Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Epikondilitis medial maupun lateral merupakan satu jenis penyakit occupational


overuse syndrome (OOS) yaitu masalah kesehatan akibat kerja yang disebabkan oleh
penggunaan struktur-struktur otot-tendon dan tulang yang berlebihan sehingga menimbulkan
rasa nyeri hebat yang seringkali disertai rasa kesemutan, mati rasa, rasa berat, rasa lemah.
Biasanya mulai dari tempat tertentu (leher, bagian atas punggung, bahu, lengan, siku,
pergelangan tangan atau tangan) yang menyebar ke satu sisi anggota badan atas atau
keduanya.1
Occupational overuse syndrome (OOS) dipengaruhi beberapa faktor seperti sikap
kerja, sifat dasar pekerjaan, faktor psikologis, intensitas dan lamanya pekerjaan berlangsung,
frekuensi gerakan alat gerak, kecukupan waktu istirahat, ada / tidaknya kompresi mekanik
pada bagianbagian tubuh, suhu lingkungan, angkat beban, dan teknik kerja yang kurang
memadai.1
Pada tahun 1882, Morris memperkenalkan istilah lawn tennis elbow yang merujuk
pada suatu sindroma pada siku yang ditemukan pada para pemain tenis, istilah itu kemudian
dikenal tennis elbow yang merupakan istilah untuk epikondilitis lateral sedangkan
epikondilitis medial lebih dikenal dengan golfers elbow.2
Epikondilitis lateral terjadi tujuh sampai sepuluh kali lebih sering daripada
epikondilitis medial. Epikondilitis medial terjadi 9,8% sampai 20% dari seluruh kejadian
epikondilitis. Insidensi epikondilitis lateral bervariasi mulai dari 1% hingga 3% dari populasi
umum. Pria dan wanita memiliki prevalensi yang sama. Kelainan ini sering ditemukan pada
orang-orang berkulit putih, 75% terjadi pada tangan yang dominan, dan insidensinya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan populasi puncak pada usia 40 hingga
50 tahun.2
Pada epikondilitis lateral disebabkan pembebanan yang berlebihan pada otot
ekstensor lengan bawah pada origonya di epikondilus, sedangkan traksi yang berlebihan pada
otot fleksor lengan bawah pada origonya menyebabkan epikondilitis medial. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Anatomi

Sendi siku dibentuk oleh tiga potong tulang yaitu tulang humerus, ulna dan radius yang
saling berhubungan dalam satu rongga sendi yang bersama-sama. 4
Pada dasarnya di dalam sendi siku terdapat dua gerakan yakni fleksi/ekstensi dan rotasi
berupa pronasi dan supinasi.Gerakan fleksi dan ekstensi terjadi antara tulang humerus dan
lengan bawah (radius dan ulna), pronasidan supinasi terjadi karena radius berputar pada
tulang ulna, sementara itu radius juga berputar pada boros bujurnya sendiri.Sendi radioulnar
proksimal dibentuk oleh kepala radius dan incisura radialisulna dan merupakan bagian dari
sendi siku.Sendi radioulnar distal terletak dekat pergelangan tangan. 4
Sendi siku sangat stabil karena diperkuat oleh simpai sendi yaitu ligamentcollateral
medial dan lateral. Ligamentum annulare radii menstabilkan terutama kepala radius. Otot-otot
yang berfungsi pada gerakan sendi siku ialah brachioradialis, biceps brachii, otot triceps
brachii, pronator teres dan supinator. Selain otot di atas, dari siku juga berasal sejumlah otot
yang berfungsi untuk pergelangan tangan seperti otot ekstensor carpi radialis longus yang
berfungsi sebagai penggerak utama ekstensi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf
radialis akar saraf servikal 6 - 7, otot ekstensor carpi radialis brevis,berfungsi sebagai
penggerak utama ekstensi dan abduksi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf
radialis akar saraf servikal 6 servikal 7. 4

Gambar 1: Gambar otot-otot pada aspek lateral elbow, yang berdekatan dengan origo
tendon epikondilus lateral.CET= common extensor tendon, ECRB= extensor carpi radialis
brevis, ECRL= extensor carpi radialis longus, ECU= extensor carpi ulnaris, EDC= extensor
digitorum communis.5

Extensor carpi radialis brevis (ECRB), extensor digitorum communis, dan extensor
carpi ulnaris bergabung membentuk suatu tendon yang kuat, diskret, serta melekat pada aspek

2
anterior epikondilus lateral dan pada punggung suprakondilar lateral, dekat dengan origo
brachioradialis dan extensor carpi radialis longus. Epikondilus lateral juga merupakan tempat
perlekatan extensor digiti minimi dan supinator, yang bergabung bersama dengan ECRB,
extensor digitorum communis, dan extensor carpi ulnaris, untuk membentuk tendon extensor
communis. ECRB terletak pada aspek anterior dan profunda tendon communis dan memiliki
insersi pada basis tulang metacarpal ketiga. Bagian bawah ECRB bersentuhan langsung
dengan capitellum dan bagian lateralnya senantiasa bergesekan dengan capitellum selama
proses ekstensi dan fleksi elbow. Robekan dan abrasi repetitif akibat pergesekan tersebut
kemungkinan besar memainkan peranan penting dalam patofisiologi epikondilitis.Lesi primer
yang paling sering kali menimbulkan epikondilitis adalah lesi yang terletak pada ECRB, lalu
extensor digitorum communis, dan sisanya adalah otot-otot lain dan tendon pada
kompartemen lateral.5

Gambar 2: Anatomi ligamentum elbow dari aspek lateral. AL= annular ligament,
LUCL= lateral ulnar collateral ligament, RCL= radial collateral ligament.5

Epikondilitis lateral berhubungan erat dengan cedera kapsuler, penebalan serta robekan
pada lateral ulnar collateral ligament (LUCL) dan radial collateral ligament (RCL). Kompleks
lateral collateral ligament terdiri atas RCL, ligamen annular, ligamen accessory lateral
collateral, dan LUCL (Gambar 2). RCL berasal dari epikondilus lateral bagian anterior dan
bergabung dengan fiber ligamentum annular dan fascia otot supinator. Ligamentum annular,
stabilisator utama sendi proximal radioulnar, melancip di bagian distal dan mengelilingi caput
radial yang berbentuk corong.Gangguan atau robekan pada ligamentum ini dapat
menyebabkan instabilitas radioulnar.Ligamentum accessory lateral collateral membantu

3
menstabilkan ligamentum annular namun ligamentum ini tidak selalu bisa ditemukan. Fiber
ligamentum accesory berasal dari krista supinator, di sepanjang aspek lateral ulna. LUCL
berkontribusi dalam memberikan konstrain ligamentum guna melawan stres varus. LUCL
berasal dari epikondilus lateral sebagai persambungan dari RCL, namun LUCL berjalan di
sepanjang aspek lateral dan posterior radius lalu masuk ke tuberkel krista supinator ulna.
Gangguan pada LUCL akan menyebabkan instabilitas rotasi posterolateral elbow. 5

2.2 Definisi
Epikondilitis lateral adalah suatu kondisi terdapat nyeri pada bagian luar dari siku
yang terjadi karena cedera pada otot dan tendon pada (aspek lateral) luar siku yang dihasilkan
dari penggunaan berlebihan atau stres yang berulang. Epikondititis medial adalah suatu
keadaan nyeri pada siku bagian dalam tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot
pronator teres, yang disebabkan karena gerakan fleksi pergelangan tangan dan pronasi siku
yang berulang kali.3

2.3 Epidemiologi

Epikondilitis lateral terjadi tujuh sampai sepuluh kali lebih sering daripada
epikondilitis medial. Epikondilitis medial terjadi 9,8% sampai 20% dari seluruh kejadian
epikondilitis. Insidensi epikondilitis lateral bervariasi mulai dari 1% hingga 3% dari populasi
umum. Pria dan wanita memiliki prevalensi yang sama. Kelainan ini sering ditemukan pada
orang-orang berkulit putih, 75% keluhan terjadi pada tangan yang dominan, dan insidensinya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan populasi puncak pada usia 40 hingga
50 tahun.2
2.4 Patofisiologi

Selain akibat cedera stres repetitif, tennis elbow juga dapat terjadi karena trauma
langsung.Kondisi ini sering ditemukan pada para pemain tenis, terutama pada mereka yang
tidak profesional, dan belum memiliki teknik bermain tenis yang baik. Epikondilitis lateral
terjadi karena kontraksi repetitif pada otot-otot ekstensor lengan bawah, terutama pada origo
ekstensor carpi radius brevis, yang mengakibatkan robekan mikro lalu degenerasi tendon,
perbaikan yang imatur, hingga menimbulkan tendinosis. Selain gaya mekanik yang
mengakibatkan stres varus berlebihan pada ekstensor carpi radius brevis, posisi anatomi
tendon ekstensor carpi radius brevis yang langsung berhimpitan dengan aspek lateral
capitellum menyebabkan tendon tersebut mudah mengalami abrasi berulang selama proses

4
ekstensi elbow. Sejenis tennis elbow, golfers elbow disebut juga medial epikondilus.
Patofisiologinya sama hanya saja yang mengalami mikro trauma adalah origo dari otot-otot
yang melakukan fleksi lengan bawah, jadi yang berorigo pada epikondilus medialis humeri.
Hipovaskularitas permukaan bawah tendon juga berkontribusi dalam proses degenerasi dan
tendinosis.6

Gambar 3: A. Gambaran histologis tendinosis angiofibroplastic ( angiofibroblastic


tendinosis) pada tennis elbow, terjadi disorganisasi kolagen normal akibat invasi
fibroblast. B. Tendon normal.6

Pada pemeriksaan umum, tendon yang mengalami tennis elbow akan berwarna abu-
abu dan rapuh. Awalnya, banyak yang menduga bahwa epikondilitis terjadi karena adanya
proses inflamasi yang melibatkan bursa humeral radial, synovium, dan ligamentum annular.
Pada tahun 1979, Nirschl dan Pettrone menemukan adanya disorganisasi arsitektur kolagen
normal akibat invasi fibroblast yang berhubungan erat dengan respon reparatif vaskuler yang
imatur, yang disebut juga dengan istilah hiperplasia angiofibroplastik. Proses itu kemudian
dikenal dengan nama tendinosis angiofibroplastik karena tidak ada satu pun sel radang
yang teridentifikasi. Karena inflamasi bukanlah faktor yang signifikan dalam epikondilitis,
maka istilah tendinosis merupakan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan tennis
elbow.6

2.5 Manifestasi Klinis


Epikondilitis ditandai dengan nyeri epikondilus yang diprovokasi oleh gerak ekstensi
dan fleksi pergelangan tangan, tergantung epikondilus mana yang terkena. Pasien

5
mengeluhkan nyeri yang akan semakin memburuk ketika pasien beraktivitas dan membaik
setelah pasien beristirahat.3
Nyeri yang dialami oleh pasien bervariasi, mulai dari yang paling ringan (seperti rasa
mengganggu ketika melakukan aktivitas berat seperti bermain tennis atau menggunakan alat
tangan secara berulang-ulang), atau nyeri berat yang terpicu oleh aktivitas sederhana seperti
gerakan hendak mengambil dan memegang gelas kopi. Secara umum, akan mengeluhkan
penurunan kekuatan ketika melakukan gerakan seperti menggenggam, supinasi, dan ekstensi
pergelangan tangan, fleksi pergelangan tangan. Pembengkakan setempat dan teraba hangat
dapat terjadi, range of motion dapat penuh tetapi pada tahap lanjut dapat mengalami
keterbatasan (flexion contracture) pada epikondilus medial.3

2.6 Pekerjaan yang berhubungan dengan Epikondilus Lateral/Medial 2,4

Kegiatan atau Olahraga Gerakkan


Bermusik Bermain biola
Bisnis Mengangkat tas yang berat
Pertukangan Memalu atau memutar sekrup
Perlistrikan Memotong kabel
Mekanik Gerakan repetitif
Bisbol Pitching
Golf Memegang dan mengarahkan bola golf
dengan stick golf
Olahraga raket Pukulan backhand,forehand
Angkat Berat Mengankat beban dalam keadaan fleksi,
Mengunci siku ketika dalam posisi ekstensi
Memanah Manarik dan memlepas busur panah
Berlayar Mendayung
Tukang kayu Menebang pohon
Bowling Melempar bola
Pedagang daging Memotong daging

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik

6
a. Pemeriksaan Lateral Elbow
Nyeri maksimal dapat timbul ketika dilakukan penekanan pada daerah sekitar 1-2 cm
dari distal origo ECRB di epikondilus lateral. Apabila tanda ini tidak ditemukan, maka kita
dapat menyingkirkan diagnosis tennis elbow.
b. Tes Maudsley
Pasien diminta untuk melakukan ekstensi jari ketiga (jari tengah) tangan lalu pemeriksa
menahan ekstensi tersebut sambil mempalpasi epikondilus lateral. Hal itu akan menimbulkan
ketegangan pada otot extensor digitorum dan tendon. Hasil positif terjadi apabila pasien
merasakan nyeri pada epikondilus lateral.
c. Tes Mill
Pemeriksa meminta pasien agar memfleksikan elbow dan pergelangan tangan, sambil
memperhatikan tiap nyeri yang timbul pada epikondilus lateral. Hasil positif bila pasien
merasakan nyeri pada epikondilus lateral.
d. Tes Cozen
Pemeriksa menstabilisasi elbow dengan cara meletakkan ibu jari pada epikondilus
lateral. Lalu pasien diminta untuk mengepalkan tangan sambil mempronasikan lengan bawah
secara radial lalu pasien mengekstensikan pergelangan tangan sambil melawan tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa. Atau pemeriksa dapat memfleksikan dan mengekstensikan lengan
bawah pasien secara pasif.
e. Tes mengangkat kursi (Chair Test)
Pasien diminta untuk mengangkat sebuah kursi dengan bahu di-adduksi, kemudian
elbow diekstensi, dan pergelangan tangan dipronasi. Tindakan seperti itu akan mempresipitasi
nyeri Jika pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral, berarti chair test positif.
Selain tes-tes di atas, kita juga harus melakukan pemeriksaan ROM pada bahu, siku,
dan pergelangan tangan. Pemeriksaan ROM (range of movements) dan uji krepitus sendi
radiohumeral dilakukan untuk mengeksklusi penyakit seperti bursitis atau tosteokondritis.
Jika ditemukan penurunan ROM, maka kita dapat mempertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan radiologis untuk mengevaluasi sendi yang bermasalah.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. X- Ray

7
Pemeriksaan X-ray biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengeksklusi abnormalitas
lain. Gambaran yang dapat ditemukan dari pemeriksaan X-ray adalah deposisi kalsium
(kalsifikasi) pada daerah yang berdekatan dengan epikondilus.
b. USG
Sensitivitas USG untuk mendiagnosis tennis elbow adalah 72-88%, sedangkan
spesifisitasnya adalah 36-62,5%, namun ada juga penelitian yang melaporkan bahwa
spesifisitasnya mencapai 67-100%, terutama untuk pasien-pasien yang simptomatik.

Gambar 4: A.USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda
panah menunjukkan fokus hipoekoik linear yang sesuai dengan robekan intrasubstansi,B
USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda panah yang
atas menunjukkan tendon yang mengalami kalsifikasi, sedangkan tanda panah yang bawah
menunjukkan iregularitas tulang yang dekat dengan tendon extensor communis.

3. MRI
MRI memiliki sensitivitas sekitar 90-100% dalam mendiagnosis epikondilitis. Pasien
yang akan menjalani pemeriksaan MRI sebaiknya berbaring dengan tangan terabduksi, elbow
di-ekstensi, dan pergelangan tangan di-supinasi.

Gambar 5: MRI tennis elbow. (a) tanda


panah menunjukkan robekan full-thickness
dan retraksi ECRB yang disertai dengan
edema. (b) tanda panah menunjukkan cairan
peritendinosus pada origo ECRB.

2.8 Penatalaksanaan

8
Terapi untuk epikondilitis dibagi menjadi 2 yakni terapi konservatif dan pembedahan.
Untuk penatalaksanaan awal, biasanya terapi konservatif menjadi pilihan utama, sambil terus
melakukan observasi. Namun bila kondisi pasien tidak mengalami perbaikan setelah
menjalani terapi konservatif selama 6 hingga 9 bulan, maka sebaiknya pasien segera dirujuk
untuk menjalani pemeriksaan radiologis dan terapi pembedahan.7

Untuk fase akut, maka kita harus memberlakukan regimen R.I.C.E seperti halnya
cedera jaringan lunak lainnya. Hal tersebut melibatkan prosedur:7

a. Rest (istirahat)
b. Ice (es)
c. Compression (kompres)
d. Elevation (elevasi)

Terapi konservatif

Terapi konservatif yang dapat diberikan pada pasien antara lain:7

1. NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory drugs)

NSAID dapat digunakan sebagai analgesia untuk pasien epikondilitis. Obat-obatan


tersebut dapat digunakan secara topikal maupun sistemik.
NSAID dapat menghambat inflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin.
Meskipun tennis elbow bukanlah suatu proses inflamasi, namun berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa penggunaan NSAID dapat mengurangi gejala tennis elbow. Namun
penggunaan NSAID dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena adanya efek samping
pada traktus gastrointestinal dan ginjal.

2. Kortikosteroid

Jenis kortikosteroid yang digunakan untuk terapi epikondilitis sebaiknya yang memiliki
efek anti-inflamasi yang kuat seperti triamcinolone dan betamethasone. Dan pemberiannya
harus dilakukan secara intra-artrikuler untuk mengurangi efek sistemik.
Triamcinolone dan betametahsone dapat menurunkan inflamasi dengan cara menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear dan memperbaiki permeabilitas kapiler. Banyak dokter
yang lebih suka menggunakan betamethasone karena agen ini tidak mengalami kristalisasi
ketika dicampurkan dengan sediaan anestetik yang bebas paraben.
Terapi ini terkadang juga dikombinasikan dengan anestetik lokal; salah satu kombinasi
yang sering digunakan adalah 0,5 cc Xylocaine 2% dan 0,5 cc methylprednisolone.

9
3. Vasodilator

Vasodilator dapat diberikan pada pasien epikondilitis karena agen ini dapat
menstimulasi sintesis kolagen dan membantu proses penyembuhan. Selain itu vasodilator
dapat mengurangi gejala nyeri. Vasodilator yang dianjurkan adalah nitrogliserin transdermal.
Obat ini dapat menyebabkan relaksasi otot pembuluh darah dengan cara menstimulasi
produksi guanosine monofosfat intraseluler.

4. Botulinum

Botulinum telah terbukti dapat menurunkan gejala nyeri dengan cara memblokade
pelepasan asetilkolin, sehingga menimbulkan denervasi kimiawi pada sistem saraf simpatetik
dan perifer. Namun penggunaan botulinum harus dilakukan secara hati-hati karena efek
sampingnya dapat menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot pernapasan.

5. Terapi Fisik

Banyak ahli yang menyarankan terapi fisik untuk pasien-pasien epikondilitis dengan
cara memberikan stressing pada insersi ECRB melalui latihan gerakan eksentrik dan
konsentrik. Diharapkan dengan terapi ini maka akan terbentuk jaringan kolagen yang padat
pada area insersi ECRB, sehingga rasa nyeri akan tereliminasi.

Gambar 6: Latihan fleksi elbow


90 (kontraksi konsentrik pada otot-otot
extensor pergelangan tangan).

Gambar 7: Latihan ekstensi elbow


180 (kontraksi eksentrik pada otot-otot
pergelangan tangan).

10
Terapi fisik seperti ini murah dan cukup efektif dalam mengatasi gejala tennis elbow.
Namun sebelum melakukan gerakan-gerakan seperti itu, kita harus memberikan memberikan
konseling pada pasien mengenai adanya efek eksarsebasi nyeri ketika sedang melakukan
latihan.

6. Penggunaan Ortosis atau Bebat Counterforce (Counterforce bracing)

Penggunaan bebat counterforce dilakukan untuk mengurangi gaya tension (tegangan)


pada tendon ekstensor pergelangan tangan, dan ortotik jenis ini lebih unggul dalam mengatasi
tennis elbow jika dibandingkan dengan bebat biasa. Bebat ini harus diletakan kira-kira 10 cm
di arah distal sendi elbow. Penggunaan bebat counterforce selama tiga minggu pada
epikondilitis lateral, dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kekuatan genggaman.
Namun beberapa ahli menganggap bahwa terapi ini tidak memberikan manfaat sama sekali
dalam mengatasi tennis elbow. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi ini masih
kurang superior jika dibandingkan dengan terapi NSAID topikal dan injeksi kortikosteroid.

Gambar 8 : Counterforce bracing.

Terapi Pembedahan

Jika semua terapi konservatif gagal dalam mengatasi tennis elbow, maka kita harus
melakukan pemeriksaan radiologis guna menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan lain
yang menyertai tennis elbow dan mempertimbangkan terapi pembedahan.

Rehabilitasi

Setelah menjalani pembedahan, terutama operasi terbuka, tangan yang dioperasi harus
diimobilisasi dengan menggunakan bebat. Setelah 1 minggu, bebat dan jahitan dapat
dilepaskan. Jika bebat telah dilepaskan, maka kita harus segera memulai latihan fisik dengan
melakukan gerakan peregangan siku dan mengembalikan fleksibilitas siku. Latihan
penguatan siku dapat dimulai dalam 2 bulan setelah pembedahan. Sedangkan untuk latihan
atletik yang jauh lebih berat, biasanya akan dimulai dalam 4 hingga 6 minggu setelah
operasi.6

11
2.9 Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan penanggulangan Repetitive Strain Injury yang paling
penting. Langkah pertama untuk tindakan pencegahan adalah identifikasi besarnya masalah
yang ada dilingkungan tempat kerja. Analisis lingkungan tempat kerja, jadwal dan kecepatan
kerja kelompok kerja yang mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ini, sikap/posisi
kerja, peralatan yang digunakan, desain tugas kerja, sangat perlu dilaksanakan secara
menyeluruh. Semua ini berguna untuk mengurangi stres fisik terhadap alat gerak para
pekerja. Elemen-elemen tindakan pencegahan adalah sebagai berikut:1
a. Memperbaiki lingkungan tempat kerja, peralatan dan organisasi tugas kerja menurut
prinsip-prinsip ergonomi, misalnya; perubahan tinggi meja kerja, tempat duduk, desain
mesin-mesin dan peralatan kerja, banyaknya,frekuensi dan variasi gerakan yang dilakukan
agar sesuai dengan kapasitas fisik dan mental para pekerja. Memberikan variasi untuk tugas-
tugas yang mempunyai risiko terjadinya penyakit ini. Setiap pekerjaan sedapat mungkin
harus merupakan kombinasi dari pekerjaan dengan gerakan berulang /posisi tugas yang
kurang nyaman dengan pekerjaan lain yang dapat memberikan istirahat bagi otot-otot yang
mengalami kelelahan.
b. Para pekerja yang baru bertugas kembali dari absen selama lebih dari 2 minggu, dilarang
untuk langsung bekerja seperti biasa, tetapi perlu dilakukan suatu periode penyesuain kerja.
c. Training/pelatihan perlu dilaksanakan secara reguler untuk memberikan masukan tentang;
perhatian terhadap tugas - tugas yang berisiko tinggi, cara kerja yang sehat, penggunaan
peralatan/mesin-mesin yang benar, maksud serta tata cara penggunaan alat perlindungan
perorangan yang baik,dsb.

2.10 Prognosis
Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi, meskipun tanpa terapi
pembedahan. Meskipun begitu, epikondilitis memiliki potensi menjadi masalah kronik
terutama jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan risiko kronik, maka pasien
dianjurkan menjalani modifikasi aktivitas dan koreksi biomekanik.6

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Epikondilitis lateral adalah suatu kondisi terdapat nyeri pada bagian luar dari siku
yang terjadi karena cedera pada otot dan tendon pada (aspek lateral) luar siku yang dihasilkan
dari penggunaan berlebihan atau stres yang berulang. Epikondititis medial adalah suatu
keadaan nyeri pada siku bagian dalam tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot
pronator teres, yang disebabkan karena gerakan fleksi pergelangan tangan dan pronasi siku
yang berulang kali. Epikondilitis merupakan salah satu OOS (Occupational overuse
syndrome) yaitu masalah kesehatan kerja yang terjadi akibat pebggunaan yang berlebihan
dari struktur tendon,otot tulang yang berlebihan.
Penatalaksanaan epikondilitis mencakup penatalaksanaan konservatif dan
pembedahan. Langkah pertama untuk tindakan pencegahan adalah identifikasi besarnya
masalah yang ada dilingkungan tempat kerja. Analisis lingkungan tempat kerja, jadwal dan
kecepatan kerja kelompok kerja yang mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ini,
sikap/posisi kerja, peralatan yang digunakan, desain tugas kerja, sangat perlu dilaksanakan
secara menyeluruh. Umumnya prognosis dari penyakit ini baik jika ditanggulangi secara tepat
dan cepat.

13

Anda mungkin juga menyukai