Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan bagi manusia sangat penting peranannya baik dalam bentuk apa
pun. Kebutuhan akan pangan pun semakin hari semakin meningkat. Seiring
berkembangnya zaman maka pangan pun semakin beraneka ragam, baik jenis
maupun bahan bakunya, seperti makanan cemilan, khususnya yang bertekstur
renyah seperti biskuit. Biskuit pada dasarnya terbuat dari bahan baku utama yaitu
tepung terigu dengan campuran berbagai bahan lainnya.

Adanya inovasi di bidang pangan, menyebabkan biskuit ini dapat dibuat


dengan menggunakan bahan baku tepung selain tepung terigu. Tepung terigu ini
dapat diganti menggunakan tepung jagung. Pembuatan biskuit dengan bahan
utama tepung jagung ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang bersifat
membandingkan dengan biskuit yang terbuat dari tepung terigu, seperti tekstur,
rasa, aroma, besarnya pengembangan biskuit, dan lain sebagainya.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan


sebelumnya dan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai biskuit jagung, maka
dilakukan praktikum pembuatan biskuit jagung dengan hasil yang akan dibahas
lebih jelas pada bab-bab selanjutnya.

B. Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan biskuit


jagung dan mengetahui tekstur, aroma, dan derajat pengembangan dari biskuit
jagung tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Biskuit merupakan salah satu kue kering yang populer dan digemari. Inti
pembuatan kue kering adalah pencampuran antara air dan tepung yang dijadikan
adonan, kemudian ditambah dengan bahan yang mengandung lemak agar renyah.
Jumlah dan jenis lemak yang dipakai tergantung pada jenis biskuit atau kue kering
yang akan dibuat (Muaris, 2007).

Biskuit merupakan makanan ringan yang disenangi karena enak, manis,


dan renyah. Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan
panggang atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai
daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan
mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan
akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Menurut SNI (1992), biskuit
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan
cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang berbentuk pipih, berkadar lemak
tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan
memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar
lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur
kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila
dipatahkan penampang potongnya berongga.

Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin,


bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah
dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat
dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan
pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat
berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari
gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur (Matz, 1978).
Menurut Wellington (1993), sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh
jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan
tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode
pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap), penanganan
adonan dan metode pemanggangan.

Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari
warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan merupakan karakteristik
mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering. Kerenyahan salah
satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang
digunakan (Matz, 1978).

Tepung adalah suatu bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara
digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 m. Tepung memberikan
struktur dasar pada quick bran. Biskuit memerlukan tepung dari
golongan soft dan weak dengan kandungan protein yang rendah. Biasanya pada
pembuatan biskuit digunakan tepung terigu dengan kadar protein 7-8 % (soft).
Namun dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan maka dibuatlah
tepung non gandum sebagai substitusi tepung terigu seperti tepung tapioka,
tepung ubi jalar, tepung kacang tunggak, tepung talas, dan lain-lain. Pemakaian
tepung ini selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi juga untuk
meningkatkan potensi produk lokal. Di dalam pengolahan biskuit sendiri selain
dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan nilai gizi berupa
energi (Whistler, 1999). Jenis tepung gandum yang digunkan tergantung pada
produk yang akan dibuat (Fellows dan Hampton, 1992). Tepung dari soft
wheat yang cocok untuk pembuatan biskuit dapat bervariasi dalam kandungan
proteinnya yaitu dari 7-7.5 % (untuk cookies) hingga 10% atau lebih
(untuk crackers) (Smith, 1991).

Tepung jagung dapat diolah menjadi berbagai makanan atau mensubstitusi


terigu pada proporsi tertentu, sesuai dengan bentuk produk olahan yang
diinginkan (Suarni dan Firmansyah 2005). Tepung jagung bersifat fleksibel karena
dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah
diterima masyarakat, karena telah terbiasa menggunakan bahan tepung, seperti
halnya tepung beras dan terigu (Richana dan Suarni, 2003).

Pemanfaatan tepung jagung komposit pada berbagai bahan dasar pangan


antara lain untuk kue basah, kue kering, mie kering, dan roti-rotian. Tepung
jagung komposit dapat mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue basah, 60-70%
untuk kue kering, dan 10-15% untuk roti dan mie (Antarlina dan Utomo 1993,
Munarso dan Mudjisihono 1993, Azman 2000, Suarni 2005a).

Lemak berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan


cookies yang renyah. Lemak yang dapat digunakan antara lain shortening dan
margarin. Telur juga memiliki sifat yang mampu mengikat udara, sehingga bila
digunakan dalam jumlah banyak akan didapatkan kue kering yang lebih
mengembang. Putih telur dapat ditambahkan dsalam jumlah yang secukupnya
(sedikit) untuk menghasilkan adonan yang lebih kompak. Penggunaan kuning
telur tanpa putih telur akan menghasilkan kue kering yang lembut, tetapi
strukturnya tidak sebaik jiga digunakan telur utuh. Telur membentuk warna,
aroma, kelembutan, dan berfungsi sebagai emulsifier alami. Telur juga berfungsi
membentuk struktur dan kekokohan. Di samping itu, telur juga menambah nilai
gizi pada produk akhir, karena mengandung protein, lemak, dan mineral.

Menurut Flick (1964) dalam Desroisier (1988) beberapa jenis telur


digunakan dalam produksi kue , biskuit dan sejenisnya. Telur utuh mengandung 8-
11% albumen (putih telur) dan 27-32% kuning telur. Albumen berfungsi
sebagai agensia pengeras, sedangkan kuning telur sebagai agensia pengempuk
(Smith,1991).

Penambahan telur dalam pembuatan produk-produk biskuit menurut


Lawson (1995), mempunyai fungsi: 1) menyumbangkan warna, 2) menambah cita
rasa, 3) sebagai bahan pengempuk dan 4) menambah nilai nutrisi. Wallington
(1993), menyatakan ada tiga sifat telur yang paling penting yaitu kemampuan
pembuihan, emulsifikasi, dan koagulasi.
Menurut Lawson (1995), bahan pengembang adalah bahan yang mampu
menghailkan gas karbondioksida (CO2) sehingga dapat mengembangkan butter
maupun dough hingga mencapai ukuran yang semestinya selama proses
pemanggangan.

Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan produk dengan


cara menghasilkan gas karbondioksida. Sumber gas tersebut umumnya adalah
natrium bikarbonat, yang populer digunakan karena haraganya murah dan
toksisitasnya sangat rendah. Baking powder adalah bahan pengembang yang
terdiri atas senyawa asam, natrium bikarbonat, dan pati. Bahan ini akan
melepaskan gas karbondioksida jika dicampur dengan air dalam adonan.

Susu yang digunakan berfungsi untuk memperbaiki citarasa, warna, dan


menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi, dan meningkatkan nilai gizi
biskuit. Protein dalam susu dapat mengikat air dan membuat adonan menjadi lebih
kuat dan lengket. Biasanya susu yang digunakan berjumlah sekitar 5 % dari
jumlah berat tepung terigu. Susu bubuk lebih menguntungkan dibandingkan
dengan susu cair. Sedangkan gula dalam susu (laktosa) membantu membentuk
warna, meningkatkan rasa, dan menahan cairan.

Garam ditambahkan dalam jumlah satu persen atau kurang. Garam


berfungsi untuk memberikan rasa.

Air mempunyai sifat yang nyata terhadap sifat-sifat adonan (Matz,1992).


Menurut Winarno (1989), air dalam adonan selain berfungsi untuk melarutkan
garam, juga membantu menghasilkan adonan yang homogen. Air juga berfungsi
untuk membasahi pati dan protein tepung yang nantinya dapat membentuk
kerangka dalam adonan (Flick,1964 dalam Desrosier,1988). Air dianggap sebagai
agensia pengeras, karena bergabung dengan protein dari tepung dan membantu
dalam pembentukan gluten (Desrosier,1988).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum pembuatan biskuit jagung,
adalah :
- Tepung 75 gram
- Gula Halus 37,5 gram
- Margarine 30 gram
- Garam 0,375 gram
- Kuning Telur 11,25 gram
- Susu Skim 7,5 gram
- Soda Kue 0,75 gram
- Air
B. Alat
Peralatan yang digunakan pada praktikum pembuatan biskuit jagung, adalah :
- Timbangan
- Baskom
- Loyang
- Cetakan kue
- Oven
- Gelas ukur
C. Prosedur Praktikum
Mencampurkan gula, garam, dan margarine dengan mixer kecepatan tinggi
selama 5 menit

Mencampurkan kuning telur, setelah bahan sebelumnya membentuk cream


menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi.

Menambahkan susu skim, soda kue, dan air, serta tepung jagung pada adonan
sebelumnya. Menggunakan mixer kecepatan tinggi selama 4 menit.

Mengaging adonan selama 30 menit

Mencetakan adonan menggunakan cetakan kue

Memanggang adonan yang telah dicetak pada suhu 125C selama 15 menit

Biskuit
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel Pengamatan 1. Parameter Tekstur

Kelompok
Panelis
1 2 3 4 5 6

1 2 3 3 3 3

2 1 3 3 3 3

3 1 3 4 3 3

4 3 2 4 2 3

5 1 3 3 3 4

6 2 3 3 3 3

7 2 3 4 3 3

8 2 2 4 2 2

9 2 3 4 3 3

10 2 3 4 3 3

11 2 3 4 3 3

12 2 3 4 3 2

13 3 3 3 3 3

14 2 2 4 2 2

15 2 3 3 3 3

Rata-rata 2 3 4 3 3

Keterangan :
1 : tidak renyah
2 : agak renyah
3 : renyah
4 : sangat renyah

Tabel Pengamatan 2. Parameter Aroma


Kelompok
Panelis
1 2 3 4 5 6

1 2 3 3 3 2

2 2 2 3 2 2

3 3 2 3 2 3

4 2 3 3 3 3

5 2 3 3 3 3

6 2 3 3 3 3

7 3 2 3 2 3

8 2 3 3 3 3

9 3 2 3 2 2

10 2 3 3 3 3

11 3 3 3 3 3

12 3 3 3 3 2

13 3 3 3 3 2

14 3 2 2 2 2

15 3 2 3 2 2

Rata-rata 2 3 3 3 2

Keterangan :
1 : tidak harum
2 : agak harum
3 : harum
4 : sangat harum

Tabel Pengamatan 3. Derajat Pengembangan (%)


Biskuit Kelompok
1 2 3 4 5 6

1 12,36 55,54 46,01 9,52 23 37,22

2 23,46 55,54 29,51 0 23,4 41,02

3 9,51 55,54 34,52 0 33,4 58,04

4 18,14 55,54 33,14 24,61 23 44,0

5 45,65 55,54 23,51 7,4 23,4 56,25

Rata-rata 21,82 55,54 33,38 7,4 25,24 47,31

Pada praktikum kali ini, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan


biskuit berbeda kadarnya pada setiap kelompok. Untuk kelompok 5 digunakan
bahan-bahan dengan kandungan sebagai berikut : tepung 75 gram, gula halus 37,5
gram, margarine 30 gram, garam 0,375 gram, kuning telur 11,25 gram, susu skim
7,5 gram, soda kue 0,75 gram, dan air.

Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat


penerimaan konsumen terhadap suatu produk, sebab sebelum dimakan biasanya
konsumen terlebih dahulu mencium aroma dari produk tersebut untuk menilai
layak tidaknya produk tersebut dimakan. Aroma yang enak dapat menarik
perhatian konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari aroma
(Winarno, 2004).

Penggunaan susu bubuk lebih baik daripada susu cair pada pembuatan kue
kering. Susu dapat memperbaiki warna, aroma, dan menahan penyerapan air,
selain sebagai penambah nilai gizi biskuit yang dihasilkan. Fungsi dari susu itu
sendiri adalah memperbaiki citarasa, dimana aroma merupakan bagian dari
citarasa. Selain itu pada susu mengandung gula (laktosa) yang akan memberikan
aroma pada saat susu ditambahkan pada adonan dan mengalami pemanggangan.
Harumnya biskuit disebabkan adanya penambahan mentega, telur, dan susu skim
pada adonan. Telur selain berfungsi untuk mengembangkan adonan, juga memiliki
fungsi sebagai pembentuk aroma.

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji organoleptik, rata-rata nilai aroma


menunjukan angka 2 dan 3 yang menyatakan aroma biskuit agak harum dan
harum. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua aroma harum pada
beberapa perlakuan formulasi berbeda yang diberikan pada biskuit. Aroma biskuit
dihasilkan karena adanya pengaruh pemberian susu skim bubuk dan mntega
dalam jumlah yang berbeda sehingga kekuatan aroma akan berbeda pula,
walaupun tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Tekstur pada produk biskuit berhubungan dengan komposisi dan jenis


bahan baku yang digunakan. Tepung terigu merupakan komponen utama pada
sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan kue kering. Memberikan tekstur yang
elastis karena kandungan glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah
dipanggang (McWilliams, 2001),.

Tekstur merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan makanan yang


dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap makanan
misalnya tingkat kerenyahan, tipe permukaan, kekerasan dan lain-lain yang
menentukan apakah makanan tersebut layak disukai (tranggono dan Sutardi,
1990). Oleh karena itu, tekstur memiliki peranan dalam penilaian produk seperti
biskuit.

Renyahnya tekstur biskuit yang didapatkan berasal dari adanya bahan telur
dan pengembang yang ditambahkan selama proses pembuatan. Telur mampu
menghasilkan tekstur yang renyah, karena telur memiliki fungsi sebagai
pengempuk maupun pengeras dalam pembuatan biskuit, selain itu telur mampu
mengikat udara yang membuat adonan lebih mengembang sehingga adonan terisi,
sedangkan untuk bahan pengembang atau soda kue mampu memberikan tekstur
yang renyah karena mampu menghasilkan gas CO 2 pada adonan, selama proses
pencampuran adonan timbul gas CO2 pada bahan akibat adanya proses gelatinisasi
pada adonan. Kemudian saat mengalami pemanggangan gas CO 2 yang terbentuk
pada bahan akan menguap ke udara sehingga menyebabkan ruang-ruang pada
biskuit yang sebelumnya terisi adonan kini menjadi kosong atau terbentuk porus-
porus yang menyebabkan biskuit menjadi renyah pada saat dimakan.

Berdasarkan hasil uji organoleptik, tingkat kerenyahan biskuit menunjukan


bahwa tidak memiliki perbedaan jauh antara seluruh tekstur biskuit. Biskuit
bersifat agak renyah dan renyah sedangkan pada kelompok 3 tingkat kerenyahan
mencapai nilai 4 yaitu sangat renyah. Perbedaan tingkat kerenyahan dipengaruhi
oleh perbedaan perlakuan, pada kelompok 3 kadar kuning telur, terigu, dan soda
kue memiliki formulasi yang tepat sehingga menghasilkan tekstur yang sangat
renyah pada biskuit.

Setiap produk pangan memiliki jenis atau atribut tekstur yang berbeda-beda
sifat yang dimiliki oleh produk ekstruder khususnya snack adalah renyah dan
memiliki sifat crunchiness (sifat garing) serta mempunyai sifat mengembang,
sehingga akan menimbulkan sifat crisp (renyah). Volume pengembangan adalah
parameter kualitas yang utama yang mempengaruhi kerenyahan dan sifat
crunchiness (Ali et al., 1996).
Perbedaan ukuran pada bahan baku, akan mempengaruhi hasil dari biskuit.
Pengembangan produk tergantung pada komposisi bahan, dan kadar air bahan dan
suhu proses. Soda kue yang merupakan leavening sistem atau NaHCO3 (sodium
bifospat) akan menghasilkan gas CO2 yang membantu membuat mengembang
saat dipanaskan. Soda kue mampu menghasilkan gas CO2 pada adonan, selama
proses pencampuran adonan timbul gas CO2 pada bahan akibat adanya proses
gelatinisasi pada adonan. Kemudian saat mengalami pemanggangan gas CO 2 yang
terbentuk pada bahan akan menguap ke udara sehingga menyebabkan ruang-ruang
pada biskuit sehingga volume biskuit akan bertambah. Semakin banyak soda kue
yang diberikan maka volume biskuit akan mengembang lebih besar dan diikuti
tekstur yang renyah dan sebaliknya. Pengembangan biskuit juga diikuti oleh saat
proses pemanggangan wadah sebagai tempat adonan biskuit diberikan jarak atau
renggang antar adonan supaya biskuit dapat mengembang dengan sempurna.
BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai


berikut :
1. Biskuit merupakan salah satu kue kering yang populer dan digemari. Inti
pembuatan biskuit adalah pencampuran antara air dan tepung jagung yang
dijadikan adonan, kemudian ditambah dengan gula, garam, air dan bahan
yang mengandung lemak agar renyah seperti mentega. Jumlah dan jenis
lemak yang dipakai tergantung pada jenis biskuit atau kue kering yang
akan dibuat. Selain itu juga diberi bahan pengembang yaitu soda kue.
2. Aroma yang dihasilkan biskuit yaitu harum karena faktor penambahan
susu skim dan mentega.
3. Tekstur renyah dan pengembangan volume pada biskuit dipengaruhi
karena adanya penambahan telur dan soda kue pada adonan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010. Komposisi dan Proses Pembuatan


Biskuit.http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/08/komposisidan-
proses-pembuatan-biskuit . Akses tanggal 11Mei 2013.

Matz, S. A. dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI
Publishing Co., Inc, Texas.

Muaris, Hindah. 2007. Healthy Cooking Biskuit Sehat. Jakarta. Gramedia


Pustaka Umum.

Wellington, J. 1993. The Work Related Curriculum : Challenging The Vocational


Imperative. London. Kogan Page Limited.

Whiteley, P.R. 1971. Foods. 7th Edition. Applied Sci. Publ., London.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

ACARA 4 PEMBUATAN COOKIES

Oleh:

Kelompok 5

Alfiani Abadya A1M011026


Fitria Dwijayanti A1M011034

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013

Anda mungkin juga menyukai