I. Tujuan
1. Mengenal reaksi esterifikasi dengan hasil padatan
2. Memahami cara pelaksanaan rekristalisasi dengan pelarut campuran
3. Menganalisa asetosal dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dan
titik leleh.
II. Prinsip
1. Reaksi Esterifikasi
Esterifikasi atau pembentukan ester terjadi jika asam karboksilat
dipanaskan bersama alkhohol primer atau sekunder dengan sedikit asam
mineral sebagai katalis. Produksi ester secara industry dilakukan dengan
mereaksikan anhidrida asam dengan alkhohol. Ester yang dibuat dengan
cara ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan aspirin
(Wilbraham, 1992).
2. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin.
Seringkali senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki
kemurnian yang tidak terlalu tinggi.untuk memurnikan senyawa tersebut
perlu dilakukan rekristalisasi (Wiwin, 2008).
3. Reaksi asetilasi
Asetilasi merupakan proses masuknya radikal asetil dalam molekul
senyawa organik yang mengandung gugus OH atau reaksi penggantian
atom H dan gugus hidroksil dengangugus asetil (CH3COO)
menghasilkan ester yang spesifik (Wilbraham, 1992)
4. Kepolaran
Kepolaran dalam ikatan kimia adalah suatu keadaan dimana distribusi
penyebaran elektron tidak merata atau elektron lebih cenderung terikat
pada salah satu atom. Kepolaran erat kaitannya dengan keelektronegatifan
dan bentuk molekul. Kepolaran suatu senyawa tergantung dari harga
momen dipolnya (Wiwin, 2008).
5. Titik Leleh
Pelelehan adalah konversi dari keadaan padat ke cair. Titik leleh normal
suatu padatan ialah suhu pada saat padatan dan cairan berada dalam
kesetimbangan di bawah tekanan 1 atm (Oxtoby et al, 1999).
6. Hukum Lambert Beer
Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya Tampak, Ultra-
violet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu
larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal
larutan (Triyati, 1985). Hukum ini secara sederhana dapat dinyatakan
dalam rumus berikut:
-log T = abc A = abc,
dimana A adalah absorbansi, T adalah transmisi, a adalah absorptivitas, b
adalah tebal media (kuvet), dan c adalah konsentrasi larutan (Permanasari,
2011).
7. Kromofor
Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya
disebut kromofor, dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga,
terutama jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi (ikatan rangkap dan
ikatan tunggal pada strukturnya berselang-seling). Semakin panjang ikatan
rangkap dua atau rangkap tiga terkonjugasi dalam molekulnya, maka
molekul tersebut akan semakin mudah menyerap cahaya (Cairns, 2004).
8. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya dalam spektrofotometri dikenal sebagai absorbansi,
yang dapat diukur dengan spektrofotometer (Cairns, 2004).
III. Reaksi
1. Reaksi esterifikasi
IV.
Teori Dasar
Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoat) merupakan senyawa
bifungsional, yaitu memiliki gugus fungsi hidroksil dan gugus fungsi
karboksil. Asam salisilat berfungsi sebagai fenol (hidroksi benzene) dan juga
berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai asam maupun sebagai fenol,
asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan dengan
anhidrida asam akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam asetil
salisilat (Horizon, 2011).
(Horizon, 2011).
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan
dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai
jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih
kecil dari 1,0 (Arista, 2010).
(Haqiqi, 2008).
Pada permukaan gel silika yang merupakan fase diam, atom silikon
berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan gel silika terdapat ikatan
Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan gel silika sangat polar dan karenanya
gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang
sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-
dipol (Arista, 2010).
Jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi tidak
berwarna dilakukan dengan cara pendaflour dan bercak secara kimia. fase
diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang
ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika
diberikan sinar ultraviolet (UV). Untuk membuat bercak-bercak menjadi
tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga
menghasilkan produk yang berwarna. Dengan begitu kita dapat melihat
bercak-bercak warna pada masing-masing cuplikan untuk membandingkan
harga Rfnya dan mengetahui senyawa apa yang terdapat didalam cuplikan
(Arista, 2010).
Air
Anhidrida asetat
Asam asetat
2. Gelas kimia 2. Aquades
12. Oven
16. Spektrofotometer UV
17. Thermometer
(terlampir)
VI. Prosedur Kerja
Alat dan bahan telah disiapkan. Sebanyak 5 gram asam salisilat dan 7
mL anhidrida asetat dimasukkan dalam labu didih, larutan digoyangkan
beberapa menit agar seluruhnya tercampur. Setelah itu, sebanyak 3 tetes
H2SO4 diteteskan dalam larutan pereaksi. Larutan pereaksi dalam labu didih
dipanaskan pada heater mantle selama 10-15 menit dengan temperatur 60o C,
sambil terus diaduk dengan thermometer secara konstan. Setelah dilakukan
pemanasan, larutan aspirin dipipet dalam plat tetes dan kemudian ditetesi
dengan FeCl3. Langkah pemanasan dan penambahan FeCl3 dapat diulangi
kembali hingga larutan aspirin yang ditetesi FeCl3 tidak berubah warna (tetap
bening). Lalu, larutan aspirin didinginkan hingga warna larutan berubah
menjadi kental berwarna keabu-abuan.
1
2
3
0,5 cm 0,5 cm
Gambar Silika Gel
Pada gambar silika gel, terdapat nomor 1 yang merupakan titik
ditotolkannya asetosal baku, nomor 2 merupakan titik ditotolkannya asam
salisilat, dan nomor 3 merupakan titik tempat ditotolkannya asetosal sampel.
Setelah itu silika gel yang telah ditotolkan dengan masing-masing pereaksi
dimasukkan dalam larutan fase gerak yang berupa campuran larutan metanol
dan air dengan perbandingaan 1:1. Kemudian, silika gel ditunggu beberapa
menit hingga larutan fase geraknya sampai ke garis atas, lalu didiamkan
sejenak dan dilihat perpindahan titiknya dalam spektrofotometri UV 254 nm.
No
Perlakuan Hasil
.
1 Memasukkan 5 gram asam salisilat didapatkan asam salisilat
dalam labu didih, kemudian larut
memasukkan 7 mL anhidrat asetat
dan menambahkan 3 tetes H2SO4
2 Memanaskan labu didih dalam suhu didapatkan larutan warna
60o C selama 15 menit dalam heater hitam kebiruan
mantle sambil memasukkan
beberapa batu porselin kecil dalam
labu didih dan mengaduknya
dengan thermometer
3 Memipet larutan aspirin dalam plat warna larutan tetap hitam
tetes dan menambahkan FeCl3 kebiruan
4 Memanaskan kembali larutan didapatkan warna larutan
aspirin selama 5 menit lalu memipet hitam kebiruan, setelah itu
larutan aspirin ke plat tetes dan warna larutan menjadi
menambahkan FeCl3 kembali. putih keruh dan kental
Ulangi kembali langkah ini hingga
larutan aspirin yang ditetesi FeCl3
tidak berubah warna (tetap bening)
5 Menambahkan 75 mL air pada larutan yang telah ditetesi
larutan aspirin berwarna ungu dan terdapat
endapan
6 Mengaduk larutan dalam labu didih didapatkan larutan berwarna
dan mendiamkannya sejenak putih keruh dan endapan
putih
7 Menyaring larutan aspirin dengan larutan dan endapan terpisah
corong Buchner
8 Melarutkan endapan aspirin dalam endapan larut
campuran air-etanol sambil
memanaskan dalam heater mantle
9 Memindahkan larutan aspirin yang larutan aspirin dalam labu
telah dipanaskan dalam labu erlenmeyer
erlenmeyer untuk kemudian
mendiamkannya selama 24 jam
Analisa Asetosal melalui Pengujian Titik Leleh
No
Perlakuan Hasil
.
1 Memasukkan asetosal sampel yang didapatkan asetosal sampel,
telah dibuat, asam salisilat, dan asam salisilat, dan asetosal
asetosal baku 98% dalam pipa baku dalam masing-masing
kapiler pipa kapiler sebanyak 1 cm
2 Memasukkan pipa kapiler yang Titik leleh asetosal sampel
berisi asetosal sampel, asam TL1 = 125,4o C
TL2 = 139,7o C
salisilat, dan asetosal baku 98%
Titik leleh asam salisilat
dalam melting point apparatus dan TL1 = 136,3o C
memantaunya dari suhu 120-150o C TL2 = 150,1o C
Titik leleh asetosal baku
TL1 = 135,1o C
TL2 = 143,2o C
No
Perlakuan Hasil
.
1 Memasukkan aquades dalam kuvet, larutan bening dan kuvet
lalu menguji dengan bersih
spektrofotometer
2 Memasukkan asetosal sampel dalam absorban tertinggi pada 228
kuvet hingga setinggi 3/4 kuvet nm
VIII. Perhitungan
Diketahui:
massa asetosal (C7H6O3) = 5 gram
massa anhidrida asetat (C4H6O3) = 7,5 gram
Mr C7H6O3 = 138,12
Mr C4H6O3 = 102,09
Ditanyakan:
Berapa C4H6O3 yang dibutuhkan?
Jawab:
Mol (n) asam salisilat C7H6O3
Gram 5
n= = =0,036 mol
Mr 138,12
M 0,036 0,073
Massa aspirin:
Gram
n=
Mr
Gram=n Mr =0,036 176=6,336 gram
1,9
100
6,336
29,987
IX. Pembahasan
Aspirin adalah senyawa turunan asam salisilat yang dapat disintesis
melalui reaksi esterifikasi. Asam salisilat dilarutkan pada anhidrida asetat
sehingga terjadi substitusi gugus hidroksi (OH) pada asam salisilat dengan
gugus asetil (OCOCH3) pada anhidrida asetat.
Ketika larutan aspirin dipanaskan, labu didih diberi tutup dan setiap
dua menit tutupnya dibuka. Hal ini disebabkan oleh adanya gas yang
dihasilkan dari tumbukan partikel ketika terjadi pengadukan di heater mantle.
Tumbukan partikel membuat molekul-molekul yang berada dalam larutan
aspirin menimbulkan uap gas yang terperangkap dalam labu didih. Sifat gas
yang berada dalam suatu wadah akan menekan ke segala arah dengan besar
gaya yang jauh lebih besar dari gaya awal gas tersebut ketika dilepaskan. Oleh
karena itu, jika tutup labu didih tidak dibuka setiap dua menit, maka akan
terjadi penumpukan gas di dalamnya dan pada akhirnya membuat tutup labu
didih sangat sulit untuk dibuka. Hal ini dapat menggangu jalannya reaksi di
dalam labu didih. Setiap tutup labu didih dibuka, juga dilakuan pengecekan
temperatur dengan thermometer yang bertujuan agar mempertahankan suhu
konstan 60oC dalam reaksi tersebut.
Labu didih yang berisi zat pereaksi diberikan beberapa batu porselin
kecil yang memiliki pori-pori untuk memperbesar luas permukaan tumbukan
molekul dari zat pereaksi di dalamnya sehingga juga dapat mempercepat
tercapainya energi aktivasi. Labu didih bulat dan batu porselin kecil
membantu meratakan panas yang diperoleh dari melting point apparatus.
Setelah pemanasan, dilakukan penambahan air hangat pada larutan secara
perlahan, dengan tujuan untuk mengikat kelebihan anhidrida asetat sehingga
tidak mengganggu jalannya reaksi selanjutnya.
Selain itu, aspirin bersifat tidak larut dalam air dingin ataupun air
panas. Hal ini dikarenakan asam salisilat sebagai bahan baku aspirin
merupakan turunan asam bnezoat yang termasuk dalam asam lemah, yang
bersifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam proses pembuatan aspirin
dilakukan penambahan air agar dapat terjadi suatu endapan aspirin.
Analisa asetosal atau aspirin melalui metode uji titik leleh dilakukan
dengan cara memasukkan asetosal dalam pipa kapiler hingga setinggi 1 cm.
Seharusnya sebelum dimasukkan asetosal, salah satu ujung pipa kapiler perlu
dibakar terlebih dahulu agar zat-zat yang ada di dalam pipa kapiler meleleh
lebih dulu ketika proses pelelehan. Hal ini dapat menghilangkan zat yang
menghambat proses pipa kapiler dalam melelehkan asetosal sehingga proses
pelelehan dapat berlangsung dengan lancar. Selain itu, pembakaran ini
dilakukan agar salah satu ujung pipa kapiler tersebut menutup dan dapat
menampung kristal asetosal yang akan dimasukkan. Apabila salah satu ujung
tersebut tidak tertutup, maka asetosal yang dimasukkan akan keluar kembali
dari pipa kapiler. Namun, pada percobaan kali ini pipa kapiler tidak dibakar
terlebih dahulu, melainkan langsung diisi dengan asetosal. Hal ini nantinya
dapat memengaruhi hasil percobaan yang dilakukan.
Dan melting point yang dutunjukka oleh asam salisilat ialah sebesar 136,3
cukup signifikan antara asetosal baku dan asetosal sampel. Hal ini
menunjukkan perbedaan tingkat kemurnian antara asetosal baku dan asetosal
sampel. Faktor yang memengaruhi kemurnian suatu zat ialah adanya zat
pengotor. Zat pengotor tersebut mungkin masih mengendap karena tidak
berhasil dilarutkan oleh etanol dan air panas saat proses sintesis asetosal
sehingga menghambat proses pelelehan asetosal sampel.
Analisa asetosal selanjutnya dengan metode spektrofotometri UV. Zat
yang akan diuji dengan spektrofotometri akan lebih baik jika diuji dalam
bentuk larutan, dikarenakan larutan memiliki ukuran molekul yang kecil
sehingga ketika cahaya UV diteruskan ke dalam sampel, cahaya tidak terlalu
banyak diserap/diabsorbsi oleh komponen sampel. Hal ini dapat menyebabkan
menigkatnya keakuratan pembacaan zat oleh spektrofotometri UV.
Pada percobaan spektrofotometri UV, awalnya terdapat kuvet yang
diisi dengan aquades dan setelahnya diuji dengan spektrofotometer. Aquades
ini digunakan sebagai pembanding nilai panjang gelombang dan
absorbansinya. Absorbansi adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh
bahan pada panjang gelombang sehingga akan membentuk warna tertentu.
Selain itu digunakan pula larutan blanko yang digunakan untuk mengetahui
serapan zat yang bukan analit. Masing-masing kuvet berbeda diisi dengan
asetosal baku dan asetosal sampel sebanyak bagian dari kuvet, kemudian
diuji dengan menggunakan spektrofotometer. Tingkat absorbansi dari asetosal
baku dan asetosal sampel berbentuk grafik dan dapat dilihat pada komputer
yang telah tersambung dengan spektrofotometer.
Cara memegang kuvet yang benar ialah dengan memegang di bagian
yang buram, agar cahaya yang masuk tidak akan terhalang. Perlu diketahui
bahwa bagian bening dari kuvet tersebut merupakan tempat masuknya cahaya.
Identifikasi dan karekaterisasi asetosal dapat dilakukan dengan metode
KLT atau Kromatografi Lapis Tipis. Bahan yang digunakan pada metode KLT
ini berupa silika gel. Silika gel umumnya mengandung bahan tambahan
kalsium sulfat yang berfungsi untuk mempertinggi daya lekat. Silika gel
digunakan sebagai absorben bagi senyawa-senyawa netral, asam, dan basa.
Pada percobaan KLT ini, silika gel diukur terlebih dahulu, yaitu dengan
diberi garis sebagai penanda batas bagi fase gerak dan diberi jarak pula bagi
larutan yang akan ditotol yaitu masing-masing larutan sebesar 1 cm. Tujuan
diukurnya silika gel ini ialah agar bercak yang terbentuk pada teratur. Pada
percobaan ini, digunakan pipa kapiler untuk menotolkan larutan asetosal baku,
asetosal sampel, dan asam salisilat 40 ppm ke atas silika gel. Alasan
penggunaan pipa kapiler adalah karena untuk memudahkan saat menotolkan
larutan ke silika gel, supaya bercak/noda yang terbentuk tidak terlalu besar.
Larutan asetosal baku, asetosal sampel, dan asam salisilat ditotol dengan jarak
0,5 dari bawah silika gel.
Silika gel yang telah ditotol tersebut kemudian dikeringkan sebelum
dicelup ke dalam larutan fase gerak. Setelah kering, silika gel dimasukkan ke
dalam gelas beaker yang telah berisi fase gerak yang dibuat dari methanol dan
air dengan perbandingan 1:1. Perbandingan ini dimaksudkan untuk
menyeimbangkan tingkat kepolaran saat proses penotolah. Ketika direndam,
larutan fase gerak akan naik hingga mencapai garis yang ditentukan. Apabila
fase gerak telah mencapai garis, maka silika gel tersebut diambil untuk
kemudian diamati dengan menggunakan UV 254 nm. Dari pengamatan
tersebut didapatkan bercak hasil penotolan ketiga larutan (asetosal baku,
asetosal sampel, dan asam salisilat). Dari bercak tersebut, dapat dihitung nilai
Rf nya. Rf adalah parameter karakteristik kromatografi lapis tipis. Rf dapat
difenisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Harga Rf dipengaruhi oleh pelarut yang
dugunakan, bahan fase gerak, suhu, panjang trayek migrasi, dan
ketidakhomogenan lempeng.
Pada percobaan kali ini nilai Rf tidak dapat dihitung karena ketiga
bercak yang terbentuk terletak pada posisi yang sejajar dan terlihat agak
menyatu. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada praktikum uji kemurnian
dan karakteristik asetosal adalah ketika menotolkan larutan ke atas silika gel,
larutan yang ditotolkan ke atas silika gel harus ditotol secukupnya sehingga
diameter dari larutan yang ditotol tidak terlalu besar. pada percobaan ini,
larutan yang ditotol terlalu banyak, sehingga saat bercak/noda tersebut diamati
dengan UV 254 nm bercak tersebut terlihat menyatu. Selain itu, larutan fase
gerak yang terdiri dari methanol dan air juga memengaruhi pengujian
kemurnian asetosal ini. methanol bukanlah pelarut yang baik. Pada larutan
fase gerak seharusnya digunakan etil asetat, karena etil asetat merupakan
larutan pengembang yang lebih baik dibandingkan methanol.
X. Kesimpulan
1. Reaksi esterifikasi antara asam salisilat dan anhidrida asetat
menghasilkan asam asetil salisilat sebesar 1,9 gram
2. Dalam proses rekristalisasi digunakan etanol dan air sebagai pelarut
3. Asetosal dapat dianalisis dengan metode titik leleh, spektofotometri UV,
dan KLT. Dengan metode titik leleh didapat titik leleh asetosal sebesar
dapat dihitung karena posisi bercak 1 dan bercak 2 sejajar dan agak
menyatu
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Groggin, P.H. 1985. Unit Process in Organic Chemistry. New York: Mc Grow Hill
Book
Horizon. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Jambi: Universitas Jambi.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis, dan N.H. Nachtrieb. 1999. Principles of Modern
Chemistry Fourth Edition. US: Harcourt Inc.
Gambar Keterangan
Larutan asetosal setelah dipanaskan selama 15 menit