Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Retinopati prematuritas (ROP) digambarkan untuk pertama kalinya oleh Terry
pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu suatu retinopati proliferatif
dimana terdapat gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang
lahir prematur, hal tersebut terkait dengan penyediaan oksigen yang terlalu tinggi
dan tidak terkendali. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat
menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati
prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi
penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden
ROP semakin meningkat.
Sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta akibat ROP. Lebih
dari 50.000 anak di seluruh dunia setiap tahunnya dibutakan oleh ROP. Selama
tahun 1940an dan 1950an, ROP merupakan penyebab utama kebutaan pada anak
di Amerika Serikat. Pada tahun 1951, Campbell pertama kali mengusulkan bahwa
ROP berhubungan dengan terapi oksigen yang diberikan dalam perawatan
neonatus, dan teori ini dikonfirmasi kemudian hari oleh Patz.
Retinopati prematuritas merupakan penyebab utama kebutaan pada bayi
dengan berat lahir rendah/ berat badan lahir sangat rendah. Retinopati
prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa
perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi. Pajanan oksigen konsentrasi
tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga
memperlambat perkembangan pembuluh darah retina sehingga menimbulkan
daerah iskemia pada retina.
Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi
faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh
dalam patogenesis ROP masih belum dapat diketahui. Karenanya penting untuk
memahami patogenesis kondisi ini. Hubungan antara umur kehamilan yang
rendah, hambatan pertumbuhan, faktor pertumbuhan tergantung pada oksigen, dan
hiperoksia harus lebih jelas dipahami.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Retinopati prematuritas (Retinopathy of Prematurity = ROP) adalah suatu
keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada
bayi prematur. Retinopati yang berat ditandai dengan proliferasi pembuluh retina,
pembentukan jaringan parut dan pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi
akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen
konsentrasi tinggi (kondisi ketika neonatus harus bertahan akibat ketidakmatangan
paru). Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hlperoksia) mengakihatkan tingginya
tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkemhangan pembuluh darah
retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina.
ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh
retina, jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan
bisa bocor, jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini
menyebabkan ablasi retina. detasemen retina adalah penyebab utama gangguan
penglihatan dan kebutaan pada ROP.

Gambar 1 dan 2. Retinopati

prematuritas

2.

ANATOMI
RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan
saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya
dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada sekitar 6.5mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan

2
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
melekat dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga melekat juga dengan
membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan
epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga mudah membentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan
ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga
membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan
dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera, yang
meluas ke taji sklera. Dengan demikian jika terjadi ablasi khoroid, dapat meluas
melewati ora serrata, di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel
permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan
perluasan anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina
menghadap ke vitreous.

Gambar 3. Retina dan pembesaran skematiknya

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitans interna


2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion

3
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakirn dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

Gambar 4. Penampang lapisan retina

Retina mempunyai tebal 0.1mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1.5 mm. Definisi alternatif secara
histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari
satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-
arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3.5 mm di
sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan

4
oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi
fluoroesens. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar
dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling
tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina
yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual
yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling
besar di makula, dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu: khoriokapilaria yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang memperdarahi sepertiga bagian luar retina,
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi
oleh khoriokapilaria dan sangat mudah terkena kerusakan yang tak dapat
diperbaiki jika retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina.
Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah-retina sebelah
luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

3. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
Dari hasil suatu penelitian di Korea melaporkan angka insidensi terjadinya
ROP 20,7% (88 dari 425 bayi prematur) dan melaporkan bahwa usia gestasi
28 minggu dan berat lahir 1000g merupakan faktor risiko yang paling
signifikan. Pada penelitian lainnya melaporkan angka insidensi sebesar 29.2%
(165 dari 564 bayi dengan BBLASR). Usia median dari onset ROP adalah 35
minggu (range 31-40 minggu).

Mortalitas dan Morbiditas


Setiap tahunnya, sekitar 500-700 anak mengalami kebutaan akibat ROP di
Amerika Serikat, sekitar 2100 bayi akan mengalami gejala sisa sikatrisial,

5
termasuk miopia, strabismus, kebutaan, dan ablasio retina. Terdapat 20% dari
semua bayi prematur yang mengalami suatu bentuk strabismus dan kelainan
refraksi pada usia 3 tahun. Hal inilah mengapa bayi dengan usia gestasi kurang
dari 32 minggu atau berat kurang dari 1500 gr harus melakukan kontrol
kesehatan mata setiap 6 bulan, terlepas dari ada atau tidaknya ROP.
Ras kulit hitam menderita ROP yang lebih ringan dibanding ras
Kaukasian. Insidens sedikit lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki. ROP
adalah penyakit bayi prematur. Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang
dari 1500 gr dan usia gestasi kurang dari 32 minggu memiliki risiko untuk
menderita ROP. Maka dibuat semacam screening protocol yang sesuai dengan
usia gestasi.
- Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani
pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu
- Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu , harus menjalani
pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu
- Bayi yang lahir pada usia gestasi 29 minggu, pemeriksaan mata
pertama dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan

4. PATOFISIOLOGI
ROP merupakan kelainan vaskular retina imatur. Pembuluh darah retina belum
berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin bayi kurang
bulan, semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri retina terjadi
sebagai respon terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2), vasokontriksi
ini merupakan respon protektif dan tidak mebahayakan bagi retina yang sudah
berkembang penuh, tetapi hipoperfusi dan hipoksemia setempat pada retina
dengan vaskularisasi tidak lengkap merangsang proliferasi pembentukan
pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebagai upaya mensuplai daerah yang
kurang mendapat perfusi. Perdarahan selanjutnya ke dalam badan kaca dan retina
menyebabkan proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk lepasnya
retina dan kebutaan.
Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya
tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah
retina (vaskulogenesis) Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina. Pada

6
kondisi normal, retina mempunyai kepekaan terhadap kerusakan oksidatif yang
disebahkan tiga hal, yaitu:
1. Berlimpahnya substrat untuk reaksi oksidatif dalam bentuk asam lemah
tak jenuh ganda
2. Retina memproses cahaya sedangkan cahaya merupakan inisiator
pembentukan oksigen radikal bebas, dan
3. Adanya aliran oksigen lintas membran yang relatif tinggi.
Pada bayi prematur, kepekaan retina terhadap stres oksidatif disebabkan oleh:
-
retina mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap reaksi kimia, sehingga
mampu merambatkan kerusakan oksidatif
-
bayi prematur mengalami hiperoksia tidak hanya diakibatkan oleh
perubahan konsentrasi oksigen di uterus ke udara bebas, tetapi juga akibat
peningkatan oksigen inspirasi, dan
-
bayi prematur tidak mempunyai pengganti komponen antioksidan retina.
Retinopati prematur merupakan manifestasi alamiah akibat toksisitas pemberian
oksigen pada bayi prematur.
Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir
Amat Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa
berat badan lahir rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang
berat (misalnya respiratory distress syndrome, displasia bronkopulmoner, dan
sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak
sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk menderita
penyakit ini.
Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16
minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari
sel spindle mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai
sebagian besar aliran darah, sehingga terjadilah proliferasi endotelial dan
pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh
retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6
minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan
tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32
minggu. Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah
tervaskularisasi seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm).

7
Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina
normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel
mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction.
Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal,
mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer
dan Hittner, yang menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya ROP.
Fase pertama, yaitu fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan
hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.
Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan
retina yang iskemik untuk membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru
ini bersifat immatur dan tidak berespon terhadap regulasi yang normal.
Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina melalui difusi
dari kapiler-kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina terus tumbuh
semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat disuplai oleh pembuluhnya.
Seiring waktu, terjadilah hipoksia retinal yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan pembuluh darah yang berlebihan; keadaan hypoxia-
vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.

5. MANIFESTASI KLINIS
Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International
Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini
membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3),
penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan
penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus
mencakup hal-hal berikut ini :
- Usia gestasi saat lahir, khususnya bila kurang dari 32 minggu
- Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari 1250
gr
- Faktor risiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia,
hiperkarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

8
ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang
menggambarkan tingkat keparahan penyakit. Semakin kecil dan semakin muda
usia bayi saat lahir, semakin besar kemungkinan penyakit ini mengenai zona
sentral dengan stadium lanjut.
Pembagian Zona.
1. Zona I
- Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus
optikus. Area ini memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula
dalam bentuk lingkaran. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada
stadium 1, imatur) dianggap kondisi yang kritikal dan harus dimonitor
dengan ketat.
- Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan
sangat cepat, kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari
perburukan penyakit ini bukanlah ditemukannya neovaskularisasi
tetapi dengan ditemukan adanya pembuluh darah yang mengalami
peningkatan dilatasi. Vaskularisasi retina tampak meningkat mungkin
akibat meningkatnya shunting ateriovena.

Gambar 5. ROP
zona I
2. Zona 2
- Zona 2 adalah area
melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora serrata sebagai
batas nasal.
- ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya
didahului dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan
terjadinya perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara
lain : (1) tampak vaskularisasi yang meningkat pada ridge
(percabangan vaskular meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa
penyakit ini mulai agresif. (2) Dilatasi vaskular yang meningkat. (3)

9
tampak tanda hot dog pada ridge; merupakan penebalan vaskular
pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2 (batas zona 1)
dan merupakan indikator prognosis yang buruk.

Gambar 6. ROP zona II

3. Zona 3
- Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada
bagian temporal.
- Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam
setiap beberapa minggu.
- Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvaskular. Kondisi ini ditemukan pada
balita dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak
ditemukan adanya penyakit sequelae dari zona ini.

Gambar 7.
ROP zona III

10
Pembagian Stadium
1. Stadium 0
Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina
yang imatur. Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara
retina yang tervaskularisasi dengan nonvaskularisasi. Hanya dapat
ditentukan perkiraan perbatasan pada pemeriksaan.
a. Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan
saraf optik sebagai satu-satunya landmark. Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang setiap minggu.
b. Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu.
c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai.

2. Stadium 1
Ditemukan garis demarkasi tipis diantara area vaskular dan avaskular
pada retina. Garis ini tidak memiliki ketebalan.
a. Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya
pertama kali pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular.
Pembuluh retina tampak halus, tipis, dan supel. Sebaiknya
dilakukan pemeriksaan setiap minggu.
b. Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
c. Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu
3. Stadium 2
Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan
avaskular retina.
a. Pada zona 1, apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge,
ini merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran
pembuluh, penyakit dapat dipertimbangkan telah memburuk dan
harus ditatalaksana dalam 72 jam.
b. Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak
terjadi pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan
tiap 2 minggu.
c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai,
kecuali ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.
4. Stadium 3
Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal
(neovaskularisasi) pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau
anterior dari rongga vitreous.

11
a. Pada zona 1, apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka
kondisi ini merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan
terapi.
b. Pada zona 2, prethreshold adalah bila terdapat stadium 3 dengan
penyakit plus.
c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai,
kecuali bila ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.
5. Stadium 4
Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge.
Retina tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular.
a. Stadium 4A : tidak mengenai fovea
b. Stadium 4B : mengenai fovea
6. Stadium 5
Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong (funnel).
a. Stadium 5A : corong terbuka
b. Stadium 5B : corong tertutup

Penyakit Plus
Penyakit plus didefinisikan sebagai arteriolar yang berkelok-kelok dan
pembesaran vena pada kutub posterior, pembesaran vaskularisasi iris, rigiditas
pupil, dan vitreous yang berkabut, yang mana merupakan bagian dari
subklasifikasi dari stadium-stadium di atas. Adanya penyakit plus merupakan
salah satu tanda bahaya. Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai
dengan tanda plus pada stadium penyakit.

Threshold disease
Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam
berturut-turut atau 8 arah jarum jam yang tidak berurutan. Adanya kelainan ini
merupakan indikasi untuk dilakukannya terapi.

6. DIAGNOSIS
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan
menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan
dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen yang digunakan adalah:
1. spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka),
2. depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata),

12
3. lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat).
Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi
rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub
posterior, untuk mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak
terletak pada nasal ora serrata, temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2.
Apabila pembuluh nasal telah mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada
zona 3.

7. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Stadium lanjut dari ROP dapat dibedakan dari penyebab leukokoria lainnya.
Diagnosis diferensial yang penting meliputi:
1. Exudative vitreoretinopathy, merupakan kelainan genetik yang merusak
vaskularisasi retina pada neonatus cukup bulan.
2. Persistent hyperplastic primary vitreous, dapat mengakibatkan terlepasnya
retina akibat terjadinya tarikan.

2.8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medis
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari
screening oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko.
Saat ini, belum ada standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian
terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat
antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-
obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit
neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati diabetik. Terapi
lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level
insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids
(PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti
diusulkan oleh Chen and Smith.
Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab
utama ROP, banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen
pada penderita ROP dapat merangsang regresi dari penyakit ini. Namun,
sebuah studi multisenter yang dikenal sebagai STOP-ROP (Supplemental

13
Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy Of Prematurity),
menemukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan yang terjadi
dengan mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%. Namun, saturasi
oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah penyakit itu sendiri.

2. Terapi Bedah
a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)
- Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan
- Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular
- Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu
- Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu
tindakan
b. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal.
Karena tingkat stress prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin
dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur ini selesai. Komplikasi
yang paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler, hematom
konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia.
c. Terapi Bedah Laser
Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1
dan juga menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan.
Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan outcome yang
kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah
terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai ketajaman visus
dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan
dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser
lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi. Namun,
krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina
terbatas oleh opasitas medianya.
d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)
Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early
treatment) dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia

14
kehidupan 9 bulan dan 2 tahun. Berdasarkan studi ini, para
oftalmologis membagi ROP menjadi dua bagian besar, yaitu :
1) Tipe 1 (membutuhkan terapi)
a) Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus
b) Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus
2) Tipe 2 (membutuhkan observasi)
a) Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus
b) Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

Tabel 1. Guideline ETROP

2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia,
strabismus, nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Vanderveen et al
meneliti bahwa strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.

2.10. PROGNOSIS
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada
pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki
prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior
atau stadium III, IV, dan V.

15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada
bayi prematur. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden
ROP semakin meningkat. Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi
oksigen saja yang menjadi faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-
faktor tersebut berpengaruh dalam patogenesis ROP masih belum dapat diketahui.

16
Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari
pembuluh retina normal. Sel-sel spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi
hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini mengganggu
pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon
neovaskular. Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel
mesenkimal dan retina yang iskemik untuk membuat vaskularisasi yang baru.
Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak berespon terhadap regulasi yang
normal.
Untuk kepentingan tatalaksana, maka dibentuklah International Classification
of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi
penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit
berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium
(0-5). Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan
menggunakan oftalmoskopi binokular indirek.
Tatalaksana ROP adalah terapi bedah, yaitu Terapi bedah ablatif (Ablative
surgery), Krioterapi, dan Terapi Bedah Laser. Prognosis ROP ditentukan
berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan stadium, pada pasien yang tidak
mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik
dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV,
dan V.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tejiro B,2006. Retinopathy of prematurity. Dalam: arch soc esp oftalmol;


81:129-130.
2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as a possible cause for retrolental
fibroplasia. A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited June 5,
2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-
diagnosis

17
3. Gargely K,2010. Retinopathy of prematurity-epidemics, incidence,
prevalence, blindness. Faculty of medicine, comenicus university
Bratistava, Slovakia
4. Ali farrukh. Retinopathy of prematurity. Department of ophthalmology
arrow park hospital.2010
5. Bashour M. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008.
Cited November 16 , 2010. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis.
6. Benson C Ralph. Retinophati prematuritas. Dalam: Obsteri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC,2004.
7. Ilyas sidarta,2004. Retina. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta.
8. Alvin K Behrman. Prematuritas dan Retardasi pertumbuhan intrauterine.
Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak: bayi berisiko-tinggi. Edisi 15.
Jakarta : Penerbit EGC,2000.

18

Anda mungkin juga menyukai