A. Pendahuluan
Cicak, semut, tikus, dan nyamuk adalah salah satu binatang yang sangat meresahkan bagi
masyarakat. Kita tahu kalau Cicak sering buang kotoran di lantai, apalagi lantai masjid, sehingga
menjadikan lantainya najis. Semut sering kali mengerubungi makanan atau minuman kita, sehingga
sering kita lihat di tempat makanan dan gelas minuman kita terdapat semut, dan itu sangat
menjengkelkan. Sedangkan tikus adalah musuh bebuyutan para petani. Tidak jarang tanaman para
petani mati karena diserang hama ini. Adapun nyamuk, kita sering mengalami tidak bisa tidur, gatal-
gatal, dan bentol-bentol gara-gara hewan yang satu ini.
B. Permasalahan
C. Dalil-dalil
Hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Barang siapa
membunuh cicak dalam sekali pukul, maka ditulis untuknya seratus kebaikan, dan dalam dua
kali pukulan kurang dari itu (seratus kebaikan), dan dalam tiga kali pukulan, kurang dari itu.
[HR. Muslim]
Hadits di atas adalah dalil dibolehkannya kita untuk membunuh cicak, dengan membunuhnya kita
mendapatkan pahala seratus kebaikan. Bahkan tujuh kesalahan kita akan terhapuskan. Cicak adalah
binatang yang jahat. Nabi bersabda: Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam
memerintahkan untuk membunuh cicak, dan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam menamainya dengan
nama Fawaisiqo (Binatang jahat) [HR. Muslim].
Cara membunuh cicak sebisa mungkin sekali bunuh, agar ditulis seratus kebaikan.
Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah muslim mengatakan: Para Ulama sepakat bahwa bahwa cicak
adalah hewan kecil yang mengganggu.
2
Dari Ibnu Abbaas Radhiyallahu Anhu, beliau berkata: Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi
Wa Sallam mencegah dari membunuh empat hewan: Semut, lebah, burung hud-hud, dan
burung Shurad. [HR. Abu Dawuud: 2490]
Kedua hadits di atas secara jelas menerangkan hukum membunuh semut dan tikus. Pada hadits
pertama, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam memperbolehkan untuk membunuh tikus. Pada hadits
kedua, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang untuk membunuh semut. Cara membunuh hewan
adalah dengan membunuh dengan bagus dan jangan disiksa. Dalam hadits disebutkan:
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan untuk berlaku baik atas segala sesuatu. Maka, apabila
kamu ingin membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang bagus. Dan apabila kamu akan
menyembelih, maka bagusilah cara penyembelihannya.
1. Binatang yang ada manfaatnya dan tidak berbahaya, maka boleh dibunuh
2. Binatang yang berbahaya dan tidak mempunyai kemanfaatan, maka dianjurkan (sunnah) untuk
dibunuh, seperti ular
3. Binatang yang mempunyai manfaat, tapi di sisi lain berbahaya, maka tidak dianjurkan dibunuh
dan tidak dimakruhkan untuk dibunuh, seperti elang
4. Binatang yang tidak mempunyai manfaat dan tidak berbahaya, seperti ulat, maka tidak
diharamkan membunuh, tidak pula dianjurkan.
Nyamuk adalah hewan yang tidak ada kemanfaatan bagi manusia, bahkan membahayakan kesehatan
manusia, seperti malaria, dll. Oleh itu, nyamuk masuk pada kelompok binatang yang berbahaya dan
tidak mempunyai kemanfaatan (no. 2) , sehingga boleh (sunnah) untuk dibunuh.
D. Kesimpulan
3
Hukum membunuh cicak, tikus, dan nyamuk diperbolehkan, bahkan, Khusus dalam membunuh
cicak, akan berpahala, yaitu ditulis untuk kita seratus kebaikan. Sedangkan membunuh semut adalah
tidak diperbolehkan karena adanya hadits yang secara jelas mencegah untuk membunuhnya.
Wallahu Alam
Demikianlah sekilas pembahasan tentang masalah hukum membunuh cicak, semut, tikus dan,
nyamuk, semoga bermanfaat. Mohon share dengan memberikan Like, Tweet, atau komentar anda di
bawah ini, agar menjadi referensi bagi teman jejaring sosial anda. Terima kasih.
A. Pendahuluan.
Bagi umat Muslim, bahkan non muslim, sudah tidak asing lagi dengan surat Al-Fatihah. Surat Al
Fatihah yang juga sering kita dengar dengan Ummulkitaab juga sering dibaca ketika ada acara yang
berbau keagamaan. Caranya pun berbeda-beda. Biasanya ketika akan memulai suatu acara, agar
mendapat berkah, pembukaan akan dibacakan surat Al Fatihah, berharap mendapat berkah dari
membaca ayat tersebut. Dalam dunia pesantren, sebelum memulai mengaji kitab baru yang akan
dipelajarkan, seorang Ustadz yang mengajarkannya akan mengirimkan Al Fatihah untuk pengarang
kitab. Tapi yang menjadi perdebatan, bagaimanakah hukum mengirim Al Fatihah untuk orang yang
sudah meninggal? Apakah diperbolehkan dalam Islam? Kami jadi merasa tergugah untuk mencoba
membahas masalah ini. Namun, sebelum membahasnya, kurang Afdhal kalau sebelumnya kami akan
mencoba sedikit membahas tentang dimana surat Al fatihah turun dan keutamaan dari ayat itu sendiri
(Al Fatihah).
1. Surat Al Fatihah diturunkan di Mekah. Ats- Tsalabiy meriwayatkan dari Aliy bin Abi Thaalib
Radhiya Allahu Anhu, beliau (Aliy bin Abi Thaalib) berkata: Faatihatu Al kitaab diturunkan di
dalam mekah. Ats-Tsalabiy berkata: kebanyakan Ulama berpendapat seperti itu (turun di
mekah).
4
2. Surat Al Fatihah diturunkan di Madinah. Ini berdasarkan riwayat Ats-Tsalabiy dengan isnadnya
dari mujaahid, sesungguhnya beliau (Mujahiid) berkata: Faatihatu Al Kitab diturunkan di dalam
Madinah.
3. Sebagian Ulama mengatakan bahwa Surat Al Fatihah diturunkan di mekah dan juga di
madinah. Oleh sebab itu Allah menamainya dengan Al-Mutsaana.
Keutamaan Al-Fatihah
Banyak sekali keutamaan atau fadhilah dari Al Fatihah, bahkan Shalat tanpa membaca Al Fatihah tidak
akan diterima Shalatnya. Keutamaannya antara lain adalah Surat Al Fatihah obat dari racun.
Diriwayatkan dari Abiy Said Al-Khudriy, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, sesungguhnya beliau
bersabda: Faatihatu Al Kitab itu obat dari racun.
Diriwayatkan dari Al-Husain, beliau berkata: Allah Subhaana Wa Taaala menurunkan seratus empat
kitab dari langit, kemudian Allah Subhaana Wa Taaala meletakkan ilmu dari seratus (kitab) di dalam
empat kitab. Empat kitab tersebut adalah: Taurat dan Injil dan zabuur dan Al-Furqoon, kemudian Allah
Subhaana Wa TaAala meletakkan ilmu-ilmu Al-Furqoon di dalam Al-Mufasshal, kemudian Allah
Subhaana Wa TaAala meletakkan ilmu-ilmu Al-Mufasshal dalam Al Fatihah. Maka, barang siapa
mengetahui Tafsir dari Alfatihah, maka orang tersebut seperti orang yang mengetahui tafsir seluruh
kitab-kitab Allah Subhaana Wa TaAala yang telah diturunkan. Barang siapa membacanya (Surat Al
Fatihah), maka seakan-akan ia telah membaca kitab taurat dan injil dan zabuur dan Al-Furqoon.
Referensi: (At-Tafsir Al-Kubra aw Mafaatiyhulghaib lil Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar
bin Al-Hasan bin Al-Husain bin Ali At-Taimi Al-Bukri Ar-Razi Asy-Syafii, cetakan Daarulkutub,
Baerut, Lebanon, Juz 1, halaman 147-148)
Imam Asy-Syafii melarang menghadiahkan (mengirimkan) bacaan Al-Quran kepada mayyit dan itu
tidak sampai. Imam An-Nawawi berkata: Adapun membaca Al Fatihah, maka pendapat yang mashur
dari madzhab Syafiiyyah sesungguhnya pahala membaca Al quran tidak sampai kepada mayyit.
Berkata sebagian Ulama Syafiiyyah: Pahala membaca Alquran bisa sampai pada mayyit. (Syarah
Shahih Muslim, 1: 90)
Salah satu Ulama Syafiiyyah yang mengatakan bacaan Al quran tidak sampai kepada mayyit adalah
Ibnu Katsir. Saat menafsiri surat An-Najm ayat 39, beliau berkata: Dan dari ini ayat yang mulia, Imam
5
Asy-Syafii Radhiyallahu Anhu menggali hukum dan Ulama yang mengikuti beliau, Sesungguhnya
membaca Al-quran tidaklah sampai menghadiahkan pahalanya kepada mayyit, karena sesungguhnya
itu bukan amal mereka (mayit) dan bukan pekerjaan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 7-465).
Nb: Dan yang perlu kita tahu bahwa Al Fatihah adalah bagian dari ayat-ayat Al quran.
Wallahu Alam
C. Penutup.
Demikianlah sedikit pembahasan tentang hukum mengirim Al Fatihah untuk orang yang sudah
meninggal, semoga bermanfaat. Bantu share dengan memberikan Like, Tweet atau komentar anda di
bawah ini, agar menjadi referensi bagi teman jejaring sosial anda. Terima kasih.
assalaamu 'alaikum
Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di Pulau Jawa adalah
para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang populer dengan sebuatan Wali Songo.
Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang
berpusat di Demak, Jawa Tengah.
Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam ditanah Jawa yang
mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat
istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam.
Para ulama yang sembilan (Wali Songo) dalam menanggulangi masalah adat istiadat lama bagi
mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN.
JAMA'AH GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para
pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat)dan lain-lain.
Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu,
keyakinan animisme dan dinamisme.
6
Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala
adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari'at Islam tanpa reserve. Karena murninya aliran
dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.
Adapun JAMA'AH TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang
didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati.
Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnyayang mengerjakan adat
istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting
merekamau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari'at Islam.
Maka para wali aliran Tuban berusaha agar adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme
diwarnai keislaman.
Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut
aliran Giri yang "radikal". aliran ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampuradukan
syari'at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam abangan.
Dengan ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Kitab Brahmana. Sebuah kitab yang isinya mengatur
tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati
roh-roh untuk menghormati orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna
Besar dan Yajna Kecil.
Yajna Besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan Somayjna. Somayjna adalah upacara
khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.
Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua
orang.
Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian yaitu : Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan
Aghrain. Dari empat macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang
yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara meng hormati roh-roh
orang yang sudah mati.
Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah mati, sebelum
memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali kedunia ada yang menjadi dewa, manusia, binatang
dan bahkan menjelma menjadi batu, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya
selama hidup, dari 1-7hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada hari ke
40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah keluarganya.
Maka dari itu, pada hari-haritersebut harus diadakan upacara saji-sajian dan bacaan mantera-mantera
serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa agar rohnya si fulan menjalani karma menjadi
manusia yang baik, jangan menjadi yang lainnya.
Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan aghnideya, yaitu menyalakan api suci (membakar
kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si fulan yang dituju. Selanjutnya diteruskan
7
dengan menghidangkan saji-sajian berupa makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke
para dewa, kemudian dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para
pendeta agar permohonannya dikabulkan.
Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan musyawarah antara para wali
untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah
tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar
adat istiadat lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna(hindu) dimasuki
unsur keislaman.
Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama (wali) tahu benar
bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang
sebenarnya.
Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali
pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan sebagai
berikut :
"Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat istiadat lama itu nanti akan dianggap
sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid'ah"?.
Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut :
"Saya sangat setuju dengan pendapat Sunan Kali Jaga"
Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas
anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan KaliJaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan
keinginannya.Meski akhirnya ajaran islam dibaurkan hindu budha.
Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang
bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang kemudian dikenal
dengan nama nelung dino, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyewu,poso mutih dan ngrowot.
Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang berkembang subur, akan
tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang subur.
Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa
mendapat peluangyang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam.
Dari hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran klenik/aliran kepercayaan yang berbau Islam . Dan
tumbuhlah apa yang disebut "Manunggaling Kaula Gusti" yang artinya Tuhan menyatu dengan
tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain
sebagainya tidak usah dilakukan.
8
Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup banyak sudah
menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti itu hidup subur sampai sekarang.
Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari ajaran Islam yang
sebenarnya.
para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi para raja Islam pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya untuk menegakkan syari'at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari
para raja Islam pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban.
Sehingga pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar terlepas dari
pengaruh para ulama aliran Giri.
Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para ulama yang berusaha
mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan
,,Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama.
Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo, Santri Giri
berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang Amangkurat I yang keparat itu.
Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai pengganti ayahnya, ia membela, dendam
terhadap Truno Joyo yang menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC
menyerang Giri Kedaton dan semua ulama serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan
semua keturunan Sunan Giri dihabisi pula.
Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam yang konsekwen . Ulama-ulama yang
boleh hidup dimasa itu adalah ulama -ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri
dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang melekat
pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.
Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada seorang ulamapun yang muncul untuk
mengikis habis adat-istiadat lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna.
Baru pada tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang
berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur'an dan As
Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat Indonesia telah banyak
dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al Qur'an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela
perbuatan khurafat dan bid'ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.
Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala adat istiadat Budha,
Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akantetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran
pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain.
Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu
sendiri, yang ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk membuang
beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh
ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam,
9
yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.
Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang diberi nama
"Nahdhatul Ulama" yang disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu
keputusan yang antara lain :
"Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil yang sistimatikanya seperti
yang kita kenal sekarang di masyarakat".
Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga semua acara yang
bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara
lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai
sekarang.
Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan dalam upacara
kematian hanya dikenal di Jawa saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini.
Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain
seperti Arab, Mesir, dan negara-negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara
tahlilan dalam kematian ini.
Dengan sudah mengetahui sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian yang terurai diatas, maka
kita tidak akan lagi mengatakan bahwa upacara kematianadalah ajaran Islam, bahkan kita akan bisa
mengatakan bahwa orang yang tidak maumembuang upacara tersebut berarti melestarikan salah satu
ajaran agama Hindu. Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam, bahkan
tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa kita orang Islam justru melestarikan
keyakinan dan ajaran mereka.
Tak cukupkah bagi kita Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yg sudah jelas terang
benderang saja yang kita kerjakan. Kenapa harus ditambah-tambahin/mengada-ada.
Mudah-mudahan setelah kita tahu sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian,kita mau
membuka hati untuk menerima kebenaran yang hakiki dan kita mudah-mudahan akan menjadi orang
Islam yang konsekwen terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Ada satu hal yang perlu kita jaga baik-baik, jangan sekali-kali kita berani mengatakan bahwa orang
yang matinya tidak ditahlil adalah kerbau. Menurut penulis, perkataan seperti ini termasuk dosa besar,
karena berarti Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta kaum
musliminseluruh dunia selain orang pulau Jawa yang matinya tidak ditahlili adalah kerbausemua.
Na'udzu billahi mindzalik
maksud dan tujan ulama' tuban dahulu adalah membaurkan ajaran islam ke upacara hindu adalah
untuk mudah menyebarkan agama islam.Dan sekarang adalah bukan masa penyebaran agama,tp
akhir zaman waktunya kembali ke ajaran islam murni
jadi upacara adat kematian,kehamilan,kelahiran yang seperti umat hindu lah yang dilarang
Karena Bukan ajaran Islam
cukup sekian dari saya, maaf jika ada hal yang menyinggung perasaan
wassalamu 'alaikum
Komentar
http://www.hacker.p.ht/belajar-css-bagian-7.xhtml
jadi yang salah bukan zdikir tahlil (laa ilaha illallah) tp upacaranya akhi..
Referensi bisa anda googling,atau buku kitab sunah/hadist ahlussunah wal jamaah (imam
syafii,maliki,hanafi,ahmad bin hanbal) disitu ada amalan tahmid,tasbih,takbir&tahlil
tp tidak ada upacara2 yg disebut diatas,justru yg adalah larangan mengikuti adat kaum kafir.
silakan baca lagi artikel diatas,mungkin anda kurang paham dengan judul diatas
tahlilan 7, 40,100 dan 1000 hari? kalau tidak, janganlah mengada-ada. Anda tentu tahu sendiri dosanya
mengada-ada dalam agama.Tempatnya di NRK !
https://facebook.com/abunawasmajdub/posts/261141594031693
Namanya keyakinan sulit untuk merubahnya. Dari yg pro tahlilan maupun kontra, banyak orang pintar,
ahli agama, ahli tafsir al-Qur'an dan hadits. Nggak usah terlalu diperdebatkan. Sejak dahulu tidak akan
ada habisnya. Tidak akan merubah semuanya. Klo penasaran mengapa ada perbedaan pendapat
tentang tahlilan. Coba masing2 dari yang pro dan kontra tanyakan kepada pakarnya. Misalnya yang
pro tanyakan kepada pakar yang kontra. Dan yang kontra tanyakan kepada pakar yang pro. Jangan
ribut ya. Salam damai....