Anda di halaman 1dari 2

DEFINISI AGAMA

Dalam mendefinisikan pengertian agama, Harun Nasution, secara simplistik seolah hendak
menyamakan begitu saja antara pengertian konsep agama, din, dan religi. Ia menarik benang merah
antara ketiga konsep tersebut dengan menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah
agama, din, dan religi mengerucut pada makna yang sama yaitu berupa ikatan-ikatan yang harus
dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan-ikatan inilah yang, dalam pandangan Harun Nasution,
memberikan pengaruh bagi kehidupan sehari-hari manusia.[6]

Harun Nasution mendefinisikan bahwa istilah agama berasal dari akar kata a yang berarti tidak
dan gam yang berarti pergi. Kata baru yang terbentuk ini selanjutnya diarahkan untuk
mendefiniskan bahwa agama merupakan sebuah entitas yang memiliki sifat tidak pergi, tetap
ditempat, dan diwarisi secara turun temurun. Nampaknya Harun Nasution berupaya untuk
mendefinisikan agama ini dengan mengacu pada sudut pandang proses transmisi dan transfer ajaran
agama dari generasi ke generasi. Dalam hal ini Harun Nasution sendiri menyetujui gagasan bahwa
agama memang memiliki sifat demikian.

Dalam memberi pengertian tentang istilah agama, Harun Nasution juga mengadopsi pendapat lain.
Dikatakan bahwa term agama juga bisa bermakna teks atau kitab suci. Hal ini merujuk bahwa masing-
masing agama memiliki kitab suci sebagai acuan ajarannya. Lebih lanjut, kata gam sendiri sebagai
unsur atau akar kata pembentuk agama juga bermakna tuntunan. Hal terakhir ini, dalam pandangan
Harun Nasution, mengacu pada pengertian bahwa memang agama mengandung ajaran-ajaran yang
menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.

Sedangkan terhadap din, term yang disepadankan dengan agama, oleh Harun Nasution
dimasukkan sebagai kata yang berakar dari rumpun Bahasa Semit. Kata ini berarti undang-undang
atau hukum. Dalam Bahasa Arab, kata yang sama mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan dan kebiasaan. Dalam memaknai masing-masing makna kata tersebut,
Harun menjelaskan bahwa pengertian agama secara umum terkandung dalam istilah-istilah yang telah
dibahas. Ia kemudian mengambil sebuah konklusi bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah
yang merujuk pada agama di atas ialah kata ikatan. Jadi agama adalah ikatan-ikatan yang harus
dipegang dan dipatuhi manusia.[7]

Penggunaan kata agama di Indonesia memang telah digunakan secara umum. Peminjaman kata
agama oleh Islam di Indonesia untuk mempermudah proses transfer ilmu. Selain itu kata agama
sendiri telah mengalami perubahan substansi dengan masuknya pengertian baru melalui proses
islamisasi bahasa. Hal yang sama juga terjadi pada istilah sembahyang yang awalnya merupakan
ekspresi ritual kaum animisme, diberi makna baru dan menjadi istilah lain untuk ibadah shalat. Kata
Surga yang awalnya merupakan sebuah pengaruh proses Indianisasi untuk menjelaskan sebuah
bentuk kehidupan ideal dan sakral di alam nirwana, diisi makna baru yang disepadankan dengan
konsep jannah dalam Islam.

Pemberian makna terhadap istilah agama di atas tentu tidak terlalu bermasalah. Hanya perlu
ditambahkan bahwa awalnya konsep agama sebenarnya menunjuk pada proses pengajaran agama
Budha.[8] Agama memiliki makna dasar tidak pergi bisa dijelaskan pada perilaku para murid yang
hendak belajar agama mereka tidak akan meninggalkan sang guru (rshi) sampai pelajaran itu dapat
diselesaikan. Masalahnya selanjutnya adalah Harun Nasution menyamakan begitu saja konsep dari
berbagai istilah itu tanpa menjelaskan bahwa masing-masing term pada dasarnya memiliki
kekhususan sendiri, baik dari sisi makna awal, proses, maupun pemberian makna baru. Bentuk kajian
yang bersifat demikian tentu bisa menyebabkan kesalahfahaman.

Selanjutnya, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut :

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber
yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.

5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu


kekuatan gaib.

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

8. Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Anda mungkin juga menyukai