Anda di halaman 1dari 10

FOOT DROP PADA PASIEN MORBUS HANSEN

Kelompok 3

Anggota :
Ariq Suprangga (1606868712)
Dona Safitri (1606868776)
Khansa Mutiara Syah Putri (1606868725)
Melati Putri Aji (1606919764)
Nadia Feibriningtyas (1606919676)
Nurul Husna (1606919884)
Qurrotuain Nanda Caesar (1606868864)
Sarah Khairani (1606868782)
Yuliana Dwi Isnawati (1606919814)

OKUPASI TERAPI
PROGRAM VOKASI
UNIVERSITAS INDONESIA 2017
I. Definisi Foot Drop

Terdapat beberapa pengertian Foot Drop, yaitu sebagai berikut :


1. Foot Drop adalah sebuah nama sederhana untuk masalah kompleks yang
berpotensi. Foot Drop dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi seperti dorsiflexor
cedera, cedera saraf perifer, stroke, neuropati, toksisitas obat, atau diabetes.

2. Foot Drop adalah keterbatasan atau ketidakmampuan untuk mengangkat bagian


depan kaki yang mengacu kepada kelemahan otot-otot (tibialis anterior,
ekstensorhalucis longus dan ekstensor digitorum longus) yang memungkinkan
seseorang untuk melenturkan pergelangan kaki dan jari kaki.

3. Foot Drop adalah posisi di mana saraf lateral poplitea pada leher di bagian fibula
pasien lepra mengalami kelumpuhan secara lambat atau tiba-tiba, sehingga pasien
tidak dapat melakukan dorsofleksi (dorsiflexion) atau gerakan menekuk telapak
kaki di pergelangan ke arah depan seperti pada gambar.
II. Etiologi Foot Drop

Foot Drop adalah gejala dari masalah yang mendasari, dari penyakit itu sendiri.
Hal ini dapat bersifat sementara atau permanen.

Penyebab Foot Drop meliputi:


1. Cedera Saraf
Merupakan penyebab yang paling sering terjadi, Foot Drop disebabkan oleh
cedera pada saraf peroneal. Cedera pada saraf peroneal juga dapat dikaitkan
dengan rasa sakit atau mati rasa di sepanjang tulang kering atau bagian atas kaki.
kaki. Sehingga seseorangdengan Foot Drop memiliki kontrol terbatas atas
gerakan kaki.
Beberapa cara umum saraf peroneal rusak atau dikompresi meliputi :
Cedera olahraga
Diabetes Melitus
Hip or knee replacement surgery
Duduk bersila atau jongkok dalam waktu yang lama
Persalinan
Kehilangan sejumlah besar berat badan
Cedera pada akar saraf di tulang belakang juga dapat menyebabkan Foot
Drop

Lesi saraf yang paling sering terjadi pada ekstremitas bawah adalah lesi pada
nervus fibularis communis.

Penyebab tersering terjadinya lesi nervus fibularis communis adalah sebagai


berikut:
Keseringan menyilangkan kaki

Fraktur fibula proksimal

Memakai sepatu bot untuk ski atau gips yang ketat

2. Gangguan Otak atau Tulang Belakang

Kondisi neurologis yang dapat berkontribusi untuk Foot Drop:


Stroke
Multiple sclerosis ( MS )
Cerebral palsy
Charcot Marie Tooth disease

3. Gangguan Otot
Kondisi yang menyebabkan otot-otot lemah secara progresif atau memburuk yang
dapat menyebabkan Foot Drop :
Muscular dystrophy
Amyotrophic lateral sclerosis (penyakit Lou Gehrig)
Polio

III. Gejala Foot Drop

Gejala cedera saraf peroneal (Foot Drop) dapat meliputi :


Ketidakmampuan untuk menunjukkan jari-jari kaki ke arah tubuh (dorsofleksi)
Nyeri
Kelemahan
Mati rasa (pada shin atau atas kaki)
Hilangnya fungsi kaki
Gaya berjalan High-stepping walk (disebut steppage gait atau foot drop gait).

Yang paling umum ditemui adalah karena gaya bejalan steppage gait yang sering
ditandai dengan menaikkan paha terlalu berlebihan sambil berjalan, seolah-olah
menaiki tangga yang dikaitkan dengan menyeret kaki dan jari kaki, menyeret jari
kaki ditanah dan jari kaki menapak dengan tidak terkontrol.

Steppage gait tinggi dikaitkan dengan salah satu dari berikut :

Menyeret kaki dan jari kaki


Menyeret jari kaki di tanah
Jari kaki menapak dengan tidak terkontrol

IV. Pemeriksaan Penunjang pada pasien dengan Foot Drop


1. X-ray

X-ray merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang diantaranya adalah


cahaya yang dapat kita lihat. Namun panjang gelombang dari X-ray sangat kecil
sehingga frekuensi yang dimiliki X-ray sangat besar dan menyebakan energi yang
dimilikinya pun sangat besar. Sinar X mempunyai ukuran panjang mulai dari 0,01
sampai 10 nanometer dengan frekuensi mulai dari 30 petaHertz sampai 30
exaHertz dan mempunyai energi mulaidari 120 elektroVolt hingga 120 kilo
elektroVolt.

2. MRI

MRI dapat membantu identifikasi penyakit. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


atau pencitraan resonansi magnetik adalah alat pemindai yang memanfaatkan
medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur
dan organ dalam tubuh.

Alat MRI

Hasil MRI Foot Drop

3. Electromyography (EMG)
Elektromiografi (EMG) adalah teknik untuk memeriksa dan merekam aktivitas
sinyal otot. EMG dilakukandengan instrumen bernama elektromiograf, untuk
menghasilkan rekaman bernama elektromiogram. Elektromiograf mendetekasi
potensi listrik yang dihasilkan oleh sel otot ketika otot ini aktif dan ketika sedang
beristirahat.

V. Te
ra
pi

dan Alat Bantu pada Pasien dengan Foot Drop


1. Fisioterapi
Pasien diberikan latihan untuk menguatkan otot kaki bagian bawah dan telapak
kaki.

2. Operasi

3. Pemasangan Ankle-Foot Orthosis (AFO)

Ankle-Foot Orthosis (AFO) atau Splint adalah alat bantu yang dipakai untuk :
Mengurangi rasa sakit

Mengurangi risiko cedera

Meningkatkan atau mencegah cacat fisik

Menstabilkan sendi atau sendi-sendi

Meningkatkan mobilitas atau kinerja

Salah satu penanganan Foot Drop pada pasien lepra adalah pemasangan Ankle-
Foot Orthosis (AFO). AFO merupakan modalitas terapi yang paling sering
digunakan untuk Foot Drop, materialnya terbuat dari plastic, metal serta kulit
hewan. AFO yang dipakai yaitu AFO yang terbuat dari plastik, karna pada
penderita kusta fungsi otonom terganggu sehingga kelenjar keringat terganggu dan
menjadi kering jadi tidak boleh terlalu banyak fiksasi di area kaki. AFO yang
terbuat dari plastik juga lebih ringan daripada metal namun hanya digunakan
untuk jangka pendek. Model AFO dari plastik yang dibuat secara custom (yaitu
sesuai dengan bentuk kaki individu) dapat dipakai untuk jangka waktu yang lebih
lama karena risiko mengiritasi kulit lebih kecil daripada tipe standar.
Contoh berbagai macam AFO:
Selain itu, pasien lepra juga dapat menggunakan Static Splint. Splint tersebut digunakan di
sekitar saraf yang mengalami kelumpuhan akibat penyakit lepra untuk mencegah cedera pada
saraf yang mungkin terjadi karena gerakan berulang kali pada sendi dan menjaga agar saraf
berada pada posisi yang fungsional. Pasien akan dilatih secara lembut dan pasif untuk
menggerakkan sendi yang masih berfungsi secara baik dengan sendi atau saraf yang sudah di-
splint agar saraf tidak mengalami kekakuan. Latihan aktif juga perlu dilakukan untuk
mengembalikan kekuatan otot pada bagian tubuh yang lumpuh. Splint dengan posisi yang
fungsional dapat dilihat pada gambar di bawah :
DAFTAR PUSTAKA

https://www.meb.uni-bonn.de/dtc/primsurg/docbook/html/x10661.html

http://nlep.nic.in/pdf/Ch%208%20-%20Lepra%20reaction.pdf

http://m.wisegeek.com/what-is-a-static-splint.htm

http://www.adi-kakipalsu.com/drop-foot/

http://www.hemihelp.org.uk/hemiplegia/treatments/splinting/foot_and_ankle_splints/

www.boneandjoint.org.uk/content/jbjsbr/50-B/3/629.full.pdf

www.blatchford.co.uk/.../guide-ankle-foot-orthosis-afo.pdf

https://www.academia.edu/29017915/kelainan_pada_tibialis_and_peroneal.docx\

Anda mungkin juga menyukai