Istihsan & Istihsab
Istihsan & Istihsab
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1. Untuk mengetahui definisi istihsan dan istishab.
2. Untuk menjelaskan tentang kehujjahan istihsan dan istishab
sebagai sumber hukum Islam.
3. Untuk menjelaskan berbagai pendapat ulama tentang
istihsan dan istishab.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Istihsan (
)
2.1.1 Definisi Istihsan
2
Abu Ishaq Asy-Syatibi dalam madzhab Al-Maliki berkata, Istihsan
adalah pengambilan suatu kemaslahatan yang bersifat juzi
dalam menanggapi dalil yang bersifat global.
3
satu dalil yang jelas atau kuat untuk menuju kepada dalil yang
lain, karena ada sesuatu hal.4
4
b) Dari ketentuan nash yang umum menuju hukum yang
khusus.
Contoh: Pengecualian hukuman potong tangan pencuri dari
ketentuan ayat 38 al-Maidah yang berbunyi:
Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Maidah: 38).
Yang menyatakan adanya hukuman tersebut apabila
pencurian tersebut dilakukan dalam musim kelaparan,
sebagaimana yang pernah digariskan Umar r.a.
5
tetapi ia memperbolehkan salam (jual buah tanaman
sebelum masa mengetamnya).
c) Dasar yang berupa kebiasaan. Seperti pesan pakaian yang
seharusnya tidak sah, karena barangnya belum ada. Akan
tetapi menurut istihsan, diperbolehkan, karena perbuatan
semacam itu telah menjadi kebiasaan.
a. Ulama Hanafiyah
7 Ahmad Jamal, Al-Fath Fiqih, Gresik: CV. Putra Kembar Jaya, 2007, hlm.
45.
6
kitab fiqhnya banyak sekali terdapat permasalahan yang
menyangkut istihsan.8
b. Ulama Malikiyah
c. Ulama Hanabilah
d. Ulama Syafiiyah
Barang siapa yang menggunakan istihsan berarti ia telah
membuat syariat. Beliau juga berkata, Segala urusan itu telah
diatur oleh Allah Swt, setidaknya ada yang menyerupainya
7
sehingga dibolehkan menggunakan qiyas, namun tidak
dibolehkan menggunakan istihsan.
2.2 Istishab (
)
2.2.1 Definisi Istishab dan Hakikat Istishab
8
Artinya:
Artinya:
9
bagi mereka, niscaya semuanya diciptakan bukan untuk
mereka.13
14 Ibid.
10
a. Menjadikan istishab sebagai pegangan dalam menentukan
hukum sesuatu peristiwa yang belum ada hukumnya, baik
dalam al-Quran, as-Sunah maupun ijma. Ulama yang
termasuk kelompok ini adalah Syafiiyah, Hanabilah,
Malikiyah, Dhahiriyah dan sebagian kecil dari ulama
Hanafiyah dan ulama Syiah. Dalil yang mereka jadikan
alasan, antara lain sebagai berikut:
Artinya:
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna
untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. Yunus: 36).
Berdasarkan kaidah prinsip diatas, para ulama ushul
fiqh menetapkan kaidah-kaidah fiqh sebagai berikut:16
Pertama: asal sesuatu itu tetap sebagaimana adanya
Artinya:
Pada dasarnya yang dijadikan dasar adalah sesuatu yang
jadi sebelumnya.
11
Artinya:
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
Dari pemaparan pembahasan materi diatas, dapat kami
simpulkan sebagai berikut:
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
14
Al-Ghazali, Abu Hamid. Al-Mushtashfa fi Ilm Al-Ushul. Beirut: Dar
Al-Kutub Al- Ilmiyah.
Hanafie, A. 1993. Usul Fiqh. Jakarta: PT Widjaya.
Jamal, Ahmad. 2007. Al-Fath Fiqih. Gresik: CV. Putra Kembar Jaya.
Mujib, Abdul. 1980. Al-Qawaidu Al-Fiqhiyyah. Yogyakarta: Nur
Cahaya.
Syafei, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka
Setia.
15