusakan material akibat kesalahan penanganan atau pengiriman
Kerusakan material akibat cuaca dan penyimpanan yang tidak
tepat
Untuk itu perlu ada perencanaan yang tepat dalam menangani
terjadinya limbah konstruksi baik itu perencanaan pemisahan
maupun pengumpulan material pada lokasi proyek.
7. Mengintegrasikan cost-control, reporting, monitoring untuk inisiatif
meminimisasi limbah konstruksi.
3.9. Pra-Konstruksi
36
3.9.1 Desain
a. Menerapkan prinsip building for deconstruction (apabila gedung
akan ada modifikasi atau perubahan terjadi, maka struktur gedung
tersebut dapat diambil dan digunakan kembali dengan mudah
dan dengan limbah konstruksi yang sedikit).
b. Pendimensian yang baik dan penggunaan komponen modular.
c. Mendesain berdasarkan ukuran standar material yang ada.
d. Building for operational waste reduction (apabila proyek gedung
sudah berjalan menghasilkan waste yang sedikit dan
mudah untuk pengumpulannya).
e. Konsultan memberikan gambar dan informasi mendukung lainnya
seakurat mungkin kepada kontraktor.
37
b. Ketidakmampuan supplier untuk melakukan pendatangan dalam jumlah
kecil.
c. Ketidakmampuan untuk meramalkan secara akurat pada periode aktivitas
dieksekusi.
d. Masalah pada perencanaan tim produksi dan tingkat produktivitas.
e. Kurangnya pengetahuan akan tingkat kehilangan (loss rates) material
dan komponen.
38
manufaktur yang terjadi. Pembuatan gedung pada saat ini lebih seperti barang
produksi, dimana jarang sekali ada gedung yang unik dan buatan tangan.
Kebanyakan gedung sekarang ini dibentuk dari berbagai komponen yang sudah di
standardisasi atau prefabrication.
39
G. Memberikan incentives hasil kerja keras team atas keberhasilan dari
perencanaan pengelolaan limbah konstruksi yang diterapkan.
40
lain seperti Hongkong, Jepang, Thailand, Vietnam, dll.
41
dan packaging yang tidak tepat. Faktanya, penumpukan dan penanganan
yang tidak tepat menyebabkan limbah tiga kali lebih banyak daripada
penyebab lainnya.
d. Limbah disebabkan oleh beberapa kegiatan yang dikombinasikan
daripada disebakan oleh satu kejadian.
C. Hong Kong
Hongkong Polytechnic and Hong Kong Construction Association (1993)
mengadakan penelitian mengenai limbah konstruksi yang ditujukan pada
pereduksian pembetukan limbah pada sumber dan permintaan pada area untuk
pembuangan akhir, yang sangat sedikit pada daerah tersebut. Perhatian utama
pada penelitian ini adalah dampak lingkungan terhadap limbah konstruksi dan
demolisi. Dari bulan Juni 1992 sampai Februari 1993, 32 proyek konstruksi
dimonitor, fokus terhadap proses yang paling memungkinkan terjadinya
pembentukan limbah,. Salah satu kesimpulan utama dari penelitian ini adalah
kurangnya kontrol material yang digunakan oleh kontraktor.
Laporan final hanya mencakup data yang berhubungan dengan limbah
beton dan juga mendiskusikan limbah dari 6 material yang berbeda yaitu beton
premixed, tulangan baja, semen, batu bata, keramik dan kayu. Laporan ini
menyarankan bahwa limbah packaging paling banyak sejumlah 5% dari volume
material. Limbah beton dimonitor pada 14 proyek sebanyak 2,4% sampai 26,5 %
dan rata-ratanya 11%.
42
batu bata, balok, kayu berdimensi dan panel sheetrock. Pada kayu kebanyakan
limbah terdiri dari material yang berperan dalam proses pembangunan tetapi
pada akhirnya tidak menjadi bagian dari bangunan tersebut (nonreusable
consumable). Packaging dan penanganan yang tidak tepat juga
diidentifikasikan sebagai salah satu penyebab limbah.
E. Belanda
Bossink dan Brouwers (1998) mengadakan penelitian di Belanda yang
meneliti tentang pengukuran dan pencegahan limbah konstruksi yang
berhubungan dengan menemukan kebutuhan ketahanan seperti dicantumkan pada
perundang-undangan lingkungan di Belanda. Limbah dari 7 material di monitor
pada lima proyek pembangunan rumah antara April 1993 dan Juni 1994. Pada saat
penelitian, semua material dipilah dan ditimbang. Jumlah limbah langsung
berkisar antara 1 sampai 10% dari berat material yang dipesan.
Berdasarkan diskusi yang melibatkan perwakilan dari para kontraktor,
penyebab terbentuknya limbah diidentifikasi. Kebanyakan berhubungan dengan
proses yang terjadi di awal, seperti desain dan pengadaan material, juga
penanganan yang buruk pada saat material ditransportasikan dan disimpan.
F. Brazil
43
3.13. Analisa Pembobotan
Analisa pembobotan adalah merupakan suatu metode untuk menganalisa
pengukuran suatu dimana subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat
kesetujuan atau ketidasetujuan mereka terhadap masing-masing pertanyaan. Pada
analisa pembobotan ini digunakan suatu skala yang disebut dengan Skala Likert.
Dalam pembuatan skala likert, periset membuat beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan suatu isu atau objek tertentu, lalu subjek atau responden
diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka
terhadap masing-masing pernyataan. (Singgih Santoso, 2001) Urutan skala ini
umumnya menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat tidak setuju, (2)
Setuju, (3) Netral (tidak pasti), (4) Tidak Setuju, (5) Sangat Tidak Setuju.
Urutan tersebut bisa dibalik sesuai dengan kebutuhan periset.
Dalam analisa pembobotan ada yang disebut dengan indeks terpenting.
Indeks terpenting ini merupakan hasil kali dari bobot dengan frekuensi jawaban
responden dibagi dengan skor maksimal yang bisa didapatkan. Indeks tersebut
selanjutnya diberi ranking, indeks yang memiliki nilai terbesar artinya responden
cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, indeks yang memiliki nilai terkecil
adalah sebaliknya responden cenderung tidak setuju terhadap pernyataan yang
diajukan.
BAB 4
PEMBAHASAN
44
Proyek pembangunan jembatan musi IV membutuhkan banyak sekali
tenaga kerja pada pekerjaan di lapangannya. Pekerja-pekerja sebagian besar berasal
dari daerah jawa. Kebutuhan akan tenaga kerja yang tidak sedikit didasari oleh
banyaknya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dalam pembangunan
jembatan musi IV ini. Selain proses pekerjaan yang berada di darat, ada beberapa
pekerjaan yang dilakukan di tengah aliran sungai seperti proses pengecoran tiang
pancang beserta pile capnya. Tenaga kerja yang banyak dan waktu konstruksi yang
semakin lama tentu menimbulkan berbagai masalah di lapangan salah satunya
limbah manusia.
Adalah sebuah hal yang pasti bawah manusia akan mengeluarkan limbah.
Pada proyek ini dalam mengatasi permasalahan limbah yang diproduksi manusia
seperti black water dan grey water pihak owner menyediakan beberapa fasilitas
dalam memanajemen limbah cair di lapangan agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan sekitar.
Langkah-langkah dalam mengatasi dampak negatif dari limbah cair para
pekerja di lapangan yang banyak di antaranya :
1. Pihak owner menyediakan toilet di atas ponton untuk para pekerja yang
sedang melakukan pekerjaan di atas ponton yang berada di tengah aliran
sungai. Sehingga pekerja yang ingin buang air kecil ataupun bab tidak
membuang langsung ke aliran sungai. Hal itu dapat meminimalisir
terjadinya pencemaran pada lingkungan sungai.
2. Para pekerja tinggal di sebuah mess yang menyewa dari rumah-rumah
penduduk sekitar. Untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK) para pekerja
menggunakan tolilet yang tersedia di mess masing-masing. Namun sangat
disayangkan bahwa toilet yang tersedia di lapangan merupakan toilet yang
biasa digunakan masyarakat sekitar proyek. Mayoritas masyarakat sekitar
masih melakukan MCK di pinggir sungai. Sehingga limbah-limbah cair dari
manusia langsung dibuang di aliran sungai.
45
4.2. Limbah Padat
Limbah-limbah padat yang ditemukan di lapangan sekitar proyek
pembangunan jembatan musi IV ini adalah jenis limbah konstruksi dan limbah
domestik pekerja. Limbah konstruksi yang terlihat di lapangan adalah limbah besi,
kayu dan sisa material lainnya.
Limbah besi baik besi sebagai penulangan maupun besi yang digunakan
sebagai casing tiang pancang cukup banyak menumpuk di lapangan. Dalam
memanajemaen limbah besi ini, pihak kontraktor menyiasatinya dengan
menggunakan kembali sisa-sisa potongan besi agar tidak menumpuk di lapangan.
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan kemarin bahwa potongan-
potongan besi yang menumpuk di lapangan akan tetap di bawa kembali ke tempat
fabrikasi besi. Potongan-potongan besi yang dibwa ke fabrikasi akan dipisahkan
sesuai ukuran dan kemudian digunakan kembali untuk pekerjaan yang lainnya.
Seperti potongan casing tiang pancang yang kemudian akan digunakan
kembali dalam proses penyambungan tiang pancang apabila di lapangan tiang
pancang belum mencapai elevasi rencana. Potongan sisa casing tiang pancang dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
37
di lapangan. Kayu yang kondisinya masih bagus akan dipakai sebagai tiang pagar
proyek atau bowplank.
Untuk limbah semen, apabila terdapat jumlah yang berlebih dari pemakaian,
akan dimanfaatkan untuk pengecoran jalan warga sekitar proyek.
Untuk mengatasi menumpuknya limbah domestik pekerja di lapangan,
pihak kontraktor memasang papan peringatan agar menjaga kebersihan dengan
membuang sampah pada tempatnya seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
4.3 Limbah B3
Pada proyek ini, pihak owner memiliki langkah-langakah dalam
memanajemen limbah b3 ini agar tidak menimbulkan dampak negatif di lingkungan
sekitar. Limbah-limbah b3 yang dihasilkan dari pekerjaan pada proyek
pembangunan jembatan musi IV ini berupa oli hydraulic dan oli mesin. Oli
hydraulic dan oli mesin ini berasal dari operasional alat berat dan alat pendukung
lainnya. Limbah cair yang dihasilkan alat-alat berat di lapangan terebut harus
disimpan di drum khusus sebelum dibuang ke pihak yang berijin yang berlokasi di
Temporary Hazardaous Waste area Fabrikasi Besi.
38
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian manajemen limbah pada proyek pembangunan
jembatan musi VI Palembang dapat disimpulkan ;
1. Dalam manajemen limbah manusia berupa black water dan grey water telah
disiapkan sebuah toilet diatas ponton di lapangan proyek sehingga limbah
yang dibuang oleh manusia tidak sembarang dibuang pada tempat tertentu
yang memicu pencemaran lingkungan
2. Dalam manajemen Limbah B3 berupa oli hydraulic dan oli mesin yang
berasal dari operasional alat berat dan alat pendukung lainnya, disimpan di
drum khusus sebelum dibuang ke pihak yang berijin yang berlokasi di
Temporary Hazardaous Waste area Fabrikasi Besi.
3. Dalam manajemen limbah padat atau limbah konstruksi berupa besi, tetap
disimpan di fabrikasi besi dan dari sisa besi yang berukuran kecil hingga sisa
besi yang berukuran panjang dapat dimanfaatkan lagi bagi proyek konstruksi,
untuk limbah konstruksi berupa kayu, kayu yang masih dalam kondisi baik
akan dipakai sebagai tiang pagar proyek atau bowplank dan untuk limbah
semen, apabila terdapat jumlah yang berlebih dari pemakaian, akan
dimanfaatkan untuk pengecoran jalan warga sekitar proyek.
39
5.2. Saran
Selama meneliti manajemen limbah pada proyek pembangunan Jembatan
Musi VI Palembang adapun saran yang diberikan yaitu ;
1. Pihak K3 ( Kesehatan, Keselamatan, Kerja ) dari PT. Nindya Karya harus
lebih memperhatikan jenis limbah limbah yang ada terutama limbah B3
yang terdapat di darat maupun disungai yang memungkinkan terjadinya
resiko yang membahayakan bagi pekerja maupun warga sekitarnya
2. Setiap indsutri konstruksi sebaiknya mengutamakan prinsip pembangunan
yang berkelanjutan atau Green Construction dalam embangunan konstruksi
3. Untuk mewujudkan pembangunan proyek konstruksi diperlukan komitmen
antara pihak kontraktor dan masyarakat agar tetap menjaga lingkungan dan
meminimalisir limbah limbah yang ada
1
2
DAFTAR PUSTAKA