Anda di halaman 1dari 213

MODUL PENGAUDITAN 1

OLEH:

MAXYANUS TARUK LOBO

A311 12 296

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
bimbingan-Nyalah sehingga Modul ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya .
Modul yang berisi materimateri pengauditan 1 ini dibuat dengan maksud untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Pengauditan 1.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu penyelesaian tugas ini, diantaranya:
1. Pembimbing/dosen Pengauditan 1 yang telah memberikan pengarahan demi
kesempurnaan tugas ini.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril maupun materil bagi penulis.
3. Pihak-pihak lain yang tidak sempat penulis tuliskan satu per satu, yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian tugas ini.

Namun demikian, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan maka
penulis memohon maaf jika terdapat kata-kata yang kurang menyenangkan di hati para
pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tulisan ini dimasa mendatang.

Semoga modul ini dapat memberi manfaat bagi pembaca umumnya dan penulis
khususnya.

Makassar, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

2
Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I: Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II: Pembahasan 3

Materi I: Auditing dan Profesi Akuntan Publik 3

Materi II: Audit Laporan Keuangan dan Tanggung Jawab Auditor 17

Materi III: Etika Profesional 35

Materi IV: Kewajiban Legal Auditor 62

Materi V: Sasaran Audit, Bukti Audit, dan Kertas Kerja 76

Materi VI: Peneimaan Penugasan dan Perencanaan Audit 91

Materi VII: Materialitas, Risiko Audit, dan Strategi Audit Awal 108

Materi VIII: Struktur Pengendalian Intern 122

Materi IX: Menilai Risiko Pengendalian dan Uji Pengendalian 137

Materi X: Risiko Deteksi dan Rancangan Uji Substantif 168

Materi XI: Pengambilan Sampel Audit dalam Uji Pengendalian 184

Materi XII: Pengambilan Sampel Audit dalam Uji Substantif 198

Materi XIII: Pengauditan Sistem EDP 210

DAFTAR PUSTAKA 225

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Auditing bagi perusahaan merupakan hal yang cukup penting karena memberikan
pengaruh besar dalam kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pada awal
perkembangannya auditing hanya dimaksudkan untuk mencari dan menemukan
kecurangan serta kesalahan, kemudian berkembang menjadi pemeriksaan laporan
keuangan untuk memberikan pendapat atas kebenaran penyajian laporan keuangan
perusahaan dan juga menjadi salah satu faktor dalam pengambilan keputusan.

Seiring berkembangannya perusahaan, fungsi audit semakin penting dan timbul


kebutuhan dari pemerintah, pemegang saham, analis keuangan, bankir, investor, dan
masyarakat untuk menilai kualitas manajemen dari hasil operasi dan prestasi para
manajer. Untuk mengatasi kebutuhan tersebut, timbul audit manajemen sebagai sarana
yang terpercaya dalam membantu pelaksanaan tanggungjawab mereka dengan
memberikan analisis, penilaian, rekomendasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Auditing dan Profesi Akuntan
Publik ?
2. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Audit Laporan Keuangan dan
Tanggung Jawab Auditor?
3. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Etika Profesional?
4. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Kewajiban Legal Auditor?
5. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Sasaran Audit, Bukti Audit, dan
Kertas Kerja?
6. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Penerimaan Penugasan dan
Perencanaan Audit?
7. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Materialitas, Risiko Audit, dan
Strategi Audit Awal?
8. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Struktur Pengendalian Intern?
9. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Menilai Risiko Pengendalian dan
Uji Pengendalian?
10. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Risiko Deteksi dan Rancangan Uji
Substantif?
11. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Pengambilan Sampel Audit dalam
Uji Pengendalian?
12. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Pengambilan Sampel Audit dalam
Uji Substantif?
13. Apa sajakah hal-hal yang tercakup dalam materi Pengauditan Sistem EDP?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Auditing dan Profesi
Akuntan Publik
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Audit Laporan
Keuangan dan Tanggung Jawab Auditor
3. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Etika Profesional.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Kewajiban Legal
Auditor
5. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Sasaran Audit, Bukti
Audit, dan Kertas Kerja
6. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Penerimaan
Penugasan dan Perencanaan Audit
7. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Materialitas, Risiko
Audit, dan Strategi Audit Pendahuluan
8. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Struktur Pengendalian
Intern
9. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Menilai Risiko
Pengendalian dan Uji Pengendalian
10. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Risiko Deteksi dan
Rancangan Uji Substantif
11. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Pengambilan Sampel
Audit dalam Uji Pengendalian
12. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Pengambilan Sampel
Audit dalam Uji Substantif
13. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan materi Pengauditan Sistem
EDP.

BAB II: PEMBAHASAN

Materi I: AUDITING DAN PROFESI AKUNTAN PUBLIK

Tujuan Pembelajaran:

Setelah mempelajari materi ini kita diharapkan untuk:

a. Mampu menjelaskan definisi auditing, tipe audit dan auditor


b. Mampu mejelaskan jasa-jasa yang dapat diberikan oleh KAP

2
c. Mampu menjelaskan organisasi yang ebrhubungan dengan profesi

Pembahasan Materi:

A. Pengantar Auditing Kontemporer


1. Definisi Auditing
Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American
Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) dalam Boynton (2003:5)
memberikan definisi auditing sebagai: suatu proses sistematis untuk memperoleh
serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan
peristiwa ekonomi, dengan tujuanmenetapkan derajat kesesuaian antara asersi-
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Definisi auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang
diuraikan sebagai berikut.
a. Suatu proses sistematik. Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu
berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur dan
terorganisir. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang
direncanakan, terorganisasi dan bertujuan. Auditing Standards Board
(ASB=Dewan Standar Auditing) menerbitkan Generally Accepted Auditing
Standards (GAAP=Standar Auditing yang Berlaku Umum) yang digunakan
sebagai pedoman profesional berkaitan dengan proses audit.
b. Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif. Maksudnya ialah
memeriksa dasar asersi serta mengevaluasi hasil pemeriksaan tersebut tanpa
memihak dan berprasangka, baik kepada pemberi kerja (manajemen) atau
pihak ketiga (pemakai hasil audit)
c. Asersi/pernyataan tentang kegiatan dan peristiwa ekonomi. Yang
dimaksud dengan peristiwa ekonomi disini adalah hasil proses akuntansi,
dimana akuntansi sendiri merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran
dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.
Proses akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan atau asersi yang dimuat
dalam laoporan keuangan, laporan operasi intern, dan surat pemberitahuan
pajak (SPT).
d. Derajad kesesuaian. Yaitu menunjuk pada kedekatan dimana
asersi/pernyataan dapat diidentifikasi dan dibandingkan dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Ekspresi kesesuaian ini dapat berbentuk kuantitas, seperti
jumlah kekurangan dana kas kecil, atau dapat juga berbentuk kualitatif, seperti
kewajaran (keabsahan laporan keuangan.
e. Kriteria yang telah ditetapkan. Yaitu standar-standar yang digunakan sebagai
dasar untuk menilai asersi/ pernyataan, dimana hal ini dapat berupa:

3
i. Peraturan-peraturan spesifik yang ditetapkan atau dibuat oleh badan
legislatif.
ii. Anggaran atau ukuran kinerja lainnya yang ditetapkan oleh manajemen.
iii. Generally Accepted Accounting Principle (GAAP=Prinsip akuntansi
yang berlaku umum) yang ditetapkan oleh Financial Accounting
Standards Board (FASB= Badan standar akuntansi keuangan).
f. Penyampaian Hasil. Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan
atestasi (attestation). Penyampaian hasil ini dilakukan secara tertulis dalam
bentuk laporan audit yang menunjukkan derajad kesesuaian antara asersi dan
kriteria yang telah ditetapkan. Penyampaian hasil inidapat meningkatkan atau
menurunkan derajad kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi
yang dibuat oleh pihak yang diaudit.
g. Pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu mereka yang menggunakan atau
mengandalkan temuan-temuan auditor. Dalam lingkungan bisnis, mereka
adalaj para pemegang saham, manajemen, kreditor, kantor pemerintah, calon
investor dan kreditor, organisasi buruh, kantor pelayanan pajak, dan
masyarakat umum.
Selain pengertian Auditing yang diungkapkan diatas, pengertian Auditing juga
diungkapkan oleh Castle (2010) yaitu Auditing is the accumulation and evaluation
of evidence about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and estabished criteria. Auditing should
be done by a competent, Independen person.
Kata Kunci untuk Definisi Auditing menurut Castle adalah :
a. Bukti (Evidence). Informasi yang digunakan auditor untuk menetapkan apakah
inf ormasi yang diaudit dinyatakan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
b. Kriteria.Informasi yang diperoleh dalam mengaudit harus diverifikasi dan
dievaluasi dengan standart (kriteria) tertentu, misal: dalam mengaudit laporan
keuangan historis maka standar yang digunakan PABU.
c. Kompeten. Auditor harus mempunyai kualifikasi, memahami kriteria yang
digunakan dan mengetahui tipe dan berbagai macam bukti audit untuk
mengambil kesimpulan setelah bukti tersebut diuji kebenarannya.
d. Independen. Auditor harus menjaga tingkat independensinya agar tetap
memperoleh kepercayaan dari pengguna telah memintanya untuk melakukan
audit atas laporannya.
e. Audit Report. Merupakan tahap akhir dalam proses audit dan merupakan
pengkomunikasian temuan auditor dengan pengguna laporan keuangan
perusahaan. Audit report umumnya menginformasikan tingkat kesesuaian antara
informasi dengan kriteria yang ditetapkan.

2. Jenis-Jenis Audit
a. Audit Laporan Keuangan

4
Audit laporan keuangan (financial statement audit) adalah audit yang dilakukan
terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan untuk menyatakan
pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai
dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum (GAAP).
b. Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan (Compliance audit) adalah audit yang berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah
kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan,
ketentuan, atau peraturan tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit jenis ini
dapat berasal dari berbagai sumber, seperti kebijakan manajemen, hukum,
peraturan atau persyaratan lain dari pihak ketiga. Laporan audit kepatuhan
umumnya ditujukan kepada otoritas yang menerbitkan kriteria tersebut dan
dapat terdiri dari (1) ringkasan temuan atau (2) pernyataan keyakinan mengenai
derajad kepatuhan dengan kriteria tersebut.
c. Audit Operasional
Audit operasional adalah audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan
mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi
entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Menurut
Mulyadi tujuan audit operasional adalah untuk:
i. Mengevaluasi kinerja
ii. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
iii. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Oleh karena itu, laporan untuk audit operasional tidak hanya memuat
pengukuran efisiensi dan efektivitas saja, namun juga memuat rekomendasi
untuk peningkatan kinerja.
3. Jenis-Jenis Auditor
a. Auditor Independen
Menurut Boynton (2003:8) auditor independen di Amerika Serikat biasanya
adalah CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun anggota kantor
akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien.
Menurut Mulyadi auditor independen merupakan auditor profesional yang
menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit
atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.
Untuk berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus memenuhi
persyaratan pendidikan dan pengalam kerja tertentu. Auditor independen harus
telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau memiliki ijazah yang
disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan
Persamaan Ijasah Akuntan, dan mendapat izin dari Menteri Keuangan.
b. Auditor Internal

5
Menurut Boyton (2003:8) Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang
diaudit. Menurut Mulyadi auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam
perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas
prosedur kegiatan organisasi , serta menentukan keandalan informasi yang
dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
c. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau
pertangjawaban keuangan yang ditujuan kepada pemerintah. Umumnya auditor
pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka), serta
instansi pajak. BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden Republik Indonesia dalam bidang pengawasan
keuangan dan pembangunanyang dilaksanakan oleh pemerintah. Auditor yang
bekerja di BPKP mempunyai tugas pokok melaksanakan audit atas laporan
keuangan instansi pemerintah, proyek-proyek pemrintah, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta yang pemerintah
mempunyai modal yang besar didalamnya.
Bepeka adalah unit oraganisasi dibawah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR, yang
tugasnya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan presiden RI dan
aparat dibawahnya kepada dewan tersebut. Instansi pajak adalah unit organisasi
dibawah Departemen Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan
beberapa jenis pajak yang dipungut oleh pemerinyah. Tugas poko auditor yang
bekerja di instansi pajak adalah mengaudit pertanggung jawaban keuangan
masyarakat wajib pajak kepada pemerintah dengan tujuan untuk memverifikasi
apakah kewajiban pajak telah dihitung oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam undang-undang pajak yang berlaku.
B. Profesi Akuntan Publik:
Menurut Mulyadi izin menjalakan praktik akuntan publik diberikan oleh Menteri
Keuangan jika seseorang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berdomisili di wilayah Indonesia
b. Lulus ujian Sertifikasi akuntan publik yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia
c. Menjadi anggota IAI
d. Telah mendapat pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan
dengan dreputasi yang baik dibidang audit.

6
C. Jasa Yang Disediakan Oleh Kantor CPA
Boyton (2003:19) mengemukakan bahwa jasa-jsa yang diberikan oleh kantor CPA
adalah:
1. Jasa Penjaminan (Assurance Service)
Assurance Servicer adalah jasa profesional independen yang mampu
meningkatkan mutu informasi, atau konteksnya, untuk kepentingan para pengambil
keputusan. Aspek-aspek kunci dari assurance service adalah:
a. Konsep independensi. Para pengguna jasa sangat mengandalkan
independensi CPA serta dapat menarik manfaat yang bernilai dari kenyataan
bahwa CPA bersifat tidak memihak dan objektif.
b. Konsep jasa profesional, meliputi aplkasi pertimbanganprofesional, yang
merupakan ciri unik yang bahwa CPA dalam penarikan. Meskipun kemajuan
teknologi informasi dapat mempercepat pengumpulan dan analisis data,
namun teknologi tersebut tidak dapat menggantikan pertimbangan profesional
seorang praktisi.
c. Konsep mutu informasi. Assurance service dapat meningkatkan mutu
informasi atau konteksnya. Assurance service dapat meningktakan mutu
informasi dengan cara meningkatkan keandalan dan relevansi.

Assurance service berbeda dengan jasa audit dalam satu hal kunci tertentu. Jasa
audit terutama berfokus pada informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
Assurance service bukan hanya berkaitan dengan laporan keuangan, namun juga
berkaitan dengan lingkup luas informasi yang digunakan oleh para pengambil
keputusan. Beberapa contoh assurance service adalah sebagai berikut:

a) Jasa penilaian risiko, dimana CPA dapat meningkatkan mutu informasi risiko
untuk para pengambil keputusan internal melalui penilaian independen
mengenai kemungkinan suatu peristiwa atau tindakan yang akan berpengaruh
pada kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan bisnis serta
melaksanakan strateginya dengan berhasil.
b) Jasa penilaian kinerja, berfokus pada memberikan keyakinan berkenaan
dengan penggunaan ukuran-ukuran keuangan dan nonkeuangan oleh
organisasi untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kegiatan.
c) Asuransi perawatan lansia, merupakan jasa potensial dimana para CPA
dapat menyediakan jasa yang bernilai tinggi bagi anggota keluarga dengan
cara memberikan keyakinan bahwa tujuan pemeliharaan dapat tercapai untuk
para anggota keluarga berusia lanjut yang tidak lagi dapat mandiri
sepenuhnya.
2. Jasa Atestasi
Jasa atestasi (attest service) merupakan suatu jasa dimana kantor CPA
mengeluarkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu kesimpulan tentang

7
keandalan asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain. Jasa atestasi ini
dapat dibagi menjadi empat jenis:
a. Audit
Jasa audit meliputi upaya memperoleh dan mengevaluasi bukti yang
mendasarilaporan keuangan historis yang memuat asersi yang dibuat oleh
manajemen entitas. Berdasarkan audit tersebut CPA memberikan pernyataan
pendapat positif tentang apakah laporan tersebut telah menyajikan secara
wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Perhatikan bahwa istilah
positif berarti pasti atau yakin, termasuk juga untuk keadaan yang kurang
menguntungkan, yaitu ketika bukti-bukti yang diperoleh dalam audit telah
membawa CPA pada kesimpulan yang positif (pasti) bahwa laporan tidak
sesuai dengan GAAP.
b. Pemeriksaan
Istilah pemeriksaan (examination) digunakan untuk menguraikan jasa lain yang
muncul dalam peryataan positif suatu pendapat tentang kesesuaian asersi
yang dibuat oleh pihak lain dengan kriteria yang ditetapkan. Contoh
pemeriksaan meliputi: (1) laporan keuangan prospektif (bukan historis), (2)
asersi manajemen tentang efektivitas struktur pengendalian intern entitas, (3)
kepatuhan entitas terhadap peraturan dan perundangan tertentu.
c. Review
Jasa review terutama terdiri dari permintaan keterangan dari manajemen
entitas serta analisis komparatif atas informasi keuangan. Tujuan review adalah
untuk memberikan keyakinan negatif sebagai lawan dari pernyataan positif
yang diberikan pada suatu audit.
d. Prosedur yang disepakati
Lingkup kerja dalam melaksanakan prosedur yang disepakati juga lebih sempit
dibandingkan dengan jasa audit dan pemeriksaan. Sebagai contoh: klien dan
kantor CPA dapat membuat kesepakan bahwa prosedur-prosedur tertentu
hanya akan dilaksankanpada elemen dan akun tertentu dalam laporan
keuangan sebagia lawan dari laporan keuagan keseluruhan.
3. Jasa Lain
Jenis utama dari jasa-jasa lain yang diberikan oleh kantor CPA adalah jasa
teknologi, konsultasi manajemen, perencanaan keuangan, serta jasa internasional.
Ciri umum dari jasa-jasa ini adalah bahwa jasa ini tidak memberikan suatu
pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain dari keyakinan.
Jenis utama jasa-jasa lain yang diberikan oleh kantor CPA adalah :
a. Jasa teknologi
CPA memberikan jasa teknologi dalam bentuk analisis sistem, manajemen
informasi, serta pengamanan sistem. Para CPA adalah tenaga yang ahli dalam
mengevaluasi pengendalian intern entitas serta telah mengembangkan
keahliannya dalam membantu klien untuk merancangsistem informasi dan

8
pengendalian, sistem untuk mendukung kebutuhan pengambilan keputusan
lainnya, serta membuat rekomendasi untuk meningkatkan pengamanan sistem
b. Konsultasi Manajemen
Dalam melaksanakan jasa konsultasi manajemen, para praktisi
mendayagunakan keahlian teknis, pendidikan dan pengamanan mereka untuk
memberikan nasihatdan bantuan teknis untuk klien.jasa ini dapat membantu
klien untuk meningkatkan penggunaan kemampuan dan sumber daya mereka
dalam mencapai tujuan.
c. Perencanaan Keuangan
Jasa perencanaan keuangan (financial planning services) meliputi segala
sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan pajak dan analisis laporan
keuangan untuk menyusun struktur portofolio investasi serta transaksi
keuangan yang kompleks untuk bisnis.
d. Internasional
Dewasa ini, hampir semua usaha melakukan kegiatan : (1) membeli produk
dan jasa dari perusahaan asing, (2) menjual produk atau jasa ke perusahaan
asing, atau (3) memiliki pesaing penting dari perusahaan asing. Dengan
bertumbuhnya perniagaan secara elektronik (e-commerce), banyak
perusahaan yang berurusan dengan aspek internasional dari bisnis mereka
yang beberapa tahun sebelumnya tak pernah terbayangkan. CPA menyediakan
beragam jasa intenasional (international services) seperti perencanaan pajak
lintas batas, atau bantuan dalam penyusunan merger maupun kerja sama
multinasional.

Menurut Silvi (2011), Sesuai dengan kompetensinya, jasa-jasa yang dapat


diberikan Kantor Akuntan Publik (KAP) meliputi, tetapi tidak terbatas pada yang
berikut ini:

1. Jasa Audit Laporan Keuangan. Dalam kapasitasnya sebagai auditor


independen KAP melakukan auditumum atas laporan keuangan untuk
memberikan pernyataan pendapatmengenai kewajaran laporan keuangan suatu
entitas ekonomi dihubungkandengan prinsip yang berlaku umum. Prinsip
akuntansi yang berlaku umummeliputi pernyataan standar akuntansi keuangan
(PSAK) yang dikeluarkanIkatan Akuntan Indonesia dan Standar atau Praktek
Akuntansi lain yangberlaku umum (sepanjang belum diatur oleh
PSAK).Pernyataan pendapat yang diberikan auditor mengenai kewajaran
laporankeuangan, berdasarkan audit yang dilakukannya, dapat berupa:
a. Pendapat wajar tanpa pengecualian.
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan
bahwalaporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal

9
yangmaterial, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas satuan
usahatertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa yang ditambahkan
dalam laporan audit bentuk baku. Keadaan tertentu mungkin
mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau
bahasa penjelasan yang lain) dalam laporanaudit, meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpapengecualian atas laporan keuangan.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian.
Dengan pendapat wajar dengan pengecua lian, auditor dapat
menyatakanbahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam
semua halyang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas satuan
usahatertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
kecualiuntuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
d. Pendapat tidak wajar. Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan
bahwa laporankeuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan
hasil usahadan arus kas satuan usaha tertentu sesuai dengan prinsip
akunta nsiyang berlaku umum.
e. Tidak memberikan pendapat. Dengan pernyataan tidak memberikan
pendapat, auditor tidakmenyatakan pendapat bahwa ia tidak menyatakan
pendapat ataslaporan keuangan.Auditor hanya bertanggung jawab atas
pernyataan pendapat ataslaporan keuangan yang diauditnya. Tanggung
jawab atas laporankeuangan tetap berada pada managemen entitas
ekonomi yangbersangkutan.Dalam melaksanakan auditnya, KAP harus
mematuhi Kode Etik AkuntanPublik Indonesia dan Standar Auditing yang
terdapat dalam Stand arProfesional Akuntan Publik (SPAP). Dalam standar
auditing yangberlaku, diatur mengenai umum yang harus dipenuhi auditor,
termasukpersyaratan independensi, standar pekerjaan lapangan, dan
standarpelaporan.
2. Jasa Audit Khusus
Disamping audit umum atas laporan keuangan, KAP juga memberikan
jasaaudit khusus, sesuai dengan kebutuhan. Audit khusus dapat
memberikanaudit atas akun atau pos laporan keuangan tertentu yang dilakukan
denganmenggunakan prosedur yang disepakati bersama, audit laporan
keuangan y angdisusun berdasarkan suatu basis akuntansi komprehensif.
Selain prinsipakuntansi yang berlaku umum, audit atas informasi keuangan
untuk tujuantertentu dan audit khusus lainnya. Dalam melaksanakan audit
khusus iniauditor tetap berpedoman pada standar auditing yang dimuat dalam
SPAP.
3. Jasa Atestasi.

10
Jasa atestasi yang diberikan KAP berkaitan dengan penerbitan laporan
yangmemuat suatu kesimpulan tentang keandalan asersi (pernyataan)
tertulisyang menjadi tanggung jawab pihak lain, dilaksanakan melalui pe
meriksaan,review dan prosedur yang disepakati bersama. Asersi yang menjadi
obyekdalam penegasan atestasi dapat berupa Proyeksi dan Perkiraan
Keuangan(Laporan Keuangan Prospektif Keuangan, Perkiraan Keuangan dan
ProyeksiKeuangan), Pelaporan Informasi Keuangan Proforma, Pelaporan
tentangStruktur Pengendalian Intern atas Laporan Keuangan tersebut.
Dalammelaksanakan program ini KAP tunduk pada Standar Atestasi dalam
SPAP.
4. Jasa Review Laporan Keuangan.
Review laporan keuangan merupakan salah satu jasa yang diberikan KAP
untukmemberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat modifikasi
materialyang harus dilaksanakan agar laporan keuangan tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atas basis akuntansi
komprehensiflainnya. Review dilakukan melalui prosedur pengajuan pertanyaan
dan analisisdengan berpedoman pada Standar Jasa Akuntansi dan Review
yang terdapat dalam SPAP.
5. Jasa Kompilasi Laporan Keuangan.
KAP dapat melakukan kompilasi laporan keuangan berdasarkan catatan
datakeuangan serta informasi lainnya yang diberikan managemen suatu
entitasekonomi. Dengan kompilasi ini, KAP tidak memberikan pernyataan
pendapatmengenai kewajaran laporan keuangan atas suatu keyakinan apapun
terhadaplaporan tersebut. Tanggung jawab laporan keuangan sepen uhnya
tetap beradapada managemen entitas ekonomi yang bersangkutan.
Pelaksanaan kompilasilaporan keuangan oleh KAP dilakukan berpedoman
pada Standar Jasa Akuntansi dan Review yang terdapat dalam SPAP.
6. Jasa Konsultasi.
Jasa konsultasi yang diberikan KAP meliputi berbagai bentuk dan bidangsesuai
dengan kompetensi akuntan publik. Jasa yang diberikan KAP bervariasimulai
dari jasa konsultasi umum kepada managemen, perancangan sistem
danimplementasi sistem akuntansi, penyusunan proposal keuangan, dan
studikelayakan proyek, penyelenggaran pendidikan dan pelatiha,
pelaksanaanseleksi dan rekrutmen pegawai, sampai pemberian jasa konsultasi
lainnya,termasuk konsultasi dalam pelaksanaan merger dan akuisisi. Dalam
pemberianjasa konsultasi ini KAP berpegang pada standar jasa konsultasi
dalam SPAP.
7. Jasa Perpajakan. KAP juga memberikan jasa profesional dalam bidang
perpajakan. Jasa yangdiberikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada konsultasi

11
umum perpajakan,perencanaan pajak, review kewajiban pajak, pengisian SPT
dan penyelesaianmasalah perpajakan

D. Organisasi Yang Berkaitan Dengan Profesi Akuntan Publik Di Amerika Serikat


Boyton (2003:26) dalam bukunya membagi organisasi ini memjadi 2 bagian yaitu
organisai sektor swasta dan organisasi sektor publik.
1. Organisasi Sektor Swasta
a. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
AICPA memberikan lingkup layanan yang luas kepada para anggotanya.
Misalnya melalui komite-komite teknis senior, para anggota dapat berpartisipasi
untuk menetapkan standar-standar yang akan digunakan sebagai pedoman
kinerja jasa professional, termasuk standar yang berkaitan dengan pengendalian
mutu, review mutu, dan etika perilaku. AICPA mengembangan serta
menyelenggarakan materi dan kursus dan pendidikan profesional berkelanjutan
(continuing professional education/CPE), menyediakan jasa bantuan akuntansi
auditing melalui hotline informasi teknis dan perpustakaan yang sarat dengan
referensi teknis.
b. State Societies of Certified Public Accountants (Masyarakat CPA Negara
Bagian)
Sebagian besar CPA adalah anggota AICPA dan sekaligus juga anggota
masyarakat CPA negara bagian. Masayarakat CPA negara bagian menjalankan
fungsinya melalui sejumlah kecil staf yang bekerja penuh waktu serta melalui
berbagai komite yang terdiri dari para anggota sendiri. Masyarakat negara
bagian ini memiliki kode etik profesional sendiri yang sejalan dengan Kode Etik
Perilaku Profesional AICPA (AICPA Code of Professional Conduct). Meskipun
organisasi ini bersifat otonom, biasanya masyarakat CPA negara bagian
menjalin kerjasama dengan masyarakat CPA negara bagian lainnya dan juga
dengan CPA dalam bidang kepentingan yang saling menguntungka, misalnya
kepentingan pendidikan berkelanjutan dan etik.
c. Unit-uni Kerja (Kantor CPA)
Seorang CPA dapat berpraktik sendiri atau menjadi anggota sebuah kantor
akuntan public (KAP). Sebuah KAP dapat berbentuk perusahaan perorangan,
firma, perseroan terbatas, perusahaan profesional, atau bentuk organisasi
lainnya yang diizinkan oleh hukum negara bagian atau peraturan.
Kegiatan audit yang dilakukan beberapa kantor CPA local yang paling kecil
cenderung menurun, karena tingginya biaya untuk mempertahankan kompetensi
serta meningkatnya pengungkapan kewajiban hukum.
d. Badan-badan yang Menetapkan Standar Akuntansi
Financial Accounting Standards Board (FASB = Dewan Standar Akuntansi
Keuangan) serta Governmental Accounting Standards Boards (GASB = Dewan
Standar Akuntansi Pemerintahan) adalah badan-badan independen yang

12
menetapkan standar sector swasta. Fungsi utamanya adalah mengembangkan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) bagi setiap entitas bisnis
dan nirlaba, entitas permintaan negara bagian dan local.

2. Organisasi Sektor Publik


a. State Boards of Accountancy (Badan Akuntansi Negara Bagian)
Pada umumnya, badan negara bagian terdiri dari lima sampai tujuh CPA dan
setidaknya sau anggota public yang umumnya ditunjuk oleh pemerintah. Badan-
badan negara bagian ini secara positif juga menjadi lebih audit dalam
mendorong program-program untuk mempertahankan praktik audit yang
bermutu tinggi. Fungsi utama badan-badan ini adalah menerbitkan izin untuk
berpraktik sebagai seorang CPA, memperbarui izin, menangguhkan atau
membatalkan izin praktik.
b. Securities and Exchange Commission (Otoritas Pasar Modal di Amerika
Serikat)
Securities and Exchange Commission (SEC) adalah suatu badan pemerintah
federal yang didirikan pada tahun 1934 sesuai dengan undang-undang
Securities Exchange Act untuk mengatur peredaran saham yang ditawarkan
untuk dijual kepada public dan selanjutnya mengatur perdagangan surat-surat
berharga melalui bursa efek tidak resmi (over-the-counter markets). Menurut
undang-undang ini, SEC memiliki wewenang untuk menetapkan GAAP bagi
perusahaan-perushaan.yang berada dibawah yurisdiksinya.
c. U.S. General Accounting Office (Kantor Akuntansi Umum A.S)
U.S. General Accounting Office (GAO) adalah suatu badan nonpartisan yang
bertindak sebagai badan audit pederal bagi Kongres U.S. Badan ini diketuai oleh
Comptroller General of the United States, dan memiliki wewenang untuk
menerbitkan standar berkenaan dengan organisasi, program, kegiatan, dan
fungsi audit pemerinthan. Standar-standar ini tidak hanya berlaku bagi para
auditor pemerintah, namu juga bagi para CPA yang melakukan audit atas entitas
pemerintah federal atau kegiatan lain yang mendapat bantuan keuangan dari
pemerintah federal, termasuk pemerintah negara bagian dan local, lembaga
pendidikan tinggi, serta organisasi dan kontraktor nirlaba.
d. Internal Revenue Service (Kantor Pajak A.S)
Internal Revenue Service (IRS) merupakan salah satu divisi dari U.S. Treasury
Department (Departemen Keuangan A.S) yang bertanggung jawab untuk
mengelola dan menegakkan perundanganpajak federal. Sebuah publikasi yang
berpengaruh besar pada para CPA yang melaksanakan jasa perpajakan adalah
surat edaran IRS nomor 230 tentang Peraturan yang mengatur praktik kuasa
hukum dan agen dihadapan IRS (Rules Goverment the Practice of Attorneys
and Agents Before the Internal Revenue Service).

13
e. Pengadilan Negara Bagian dan Federal
Kadang-kadang, kantor CPA dapat digugat dengan tuduhan telah melakukan
pekerjaan di bawah standar dalam pelaksanaan audit atau jasa lainnya. Guna
mencapau putusan hukum dalam kasus semacam ini, pada umumya pengadilan
telag memperhatikan standar kinerja kerja yang dibuat oleh profesi itu sendiri.
Namun kadang-kadang pengadilan harus menetapkan bahwa standar profesi
tersebut dianggap tidak cukup melindungi public. Setelah adanya sejumlah
putusa pengadilan yang demikian, maka profesi menanggapinya dengan
memperjelas standar praktik yang telah ada atau bahkan menerbitkan standar-
standar baru.
f. Kongres A.S.
Komite-komite kongres giat melukan beberapa investigasi tentang profesi
akuntan selama dua decade belakangan ini. Investigasi difokuskan pada
masalah independensi kantor CPA, efektivitas pelaksanaan audit atas
perusahaan-perusahaan yang dimiliki publik, tanggung jawab untuk mendeksi
dan melaporkan tindak kecurangan dan melawan hukum yang dilkukan klien,
serta apakah sistem pengaturan profesi telah cukup melindungi public.

E. Organisasi Resmi Profesi Akuntan Indonesia


Menurut Feny Wulandari (2011), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, Indonesian Institute
of Accountants) adalah organisasi profesi akuntan di Indonesia. Kantor
sekretariatnya terletak di Graha Akuntan, Menteng, Jakarta.
Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof.
Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda
pada tahun 1956. Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah
Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe, dan Go Tie Siem, mereka lulus
pertengahan tahun 1957. Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo
mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia.
Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula
Universitas Indonesia (UI) dan bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan
Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada
maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan
Indonesia. Dalam Panitia itu Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem
sebagai penulis, Basuki Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan
dan Tan Tong Djoe sebagai komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6
akuntan lainnya memperoleh jawaban setuju. Perkumpulan yang akhirnya diberi
nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu
pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30. Ketika itu, tujuan

14
IAI adalah (1) Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu
pendidikan akuntan (2) Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan.
Sekarang IAI telah mengalami perkembangan yang sangat luas. Salah satu bentuk
perkembangan tersebut adalah meluasnya orientasi kegiatan profesi, tidak lagi
semata-mata di bidang pendidikan akuntansi dan mutu pekerjaan akuntan, tetapi
juga upaya-upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan peran dalam
perumusan kebijakan publik.
Sebagaimana keputusan Kongres Luar Biasa IAI pada bulan Mei 2007, selain
keanggotaan perorangan IAI juga memiliki keanggotaan berupa Asosiasi, dan pada
saat ini IAI telah memiliki satu anggota Asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), yang sebelumnya tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen
Akuntan Publik. Perusahaan pengguna jasa profesi akuntan sebagai corporate
member. IAI juga membuka keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa
akuntansi yang tergabung dalam junior member. Kegiatan IAI antara lain:
a. Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan
b. Penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Akuntan Manajemen (Certified Professional
Management Accountant)
c. Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)
Pada skala internasional, IAI aktif dalam keanggotaan International Federation of
Accountants (IFAC) sejak tahun 1997. Di tingkat ASEAN IAI menjadi anggota pendiri
ASEAN Federation of Accountants (AFA). Keaktifan IAI di AFA pada periode 2006-
2007 semakin penting dengan terpilihnya IAI menjadi Presiden dan Sekjen AFA.
Selain kerjasama yang bersifat multilateral, kerjasama yang bersifat bilateral juga
telah dijalin oleh IAI diantaranya dengan Malaysian Institute of Accountants (MIA)
dan Certified Public Accountant (CPA).

Materi II: Audit Laporan Keuangan dan Tanggung Jawab Auditor

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan hal-hal yang mendasari audit laporan keuangan
b. Menjelaskan pihak-pihak yang berhubungan dengan auditor
c. Menjelaskan standar auditing
d. Menjelaskan laporan auditor dan tanggung jawabnya.

Pembahasan Materi:
A. AZAS-AZAS YANG MENDASARI AUDIT LAPORAN KEUANGAN

15
Audit laporan keuangan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam ekonomi
pasar bebas. Beberapa tanggung jawab auditor termasuk untuk mendeteksi dan
melaporkan kecurangan, melaporkan tindakan melanggar hukum yang dilakukan
klien, serta melaporkan apabila terdapat ketidakpastian tentang kemampuan entitas
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Boyton (2003:50), menjelaskan tentang azas-azas yang mendasari audit laporan
keuangan dengan membagi kedalam lima bagian yaitu:
1. Hubungan antara Akuntansi dan Auditing
Metode akuntansi mencakup kegiatan mengidentifikasi bukti dan transaksi yang
dapat mempengaruhi entitas. Setelah di identifikasi, maka bukti dan transaksi ini
diukur, dicatat dikelompokkan serta di buat ikhtisar dalam catatan akuntansi.
Hasil proses ini adalah penyusunan dan distribusi laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum tujuan akhir akuntansi
adalah komunikasi data yang relevan dan andal, sehingga dapat berguna bagi
pengambilan keputusan. Dengan demikian, akuntansi adalah suatu proses yang
kreatif.
Audit laporan keuangan yang khas terdiri dari upaya memahami bisnis dan
industi klien serta mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berkaitan dengan
laporan keuangan manajemen, sehingga memungkinkan auditor meneliti apakah
pada kenyataannya laporan keuangan tersebut telah menyajikan posisi
keuangan entitas, hasil operasi, serta arus kas secara wajar sesuai dengan
GAAP. Auditor bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang berlaku
umum (GAAS) dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, serta dalam
menerbitkan laporan yang memuat kesimpulan auditor yang dinyatakan dalam
bentuk pendapat atau opini atas laporan keuangan. Tujuan utama audit laporan
keuangan bukan untuk menciptakan informasi baru, melainkan untuk menambah
keandalan laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen.
2. Pembuktian dan Pertimbangan Profesional dalam Audit Laporan Keuangan
Audit di lakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan keuangan dapat di teliti
untuk pembuktian. Data dikatakan dapat di teliti untuk pembuktian (verifiable)
apabila dua atau lebih orang yang memiliki kualifikasi dapat membrikan
kesimpulan yang serupa dari data yang di periksa. Kemampuan dapat diteliti
untuk pembuktian (verifiability) terutama berkaitan dengan tersedianya atestasi
bukti pada validitas informasi yang sedang di pertimbangkan.
Akuntansi dan auditing secara signifikan memerlukan apa yang di sebut
pertimbangan profesional. Oleh karena itu, auditor hanya mencari dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas kewajaran (fairness) laporan

16
keuangan. Dalam melakukan pemeriksaan, auditor memperoleh bukti-bukti untuk
meyakinkan validitas (validity) dan ketepatan perlakuan akuntansi atas transaksi
dan saldo. Dalam konteks ini, validitas berarti otentik, mantap atau memiliki dasar
yang kokoh, sedangkan ketepatan (propriety) berarti sesuai dengan aturan-
aturan akuntansi yang di tetapkan secara kebiasaan yang ada.
3. Kebutuhan akan Audit Laporan Keuangan
Perlunya dilakukan audit independen atas laporan keuangan karena:
a. Pertentangan kepentingan (conflict of interest) pertentangan kepentingan
dapat terjadi di antara berbagai kelompok pengguna laporan keuangan
seperti para kreditor dan para pemegang saham, oleh karena itu para
pengguna mencari keyakinan dari auditor independen luar bahwa
informasi tersebut telah (1) bebas dari bias untuk kepentingan
manajemen dan (2) netral untuk kepentingan berbagai kelompok
pengguna (dengan perkataan lain, informasi tidak disajikan sedemikian
rupa sehingga menguntungkan salah satu kelompok pengguna di atas
kelompok lainnya)
b. Konsekuensi (consequence) laporan keuangan yang di terbitkan
menyajikan informasi yang penting, dan dalam beberapa kasus,
merupakan satu-satunya sumber informasi yang di gunakan untuk
membuat keputusan investasi yang signifikan, peminjaman, serta
keputusan lainnya. Maka para pengguna laporan akan melirik pada
auditor independen utuk memperoleh keyakinan bahwa laporan
keuangan yang telah disusun sesuai dengan GAAP, termasuk semua
pengungkapan yang memadai.
c. Kompleksitas (complexity) dengan meningkatnya tingkat
kompleksitas,maka risiko interpretasi dan risiko timbulnya kesalahan yang
tidak disengaja juga ikut meningkat . karena para pengguna merasa
semakin sulit, atau bahkan mustahil untuk mengevaluasi sendiri mutu
laporan keuangan, maka mereka mengandalkan auditor independen
untuk menilai mutu informasi yang dimuat dalam laporan keuangan
d. Keterpencilan (remotenes) tidak praktis untuk mencari akses langsung
pada catatan akuntansi utama guna melaksanakan sendiri verifikasi atas
laporan keuangan, dari pada mempercayai mutu data keuangan begitu
saja, para pengguna laporan keuangan lebih mengandalkan laporan
auditor untuk memenuhi kebutuhannya.
Empat kondisi tersebut secara bersama-sama membentuk adanya risiko
informasi (information risk), yaitu risiko bahwa laporan keuangan mungkin tidak

17
benar, tidak lengkap, atau bias. Oleh karena itu, dapat di katakan bahwa audit
laporan keuangan dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dengan
cara menekan risiko informasi.
4. Manfaat Ekonomi Suatu Audit
Beberapa manfaat dari audit laporan keuangan adalah sebagai berikut:
a. Ases ke pasar modal. Perusahaan publik harus memenuhi statuta
(ketentuan hukum) persyaratan audit terlebih dahulu, agar dapat
mencatatkan sahamnya sebelum di perdagangkan di pasar modal
b. Biaya modal yang lebih rendah. Laporan keuangan Perusahaan yang
telah di audit akan menurunkan risiko informasi, maka auditor dapat
menawarkan tingkat bunga yang lebih rendah, dan investor akan setuju
untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih rendah atas
investasi mereka
c. Penangguhan inefisiensi dan kecurangan. Apabila para pegawai
mengetahui akan di adakannya audit independen, mereka akan menjadi
lebih berhati-hati dan berusaha sesedikit mungkin melakukan kesalahan
dalam menjalankan fungsi akuntansi dan menyalahgunakan aset
perusahaan, selain itu dapat mengurangi kemungkinan manajemen
melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan.
d. Peningkatan pengendalian dan operasional. Sering kali auditor
independen memberikan saran untuk meningkatkan pengendalian serta
mencapai efisensi operasi yang lebih tinggi dalam organisasi klien
Pada umumnya penerbitan laporan keuangan setelah audit hanya
memberikan pengaruh atau tidak berpengaruh langsung pada harga saham
perusahaan, karena seringkali manajemen telah menyampaikan hasil-hasil
keuangan dan temuan audit melalui siaran pers kepada wartawan keuangan
sebelum laporan keuangan secara resmi diterbitkan. Akan tetapi, pernyataan
semacam itu dapat membantu keyakinkan efisiensi pasar uang dengan cara
mencegah atau membatasi penyebaran informasi sebelum yang tidak akurat.
Para pengguna laporan keuangan memperoleh manfaat dari keyakinan
bahwa informasi tersebut bebas dari salah saji yang material. Selain dari
manajemen dan dewan direksi juga memperoleh manfaat dari hasil sampling
suatu audit. Biasanya para auditor memiliki pengetahuan yang luas tentang
risiko bisnis, praktik terbaik, serta ukuran kinerja kunci yang terkait dengan
suatu industi tertentu. Sebagai hasil pengalaman melakukan audit atas
beberapa atau banyak perusahaan. Dengan demikian para auditor
independen dari kantor akuntan dapat membagikan pengetahuan mereka

18
kepada manajemen . SEC memberikan perhatian tentang hubungan antara
jasa audit dengan konsultasi, setiap auditor harus menjaga keseimbangan
yang tipis antara melaksanakan audit serta membiarkan manajemen dan
dewan direksi memetik keuntungan berupa manfaat ekonomi dari
pengetahuan auditor tentang perusahaan
5. Keterbatasan Audit Laporan Keuangan
Keterbatasan auditor adalah bahwa auditor bekerja dalam batasan ekonomi yang
wajar. Batasan ekonomi yang dimaksud adalah
a. Biaya yang memadai (reasonable cost). Pembatasan biaya audit dapat
menimbulkan terbatasnya pengujian, atau penarikan sampel dari catatan
akuntansi atau data pendukung yang dilakukan secara selektif. Selain itu,
auditor juga dapat memilih untuk menguji sistem pengendalian internal
dan mendapatkan keyakinan dari sistem pengendalian internal yang
berungsi dengan baik
b. Jumlah waktu yang memadai (reasonable leght o time). biasanya laporan
auditor atas demikian banyak perusahaan akan terbit dalam waktu tiga
sampai lima minggu setelah tanggal neraca. Hambatan waktu ini dapat
mempengaruhi jumlah bukti yang di peroleh tentang peristiwa dan
transaksi setelah tanggal neraca yang berdampak pada laporan
keuangan. Lebih lagi, hanya tersedia waktu yang demikian siingkat untuk
memisahkan ketidakpastian yang ada pada tanggal laporan keuangan.
Keterbatasan lainnya adalah kerangka kerja akuntansi yang di tetapkan untuk
penyusunan laporan keuangan, kerangka kerja akuntansi yang di maksud
adalah:
1. Prinsip akuntansi alternatif (alternative accounting principles) GAAP
memperbolehkan prinsip alternatif, pengguna laporan keuangan harus
mempunyai pengetahuan luas tentang pilihan akuntansi yang dipilih
oleh perusahaan dan akibatnya terhadap laporan keuangan
2. Estimasi akuntansi (accounting estimates) estimasi adalah bagian
yang melekat dengan proses akuntansi, dan tidak seorang pun
termasuk auditor dapat meramalkan bagaimana hasil suatu ketidak
pastian itu, suatu audit tidak dapat menambahkan ketepatan dan
kepastian pada laporan keuangan apabila faktor-faktor tersebut tidak
ada.
Walaupun memiliki keterbatasan, namun audit atas laporan keuangan
akan menambah kredibilitas sebuah laporan keuangan.

19
B. PIHAK-PIHAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN AUDITOR INDEPENDEN
Menurut Boyton (2003:57), terdapat 4 pihak yang berhubungan dengan auditor
independen, yaitu:
1. Manajemen
Manajemen menunjuk pada kelompok perorangan yang secara aktif
merencanakan, melakukan koordinasi, serta mengendalikan jalannya operasi
dan transaksi klien. Dalam konteks auditing manajemen menunjuk pada para
pejabat perusahaan, pengawas, dan personel kunci sebagai penyelia
(supervisor). Untuk mendapatkan bukti yang di perlukan di dalam audit seringkali
auditor memerlukan data rahasia tentang entitas. Oleh kerena itu adalah mutlak
untuk menjalin hubungan berdasarkan saling mempercayai dan saling
menghargai. Pendekatan tipikal yang harus di lakukan auditor terhadap asersi
manajemen, dapat di sebut sebagai keraguan profesional, hal ini berarti auditor
tidak boleh tidak mempercayai asersi manajemen, namun juga tidak boleh begitu
saja menerimanya tanpa memperhatikan kebenarannya, auditor harus
senantiasa menyadari perlunya mengevaluasi secara objektif kondisi-kondisi
yang sedang diamati serta bukti yang di peroleh selama audit.
2. Dewan Direksi dan Komite Audit
Dewan direksi (board of directors) suatu perusahaan bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa perusahaan dioperasikan dengan cara terbaik untuk
kepentingan para pemegang saham. Hubungan auditor dengan para direktur
sebagian besar tergantung pada komposisi dewan itu sendiri, bila dewan
terutama terdiri dari para pejabat perusahaan, maka hubungan auditor, dewan
dan manajemen pada dasarnya adalah satu dan sama, namun apabila dewan
terdiri dari sejumlah anggota yang berasal dari luar perusahaan, mungkin
terdapat hubungan yang sedikit berbeda, anggota-anggota dewan yang berasal
dari luar bukanlah para pejabat atau pegawai perusahaan, dalam hal ini, komite
audit yang di tunjuk terutama terdiri dari anggota yang berasal dari luar dewan ,
dapat bertindak sebagai penghubung antara auditor dan manajemen. Terdapat
kecenderungan meningkatnya penggunaan komite audit sebagai alat untuk
memperkuat independen auditor. Fungsi suatu komite audit yang secara
langsung mempengaruhi auditor independen adalah:
a. mencalonkan kantor akuntan publik untuk melaksanakan audit tahunan
b. mendiskusikan lingkup audit dengan auditor
c. mengundang auditor secara langsung untuk mengkomunikasikan masalah-
masalah besar yang di jumpai selama pelaksanaan audit

20
d. me-review laporan keuangan dan laporan auditor bersama auditor pada saat
penyelesaian penugasan
karena dewan direksi juga berkepentingan dengan keahlian dan pengetahuan
auditor tentang faktor risiko bisnis dan daya saing perusahaan, komite audit akan
memainkan peran penting dalam memperkuat kemampuan auditor untuk
menerapkan keraguan profesional secara tepat dalam perikatan.
3. Auditor Internal
Seorang auditor independen biasanya memiliki hubungan kerja yang dekat
dengan auditor internal yang ada pada perusahaan kliennya. Manajemen dapat
meminta auditor independen untuk me-review kegiatan auditor internal yang
telah direncanakan untuk tahun berjalan serla melaporkan mutu kerja mereka,
auditor memiliki kepentingan kepada auditor internal yang berkaitan dengan
struktur pengendalian intern klien, dan manajemen internal juga di perbolehkan
membantu auditor independen dalam melaksanakan audit laporan keuangan.
Pekerjaan auditor internal tidak dapat di gunakan sebagai pengganti auditor
independen, namun pekerjaan auditor internal dapat menjadi pelengkap yang
penting bagi auditor independen. Untuk menentukan pengaruh pekerjaan audit
internal terhadap audit, auditor independen harus (1) mempertimbangkan
kompetensi dan objektivitas auditor internal dan (2) mengevaluasi mutu
pekerjaan auditor internal
4. Pemegang Saham
Auditor memiliki tanggung jawab yang penting kepada para pemegang saham
sebagai pengguna utama laporan auditor, auditor tidak berhubungan langsung
dengan para pemegang saham yang bukan pejabat, pegawai kunci atau direktur
perusahaan klien, namun demikian auditor dapat di perbolehkan mengikuti rapat
umum pemegang saham serta memberikan tanggapan atas pertayaan-
pertanyaan para pemegang saham

C. STANDAR AUDITING
AICPA bertanggung jawab menetapkan standar audit untuk profesional akuntan
publik. Salah satu lengan dari divisi ini adalah Auditing Standards Board (ASB) atau
dewan standar auditing, yang telah ditunjuk sebagai badan teknis senior dari AICPA
untuk menerbitkan dan mengumumkan standar audit. ASB juga bertanggung jawab
menyediakan pedoman bagi para auditor untuk mengimplementasikan pengumuman
tersebut dengan cara memberikan persetujuan atas interpretasi serta pedoman audit
disusun oleh staf dari divisi standar auditing. Seluruh anggota ASB yang berjumlah
15 orang adalah anggota AICPA. Komite perencanaan pada ASB yang terdiri dari

21
enam anggota memiliki tanggung jawab untuk menetapkan agenda ASB serta
memantau kemajuan proyek ASB. Dalam memenuhi tanggung jawabnya, komite
menentukan apakah ASB telah menaggapi isu-isu auditing yang diidentifikasi oleh
profesi dan akuntan publik yang dilayani.
1. Statement on Auditing Standars (SAS) atau Pernyataan Standar Auditing
Pengumuman ASB disebut Statement On Auditing Standads, sebelum SAS
diterbitkan sebuah konsep usulan tentang pernyataan tersebut di edarkan secara
luas kepada kantor-kantor CPA, lembaga pengatur seperti SEC, para pendidik di
bidang akuntansi dan lainnya untuk mendapatkan komentar sebagai umpan
balik, pernyataan yang di usulkan berikut komentar yang diterima selanjutnya di
bahas bersama oleh dewan dalam suatu rapat terbuka sebelum usulan tersebut
di terima. Diperlukan persetujuan setidaknya dua per tiga anggota untuk
menerbitkan suatu SAS. SAS menjelaskan sifat dan luasnya tanggung jawab
seorang auditor serta menawarkan bimbingan bagi seorang auditor yang
melaksanakan audit. Kepatuhan kepada SAS merupakan kewajiban anggota
AICPA yang harus siap untuk memberikan alasan atas setiap penyimpangan
suatu pernyataan.
Ketika di terbitkan, SAS dan semua interpretasi audit yang terkait di beri nomor
kode AU. Dokumen tersebut disatukan dalam satu berkas lembar lepas AICPA
yang di sebut profesional standards, volume 1. Standar auditing yang diakui
secara luas dalam kaitan dengan profesi akuntan publik dikenal dengan the ten
generally accepted auditing standards.
2. Generally Accepted Auditing Standars (GAAS)
Standar auditing yang di akui secara luas dalam kaitannya profesi akuntan publik
dikenal dengan sebutan the ten (general accepted auditing standards)/ sepuluh
standar yang berlaku umum. Sepuluh standar ini awalnya disetujui oleh para
anggota AICPA pada akhir tahun 1940-an. Sejak itu standar tersebut telah di
berkaskan dalam statement on auditing standar. Kadang kala standar lainnya
yang tercantum dalam SAS disebut sebagai interpretasi atau perluasan dari
kesepuluh GAAS tersebut.
a. Standar Umum
Standar umum berkaitan dengan kualifikasi auditor dan mutu pekerjaan
auditor. Terdapat tiga standar umum menurut Boyton (2003:61):
1. Keahlian dan Pelatihan Teknik yang Memadai.
Dalam setiap profesi, terdapat suatu yang sangat berharga dalam
kompetensi teknis. Kompetensi auditor ditentukan oleh 3 faktor: (a)
pendidikan universitas formal untuk memasuki profesi; (b) pelatihan

22
praktik dan pengalaman dalam auditing, dan (c) mengikuti pendidikan
profesi berkelanjutan selama karir profesional auditor.
2. Independensi dalam Sikap Mental
Kompetensi saja tidak mencukupi. Auditor juga harus bebas dari
pengaruh klien dalam melaksanakan audit serta dalam melaporkan
temuan-temuannya. Standar umum yang kedua ini mengaitkan peran
auditor dalam seuatu audit dengan peran sebagai penengah dalam
perselisian dalam pemburuan atau sebagai hakim dalam kasus hukum.
Auditor juga harus memenuhi persyaratan independensi dalam kode
perilaku profesional yang ada di AICPA.
Menurut Mulyadi, keadaan yang sering kali mengganggu sikap mental
independen auditor adalah:
a. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara
independen,auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut
b. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan
untuk memuaskan keinginan kliennya
c. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat
menyebabkan lepasnya klien.
3. Penggunaan Kemahiran Profesional
Seorang auditor juga diharapkan memiliki kesungguhan dalam
melaksanakan audit serta menerbitka laporan atas temuan. Dalam
melakukan standar ini, seorang auditor yang berpengalaman harus
secara kritis melakukan review atas pekerjaan yang dikerjakan dan
pertimbangan yang digunakan oleh personil kurang berepengalaman
yang turut mengambil bagian dalam audit. Standar penggunaan ini
mengharuskan seorang auditor berlaku jujur dan tidak ceroboh dalam
melakukan audit.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
Dinamakan standar pekerjaan lapangan karea terutama berkaitan dengan
pelaksanaan audit ditempat atau ada bisnis klien. Berikut terdapat 3 standar
pekerjaan lapangan:
1. Perencanaan dan Supervisi yang Memadai
Perencanaan meliputi pengembangan strategi audit serta rencana
program audit yang akan digunakan dalam melaksanakan audit. Supervisi
yang benar merupakan hal yang penting karena seringkali sebagian
besar pelaksanaan program audit dilaksanakan oleh asisten staf dengan
pengalaman yang terbatas.

23
2. Pemahaman atas Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern klien merupakan faktor yang penting dalam
suatu audit. Sebagai contoh, struktur pengendalian internal yang
dirancang dengan baik dan efektif akan mampu melindungi aset klien dan
menghasilkan informasi keuangan yang andal. Oleh karena itu,
merupakan hal yang sangat mendasar bagi seorang auditor untuk
memahami struktur pengendalian intern, sehingga dapat merencanakan
suatu audit yang efektif dan efisien
3. Mendapatkan Bukti Audit Kompeten yang Cukup
Tujuan akhir standar pekerjaan lapangan adalah menyediakan dasar
yang memadai bagi auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan klien. Untuk memenuhi standar ini diperlukan penggunaan
pertimbangan profesional dalam menentukan jumlah (kecukupan) dan
mutu (kompetensi) bukti audit yang di perlukan untuk mendukung
pendapat auditor.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan keuangan disajikan sesuai GAAP
Standar pelaporan yang pertama mengharuskan auditor mengetahui
bahwa GAAP merupakan kriteria yang ditetapkan untuk digunakan dalam
mengevaluasi asersi laporan keuangan manajemen.
2. Konsistensi dalam penerapan GAAP
Untuk memenuhi standar pelaporan, seorang auditor harus
mencantumkan secara eksplisit dalam laporan auditor tentang adanya
setiap kondisi dimana prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam kaitannya
dengan prinsip akuntans yang diterapkan pada periode sebelumnya.
Standar ini dirancang untuk meningkatkan daya banding laporan
keuangan dari satu periode ke periode yang lain. Dengan menggunakan
standar ini, dan apabila GAAP telah diterapkan secara konsisten, maka
masalah konsistensi tidak perlu dicantumkan dalam laporan auditor.
3. Pengungkapan informatif yang memadai
Setandar ini berkaitan dengan kecukupan catatan atas laporan keuangan
dan bentuk-bentuk pengungkapan lainnya. Standar ini hanya
berpengaruh pada laporan auditor, bila pengungkapan manajemen
dianggap tidak mencukupi. Dalam banyak hal, auditor diminta untuk
mencantumkan pengungkapan yang tidak perlu dalam laporan auditor.
4. Pernyataan pendapat

24
Standar pelaporan mengharuskan auditor menyatakan pendapat atas
laporan keuangan secara keseluruhan atau menyatakan bahwa pendapat
tidak dapat diberikan
3. Penerapan Standar Auditing
Standar audit dapat diterapkan pada setiap audit laporan keuangan oleh seorang
auditor independen tanpa memandang skala ukuran kegiatan klien, bentuk
organisasi, jenis organisasi, atau apakah tujuan entitas adalah mencari laba atau
nirlaba. Konsep materialitas dan risiko akan mempengaruhi aplikasi seluruh
standar, khususnya pada standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan,
materialitas berkaitan dengan arti penting relatif sesuatu hal. Risiko berkaitan
juga dengan kemungkinan suatu hal itu tidak benar
4. Hubungan Antara Standar Auditing Dengan Prosedur Auditing
Prosedur auditing (auditing procedures) adalah metode-metode yang digunakan
serta tindakan yang dilakukan oleh auditor selama audit berlangsung. Standar
auditing yang dapat di terapkan pada setiap audit laporan keuangan, maka
prosedur auditing dapat berbeda antara satu klien dengan klien yang lainnya,
karena adanya perbedaan dalam skala kegiatan suatu entitas dengan entitas
lainnya, perbedaan karakteristik, serta sifat dan kompleksitas operasi dan
sebagainya.
D. LAPORAN AUDITOR DAN TANGGUNGJAWABNYA
1. Laporan Standar
Laporan standar adalah laporan yang lazim diterbitkan laporan ini memuat
pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualitfied opinion) yang menyatakan
bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas sesuai dengan
prisnsip akuntansi yang berlaku umum. Kesimpulan ini hanya akan dinyatakan
bila auditor telah membentuk pendapat berdasarkan audit yang dilaksanakan
sesuai dengan GAAS.
Pada tahun 1988, ASB mengubah bentuk dan ini laporan standar dengen
menerbitkan SAS no 58, Reports On Audited Financial Statements (AU 508).
Laporan baru tersebut dirancang agar dapat berkomunikasi secara lebih baik
dengan para pengguna laporan keuangan yang telah di audit tentang pekerjaan
audit yang telah dilaksanakan oleh auditor berikut sifat dan keterbatasan audit,
tujuan kedua adalah untuk membedakan dengan jelas tanggung jawab
manajemen dan tanggung jawab auditor independen dalam audit laporan
keuangan.

25
Menurut Boyton (2003:75), terdapat enam elemen dasar dari laporan standar
auditor yaitu:
a. Judul laporan, misalnya Laporan Audit Independen
b. alamat/ pihak yang dituju oleh auditor, misalnya Dewan Direksidan atau
Pemegang Saham
c. paragraf pendahuluan Paragraf pendahuluan (introductory paragraph)
memuat tiga pernyataan faktual. Tujuan utama paragraf ini adalah untuk
membedakan tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor.
d. paragraf ruang lingkup audit
(scope paragraph) menguraikan sifat dan lingkup audit. Hal ini sesuai
dengan bagian keempat standar pelaporan yang mengharuskan auditor
menunjukkan dengen jelas sifat audit yang dilakukan. Paragraf ruang
lingkup audit juga menunjukkan beberapa keterbatasan audit. Menurut
Mulyadi paragraf lingkup audit berisi pernyataan auditor bahwa auditnya
dilaksanakan berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh organisasi
profesi akutan publik dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar
auditing tersebut, serta suatu pernyataan keyakinan bahwa audit
dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar
yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
Hal ini secara jelas diungkapkan oleh Boyton (2003:75), dimana paragraf
lingkup audit harus menyatakan:
1. audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS yang mengharuskan:
a. merencanakan dan melaksanakan audit agar mendapatkan keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material
b. memeriksa bukti atas dasar pengujian
c. menilai prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signikan yang
dibuat oleh manajemen
d. penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
2. keyakinan auditor bahwa audit memberikan dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat

e. paragraf pendapat
menurut mulyadi dalam paragraf pendapat, auditor menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan laporan keuangan
auditan, dan semua hal yang material, yang didasarkan atas

26
kesesuaianpenyusunan laporan keuangan tersebut dengan prinsip
akuntansi berterima umum. Menurutnya, ada lima tipe pokok laporan audit
yang diterbitkan oleh auditor:
1. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unequalified
opinion report)
pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak
terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan sistem akuntansi berterima umum, serta pengungkapan
memadai dalam laporan keuangan.
Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai makna :(1) bebas dari
keragu-raguan dan ketidakjujuran, (2) Lengkap informasinya.pengertian
wajar ini tidak hanya terbatas pada jumlah-jumlah rupiah dan
pengungkapan yang tercantum dalam laporan keuangan, namun
meliputi pula ketepatan penggolongan informasi seperti penggolongan
aktiva atau utang jedalam kelompok lancar atau tidak lancar, biaya
usaha dan biaya diluar usaha.
Laporan keuangan diaanggap menyajikan secara wajar posisi keuangan
dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini:
a. prinsip akuntasi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan
keuangan
b. perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari
periode ke periode telah cukup dijelaskan.
c. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah cukup
digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan,
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2. laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa


penjelasan (unequalified opinion report with explanatory language)
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun
laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan
hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit
bahan baku dengan bahasa penjelasan.
Menurut Supardi (2012), Keadaan tertentu mungkin auditor
mengharuskan menambahkan suatu paragraf penjelasan atau bahasa

27
penjelasan yang lain, dalam laporan audit meskipun tidak
mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.Menurut
SPAP/94-SA Seksi 504 junto PSA No. 52 paragraf 11 hal 508.7
pentingnya penjelasan tambahan dalam pendapat WTP adalah bahwa
kkeadaan tertentu seringkali mengharuskan auditor menambahkan
paragraf penjelas( bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang
di nyatakan oleh auditor. Misalnya karena sebagian laporan keuangan
diperiksa oleh auditor lain. Dalam hal ini apabila auditor memutuskan
untuk membuat referensi ke laporan auditor independen lain sebagai
dasar, sebagian pernyataan pendapatnya auditor harus menjelaskan
kenyataan ini dalam paragraf pengantar laporannya dan ia harus
menunjuk ke laporan auditor independen lain dalam pernyataan
peendapatnya. Referensi ini merupakan petunjuk adanya pemisahan
tanggungjawab dalam pelaksanaan audit. Contohnya adalah:
kami telah mengaudit neraca konsolidasi PT.X dan anak
perusahaannya tgl 31 desember 199y dan 199x serta laporan rugi/laba,
laporan laba yang ditahan dan laporan arus kas konsolidasian untuk
tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan keuangan
adalah tanggung jawab managemen perusahaan. Tanggung jawab kami
terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan
audit kami. Kami tidak mengaudit PT. ABC, suatu anak perusahaan yang
sepenuhnya dimiliki oleh PT X yang laporan keuangannya menyajikan
total aktiva sebesar Rp......dan Rp..... berturut-turut pada tanggal 31
desember 199y dan 199x dan total pendapatan sebesar Rp..... dan
Rp...... untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut.
Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh auditor independen lain
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, yang laporannya telah
diserahkan kepada kami dan pendapat kami sejauh yang berkaitan
dengan jumlah-jumlah untuk perusahaan PT,ABC, sematamata hanya
berdasar atas laporan auditor independen tersebut. Kami melaksanakan
audit berdasarkan standar auditing yang telah ditetepkan ikatan akuntan
indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan
melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa
laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit
pemeriksaaan bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan
pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian

28
atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang buat
oleh managemen perusahaan serta penilaian terhadap penyajian
laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami
memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor
independen yang lain diatas, laporan keuangan konsolidasi yang kami
sebut diatas menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material,
posisi keuangan perusahaan PT.X tanggal 31 desember 199y dan 199x,
hasil usaha, laba yang ditahan, serta arus kas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum..
3. laporan yang ebrisi pendapat wajar dengan pengecualian (unequalified
opinion report)
Menurut Mulyadi, Jika auditor menjumpai konisi-kondisi berikut ini ,
maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam
laporan audit:
a. lingkup audit dibatasi oleh klien
b. auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak
dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang
berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.
c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum
d. Prisnsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4. laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report)
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan
keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima
umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan,hasil
usaha,perubahan saldo laba, dan arus kas perusahaan klien. Auditor
memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya,
sehingga dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk
mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberikan pendapat
tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam
laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak
dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan
keputusan.

29
5. Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat
(disclaimer of opinion report)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atass laporan keuangan
auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat.
Menurut Mulyadi kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat adalah:
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit
b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan
pendapat tidak wajar adalah: pendapat tidak wajar ini diberikan dalam
keadaaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan
keuangan klien, sedangkan auditor auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat karena ia tidak cukup memperoleh bukti
mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena tidak
independen dalam hubungan dengan klien.
f. tanda tangan kantor akuntan publik . manual atau tercetak
g. tanggal laporan. hari terakhir pekerjaan lapangan
2. Penyimpangan dari Laporan Standar
Penyimpangan dari laporan standar tergolong dalam salah satu dari dua kategori
berikut ini
a. Laporan Standar dengan Bahasa Penjelasan
karakteristik berbeda yang ada dalam kategori jenis laporan ini adalah bahwa
paragraf pendapat tetap menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian,
karena laporan keuangan sesuai dengan GAAP namun terdapat beberapa
kondisi yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelas atau
bahasa penjelasan lain pada laporan standar AU 508 memeberikan pedoman
lebih lanjut atas konsisi lain yang memerlukan penyimpangan jenis ini dari
laporan standar. Biasanya informasi penjelas diletakkan pada paragraf
penjelas yang mengikuti paragraf pendapat, dalam bebrapa hal diperlukan
susunan kata-kata penjelasan dalam tiga paragraf standar, dan dalam hal ini
paragraf penjelas diletakkan sebelum paragraf pendapat.
b. Jenis-Jenis Pendapat Lain
kategori kedua penyimpangan dari laporan standar adalah apabila terjadi
salah satu dari kondisi berikut:
1. laporan standar mengandung penyimpangan yang material dari GAAP
2. auditor tidak mampu mendapatkan bukti kompeten yang cukup
berkenaan dengan salah satu atau lebih asersi manajemen, sehingga

30
tidak memiliki dasar yang memadai untuk memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian atas laporan keuangan secara keseluruhan. Dalam
hal ini auditor akan menyatakan salah satu pendapat dari jenis pendapat
berikut :
a. pendapat wajar dengan pengecualian pengecualian (qualified
opinion) yang menyatakan bahwa kecuali dampak dari hal-hal yang
berkaitan dengan pengecualian tersebut, laporan keuangan
menyajikan secara wajar... sesuai dengan GAAP
b. pendapat tidak wajar (adverse opinion) yang menyatakan bahwa
laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar...... sesuai dengan
GAAP.
c. menolak memberikan pendapat (disclaimer of opinion), yang
menyatakan bahwa auditor tidak memberikan pendapat atas laporan
keuangan
penyimpangan dari GAAP meliputi prinsip akuntansi yang tidak berlaku
umum, penerapan GAAP yang salah, kegagalan untuk membuat
pengungkapan yang diwajibkan GAAP. Dalam kondisi ini auditor akan
menyatakan pendapat wajar dengan penecualian atau pendapat tidak wajar,
pendapat tidak wajar hanya digunakan pada penyimpangan yang berdampak
sangat material terhadap laporan keuangan.
Pada kondisi dimana auditor tidak mampu mendapatkan bukti kompeten yang
mencukupi untuk membuktikan apakah satu atau lebih asersi sesuai dengan
GAAP atau tidak dikenal dengan istilah pembatasan lingkup, dalam hal ini
auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau
menolak memberikan pendapat. Penolakan untuk memberikan pendapat
hanya digunakan apabila terdapat pembatasan lingkup yang berkaitan
dengan masalah yang dapat memberikan dampak yang sangat material
terhadap laporan keuangan. Apabila dalam satu dari pendapat jenis lain ini
dinyatakan, pendapat tersebut harus diberikan penjelasan dalam satu atau
lebih paragraf tepat sebelum paragraf pendapat. Paragraf pendapat diawali
dengan referensi paragraf penjelasan, akan diikuti dengan susunan kalimat
yang sesuai untuk jenis pendapat.
c. Laporan Pertanggungjawaban Manajemen
Manajemen yang bertanggung jawab atas semua keputusan berkenaan
dengan bentuk dan isi laporan keuangan. Untuk menyoroti lebih jauh tentang
pembagian tanggung jawab antara manajemen dan auditor independen,
banyak perusahaan menyertakan laporan pertanggung jawaban manajemen

31
dalam laporan tahunan kepada pemegang saham. Laporan tersebut
mencantumkan komentar tentang pengendalian intern, audit internal, serta
akses auditor independen pada dewan direksi dan komite audit.
Menurut Supriadi (2012) Managemen bertanggung jawab dalam menerapkan
kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk menbangun serta memelihara
struktur pengendalian intern yang digunakan dalam mencatat,mengolah,
meringkas, dan melaporkan data keuangan yang sejalan dengan asertasi
managemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Pengendalian intern
secara bebas diartikan sebagai suatu struktur organisasi dan semua alat alat
dan cara-cara yang secara terpadu digariskan oleh managemen dalam
rangka menjaga harta milik perusahaan, menjaga kehandalan data akuntansi,
memajukan efisiensi dan efektifitas usaha perusahaan serta mendorong agar
semua peraturan-peraturan yang telah digariskan managemen dipatuhi oleh
semua jajaran perusahaan. Struktur pengendalian intern mencakup sistem
akuntansi yang mengidentifikasikan, menganalisis, menggolongkan,
mencatat dan melaporkan transaksi keuangan suatu usaha serta
menyelenggarakan secara transfaran pertanggung jawaban aktiva,
kewajiban, dan ekuitas perusahaan yang bersangkutan. Pengetahuan auditor
atas hal tersebut terbatas pada permasalaha-permasalahan yang ditemukan
selama pemeriksaan, sehingga penyajian yang wajar atas posisi keuangan
serta hasil usaha arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum(SAK) adalah tercermin dan merupakan bagian terpadu yang menjadi
tanggung jawab managemen. Di lain pihak auditor independen hanya
bertanggung jawab atas pemberian pendapat(opini) mengenai laporan
keuangan.
Selanjutnya auditor independen dapat memberikan saran-saran tentang
bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan keuangan
seluruhnya atau sebagian atas informasi yang diperoleh dari sistem akuntansi
yang diterapkan oleh managemen, namun tanggung jawab auditor atas
laporan keuangan yang diaudit, tetap terbatas pada pernyataan pendapat
atas laporan keuangan tersebut. Selain tanggung jawab auditor independen
hanya terbatas pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan, ia juga
mempunyai tanggung jawab profesi mereka yang meliputi tanggung jawab
untuk senantiasa mematuhi standar(ketentuan) yang telah di sepakati
bersama oleh IAI termasuk tanggung jawab dalam mematuhi prinsip yang
berlaku umum(SAK), standar auditing(SPAP) yang ditetapkan oleh IAI serta
kode etik akuntan publik.

32
Materi III: ETIKA PROFESIONAL

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita dihaharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan etika dan moralitas
b. Menjelaskan kode etik AICPA
c. Menjelaskan kode etik akuntan publik di Indonesia
d. Menjelaskan penegakan aturan

Pembahasan Materi:
A. ETIKA DAN MORALITAS
Etika (ethichs) berasal dari bahasa Yunani ethos ,yang berarti karakter.Kata lain untuk
etika ialah moralitas (morality),yang berasal dari bahasa Latin mores,yang berarti
kebiasaan. moralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manusia. Oleh
karena itu, etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan
berperilaku terhadap sesamanya. Boynton (2003:97), membagi pembahasan mengenai
etika kedalam dua kelompok yaitu:

33
1. Etika Umum
Etika umum (general ethics) mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
baik bagi seseorang atau masyarakat, dan mencoba menetapkan sifat dari
kewajiban atau tugas yang harus dilakukan oleh seseorang bagi dirinya sendiri dan
sesamanya. Namun, ketidakmampuan untuk menyepakati apa yang disebut baik
dan kewajiban telah membuat para filsuf terpecah menjadi dua kelompok aliran.
Kelompok aliran pertama disebut kelompok aliran etika absolut (ethical absolutist),
yang mengatakan bahwa terdapat suatu standar universal yang tidak berubah
selama-lamanya dan berlaku bagi semua oang. Kelompok aliran lain disebut
kelompok aliran ethical relativists atau kelompok aliran etika relative, yang
mengatakan bahwa pertimbangan etika manusia ditentukan oleh perubahan
kebiasaan dan tradisi dalam masyarakat di mana mereka hidup. Beberapa orang
berpendapat bahwa kedua kelompok tersebut sama benarnya, bahwa setiap orang
akan membuat sejumlah keputusan hidup yang harus dituntun oleh standar
universal yang tidak berubah, serta banyak pilihan lain yang bersumber pada
kebiadaan masyarakat yang berubah.
Karena tidak ada standar universal ataupun kode etik relatif yang dapat secara
gamblang menentukan bagaimana pilihan perilaku yang paling tepat,maka
beberapa ahli etika telah mengembangkan suatu kerangka kerja etika umum untuk
pengambilan keputusan,yang disebut kerangka kerja enam langkah sebagai berikut:
a. Mendapatkan fakta yang relevan untuk pengambilan keputusan.
b. Mengidentifikasi masalah-masalah etika dari fakta relevan tersebut.
c. Menetukan siapa saja yang dapat dipengaruhi oleh keputusan tersebut dan
bagaimana masing-masing dipengaruhi.
d. Mengidentifikasi alternative pengambilan keputusan
e. Mengidentifikasi konsekuensi setiap alternative
f. Membuat pilihan yang beretika
2. Etika Profesional
Menurut Boynton (2003:98), Etika Profesional (professional ethics) harus lebih dari
sekedar prinsip-prinsip moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi seorang
profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik. Sedangkan kode etik
profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal,
sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan. Agar dapat memiliki arti,
maka keduanya harus pada posisi di atas hukum, namun sedikit di bawah posisi
ideal.
Proyek Visi CPA yang berorientasi pada masa depan,menyatakan bahwa
pengakuan atas profesi harus bertumpu pada nilai-nilai layanan yang diberikan.
Proyek Visi CPA telah mengidentifikasi lima nilai inti berikut yang dikaitkan dengan
profesi CPA , yaitu (a) Pendidikan berkelanjutan dan pembelajaran seumur hidup;

34
(b) Kompetensi; (c) Integritas; (d) Selaras dengan isu-isu bisnis yang luas; (e)
Objektivitas
Secara keseluruhan nilai-nilai di atas merupakan hal yang penting guna
mendapatkan kepercayaan dan keyakinan dari mereka yang mengandalkan jasa-
jasa CPA.
Profesi CPA juga menetapkan sifat sukarela dan pengaturan sendiri Kode Perilaku
Profesional ini.Mukadimah pada kode Perilaku Profesional yang dikeluarkan oleh
AICPA menekankan pentingnya standar etika bagi para CPA,seperti beikut ini .
Keanggotaan dalam American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
bersifat sukarela. Dengan menerima keanggotaan, berarti juga seorang akuntan
public yang bersertifikat (certified public accountant /CPA) menerima kewajiban
untuk mendisiplikan dirinya di atas dan melampui kewajiban yang di tetapkan dalam
peraturan dan ketentuan.
Prinsip-prinsip dalam Kode Etik Perilaku Profesional yang dikeluarkan oleh AICPA
menyatakan bahwa profesi mengakui tanggung jawabnya kepada masyarakat, klien,
dan tanggung jawab profesionalnya serta menyatakan ajaran dasar etika dan
perilaku professional. Untuk menjalankan prinsip-prinsip ini diperlukan komitmen
yang teguh agar menjadi perilaku yang terhormat, bahkan dengan mengorbankan
keuntungan pribadi
B. KODE ETIK PERILAKU PROFESIONAL AICPA (Boynton, 2003:99)
1. Tim Etika Profesional AICPA
Pengaturan sendiri dan etika professional demikian pentingnya bagi profesi
akuntan, sehingga peraturan AICPA menetapkan perlunya dibentuk Divisi atau
Tim etika Profesional. Misi dari tim ini adalah :
i. Mengembangkan dan menjaga standar etika dan secara efektif menegakkan
standar-standar tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan
masyarakat terlindungi
ii. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai CPA
iii. Menyediakan pedoman yang mutakhir dan berkualitas sehingga para anggota
mampu menjadi penyedia nilai utama dalam bidangnya.
Tim ini terdiri dari beberapa staf penuh waktu,anggota sukarela aktif,dan
investigator sementara jasa juga bersifat sukarela sesuai kebutuhan. Tim tersebut
melaksanakan tiga fungsi utama untuk menyelesaikan misinya sebagai berikut:
1. Menetapkan standar: Komite Eksklusif Etika Profesional melakukan
interpretasi atas Kode Perilaku Profesional AICPA serta mengusulkan
perubahan pada kode perilaku.
2. Penegakkan etika: Tim Etika Profesional melakukan investigasi atas potensi
masalah-masalah disiplin yang melibatkan anggota AICPA serta mesyarakat
CPA Negara bagian dan Program Penegakan Etika Bersama
3. Jasa permintaan bantuan teknis (ethics hotline): Tim Etika Profesional
melakukan pendidikan bagi anggota serta mempromosikan pemahaman atas

35
standar etika yang ada dalam Kode Perilaku Profesional AICPA, dengan cara
menanggapi permintaan bantuan anggota dalam rangka penerapan Kode
Perilaku Profesional AICPA pada bidang praktik yang spesifik.
2. Komposisi Kode Etika AICPA
Kode Perilaku Profesional (Code of Profesional Conduct) AICPA yag telah direvisi
dan diterima oleh sidang keanggotaan tahun1988 terdiri dari dua seksi sebagai
berikut :
a. Prinsip-prinsip (Principles) yang menyatakan ajaran dasar perilaku etika dan
memberikan kerangka kerja bagi Peraturan-peraturan.
b. Peraturan Perilaku (Rules of Conduct) yang menetapkan standar minimun
perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan profesional.
Sebagai suatu pernyataan ideal perilaku profesional, maka Prinsip-prinsip ini tidak
digolongkan sebagai standar yang dapat ditegakkan. Sebaliknya Peraturan Perilaku
menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima serta dapat ditegakkan
atau dengan perkataan lain sebagai suatu keharusan untuk dicapai.
Sebagai tambahan atas kedua seksi dari kode tersebut, maka komite Eksekutif
Divisi Etika professional mengeluarkan pengumuman-pengumuman sebagai
berikut:
1. Interpretasi Peraturan Perilaku (interpretations of The Rules of Conduct)
yang menyediakan pedoman tentang lingkup dan penerapan peraturan-
peraturan spesifik.
2. Ketetapan etika (Ethics Rulings) yang menunjukkan penerapan Pertauran
Perilaku dan interpretasi pada kondisi nyata tertentu.
Para anggota yang menyimpang dari Interpretasi atau Ketetapan Etika harus
memberikan penjelasan dan alasan penyimpangan tersebut pada rapat dengar
pendapat tentang disiplin.
3. Definisi Kode Etik
Boynton (2003:100) membagi definisi kode etik (code definition) kedalam 9
bagian guna memahami penerapan prinsip-prinsip Kode dan Peraturan :
i. Klien (client). Setiap orang atau entitas,selain pegawai anggota CPA yang
menugaskan anggota atau kantor anggota CPA untuk melaksanakan jasa
professional bagi perorangan atau entitas yang menerima jasa profesional
tersebut.
ii. Dewan (Council). Dewan yang berada dalam lembaga AICPA
iii. Perusahaan (Enterprise). Sinonim dengan istilah kilien
iv. Kantor Akuntan Publik (Firm). Bentuk organisasi yang diizinkan oelh undang-
undang Negara bagian atau peraturan yang memiliki karakteristik sesuai
dengan keputusan Dewan, untuk melaksanakan praktik akuntan
public,termasuk untuk perorangannya sebagai pemilik.
v. Status Keanggotaan (holding out). Setiap tindakan yang dilakukan oleh
seorang anggota yang menginformasikannya statusnya sebagai CPA atau
spesialis AICPA yang terakreditasi.

36
vi. Institut (Institute). AICPA itu sendiri sebagai kelembagaan.
vii. Anggota (Member). Seorang anggota,anggota asosiasi,atau asosiasi
internasional dari AICPA.
viii. Praktik Akuntan Publik (Practise of public accounting). Pemberian jasa
profssional berupa jasa akuntansi, perpajakan, perencanaan keuangan pribadi,
jasa dukungan litigasi, serta jasa profesional lainnya oleh seorang anggota
atau kantor akuntan public yang terdaftar sebagai pemegang CPA atau
spesialis AICPA yang terakreditasi,sesuai dengan standar yang diumumkan
oleh badan-badan yang ditunjuk oleh Dewan. Akan tetapi,seorang anggota
pemegang CPA atau kantor akuntan public, tidak diperkenankan untuk
melakukan praktik akuntansi public,apabila seorang anggota atau kantor
akuntan public pemegang CPA tersebut memang tidak memberikan jasa
professional seperti tersebut di atas kepada klien.
ix. Jasa Profesional. (Professional services). Semua jasa yang dilaksanakan
oleh seorang CPA yang masih berstatus sebagai pemegang CPA.
4. Prinsip-Prinsip
Prinsip yang terdapat dalam kode etik dibagi oleh Boynton (2003:101) kedalam
enam prinsipyaitu
a.) Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, para
anggota harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan
moral dalam semua aktivitass mereka.
CPA memberikan jasa yang penting dan perlu dalam system persaingan bebas
yang dianut di Amerika Serikat. Seluruh CPA memiliki tanggung jawab kepada
mereka yang menggunakan jasa profesional CPA. Selain itu,para CPA memiliki
tanggung jawab yang berkesinambungan untuk berkerja sama dengan para
anggota lainnya guna:
a. Meningkatkan seni akuntansi
b. Menjaga kepercayaan public pada profesi,dan
c. Melaksanakan kegiatan pengaturan sendiri (self regulatory)
Tujuan keseluruhan dalam memenuhi prinsip ini adalah untuk menjaga dan
meningkatkan sosok profesi akuntan public.
b.) Kepentingan Publik
Para CPA harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan yang
mendahulukan kepentingan public,menghargai kepercayaan public,dan
menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
Kepentingan public didefinisikan sebagai kemakmuran kolektif dari komunitass
manusia dan institusi yang dilayani oleh CPA.Kepentingan public yang harus
dilindungi oleh CPA meliputi kepentingan klien, pemberi kredit, pemerintah,
pegawai, pemegang saham , dan masyarakat umum. Suatu ciri mulia dari

37
sebuah profesi adalah kesediannya untuk menerima tanggung jawab
professional kepada public.
c.) Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat,para
CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab professional dengan
integritas tertinggi.
Dalam memenuhi prisnip-prinsip ini, para anggota harus bersikap jujur dan
tulus. Dalam integritas masih dimungkinkan terjadinya kesalahan akibat
kelalaian dan perbedaan pendapat, namun integritas tidak dapat mentolerir
terjadinya distorsi fakta yang dilakukan dengan sengaja atau upaya
mengecilkan pertimbangan.
d.) Objektivitas dan Independensi
Seorang CPA harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari
pertentangan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab
profesional.Seorang CPA yang berpraktik sebagai akuntan public harus
bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu
melaksanakan audit atau jasa atestasi lainnya.
Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah dalam semua hal
yang berkaitan dengan penugasan. Kepatuhan pada prinsip ini akan meningkat
bila anggota menjauhkan diri dari keadaan yang dapat menimbulkan
pertentang kepentingan.
Independensi merupakan dasar dari struktur filosofi profesi. Bagaimana
kompetennya seorang CPA dalam melaksanakan audit dan jasa atestasi
lainnya, pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi mereka yang
mengandalkan laporan auditor apabila CPA tersebut tidak independen dalam
memberikan jasa-jasa tersebut, para anggota harus independen dalam segala
hal. Untuk mengujinya, para anggota dilarang mempunyai kepentingan
keuangan atau hubungan usaha dengan klien. Sebagai contoh, seorang CPA
tidak boleh menjadi bagian dari manajemen atau melayani dewan direksi.Para
anggota yang berpraktik sebagai akuntan public harus senantiasa menilai
hubungannya dengan klien agar tidak melemahkan independensinya.
e.) Kecermatan atau Keseksamaan
Seorang CPA harus mengamati standar teknis dan etika profesi,terus
meningkatkan kompetensi serta mutu jasa,dan melaksanakan tanggung
jawab profesional dengan kemampuan terbaik.
Prinsip kecermatan atau keseksamaan adalah pusat dari pencarian terus
menerus akan kesempurnaan dalam melaksanakan jasa profesional.
Keseksamaan mengharuskan setiap CPA untuk melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.

38
Keseksamaan meliputi keteguhan,kesungguhan,serta bersikap energik dalam
menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa profesional. Hal ini
juga berarti,seorang CPA harus: (1.) Cermat dan seksama dalam
melaksanakan pekerjaan; (2.) Memperhatikan standar teknis dan etika yang
dapat diterapkan; (3.) Menyelesaikan jasa yang dilaksanakan dengan segera.
Keseksamaan meliputi keseksamaan dalam perencanaan dan supervise
perikatan yang menjadi tanggung jawab CPA.
f.) Lingkup dan Sifat Jasa
Seorang CPA yang berpraktik sebagai akuntan public, harus mematuhi
Prinsip-Prinsip Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan
jasa yang diberikan.
Prinsip ini hanya dapat diterapkan hanya dapat diterapkan kepada anggota
yang memberikan jasa kepada masyarakat. Dalam memutuskan apakah akan
memberikan jasa spesifik dalam situasi tertentu,maka CPA tersebut harus
mempertimbangkan semua prinsip-prisnsip yang telah ada sebelumnya.
Apabila ternyata tidak ada prinsip yang dapat dipenuhi, maka penugasan
tersebut harus ditolak. Selanjutnya seorang CPA harus:
a. Hanya berpikir pada suatu kantor yang telah mengimplementasikan
prosedur pengendalian mutu
b. Menentukan apakah lingkup dan sifat jasa lain yang diminta oleh klien
tidak akan menciptakan pertentangan kepentingan dalam pemberian jasa
audit bagi klien.
c. Menilai apakah jasa yang diminta konsisten dengan peran professional.
C. PERATURAN PERILAKU
Dalam memformulasikan peraturan-peraturan ini, AICPA telah berusaha untuk dapat
memberikan layanan yang terbaik bagi para anggotanya,profesi dan masyarakat dari
waktu ke waktu,peraturan tersebut dimodifikasi untuk dapat mengakomodasi
perubahan norma dari perilaku etik serta pengaruh-pengaruh lainnya,seperti
perubahan-perubahan pada ketentuan pemerintah. Sebagai contoh, tidak adanya
system penomoran pada seksi yang berkode nomor 400-an adalah akibat dari
penghapusan beberapa peraturan dalam seksi 400-an yang berkaitan dengan
tanggung jawab terhadap kolega.Peraturan-peraturan ini dihapuskan karena pada
akhirnya dianggap terlampau bebas dan dalam beberapa kasus telah mendapat
tantangan dari pemerintah federal sebagai pengendalian yang tidak dibenarkan atas
persaingan. Contoh-contoh beberapa perubahan tambahan yang ditetapkan oleh
pemerintah guna menghapuskan praktik yang dianggap mengendalikan akan
dijelaskan berikut ini :

39
Peraturan organisasi AICPA mengharuskan para CPA mematuhi Peraturan Perilaku.
Peraturan tersebut dapat diterapkan kepada semua CPA dan kepada semua jasa
professional yang dilaksanakan, kecuali apabila:
1. Susunan kata dalam peraturan menunjukkan lain
2. CPA yang berpraktik diluar Amerika Serikat serta menyesuaikan diri dengan
peraturan profesi akuntan di Negara tuan rumah.
Seorang CPA dalam praktik public mungkin harus bertanggungjawab untuk
mematuhi semua peraturan bagi setiap orang yang berada dalam supervise anggota
atau anggota partner atau pemegang saham dalam praktik. Selain itu, CPA tidak
dapat mengijinkan orang lain untuk bertindak atas namanya.Apabila hal ini
dilakukan,berarti melanggar peraturan. Pernyataan setiap peraturan dan penjelasan
yang penting diberikan dalam bagian berikut ini
a. Peraturan 101-Independensi
Seorang CPA yang berpraktik publik harus bersikap independen dalam
melaksanakan jasa professional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi
yang diumumkan oleh badan-badan yang ditunjuk oleh Dewan.
Peraturan ini digabungkan dalam kode etik, dengan menunjuk persyaratan
indenpendensi dalam standar teknis yang diterbitkan oleh AICPA. Badan-badan
yang telah menerbitkan standar yang mewajibkan CPA bersikap independen
adalah Auditing Standars boards (ASB) dan Accounting and Review Services
Committee. Karena pentingnya masalah independensi ini bagi berbagai jasa
atestasi, maka hingga saat ini AICPA telah menerbitkan 14 interpretasi yang
berkaitan dengan peraturan 101, yaitu:
101-1 Interpretasi peraturan 101 : interpretasi awal ini ditujukan pada hubungan
kepentingan keuangan dan bisnis yang dapat memperlemah independensi
101-2 Independensi praktisi dan kantor akuntan publik pendahulu:
menunjukkan konsidir dimana kegiatan partner atau pemegang saham terdahulu
pada suatu kantor akuntansi dapat memperlemah independensi.
101-3 - Jasa akuntansi: sering kali para CPA membantu klien dengan
menyediakan jasa akuntansi termasuk pembukuan serta penyusunan laporan
keuangan. Interpretasi ini menggambarkan tanggung jawab panjang yang harus
dipikul oleh manajemen klien untuk tetap menjaga independensi
101-4 -- Direktur dan perwalian kehormatan dari organisasi nirlaba :
memberikan pedoman bagi para CPA yang diminta untuk bertugas sebagai
direktur atau perwalian kehormatan untuk suatu atestasi klien.
101-5 -- Pinjaman dari lembaga keuangan klien serta terminologi terkait :
pada umumnya independensi CPA akan menjadi lemah apabila CPA tersebut
mempunyai pinjaman pada atau dari perusahaan atau komisaris, direktur atau

40
pimpinan pemegang saham perusahaan. Interpretasi ini menjelaskan beberapa
pengecualian pada peraturan yang bersifat umum ini.
101-6 -- pengaruh dari litigasi yang nyata atau potensial pada independensi :
menjelaskan kondisi dimana independensi dapat dianggap melemah akibat
adanya litigasi ataupun adanya maksud untuk memulai litigasi
[101-7]-- dihapuskan
101-8 -- Pengaruh terhadap independensi kepentingan keuangan pada pihak
nonklien yang memiliki hubungan sebagai investor atau investee dengan
pihak anggota klien : menjelaskan berbagai modus dimana kepentingan
keuangan pihak nonklien dapat secara signifikan mempengaruhi klien sehingga
melemahkan independensi klien.
101-9 -- Arti terminologi independensi tertentu serta dampak dari hubungan
kekerabatan bagi independensi : memberikan definisi tertentu yang digunakan
dalam interpreasi 101-1 dan menjelaskan juga bagaimana independensi dapat
menjadi lemah melalui hubungan kekerabatan tertentu.
101-10 --Pengaruh hubungan dengan entitas termasuk laporan keuangan
pemerintahan terhadap independensi : pada umumnya seorang CPA yang
menerbitkan laporan atas laporan keuangan yang bersifat multiguna dari instansi
pemerintah sebagai klien harus bersikap independen terhadap klien. Namun
independensi tidak lagi diwajubkan bagi organisasi tersebut bilamana secara
keuangan klien tidak bertanggung jawab bagi organisasi atau pengungkapan yang
diwajibkan tidak termasuk informasi keuangan.
101-11 --Independensi dan pelaksanaan jasa profesional di bawah
pernyataan standar perikatan atestasi dan pernyataan standar auditing no.
75, perikatan untuk menerapkan prosedur yang telah disepakati pada
elemen, akun atau butir tertentu dalam laporan keuangan. Memberikan
pedoman atas independensi pada perikatan yang lebih terbatas dalam lingkupnya
dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan multi guna.
101-12 --Independensi dan kerjasama dengan klien : pada umumnya
independensi akan dianggap lemah apabila selama periode penugasan
profesional atau pada saat menyatakan pendapat seorang CPA kantor akuntan
mempunyai kehiatan bisnis bersama dengan klien yang dianggap material bagi
kantor CPA atau klien itu sendiri.
101-13 -- Perluasan jasa audit. Banyak usaha yang menyerahkan pekerjaan
audit internalnya pada kantor-kantor akuntan publik. Interpretasi ini menjelaskan
kondisi dan hubungan yang diperlukan antara kantor akuntan publik dengan
klien guna tetap menjaga independensi.

41
101-14 -- pengaruh struktur praktik alternatif terhadap penerapan peraturan
tentang independensi : karena adanya perubahan dalam cara CPA menyusun
praktik-praktiknya maka interpreyasi ini memberikan pedoman bagaimana
alternatif yang beragam terhadap "struktur tradisional;" dapat berpengaruh bagi
independensi.
Interpretasi Independensi
Terdapat beberapa tema dalam interpretasi indenpendensi,yang meliputi
pengaruh dari:
1. Kepentingan Keuangan
Larangan terhadap kepentingan keuangan bersifat sangat ekplisit. Pertama,
CPA atau kantor akuntan public (KAP) tidak boleh mempunyai kepentingan
keuangan langsung dengan klien. Oleh karena itu, seorang CPA tidak boleh
memiliki atau mempunyai opsi untuk membeli satu lembar saham pun dari
klien. Dalam interpretasi inti disebutkan bahwa kepemillikan saham melalui
perusahaan investasi digolongkan juga sebagai kepentingan keuangan
langsung. Akan ada kespentingan keuangan tidak langsung apabila (1) CPA
atau kantor akuntan publik (KAP) memiliki saham dalam bentuk dana
bersama (mutual fund) yang pada gilirannya akan memiliki saham klien atau
(2) seorang CPA memiliki hubungan keluarga dengan pihak yang mempunyai
keuangan dengan klien.
Kedua, seorang CPA tidak diperkenankan memiliki gubungan kerjasama atau
memegang investasi bisnis dengan perusahaan klien, komisaris, direktur atau
pemegang saham utama dalam perusahaan klien, komisaris, direktur atau
pemegang saham utama dalam perusahaan tersebut yang bersifat material
bagi CPA ataupun aktiva bersih perusahaan.
Ketiga, seorang CPA tidak diperkenankan memiliki pinjaman kepada atau dari
perusahaan klien, komisaris, direktur atau pemegang saham utama adalam
perusahaan tersebut, kecuali memang diperbolehkan sesuai dengan
interpretasi 101-5. Secara rinci interpretasi tersebut menguraikan dua
kategori pengecualian, apabila pinjaman tersebut (1) telah diperoleh
dilaksanakan secara independen (2) diperoleh melalui prosedur persyaratan
dan kewajiban peminjaman yang normal serta (3) senantiasa mutakhirkan.
2. Hubungan Bisnis.
Seorang CPA tidak diperbolehkan memeberikan layanan dalam kapasitas
sebagai anggota manajemen atau sebagai pegawai klien, karena dapat
memperlemah independensi. Penerapan interpretasi ini akan menjadi
semakin kompleks apabila CPA memiliki anggota klien.
Periode waktu kepentingan bisnis berbeda dengan periode waktu hubungan
bisnis. Sebagai contoh, apabila auditor juga menjadi direktur, anggota

42
manajemen atau pegawai klien pada periode yang menjadi lingkup audit
maka independensinya menjadi lemah. Kelemahan tersebut tidak akan
terselesaikan dengan memutuskan hubungan begitu saja sebelum audit
dimulai. Alasannya adalah meskipun hubungan telah diputuskan namun CPA
tersebut masih harus melakukan audit dan melaporkan hasil-hasil
keputusannya atau partisipasinya selama ia dalam kapasitas sebagai bagian
dari klien.
3. Arti Ungkapan "CPA Atau Kantor Akuntan Publik"
Interpretasi 101-9 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan CPA atau
kantor akuntan publik (member or member's firm) meliputi semua dari
berikut ini:
i. Semua orang (dari setiap tingkatan) yang berpartisipasi dalam perikatan,
kecuali mereka yang hanya melaksanakan fungsi klerk rutin, seperti juru
ketik atau operator foto kopi.
ii. Semua orang yang memiliki posisi manajerial dan beralokasi dalam
kantor yang berpartisipasi signifikan dalam perikatan.
iii. Semua pemilik, partner atau pemegang saham dari kantor akuntan public
iv. Sebuah entitas yang kebijakan usaha, keuangan atau akuntansinya
dapat dikendalikan oleh seorang atau lebih dari orang-orang yang telah
disebutkan diatas atau oleh dua orang atau lebih yang dipilih dan ditunjuk
untuk bertindak bekerja sama.
Untuk memperjelas ketaatan pada peraturan 101, ungkapan CPA dan kantor
akuntansi publik tidak hanya meliputi orang-orang yang telah disebutkan
diatas namun juga meliputi pasangan mereka, keluarga. Oleh karena itu,
sebagai CPA yang berpartisipasi dalam memiliki kepentingan keuangan
langsung. Atau tidak langsung yang cukup material pada klien. Demikian pula
halnya dengan pasangan atau keluarga anggota yang belum mandiri juga
tidak diperkenankan memuliki kepentingan seperti tersebut di atas.
Sesuai dengan interpretasi 101-9, ungkapan CPA dan kantor akuntan publik
tidak meliputi keluarga dekat yang sudah mandiri, sperti anak, kakak, dan
adik, kakek dan nenek, orang tua dan mertua. Namun demikian, interpretasi
menyatakan bahwa independensi CPA atau kantor akuntan publik dapat
melemah karena adanya hubungan keuangan dan usaha dari keluarga
seperti tersebut diatas. Sebagai contoh, sudah pasti akan diangkat kasus
apabila ada kerabat dekat yang memegang kepentingan keuangan yang
material bagi kerabat dekat tersebut maupun bagi CPA sendiri.
Interpretasi 101-9 menunjukkan bahwa adanya anggota keluarga seorang
CPA yang bekerja pada perusahaan klien selama periode waktu yang
berkaitan dengan hubungan bisnis hanya akan melemahkan independensi
dalam keadaan berikut ini :

43
i. Posisi peka audit (audit sensitive position). Posisi yang dimaksud
adalah posisi untuk pasangan, keluarga atau keluarga dekat yang
mandiri yang memiliki posisi dalam kegiatan klien yang berkaitan
dengan atau elemen dari pengendalian intern yang signifikan seperti
posisi kasir, auditor internal, kepala akuntansi atau kepala gudang
persediaan. Larangan ini hanya berkaitan dengan keluarga CPA yang
berpartisipasi dalam perikatan
ii. Pengaruh signifikan (significant influence) hal ini mencakup
pasangan, keluarga atau keluarga dekat mandiri yang memiliki posisi
yang memungkinkan untuk memberikan pengaruh signifikan atas
kebijakan operasional, keuangan atau akuntansi klien, seperti posisi
direktur, chief executive, atau pejabat keuangan atau akuntansi.
Larangan ini berkaitan dengan apa yang dinamakan keluarga dari (1)
setriap CPA yang berpartisipasi dalam perikatan, dan (2) seriap
pemilik partner atau pemegang saham yang beralokasi dalam kantor
yang berpartisipasi secara signifikan dalam perikatan, selain untuk
pasangan dan keluarga, larangan tersebut meluas kepada setiap
pemilik, partner atau pemegang saham dalam setiap kantor yang
memiliki kempampuan untunk mempengaruhi perikatan.
4. Jasa Lain Bagi Klien.
Seringkali CPA menyediakan jasa lain sebagai tambahan atas jasa atestasi
kepada klien. Sebagai contoh, seorang CA atestasinya. CPA yang
melakukan praktik sedemikian harus memenuhi persyaratan berikut agar
dapat mempertahankan penampilannya bahwa ia bukan menjadi klien
sehingga dapat menjadi kurang independen menurut pandangan seorang
pengamat yang layak.
a. CPA tidak diperkenankan memiliki hubungan lain, seperti kepentingan
keuangan yang dapat memperlemah objektivitasnya
b. Klien harus bertanggung hawab penuh atas laporan keuangannya
c. CPA tidak diperbolehkan melakuakan peran lain sebagai pegawai atau
manajemen dalam usaha klien
d. CPA harus bekerja sesuai standar profesional dalam melaksanakan
perikatan atestasi
Klien atestasi seringkali meminta CPA untuk menjalankan peran dan fungsi
sebagai auditor internal. Interpendensi tidaj dipandang melemah, apabila
CPA atau kantor akuntan publik bertindak atau tampil untuk bertindak
dalam kapasitas yang setara dengan anggota manajemen atau sebagai
pegawai klien. Selain itu, terdapat beberapa kondisi lain yang harus
dipenuhi, yaitu :

44
a. Dewan direksi, komite audit, manajemen klien, serta anggota CPA
semuanya harus memiliki pemahaman yang jelas tentang tanggung
jawab masing-masing
b. Pemahaman tersebut sebaiknya didokumentasikan dalam surat
perikatan
c. CPA harus merasa puas bahwa klien memahami tanggung jawabnya
untuk menetapkan dan menjaga pengendalian intern serta
mengarahkan fungsi audit internal sebagai bagian dari pemantauan
pengendalian intern
d. Klien harus bertanggung jawab untuk (1) menunjuk seorang yang
kompeten lebih baik apabila diambil dari manajemen senior untuk
bertanggung jawab dalam fungsi audit internal (2) menentukan lingkup
resiko dan frekuensi fungsi audit internal dan (3) mengevaluasi
kecukupan prosedur audit yang dilaksanakan temuan serta hasil
kegiatan audit internal sebagaimana yang disajikan dalam laporan
audit yang disusun sesuai dengan pedoman CPA perihal pelaksanaan
layanan publik untuk jasa tersebut
Akhirnya lingkungan pemerintahan dan dunia akademis telah
memberikan perhatian yang besar dengan membuat pernyataan
bahwa dengan memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien
atestasi akan memperlemah independensi. Kedaan tersebut
didasarkan pada keyakinan bahwa CPA akan melakukan review atas
apa yang telah dikerjakannya sendiri, sehingga sangat mungkin akan
terjadi bias pada saat review.
Secara konsisten AICPA menegaskan bahwa secara keseluruhan
MCS adalah sama dengan independensi, sepanjang CPA hanya
memberikan layanan sebagai penasehat bagi manajemen untuk
pengambilan keputusan bisnis. Apabila auditor merupakan
pengambilan keputusan, maka independensi audit akan melemah
karena auditor akan bertindak dalam "kapasitas yang setara dengan
anggota manajemen". Akan tetapi kantor CPA akan diminta untuk
menarik diri dari pelaksanaan jasa MCS berikut ini bagi audit klien
SEC.
a. Bantuan dalam merger dan akuisisi untuk mendapatkan finder's
fee
b. Perekrutan eksekutif
c. Jasa aktuaria bagi perusahaan asuransi
d. Jajak pendapat umum
e. Pengujian psikologi

45
5. Litigasi
Litigasi melibatkan CPA dan kliennya yang mempertanyakan
independensi CPA. Pada umumnya, independensi akan melemah
apabila keberadaan atau potensi ancaman litigasi telah berubah
secara signifikan atau diharapkan hubungan antara klien dengan CPA
akan berubah secara material. Litigasi yang mengakibatkan
memburuknya posisi antar klien dengan CPA atau justru menyatukan
manajemen dengan CPA untuk berkonspirasi dalam menghambat
informasi dari pemegang saham, dapat melemahkan independensi
CPA. Sebaliknya, litigasi yang diajukan pemegang saham terhadap
CPA tidak harus mempengaruhi independensi.
6. Imbalan Yang Belum Dibayar
Imbalan yang belum dibayar untuk jasa profesional yang telah
diberikan akan dianggap sebagai pinjaman yang diberikan anggota
kepada klien, sesuai dengan apa yang di maksudkan dalam peraturan
101 dan interpretasinya. Oleh karena itu independensi kantor akuntan
publik dapat dianggap melemah apabila CPA telah menerbitkan
laporan audit untuk tahun berjalan bagi klien, namun CPA belum
menerima imbalan, baik telah ditagihkan atau belum ditagihkan
selama lebih dari satu tahun. Ketetapan ini tidak berlaku bagi imbalan
yang belum dibayar akibat pailitnya klien.
Independence Standards Board (ISB)
Dewan standar independen didirikan pada tahun 1997 berdasarkan hasil
diskusi antara AICPA dengan perwakilan dari profesi dan SEC. misi yang
diemban oleh ISB menurut terbitan mereka adalah untuk menetapkan standar
independensi yang dapat diterapkan pada audit atas entitas publik dalam
rangka melayani kepentingan masyarakat serta melindungi dan meningkatkan
kepercayaan investor dalam pasar bursa. Untuk mencapai maksud tersebut,
dewan mengambil langkah sebagai berikut :
a. Pada awalnya akan mengambil standar independen yang ada pada SEC
b. Mengembangkan kerangka kerja konseptual independensi yang dapat
diterapkan pada audit atas entitas publik yang akan digunakan sebagai
dasar pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis standar independensi
c. Mengumumkan standar, melakukan review dan ratifikasi, melakukan
konsensus dengan Komite Masalah Independensi serta melakukan
interpretasi atas masalah-masalah objektivitas dan independensi auditor
yang dikemukakan oleh staf ISB
d. Mengembangkan proses untuk digunakan sebagai pedoman dan
penyelesaian masalah, termasuk mendayagunakan HC sebagai

46
narasumber tentang masalah-masalah yang dapat mempengaruhi
independensi
e. Menyediakan fungsi konsultatif bagi para praktisi dan registran yang ini
menanyakan tentang standar independensi
Pada bulan April 1999, ISB menerbitkan Independence Standards Board
Standard no. 1. Standar ini dapat diterapkan pada setiap auditor yang
bermaksud untuk bersikap independence pada setiap entitas sesuai dengan
yang dikehendaki oleh securitas Art yang dikelola oleh SEC, setidaknya
setahun sekali, auditor tersebut harus:
a. Mengungkapkan secara tertulis kepada komite audit perusahaan, bahwa
menurut pertimbangan profesional auditor, semua hubungan yang ada
antara auditor dengan entitas terkait telah secara layak dianggap memiliki
independensi.
b. Mengkonfirmasikan dalam surat tersebut bahwa pertimbangan
professional yang diberikan telah cukup independen terhadap
perusahaan sesuai dengan apa yang dimaksud dalam undang-undang
SEC.
c. Membahas independensi auditor dengan komite audit.
b. Peraturan 102- Integritas Dan Objektivitas
Dalam pelaksanaan setiap jasa professional, seorang CPA harus menjaga
objektivitas dan integritas, harus bebas dari pertentangan kepentingan, dan tidak
diperbolehkan salah menyajikan fakta atau mensubordinasikan
pertimbangannya kepada pihan lain.
Peraturan ini berlaku untuk semua jasa professional dan untuk semua anggota.
Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan majikan pihak akuntan ekstern,
anggota dalam industry harus bersikap tulus dan tidak boleh salah menyajikan
fakta atau gagal menyajikan fakta yang material. Selanjutnya apabila anggota
dalam indutri berselisih paham dengan seorang penyelia(supervisor) tentang
masalah akuntansi atau auditing yang akan berpengaruh penting pada laporan
keuangan, maka anggota tersebut harus memastikan bahwa situasi
pertentangan tersebut bukan merupakan bentuk subordinasi pertimbangan.
Seorang anggota yang melaksanakan jasa profesional bagi klien atau suatu
organisasi harus bebas dari atau tidak diperkenankan memiliki hubungan
penting dengan orang,entitas, atau layanan lain yang dipandang dapat
mengganggu objektivitas anggota.
c. Peraturan 201- Standar Umum
Setiap anggota harus memenuhi standar-standar berikut ini dan setiap
interpretasi dari badan-badan yang ditujukan oleh Dewan.

47
a. Kompetensi professional. Hanya melaksanakan jasa profesional yang
diyakini dapat diselesaikan oleh anggota atau kantor akuntan public dengan
kompetensi proessional
b. Penggunaan kemahiran professional. Mempergunakan kemahiran
professional dengan cermat dan seksama dalam melaksanakan setiap jasa
professional
c. Perencanaan dan supervise. Merencanakan dengan cermat dan mengawasi
jalannya pelaksanaan jasa professional.
d. Data Relevan yang mencukupi. Memperoleh data relevan yang mencukupi
agar mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau
memberi rekomendasi yang berkaitan dengan setiap jasa professional yang
dilaksanakan.
Standar-standar umum di atas tidak boleh dikacaukan dengan tiga standar
umum GAAS yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
Peraturan 201A tentang kompetensi profesional tidak hanya meliputi kualifikasi
teknis seorang anggota atau para staf dari seorang anggota saja, namun
meliputi juga kemampuan CPA tersebut untuk melakukan supervise dan evaluasi
atas mutu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak lain. Apabila berdasarkan
fakta yang diketahui pada saat itu, CPA meyakini kemampuannya untuk
menyelesaikan perikatan tersebut sesuai dengan standar-standar professional,
maka secara etis ia diperbolehkan menerima perikatan.
d. Peraturan 202-Kepatuhan Terhadap Standar
Seorang CPA yang melaksanakan auditing, review. Kompilasi, konsultasi
manajemen, perpajakan, atau jasa profesional lainnya harus mematuhi standar-
standar dan setiap interpretasi yang diterbitkanoleh badan-badan yang ditunjuk
oleh Dewan.
Dewasa ini, standar-standar teknis yang tergolong dalam peraturan diatas
adalah standar-standar yang diterbitkan oleh Auditing Standards Board,
Accounting and Review Service Committee, serta Management Consulting
Service Executives Committee. Sejalan dengan maksud menegakkan peraturan
di atas, Dewan telah menunjuk dua badan untuk memasyarakatkan standar-
standar pengungkapan informasi keuangan di luar laporan keuangan dasar yang
menyertai laporan keuangan yang diterbitkan. Kedua badan tersebut adalah
FASB dan GASB.
e. Peraturan 203- Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Seorang CPA tidak dibenarkan untuk (1) menyatakan pendapat atau
menyatakan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain dari setiap
entitas yang diauditnya telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum atau (2) menyatakan bahwa ia tidak mengetahui setiap
modifikasi material yang telah dilakukan pada laporan atau data tersebut agar

48
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, apabila laporan
atau data tersebut mengandung penyimpangan dari prinsip akuntansi yang telah
ditetapkan oleh badan berwenang yang ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun
prinsip-prinsip yang mempunyai dampak material terhadap keseluruhan laporan
atau data. Namun, apabila CPA mampu menunjukkan adanya penyimpangan
pada laporan dan data yang dapat menimbulkan keadaan yang menyesatkan,
maka CPA tersebut harus mematuhi peraturan ini dengan menjelaskan dalam
laporannya yang menguraikan tentang penyimpangan tersebut, perkiraan akibat
yang akan ditimbulkan, dan sepanjang dianggap praktis, akan menyebutkan juga
alasan-alasan mengapa kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dapat
menimbulkan pernyataan yang justru menyesatkan.
Peraturan 203 ini diterapkan kepada semua anggota yang melaksanakan
tindakan seperti diuraikan di atas,baik yang melakukan praktik public maupun
tidak.Tindakan yang dimaksud terjadi,misalnya ketika,
1. Melakukan audit laporan keuangan
2. Melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif
3. Melakukan review atas informasi keuangan
Peraturan di atas meliputi semua jasa yang standarnya telah ditetapkan dalam
GAAP,termasuk perikatan untuk melaporkan dasar komprehensif selain GAAP.
Dewan telah menunjukan dua kelompok untuk memasyaratkan prinsip-prinsip
akuntansi ,yaitu:
1. GASB untuk entitas pemerintah Negara bagian dan local.
2. FASB untuk semua entitas lainnya.
f. Peraturan 301- Informasi Rahasia Klien
Setiap anggota yang melakukan praktik public tidak diperkenankan untuk
mengungkapkan semua informasi rahasia klien tanpa izin khusus dari klien.
Peraturan ini tidak boleh diartikan sebagai (1) membebaskan seorang anggota
dari kewajiban profesionalnya sesuai peraturan 202 dan 203, (2) untuk
mempengaruhi dengan cara apapun kewajiban anggota untuk mematuhi
permintaan atau panggilan pengadilan yang sah dan berlaku, atau untuk
melarang anggota mematuhi ketentuan dan peraturan pemerintah yang berlaku,
(3) untuk menghalangi review atas praktik professional anggota menurut
wewenang AICPA atau masyarakat CPA negara bagian, atau Dewan Akuntansi
atau (4) menghindari seorang anggota dari pernyataan keberatan atau
kewajiban untuk menjawab permintaan keterangan yang diajukan divisi etika
profesioanal atau badan pengadilan institute atau badan investigasi dan disiplin
dari masyarakat CPA negara bagian atau Dewan Akuntansi.
Setiap anggota dari badan-badan yang disebutkan dalam rangka (4) diatas serta
para anggota yang terlibat dalam praktik review professional yang disebut dalam
angka (3) diatas tidak diperkenankan mempergunakan untuk kepentingan sendiri

49
atau mengungkapkan informasi rahasia klien anggota yang menarik
perhatiannya dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Namun demikian,
larangan tersebut tidak boleh membatasi pertukaran oleh badan-badan tersebut
pada angka (4) atau kerugian praktik review professional yang disebut dalam
angka (3) diatas.
Kewajiban CPA yang melakukan praktik public untuk merahasiakan semua
informasi tentang masalah bisnis klien merupakan hal yang sangat
mendasar.Kerahasiaan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam
membangun dasar kepercayaan bersama antara CPA dan klien.
Peraturan 301 mengharuskan anggota untuk mendapatkan persetjuan klien
sebelum mengungkapkan informasi rahasia klien.sebaiknya persetujuan tersebut
dilakukan dalam bentuk tertulis.Persetujuan tidak diperlukan lagi apabila
keempat pengecualian yang dinyatakan dalam peraturan resebut dipenuhi.
Pengecualian dari peraturan 301 memungkinkan auditor memenuhi tanggung
jawab professional dan hukum.Sebagai contoh,dalam menerbitkan laporan
audit ,seorang anggota dapat mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam
GAAP yang tidak tercantum dalam laporan keuangan.
Keharusan untuk menyimpan rahasia sebagaimana disebutkan dalam peraturan
301 tersebut harus dibedakan dari konsep hukum tentang hak istimewa
komunikasi. Ketentuan hukum federal dan negara bagian memberikan hak
istimewa ini dalam hubungan tertentu seperti hubungan antara klien dengan
penasehat hukum, dokter dengan pasien, atau antara pendeta dengan
jemaatnya. Dalam kasus-kasus semacam ini ,komunikasi antara profesional
dengan kliennya tidak ada ketentuan federal yang memberikan status hak
istimewa ini masih ada dalam delapan belas Negara bagian.
Peraturan 301 merupakan sumber dari sejumlah dilemma etika bagi para CPA.
Sebagai contoh,seorang auditor memiliki klien A.klien A tersebut memiliki piutang
pada B yang cukup material dan A yakin bahwa piutang tersebut dapat ditagih
sesuai dengan informasi auditor klien B. Namun ketika mengaudit klien B,auditor
mendapatkan informasi rahasia tentang adanya keraguan yang serius atas
kemampuan B membayar saldo hutangnya kepada A.Atau juga dapat terjadi
ketika melakukan audit atas klien A,auditor mendapatkan bahwa A telah
membebankan lebih kepada B atas pembelian barang persediaan
tersebut.Selain itu,dengan tidak adanya mandate legislative atau
peraturan,maka peringatan auditor atas kasus-kasus tindak pelanggaran hukum
oleh klien akan berbenturan dengan Peraturan 301
g. Peraturan 302- Honor Kontijensi.
Setiap anggota yang melakukan praktik public tidak diperkenankan untuk:

50
1. Melaksanakan jasa profesional dengan menerima honor kontijensi atau
imbalan semacam itu dari klien yang CPA atau kantor akuntan publiknya
juga melaksanakan:
2. Membuat surat pemberitahuan pajak penghasilan perdana atau yang telah
diperbaikai atau klaim atas pengembalian pajak untuk honor kontinjen.
3. Larangan pada angka (1) diatas berlaku selama periode dimana CPA atau
kantor akuntan public ditugaskan untuk melaksanakan setiap jasa diatas
dan periode yang dicakup dalam laporan keuangan histori tercakup juga
dalam jasa-jasa tersebut di atas.
Kecuali seperti yang dinyatakan dalam kalimat berikut, honor kontinjen adalah
imbalan yang ditetapkan berdasarkan kinerja jasa yang diberikan, dimana
imbalan tidak akan diberikan apabila tidak diperoleh hasil atau temuan tertentu,
atau dimana jumlah imbalan akan tergantung pada temuan atau hasil jasa
tersebut. Hanya untuk maksud peraturan ini saja, imbalan tidak akan dianggap
sebagai kontinjen apabila imbalan tersebut ditetapkan oleh pengadilan atau
lembaga-lembaga yang berwenang lainnya, atau dalam masalah pajak, apabila
penetapan tersebut berdasarkan hasil keputusan pengadilan atau temuan dari
pejabat pajak.
Honor anggota dapat beragam tergantung, misalnya, pada kompleksitas jasa
yang diberikan.
Sebelum diubah pada tahun 1990,peraturan ini membuat larangan umum bagi
anggota untuk menerima imbalan yang berkaitan dengan setiap jasa untuk
setiap klien.Pada tahun 1990,AICPA telah mengubah peraturan ini guna
mematuhi perintah dari Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (U.S
Federal Trade Commission/FTC),yang menganggap peraturan yang lama akan
menghambat jalannya perdagangan.Peraturan dalam bentuk yang
baru,menunjukkan adanya kesepakatan antara AICPA yang ingin tetap bertahan
pada larangan umum,dan pihak FTC yang menginginkan agar seluruh peraturan
tersebut dihapuskan.
Peraturan tersebut tidak melarang seorang anggota untuk membebankan
imbalan berdasarkan kompleksitas jumlah ajam atau hari yang diperlukan untuk
menyelesaikan jasa yang diberikan.Seorang anggota juga dapat memilih tarif
pembebanan per diem (biaya yang dihitung berdasarkan jumlah hari atau jam)
yang lebih rendah untuk klien yang sedang menghadapi kesulitan keuangan
atau bahkan melaksanakan jasa tanpa imbalan bagi organisasi yang bergerak di
bidang amal.
h. Peraturan 501- Tindakan Yang Mendiskreditkan
Seorang CPA tidak boleh melakukan suatu perbuatan yang mendiskreditkan
profesi.

51
Menurut peraturan 501, tindakan mendeskreditkan diartikan sebagai tindakan
yang dilakukan angota yang dapat merusak atau mengganggu reputasi dan
integritas profesi. Dalam interpretasi, tindakan-tindakan berikut ini digolongkan
sebagai tindakan tercela (1) menahan catatan klien serta kertas kerja auditor, (2)
diskriminasi dalam pekerjaan, (3) kegagalan dalam mematuhi standard dan /
atau prosedur lainnya atau persyaratan lain dalam audit pemerintahan, (4)
kelalaian dalam penyusunan laporan keuangan, (5) kegagalan dalam mematuhi
persyaratan badan pemerintah, komisi, atau lembaga pengaturan dalam
melaksanakan jasa atestasi, dan (6) permohonan atau pengungkapan
pertanyaan pemeriksaan CPA berikut jawabannya.
i. Peraturan 502- Periklanan Dan Bentuk Solisitasi Lainnya.
Setiap anggota yang melakukan praktik public tidak diperkenankan untuk
mendapatkan klien dengan cara memasang iklan atau bentuk solisitasi lainnya
dalam segala hal yang salah, menyesatkan, atau menipu. Solisitasi dengan cara
memaksa, yang melampaui batas atau melecehkan dilarang.
Peraturan ini mencerminkan adanya kompromi. Beberapa anggota AICPA
meyakini bahwa semua bentuk periklanan dan penawaran harus dilarang karena
merupakan bentuk yang tidak professional. Akan tetapi, AICPA harus mematuhi
ketentuan lain yang terkandung dalam perintah FTC tahun 1990 kepada AICPA
berkenaan dengan peraturan 502.
j. Peraturan 503-Komisi Dan Honor Referal
1. Larangan komisi
Seorang CPA yang melakukan praktik public tidak diperkenankan
memberikan rekomendasi atau referensi produk atau jasa pihak lain kepada
klien demi mendapatkan komisi, atau memberikan rekomendasi atau
referensi produk atau jasa yang disediakan oleh klien untuk mendapatkan
komisi, atau menerima komisi ketika CPA atau kantor akuntan public juga
sedang melaksanakan jasa berikut ini bagi klien:
a) Suatu audit atau review laporan keuangan: atau
b) Kompilasi laporan keuangan, jika CPA memperkirakan atau mungkin
memperkirakan bahwa ada pihak yang akan mempergunakan laporan
keuangan serta laporan kompilasi anggota yang tidak mengungkapkan
adanya kekurangan indenpensi; atau
c) Pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif.
Larangan ini berlaku selama periode penugasan untuk melaksanakan jasa-
jasa tersebut diatas dan selama periode yang dicakup oleh laporan
keuangan historis yang terkait dengan jasa-jasa di atas.
2. Pengungkapan komisi yang diperkenankan.
Seorang CPA dalam praktik public yang tergolong tidak dilarang oleh
peraturan ini untuk melaksanakan jasa dengan imbalan komisi atau

52
menerima komisi atau yang dibayar atau mengharapkan untuk dibayar
dengan komisi harus mengungkapkan fakta ini kepada setiap orang atau
entitas kepada siap CPA merekomendasikan atau merujuk produk dan jasa
yang berkaitan dengan komisi tersebut.
3. Honor Referal
Seorang CPA yang menerima honor referral karena merekomendasikan
atau merujuk jasa CPA apapun kepada setiap orang atau entitas, atau yang
membayar honor referral untuk mendapatkan klien, harus mengungkapkan
hal tersebut kepada klien.
k. Peraturan 505- Bentuk Organisasi Dan Nama
Seorang CPA dapat membuka praktik akuntan public hanya dalam bentuk
organisasi yang diizinkan oleh hukum dan peraturan negara bagian yang ciri-
cirinya sesuai dengan ketentuan dari Resolusi Dewan.
Seorang CPA tidak diperkanankan membuka praktik akuntan public dengan
nama yang dapat menyesatkan. Nama dari satu atau lebih pemilik yang lama
dapat dicantumkan dalam nama kantor organisasi penerus.
Sebuah kantor tidak dapat menyebutkan dirinya sendiri sebagai Anggota
American Institute of Certified Publik Accountants, kecuali semua partner atau
pemiliknya adalah anggota dari lembaga tersebut.
Sebelum diubah pada tahun 1997, peraturan 505 menetapkan bahwa para
praktisi dalam bidang akuntan public hanya dapat membentuk perusahaan
perseorangan, persekutuan, dan perseroan professional.
Dewasa ini, kantor akuntan dapat menggunakan dan menarik manfaat dari
berbagai bentuk organisasi yang diizinkan oleh undang-undang atau peraturan
negara bagian, sepanjang karakteristik organisasi tersebut sesuai dengan
ketentuan Resolutions of Council.
Interpretasi 505-3 menyatakan bahwa di samping focus yang ditentukan oleh
Resolusi Dewan AICPA tersebut para CPA tetap bertanggung jawab secara
keuangan dan selain itu,juga atas pekerjaan atestasi yang dilaksanakan guna
melindungi kepentingan public.Interpretasi 505-3 mewajibkan :
a. Kepatuhan pada semua aspek hukum dan pearturan Negara bagian yang
berlaku
b. Pendaftaran pada program pemantauan praktik yang telah distujui oleh
AICPA
c. Menjadi anggota dalam Seksi Praktik SEC apabila pekerjaan atestassi yang
dilaksanakan adalah untuk kepentingan klien SEC (sebagaimana yang
ditetapkan oleh Dewan )
d. Kepatuhan pada peraturan tentang independensi sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan 101,tentang Independensi.
e. Kepatuhan pada standar yang berlaku yang ditetapkan oleh badan-badan
yang ditunjuk oleh Dewan.

53
D. KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku
anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Etika profesinal
bagi praktik akuntan Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai suatu organisasi profesi akuntan.
Kode Etik Akuntan Indonesia dibagi menjadi 9 bagian berikut ini:
1. Pembukaan
Kode Etik Akuntan Indonesia diawali dengan pembukaan yang berisi latar
belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan Indonesia dan definisi
kode etik. Latar belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan Indonesia
disebutkan berikut ini:
i. Setiap manusia yang menyediakan jasa berdasarkan pengetahuan dan
keahliannya kepada masyarakat harus memiliki tanggung jawab kepada
masyarakat tersebut.
ii. UU No 34/1954 dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin masyarakat
untuk mendapatkan layanan jasa dari orang-orang yang memiliki
pengetahuan dan keahlian memadai.
Dalam pembukaan didefinisikan kode etik sebagai pedoman bagi para anggota
IAI untuk bertugas secara bertanggung jawab.
2. Bab I: Kepribadian
Dalam Bab I kepribadian dicantumkan dua pasal yang mengatur:
i. Kewajiban semua anggota IAI untuk menjaga nama baik profesi dan
menjunjung tinggi etika profesional serta hukum yang berlaku di tempat
anggota menjalankan profesinya.
ii. Kewajiban semua anggota IAI untuk mempertahankan integritas dan
objetivitas dalam menjalankan tugasnya.
3. Bab II: Kecakapan Profesional.
Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia Bab II Kecakapan profesional dicantumkan
dua pasal. Pasal 2 dalam kode etik tersebut mengatur:
i. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk melaksanakan pekerjaannya
berdasarkan standar profesional yang berlaku bagi pekerjaannya tersebut.
ii. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk mengikat orang-orang lain yang
bekerja dalam pelaksanaan tugas profesionalnya untuk mematuhi Kode
Etik Akuntan Indonesia.
iii. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk senantiasa meningkatkan
kecakapan profesionalismenya.
iv. Kewajiban untuk menolak setiap penugasan yang tidak sesuai dengan
kecakapan profesionalismenya.
4. Bab III: Tanggung Jawab
Dua tanggung jawab yang harus dipikul oleh akuntan publik dalam menjalankan
pekerjaan profesionalismenya:
i. Menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan
tugasnya.
ii. Menjaga mutu pekerjaan profesionalismenya.

54
5. Bab IV: Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus dalam Kode Etik Akuntan Indonesia berisi pasal yang
mengatur perilaku anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan. Dalam pasal 6
Kode Etik Akuntan Indonesia, akuntan publik diharuskan untuk:
i. Mempertahankan sikap independensi
ii. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik yang berlaku
iii. Memberikan penjelasan yang cukup mengenai tujuan pembubuhan tanda
tangan dalam laporan yang dibuat sebagai hasil pelaksanaan
penugasannya.
iv. Menegaskan bahwa ia tidak menjamin terwujudnya ramalan atau projeksi,
jika ia melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan ramalan atau
projeksi.
v. Memelihara hubungan baik dengan rekan profesi
Pasal 6 Kode Etik Akuntan Indonesia, berisi berbagai larangan bagi akuntan
publik.
a.) Auditor dilarang menerima fee selain audit fee dalam penugasan audit atas
laporan keuangan
b.) Auditor dilarang memberi saran atau pandangan mengenai masalah
akuntansi atau masalah audit kepada orang atau badan yang sedang
diaudit oleh auditor lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan auditor
yang bersangkutan
c.) Akuntan publik dilarang mengiklankan atau mengizinkan orang lain untuk
mengiklankan nama atau jasa yang diberikan, kecuali iklan yang sifatnya
pemberitahuan.
d.) Akuntan publik dilarang memberikan fee dalam bentuk apapun kepada
pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung turut menentukan
penugasan, dalam usaha memperoleh penugasan tersebut.
6. Bab V: Pelaksanaan Kode Etik
Pasal 7 Kode Etik Akuntan Indonesia mengatur mengenai pelaksanaan etika
profesional berikut ini:
i. Setiap anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan
penuh rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama
degan rekan anggota lainnya.
ii. Setiap anggota harus selalu berusaha untuk saling mengingatkan sesama
anggota terhadap tindakan-tindakan yang dinilai tidak etis
iii. Setiap anggota harus meminta petunjuk dari Komite Kode Etik Akuntan
Indonesia, dalam hal adanya masalah yang tidak jelas pengaturannya
iv. Setiap anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode
etik ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku
v. Pengewasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik oleh akuntan
publik dilaksanakan oleh dua lembaga: Badan Pengawas Profesi dan
Dewan Pertimbangan Profesi.

55
vi. Jika atas keputusan sanksi yang dijatuhkan oleh Badan Pengawas Profesi,
akuntan publik yang terkena sanksi mengajukan banding, maka kasus ini
kemudian ditangani oleh lembaga banding: Dewan Pertimbangan Profesi.
vii. Dalam menjalankan tugas, dewan Pertimbangan Profesi dapat
mengenakan sanksi atas pelanggaran kode etik, berupa pemberhentian
keanggotaan sementara atau pemberhentian keanggotaan tetap,
sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan
Indonesia tahun 1996 pasal 2.
7. Bab VI: Suplemen dan Penyempurnaan
Adanya penyimpangan atau kesulitan penerapan pasal-pasal yang tercantum
dalam Kode Etik Akuntan Indonesia tidak dapat dihindari oleh anggota IAI.
Hingga tahun 1998, Komite Kode Etik IAI telah menerbitkan enam pernyataan
Etika Profesi, yang terdiri dari:
i. Pernyataan Etika Profesi No 1. Integritas, Objektivitas, dan Independensi
ii. Pernyataan Etika Profesi No. 2 kecakapan Profesional
iii. Pernyataan Etika Profesi No. 3 Pengungkapan Informasi Rahasia Klien
iv. Pernyataan Etika Profesi No. 4 Iklan bagi Kantor Akuntan Publik
v. Pernyataan Etika Profesi No. 5 Komunikasi Antarakuntan Publik
vi. Pernyataan Etika Profesi No. Perpindahan Staf/ Partner dari Satu Kantor
Akuntan ke Kantor Akuntan Lain
Penyempurnaan Kode Etik Akuntan Indonesia dilakukan oleh Kongres Ikatan
Akuntan Indonesia.
8. Bab VII: Penutup
9. Bab VIII: Pengesahan
E. PENEGAKAN PERATURAN
Seorang CPA hanya dapat dihukum karena melanggar peraturan-peraturan dari kode
Perilaku Profesional.Akan tetapi,dalam hal adanya dugaan pelanggaran atas
peraturan,seorang CPA harus memberikan alasan atas setiap setiap penyimpangan
dari Interpretasi Peraturan Perilaku dan Peraturan etika yang berlaku.Tindakan
penegakan dapat dilakukan sebagai tanggapan atas,
1. Adanya keluhan terhadap anggota dan bukan anggota.
2. Ulasan dalam surat kabar atau publikasi,seperti SEC Docket dan IRS
Bulletin,yang ditulis oleh personil dalam Divisi Etika Prrofesional
3. Penyampaian adanya indikasi pelanggaran kepada AICPA oleh pejabat
pemerintah Negara bagian bukan federal.
Penegakan peraturan AICPA dilakukan oleh dua kelompok,yaitu oleh AICPA dan
masyarakat CPA Negara bagian.keduanya memiliki wewenang untuk melakukan
investigasi atas keluhan yang disampaikan,melakukan dengar pendapat serta sanksi
pada mereka yang telah melanggar peraturan.
Penegakan peraturan AICPA dilakukan melalui Divisi Etika Profesi serta badan
Pengadilan Bersama (Joint Trial Board).Sanksi maksimun yang dapat dikenakan oleh
AICPA adalah memecat CPA dari keanggotaan AICPA.

56
Penegakan oleh masyarakat Negara bagian dilakukan melalui komite Etika yang ada
pada setiap Negara bagian serta Badan Pengadilan Bersama.Sebagaimana halnya
dengan AICPA,sanksi terberat yang dapat dikenakan adalah kehilangan
keanggotaan dalam masyarakat CPA Negara bagian.
a. Prosedur Penegakan Etika Bersama
Sebagai upaya penegakan peraturan perilaku lebih efektif serta lebih
menyeragamkan tindakan disiplin yang dilakukan, AICPA telah mengembangkan
Program Penegakan Etika Bersama .Menurut ketentuan dalam JEEP,keluhan
terhadap seseorang CPA dapat disampaikan melalui AICPA atau masyarakat
CPA Negara bagian.Pada umumnya AICPA memiliki yurisdiksi untuk menangani
kasus: (1.) Pada lebih dari satu Negara bagian; (2.) Litigasi; (3.) Masalah-
masalah yang menarik perhatian dan berskala nasional.Kelompok yurisdiksi
dapat bertindak sendiri atau bersama-sama.
b. Prosedur Badan Pengadilan Bersama
Hanya terdapat satu badan pengadilan bersama (joint trial board)yang terdiri dari
setidaknya 36 anggota yang dipilih oleh majelis dari anggota majelis saat ini atau
mantan anggota majelis.Badan pengadilan bersama baru melibatkan diri apabila
prosedur penegakan yang sebelumnya menilai bahwa keluhan yang disampaikan
tentang anggota ternyata cukup serius atau anggota yang terlibat ternyata
menolak untuk bekerja sama. Badan pengadilan bersama dapat mengambil
tindakan disiplin sebagai berikut: (1.) Menegur CPA; (2.) Memberhentikan
sementara CPA selama periode waktu yang tidak lebih dari tahun; (3.) Memecat
CPA.
c. Ketentuan Disiplin Otomatis
Peraturan tambahan meliputi juga ketentuan disiplin otomatis yang memberikan
wewenang untuk menghentikan sementara atau mencabut keanggotaan tanpa
perlu melakukan dengar pendapat dalam situassi tertentu.penghentian
sementara dapat terjadi bila sekretaris AICPA diberitahu bahwa pertimbangan
atau pernyataan bersalah telah dijatuhkan kepada seorang CPA yang
1. menjalani hukuman pidana kurungan untuk masa lebih dari satu tahun
2. dengan sengaja lalai mengarsipkan surat pemberitahuan pajak
penghasilan,di mana CPA secara pribadi adalah seorang wajib pajak yang
menurut undang-undang wajib mengarsipkan surat pemberitahuan pajak
penghasilan tersebut
3. Pengarsipan surat pemberitahuan pajak penghassilan yang dipalsukan atau
yang mengandung kecurangan atas nama CPA atau atas nama klien.
4. Dengan sengaja membantu menyusun dan menyajikan surat pemberitahuan
pajak penghasilan atas nama klien yang dipalsukan atau yang mengandung
kecurangan.

57
Materi IV: KEWAJIBAN LEGAL AUDITOR

Tujuan Pembelajaran;
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan lingkungan yuridis
b. Menjelaskan kewajiban menurut hukuh kebiasaan
c. Menjelaskan kewajiban menurut undang-undang pasar modal

Pembahasan Materi:
A. LINGKUNGAN HUKUM
Profesi akuntan memiliki presentasi yang sangat rendah dalam hal perbandingan antara
dugaan kegagalan audit terhadap jumlah audit yang dilaksanakan. Kegagalan audit
sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat menimbulkan akibat yang luar biasa.
Banyak auditor yang tidak pernah mengalami kegagalan audit sepanjang karir mereka.
Namun demikian, dugaan kegagalan audit dapat berdampak buruk bagi setiap kantor
akuntan
1. Kecenderungan Litigasi di Amerika serikat
Kecenderungan penting dimulai pada tahun 1980-an, berlanjut dalam tahun 1990-
an, dan sampai pada lahirnya private Securities Litigation Reform Act pada tahun
1995. Jumlah dan biaya litigasi yang berkaitan dengan dugaan kekurangan audit
mencapai tingkat yang membahayakan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
banyaknya laporan kegagalan bisnis yang berakibat pada kerugian signifikan yang

58
diderita oelh investor dan pembayar pajak, seperti kehancuran asosiasi ismpan
pinjam pada ahir tahu 1980-an dan awal 1990-an.
Betapa seriusnya keadaan lingkungan hukum pada awal tahun 1990-an
digambarkan sebagai berikut:
a. Pada ahir tahun 1990-an profesi akunta menghadapi lebih dari 4000 gugatan
dengan estimasi klaim yang belum diselesaikan dalam jumlah yang cukup
fantastis, yaitu lebih dari $30 milyar.
b. Pada tahun 1992, kantor akuntan publi nasional terbesar ketujuh ynag bernama
Laventhol dan Horwarth dinyatakan pailit, akibat besarnya beban kewajiban.
c. Pada tahun 1993 sampai tahun 1995 biaya asuransi wajibbagi kantor akuntan
publik yang tergolong dalam enam besar meningkat sampai sepuluh kali hingga
lebih dari $5000 per akuntan, sementara biaya yang dapat dikurangkan
melonjak dari $2 juta menjadi sekitar $25 juta sampai $50 juta, sedangkan batas
jaminan sampai kantor merosot dari $200 juta menjadi $100 juta atau kurang.
Premi utuk kantor akuntan publik yang tergolong kantor ukuran kecil dan
menengah meningkat antara 200% sampai 300%, dengan median deductible
yang meningkat hampir enam kali. Selain itu, terdapat penurunan tajam dalam
jumlah perusahaan asuransi yang menawarkan kebujakan kewajiban kepada
kantor CPA.
d. Kantor-kantor akuntan publik dalam berbagai ukuran mengundurkan diri dari
layanan kepada klien yang memiliki risiko audit yang tinggi, dan banyak kantor
akuntan publik yang lebih kecil menghentikan pelaksanaan audit secara
serentak.
Krisis yang terjadi ini tidak hanya terbatas pada profesi akuntansaja. Studi yang
diselenggarakan oleh Kelompok Konsultan Hukum dan ekonomi pada tahun 1993,
menunjukkan bahwa gugatan class action tentang kecurangan (fraud) dalam bidang
sekuritas yang diterbitkan tanpa jaminan, diajukan terhadap satu dari setiap delapan
perusahaan pada New York Stock Exchange, satu dari setiap 18 perusahaan pada
American Exchange, serta satu dari setiap 20 perusahaan pada NASDAQ.
Tumbuhnya kesadaran akan adanya masalah pada sistem peadilan, mendorong
terbentuknya Coalition to Eliminate Abusive Securities Suits (CEASS). Koalisi ini
terdiri dari AICPA, kantor akuntan enam besar, para penjamin asuransi, lebih dari
300 perusahaan manufaktur, pegecer dan asosiasi niaga. Koalisi ini berusaha
memenangkan perubahan undang-undang yag dapat mengendalikan litigasi yang
tidak terjamin.

B. KEWAJIBAN MENURUT COMMON LAW


Common law seringkali diartikan sebagai huku yag tidak tertulis. Common law berasal
dari prinsip-prinsip yang berdasarkan keadilan, alasan, dan hal-hal yang masuk akal,

59
dan bukan hukum yang absolut, tetap dan kaku. Prinsip-prinsip common law ditentukan
oleh kebutuhan masyarakat, sehingga perubahan pada common law merupakan
tanggapan atas kebutuhan masyarakat. Menurut vomon law, kewajiban hukum para
CPA berkaitan luas dengandua pihak, yaitu para klien dan pihak ketiga.
1. Kewajiban Kepada Klien
Seorang CPA berada dalam hubungan kontraktual langsung dengan klien. Dengan
menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien, CPA berperan sebagai kontraktor
independen. Seorang akuntan bertanggung jawab kepada klien sesuai dengan
hukum kontrak atau tort law (hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).
a. Hukum Kontrak (Contract Law)
Seorang auditor bertanggung jawab kepada klien atas pelanggaran kontrak,
apabila ia :
i. Menerbitkan laporan audit standar tanpa melakukan audit sesuai dengan
GAAS.
ii. Tidak mengirimkan laporan audit sesuai dengan batas waktu yang telah
disepakati.
iii. Melanggar hubungan kerahasiaan klien.
Kewajiban auditor atas pelanggaran kontark dapat meluas sampai subrogee.
Subrogee adalah pihak yang memperoleh hak pihak lain melalui
substitusi.sesuai dengan hak subrrogasi terhadap klain kontraktual yang
diasuransikan, CPAdapat digugat atas kegagalannya menemukan kecurangan
tersebut.
Apabila terjadi pelanggaran kontrak, biasanya penggugat akan mencari satu
atau lebih jalan keluar sebagai berikut:
i. Kewajiban spesifik tergugat dalam kontrak.
ii. Kerugian keuangan langsung yang terjadi akibat pelanggran tersebut.
iii. Kerugian terkait dan kerugian sebagai konsekuensi yang merupakan
akibta tidak langsung atas pelanggran tersebut.
b. Hukum Kerugian (Tort Law)
Tindakan merugikan adalah tindakan salah yang merugikan milik, badan, atau
reputasi seseorang. Tindakan merugikan dapat dilakukan berdasarkan salah
satu penyebab berikut ini :
i. Kelalaian yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk
menerapkan tingkat kecermatan yang biasa dilakukan secara wajar oleh
orang lain dalam kondisi yang sama.
ii. Kelalaian kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan tingkat
kecermatan yang paling ringanpada suatu kondisi tertentu.
iii. Kecurangan (fraud), yaitu penipuan yang direncanakan, misalnya salah
saji, menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan fakta yang material,
sehingga dapat merugikan pihak lain.

60
Dalam banyak kasus, penggugat memiliki hak untuk menuntut dengan
menggunakan pasal-pasal kontrak atau menggunakan hukum kerugian.
2. Kewajiban Kepada Pihak Ketiga
Pihak ketiga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang tidak mengetahui tentang
pihak-pihak yang ada di dalam kontrak. Menurut sudut pandang hukum, terdapat 2
kelompok pihak ketiga, yaitu : (1) Pemegang hak utama, yaituSeseorang yang
namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai
penerima utama laporan auditor; dan (2) Pemegang hak lainnya, yaitu Pihak ketiga
yang namanya tidak disebutkan, seperti para kreditor, pemegang saham, dan
investor potensial.
Auditor bertanggung jawab kepada semua pihak ketiga atas semua kelalaian kotor
dan kecurangan menurut hukum kerugian. Sebaliknya kewajiban auditor atas
kelalaian biasa yang pada umumnya berbeda antara kedua kelompok pihak ketiga
tersebut.
Faktor-faktor lingkungan berikut telah memberikan sumbangan yang cukup berarti
atas terjadinya perubahan tersebut :
i. Konsep kewajiban telah berubah secara lambat namun signifikan untuk
mewajibkan perlindungan pelanggan dari kesalahan pabrikan (kewajiban
produk) dan dari kesalahan profesional (kewajiban jasa).
ii. Perusahaan bisnis dan kantor-kantor akuntan telah bertumbuh dalam
ukuran yang memungkinkan mereka memikul dengan lebih baik bentuk
tanggung jawab yang baru.
iii. Jumlah individu dan kelompok yang mengandalkan laporan keuangan
yang telah diaudit telah bertumbuh dengan mantap.
Putusan-putusan pengadilan telah mengakui adanya 2 kategori pihak ketiga lain
sebagai pemegang hak sebagai berikut:
(a.) Golongan yang telah diketahui sebelumnya (foreseen class)
Apabila klien menginformasikan kepada CPA bahwa laporan audit akan
digunakan untuk mendapatkan pinjaman bank, maka semua bank
merupakan pihak yang telah diketahui sebelumnya, namun para kreditor
niaga dan pemegang saham potensial tidak tergolong dalam golongan yang
telah diketahui sebelumnya. Konsep golongan yang telah diketahui
sebelumnya tidak meliputi semua investor, pemegang saham, kreditor yang
ada sekarang maupun yang akan datang.
(b.) Pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya (foreseeable parties)
Perorangan atau entitas yang diketahui ataupun yang akan diketahui auditor
akan mengandalkan laporan audit dalam membuat keputusan bisnis dan
investasi digolongkan sebagai pihak-pihak yang dapat diketahui
sebelumnya. Pihak yang dapat diketahui sebelumnya meliputi para kreditor,

61
pemegang saham, dan investor yang ada sekarang maupun yang akan
datang.
3. Pembelaan dalam Common Law
Pada umumnya auditor harus menggunakan kecermatan sebagai pembelaan dalam
gugatan pelanggaran kontrak termasuk tuntuan ganti rugi atas kelalaian. Dalam hal
tuntutan ganti rugi, pembelaan utama adalah bukti kecermatan atau kelalaian
kontributif. Apabila menggunakan pembelaan berdasarkan kecermatan, auditor
harus berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai
dengan GAAS. Pada sebagian besar negara bagian, kelalaian kontributif ini
merupakan bahan pembelaan bagi auditor hanya bila kelalaian tersebut secara
langsung menyebabkan kegagalan auditor dalam melaksanakan tugasnya.

C. KEWAJIBAN MENURUT UNDANG-UNDANG SEKURITAS


Undang-undang sekuritas tergolong sebagai atau hukum negara (statutory law) yang
ditetapkan oleh lembaga legislative pada tingkat negara nagian atau tingkat federal.
Sebagian besar negara bagian memiliki undang-undang pengamanan surat
berharga (blue sky laws) yang dimaksudkan untuk mengatur penerbitan dan
perdagangan sekuritas dalam suatu negara bagian. Biasanya undang-undang ini
mewajibkan pengarsipan laporan keuangan yang telah diaudit oleh suatu badan
pengatur yang ditunjuk. Dua hukum federal di A.S. yang sangat mempengaruhi auditor
yang dikelola oleh Securities and Exchange Commission (SEC) adalah :
1. Securities Act Tahun 1933
Undang-undang tahun 1933 ini dikenal sebagai kebenaran dalam undang-undag
sekuritas (Truth in Securities Act). Undang-undang ini dirancang untuk mengatur
penawaran sekuritas kepada publik melalui pos atau melaui interstate commerc).
Gugatan melawan auditor menurut undang-undang ini biasanya didasarkan pada
pasal 11 tentang Kewajiban Perdata atas Akun pada Laporan Pendaftaran yang
Tidak Benar, sebagai beriut:
Apbila terdapat suatu bagian dari bagian manapun dalam laporan pendaftaran yang
secara efektif memuat pernyataan yang tidak benar tentang suatu fakta yang
material atau mengabaikan fakta material yang perlu dinyatakan didalamnya atau
diperlukan agar laporan tersebut tidak menyesatkan, maka setiap orang yang
membeli sekuritas semacam itu (kecuai dapat dibuktikan bahwa pada saat
pembelian ia mengetahui tentang adanya ketidakbenaran atau pengabaian
semacam itu) dapat....menggugat..
Sesuai dengan ketentuan perdata dari undang-undang tahun 1933, kerugian
keuangan yang diperoleh kembali oleh seorang penggugat dibatasi pada perbedaan
antara (1) jumlah yang dibayar investor untuk sekuritas tersebut, dan (2) harga
pasar atau harga jual pada saat gugatan diajukan. Apabila sekuritas tersebut telah

62
dijual, maka jumlah yang dapat dibayarkan sebagai ganti rugi adalah selisih antara
jumlah yang dibayarkan dikurangi dengan harga jual.
Pengaruh utama undang-undang ini atas pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
gugatan dapat diringkas sebagai berikut :
a. Penggugat
i. Setiap orang yang membeli atau mengakuisisi sekuritas seperti yang
diuraikan dalam laporan pendaftaran, tanpa memandang apakah ia
merupakan klien auditor atau tidak.
ii. Harus mendasarkan gugatannya pada dugaan pemalsuan yang material
atau laporan keuangan yang menyesatkan yang ada dalam laporan
pendaftaran.
iii. Apabila pembelian sekuritas dilakukan sebelum penerbitan laporan laba-
rugi yang meliputi periode setidaknya 12 bulan setelah tanggal efektif
laporan pendaftaran, penggugat tidak harus membuktikan adanya
ketergantungan pada keandalan laporan yang tidak benar atau yang
menyesatkan atau bahwa kerugian yang diderita diperkirakan sebagai
akibat laporan keuangan tersebut.
iv. Tidak harus membuktikan bahwa auditor telah melakukan kelalaian atau
kecurangan dalam mengesahkan laporan keuangan terkait.
b. Tergugat
i. Memiliki beban untuk menegakkan kebebasan dari kelalaian dengan
cara membuktikan bahwa ia telah melakukan investigasi yang memadai
dan sesuai dengan itu memiliki dasar yang memadai untuk percaya, dan
memang percaya bahwa laporan keuangna yang disahkan adalah benar
pada tanggal laporan tersebut serta pada saat laporan pendaftaran
menjadi efektif, atau
ii. Melalui pembelaan harus menunjukkan bahwa kerugian penggugat
secara keseluruhan atau sebagian disebabkan oleh hal lain di luar
laporan yang dianggap tidak benar atau menyesatkan tersebut.
Konsep ivestigasi yang memadai sering merujuk pada pembelaan berdasarkan
kecermatan. Pasal 11 (c) mnyatakan bahwa standar kelayakan adalah kecermatan
yang diperlukan oleh orang yang bersikap hati-hati dalam mengelola harta bendanya
sendairi. Bagi seorang auditor, dasar dari investigasi yang memadai atas laporan
keuangan yang telah diaudit adalah GAAS.
2. Securities Exchange Act 1934
Undang-undang tahun 1934 ini mewajibkan perusahaan-perusahaan yang termasuk
dalam lingkup undang-undang ini untuk (1) mengarsipkan laporan pendaftaran
apabila sekuritas tersebut diperdagangkan secara terbuka kepada masyarakat
melalui pasar bursa efek atau pasar diluar bursa efek, dan (2) menjaga agar arsip
laporan penaftran tersebut tetap mutakhir dengan car mengarsipkan laporan

63
tahunan, laporan kuartalan, dan informasi-informasi lain yang berkaitan dengan
SEC. Informasi keuangan tertentu, temasuk laporan keuangan, harus diaudit oleh
akuntan public independen. Karena adanya persyaratan laporan yang berulang
dengan SEC, maka Undang-undang ini sering disebut sebagai continuous
disclosure act (Undang-undang pengungkapan berkelanjutan). Ketentuan tentang
kewajiban utama dalam undang-undang tahun 1934 ini disajikandalam pasal 18,
10,dan 32.
a. Kewajiban dalam Pasal 18
Pasal 18 (a) menyatakan:
setiap orang yang akan membuat pernyataan atau menyebabkan membuat
pernyataan apapun dalam setiap permohonan, laporan atau dokumen yang
diarsipkan menurut judul ini...yang mana...telah dibuat dengan tidak benar
dan menyesatkan dalam semua fakta materil, harus bertanggung jawab
kepada setiap orang (yang tidak mengetahui bahwa laporan tersebut adalah
tidak benar atau menyesatkan), yang dengan mengandalkan laporan
tersebut melakukan pembelian atau penjualan sekuritas pada suatu tingkat
harga yang dingaruhi oleh laporan tersebut dan ternyata menimbulkan
kerugian yang disebabkan oleh pengandalan tersebutm, kecuali bila pihak
tergugat dapat membuktikan bahwa ia telah bertindak dengan jujur dan tidak
mengetahui bahwa laporan tersebut tidak benar atau menyesatkan.
Kewajiabn dalam pasal 18 ini secara relatif memiliki lingkungan yang sempit
karena hanya berkaitan dengan laporan yang tidak benar atau menyesatkan
dalam dokumen yang diarsipkan pada SEC menurut undang-undang ini.
b. Kewajiban dalam Pasal 10
Pasal 10 (b) menyatakan
merupakan tindakan yang tidak sah bagi setiap orang yang secara langsung
maupun tidak langsung menggunakan atau mengoperasikan dengan cara
apapun atau dengan peralatan interstate commerce atau pos, atau setiap
fasilitas setiap perdagangan sekuritas nasional, dalam kaitan dengan pembelian
atau penjualan setiap sekuritas terdaftar pada perdagangan sekuritas nasional
atau setiap sekuritas yang tidak terdaftar, setiap muslihat yang manipulatif atau
menyesatkan atau menggunakan celah pertentangan dalam ketentuan dalam
peraturan yang dirumuskan oleh Komisi yang memang diperlukan dan tepat
untuk digunakan dalam menjaga kepentingan publik atau untuk melindungi
investor.
Dalam pasal ini, SEC mengumumkan secara resmi ketentuan 10b-5, yang
menyatajan bahwa merupakan tindakan yang tidak sah bagi setiap orang, yang
secara langsung atau tidak langsung,
i. Menggunakan setiap alat, skema, tipu daya untuk menggelapkan

64
ii. Membuat setiap laporan yang tidak benar dari fakta materil yang
diperlukan agar laporan dapat menjadi jelas sesuai dengan lingkungan
yang ada sehingga tidak menyesatkan.
iii. Terlibat dalam tidakan, praktik, atau usaha yang sedang berjalan,
sebagai bentuk kecurangan atau kebohongan kepada setiap orang
dalam kaitan dengan pembelian atau pejualan sekuritas apapun.
c. Kewajiban dalam Pasal 32
Pasal 32 (a) menetapkan kewajiban kejahatan yang dilakukan dengan sengaja
dan cerdik membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan dalam
laporan yang diarsipkan sesuai dengan undang-undang tahun 1934. Pasal ini
juga menegaskan hukuman atas kejahatan karena tidak mematuhi ketentuan
dalam pasal 10 (b) yangterdiri dari dendan uang yang besarnya tidak melebihi
$100.000 atau hukuman kurungan yang lamanya tidak melebihi lima tahun, atau
keduanya.
d. Mengajukan Gugatan Menurut Undang-Undang Tahun 1934
Terdapat kesamaan dan perbedaan dalam pengaruh dari pasal 10 dan 18 pada
pihak-pihak yang terdlibat. Menurut kedua pasal tersebut, penggugat (1) dapat
terdiri dari setiap orang yang membeli ataumenjual sekuritas, (2) harus
membuktikan adanya pernyataan yangs secata materilal tidak benar atau
menyesatkan, dan (3) harus membuktikan ketergantungan untuk mengandalkan
laporan tersebut serta kerugian yang timbul karena mengandalkan laporan
tersebut. Namun tanggung jawab penggugat berbeda menurut kedua pasal
tersebut dalam hal membuktikan kecurangan auditor. Menurut pasal 18,
penggugat tidak harus membuktikan bahwa auditor telah berlaku curang, namun
dalam pasal 10, peraturan 10b-5 menyatakan bahwa bukti tersebut diperlukan.
Tergugat dalam pasal 18 harus membuktikan bahwa ia (1) telah bertindak
dengan jujur, dan (2) tidak mengetahui tentang pernyataan yang tidak benar
atau menyesatkan. Menurut pasal 18, seorang tergugat yang menderita
kerugian, diperkenankan untuk meminta ganti rugi out of pocket, yang nialinya
ditetapkan sebesar selisih antara harga kontrak dengan nilai riil pada transaksi.
Apabila terjadi salah saji atau pengabaian, maka pada umumnya nilai riil pada
tanggal transaksi akan digantikan dengan harga pasar.
e. Perbedaan Antara Undang-undang Tahun 1933dan 1934
Undang-undang Sekuritas dapat diterapkan pada situasi yang berbeda. Undang-
undang tahun 1933 diterapkan pada penjualan perdana sekuritas yang dapat
terdiri dari modal saham dan obligasi kepada publik oleh korporasi penerbit,
dimana undang-undang tahun 1934 diterapkan pada penjualan perdana dan
perdagangan sekuritas di bursa sekuritas nasional. Perbedaan antara pasal 11

65
dari undang-undang tahun 1933 dengan pasal 10 dan 18 dari undang-undang
tahun 1934, terletak pada :
i. Penggugat
ii. Bukti ketergantungan untuk mengandalkan laporan keuangan yang tidak
benar atau menyesatkan.
iii. Kewajiban auditor atas kelalaian biasa.

3. Private Securities Litigation Reform Act Tahun 1995


Undang-undang Private Securities Litigation Reform yang disahkan Kongres pada
tahun 1995 dimaksudkan untuk mengurangi litigasi yang ceroboh bagi auditor,
perusahaan yang menjual sekuritasnya kepada publik, dan para pihak yang
berafiliasi dengan penerbit sekuritas, seperti pejabat perusahaan, direktur, serta
penasehat profesional.
a. Kewajiban Proporsional
Reform Act ini memperkenalkan dan memulai suatu sistem kewajiban
proporsional dimana seorang tergugat yang tidak mengetahui tindak
pelanggaran atas hukum sekuritas tetap bertanggung jawab berdasarkan suatu
persentase tanggung jawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan
paksa bagi para pihak yang tidak bersalah untuk menyelesaikan gugatan yang
tidak terlampau berat di luar pengadilan daripada memepertaruhkan risiko bagi
diri sendiri dengan kewajiban yang tidak proporsional atas kerugian dalam kasus
tersebut. Tergugat yang mengetahui tindak pelanggran tetap betanggung
jawab secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk semua kerugian yang
dapat dinilai.
Apabila seorang tergugat tidak mengetahui telah melakukan pelanggaran
undang-undang sekuritas, reform act juga memberikan penutup atas
pembagian proporsional kerugian yang tidak dapat ditagih dari tergugat lainnya.
Apabila seorang tergugat tidak dapat membayar ganti rugi yang menjadi
bagiannya, atau dari kewajiban para tergugat secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama maka setiap tergugat yang bertanggung jawab atas bagian
proporsional dari jumlah yang tidak dapat ditagih tersebut, sampai jumlah yang
setara dengan tambahan 50% dari bagian awal yang harus dibayar tergugat.
b. Menutup Kerugian Aktual
Reform Act juga menutup kerugian aktual yang timbul menurut Undang-undang
sekuritas berdasarkan harga pembelian investor atas sebuah sekuritas dan
harga perdagangan rata-rata selama periode 90 hari setelah tanggal informasi
diterbitkan yang mengoreksi adanya salah saji dan pengabaian dalam laporan
keuangan.
c. Tanggung Jawab untuk Melaporkan Tindakan Melanggar Hukum
Reform Act menetapkan persyaratan pelaporan baru kepada auditor yang
mendeteksi atau menyadari adanya tindakan melanggar hukum yang dilakukan

66
oleh pihak yang menerbitkan sekuritas. Apabila seorang auditor menyimpulkan
bahwa suatu tindakan melanggar hukum memiliki pengaruh yang material atas
laporan keuangan, sementara manajemen senior belum mengambil langkah
yang tepat, dan kegagalan tersebut menjadi alasan penerbitan laporan yang
menyimpang dari laporan standar atau bahkan pengunduran diri auditor dari
perikatan, maka auditor harus segera melaporkan kesimpulan ini langsung
kepada dewan direksi. Selanjutnya dewan akan memberitahu SEC dalam waktu
satu hari. Apabila ternyata dewan tidak menyampaikan laporan tersebut dengan
tepat waktu kepada SEC, maka auditor harus membuat laporan kepada SEC.
Secara eksplisit Reform Act menyatakan bahwa auditor tidak bertanggungjawab
secara pribadi atas temuan, kesimpulan, atau pernyataan yang dibuat dalam
laporan tersebut.
d. Perubahan Lain yang Diberikan oleh Reform Act
Reform Act juga memberikan kelonggaran lain bagi profesi akuntan. Undang-
undang ini :
i. Mewajibkan penggugat membayar imbalan dan pengeluaran yang layak
bagi penasehat hukum yang digunakan oleh tergugat yang secara
langsung terkait dengan litigasi yang diputuskan oleh pengadilan sebagai
ceroboh dan tidak benar.
ii. Memberikan tenggang waktu untuk berusaha menyelesaikan masalah
yang ada, sehingga dapat mengurangi biaya yang seringkali mendorong
pihak yang tidak bersalah untuk mengajukan gugatan class action.
iii. Membatasi kerugian akibat tindakan hukum dengan cara menghapus
kecurangan sekuritas sebagai dasar mengambil tindakan menurut
Racketeer Influenced and Corrupt Organization Act, yang menjatuhkan
hukuman tiga kali lipat.
iv. Membatasi hak pihak ketiga untuk menggugat dengan cara membatasi
umlah berapa kali seseorang dapat menjadi wakil penggugat sebnayak
tidak lebih dari lima class action selam aperiode 3 tahun dan dengan
mewajibkan adanya alasan standar yang lebih ketat yang harus dipenuhi
oleh penggugat.
v. Perubahan tata cara bagaimana pengadilan menunjuk wakil penggugat
dalam suatu class action untuk kepentingan para investor institusional
yang pada umumnya memiliki kepetingan keuangan terbesar dalam ganti
rugi tersebut serta untuk mengurangi adanya perlombaan menuju ruang
pengadilan oleh para penggugat profesional yang pada umumnya hnaya
memiliki kepentingan yang paling sedikit.

67
Adalah terlampau dini untuk menilai seberapa luas reformasi legislatif pada
tingkat federal ini memberikan kelonggaran yang signifikan menurut hukum
negara bagi profesi.

D. PERTIMBANGAN LAIN
1. Kewajiban Menurut Racketeer Influenced and Corupt Organization Act
RICO memuat ketentuan perdata yang memperbolehkan semua orang ynag secara
pribadi menjadi korban pola kegiatan pemerasan untuk menuntut rugi 3x lipat
ditambah dengan penggantian imbalan untuk kuasa hukum. Bagaimanapun juga,
para auditor akan tetap dinyatakan bersalah menurut RICO apabila pengadilan
menyimpulkan bahwa hubungan antara auditor dengan klien telah melampaui batas
peran tradisional auditing.
2. Standar Profesional dan Keputusan Hukum
Terdapat perbedaan pendirian dikalangan AICPA, SEC, dan pengadilan tentang
kepentingan relatif standar profesional dalam keputusan hukum.
AICPA telah membuat pernyataan berikut tentang pentingnya standar profesional
dan kesaksian pakar yang meyakinkan tentang standar-standar tersebut :
a. Standar komunikasi yang diperlukan diukur menurut prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum (GAAP) dan GAAS yang spesifik, dan apabila tidak
didapati adanya peraturan-peraturan atau kebiasaan yang spesifik, maka akan
digunakan pandangan para pakar (CPA profesional).
b. Para Juri (atau pengadilan dalam hal peradilan tanpa juri) tidak berwenang
untuk mempertanyakan kebijaksanaan standar profesional.
Sebaliknya, pendirian SEC tentang standar profesional serta kesaksian pakar dari
kalangan para auditor adalah sebagai berikut :
a. Auditor memiliki kewajiban yang jauh melampaui batas GAAP dan GAAS yang
spesifik atau kebiasaan profesional untuk berkomunikasi secara efektif tentang
informasi yang material.
b. Apabila GAAP dan GAAS ternyata memiliki kekurangan, maka SEC tidak ragu-
ragu meminta badan yan berwenang untuk menetapkan standar kinerja yang
berarti tanpa memperhatikan kesaksian pakar pada standar profesional.
Pendirian SEC ini mewajibkan adanya komunikasi yang efektif tentang informasi
material yang akan disampaikansecara wajar dan berarti kepada para investor
awam.
Sedangkan pendirian pengadilan tentang kedua hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Apabila profesi telah menetapkan GAAS yang spesifik untuk menghadapi
masalah yang muncul, maka tugas profesional akan dibatasi pada
menyesuaikannya dengan standar, sehingga laporan keuangan dapat
memberikan informasi yang wajar dan berarti bagi investor. Meskipun auditor
tidak mengikuti standar profesional, namun kewajiban hanya akan dibebankan
apabila laporan keuangan benar-benar menjadi penyebab timbulnya kerugian

68
bagi penggugat. Akan tetapi, apabila laporan keuangan yang menyesatkan
ternyata menimbulkan kerugian, maka pengadilan tidak akan ragu-ragu
menghukum auditor meskipun terdapat bukti kuat adanya kesesuaian dengan
GAAP dan GAAS.
b. Apabila penerapan standar auditing memerlukan keahlian dalam mengevaluasi
dan menguji pengendalian intern, pengambilan sampel transaksi, dan
mendapatkan bukti yang kompeten, maka kesaksian pakar akan sangat
meyakinkan. Namun, apabila dilakukan komunikasi temuan, maka kesaksian
pakar tentang kepatuhan pada GAAP hanya akan bersifat persuasif saja dan
bukan sesuatu yang memaksa.
3. Meminimalkan Risiko Litigasi
Para CPA menjalankan praktiknya dalam iklim kebijakan publik nasional yang
sedang menekan pada pentingnya perlindungan bagi konsumen (masyarakat
umum) dari pekerjaan dibawah standar yang dilakukan oleh para profesional. Dari
hasil analisis diatas berbagai kasus pengadilan yang melibatkan para CPA,
direkmendasikan sejumlah tindakan pencegahan yang perlu diambil oleh seorang
CPA untuk meminimalkan risiko terjerat dalam litigasi.
a. Menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa profesional. Surat-
surat tersebut akan menjadi dasar persetujuan kontraktual serta
meminimalkan risiko kesalahpahaman tentang jasa yang telah disepakati.
b. Melakukan investigasi yang menyeluruh atas klien prospektif. Investigasi
ini penting untuk meminimalkan kemungkinan CPA dikaitkan dengan klien
yang manajemennya tidak memiliki integritas.
c. Lebih menekankan mutu jasa dari pada pertumbuhan. Kemampuan
sebuah kantor akuntan untuk menetapkan staf dengan tepat pada suatu
perikatan merupakan hal yang penting bagi mutu pekerjaan yang dihasilkan.
Penerimaan tugas dengan objek usaha baru yang akan menimbulkan
perlunya kerja lembur yang berlebihan, beban kerja diatas normal, serta
kurangnya supervisi dari profesional yang berpengalaman sebaiknya ditolak.
d. Mematuhi sepenuhnya ketentuan profesional. Kepatuhan pada Statement
on Auditing Standar (SAS) merupakan hal yang penting. Seorang auditor
harus mampu memberikan alasan terjadinya setiap penyimpangan dari
pedoman yang telah ditetapkan.
e. Mengakui keterbatasan ketentuan profesional. Pedoman profesional tidak
mencakup semuanya. Selain itu, pengujian subjektif atas kelayakan dan
kewajaran akan digunakan oleh para hakim, juri, dan pejabat pemerintah
dalam menimbang pekerjaan auditor. Auditor harus menggunakan
pertimbangan profesional yang mantap selama audit berlangsung dan dalam
penerbitan laporan audit.

69
f. Menetapkan dan menjaga standar yang tinggi atas pengendalian
mutu.Kantor CPA dan para auditor secara perorangan bertanggungjawab
atas pengendalian mutu. Review sejawat akan memberikan keyakinan
independen tentang mutu dan efektivitas berlanjut dari prosedur yang telah
dirumuskan.
g. Membperhatikan tindak pencegahan dalam perikatan tentang
keterlibatan klien dalam kesulitan keuangan. Ancaman atas keadaan klien
yang tidak solven ataupun kepailitan dapat mengarah pada kesengajaan
salah saji dalam laporan keuangan. Banyak gugatan hukum yang
dilancarkkan terhadap auditor berawal dari kepailitan perusahaan yang terjadi
setelah terbitnya laporan auditor. Auditor harus menimbang dengan cermat
kecukupan dan kompetensi bukti yang diperoleh ketika mengaudit
perusahaan tersebut.
Mewaspadai risiko audit. Dalam pertemuan konsulatif antara para staf
AICPA dengan Dewan Standar Auditing (ASB) yang dilaksanakan secara
periodik, dibahas tentang masalah-masalah risiko audit yang harus
diwaspadai. Risiko audit yang harus diwaspadai mengandung informasi
penting tentang perkembangan ekonomi dan kebijakan dalam industri
tertentu yang dapat mempengaruhi pemeriksaan auditor dan pertimbangan
profesional. Mengenali risiko audit yang harus diwaspadai akan sangat
membantu dalam menilai kelayakan dan kewajaran laporan keuangan
seorang klien dalam industri tertentu.

70
Materi V: SASARAN AUDIT, BUKTI AUDIT, DAN KERTAS KERJA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan sasaran audit
b. Menjelaskan bukti audit
c. Menjelaskan prosedur audit
d. Menjelaskan kertas kerja

Pembahasan Materi:
A. AUDIT TOP DOWN VS. AUDIT BOTTOM UP
Bukti audit top down berfokus pada upaya auditor dalam memperoleh pemahaman
tentang bisnis dan industri, sasaran dan tujuan manajemen, bagaimana manajemen
menggunakan sumberdayanya untuk mencapai sasaran, keunggulan kompetitif
organisasi dipasaran. Prosedur audit top down memberikan bukti tentang risiko bisnis

71
strategi yang dihadapi klien, bagaimana kline menghadapi risiko tersebut, dan
kelangsungan hidup entitas.
Bukti audit bottom up berfokus pada pengujian secara langsung atas transaksi, saldo
akun, serta sistem yang mencatat transaksi tersebut yang pada akhirnya menghasilkan
saldo akun. Bukti buttom up meliputi beberapa bentuk penarikan sampel terinci yang
mendukung saldo akun dan mengevaluasi kewajaran penyajian dari setiap rincian yang
terakumulasi dalam laporan keuangan.
B. KEPUTUSAN PENTING TENTANG BUKTI AUDIT
Ketika merencanakan Audit, auditor harus membuat empat keputusan penting tentang
lingkup dan pelaksanaan audit. Keputusan tersebut meliputi:
a. Sifat Pengujian Audit
Sifat pengujian audit mengacu pada sifat dan efektivitas pengujian audit yang akan
dilaksanakan. Pertama, prosedur audit tersebut harus dapat memberikan bukti
tentang kinerja kompetitif suatu entitas atau terkait dengan tujuan audit spesifik yang
ingin dicapai auditor. Akhirnya bukti tersebut harus relevan dengan asersi laporan
keuangan manajemen. Auditor juga harus mempertimbangkan biaya relatif serta
efektivitas prosedur dalam kaitannya dengan tujuan audit yang spesifik. Auditor
dapat memilih melaksanakan pengujian guna memperoleh pemahaman yang
diperlukan dalam audit, melaksanakan pengujian pengendalian, atau melaksanakan
pengujian substantif. Setiap keputusan tersebut mencerminkan pertimbangan audit
yang penting tentang sifat pengujian audit tersebut.
b. Saat Pengujian Audit
Saat mengacu pada kapan auditor akan melaksanakan pengujian audit serta
menarik kesimpulan audit. Dalam bukunya Boynton menyatakan bahwa pengujian
audit pada tanggal interim dapat memberikan pertimbangan awal tentang masalah-
masalah signifikan yang dapat mempengaruhi laporan keuangan pada akhir tahun
buku (sebagai contoh, transaksi-transaksi pihak-pihak yang memiliki hubungan
istimewa) selain itu, banyak perencanaan audit yang meliputi upaya memperoleh
pemahaman tentang pengendalian internal, mengukur risiko pengendalian, dan
penerapan pengujian substantive atas transaksi, dapat dilaksanakan sebelum
tanggal neraca.
c. Luas pengujian Audit
Luas prosedur Audit berkaitan dengan keputusan auditor tentang berapa banyak
bukti audit yang harus diperoleh. Bukti yang lebih banyak diperlukan untuk mencapai
suatu tingkat risiko deteksi yang rendah dibandingkan dengan tingkat risiko yang
tinggi. Sebagai contoh, seorang auditor dapat mengirim permintaan konfirmasi
sebanyak 50% dari akun yang ada dalam akun piutang usaha atau hanya 10% saja
dari akun-akun yang ada.
d. Penetapan Staf Audit

72
Auditor harus ditugaskan pada tugas-tugas yang telah ditetapkan dan disupervisi
sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya. Sehingga
mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang sedang diperiksa. (AU 316.27),
consideration of fraud in a financial statement Audit SAS no 82, menyatakan bahwa
auditor dapat menanggapi risiko salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan dengan cara penugasan personel. Tanggung jawab yang ditetapkan
harus disesuaikan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personel
yang ditugaskan sesuai dengan penilaian auditor atas tingkat risiko yang berkaitan
dengan tnggung jawab tersebut. Singkatnya auditor membuat empat pilihan penting
yang berkaitan dengan bukti audit; 1) bukti apa yang akan diperoleh (sifat), 2)
bilamana akan memperoleh bukti (saat), 3) berapa banyak bukti yang akan diperoleh
(luas), 4) siapa yang akan ditugaskan untuk memperoleh bukti (penetapan staf
audit).

C. TUJUAN AUDIT SPESIFIK DAN BUKTI AUDIT


tujuan audit spesifik dikembangkan untuk setiap asersi. Selain itu, tujuan audit juga
dikembangkan untuk (1) transaksi relevan yang memeranguhi piutang usaha, (2) aspek
penting pada saldo akun piutang usaha sebagaimana dilaporkan pada tanggal neraca.
SA seksi 362 paragraf 03menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Asersi (assertions) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Pernyataan dapat bersifat implisit atau eksplisit.
Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan
berdasarkan penggolongan besar berikut ini :
1. Keberadaan atau keterjadian
2. Kelengkapan
3. Hak dan kewajiban
4. Penilaian
5. Penyajian dan pengungkapan

a. Asersi Keberadaan atau keterjadian


Asersi tentang Keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva
atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat
telah terjadi selam periode tertentu. sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa persediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk
dijual pada tanggal neraca.
b. Asersi Kelengkapan
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan
akun yang seharusnya telah disajikan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa semua pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan.
c. Asersi Hak dan Kewajiban

73
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan
hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal
tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asers bahwa jumlah sewa guna
usaha yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak
perusahaan atas kekayaan yang disewa-guna-usahakan, dan utang sewa guna
usaha yang bersangkuta mencerminkan suatu kewajiban perusahaan pada tanggal
neraca tersebut.
d. Asersi Penilaian Atau Alokasi
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-
komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam
laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen
membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatata berdasarkan cost pemerolehannya,
dan cot pemerolehan tersebut secara sistematik dialokasikan kedalam periode-
periode akuntansi yang semestinya.
e. Asersi Penyajian dan pengungkapan
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah
kompone-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan
diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban
yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang d neraca tidak akan jatuh
tempuh dalam waktu satu tahun.
D. Bukti Audit, Informasi Penguat, dan Prosedur Audit
Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain
yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai
dasar yang layak untuk meyatakan penadapat.
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari:
1. Data akuntansi
Salah satu tife bukti audit adalah data akuntansi yaitu seperti: jurnal, buku besar,
dan buku pembantu, serta buku peoman akuntansi, memorandum dan catatan
tidak resmi
2. Semua informasi penguat (corrobating information) yang tersedia bagi auditor.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak,
notulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui
informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,
infeksi dan pemerisaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau
tersedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan
berdasarkan alassan yang kuat.
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut:
1. Pertimbangan professional
Yaitu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keseragaman
penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.

74
2. Integritas manajemen
Manajemen juga bertanggung jawab atas asersi yang tercantum dalam laporan
keuangan. Manajemen juga berada dalam posisi untuk mengendalikan sebagian
besar bukti dan data akuntansi yang mendukung laporan keuangan.
3. Kepemilikan publik versus terbatas
Umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam audit
atas laporan keungan perusahaan publik (misalnya PT yang go Public)
dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki
oleh kalangan terbatas.
4. Kondisi keuangan
Umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan proses
kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan, seperti kreditur, akan
meletakan kesalahan dipundak auditor, karena kegagalan auditor untuk
memberikan peringatan sebelumnya mengenai memburuknya kondisi keuangan
perusahaan. Dalam keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya
atas laporan keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah
dilaksanakan.

1. Data Akuntansi dan Informasi Penguat


Ketika auditor mengembangkan perencanaan audit serta merancang prosedur audit
untuk mencapai tujuan audit spesifik, ia harus mempertimbangkan sifat bukti yang
akan diperoleh. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data
akuntansi yang mendasari, dan informasi penguat yang tersedia bagi auditor.
Bagi yang menekuni bidang auditing, tentunya lebih akrab dengan komponen dasar
dari data akuntansi yang mendasari yaitu (jurnal, buku besar, kertas kerja,
rekonsiliasi dan sebagainya) semuanya tergolong sebagai bukti yang mendukung
laporan keuangan. Dewasa ini data-data tersebut seringkali ada dalam bentuk data
elektronik.

Data akuntansi yang mendasari saja dianggap tidak cukup mendukung laporan
keuangan. Auditor harus merancang suatu prosedur audit untuk memperoleh bukti
penguat guna mendukung data akuntansi yang mendasari tersebut. Jenis bukti
penguat tersebut adalah (a) bukti analitis; (b) bukti dokumenter; (c) bukti elektronik;
(d) konfirmasi; (e) bukti matematis; (f) bukti fisik; (g) representasi tertulis; (h) bukti
lisan.

2. Prosedur Audit
Prosedur audit adalah metode yang digunakan oleh para auditor untuk
mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupidan kompeten.
a. Prosedur Analitis
Prosedur ini meliputi perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana,
analisis vertikal dan laporan presentase, perbandingan jumlah yang sebenarnya

75
dengan data historis atau anggaran, serta penggunaan model matematis dan
statistik.
b. Inspeksi
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan serta
pemeriksaan sumberdaya berwujud. Melalui inspeksi, auditor dapat menilai
keaslian dokumen, atau mungkin dapat mendeteksi keberadaan perubahan atau
item-item yang dipertanyakan.
c. Konfirmasi
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan
auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen diluar
organisasi klien.
d. Permintaan Keterangan
Pemintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tulisan
dari auditor. Permitaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada
manajemen atau karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang
timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis atau permintaan keterangan
yang berkaitan dengan keusangan persediaan atau piutang yang dapat ditagih.
e. Perhitungan
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah: (1) perhitungan fisik
sumberdaya berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada. Hal ini akan
menyediakan cara untuk mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada. (2)
akuntansi seluruh dokumen dengan nomor urut yag telah dicetak. Hal ini dapat
meneydiakan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal perusahaan
melalui bukti yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi.
f. Penelusuran
Dalam penelusuran yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran ulang,
auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan
(2) menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah
dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar)
g. Pemeriksaan Bukti Pendukung
Pemeriksaan bukti pendukung meliputi (1) pemilihan ayat jurnal dalam catatan
akuntansi, dan (2) mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan
sebagai dasar ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian
pencatatan akuntansi.
h. Pengamatan
Pengamatan berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan pelaksanaan
beberapa kegiatan atau proses. Biasanya pengamatan memberikan bukti
bottom-up, dan dengan bukti bottom-up lainnya auditor dapat terlebih dahulu
memahami konteks ekonomi untuk pengujian audit tersebut.
i. Pelaksanaan Ulang

76
Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan transaksi
tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan
pengendalian intern yang telah dirumuskan.
j. Teknik Berbantuan Komputer

Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka


auditor dapat menggunakan teknik berbantuan komputer untuk membantu
melaksanakan beberapa prosedur yang telah diuraikan sebelumnya.

3. Penentuan besarnya sampel


Jika prosedur telah ditetapkan, auditor dapat menentukan besarnya sampel yang
berbeda dari unsur yang satu dengan unsur yang lain dalm populasi yang diperiksa
4. Penentuan unsur tertentu yang dipilih sebagau anggota sampel.
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, audit harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperksa.
5. Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit.
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu,
biasanya 1 tahun, maka auditor dapat melalui mengumpulkan bukti audit segera
setelah awal tahun.
E. PEMROSESAN DATA ELEKTRONIK DAN PROSEDUR AUDIT
1. Pengaruh atas Saldo Akun dan Golongan Transaksi dan Material
Auditor harus mempertimbangkan implikasi pemrosesan data elektronik atass saldo
akun dan golongan transaksi yang material. Apabila klien merupakan perusahaan
yang padat modal, seperti persahaan telekomunikasi yang secara
berkesinambungan melakukan investasi dalam bentuk berbagai peralatan baru dan
serat optik, besar kemungkinannya catatan komputer akan memiliki implikasi audit
yang penting. Dalam hal ini, perhatian utama auditor adalah pada implikasi
dokumentasi elektronik dalam saldo akun dan golongan transaksi yang berkaitan
dengan proses bisni yang signifikan.
2. Pengaruh terhadap Sifat Pengujian Audit
Akan terdapat beberapa implikasi terhadap sifat pengujian audit apabila klien
menyelenggarakan dokumentasi dan bukti yang penting dalam bentuk elektronik
untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi yang material.
3. Pengaruh terhadap Saat Pengujian Audit
Apabila klien menggunakan image processing system untuk melakukan scanning
terhadap dokumen dan dokumen asli tidak dipakai, auditor akan
mempertimbangkan implikasi saat prosedur tersebut diterapkan berkaitan dengan
saldo akun dan siklus transaksi yang material. Apanila dianggap penting untuk
memeriksa keaslian bukti dokumenter, maka auditor harus merencanakan saat
pengujian yang konsisten dengan keberadaan bukti dokumenter yang tepat.
4. Pengaruh terhadap Luasnya Pengujian Audit

77
Apabila klien menyelenggarakan pencatatan dalam bentuk elektronik, dan auditor
dapat secara langsung mengakses catatan elektronik tersebut, maka keadaan ini
dapat memiliki implikasi signifikan terhadap luasnya prosedur audit. Penerapan
teknik audit berbantuan komputer oleh auditor pada file data elektronik, telah
memungkinkan adanya strategi audit dimana auditor dapat menetapkn target
prosedur pada sub-populasi yang beresiko tinggi dan melaksanakan prosedur
minimal terhadap subpopulasi yang tingkat kesalahannya sangat kecil.
5. Pengaruh terhadap Penetapan Staf Audit

Apabila klien memiliki masalah yang signifikan tentang sistem pemrosesan data
elektronik, maka bisanya seorang spesialis audit komputer akan ditugaskan untuk
memahami aspek-aspek penting yang terdapat pada klien, melaksanakan pengujian
pengendalian atau melaksanakan pengujian substantif.

F. PROGRAM AUDIT
Standar Auditing yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit,
auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus
dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertylis untuk setiap
audit.
Maksud suatu program audit adalah mengatur secara sistematis prosedur audit yang
akan dilaksankan selama audit berlangsung. Program audit tersebut menyatakan
bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting untuk
mencapai tujuan audit. Program audit juga mendokumentasikan strategi audit. Biasanya
auditor berusaha menyeimbangkan prosedur audit top-down dan bottom-up ketika
mengembangkan suatu program audit. Jenis pengujian yang termasuk dalam program
audit meliputi :
a. Prosedur Analitis
Prosedur ini meneliti hubungan yang dapt diterima antara data keuangan dan data
non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan.
b. Prosedur Awal
Yakni prosedur untuk memperoleh pemahaman atas (1) faktor persaingan bisnis
dan industri klien, (2) struktur pengendalian internnya. Auditor juga melaksanakan
prosedur awal untuk memastikan bahwa catatan-catatan dalam buku pembantu
sesuai dengan akun pengendali dalam buku besar.
c. Pengujian Estimasi Akuntansi
Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas saldo.
d. Pengujian pengendalian
Adalah pengujian pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit dari
auditor.
e. Pengujian transaksi
Adalah pengujian substantif yang terutama meliputi tracing atau vouching transaksi
berdasarkan bukti dokumenter yang mendasari.

78
f. Pengujian Saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item
yang membentuk saldo tersebut.
g. Pengujian penyajian dan pengungkapan
Mengevaluasi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang dipersyaratkan
oleh GAAP.

G. KERTAS KERJA
1. Konsep Kertas Kerja
a. Definisi
kertas kerja sebagai catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor
mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pegujian yang dilakukannya,
informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang dibuatnya sehubungan
dengan auditnya.
b. Isi Kertas Kerja Audit
Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:

1. Telah dilaksankannya standar pekerjaan lapangan pertama yaitu


pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik
2. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua, yaitu
pemahaman memadai atas struktur pengendalian intern telah diperoleh
untuk merencakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang telah dilakukan.
3. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit
telah diperoleh, prosedur audit telah diterapkan, dan pengujian telah
dilaksankan, yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan
c. Tujuan Pembuatan Kertas Kerja (Mulyadi, 1998:96)
Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk;
1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan
2. Menguatkan kesimpulan-kesimpulan auditor dan kompetensi auditnya.
3. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit
4. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
d. Cukup tidaknya bukti audit
Materialitas dan risiko
Faktor ekonomi
Ukuran dan karaakteristik
e. Manfaat Kertas Kerja Audit
1. Merupakan dasar penyusunan laporan hasil hasil audit.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para
pelaksana audit.
3. Merupakan alat pembuktian dari hasil laporan audit.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
5. Merupakan salah satu pedoman untuk tugas audit berikutnya.
f. Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas
Kerja yang Baik

79
Kecakapan teknis dan keahlian profesional seoran auditor independen akan
tercermin pada kertas kerja yang dibuatnya. Untuk membuktikan bahwa seseorang
merupakan auditor yang kompeten dalam melaksanakannya pekerjaan
lapangansesuai dengan standar auditing, ia harus dapat menghasilkan kertas kerja
yang benar-benar bermanfaat. Untuk memenuhi tujuan ini ada lima faktor yang yang
harus diperhatikan:
1. Lengkap. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
a. Berisi semua hal yang pokok. Auditor harus dapat menentukan komposisi
sema data pentingyang harus dicantumkan dalam kertas kerja.
b. Tidak memerlukan tembahan penjelasan secara lisan. Karena kertsa kerja
akan diperiksa oleh auditor senior untuk menetukan cukup atau tidaknya
pekerjaan audit yang telah dilaksankan oleh stafnya dan bahkan ada
kemungkinan kertas kerja tersebut akan diperiksa oleh pihak luar, maka
kertas kerja hendaknya berisi informasi yang lengkap, sehingga tidak
memerlukan tambahan penjelasan lisan.
2. Teliti. Dalam pembuatan kertas kerja, auditor harus memperhatikan ketelitian
dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari
kesalahan tulis dan perhitungan.
3. Ringkas. Kadang-kadang auditor yang belum berpengalaman melakukan
kesalah dengan melaksanakan audit dengan tidak relevan dengan tujuan
audit.
4. Jelas. Kejelasan dalam menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang akan
memeriksa kertas kerja perlu diusahaka oleh auditor.
5. Rapi. Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan
kertas kerja akan membantu auditor senior dalam me-reviewhasil pekerjaan
stafnya serta memudahkan auditor dalam memperoleh informasi dari kertas
kerja tersebut.
g. Tipe Kertas Kerja
Kertas kerja terdir dari bebagai macam yang secara garis besar dapat dikelompokan
ke dalam 5 tipe kertas kerja berikut ini:
1. Program audit
Yaitu merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu.
Program audit Berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk
menetapkan jadwal pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan audit.
2. Working trial balance
Yaitu suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar pada akhir tahun
sebelumnya.
3. Ringkasan jurnal Adjustment
Dalam proses audirnya, auditor mungkin menemukan kekeliruan dalam laporan
keuangan dan catatan akuntansi klien. Untuk membetulkan kekeliruan tesebut,
auditor membuat draf jurnal adjustment yang nantinya akan dibicarakan
dengan dengan klien.

80
4. Skedul utama
Adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang dicatat
dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan.
5. Skedul pendukung
Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum
dalam laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja
pendukung yang menguakan informasi keuangan dan operasional yang yang
dikumpulkannya.
2. Jenis Kertas Kerja
Terdapat banyak jenis kertas kerja yang ada di dalam suatu audit. Jenis-jenis
tersebut meliputi (1) kertas kerja neraca saldo, (2) skedul dan analisis, (3)
memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, dan (4) ayat jurnal
penyesuaian dan reklasifikasi.
a. Kertas Kerja Neraca Saldo
Pada contoh kertas kerja neraca saldo tersedia kolom-kolom untuk saldo buku
besar tahun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi audit),
penyesuaian, saldo setelah penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo akhir (telah
diaudit). Dicantumkannya saldo akhir (yang tealh diaudit) tahun sebelumnya akan
mempermudah pelaksanaan proses analitis tertentu.
Kertas kerja neraca saldo merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam
audit karena :
i. Menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item-item
yang dilaporkan dalam laporan keuangan
ii. Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
iii. Megindetifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukit audit bagi setiap item
laporan keuangan

Tidak adanya nomor akun untuk Kas menunjukkan bahwa item laporan keuangan
ini merupakan gabungan dari beberapa akun buku besar kas. Dalam kasus
seperti ini, kertas kerja awal dengan indeks A harus memuat skedul kelompok
yang menunjukkan akun buku besar apa yang telah digabungkan untuk item atau
pos laporan keuangan ini.

b. Skedul dan Analisis


Istilah skedul kertas kerja (working paper schedule) dan analisis kertas kerja
(working paper analysis) digunakan secara bergantian untuk menggambarkan
setiap kertas kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas
kerja neraca saldo. Apabila beberapa akun buku besar digabung untuk tujuan
pelaporan, maka harus disusun sebuah skedul kelompok (group schedule) atau
sering juga disebut sebagai skedul utama (lead schedule). Selain menunjukkan
akun masing-masing buku besar yang adat dalam kelompok tersebut, skedul
utama juga mengindentifikasi skedul atau analisis kertas kerja individu yang

81
memuat bukti audit yang diperoleh untuk masing-masing akun dalam kelompok
tersebut.
c. Memoranda Audit dan Informasi Penguat
Memoranda audit (audit memoranda) merujuk pada data tertulis yang disusun
oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar-komentar atas
pelaksanaan prosedur-prosedur audit yang meliputi (1) lingkup pekerjaan, (2)
temuan-temuan, dan (3) kesimpulan audit. Sebagai contoh, auditor dapat
menulis sebuah memo yang berisikan ikhtisar dari lingkup konfirmasi, tanggapan
konfirmasi, temuan-temuan, dan kesimpulan audit berdasarkan bukti-bukti yang
diperoleh.
Selain itu, auditor juga dapat menyusun memoranda audit untuk
mendokumentasikan informasi penguat sebagai berikut :
i. Salinan risalah rapat dewan direksi
ii. Reprensentasi tertulis dari manajemen dan para pakar yang berasal dari luar
organisasi.
iii. Salinan kontrak-kontrak penting
d. Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi
Ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) merupakan koreksi atas kesalahan
klien sebagai akibat pengabaian atau salah dalam penerapan GAAP (Prinsip
akuntansi berlaku umum). Oleh karena itu, pada akhirnya ayat jurnal
penyesuaian secara sendiri-sendiri atau bersama-sama akan dianggap material,
dengan harapan akan dicatat oleh klien sehingga saldo buku besar dapat
disesuaikan. Sebaliknya, ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian
laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai. Pada dasarnya
ayat jurnal reklasifikasi hampir sama dengan ayat jurnal penyesuaian, namun
pengaruh material pada ayat jurnal reklasifikasi masih harus dibuat terlebih
dahulu. Ikhtisar ayat jurnal penyesuaian dan ayat jurnal reklasifikasi pada
awalnya dirancang sebagai ayat jurnal yang diusulkan, karena pertimbangan
akhir yang harus dibuat auditor atas ayat jurnal tersebut mungkin tidak akan
terjadi sampai audit tersebut berakhir. Pada akhirnya susunan setiap ayat jurnal
yang diusulkan tersebut harus dicatat dalam kertas kerja. Namun, apabila klien
menolak untuk membuat ayat jurnal penyesuaian dan ayat jrunal reklasifikasi
yang dianggap penting oleh auditor, maka auditor akan melakukan modifikasi
seperlunya atas laporan auditor.
3. Menyusun kertas Kerja
Teknik-teknik dasar yang harus diperhatikan untuk menyusun kertas kerja yang baik
adalah sebagai berikut ini :
a. Judul (heading). Setiap kertas kerja harus memuat nama klien, judul deskriptif
yang dapat mengidentifikasi isi dari kertas kerja tersebut, seperti Rekonsilisasi

82
Bank-City Nasional Bank, serta tanggal neraca atau periode yang menjadi ruang
lingkup audit.
b. Nomor Indeks (index number). Setiap kertas kerja diberi nomor indeks atau
nomor referensi untuk tujuan identifikasi atau pengarsipan, seperti A-1, B-1, dan
seterusnya.
c. Referensi silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang diambil dari
kertas kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas kerja lain harus diberi
referensi silang.
d. Tanda koreksi (tick marks). Tanda koreksi berupa simbol-simbol seperti tanda
pengecekan yang digunakan dalam kertas kerja, menunjukkan dalam auditor
telah melaksanakan sejumlah prosedur pada item-item dimana tanda
pengecekan tersebut diberikan, atau dapat juga berarti bahwa informasi
tambahan tentang item tersebut dapat diperoleh pada bagian lain dalam kertas
kerja tersebut.
e. Tanda tangan dan tanggal (signature and dates). Setelah menyelesaikan
masing-masing tugasnya, penyusun maupun pe-review kertas kerja tersebut
harus membubuhkan paraf dan tanggal pada kertas kerja tersebut. Hal ini
diperlukan untuk menetapkan tanggung jawab atas pekerjaan dan review yang
dilaksanakan.
4. Me-review Kertas Kerja
Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review kertas kerja dalam suatu
kantor CPA. Review tingkat pertama dilakukan oleh supervisor dari penyusun, seperti
atasan atau manajernya. Review dilakukan apabila pekerjaan pada segmen tertentu
dalam suatu audit telah diselesaikan. Pihak yang melakukan review terutama
menekankan perhatian pada lingkup pekerjaan yang dilakukan, bukti dan temuan
yang diperoleh, serta kesimpulan yang tela dicapai oleh penyusun. Review lainnya
dilakukan atas kertas kerja apabila pekerjaan lapangan telah diselesaikan
semuanya.
5. Pengarsipan Kertas Kerja
Pada umumnya kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai berikut; (1) file
permanen dan (2) file tahun berjalan. File permanen (permanent file) memuat data
yang diharapkan tetap bermanfaat bagi auditor dalam banyak perikatan dengan klien
di masa mendatang. Sebaliknya, file tahun berjalan (current file) memuat informasi
penguat yang berkenaan dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item-item yang dijumpai dalam berkas permanen ialah :

a. Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien


b. Bagan akun dan manual atau pedoman prosedur
c. Struktur organisasi
d. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk-produk utama
e. Ketentuan-ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi

83
f. Salinan kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun,
perjanjian pembagian laba dan bonus
g. Skedul amortisasi kewajiban jangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik
h. Ikhtisar prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien
6. Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas kerja
Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien atau pribadi auditor.
Namun hak kepemilikikan oleh kantor akuntan tersebut masih tunduk pada
pembatasan-pembatasan yang diatur dalam kode etik profesi auditor itu sendiri.
Peraturan 301, code of professional conduct dari AICPA menentukan bahwa seorang
CPA dilarang untuk mengungkapkan setiap informasi rahasia yang diperoleh selama
pelaksanaan penugasan profesional tanpa seizin klien, kecuali untuk kondisi tertentu
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan.
Penyimpanan kertas kerja terletak pada tangan auditor, dimana ia bertanggung
jawab untuk menyimpannya dengan aman. Kertas kerja yang tergolong sebagai file
permanen akan disimpan untuk waktu yang tak terbatas. Sedangkan kertas kerja
yang tergolong sebagai file tahun berjalan akan disimpan selama file tersebut
dibuuhkan oleh auditor untuk melayani klien atau diperlukan untuk memenuhi
persyaratan hukum sebagai retensi catatan. Ketentuan mengenai batasan waktu
penyimpanan jarang yang melampui waktu enam bulan.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada
pihak lain adalah :
a. Jika klien tersebut menginginkannya,.
b. Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika
kertas kerjanya diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
c. Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
d. Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan
keharusan untuk mengadakan peer review di antara sesama akuntan publik.
Untuk me-review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku,
dalam peer review informasi yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan
kepada pihak lain (kantor akuntan public lain) tanpa memerlukan izin dari klien
yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.

84
Materi VI: PENERIMAAN PENUGASAN DAN PERENCANAAN AUDIT

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan tahap-tahap audit laporan keuangan
b. Menjelaskan menjelaskan penerimaan penugasan
c. Menjelaskan menjelaskan perencanaan audit

Pembahasan Materi:
A. TAHAP-TAHAP AUDIT ATAS KAPORAN KEUANGAN
1. Menerima dan Mempertahankan Klien
Tahap awal dari audit laporan keuangan melibatkan suatu keputusan untuk
menerima atau meolak kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk
melanjutkan atau menghentikan penugasan sebagai auditor bagi klien yang sudah
ada. Standar pengendalian mutu menyediakan petunjuk profesional berkenaan
dengan keputusan untuk menerima dan melanjutkan klien dan perikatan, sejalan
dengan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing yang
berlaku umum. Menerima dan melanjutkan klien audit melibatkan elemen-elemen
penting mengenai pemahaman bisnis dan industri, materialitas, risiko audit, dan
pertimbangan jasa bertambah nilai.
2. Merencanakan Audit
Tahap kedua dari audit memerlukan pengembangan suatu strategi audit untuk
pelaksanaan audit dan penentuan lingkup audit. Perencanaan penting agar suatu
perikatan audit berjalan dengan sukses. Baik standar umum dan standar pekerjaan
lapangan menyediakan pedomaan profesional berkenaan dengan perencanaan
audit. Keberhasilan penugasan audit sangat ditentukan oleh kuatlitas perencanaan
audit yang dibuat oleh auditor. Perencanaan audit melibatkan elemen-elemen
penting mengenai pemahaman bisnis dan industri, materialitas, risiko audit, asersi
dan bukti audit, serta pertimbangan jasa bernilai tambah. Perencanaan audit
meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang
diharapkan. sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan
kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang
bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara
lain:

85
i. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat
entitas tersebut.

ii. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.

iii. Metode yang digunakan oleh ent itas tersebut dalam mengolah informasi
akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar
untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan.

iv. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.

v. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.

vi. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).

vii. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian


audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

viii. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh,
laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan
yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan
kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).
3. Melaksanakan Pengujian audit
Tahap ketiga dari audit adalah melaksanakan pengujian audit. Tujuan utama dari
tahap ini adalah untuk memperoleh bukti audit mengenai kondisi ekonomi klien,
efektivitas pengendalian intern, dan kewajaran laporan keuangan klien.
4. Melaporkan Temuan/ Pelaporan Audit
Tahap keempat dan tahap terakhir dari audit adalah pelaporan temuan-temuan.
Elemen penting dari setiap adalah komunikasi mengenai temuan audit. Auditor juga
membuat laporan kepada manajemen dan dewan direksi beserta temuan-temuan
tentang pengendalian intern dan masalah lainnya yang yang memerlukan perhatian
manajemen. Berbagai variasi dan standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan menyediakan pedoman profesional berkenaan dengan tahap audit ini.
Menurut Mulyadi (1998:118) Ada dua langkah penting yang dilaksanakan oelh
auditor dalam pelaporan audit ini:
a. Menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik
kesimpulan. Setelah semua prosedur audit yang diperlukan selesai
dilaksanakan, auditor perlu menggabungkan informasi yang dihasilkan melalui

86
berbagai prosedur audit tersebut untuk menarik kesimpulan secara menyeluruh
dan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan auditan.
b. Menerbitkan laporan audit. Akhir dari proses audit adalah penyajian laporan
audit yang melampiri laporan keuangan yang diterbitkan oleh klien. Menurut
Sanyonto (tanpa tahun: 2) Karakteristik yang harus dipenuhi oleh suatu laporan
hasil audit yang baik ialah:
i. Arti Penting
Hal hal yang dikemukan dalam laporan hasil audit harus merupakan hal
yang menurut pertimbangan auditor cukup penting untuk dilaporkan. Hal ini
perlu ditekankan agar ada jaminan bahwa penerima laporan yang waktunya
sangat terbatas akan menyempatkan diri untuk membaca laporan tersebut.
ii. Tepat-waktu dan kegunaan laporan
Kegunaan laporan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, laporan
harus tepat waktu dan disusun sesuai dengan minat serta kebutuhan
penerimaan laporan, terlepas dari maksud apakah laporan ditujukan untuk
memberikan informasi atau guna merangsang dilakukannya tindakan
konstruktif.
iii. Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung
Ketepatan laporan diperlukan untuk menjaga kewajaran dan sikap tidak
memihak sehingga memberikan jaminan bahwa laporan dapat diandalkan
kebenarannya. Laporan harus bebas dari kekeliruan fakta maupun
penalaran. Semua fakta yang disajikan dalam laporan harus didukung
dengan buktibukti objektif dan cukup, guna membuktikan ketepatan dan
kelayakan hal-hal yang dilaporkan.
iv. Sifat menyakinkan
Temuan, kesimpulan dan rekomendasi harus disajikan secara menyakinkan
dan dijabarkan secara logis dari faktafakta yang ditemukan. Informasi yang
disertakan dalam laporan harus mencukupi agar menyakinkan pihak
penerima laporan tentang pentingnya temuan-temuan, kelayakan
kesimpulan serta perlunya menerima rekomendasi yang diusulkan.
v. Objektif
Laporan hasil audit harus menyajikan temuantemuan secara objektif tanpa
prasangka, sehingga memberikan gambaran (perspektif) yang tepat.
vi. Jelas dan sederhana
Agar dapat melaksanakan fungsi komunikasi secara efektif, pelaporan harus
disajikan sejelas dan sesederhana mungkin. Ungkapan dan gaya bahasa
yang berlebihan harus dihindari. Apabila terpaksa menggunakan istilah
istilah teknis atau singkatansingkatan yang tidak begitu lazim, harus
didefinisikan secara jelas.
vii. Ringkas
Laporan hasil audit tidak boleh lebih panjang dari pada yang diperlukan,
tidak boleh terlalu banyak dibebani rincian (kata-kata, kalimat, pasal atau

87
bagian-bagian) yang tidak secara jelas berhubungan dengan pesan yang
ingin disampaikan, karena hal ini dapat mengalihkan perhatian pembaca,
menutupi pesan yang sesungguhnya, membingungkan atau melenyapkan
minat pembaca laporan.
viii. Lengkap
Walaupun laporan sedapat mungkin harus ringkas namun kelengkapannya
harus tetap dijaga, karena keringkasan yang tidak informative bukan suatu
hal yang baik. Laporan harus mengandung informasi yang cukup guna
mendukung diperolehnya pengertian yang tepat mengenai hal-hal yang
dilaporkan. Untuk itu perlu diserahkan informasi mengenai latar belakang
dai pokok-pokok persoalan yang dikemukakan dan memberikan tanggapan
positif terhadap pandangan-pandangan pihak objek audit atau pihak lain
yang terkait. Dalam bahasa yang lain, dapat dinyatakan bahwa laporan hasil
audit seyogyanya mempunyai karakteristik: accurate, clear and concise,
complete, objective, constructive, dan prompt.
ix. Nada yang konstruktif
Sejalan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
pelaksanaan kegiatan dari objek audit, maka laporan hasil audit harus
disusun dengan nada konstruktif sehingga membangkitkan reaksi positif
terhadap temuan dan rekomendasi yang diajukan.
Sanyonto (tanpa tahun: 9) memberikan saran mengenai beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyajian temuan:
i. Gunakan sub judul dalam bagian temuan untuk membantu pihak pembaca
mengikuti logika penyajian dan menilai hubungan-hubungan yang terdapat
didalamnya.
ii. Masukkan semua informasi yang penting dan relevan, walaupun mungkin
informasi itu sifatnya menunjukkan bantahan terhadap pokok temuan
auditor karena auditor harus bersifat objektif.
iii. Jangan melebih-lebihkan, atau terlalu banyak memberikan tekanan.
Yakinkan bahwa sikap auditor didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
iv. Hindarkan pengungkapan desas-desus sebagai fakta.
v. Jangan sertakan informasi yang bisa menyesatkan.
vi. Yakinkan bahwa kesimpulan-kesimpulan adalah layak dan telah mengikuti
logika dan informasi yang disajikan.
vii. Jangan meniadakan kesimpulan-kesimpulan atau pernyataan sikap yang
penting dengan anggapan bahwa hal-hal tersebut sudah diketahui oleh
pihak pembaca.
viii. Tuliskan dengan corak konstruktif. Hindarkan nada sinis, kasar dan
mengejek.
ix. Tekankan perlunya perbaikan dimasa depan.

88
x. Adakan penilaian mengenai kesadaran perbaikan dari pihak auditee untuk
mengoreksi kekurangan-kekurangan yang dilaporkan, begitu pula setiap
kemajuan yang dicapai dalam usaha perbaikan dari kondisi-kondisi yang
dijumpai pada audit sebelumnya.
xi. Pertimbangkan dengan selayaknya pelaksanaan kerja yang baik dan juga
yang buruk.
xii. Sajikan secara jujur komentar dari pihak yang terkena temuan0temuan,
serta adakan evaluasi terhadap pandangan dan komentar tersebut.
xiii. Berikan informasi yang cukup mengenai gambaran keseluruhan agar
terdapat perspektif yang selayaknya mengenai temuan-temuan audit.
xiv. Yakinkan bahwa semua permasalahan yang penting sudah ada
pemecahannya sebelum laporan diajukan untuk pengolahan yang terakhir.
xv. Pertimbangkan perlunya membahas mengenai cukupnya pengendalian
yang dilakukan pihak objek yang di audit terhadap bidang-bidang dimana
ditemukan kekurangankekurangan yang serius atau tersebar luas.
xvi. Gunakan ilustrasi untuk membantu menjelaskan pokok temuan.
xvii. Terangkan dengan jelas kriteria yang dipakai untuk mengukur kondisi yang
ada.
xviii. Jelaskan pengaruh negatif yang ada atau yang mungkin timbul.
xix. Jangan gambarkan pengaruh negatif secara sembrono atau sambil lalu.
xx. Nyatakan semua taksiran kerugian atau penghematan dan sebagainya
dengan jelas guna menghindarkan adanya kesan akan ketepatan yang
sebetulnya menyesatkan.
xxi. Tunjukkan penyebab / alasan yang mendasari perilaku yang merugikan
atau kondisi yang tidak memuaskan.
xxii. Gunakan alat peraga untuk mendukung informasi (foto, peta, tabel dan
sebagainya).
xxiii. Usahakan uraian ringkas, batasi laporan pada informasi yang diperlukan
guna mendukung dan menjelaskan pokok temuan secara mencukupi.
Hindari penggunaan kalimat yang bertele-tele serta hal-hal yang tidak
termasuk persoalan.
xxiv. Jangan masukkan rincian tidak penting dari langkah-langkah audit yang
dilakukan.
xxv. Jangan terlalu banyak memakai kata-kata yang bersifat menilai terutama
pada awal kalimat.
xxvi. Perjelas ide dengan cara menyebutkan satu persatu atau dalam bentuk
daftar masalah.
xxvii. Pergunakan bahasa yang jelas, sederhana dan mudah dipahami.
xxviii. Hindarkan penggunaan singkatan-singkatan yang tidak begitu dikenal.
xxix. Sajikan temuan-temuan sesuai dengan urutan prioritasnya.
xxx. Jelaskan dasar-dasar dari perkiraan (estimate) dan proyeksi-proyeksi.

89
B. MENERIMA DAN MEMPERTAHANKAN KLIEN
Dalam profesi akuntan publik, terdapat persaingan yang ketat antarkantor akuntan
untuk mendapat klien. Klien tersebut termasuk klien yang meminta audit pertama kali
dan klien yang meminta pergantian audit. Pergantian auditor dapat diakibatkan oleh
berbagai faktor termasuk : (1) merger antara perusahaan yang memiliki auditor
independen yang berbeda; (2) kebutuhan akan jasa professional yang lebih luas; (3)
ketidak puasan dengan kantor akuntan tertentu; (4) keinginan untuk mengurangi biaya
audit; (5) merger antar kantor CPA.
1. Mengevaluasi Integritas Manajemen
Tujuan dari audit laporan keuangan adalah untuk memberikan suatu pendapat atas
laporan keuangan manajemen, jadi, penting bagi auditor untuk menerima suatu
perikatan audit hanya apabila terdapat keyakinan yang memadai bahwa
manajemen klien dapat dipercaya. Untuk klien baru, auditor dapat memperoleh
informasi mengenai integrasi manajemen dengan berkomunikasi dengan auditor
terdahulu dan mengajukan pertanyaan kepada pihak ketiga lainnya. Untuk klien
yang sudah ada, pengalaman auditor dimasa lalu dengan manajemen klien harus
dapat dijadikan pertimbangan
a. Berkomunikasi dengan auditor terdahulu
Pengetahuan mengenai manajemen klien yang diperoleh auditor terdahulu
merupakan informasi penting bagi auditor pengganti. Dalam komunikasi,
auditor pengganti harus membuat pertanyaan-pertanyaan spesifik dan
berkenaan dengan hal-hal yang dapat mempengaruhi keputusan untuk
menerima suatu perikatan audit seperti:
i. informasi yang dapat menunjukkan integritas manajemen
ii. perselisihan dengan manajemen mengenai prinsip-prinsip akuntansi dan
prosedur-prosedur audit atau hal signifikan sejenis lainnya.
iii. komunikasi kepada komite audit atau pihak lain yang memiliki otoritas dan
tanggung jawab yang ekuivalen dengan komite audit berkenaan dengan
kecurangan, tindakan melawan hukum oleh klien, hal-hal yang berkaitan
dengan pengendalian intern dan kualitas prinsip-prinsip akuntansi
iv. pemahaman auditor terdahulu mengenai alasan dari penggantian auditor
b. Mengajukan Pertanyaan Kepada Pihak Ketiga lainnya
Informasi mengenai integritas manajemen juga dapat diperoleh dari pihak-pihak
lain yang memiliki pengetahuan seperti pengacara, banker, yang memiliki
hubungan bisnis dengan calon klien. Sumber-sumber potensial lainnya
termasuk mereview item-item baru mengenai penggantian manajemen puncak
di media-media keuangan, mereview laporan keuangan yang disimpan
berkenaan dengan pergantian aditor.
c. Mereview pengalaman masa lalu dengan klien yang telah ada

90
Auditor harus berhati-hati dalam mempertimbangkan pengalaman masa lalu
dengan manajemen klien, selama pelaksanaan audit, auditor mengajukan
pertanyaan kepada manajemen mengenai hal-hal seperti apakah terdapat
kontijensi, kelengkapan semua catatan rapat dewan direksidan kepatuhan
terhadap syarat-syarat peraturan
2. Mengidentifikasi Kondisi Khusus Dan Risko Yang Tidak Biasa
Akuntan ppublik harus meneruh perhatian besar terhadap risiko bisnis auditor jika
dihubungkan dengan perusahaan yang memiliki masalah kesulitan keuangan atau
kelangsungan usaha, hal-hal yang berkenaan dengan langkah dalam menerima
suatu perikatan termasuk mengidentifikasikan pemakai laporan keuanganyangtelah
di audit, membuat penilaaian awal tentang stabilitas keuangan dan hukum calon
klien, membatasi batasan lingkup audit dan mengevaluasi kemampuan untuk
mengaudit entitas.
a. Mengidentifikasi pemakai laporan yang telah di audit
Auditor harus mempertimbangkan status calon klien apakah sebagai
perusahaan swasta atau perusahaan publik, apakah terdapat pewaris atau
pihak-pihak ketiga berkenaan dengan keberadaan kewajiban berdasarkan
common law, auditor juga harus mempertimbangkan apakah suatu rangkaian
laporan yang diaudit akan memenuhi kebutuhan semua pemakai atau
diperlukan laporan-laporan khusus.
b. Menilai stabilitas keuangan dan hukum calon klien
Auditor seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi dan menolak calon klien
yang memiliki risiko tinggi untuk dituntut. Prosedur yang dapat digunakan oleh
auditor untuk mengidentifikasi hal-hal tersebut adalah mengajukan pertanyaan
kepada manajemen, mereview laporan kredit, menganalisis laporan keuangan
yang telah diaudit atau belum diaudit yang telah diterbitkan, dan jika
memungkinkan, memeriksa arsip-arsip terdahulu pada agen pemerintah.
c. Mengidentifikasi pembatasan lingkup
Auditor harus mengevaluasi apakah pembatasan lingkup audit meningkatkan
risiko yang menyebabkan auditor tidak dapat menerbitkan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Aditor harus mempertimbangkan apakah manajemen telah
melanggar batasan-batasan dalam melaksanakan prosedur audit
d. Mengevaluasi sistem pelaporan keuangan entitas dan kemampuan untuk audit
Sebelum menerima perikatan, auditor seharusnya mengevaluasi apakah
terdapat kondisi lain yang meningkatkan pertanyaan mengenai kemampuan
audit atau auditabilitas calon klien, jika auditor memiliki kekhawatiran yang
cukup besar mengenai keukupan catatan akuntansi atau jejak audit, perikatan
seharusnya ditolak.
3. Menilai Kompetensi Untuk Melaksanakan Audit

91
Standar umum pertama dari GAAS menyatakan: audit dilaksanakan oleh
seseorang atau orang-orang yang memiliki pelatihan teknis dan kecakapan yang
memadai sebagai seorang auditor
Oleh karena itu sebelum menerima suatu perikatan audit, auditor harus
menentukan apakah mereka memiliki kompetensi profesional untuk menyelesaikan
perikatan sesuai dengan gaas. Umumnya ini termasuk mengidentifikasi anggota
kunci dari tim audit serta mempertimbangkan kebutuhan untuk mencari bantuan
dari konsultan dan spesialis selama pelaksanaan audit.
a. Jasa yang diinginkan
Kebanyakan klien yang memerlukan suatu audit juga memerlukan jasa
tambahan. Klien dapat meminta rekomendasi auditor mengenai sistem
pengukuran kinerja atau peningkatan pengendalian internal. Kantor akuntan
harus mempertimbangkan apakah ia memiliki kompetensi untuk melaksanakan
semua jasa yang diperlukan oleh klien dalam suatu perikatan audit
b. Mengidentifikasi tim audit
Tim audit pada umumnya terdiri dari
i. seorang partner, yang memiliki baik tanggung jawab keseluruhan maupun
tanggung jawab akhir untuk suatu perikatan.
ii. satu atau lebih manajer, yang biasanya memikiiki keahlian signifikan dalam
industri dan yang mengkoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan
program audit.
iii. satu atau lebh senior, yang mungkin memiliki tanggung jawab untuk
merencanakan audit, malakukan bagian dari program audit dan
mengawasi serta mereview pekerjaan asisten staf
iv. asisten staf, yang melakukan berbagai prosedur audit yang diperlukan

c. Mempertimbangkan kebutuhan untuk konsultasi dan meggunakan spesialis


sebelum menerima perikatan lebih baik bagi seorang auditor untuk
memepertimbangkan apakah akan menggunakan jasa konsultan dan spesialis
untuk membantu tim audit dalam melaksanakan tim audit. Sebelum
menggunakan spesialis, auditor diharapkan memenuhi kualifikasi profesional,
reputasi, dan objektivitas spesialis.
4. Mengevaluasi Independensi
Standar umum kedua dari GAAS menyatakan Dalam semua hal yang
berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental perlu
dipertahankan oleh para auditor
Independent merupakan salah satu pengendalian mutu, oleh karena itu sebelum
menerima klien audit yang baru, kantor akuntan publik harus mengevaluasi apakah
terdapat kondisi yang akan mempengaruhi independensi dengan klien. Salah satu
prosedur yang dapat digunakan adalah mengedarkan nama calon klien kepada

92
semua staf profesional untuk mengidentifikasi apakah terdapat hubungan keuangan
atau bisnis.
5. Keputusan Untuk Menerima Atau Menolak Audit
Alasan-alasan umum untuk menolak atau menerima klien audit termasuk item-item
yang telah dibahas sebelumnya seperti perhatian tentang integritas manajemen,
risiko khusus seperti pembatasan lingkup, kemampuan audit atau ketidak
sepakatan dengan auditor terlebih dahulu, masalah yang berhubungan dengan
memperoleh keahlian yang diperlukan untuk audit atau masalah independensi
Kondisi yang dapat menyebabkan kantor akuntan publik menarik diri dari suatu
audit:
a. kekhawatiran mengenai integritas manajemen atau penahanan bukti yang
tampak selama audit
b. klien menolak untuk membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan
c. klien mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan
atau tindakan-tindakan melawan hukum yang ditemukan selama audit
6. Membuat Surat Perikatan
sebagai langkah akhir dari tahap penerimaan, merupakkan praktek profesional
yang baik untuk mentaati syarat-syarat dari setiap perikatan dalam surat perikatan.
Bentuk dan isi dari surat perikatan dapat bervariasi untuk berbagai klien yang
berbeda, tetapi secara umum surat perikatan harus mencakup hal-hal berikut:
a. identifikasi yang jelas mengenai entitas dan laporan keuangan yang akan
diaudit
b. tujuan audit
c. referensi terhadap standar-standar profesional yang menjadi acuan auditor
d. suatu penjelasan mengenai sifat dan lingkup audit serta tanggung jawab
auditor.
e. suatu pernyataan bahwa suatu audit yang telah dirancang dan dilakanakan
dengan tepat mungkin tidak dapat mendeteksi semua ketidak beresan yang
material.
f. sebagai pengingat kepada manajemen bahwa ia bertanggugn jawab untuk
menyusun laporan keuangan dan melaksanakan struktur pengendalian intern
yang memadai
g. suatu indikasi bahwa manajemen akan diminta utuk menyediakan beberapa
representasi tertulis tertentu kepada auditor
h. suatu deskripsi dari jasa yang akan diberikan oleh auditor seperti
mempersiapkan atau mereview surat pemberitahuan pajak
i. dasar suatu biaya akan dihitung dan pengaturan pembayaran
j. suatu permintaan bagi klien untuk mentaati syarat-syarat perikatan dengan
menandatangani dan mengembalikan salinan surat perikatan kepada auditor.
C. MERENCANAKAN AUDIT
Perencanaan audit adalah suatu tahap penting dari setiap perikatan audit.dalam setiap
hal perencanaan menghasilkan pengaturan atas urutan dari bagian-bagian atau
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.perencanaan audit melibatkan
penegmbangan suatu strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup

93
audit yang diharapakan .dalam proses perencaanaan audit,auditor harus menerapkan
suatu sikap skeptisme profesional seperti integritas manajemen,kekeliruan dan
ketidakberesan serta tindakan melawan hukum.kuantitas suatu perencanaan audit akan
sangat ditentukan oleh ukuran dan kompleksitas klien,pengetahuan auditor serta
pengalaman dengan klien.proses perencanaan audit juga harus disertai dengan
pembuatan provisi untuk pengawasan yang lebih banyak apabila beberapa anggota tim
audit tidak berpengalaman daripada jika mereka semua telah berpengalaman.
1. Memperoleh Pemahaman Tentang Bisnis Dan Industri Klien
Pemahaman tentang bisnis dan industri klien merupakan bagian dari prosedur audit
top-down.hal ini juga harus dilengkapi dengan pemahaman auditor tentang peran
klien dalam bisnis dan industri.risiko ini harus dipahami oleh auditor karena risiko ini
harus dikendalikan oleh klien. Pemahaman tentang bisnis dan industri klien terdiri
dari :
a. Siklus Bisnis Klien
Auditor harus memahami aspek-aspek kunci dari siklus bisnis klien.siklus ini
diawali saat organisasi membawa tujuan dan sumberdayanya secara
bersamaan. Siklus bisnis terus berputar seiring perputarannya seperti suatu
organisasi yang memahami kekuatan pasar dan peraturan yang mendefinisikan
lingkungan kompetitif dimana terdapat penyebaran sumberdaya - sumberdaya
ke dalam proses inti untuk memperoleh konsumen serta mendistribusikan
produk dan jasanya. Proses inti ini harus menghasilkan profitabilitas, arus kas
operasi dan sesuai dengan tujuan organisasi,pertumbuhan dan peningkatan
nilai. Entitas harus mengelola kasnya untuk mengembangkan sumberdaya -
sumberdayanya juga dengan mempertahankan likuiditas dan solvabilitas
dengan cara entitas harus menentukan sumberdaya yang diperlukan,
bagaimana sumberdaya tersebut harus didanai,apakah entitas membutuhkan
tambahan modal dari luar, dan juga apakah entitas memiliki dana yang cukup
untuk membayar kembali pinjaman. Beberapa aspek kritis dari siklus bisnis
yang penting dipahami oleh auditor yaitu:
i. Manajemen, tujuan manajemen, dan sumberdaya-sumberdaya organisasi
ii. Produk dan jas, pasar, pelanggan, dan persaingan entitas
iii. Proses inti dan siklus operasional entitas
iv. Bagaimana proses inti menghasilkan pertumbuhan, laba, arus kas dan
nilai
v. Keputusan investasi dab pembiayaan entitas.
b. Manajemen Senior
Pada umumnya manajemen senior dalam suatu entitas yaitu pejabat
entitas,dewan direksi, dan lainnya yang berperan untuk mengendalikan arah
strategi perusahaan.auditor harus memahami siapa manajemen senior suatu
entitas dan pengalaman manajemen dalam industri.hal ini dapat membantu

94
auditor menilai resiko bawaan dari salah saji dalam laporan keuangan.selain
itu,preferensi pengambilan resiko oleh manajemen juga berpengaruh terhadap
penilaian resiko tersebut.selain itu,auditor juga harus menilai integritas
manajemen agar pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dapat
diwaspadai sehingga transaksi-transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa tersebut dapat diidentifikasi selama pelaksanaan audit.
c. Tujuan Dan Sasaran Manajemen
Tujuan manajemen dapat berkaitan dengan perolehan pangsa pasar tambahan
atau perolehan target pertumbuhan penjuala,laba,arus kas atau penilaian pasar
enitas.selain itu,tim audit juga harus memahami tujuan strategik manajemen
dan dewan direksi untuk membantu pengembangan harapan kinerja keuangan
dan mengevaluasi kelayakan bukti yang diperoleh selama audit agar tersedia
konteks dan penerapan standar.
d. Sumberdaya Organisasi
Auditor harus memahami sumberdaya-sumberdaya organisasi dan posisi
penting sumberdaya-sumberdaya tersebut untuk mencapai tujuan entitas. Ada 5
kategori sumberdaya organisasi yaitu : (1) sumberdaya keuangan; (2)
sumberdaya berdasrkan aktiva; (3) sumberdaya manusia; (4) sumberdaya
informasi; (5) sumberdaya tidak berwujud.
Pemahaman atas sumberdaya diperlukan oleh auditor untuk menentukan
kinerja yang dilaporkan berkenaan dengan pengetahuan auditor yang
mendasari aktivitas bisnis dan mengembangkan suatu eksektasi atas laporan
keuangan.
e. Produk Dan Jasa,Pasar,Pelanggan,Dan Persaingan Entitas
Suatu organisasi dapat mengembangkan suatu peramalan atau proyeksi
dengan meramalkan volume aktivitas penjualan.oleh karena itu,penting bagi
auditor untuk memahami produk dan jasa,pasar,pelanggan dan persaingan
entitas.langkah pertama yang ditempuh yaitu pengidentifikasian produk dan
jasa entitashal ini dapat ditempuh dengan pemahaman mengenai keseluruhan
pasar bagi produk.profitabilitas jangka panjang secara langsung berhubungan
dengan pangsa pasar jangka panjang.pangsa pasar dapat dinilai oleh auditor
dengan cara membandingkan penjualan klien terhadap estimasi total penjualan
industri bagi produk dan jasa klien serta produk dan jasa pesaing.aspek terakhir
dari pemahaman pasar entitas yaitu memahami pengaruh peraturan dan
keseluruhan kekuatan industri yang dapat mempengaruhi kemampuan entitas
untuk membawa produk ke pasar atau profitabilitas entitas.
f. Proses Inti Entitas Dan Siklus Operasi
Untuk menentukan profitabilitas suatu entitas dana dan arus kas secara layak
maka penting untuk memahami proses inti dan siklus operasi yang
dihasilkan.proses inti adalah proses yang digunakan klien untuk

95
mengembangkan,memproduksi,memasarkan dan mendistribusikan produk atau
jasanya.secara spesisifik,proses inti terdapat pada industri tertentu bahkan
pada klien tertentu.tujuan auditor dalam langkah ini yaitu untuk memahami
sumberdaya yang diperlukan untuk proses inti tertentu serta bagaimana
efiktivitas dan efisiensi dari setiap proses dapat dievaluasi.hal yang penting
dalam mengembangkan suatu ekspektasi tentang kinerja keuangan entitas
dank as yang diperlukan adalah pemahaman mengenai siklus operasi.siklus
operasi mengacu pada periode waktu dimulainya penggunaan kas untuk
memonitor kinerja organisasi.pengukuran kinerja yang baik mengarah pada
indicator profitabilitas dan arus kas.
g. Keputusan Investasi Dan Pembiayaan Entitas
Suatu entitas juga harus mengelola aktiva dan sumberdaya yang diperlukan
untuk menghasilkan penjualan,laba dan arus kas juga sumberdaya modal yang
digunakan untuk memperolehnsumberdaya-sumberdaya tersebut.perusahaan
yang berkembang seringkali ditantang untuk mendanai ekspansi dengan arus
kas dari operasi.perusahaan juga harus mencari modal ekuitas untuk mendanai
pertumbuhan permanen dalam modal kerja.hal ini dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan penggunaan kredit
untuk mendanai pertumbuhan sementara dalam modal kerja atau penggunaan
pembiayaan jangka panjang untuk mendanai investasi dalam aktiva jangka
panjang.
h. Prosedur Untuk Memperoleh Suatu Pemahaman Tentang Bisnis Dan Industri.
Auditor harus memperoleh prsedur untuk memahami bisni dan industry.selain
itu,auditor juga harus waspada terhadap prinsip-prinsip akuntansi khusus dan
prosedur audit yang dapat diaplikasikan pada industri tertentu atau jenis
aktivitas bisnis tertentu.contoh AICPA telah menerbitkan 27 pedoman akuntansi
dan audit yang masing-masing menguraikan karakteristik yang berbeda tentang
industri atau aktivitas yang dicakup,member peringatan kepada auditor
mengenai masalah yang tidak biasa dan menjelaskan peraturan serta faktor-
faktor khusus lain yang perlu diperhatikan.
2. Melaksanakan Prosedur Analitis
Prosedur analitis yaitu proses evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan
nonkeuangan.hal tersebut dapat dimulai dari perbandingan sederhana hingga
penggunaan matematika kompleks dan model statistik yang melibatkan banyak
hubungan dan elemen data. Dalam audit,prosedur analitis memiliki beberapa tujuan
yaitu :
a. Untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu dan luasnya
prosedur audit lainnya.hal ini terdapat dalam tahap perencanaan audit.

96
b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti mengenai asersi
tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi.hal ini
terdapat dalam tahap pengujian audit.
c. Dapat melakukan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan laporan
keuangan yang diaudit.hal ini terdapat dalam tahap penyelesaian audit.
Prosedur analitis biasanya sangat efektif dalam hal biaya dan prosedur analitis
dapat memberikan suatu keseimbangan antara prosedur audit top-down dan
prosedur audit bottom-up.pada tahap perencanaan,prosedur analitis dapat
membantu auditor untuk meningkatkan pemahaman tentang bisnis dank lien dan
mengidentifikasikan hubungan yang tidak biasa serta fluktuasi yang tidak
diharapkan dalam data yang mungkin mengindikasikan bidang yang memiliki risiko
salah saji yang paling besar.
Langkah-langkah dalamprosedur analitis yaitu :
a. Menigidentifikasi perhitungan dan perbandingan yang akan dilakukan.
Kecanggihan dan luasnya prosedur analitis yang digunakan dalam
perencanaan bervariasi berdasarkan ukuran dan kompleksitas
klien,ketersediaan data dan pertimbangan auditor. jenis perhitungan dan
perbandingan yang digunakan secara umum yaitu :
1. Perbandingan data absolute. Pada prosedur jenis ini,digunakan
perbandingan sederhana suatu jumlah saat ini seperti saldo akun
dengan jumlah yang diharapkan atau diprediksi.
2. Laporan keuangan ukuran umum. Laporan ini juga dikenal sebagai
analisis vertical dimana Melibatkan penghitungan persentase dari total
yang berhubungan yang dipresentasikan oleh komponen laporan
Keuangan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan.
3. Analisis rasio. ada beberapa rasio yang digunakan oleh manajemen
atau analis keuangan seperti rasio solvabilitas, efisiensi, dan
profitabilitas.
4. Analisis tren. analisis ini melibatkan perbandingan beberapa data yaitu
absolute,ukuran umum atau rasio yang digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan penting yang mungkin tidak nyata dari
perbandingan yang terbatas pada periode saat ini periode masa lalu.
5. Hubungan informasi keuangan dengan informasi keungan yang
relevan. Data nonkeuangan seperti jumlah karyawan,luas ruang
penjualan dan volume barang yang diproduksi yang dapat digunakan
untuk memprediksi saldo akun yang berkaitan dengan beban gaji,
penjualan dan harga pokok produksi.
b. Mengembangkan Ekspektasi
Dasar pemikiran dalam audit yang digunakan sebagai dasar dalam
penggunaan prosedur analitis yaitu hubungan antardata yang dapat

97
diharapkan untuk terus berlanjut dalam ketidakberadaan kondisi yang
diketahui atau sebaliknya.selain itu,auditor juga harus mengembangkan
secara independen ekspektasi sebelum melaksankan pernghitungan
mengenai data klien sehingga perbandingan mengenai data klien sehingga
perbandingan akhir tidak bias.sumber-sumber ini termasuk data historis dan
data internal yaitu :
1. Informasi keuangan klien untuk periode masa lalu yang dapat
dibandingkan yang dapat memberikan pertimbangan bagi perubahan
yang diketahui.
2. Hasil yang diantisipasi berdasarkan anggaran formal dan peramalan.hal
ini termasuk penggunaan anggaran yang disiapkan klien dan peramalan
untuk periode berjalan baik peramalan yang disiapkan klien dan
peramalan untuk periode berjalan baik peramlaan yang disiapkan oleh
auditor.
3. Hubungan antara elemen-elemen informasi keuangan dalam suatu
periode. hal ini termasuk bagaimana mempertimbangkan perubahan
dalam satu akun diharapkan akan mempengaruhi akun lainnya.
4. Data Industri. Persentase ukuran umum,rasio dan data tren perusahaan
dalam suatu industry tersedia untuk tujuan perbandingan dari sumber-
sumber.
c. Melaksanakan perhitungan / perbandingan
Langkah ini termasuk mengakumulasi data yang akan digunakan dalam
menghitung jumlah absolut dan persentase perbedaaan antara jumlah saat
ini dan tahun lalu dan menghitung data ukuran umum serta data rasio dan
sebagainya. Langkah ini juga melibatkan penggunaan data satu tahun
hingga tanggal saat ini aktual dan/atau industri untuk tujuan perbandingan.
d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
Analisis atas perhitungan dan perbandingan harus membuat auditor lebih
memahami bisnis klien.seperti analisis mengenai data rasio yang tepat
dengan menyediakan penilaian berkelanjutan atas solvabilitas, efisiensi dan
profitabilitas relatif terhadap tahun lalu dan terhadap perusahaan lain dalam
industri yang sama.hal yang penting darihal tersebut yaitu mengidentifikasi
fluktuasi dalam data yang tidak diharapkan atau tidak adanya fluktuasi yang
diharapkan yang dapat memberikan indikasi tentan adanya peningkatan
resiko salah saji.
e. Menyelidiki perbedaaan signifikan yang tidak diharapkan.
Pada umumnya perbedaan signifikan yang tidak diharapkan melibatkan
pertimbangan ulang metode-metode dan faktor-faktor yang digunakan
dalam mengembangkan ekseptasi dan mengajukan pertanyan kepada

98
manajemen dan kadang-kadang informasi baru dapat mendukung perbaikan
ekspektasi dan akhirnya akan menghilangkan perbedaan signifikan.
f. Menentukan dampak atas rencana audit.
Perencanaan audit dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila
perbedaan signifikan dapat dijelaskan dalam suatu peningkatan risiko salah
saji dalam akun-akun yang terlibat dalam perhitungan perbandingan.
3. Mempertimbangkan Tingkat materialitas Awal
Pada tahap perencanaan audit, auditor perlu mempertimbangkan materialitas
awal pada dua tingkat berikut ini: (1) tingkat laporan keuangan, (2) tingkat saldo
akun. Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan perlu ditetapkan oleh
auditor karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan
pada laporan keuangan sebagai keseluruhan. Materialitas pada tingkat saldo
akun ditentukan oleh auditor pada tahap perencanaan audit karena untuk
mencapai kesimpulan tentang kewajaran laporan keuangan sebagai
keseluruhan, auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
4. Mempertimbangkan Risiko Bawaan
Sejak perencanaan audit sampai dengan penerbitan laporan audit, auditor harus
mempertimbangkan berbagai risiko bawaan-suatu salah saji yang melekat
dalam saldo akun atau asersi tentang suatu saldo akun.
5. Mempertimbangkan Berbagai Faktor yang Berpengaruh terhadap Saldo Awal,
Jika Penugasan Klien Berupa Audit Tahun Pertama
Laporan keuangan tidak hanya menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha
tahun berjalan, namun juga mencerminkan dampak:
a. Transaksi yang dimasukkan dalam saldo yang dibawa ketahun berikutnya
dari tahun-tahun sebelumnya.
b. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam tahun-tahun sebelumnya.

SA seksi 323 Audit Tahun Pertama memberikan panduan bagi auditor


berkenaan dengan saldo awal, bila laporan keuangan diaudit untuk pertama
kalinya atau bila laporan keuangan tahun sebelumnya diaudit oleh auditor
independen lainnya.

6. Mengembangkan Strategi Audit Awal Terhadap Asersi Signifikan


Tujuan akhir perencanaan dan pelaksanaan audit yang dilakukan oleh auditor
adalah untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang rendah, untuk mendukung
pendapat apakah dalam semua hal yang material, laporan keuangan disajikan
secara wajar. Tujuan ini diwujudkan melalui pengumpulan dan evaluasi bukti
tentang asersi yang terkandung dalam laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen.
7. Mereview informasi yang Berhubungan Dengan Kewajiban-Kewajiban legal
Klien

99
Penyajian laporan keuangan secara wajar sesuai dengan GAAP mewajibkan
klien untuk melaksanakan peraturan-peraturan pemerintah dan perjanjian-
perjanjian legal yang lain. Jika material, informasi mengenai kewajiban legal
klien, harus dijelaskan dalam laporan keuangan. Sebelum memulai verifikasi dan
analisis terhadap transaksi dan akun tertentu, auditor perlu memahami
kewajiban-kewajibanlegan dan perjanjian-perjanjian yang menyangkut klien, dan
informasi ini tercantum dalam dokumen-dokumen seperti: (1) anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga; (2) perjanjian persekutuan; (3) notulen rapat
direksi dan pemegang saham; (4) kontrak; (5) peraturan-peraturan pemerintah
yang secara langsung menyangkut perusahaan klien; (6) arsip korespondensi.
8. Memahami Struktur Pengendalian Intern Klien
Jika auditor yakin bahwa klien telah memiliki struktur pengendalian terhadap
penyediaan data yang dapat dipercaya dan penjagaan kekayaan serta catatan
akuntansi, jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan oleh auditor akan jauh
lebih sedikit bila dibandingkan dengan jika keadaan struktur pengendalian
internnya jelek.

Materi VII: MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN STRATEGI AUDIT AWAL

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan materialitas
b. Menjelaskan risiko audit
c. Menjelaskan strategi audit awal

Pembahasan Materi:
A. MATERIALITAS

100
1. Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh
orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh
oleh penghapusan atau salah saji tersebut.
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan
yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang
diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang
telah diaudit. Karena tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah
saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material,
menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau
keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan
beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang
saling terkait erat dalam menerapkan materialitas. Langkah-Langkah Dalam
Menerapkan Materialistas:
a. Merencanakan luas pengujian
Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
segmen-segmen
b. Mengevaluasi hasil-hasil
Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan
Langkah 5: Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan
pendahuluan atau yang direvisi tetentang materialitas.
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan
tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau
keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan
tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai akibat
dari kekeliruan atau kecurangan.
Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah
atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber
penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau
salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

101
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan
jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa
laporan keuangan auditan adalah akurat
2. Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan Keuangan?
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi
klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan
adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi
yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua
transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara
semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan
keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi.
b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan
informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan ketidakberesan.

Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh
auditor yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya
dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji
material.
3. Pertimbangan pendahuluan Mengenai Materialitas
SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan
dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika
sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut
disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun
merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama
penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang
membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak
mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan
pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan

102
pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan
audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang
materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu,
a. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimabang absolut
Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu material juga bagi
perusahaan lain.
b. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas
Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar untuk menentukan apakah
salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar
utama untuk menentukan berapa jumlah material bagi perusahaan yang
berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item informasi yang
penting bagi para pemakai.
c. Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh:
Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak
disengaja karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan
dari pihak manajemen atau pihak yang terlibat.
Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan
kewajiban kontrak.
Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi
kecenderungan laba.

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup


laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
4. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat
mengevaluasi bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan
audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang
terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh
auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan
kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik
penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan
jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha
yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah
rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan

103
sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau
kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara gabungan. Dalam
perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya
setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas.
5. Materialitas Pada tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada tingkat saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo
akun material. Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang
dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun
yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas
laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan
audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual
namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat
material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
6. Mengalokasikan Materialitas Laporan Keuangan pada Akun-Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di
klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara
individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun
laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengeruhi
neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas
dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut
7. Hubungan Antara Materialitas dan Bukti Audit
Jika materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan bukti audit
kompoten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji
besar baru dapat mempegaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah sedikit. Berbagai
kemungkinan antara materialitas, bukti audit, dan resiko audit digambarkan sebagai
berikut:

104
a. Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan tingkat materialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang kumpulkan.
b. Jika auditor mempertambahkan tingkat materialitasa konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, resiko audit menjadi meningkat.
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit, auditor dapat
menempuh salahs satu dari tiga cara berikut ini:
i. Menambah tingkat materialtas, sementara itu mempertahankan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan .
ii. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.

iii. Menambah setiap jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.

B. RISIKO
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah
risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material. Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep
keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam
menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun
secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko
audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko
audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan
berada pada tingkat yang rendah.
1. Model Risiko Audit
Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit , auditor dapat
mengekpresikan setiap komponen dalam istilah kuantitatif, seperti presentasi, atau
dalam istilah nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau
maksimum. Pembahasan berikut akan mengilustrasikan model risiko audit dengan
contoh kuantitatif dan nonkuantitatif.
a. Mengilustrasikan Model Risiko Audit
Model risiko audit mengekspresikam hubungan antara komponen-komponen
risiko audit sebagai berikut:
AR = IR x CR x DR
Simbol-simbol tersebut mewakili risiko audit, risiko bawaan, risiko pengendalian,
dan risiko deteksi, secara berurutan.
Tentang banyak jenis pengujian substantif. Lampiran pada AU 350, audit
sampling (SAS Nos 39, 43, dan 45) berisi suatu model risiko audit yang

105
diperluas yang membagi risiko deteksi menjadi dua komponen. AP untuk risiko
prosedur analitis dan TD untuk risiko yang berkaitan dengan risiko pengujian
terinci/ pengujian transaksi atau pengujian saldo. Oleh karena itu, hubungan
antara komponen-komponen risiko audit dapat diekspresikan sebagai berikut:
AR = IR x CR x AP x TD
Ketika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk
menentukan risiko deteksi yang direncanakan atas suatu asersi, CR seringkali
didasarkan pada tingkat risiko pengendalian yang direncanakan auditor untuk
dinilai. Jika selanjutnya ditentukan bahwa tingkat aktual dari risiko pengendalian
suatu untuk suatu asersi berbeda dari tingkat yang direncanakan maka model
dapat diaplikasikan ulang dengan menggunakan tingkt aktual yang dinilai untuk
CR. Risiko deteksi yang direvisi kemudian digunakan dalam menyelesaikan
rancangan pengujian substantif atas transaksi atau pengujian saldo.
b. Matriks Komponen Risiko
Studi mengenai matriks komponen risiko menunjukkan bahwa hal tersebut
konsisten dengan model risiko audit, yaitu bahwa tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima berhubungan secara terbalik dengan penilaian risiko bawaan,
risiko pengendalian, dan risiko prosedur analitis. Matriks tersebut
mengasumsikan bahwa risiko audit dibatasi pada suatu tingkat yang rendah.
Jika risiko bawaan dinilai pada tingkat yang tinggi, risiko pengendalian yang
rendah, dan risiko prosedur analitis pada tingkat yang rendah, maka pengujian
substantif yag lain mungkin tidak diperlukan.
2. Menilai Komponen Resiko Audit
Dalam rangka untuk mengimplementasikan model ini auditor harus memahami
faktor-faktor yang memperngaruhi penilaian risiko bawaan, risiko pengendalian dan
risiko prosedur analitis.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
Penilaian risiko bawaan merupakan pertimbangan mengenai hal-hal yang
mungkin memiliki dampak yang mendalam terhadap asersi-asersi untuk semua
atau banyak akun dan hal-hal ang hanya berkaitan dengan asersi spesitifk untk
suatu akun spesifik.
Risiko bawaan dapat lebih besar untuk beberapa asersi daripada untuk asersi-
asersi lainnya. Risiko bawaan muncul secara independent dari audit laporan
keuangan. Oleh karena itu, auditor tidak dapat mengubah tingkat actual dari
risiko bawaan. Akan tetapi, auditor dapat mengubah tingkat risiko bawaan yang
dinilai.

106
Penilaian risiko bawaan memerlukan pertimbangan mengenai hal-hal yang
mungkin memiliki dampak yang mendalam terhadap asersi-asersi utntuk semua
atau banyak akun dan hal-hal yang hanya berkaitan dengan asersi spesifik
untuk suatu akun spesifik.
Contoh hal-hal yang mungkin memiliki dampak mendalam termasuk:
1. Profitabilitas dari entitas secara relatif terhadap industri
2. Sensitivitas dari hasil operasi terhadap faktor-faktor ekonomi
3. Masalah going concern seperti kurangnya modal kerja
4. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui dan kemungkinan
salah saji yang terdeteksi dalam audit terdahulu
5. Perputaran majemen, reputasi manajemen dan keahlian akuntansi
6. Dampak dari pengembangan teknologi pada operasi dan daya saing
perusahaan.

Hal-hal yang mungkin hanya berkaitan dengan akun-akun spesifik termasuk:

1. Akun-akun atau transaksi-transaksi yang sulit untuk diaudit


2. Masalah akuntansi yang sulit atau diperdebatkan
3. Kerentanan terhadap penyalagunaan
4. Kompleksitas perhitungan
5. Luasnya pertimbangan yang berkaitan dengan asersi
6. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui dan salah saji yang
terdeteksi dalam audit sebelumnya
7. Sensitivitas dari penilaian faktor-faktor.
b. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu
asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern entitas.
Secara normal, auditor menentukan bahwa penilaian tingkat risiko pengendalian
yang direncanakan untuk setiap asersi dalam tahap perencanaan audit.
Penilaian tingkat yang direncanakan didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai
efektivitas dari rancangan dan pengopersaian bagian pengendalian intern klien
yang relevan.
c. Risiko Bawaan, Risiko Pengendalian, dan Risiko Kecurangan
AU 316 / SAS no 82 mensyaratkan auditor untuk menilai risiko salah saji
material akibat kecurangan tanpa peduli apakah auditor akan merencanakan
untuk menilai risiko bawaan atau risiko pengendalian pada tingkat maksimum.
SAS No. 82 menyarankan agar auditor mempertimbangkan faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan salah saji material yang muncul dari (1) pelaporan
keuangan yang curang, (2) penyalagunaan aktiva. Hal ini sangat penting bahwa
auditor harus mempertimbangkan risiko salah saji akibat kecurangan dan harus
mempertimbangkan bahwa penilaian dalam perancangan prosedur audit akan
dilaksanakan.

107
Pertimbangan mengenai meningkatnya risiko slah saji laporan keuangan akibat
kecurangan dapat memngaruhi pertimbangan profesional auditor melalui cara
berikut:
1. Tim audit dapat dipilih dengan suatu cara yang memastikan bahwa
pengetahuan, keahlian dan kemampuan personel yang ditugaskan dalam
tanggungjawab perikatan yang signifikan sesuai dengan penilaian auditor
terhadap tingkat risiko
2. Tim audit dapat melaksanakan audit dengan memperjelas tingkat skeptisme
profesional.
3. Auditor dapat memutuskan untuk mempertimbangkan lebih lanjut pemilihan
dan penerapan manajemen terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum, terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan pengekuan
pendapatan dan penilaian aktiva.
4. Kemampuan auditor untuk menilai risiko pengendalian dibawah maksimum
dapat dikurangi dan auditor harus peka terhadap kemampuan manajemen
untuk menesampingkan pengendalian
d. Risiko deteksi
Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur
analitis dan risiko pengujian terinci. Dalam menentukan risiko deteksi auditor
juga harus mempertimbangkan kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan.
Dalam perencanaan audit, suatu tingkat risiko deteksi yang direncanakan dapat
diterima untuk prosedur analitis dan pengujian terinci ditentukan untuk setiap
asersi yang signifikan dengan menggunakan model risiko audit.
Dalam tahap
3. Risiko Audit pada tingkat Laporan Keuangan dan tingkat saldo akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan
informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor
mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan
yang mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi
menjadi dua bagian :
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai
keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko
audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang
dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan

108
disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi
salah saji material.
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual,
risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan.
Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu
seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi
perubahan. Dari pengalaman audit di tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir
risiko audit atas akun tertentu.
4. Hubungan Antara Risiko Audit dan Bukti Audit
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin
rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapai, semakin besar jumlah bukti yang
diperlukan. Untuk asersi tertentu, semakin rendah tingkat yang dapat diterima dari
risiko prosedur analitis atau risiko pengujian terinci yang ditentukan oleh auditor,
maka semakin besar kecukupan dan kompetensi pengujian substansial yang
diperlukan untuk membatasi risiko deteksi keseluruhan pada tingkat tersebut.
5. Hubungan Timbal Balik antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Jika risiko audit konstan dan mengurangi tingkat materialitas, maka bukti audit harus
ditingkatkan. Jika tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit, maka
risiko audit harus ditingkatkan. Dengan kata lain, jika ingin mengurangi risiko audit
kita dapat melakukan salah satu hal berikut :
a. Menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti audit konstan
b. Menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat materialitas konstan.
c. Membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti audit dan tingkat
materialitas
6. Peringatan akan Adanya Risiko Audit

Secara priodik, staf AICPA dalam berkomunikasi dengan Auditing Standards Board,
memberikan peringatan akan adanya risiko audit. Tujuannya adalah memberikan
suatu tinjauan mengenai perkembangan ekonomi baru-baru ini kepada auditor,
perkembangan profesional dan perkembangan peraturan yang mungkin akan
mempengaruhi audit untuk klien dalam banyak industri.

C. STRATEGI AUDIT AWAL


Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit,
auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual
atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu
pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan
tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk
approach)
1. Komponen Strategi Audit Pendahuluan

109
Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi, auditor
menspesifikasikan empat kompopnen sebagai berikut:
a. Tingkat risiko bawaan yang dinilai
b. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman mengenai pengendalian intern yang diperoleh
2. Pengujian pengendalian yang dilaksanakan dalam mengukur risiko
pengendalian
c. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman tentang bisnis dan industri yang diperoleh
2. Prosedur analitis yang akan dilaksanakan yang menyediakan bukti
mengenai penyajian wajar dari suatu asersi.
d. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan, apabila dikombinasikan dengan
prosedur lain, mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai.

Pedoman audit AICPA mengenai Consideration of Internal Control Structur in a


Financial Statement Audit memperkalkan dua strategi audit utama yang ekuivalen
dengan (1) suatu pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian rincian
dan (2) suatu tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah.

a. Suatu Pendekatan Substantif Utama dengan Penekanan terhadap Pengujian


Terinci
Menurut pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian terinci
(primarily substantive approach emphasizing tests of details), auditor
menspesifikasikan komponen-komponen strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analisis yang direncanakan untuk dinilai
pada tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi (atau pada tingkat maksimum).
3. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian-
bagian yang relevan dari pengendalian intern.
4. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
5. Rencanakan pengujian substantif yang luas atas transaksi dan saldo
berdasarkan pada tingkat risiko deteksi yang direncanakan dapat diterima
yang rendah.

Auditor dapat memilih pendekatan ini ketika ia mengetahui dari awal, mungkin
dari pengalaman masa lalu berhadapan dengan klien atau dari langkah awal
perencanaan awal, bahwa pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi
tidak ada atau tidak efektif.

110
Strategi ini juga dapat dipilih ketika auditor menyimpulkan bahwa biaya
melaksanakan prosedur tambahan untuk memperoleh suatu pemahaman yang
lebih mendalam mengenai pengendalian intern dan pengujian pengendalian
untuk mendukung tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah akan melebihi
biaya pelaksanaan substantif yang lebih luas. Kondisi tersebut dapat
berhubungan dengan esersi untuk akun-akun yang memiliki populasi relatif kecil
atau transaksi yang tidak sering terjadi.

b. Suatu Tingkat Risiko Pengendalian yang Dinilai Lebih Rendah


Menurut pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah (lower
assessed level of control risk), auditor mensfesifikasikan komponen-komponen
dari strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai
pada tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat sedang atau rendah.
3. Rencanakan pengujian pengendalian, mungkin pengujian pengendalian
komputer yang berada dalam sistem klien.
4. Rencanakan pengujian substantif atas transaksi atau saldo yang terbatas
berdasarkan tingkat risiko deteksi yang direncanakan untuk diterima pada
tingkat sedang atau tinggi.

Auditor dapat memilih strategi ini ketika ia percaya bahwa pengendalian yang
berhubungan dengan suatu asersi telah dirancang dengan baik dan berjalan dengan
sangat efektif. Selain itu, auditor harus percaya bahwa biaya pelaksanaan prosedur
yang lebih luas untuk memperoleh pemahaman mengenai pengendalian intern,
termasuk aspek komputer dari pengendalian intern, dan untuk menguji
pengendalian akan lebih besar daripada yang diimbangi oleh penghematan biaya
dari pelaksanaan pengujian substantif atas transaksi dan saldo yang lebih sempit.

2. Strategi Audit Tambahan


a. Pendekatan Substantif Utama yang Menekankan Pada Prosedur Analitis
Menurut pendekatan substantive utama yang menekankan pada prosedur
analitis, auditor menspesifikasikan komponen-komponen strategi audit berikut:
a) Memperoleh pengetahuan yang luas mengenai proses bisnis klien yang
releven dengan asersi
b) Auditor mengantisipasi bahwa dia dapat memperoleh bukti kompeten dari
prosedur analitis untuk mendukung suatu penilaian risiko sedang atau
rendah dari bukti tersebut.
c) Gunakan suatu tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai
d) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai
bagian relevan dari pengendalian intern.

111
e) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai
bagian relevan dari pengendalian intern.
f) Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
g) Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih
sempit sebagai akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari
pengurangan risiko yang diberikan prosedur analitis.
b. Penekanan pada Risiko Bawaan dan Prosedur Analitis
Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis juga mngasumsikan
bahwa prosedur analitis lebih murah dari pada prosedur audit lainnya,.oleh
karena itu, menurut pendekatan auditor menspesifikasikan kompone-komponen
strategi audit sebagai berikut:
a. Risiko bawaan dinilai pada tingkat di bawah maksimum.
b. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai
serendah mungkin.
c. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi (atau pada tingkat maksimum)
d. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian
yang relevan dari pengendalian intern.
e. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.

f. Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih


sempit sebagai akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari
pengurangan risiko bawaan dan prosedur analitis yang lebih rendah.

3. Hubungan antara Strategi dan Siklus Transaksi


Seringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang
dipengaruhi oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah
bahwa banyak pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi
dalam satu siklus. Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda
untuk golongan transaksi, dan dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam
menspesifikasikan golongan transaksi mana yang masuk dalam siklus tertentu.

siklus Golongan transaksi utama


Pendapatan Penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan
Pengeluaran Pembelian dan pengeluaran kas
Jasa personel Penggajian
Produksi Memproses persediaan
Investasi Investasi dalam aktiva jangka panjang atau investasi moneter
dari kelebihan kas
Pembiayaan Pembiayaan dari hutang lancar dan hutang jangka panjang
serta modal saham

112
Materi VIII: STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan definisi pengendalian intern
b. Menjelaskan komponen struktur pengendalian intern
c. Menjelaskan tujuan struktur pengendalian intern

Pembahasan Materi:
A. PENGANTAR PENGENDALIAN INTERN
1. Pentingnya Pengendalian Intern
Pentingnya pengendalian intern bagi manajemen dan auditor independen telah
diakui dalam literatur profesional. Suatu terbitan tahun 1947 oleh AICPA yang
berjudul Internal Control menyebutkan faktor-faktor berikut sebagai faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap meluasnya pengakuan atas pentingnya pengendalian
intern :
a. Lingkup dan ukuran bisnis entitas telah menjadi sangat kompleks dan tersebar
luas sehingga manajemen harus bergantung pada sejumlah laporan dan analisis
untuk mengendalikan operasi secara efektif
b. Pengujian dan penelaahan yang melekat dalam sistem pengendalian intern yang
baik menyediakan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kekeliruan dan ketidak beresan

113
c. Tidak praktis bagi auditor untuk melakukan audit atas kebanyakan perusahaan
dengan pembatasan biaya ekonomi tanpa menggantungkan pada sistem
pengendalian intern klien
2. Definisi, Konsep Dasar, dan Komponen
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi,
manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk
menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan
dalam kategori :
a. Keandalan laporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi operasi

Laporan COSO menekankan bahwa konsep fundamental dinyatakan dalam


beberapa definisi berikut :

a. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Ini berarti alat untuk mencapai
suatu akhir, bukan akhir itu sendiri. Pengendalian intern terdiri dari serangkaian
tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan, tidak ditambahkan kedalam,
infrastruktur suatu entitas.
b. Pengendalian intern dilaksanakan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya
suatu manual kebijakan dan formulir-formulir, orang pada berbagai tingkatan
organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya.
c. Pengendalian intern dapat diharapkan untuk menyediakan hanya keyakinan
yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak, kepada manajemen dan dewan
direksi suatu entitas karena keterbatasan yang melekat dalam semua sistem
pengendalian intern dan perlunya untuk mempertimbangkan biaya dan manfaat
relatif dari pengadaan pengendalian .
d. Pengendalian intern diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori yang
saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

Untuk menyediakan suatu struktur dalam mempertimbangkan banyak kemungkinan


pengendalian yang berhubungan dengan tujuan entitas, laporan COSO
mengidentifikasi lima komponen pengendalian intern yang saling berhubungan,
yaitu:

a. Lingkungan pengendalian
b. Penilaian risiko
c. Aktivitas pengendalian
d. Informasi dan komunikasi
e. Pemantauan
3. Tujuan Entitas dan Pengendalian Intern Relevan yang Berhubungan dengan suatu
Audit

114
Manajemen mengadopsi pengendalian intern untuk menyediakan keyakinan yang
memadai dalam mencapai tiga kategori tujuan, yaitu :
a. Keandalan dari informasi keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi dari operasi

Karena tidak semua dari tujuan tersebut dan pengendalian yang mendukung relevan
dengan suatu audit laporan keuangan, satu dari tugas pertama auditor untuk
memenuhi standar pekerjaan lapangan kedua adalah mengidentifikasikan tujuan
tersebut dan pengendalian yang relevan. Yang menjadi perhatian penting adalah
pengendalian yang dimaksudkan untuk menyediakan keyakinan yang memadai
bahwa laporan keuangan yang disusun oleh manajemen untuk pemakai eksternal
telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

4. Keterbatasan Pengendalian Intern suatu Entitas


Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit, mengidentifikasi
keterbatasan yang melekat berikut yang menjelaskan mengapa pengendalian intern,
sebaik apapun ia dirancang dan dioperasikan, hanya dapat menyediakan keyakinan
yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan pengendalian suatu entitas.
a. Kesalahan dalam pertimbangan. Kadang-kadang manajemen dan personalia
lainnya dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan
bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak
mencukupi, keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya.
b. Kemacetan. Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi ketika
personel salah memahami intruksi atau membuat kekeliruan akibat
kecerobohan, kebingungan dan kelelahan. Perubahan sementara atau
permanen dalam personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat
berkontribusi pada terjadinya kemacetan.
c. Kolusi. Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan
suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain,
konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan
sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern.
d. Penolakan manajemen. Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau
prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau
presentase mengenai kondisi keuangan suatu entitas dinaikkan atau status
ketaatan. Penolakan termasuk membuat penyajian yang salah dengan sengaja
kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk
mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif.
e. Biaya versus manfaat. Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak
melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh.
5. Peran dan Tanggung Jawab

115
a. Manajemen. Merupakan tanggung jawab manajemen untuk menciptakan
pengendalian intern yang efektif.
b. Dewan direksi dan komite audit. Anggota dewan sebagai harus menentukan
bahwa manajemen telah memenuhi tanggung jawabnya untuk menciptakan dan
memelihara pengendalian intern. Komite audit harus waspada dalam
mengidentifikasi keberadaan penolakan manajemen atas pengendalian atau
pelaporan keuangan yang curang, dan mengambil tindakan yang diperlukan.
c. Auditor internal. Auditor internal harus memeriksa dan mengevaluasi kecukupan
pengendalian intern suatu entitas secara periodik dan membuat rekomendasi
untuk perbaikan, tetapi mereka tidak memiliki tanggung jawab utama untuk
menciptakan dan memelihara pengendalian intern.
d. Personel entitas lainnya. Peran dan tanggung jawab dari semua personel lain
yang menyediakan informasi atau menggunakan informasi harus memahami
bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah
apapun yang tidak sesuai dengan pengendalian atau tindakan melawan hukum
yang mereka temui kepada tingkat yang lebih tinggi.
e. Auditor independen. Sebagai hasil dari proseduraudit laporan keuangan,
seorang auditor eksternal mungkin akan menemukan kekurangan dalam
pengendalian intern yang akan dikomunikasikan kepada manajemen, komite
audit, atau dewan direksi, bersamaan dengan rekomendasi perbaikan.
f. Pihak eksternal lainnya. Pembuat aturan menetapkan persyaratan minimum
untuk pengadaan pengendalian intern oleh entitas-entitas tertentu. Contohnya
adalah Foreign Corrupt Act tahun 1977 dan Federal Deposit Insurance
Corporation Improvement Act tahun 1991.
B. KOMPONEN PENGENDALIAN INTERN
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan suasana dari suatu organisasi yang
mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dan orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian intern
lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. Sejumlah faktor membentuk
lingkungan pengendalian dalam suatu entitas yang diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Integritas dan nilai etika.
Efektivitas dari struktur pengendalian intern bersumber dari dalam diri orang
yang mendesain dan melaksanakannya. Struktur pengendalian intern yang
memadai desainnya, namun dijalankan oleh orang-orang yang idak menjunjung
tinggi integritas dan tidak memiliki etika, akan mengakibatkan tidak terwujudnya
tujuan pengendalian intern.
Dalam rangka menekankan pentingnya integritas dan nilai etika diantara semua
personel dalam organisasi, CEO dan anggota manjamen puncak lainnya harus:

116
1) Menetapkan suasana melalui contoh mendemonstrasikan integritas dan
mempraktekkan standar yang tinggi dari perilaku etis.
2) Mengkomunikasikan kepada semua karyawan, baik secara verbal maupun
melalui pernyataan kebijakan tertulis dan kode etik perilaku bahwa hal yang
sama diharapkan dari mereka bahwa setiap karyawan memiliki tanggung
jawab untuk melaporkan pelanggaran yang ia ketahui atau yang mungkin
akan terjadi pada tingkat kepada tingkat yang yang lebih tinggi dalam
organisasi dan bahwa pelanggaran akan dikenai denda.
3) Memeberikan bimbingan moral kepada karyawan yang memiliki latar
belakang moral kurang baik yang telah mengakibatkan mereka tidak
memperdulikan mana yang baik dan mana yang buruk
4) Mebgurangi atau menghilangkan intensif dan godaan yang dapat
mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, melawan
hukum, atau tidak etis.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Untuk mencapai tujuan entitas, personel di setiap tingkat organisasi harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup
pertimbangan manajemen atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
dan paduan antara kecerdasan, pelatihan dan pengalaman yang dituntut dalam
pengembangan kompetensi.
c. Dewan direksi dan komite audit
Perusahaan-perusahaan indonesia yang go public ada yang telah membentuk
komite audit yang anggotanya seluruh atau terutama terdiri dari pihak luar
perusahaan. Pembentukan ini dtujukan untuk memperkuat independensi auditor
yang oleh masyarakat dipercaya untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban
keuangn yang dilakukan oleh manajemen.
Komposisi dari dewan direksi dan komite audit dan cara mereka melaksanakan
tanggung jawab atas kekuasaan dan kekeliruan memiliki dampak yang besar
terhadap lingkungan pengendalian. Faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas
dari dewan direksidan komite audit termasuk independensi mereka dari
manajemen, yang berhubungan dengan proporsi direksi dari pihak luar
perusahaan, pengalaman dan status dari anggota , sifat dan luasnya keterlibatan
mereka dalam aktivitas manajemen serta pengematan mereka terhadap aktivitas
manajemen; kesesuaian tindak tanduk mereka; tingkat dimana mereka
memberikan dan mencari pertanyaan yang sulit dengan manajemen; serta sifat
dan luasnya interaksi mereka dengan auditor internal dan auditor eksternal.
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen

117
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjdai parameter bagi
perusahaan dan karyawan. Filosofi merupakan apa yang seharusnya dikerjakan
dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perusahaan.
Banyak karakteristik yang dapat membentuk bagian dari filosofi dan gaya
operasi manajemen dan memiliki dampak terhadap lingkungan pengendalian.
Karakterstik tersebut meliputi:
1) Pendekatan untuk mengambil dan memonitoring risiko bisnis
2) Mengandalkan pada pertemuan informal secara langsung dengan
manajemen kunci dibandingkan dengan sistem formal dalam kebijakan
tertulis, indikator kinerja, dan laporan pengecualian.
3) Sikap dan tindakan terhadap pelaporan keuangan
4) Pemilihan secara selektif atau agresif dari prinsip-prinsip akuntansi yang
tersedia
5) Kesadaran dan konservatisme dalam mengembangkan estimasi akuntansi
6) Kesadaran dan pemahaman terhadap risiko yang dihubungkan dengan
tegnologi informasi
7) Sikap terhadap pemrosesan informasi dan fungsi akuntansi serta personel
e. Struktur organisasi
Organisasi dibentuk oelh manusia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Orang
bergabung dalam suatu organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan-
tujaun yang tidak dicapainya dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri.
Struktur organisasi berkoontribusi terhadap kemampuan suatu entitas untuk
memenuhi tujuan dengan menyediakan kerangka kerja menyeluruh atas
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas suatu
entitas. Mengembangkan struktur organisasi suatu entitas biasanya
digambarkan dalam suatu bagian organisasi yang harus secara akurat
merefleksikan garis wewenang dan hubungan pelaporan. Manajemen harus
memberikan perhatian tidak hanya pada struktur operasi operasi entitass tetapi
juga pada struktur informasi dari teknologi dan sistem informasi akuntansi.
Auditor perlu memahami hubungan ini untuk menilai lingkungan pengendalian
secara tepat dan bagaimana hubungan tersebut dapat mempengaruhi efektivitas
pengendalian tertentu.
f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab
Wewenang dan tanggung jawabmencakup penjelasan-penjelasan mengenai
bagaimana dan kepada siapa wewenang dan tanggung jawab untuk semua
aktivitas entitas dibebankan, dan harus memungkinkan setiap individu untuk
mengetahui:
1) Bagaimana tindakannya saling berhubungan denganindividu lainnya dalam
memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan entitas,
2) Setiap individu akan bertanggung jawab atas hal apa.

118
Faktor ini juga mencakup kebijakan berkenaan dengan praktik bisnis yang
sesuai, pengetahuan dan pengalaman personel kunci, dan sumber daya yag
tersedia untuk melasanakan tugas.

g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia


Karyawan merupakan unsur penting dalam setiap struktur pengendalian intern.
Jika perusahaan memiliki karyawan yang berkompeten dan jujur, unsur struktur
pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum, dan perusahaan
tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat
diandalkan. Struktur pengendalian intern yang baik tidak akan dapat
menghasilkan informasi keuangan yang andal jika dilaksanakan oleh karyawan
yang tidak kompeten dan jujur. Namun, karyawan yang kompeten dan jujur
bukan merupakan satu-satunya unsur struktur pengendalian intern. Mereka
dapat bosan dan tidak puas dengan pekerjaan, memiliki masalah pribadi yang
dapat mengganggu pelaksanaan fungsi mereka, atau tujuan mereka tidak lagi
sesuai dengan tujuan perusahaan. Karena pentingnya perusahaan memiliki
karyawan yang kompeten dan jujur agar tercipta lingkungan pengendalian yang
baik, maka penting bahwa kebijakan dan prosedur sumberdaya manusia yang
diterapkan aakan menjaminbahwa personel entitas memiliki tingkat integritas,
nilai etika, dan kompetensi yang diharapkan. Praktik tersebut mencakup
kebijakan perekutan dan proses penyeleksian yang dikembangkan dengan baik;
orientasi personel baru terhadap budaya dan gaya operasi entitas, kebijakan
pelatihan yang mengkomunikasikan peran prospektif dan tanggungjawab;
tindakan pendisiplinan untuk pelanggaran terhadapa perilaku yang diharapkan;
pengevaluasian, konseling, dan mempromosikaan orang berdasarkan penilaian
kinerja periodik; serta program kompensasi yang memotivasi dan memberikan
penghargaan atas kinerja yang tinggi sambil menghindari disinsentif terhadap
perilaku etis.
2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi analisis, dan
pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan laporan
keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Penilaian risiko oleh manajemen juga harus mencakup
pertimbangan khusus atas risiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi seperti
yang diuraikan dalam AU 319.29 :
a. Perubahan dalam lingkungan operasi
b. Personel baru
c. Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi
d. Pertumbuhan yang cepat
e. Teknologi baru

119
f. Lini, produk, atau aktivitas baru
g. Restrukturisasi perusahaan
h. Operasi di luar negeri
i. Pernyataan akuntansi

Menurut mulyadi (1998: 179) penaksiran risiko manajemen harus mencakup


pertimbangan khusu terhadap risiko yang dapat timbul dari perubahan keadaan
seperti:

a) Bidang baru bisnis atau transaksi yang memerluka prosedur akuntansi yang
belum pernah dikenal.
b) Perubahan standar akuntansi
c) Hukum dan peraturan baru
d) Perubahan yang berkitan dengan revisi sistem dan teknologi baru yang
digunakan untuk pengelolahan informasi
e) Pertumbuhan pesat entitas yang menuntut perubahan fungsi pengolahan dan
pelaporan informasi personel yang terlibat didalam fungsi tersebut.
3. Informasi dan Komunikasi
Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan,
yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari metode-metode dan catatan-
catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulakan, menganalisis,
mengklarifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi entitas dan untuk
memelihara akuntabilitas dari aktiva-aktiva dan kewajiban-kewajiban yang
berhubungan. Komunikasi melibatkan penyediaan suatu pemahaman yang jelas
mengenai peran dan tanggung jawab individu berkenaan dengan pengendalian
intren atas pelaporan keuangan.
Transaksi terdiri dari pertukaran aktiva dan jas antara entitas dengan pihak luar, dan
transfer atau penggunaan aktiva dan jasa dalam entitas. Fokus utama kebijakan dan
prosedur pengendalian ayang berkaitan dengan sistem akuntansi adalah bahwa
transaksi dilaksanakan denagn cara yang mencegah salah saji dalam asersi
manajemen dilaopran keuangan. Oleh karena itu, sistem akuntansi yang efektif
dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi
adalah:
a) Sah
b) Telah diotorisasi
c) Telah dicatat
d) Telah dinilai secara wajar
e) Telah digolongkan secara wajar
f) Telah dicatat dalam periode yang seharusnya
g) Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar.

Menurut boynton (2003: 385) suatu sistem akuntansi yang efektif harus :

120
a. Mengidentifikasi dan mencatat hanya transaksi yang valid dari entitas yang
terjadi dalam periode berjalan (keberadaan dan keterjadian)
b. Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi yang valid dari entitas yang
terjadi dalam periode berjalan (asersi kelengkapan)
c. Memastikan aktiva dan kewajiban yang tercatat merupakan hasil dari transaksi
yang memberikan entitas hak untuk, kewajiban untuk, item-item tersebut. (asersi
hak dan kewajiban)
d. Mengukur nilai transaksi dalam suatu cara yang mengijinkan pencatatan nilai
moneter transaksi secara tepat dalam laporan keuangan. (asersi penilaian dan
alokasi)
e. Memperoleh rincian yang mencukupi dari semua transaksi untuk memungkinkan
penyajian secara tepat dalam laporan keuangan, termasuk pengklasifikasian
yang tepat dan pengungkapan yang diperluka. (asersi penyajian dan
pengungkapan)
4. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan dapat
dikategorikan dalam berbagai cara. Salah satu cara adalah sebagai berikut :
a. Pemisahan tugas
Pembagian tugas memisahkan fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi
akuntansi (pencatatan). Dan suatu fungsi tidak boleh melaksanakan semua
tahap suatu transaksi. Tugas dianggap tidak seimbang dari sudut pandang
pengendalian ketika memungkinakn individu untuk melakuakn kekeliruan atau
kecurangan dan kemudian berada pada posisi untuk meutupinya dakam
pelaksanaan tugas normalnya.
Pemisahan tugas yang baik juga melibatkan pembandingan akuntabilitas yang
tercatat dengan aktiva ditangan. Pemisahan tugas dibagi dalam dua jenis
situasi:
1) Tanggungjawab untuk melaksanakan transaksi, mencatat transaksi dan
memelihara penjagaan aktiva yang dihasilkan dari transaksi harus
dibebankan kepada individu atau departemen yang berbeda.
2) Harus terdapat pemisahan tugas yang tepat dalam departemen teknologi
informasi dan antara departemen teknologi informasi dengan departemen
pemakai informasi.

Menurut Mulyadi (1998:184) pembagian tugas dalam organisasi didasarkan


pada prinsip-prinsip berikut:

a) Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dan fungsi akuntansi


b) Pemisahan fungsi otoritas transaksi dari fungsi penyimpanan aktiva yang
bersangkutan
c) Pemisahan fungsi otoritas dari fungsi akuntansi

121
Tujuan dari pemisahan fungsi ini adalah untuk mencegah dan untuk dapat
dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang.

b. Pengendalian pemrosesan informasi


1) Pengendalian umum. Tujuan dari pengendalian umum adalah untuk
mengendalikan pengembangan program, perubahan program, operasi
komputer, dan untuk mengamankan akses terhadap data dan program.
Berikut ada lima jenis pengendalian umum yag diakui secara luas:
a) Pengendalian organisasi dan operasi
b) Pengendalian pengembangan sistem dan dokumentasi
c) Pengendalian perangkat keras dan sistem perangkat lunak
d) Pengendalian akses
e) Pengendalian data dan prosedur
2) Pengendalian aplikasi. Pengendalian aplikasi dirancang untuk memenuhi
persyaratan pengendalian khusus setiap aplikasi. Pengendalian aplikasi
mempunyai tujuan berikut ini:
a) Menjamin bahwa semua transaksi yang telah diotorisasi telah diproses
sekali saja secara lengkap
b) Menjamin bahwa data transaksi lengkap dan teliti
c) Menjamin bahwa pengolahan data transaksi benar dan sesuai dengan
keadaan
d) Menjamin bahwa hasil pengelolahan data dimanfaatkan untuk tujuan
yang telah ditetapkan
e) Menjamin bahwa aplikasi dapat terus menerus berfungsi.

Menurut boynton (2003:394) terdapat tiga kelompok pengendalian aplikasi:

1) Pengendalian masukan. Merupakan pengendalian program yang


dirancang untuk mendeteksi dan melaporkan kekeliruan dalam data
yang dimasukkan untuk diproses. Pengendalian input dirancang untuk
menyediakan keyakinan bahwa data yang diterima untuk pemrosesan
telah diotorisasi secara tepat dan dikonversikan kedalam bentuk yang
dapat dibaca mesin.
2) Pengendalian pemrosesan. Pengendalian pemrosesan dirancang untuk
menyediakan keyakinan yang memadai bahwa pemrosesan komputer
telah dilaksanakan seperti yang ditujuakan untuk aplikasi tertentu.
3) Pengendalian keluaran. Pengendalian ini dirancang untuk memastikan
bahwa hasil pemrosesan adalah benar dan hanya personel yang
memiliki otoritas yang menerima output.
c. Pengendalian fisik.
Pengendalian fisik menaruh perhatian atas pembatasan dua jenis akses ke
aktiva dan catatan yang penting berikut (1) Akses fisik langsung dan (2) akses

122
tidak langsung melalui persiapan atau pemrosesan dokumen seperti pesanan
penjualan dan pengeluaran nota yang mengotorisasi penggunaan atai disposisi
aktiva.
Alat keamanan termasuk penjagaan dilokasi seperti peyimpanan yang aman dari
bahaya api dan ruang pemyimpanan yang terkunci serta penjagaan diluar lokasi.
Pengukuran keamanan termasuk pembatasan akses ke daerah penyimpanan
hanya kepada personen yang memiliki otoritas. Pengendalian fisik juga
melibatkan penggunaan peralatan mekanis dan elektronik dalam melaksanakan
transaksi. Ketika peralatan teknoglogi informasi ddigunakan, akses terhadapa
komputer, catatan komputer, file, data, dan program harus dibatasi pada
personel yang memiliki otorisasi. Penggunaan pasword, kunci dan tanda
pengenal identifikasi menyediakan alat untuk mengendaliakan akses. Akhirnya
pengendalian fisik meliputi perhitungan periodik atas aktiva dan perbandingan
dengan jumlah yang ditunjukkan dalam catatan pengendalian.
d. Review kinerja.
Review atas kinerja mencakup review dan analisis yang dilakukan manajemen
atas:
1) Laporan yang meringkas rincian jumlah yang tercantum dalam akun buku
pembantu, seperti daftar umur piutang usaha, laporan penjualan menurut
daerah pemasaran, wiraniaga, produk dan costumer.
2) Kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan jumlah menurut anggaran,
prakiraan, atau jumlah tahun yang lalu.
3) Hubungan antara serangkaian data, seperti data keuangan dengan data
nonkeuangan (contoh perbandingan dari statistik tingkat hunian hotel
dengan data penerimaan)
5. Pemantauan
Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern
pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian
pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan.
6. Penerapan Komponen pada Entitas Kecil dan Menengah
Kelima komponen pengendalian intern dapat diterapkan entitas dengan semua
ukuran. Namun demikian, tingkat formalitas dan spesifikasi mengenai bagaimana
komponen-komponen tersebut diimplementasikan dapat sangat bervariasi untuk
alasan praktik dan kelayakan. AU 319.15 mengidentifikasi faktor-faktor berikut yang
akan dipertimbangkan dalam memutuskan bagaimana mengimplementasikan setiap
komponen tersebut. Faktor-faktor tersebut yaitu :
a) Ukuran entitas
b) Karakteristik organisasi dan kepemilikan
c) Sifat dari usaha
d) Keanekaragaman dan kompleksitas dari operasi

123
e) Metode pemrosesan data
f) Persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku
C. MEMPEROLEH SUATU PEMAHAMAN MENGENAI PENGENDALIAN INTERN
1. Dampak dari Strategi Audit Pendahuluan
Suatu pemahaman mengenai pengendalian intern diperlukan tanpa memandang
strategi mana yang dipilih. Meskipun tingkat pemahaman untuk merencanakan
bagian audit yang berbeda merupakan masalah pertibangan profesional, namun
pemahaman mengenai pengendalian intern yang lebih mendalam diperlukan
menurut pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah
dibandingkan dengan pendekatan substantif.
AU 319.23 menyarankan beberapa faktor lain yang ahrus dipertimbangkan dalam
mencapai suatu pertimbangan mengenai tingkat pemahaman yang diperlukan:
a) Pengetahuan mengenai klien dari audit terdahulu
b) Penilaian pendahuluan mengenai risiko bawaan dan materialitas
c) Suatu pemahaman mengenai industri dimana entitas beroperasi
d) Kompleksitas serta kecanggian sistem dari operasi entitas, termasuk apakah
metode pemrrosesan informasi didasarkan pada prosedur manual independen
dari komputer atau sangat tergantung pada pengendalian komputer
2. Memahami Komponen Pengendalian Intern
a. Pemahaman Lingkungan Pengendalian
AU 319.26 menyatakan bahwa auditor harus memperoleh pengetahuan
mengenai lingkungan pengendalian yang mencukupi untuk memahami sikap
dan tindakan manajemen serta dewan direksi berkenaan dengan lingkungan
pengendalian, dengan mempertimbangkan baik substansi
pengendalianmaupun dampak kolektif mereka pada pengendalian lain.
b. Pemahaman Penilaian Risiko
AU 319.30 menyatakan bahwa auditor harus menentukan bagaimana
manajemen mengidentifikasi resiko yang relevan terhadap penyajian laporan
keuangan yang wajar, kepedulian mengenai bagaimana ia menilai signifikasi
dari risiko tersebut dan bagaimana ia memutuskan aktivitas pengendalian
atau tindakan lain berkenaan dengan risiko tersebut.
c. Pemahaman Informasi dan Komunikasi
Suatu sistem informasi entitas secara signifikan mempengaruhi risiko salah
saji material dalam laporan keuangan. Secara khusus, sistem akuntansi yang
dirancang dengan baik secara efektif beroperasi harus menyediakan dana
akuntansi yang dapat diandalkan, sementara sistem yang dirancang dengan
buruk akan memberikan hasil sebaliknya.
Menurut Mulyadi (1998:188) memberikan panduan tentang informasi yang
harus dikumpulkan oleh auditor untuk memahami sistem akuntansi kliennya:
1) Golongan utama transaksi dalam kegiatan perusahaan
2) Bagaimana transaksi-transaksi tersebut timbul dan dilaksanakan
3) Catatan akuntansi, dokumen sumber, dokumen pendukung yang
digunakan, informasi yang hanya dapat dibaca dengan mesin, akun yang

124
terkait dalam pelaporan keuangan, termasuk bagaimana komputer
diguanakan untuk mengelolah data tersebut.
4) Proses pegolahan data akuntansi yang dilaukan sejak saat transaksi
terjadi sampai disajikan dalam laporan keuangan, termasuk bagaimana
komputer digunakan untuk mengelolah data tersebut.
5) Proses penyusunan laporan keuangan yang digunakan untuk menyajikan
lapora keuangan perusahaan, termasuk penaksiran akuntansi penting
yang digunakan oleh amnajemen.
d. Pemahaman Aktivitas Pengendalian
AU 319.33 menunjukkan bahwa auditor harus memperoleh suatu
pemahaman tentang aktivitas pengendalian yang relevan dengan
perencanaan audit. Dalam memperoleh suatu pemahaman mengenai
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, serta
komponen pemantauan dari pengendalian intern, auditor secara tidak
langsung akanmemperoleh pengetahuan mengenai beberapa aktivitas
pengendalian.
e. Pemahaman Pemantauan
AU 319.41 menyarankan agar prosedur memperoleh suatu pemahaman
terdiri dari :
1) Review pengalaman masa lalu dengan klien
2) Mengajukan pertanyaan kepada manajemen, pengawas, dan staf
personel yang tepat
3) Memeriksa dokumen dan catatan
4) Mengamati aktivitas dan operasi entitas
3. Prosedur untuk Memperoleh suatu Pemahaman
AU 319.41 menyarankan agar prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman terdiri
dari:
a) Review pengalaman masa lalu dengan klien
b) Mengajukan pertanyaan kepada manajemen, pengawas dan staf perseonel yang
tepat
c) Memeriksa dokumen dan catatan
d) Mengamati aktivitas dan operasi entitas
D. MENDOKUMENTASIKAN PEMAHAMAN
1. Kuesioner
Kuesioner terdiri dari serangkaian pertanyaan mengenai pengendalian intern yang
perlu dipertimbangkan auditor untuk mencegah salah saji yang material dalam
laporan keuangan.beberapa kantor akuntan menggunakan kuesioner yang berbeda
untuk klien besar dan klien kecil.
Kebaikan penggunaan kuisoner pengendalian intern baku adalah memeberikan
pedoman bagi auditor dalam mengajukan pertanyaan mengenai informasi struktur
pengendalian intern yang berlaku dalam berbagai jenis perusahaan. Dilain pihak,
kelemahan dari penggunaan kuisoner pengendalian intern baku adalah:
a) Kemungkinan menimbulkan kecenderungan bagi penanya untuk menyalin data
jawaban yang pernah diperoleh dari tahun sebelumnya

125
b) Seringkali kuesioner pengendalian intern baku yang hanya merupakan cara
untuk mengumpulkan data, dianggap sebagai hasil akhir sehingga penanya
seringkali tidak memahami kenyataan yang ada dibalik jawaban ya dan tidak
yang tercantum didalamnya.
2. Bagan Arus
Bagan arus (flowcharts) adalah suatu diagram sistematik dengan menggunakan
simbol-simbol terstandarisasi, garis arus yang saling berhubungan, dan keterangan
yang menggambarkan langkah-langkah yang terlibat dalam memproses informasi
melalui sistem informasi.
Bagan arus dirancang untuk bekerja dengan suatu uraian naratif yang
menggambarkan pengendalian dalam detail tambahan. Bagan arus menunjukkan:
a) Alur transaksi dari mulainya ttransaksi hingga pengikhtisaran dalam buku besar
umum
b) Fungsi-fungsi penting yang dimasukkan dalam bagan arus
c) Pendokumentasian jejak audit
d) Laporan penting yang diproduksi oleh sistem akuntansi
e) Program dan arsip komputer dimana informasi disimpan
3. Memorandum Naratif
Memorandum naratif terdiri dari komentar-komentar tertulis berkenaan dengan
pertimbangan auditor atas pengendalian intern. Memorandum dapat digunakan
untuk melengkapi bagan arus atau bentuk pendokumentasian lain dengan
meringkas keseluruhan pemahaman auditor mengenai pengendalian intern,
komponen individu dari pengendalian intern, atau kebijakan.

Materi IX: MENILAI RISIKO PENGENDALIAN DAN UJI PENGENDALIAN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan risiko pengendalian
b. Menjelaskan uji pengendalian dan kepatuhan
c. Menjelaskan pertimbangan lainnya

Pembahasan Materi:

126
A. MENILAI RISIKO PENGENDALIAN/PENGUJIAN PENGENDALIAN
Menilai risiko pengendalian (assessing control risk) merupakan suatu proses
mengevaluasi efektivitas pengendalian intern suatu entitas dalam mencegah atau
mendeteksi salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Tujuan dari menilai resiko pengendalian (assessing controlis) adalah untuk membantu
auditor dalalm membuat suatu pertimbangan mengenai resiko salah saji yang material
dalam asersi laporan keuangan. Penilaian resiko pengendalian melibatkan
pengevaluasian terhadap efetivitas dari (1) rancangan dan (2) pengoperasian
pengendalian. Menilai resiko pengendalian juga membantu auditor dalam membuat
keputusan mengenai sifat, waktu dan cakupan dari prosedur audit. Pada dasarnya
pengujian pengendalian (test of control) menyediakan bukti sebagai bagian dari dasar
yang memadai untuk mengeluarkan opini auditor.
Resiko pengendalian, seperti komponen lain dalam model resiko audit, di nilai dalam
asersi nilai keuangan individual. Sistem akuntansi berfokus pada pemrosesan transaksi,
dan banyak aktifitas pengendalian berhubungan dengan pemrosesan suatu jenis
transaksi tertentu. Oleh karena itu, adalah umum memulai dengan menilai resiko
pengendalian atas asersi kelas transaksi seperti asersi keberadaan atau keterjadian,
asersi kelengkapan, dan asersi penilaian serta alokasi untuk penjualan kredit dan
penerimaan kas. Penilaian tersebut kemudian di kombinasikan dengan tepat dalam
menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun yang berhubungan yang di
pengaruhi oleh kelas transaksi. Sebagai contoh, penilaian risiko pengendalian yang
relevan untuk penjualan dan penerimaan kas di anggap memenuhi penilaian untuk
asersi saldo piutang usaha. Adalah penting untuk mengingat bahwa penilaian risiko
pengendalian di buat untuk asersi individual, bukan untuk pengendalian intern secara
keseluruhan, komponen pengendalian intern individual, atau kebijakan atau prosedur
individual.
Dalam membuat penilaian risiko pengendalian untuk suatu asersi adalah penting bagi
auditor untuk :
1. Mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur untuk memperoleh
suatu pemahaman mengenai apakah pengendalian yang berhubungan dengan
asersi telah dirancang dan diterapkan dalam operasi oleh manajemen entitas
2. Mengidentifikasikan salah saji potensial yang dapat muncul dalam asersi entitas
3. Mengidentifikasikan pengendalian yang diperlukan yang mungkin akan mencegah
atau mendeteksi dan memperbaiki salah saji
4. Melaksanakan pengujian pengendalian terhadap pengendalian yang diperlukan
untuk menentukan efektivitas rancangan dan pengoperasian dari pengendalian
tersebut
5. Mengevaluasi bukti dan membuat penilaian

127
Langkah keempat, yaitu melaksanakan pengujian pengendalian, tidak diperlukan ketika
risiko pengendalian dinilai berada pada tingkat maksimum. Setiap langkah dalam
proses penilaian ini akan dibahas dalam bagian berikut.

1. Mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur untuk memperoleh


suatu pemahaman
Auditor melaksanakan prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman (procedures
to obtain an understanding) mengenai pengendalian intern untuk asersi laporan
keuangan yang signifikan. Auditor mendokumentasikan pemahaman dalam bentuk
kuisioner pengendalian intern yang telah dilengkapi, bagan arus, dan atau
memorandum naratif. Analisis mengenai pendokumentasian merupakan titik awal
untuk menilai risiko pengendalian. Secara khusus, AU 319.19 menyatakan
pemahaman sebaiknya digunakan oleh auditor untuk (1) mengidentifikasi jenis
salah saji potensial dan (2) mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi
risiko salah saji material, seperti apakah pengendalian yang diperlukan untuk
mencegah atau mendeteksi dan memperbaiki salah saji telah dirancang dan
ditetapkan dalam operasi. Oleh karena itu, untuk kebijakan dan prosedur yang
relevan dengan asersi tertentu, auditor mempertimbangkan dengan dengan hati-
hati jawaban Ya, Tidak, dan Tidak dapat digunakan, komentar tertulis dalam
kuesioner, dan kekuatan serta kelemahan yang dicatat dakam bagan arus dan
memorandum naratif.
Ketika auditor memperoleh suatu pemahaman mengenai pengendalian intern, ia
biasanya akan membuat pertanyaan, mengamati pelaksanaan tugas dan
pengendalian, serta memeriksa dokumen-dokumen. Dalam proses tersebut auditor
mungkin akan memperoleh bukti yang akan mengizinkannya untuk menilai risiko
pengendalian dibawah maksimum. Biasanya bukti tersebut tidak cukup untuk
mengizinkan auditor menilai risiko pengendalian pada tingkat yang rendah, tapi
bukti tersebut mungkin cukup untuk mendukung suatu risikopengendalian yang
tinggi. Auditor mungkin akan merasa bebas untuk menempatkan suatu penilaian
pada bukti yang dikumpulkan sementara memperoleh suatu pemahaman mengenai
pengendalian intern.

2. Mengidentifikasi salah saji potensial


Beberapa kantor akuntan publik menggunakan perangkat lunak komputer yang
menghubungkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tertentu dalam kuesioner
yang terkomputerisasi dengan salah saji potensial untuk asersi-asersi tertentu.
Akan tetapi, auditor perlu memahami logika bahwa system pendukung keputusan
yang terkomputerisasi digunakan untuk mengevaluasi pengendalian intern dan

128
untuk menilai salah saji potensial yang dapat muncul dalam asersi laporan
keuangan tertentu.
Salah saji potensial dapat diidentifikasikan untuk asersi yang berhubungan dengan
setiap kelas transaksi utama dan untuk asersi yang berhubungan dengan setiap
saldo akun yang signifikan. Sebagai contoh, salah saji potensial dapat diidentifikasi
untuk asersi pengeluaran kas- kas dan hutang usaha. Cara dimana salah saji
dalam asersi kelas transaksi dapat mempengaruhi asersi saldo akun dijelaskan
dalam bagian sealjutnya. Contoh dari salah saji potensial untuk beberapa asersi
yang berkaitan dengan transaksi pengeluaran kas ditunjukkan dalam kolom
dbawah:

Salah saji potensial Pengendalian yang Pengujian pengendalian


diperlukan
Suatu pengeluaran kas Komputer mencocokkan Menggunakan teknik-
dapat dibuat untuk informasi cek dengan teknik audit dengan
tujuan yang tidak informasi yang mendukung bantuan komputer, seperti
diotorisasi (keberadaan tanda bukti dan hutang data pengujian untuk
atau keterjadian untuk usaha untuk setiap menguji pengendalian
transaksi yang valid) transaksi pengeluaran aplikasi komputer
Hanya personel dengan Mengamati individu-
otorisasi yang diizinkan individu yang menangani
untuk menjalankan pengeluaran kas dan
program dan mneangani membandingkannya
cek yang dicetak dan dengan daftar personel
ditandatangani komputer yang memiliki otorisasi
Pemisahan tugas dalam Mengamati pemisahan
menyetujui tanda bukti tugas
(voucher) pembayaran dan
menandatangani cek
Suatu tanda bukti Komputer secara elektronik Menggunakan teknik-
mungkin dibayar dua membatalkan tanda bukti teknik audit dengan
kali (keberadaan dan dan informasi pendukung bantuan komputer, seperti
keterjadian dari ketika cek diterbitkan data pengujian untuk
transaksi yang valid) menguji pengendalian
aplikasi komputer
Memberi tanda pada bukti Mengemati pemberian cap
pembayaran dan dokumen kepada dokumen dan/
pendukung dengan tanda atau memeriksa sampael
luns ketika cek diterbitkan dari dokumen yang telah

129
dibayar untuk memeriksa
adanya tanda lunas
Suatu cek dapat Komputer mencocokkan Menggunakan teknik-
diterbitkan untuk jumlah informasi cek dengan teknik audit dengan
yang salah atau dicatat informasi yag mendukung bantuan komputer, seperti
dalam jumlah yang tanda bukti dan hutang data pengujian untuk
salah (penilaian atau usaha untuk setiap menguji pengendalian
alokasi) transaksi pengeluaran aplikasi komputer
Komputer Menggunakan teknik-
membandingkanjumlah cek teknik audit dengan
yang diterbitkan dengan bantuan komputer, seperti
jumlah yang dicatat dalam data pengujian untuk
pengeluaran kas menguji pengendalian
aplikasi komputer
Rekonsiliasi bank Mengamati kinerja
independen secara rekonsiliasi bank dan/ atau
periodik memeriksa rekonsiliasi
bank.
Tabel 1: salah saji material, pengendalian yang diperlukan, dan pengujian
pengendalian transaksi pengeluaran kas

3. Mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan.


Seorang auditor dapat mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan yang
mungkin dapat mencegah atau mendeteksi dan memperbaiki salah saji potensial
tertentu dengan menggunakan perangkat lunak computer yang memroses jawaban
kuesioner pengendalian intern atau dengan secara manual menggunakan daftar.
Kolom kedua dalam dalam tabel diatas mengilustrasikan pengendalian potensial
untuk asersi laporan keuangan tertentu. Perhatikan bahwa dalam beberapa kasus,
beberapa pengendalian dapat berkaitan dengan suatu salah saji potensial tertentu.
Dalam kasus lain, suatu pengendalian tunggal dapat diaplikasikan .
Menspesifikasikan pengendalian yang diperlukan juga memerlukan pertimbangan
mengenai situasi dan penilaian. Sebagai contoh, jika terdapat volume transaksi
pengeluaran kas yang tinggi, maka pemeriksaan independen antara antara
rinkasan harian dari cek-cek yang disetujui untuk diterbitkan dengan pemasukan
dalam jurnal pengeluaran kas, yang memungkinkan pendeteksian secara tepat
waktu dari salah saji, mungkin diperlukan. Jika volume transaksi pengeluaran kas
kecil dan pendeteksian yang tepat waktu dari salah saji tidak penting, maka
rekonsiliasi bank harian secara independen dan periodik mungkin sudah cukup

130
untuk mengkompensasi kurangnya pengujian independen harian. Dalam situasi
tertentu, rekonsiliasi bank dapat dianggap sebagai pengendalian kompensasi.
Pengendalian yang diperlukanyag ditujukkan dalam tabel 1 diatas, baik
pengendalian aplikasi maupun pengendalian manual, dapat diklasifikasika sebagai
bagian dari komponen aktivitas pengendalian dari pengendalian internal. Auditor
seharusnya menyadari bahwa beberapa pengendalian yang berkaitan dengan
komponen pengendalian intern lain dapat secara simultan mempengaruhi risiko
salah saji potensial dalam asersi yang berkaitan dengan beberapa kelas transaksi
atau saldo akun. Sebagai contoh, kompetensi dan kepercayaan yang dapat
diperoleh dari manajer-manajer tertentu, dan jawaban juga karyawan yang terlibat
dalam pemrosesan transaksi pengeluaran kas, dapat mempengaruhi asersi untuk
kelas transaksi. Pada kenyataannya, kurangnya kompetensi dan tingkat
kepercayaan pada manajer atau karyawan kunci dapat mengurangi efektivitas dan
aktivitas pengendalian lainnya. Oleh karena itu, auditor harus mengasimilasikan
informasi mengenai berbagai jenis pengendalian yang mungkin berhubungan
dengan komponen pengendalian intern dalam mempertimbangkan risiko salah saji
potensial untuk asersi tertentu.
Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur utuk memperoleh suatu
pemahamandan mengidentifikasi salah saji material serta pengendalian yang
diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi dan memperbaiki salah saji, auditor
dapat membuat suatu perkiraan awal dan risiko pengendalian. Akan tetapi,
meskipun memilki pemahaman yang lengkap mengenai rancangan pengendalian
dan apakah sudah diterapkan dalam operasi, namun hal itu hanya memungkinkan
auditor untuk menilai risiko pengendalian pada tingkat maksimium. Untuk
memperoleh suatu penilaian risiko pengendalian dibawah maksimum, baik
bersamaan dengam memperoleh suatu pemahaman maupun lagkah selanjutnya,
harus diperoleh bukti mengenai efektivitas rancangan dan operasis dari
pengendalian yang diperlukan.
4. Melaksanakan pengujian pengendalian
Pengujian yang dideskripsikan termasuk teknik audit dengan bantuan computer,
bukti pendokumentasian inspeksi, pertanyaan terhadap personel, dan mengamati
personel klien dalam melaksanakan pengendalian. Hasil dari setiap pengujian
pengendalian seharusnya menyediakan bukti mengenai efektivitas dari rancangan
dan operasi dari pengendalian yang diperlukan. Sebagai contoh, dengan
menggunakan teknik audit dengan bantuan komputer untuk menguji bahwa
komputer membandingkan jumlah cek yang diterbitkan dengan pemasukan dan
pengeluaran kas, auditor memperoleh bukti mengenai efektivitas pengendalian
terhadap transaksi pengeluaran kas.

131
Dalam menentukan pengujian yang akan dilaksanakan, auditor mempertimbangkan
jenis bukti yang tersedia dan biaya pelaksanaan pengujian. Ketika pengujian yang
akan dilaksanakan telah dipilih, auditor biasaya menyiapkan suatu program audit
tertulis untuk pengujian pengendalian yang terencana.
5. Mengevaluasi bukti dan membuat penilaian
Penilaian akhir dari risiko pengendalian untuk asersi laporan keuangan didasarkan
pada pengevaluasian bukti yang diperoleh dari (1) prosderu utuk memperoleh
pemahaman mengenai pengendalian intern, dan (2) pengujia pengendalian yang
berhubungan. Menentukan tingkat risiko pengendalian yang dinilai merupakan
masalah pertimbangan professional. AU 319.64 menyarankan agar auditor
mempertimbangkan jenis bukti, sumber bukti, batas watu dan keberadaan dari bukti
lain yang berhubugan dengan penilaian risiko pengendalian ketika membuat
pertimbangan tersebut.
Sebagai contoh, pendokumentasian dari rancangan dan pengoperasian aktivitas
pengendalian yang dilaksanakan oleh suatu komputer mungkin tidak ada hingga
auditor dapat memilih untuk menggunakan teknik dengan bantuan komputer untuk
melaksanakan ulang (reform) penerapan pengendalian yang relevan. Dengan
memperhatikan sumber bukti, pengamatan pribadi auditor secara langsung
terhadap pemisahan tugas biasanya menyediakan lebih banyak keyakinan
daripada membuat pertanyaan mengenai individu. Namun demikian, auditor
seharusnya mempertimbangkan bahwa penerapan yang diamati dari suatu
pengendalian mungkin tidak dilaksanakan dengan cara yang sama ketika auditor
tidak hadir. Ketika mengevaluasi batas waktu Pengujian pengendalian,a auditor
seharusanya mempertimangkan bahwa bukti yang diperoleh oleh beberapa
pengujian pengendalian berkaitan hanya dengan titik waktu dimana prosedur audit
diterapkan. Sebagai contoh, auditor dapat menguji operasi dari suatu proseddur
pengendalian aplikasi komputer pada suatu titik waktu tertentu utnuk memeperoleh
bukti mengenai apakah program melaksanakan pengedalian secara efektif. Untuk
menyeimbangkan, auditor dapat melaksanakan pengujian pengendalian terhadap
rancangan dan pengoperasian pengendalian umum komputer selama periode audit
umntuk memperoleh bukti mengenai apakah aktivitas pengendalian terprogram
dioperasikan secara konsisten selama periode audit.
Akhirnya, jika berbagai jenis bukti mendukung kesimpulan yang sama mengenai
efektivitas suatu pengendalian, tingkat keyakinan meningkat. Sebaliknya, jika bukti-
bukti yang ada mendukung beberapa kesimpulan yang berbeda, tingkat keyakinan
menurun. Sebagai contoh, teknik audit dengan bantuan komputer dapat
menunjukkan bahwa komputer telah melaporkan pengecualian secara tepat dalam
laporan pengecualian, tapi pertanyaan auditor mengenai orang yang

132
mneindaklanjuti laporan pengecualian menunjukkan bahwa terdapat kekurangan
dalam pemahaman prosedur pengendalian yang diterapkan. Bukti lisan selanjutnya
akan mengurangi keyakinan yang diperoleh dari pengujian pengendalian yang
mengidentifikasi transaksi utnuk ditindaklanjuti.
Pengevaluasian bukti melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam menarik suatu kesimpulan mengenai efektivitas pengendalian intern, auditor
sering kali menggunakan petunjuk pengendalian menegnai frekuensi
penyimpangan yang dapat ditoleransi, yang biasanya diekspresikan dalam bentuk
presentase, dari pelaksanaan suatu pengendalian yang sesuai.
Penilaian risiko pengendalian dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (seperti,
terdapat 10% risiko bahwa pengendalian yang relevan tidak akan mencegah atau
mendeteksi dan memperbaiki jenis salah saji tertentu) atau secara kualitatif
(seperti, terdapat suatu risiko yang rendah bahwa pengendalian yang relevan tidak
akan mencegah atau mendeteksi dan memperbaiki jenis salah saji tertentu). Perlu
diketahui bahawa menilai risiko untuk suatu asersi merupakan faktor kritis dalam
menentukan tingkat risiko detetksi yang dapat diterima untuk asersi tersebut,
dimana pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pengujian substantif yang
direncanakan termasuk sifat, waktu, luas, dan penentuan staf pada pengujian yang
akan dilaksanakan untuk melengkapi audit. Jika risiko penegndalian dinilai terlalu
rendah, risiko deteksi mungkin ditetapkan terlalu tinggi dan auditor mungkin tidak
melaksanakan pengujian substantif yang mencukupi, yang akan menghasilkan
suatu audit yang tidak efektf. Sebaliknya, jika risiko pengendalian ditetapkan terlalu
tinggi, pengujian substantif yang dilakukan mungkin lebih banyak dari sebenarnya
diperlukan, sehingga menghasilkan audit yang tidak efisien.

B. MENILAI RISIKO PENGENDALIAN DALAM SUATU LINGKUNGAN TEKNOLOGI


INFORMASI
1. Strategi untuk melaksanakan pengujian pengendalian
Tiga strategi yang berhubungan dengan penilaian risiko pengendalian adalah :
a. Menilai risiko pengendalian berdasarkan pengendalian pemakai
b. Merencanakan suatu penilaian risiko pengendalian yang rendah berdasarkan
pengendalian aplikasi
c. Merencanakan suatu penilaian risiko pengendalian yang tinggi berdasarkan
pada pengendalian umum dan tindak lanjut manual

a) Pengendalian pemakai
Dalam banyak kasus, klien mungkin merancang prosedur manual untuk menguji
kelengkapan dan keakuratan dari transaksi yang diproses oleh komputer.
Sebagai contoh, manajer yang mengenal denagn baik transaksi yang berada
dalam otoritasnya mungkin menunjau suatu daftar pembelian yang dibebankan

133
ke dalam akun mereka. Alternatif lain, seorang individu dalam suatu departemen
pemakai dapat membandingkan output yang dihasilkan oelh komputer dengan
dokumen sumber yang mendukung transaksi. Meskipun kedua pengendalian ini
dapat mendeteksi dan memperbaiki salah saji, namun opengendalian yang
terakhir dilaksanakan dengan tingkat rincian yang lebih tinggi dan mungkin
menyediakan suatu tingkat keyakinan yang lebih tinggi dan bahwa salah saji
telah dideteksi dan diperbaiki.
Jika terdapat prosedur semacam itu, maka auditor dapat menguji pengendalian
pemakai yang berhubungan dengan suatu asersi secara langsung, serupa
dengan pengujian pengendalian dalam struktur manual. Keunggulan dari strategi
ini adalah tidak diperlukannya pengujian terhadap komplektisitas program
komputer.
b) Pengendalian Aplikasi.
Banyak perusahaan memiliki beberapa tingkatan pengendalian manajemen yang
menyediakan suatu tingkat peninjauan transaksi yang lebih tinggi yang menjadi
tanggungjawab mereka. Namun demikian, pengendalian manajemen tersebut
mungkin tidak menyeddiakan keyakinan yang cukup sehingga memungkinkan
auditor utnuk mengurangi risiko pengendalian hingga suatu tingkat yang rendah.
Sebagai akibatnnya, auditor mungkin merencanakan suatu strategi untuk menilai
risiko pengendalian pada tingkat yang rendah berdasarkan pengendalian
aplikasi komputer.Dalam rangka melaksanakan strategi ini auditor seharusnya :
1. Menguji pengendalian aplikasi computer
2. Menguji pengendalian umum computer
3. Menguji tindak lanjut manual untuk pengecualian yang dicatat oleh
pengendalian aplikasi
Untuk meningkatkan ketepatan waktu dari bukti, audit melaksanakan pengujian
pengendalian berkaitan dengan modifikasi dan penggunaan program tersebut
untuk menguji apakah pengendalian yang terprogram beroperasi secara
konsisten selama periode audit.
c) Pengendalian umum dan prosedur tindak lanjutan
Internal Control Audit Guide menyajikan suatu strategi audit yang
memungkinkan auditor untuk menyelesaikan tugas ini berdasarkan bukti
mengenai efektivitas pengendalian umum dan prosedur tindak lanjut manual.
Ketika menguji pengendalian umum, biasanya auditor akan mempelajari
efektivitas rancangan dan menguji pengendalian aplikasi. Sebagai tambahan,
auditor dapat membuat kesimpulan mengenai efektivitas pengendalian aplikasi
dan mengidentifikasikan pengecualian menlalui pengajuan pertanyaan kepada
individu yang berpengetahuan yang melaksanakan prosedur tindak lanjut
manual.

134
2. Teknik audit berbantuan komputer
TABK meliputi penggunaan computer untuk secara langsung menguji pengendalian
aplikasi. Pengujian ini digunakan secara ekstensif dalam menguji rutinitas validasi
pemasukan dan pengendalian pemrosesan terprogram.
Teknik audit berbantuan komputer penting yang digunakan untuk menguji
pengoperasian dari pengendalian aplikasi terprogram tertentu termasuk (1) simulasi
pararel, (2) pengujian data, (3) fasilitas pengujian terintegrasi, dan (4) pemantauan
yang berkelanjutan atas sistem real-time online.
a) Simulasi parallel
Dalam simulasi paralel data perusahaan actual diproses ulang dengan
menggunakan suatu program perangkat lunak yang dikendalikan oleh auditor.
Pendekatan ini memiliki keuntungan sebagai berikut :
1) Karena digunakan data riil,maka auditor dapat memeriksa transaksi dengan
menulusurinya ke dokumen sumber dan persetujuan
2) Ukuran sampel dapat dikembangkan dengan biaya tambahan yang relative
kecil.
3) Auditor dapat secara independen menjalankan pengujian
Jika auditor memutuskan untuk menggunakan simulasi pararel, maka perhatian
haris diberikan guna menentukan bahwa data yang terpilih untuk simulasi
mewakili transaksi aktual klien. Juga bahwa sistem klien dapat melakukan
operasi yang berada diluar kapasitas perangkat lunak komputer.
b) Data pengujian
Dengan pendekatan ini transaksi buatan disiapkan oleh auditor dan diproses
menurut pengendalian auditor dengan program computer klien. Metode ini
memiliki beberapa kekurangan yaitu :
4) Program klien diuji hanya pada titik waktu tertentu dan tidak sepanjang
periode
5) Metode yang digunakan adalah suatu pengujian dimana hanya
pengendalian yang ada dan yang berfungsi yang diuji oleh program
6) Tidak terdapat pemeriksaan dokumentasi secara actual diproses oleh
system
7) Operator computer mengetahui bahwa data pengujian sedang dijalankan,
sehigga dapat mengurangi validitas output
8) Lingkup pengujian terbatas pada imajinasi auditor dan pengetahuan tentang
pengendalian dalam aplikasi
c) Fasilitas pengujian integrasi
Pendekatan ini membutuhkan pembentukan suatu subsistem yang kecil dalam
system teknologi informasi regular. Data pengujian, yang diberi kode secara
khusus untuk berhubungan dengan file master buatan, diperkenalkan ke dalam
system bersamaan dengan transaksi actual. Metode ITF memiliki kelemahan
yaitu, risiko potensial terjadinya kekeliruan dalam data klien. Selain itu,

135
modifikasi juga mungkin diperlukan dalam program klien untuk mengakomodasi
data buatan.
d) Pemantauan yang berkelanjutan terhadap system OLRT
Pendekatan ini tidak digunakan secara luas oleh auditor karena kontaminasi
terhadap file data dan kesulitan dalam menyimpan data hipotesis. Modul audit ini
menyediakan suatu cara bagi auditor untuk memilih transaksi yang memiliki
karakteristik penting bagi auditor.
1) Memberi label pada transaksi. Meliputi penempatan suatu indicator atau
label pada transaksi tertentu. Adanya label ini mebuat transaksi dapat
ditelusuri melalui system ketika sedang diproses.
2) Log audit. Adalah suatu catatan mengenai aktivitas pemrosesan tertentu,
digunakan untuk mencatat kejadian yang memenuhi criteria yang ditentukan
auditor ketika mereka muncul pada titik tertentu dalam system.
3. Menilai pengendalian teknologi informasi
Proses untuk menilai risiko pengendalian adalah sama baik ketika klien
menggunakan pengendalian manual, pengendalian yang mengambil keuntungan
teknologi informasi atau keduanya. Penting untuk (1) mempertimbangkan
pengetahuan yang diperoleh dari prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman,
(2) mengidentifikasikan salah saji potensial yang muncul dalam asersi, (3)
mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi
dan memperbaiki salah saji tersebut, (4) melaksanakan pengujian pengendalian, (5)
mengevaluasi bukti dan membuat penilaian.
Menurut IAPI (SPAP seksi 314 alinea 5-8) Pengendalian intern atas pengolahan
komputer, yang dapat membantu pencapaian tujuan pengendalian intern secara
keseluruhan, mencakup baik prosedur manual maupun prosedur yang didesain
dalam program komputer. Prosedur pengendalian manual dan komputer terdiri
atas pengendalian menyeluruh yang berdampak terhadap lingkungan SIK
(pengendalian umum SIK) dan pengendalian khusus atas aplikasi akuntansi
(pengen aplikasi SIK).
a) Pengendalian Umum SIK
Tujuan pengendalian umum (general control) SIK adalah untuk membuat
rerangka pengendalian menyeluruh atas aktivitas SIK dan untuk memberikan
tingkat keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian intern secara
keseluruhan dapat tercapai. Pengendalian umum meliputi:
a. Pengendalian organisasi dan manajemen-didesain untuk menciptakan
rerangka organisasi aktivitas SIK, yang mencakup:
(1) Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan fungsi pengendalian.
(2) Pemisahan semestinya fungsi yang tidak sejalan (seperti penyiapan
transaksi masukan, pemrograman, dan operasi komputer).
b. Pengendalian terhadap pengembangan dan pemeliharaan sistem
aplikasi-didesain untuk memberikan keyakinan memadai bahwa sistem

136
dikembangkan dan dipelihara dalam suatu cara yang efisien dan melalui
proses otorisasi semestinya. Pengendalian ini juga didesain untuk
menciptakan pengendalian atas:
(1) Pengujian, perubahan, implementasi, dan dokumentasi sistem baru
atau sistem yang direvisi.
(2) Perubahan terhadap sistem aplikasi.
(3) Akses terhadap dokumentasi sistem.
(4) Pemerolehan sistem aplikasi dan listing program dari pihak ketiga.
c. Pengendalian terhadap operasi sistem-didesain untuk mengendalikan
operasi sistem dan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa:
(1) Sistem digunakan hanya untuk tujuan yang telah diotorisasi.
(2) Akses ke operasi komputer dibatasi hanya bagi karyawan yang telah
mendapat otorisasi.
(3) Hanya program yang telah diotorisasi yang digunakan.
(4) Kekeliruan pengolahan dapat dideteksi dan dikoreksi.
d. Pengendalian terhadap perangkat lunak sistem-didesain untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa perangkat lunak sistem diperoleh
atau dikembangkan dengan cara yang efisien dan melalui proses otorisasi
semestinya, termasuk:
(1) Otorisasi, pengesahan, pengujian, implementasi, dan dokumentasi
perangkat lunak sistem baru dan modifikasi perangkat lunak sistem.
(2) Pembatasan akses terhadap perangkat lunak dan dokumentasi
sistem hanya bagi karyawan yang telah mendapatkan otorisasi.
e. Pengendalian terhadap entry data dan program-didesain untuk
memberikan keyakinan bahwa:
(1) Struktur otorisasi telah ditetapkan atas transaksi yang dimasukkan ke
dalam sistem.
(2) Akses ke data dan program dibatasi hanya bagi karyawan yang telah
mendapatkan otorisasi.
Terdapat penjagaan keamanan SIK yang lain yang memberikan kontribusi
terhadap kelangsungan pengolahan SIK. Hal ini meliputi:
a. Pembuatan cadangan data program komputer di lokasi di luar perusahaan.
b. Prosedur pemulihan untuk digunakan jika terjadi pencurian, kerugian, atau
penghancuran data baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
c. Penyediaan pengolahan di lokasi di luar perusahaan dalam hal terjadi
bencana.
b) Pengendalian Aplikasi SIK
Tujuan pengendalian aplikasi (application control) SIK adalah untuk menetapkan
prosedur pengendalian khusus atas aplikasi akuntansi untuk memberikan
keyakinan memadai bahwa semua transaksi telah diotorisasi dan dicatat, serta
diolah seluruhnya, dengan cermat, dan tepat waktu. Pengendalian aplikasi
mencakup:

137
a. Pengendalian atas masukan-didesain untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa:
(1) Transaksi diotorisasi sebagaimana semestinya sebelum diolah dengan
komputer.
(2) Transaksi diubah dengan cermat ke dalam bentuk yang dapat dibaca
mesin dan dicatat dalam file data komputer.
(3) Transaksi tidak hilang, ditambah, digandakan, atau diubah tidak
semestinya.
(4) Transaksi yang keliru ditolak, dikoreksi, dan jika perlu, dimasukkan
kembali secara tepat waktu.
b. Pengendalian atas pengolahan dan file data komputer-didesain untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa
(1) Transaksi, termasuk transaksi yang dipicu melalui sistem, diolah
semestinya oleh komputer.
(2) Transaksi tidak hilang, ditambah, digandakan, atau diubah tidak
semestinya.
(3) Kekeliruan pengolahan diidentifikasi dan dikoreksi secara tepat waktu.
c. Pengendalian atas keluaran-didesain untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa:
(1) Hasil pengolahan adalah cermat.
(2) Akses terhadap keluaran dibatasi hanya bagi karyawan yang telah
mendapatkan otor
(3) Keluaran disediakan secara tepat waktu bagi karyawan yang
mendapatkan oton semestinya.
d. Pengendalian masukan, pengolahan, dan keluaran dalam sistem on-line
(1) Pengendalian masukan pada sistem on-line-didesain untuk
memberikan key bahwa:
- Transaksi di-entry ke terminal yang semestinya.
- Data di-entry dengan cermat.
- Data di-entry ke periode akuntansi yang semestinya.
- Data yang di-entry telah diklasifikasikan dengan benar dan pada nilai
transaks' sah (valid).
- Data yang tidak sah (invalid) tidak di-entry pada saat transmisi.
- Transaksi tidak di-entry lebih dari sekali.
- Data yang di-entry tidak hilang selama masa transmisi
berlangsung.
- Transaksi yang tidak berotorisasi tidak di-entry selama transmisi
berlangsung.
(2) Pengendalian pengolahan pada sistem on-line--didesain untuk
memberikan keyakinan bahwa:
(i) Hasil penghitungan telah diprogram dengan benar.
(ii) Logika yang digunakan dalam proses pengolahan adalah
benar.
(iii) File yang digunakan dalam proses pengolahan adalah
benar.

138
(iv) Record yang digunakan dalam proses pengolahan adalah
benar.
(v) Operator telah memasukkan data ke komputer console
yang semestinya.
(vi) Tabel yang digunakan selama proses pengolahan adalah
benar.
(vii) Selama proses pengolahan telah digunakan standar
operasi (default) yang semestinya.
(viii) Data yang tidak sah tidak digunakan dalam proses
pengolahan.
(ix) Proses pengolahan tidak menggunakan program dengan
versi yang salah.
(x) Hasil penghitungan yang dilakukan secara otomatis oleh
program adalah sesuai dengan kebijakan manajemen entitas.
(xi) Data masukan yang diolah adalah data yang
berotorisasi.
(3) Pengendalian keluaran pada sistem on-line-didesain untuk
memberikan keyakinan bahwa:
(i) Keluaran yang diterima oleh entitas adalah tepat dan
lengkap.
(ii) Keluaran yang diterima oleh entitas adalah terklasifikasi.
(iii) Keluaran didistribusikan ke personel yang berotorisasi.
Tabel 2 dan 3 masing-masing menunjukkan contoh-contoh salah saji potensial serta
pengendalian yang diperlukan untuk pengendalian umum dan pengendalian
aplikasi.

Salah saji potensial Pengendalian yang Kemungkinan pengujian


diperlukan pengendalian
PENGENDALIAN ORGANISASI DAN OPERASI
Operator komputer dapat Pemisahan tugas dalam Mengamati pemisahan
memodifikasi program ke teknologi informasi untuk tugas dalam teknologi
dalam pengendalian pemrograman komputer informasi
terprogram dan pengoperasian
komputer
Personel teknologi Pemisahan tugas antar Mengamati pemisahan
informasi dapt memulai departemen pemakai dan tugas antara departemen
dan memproses transaksi teknologi informasi untuk pemakai dan pemrosesan
tanpa otorisasi memulai dan memproses data elektronik
transaksi
PENGENDALIAN PENGEMBANGAN SISTEM DAN PENDOKUMENTASIAN
Rancangan sistem Partisipasi personel dari Pertanyaan mengenai
mungkin tidak memenuhi departemen pemakai dan partisipan yang terlibat

139
kebutuhan departemen audit internal dalam dalam perancangan
pemakai atau auditor merancang dan sistem baru, memeriksa
menyetujui sistem baru bukti untuk persetujuan
sistem baru
Perubahan program yang Pemeriksaan intern Memeriksa bukti verifikasi
tidak diotorisasi dapat mengenai otorisasi yang intern; menelusuri
menghasilkan kekeliruan tepat, pengujian dan perubahan program ke
pemrosesan yang tidak pendokumentasian dari dokumentasi yang
diantisipasi perubahan program mendukung
sebelum
pengimplementasian
PENGENDALIAN PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK SISTEM
Kerusakan peralatan Pengendalian perangkat Memeriksa spesifikasi
dapat menghasilkan keras dan perangkat lunak perangkat keras dan lunak
kekeliruan pemrosesan sistem untuk mendeteksi sistem
kerusakan
Perubahan yang tidak Persetujuan dan Memeriksa bukti dan
diotorisasi dalam pendokumentasian dari persetujuan
perangkat lunak sistem semua perubahan. pendokumentasian
dapat menghasilkan perubahan.
kekeliruan pemrosesan
PENGENDALIAN AKSES
Pemakai tanpa otorisasi Keamanan fisik dan Memeriksa pengaturan
dapat memeperoleh fasilitas teknologi keamanan dan laporan
akses terhadap peralatab informasi; tinjauan penggunaan
teknologi informasi manajemen mengenai
laporan penggunaan.
Arsip data dan program Penggunaan Memeriksa fasilitas dan
dapat diperbarui oelh perpusatakaan, log
pemakai yang tidak pustakawan, dan log untuk
memiliki otorisasi membatasi dan
mengawasi pemakaian
PENGENDALIAN DATA DAN PROSEDUR
Kekeliruan dapat terjadi Penggunaan kelompok Mengamati pengopersian
dalam memasukkan atau pengendalian data yang kelompok pegendalian
memproses data dan bertanggungjawab untuk data
mendistribusikan memelihara pengendalian
keluaran terhadap data masukan,
pemrosesan dan output.
Kontinuitas Rencana kontijensi Memeriksa rencana

140
pengoperasian dapat termasuk pengaturan kontijensi
terganggu oleh suatu untuk penggunaan fasilitas
bencana seperti cadangan
kebakaran atau banjir
Arsip data dan program Penyimpanan arsip Memeriksa fasilitas
dapat rusak atau hilang cadangan dan program off penyimpanan;
premise; ketentuan untuk mengevalusasi
rekonstruksi arsip data kemampuan rekonstruksi
arsip
Tabel 2: pertimbangan penilaian risiko pengendalian untuk pengendalian
umum pemrosesan data elektronik (EDP)

Salah saji potensial Pengedalian yang Kemungkinan pengujian


diperlukan pengendalian
PENGENDALIAN INPUT
Data untuk transaksi yang Otorisasi dan persetujuan Memeriksa dokumen
tidak diotorisasi dapat data dari departemen sumber dan untuk
diserahkan untuk pemakai; pengendalian membuktikan persetujuan;
diproses aplikasi membandingkan pengujian aplikasi,
data dengan otorisasi pengendalian dengan
sebelumnya CAATs, dan mneguji tindak
lanjut manual
Data yang valid dapat Pemeriksaan; komputer, Mengamati verifikasi data
secara tidak benar total pengendalian prosedur, menggunakan
dikonversikan dalam CAATs untuk menguji
bentuk yang dapat dibaca rutinitas dan menguji
oleh mesin tindak lanjut manual;
memeriksa rekonsiliasi
total pengendalian.
Kekeliruan pada Pemeliharaan dari log Memeriksa log dan bukti
dokumen sumber tidak kekeliruan; pengembalian tindak lanjut.
dapat diperbaiki dan kepada departemen
diserahkan ulang pengguna untuk
diperbaiki; tindak lanjut
manual
PENGENDALIAN PEMROSESAN
Arsip yang salah mungkin Penggunaan label arsip Mengamati penggunaan

141
diproses dan diperarui eksternal dan internal label arsip eksternal;
memeriksa
pendokumentasian label
arsip internal
Data mungkin hilang, Penggunaan total Memeriksa bukti
ditambahkan, pengendalian, batasan pengendalian rekonsiliasi
digandakan, atau diubah dan pengujian, pengujian total, menggunakan CAAT
selam pemrosesan urutan untuk menguji
pengendalian komputer
dan menguji tindak lanjut
manual
PENGENDALIAN OUTPUT
Output mungkin tidak Rekonsiliasi total oleh Memeriksa bukti
benar kelompok pengendalian rekonsiliasi
data atau departemen
pengguna
Output mungkin Penggunaan lembar Memeriksa lembar
didistribusikan kepada pengendalian distribusi pengendalian
pemakai yang tidak laporan; monitoring pendistribusian laporan,
memiliki otorisasi kelompok pengendalian mengamati monitoring
data. kelompok pengendalian
data.
Tabel 3: pertimbangan penilaian risiko pengendalian untuk pengendalian
aplikasi komputer

C. DAMPAK DARI STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN


1. Pendekatan substantif utama
Pendekatan ini tidak memerlukan perluasan prosedur sehingga komponen
pengendalian intern aktivitas pengendalian. Tingkat pemahaman dan
pendokumentasian dari keempat komponen lain dari pengendalian intern mungkin
juga lebih sempit. Asumsi adanya salah satu dari hal-hal :
a. Tidak terdapat pengendalian intern signifikan yang berkaitan dengan asersi
b. Setiap pengendalian intern yang relevan mungkin tidak efektif
c. Tidak efisien untuk memperoleh bukti guna mengevaluasi efektivitas
pengendalian intern yang relevan
Jika diperoleh bukti terbatas mengenai efektivitas dari rancangan dan
pengoperasian pengendalian intern untuk suatu asersi, auditor dapat membuat
penilaian awal dari risiko pengendalian sedikit dibawah tingkat maksimum. Agar
efisien dalam hal biaya, kombinasi biaya dalam melaksanakan (1) pengujian
pengendalian tambahan, dan (2) pengujian substantive yang diperlukan dengan

142
asumsi adanya risiko pengendalian yang lebih rendah dari biaya pelaksanaan
tingkat pengujian substantive yang lebih tinggi, yang diperlukan oleh pendekatan
substantive utama.
2. Tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah
Berdasarkan bukti dari prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman, auditor
mungkin menemukan bahwa berlawanan dengan ekspektasi, satu atau lebih dari
ketiga kondisi yang disebutkan dalam bagian sebelumnya bersinggungan.
Jika auditor tetap melaksanakan pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai
lebih rendah, auditor akan merencanakan dan melaksanakan pengujian tambahan
yang diperlukan untuk memperoleh bukti yang diperlukan guna mendukung
penilaian tingkat risiko pengendalian yang direncanakan pada tingkat sedang atau
rendah.
Penilaian akhir dan dasar penilaian tersebut kemudian didokumentasikan ke dalam
kertas kerja. Jika bukti pengendalian mengarah pada penilaian tingkat risiko
pengendalian actual pada tingkat sedang, maka revisi dari pengujian substantive
untuk mendukung sautu tingkat risiko pendeteksian yang lebih rendah akan sesuai.
D. MERANCANG PENGUJIAN PENGENDALIAN
Tujuan menilai risiko pengendalian adalah membantu auditor dalam membuat
pertimbangan mengenai risiko salah saji material dalam asersi laporan keuangan. Untuk
mencapai hal tersebut, auditor harus mengevaluasi baik efektivitas dari rancangan
maupun efektivitas dari pengoperasian pengujian pengendalian.
Pengujian pengendalian yang dirancang untuk mengevaluasi efektivitas operasi dari
suatu pengendalian berkaitan dengan (1) bagaimana pengendalian diterapkan, (2)
konsistensi ketika pengendalian diterapkan selama periode, dan (3) oleh siapa
pengendalian diterapkan. AU 319.53 menyatakan bahwa pengujian untuk memperoleh
bukti semacam ini normalnya meliputi:
1. Pertanyaan terhadap personel entitas yang sesuai
2. Pemeriksaan dokumen, laporan, atau arsip elektronik, yang menunjukkan
pelaksanaan pengendalian
3. Pengamatan atas penerapan pengendalian
4. Pelaksanaan ulang dari penerapan pengendalian oleh auditor

Oleh karena banyak perusahaan yang menggunakan prosedur pengendalian


terkomputerisasi, maka pelaksanaan ulang dapat mengambil bentuk dengan
menggunakan teknik audit berbbantuan komputer/CAAT. Pengguna dapat menyediakan
bukti mengenai baik rancangan yang efektif maupun pengopersaian pengendalian.
Menurut IAPI (SPAP 319.64), Apabila auditor menaksir risiko pengendalian di bawah
tingkatan maksimum, ia harus memperoleh bukti audit yang cukup untuk mendukung
tingkat risiko pengendalian taksiran tersebut. Bukti audit yang cukup untuk
mendukung tingkat risiko pengendalian taksiran merupakan masalah pertimbangan
auditor. Bukti audit sangat bervariasi dalam memberikan keyakinan kepada auditor

143
pada waktu mengembangkan tingkat risiko pengendalian taksiran. Tipe bukti, sumber,
ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang berhubungan dengan kesimpulan yang
dituju, semuanya mempengaruhi tingkat keyakinan yang dapat diberikan oleh bukti
audit.

a) Tipe Bukti Audit


Sifat pengendalian tertentu yang berkaitan dengan suatu asersi mempengaruhi tipe
bukti audit yang tersedia untuk mengevaluasi efektivitas desain atau operasi peng
tersebut. Untuk beberapa pengendalian, dokumentasi desain atau operasinya
mungkin ada Dalam hal tersebut, auditor dapat memutuskan untuk melakukan
inspeksi terhadap dokumentasi untuk mendapatkan bukti audit tentang efektivitas
desain atau operasinya.
Namun, untuk pengendalian lain, dokumentasi demikian mungkin tidak tersedia
atau tidak relevan. Misalnya, dokumentasi mengenai desain atau operasi mungkin
tidak ada untuk beberapa faktor lingkungan pengendalian, seperti penetapan
wewenang dan tanggung jawab, atau untuk beberapa tipe aktivitas pengendalian,
seperti mengenai pemisahan tugas atau beberapa aktivitas pengendalian yang
dilakukan dengan komputer. Dalam keadaan ini, bukti audit mengenai efektivitas
desain atau operasi dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan atau
dengan menggunakan teknik audit berbantuan komputer untuk melaksanakan
ulang,pengendalian yang relevan
b) Sumber Bukti Audit
Pada umumnya, bukti audit mengenai efektivitas desain dan operasi pengendalian
yang diperoleh langsung oleh auditor, misalnya dengan jalan pengamatan,
memberikan keyakinan yang lebih besar daripada bukti audit yang diperoleh
secara tidak langsung atau dengan mengambil kesimpulan, misalnya dari
permintaan keterangan. Sebagai contoh, bukti audit mengenai pemisahan fungsi yang
semestinya, yang diperoleh auditor dengan pengamatan langsung secara pribadi
atas orang yang menerapkan prosedur pengendalian, biasanya memberikan
keyakinan lebih besar daripada yang diperoleh melalui permintaan keterangan
tentang orang tersebut. Namun, auditor harus mempertimbangkan, bahwa
penerapan pengendalian yang diamati, mungkin tidak dilaksanakan dengan cara
yang sama, jika auditor tidak hadir.
Dengan jalan meminta keterangan saja, pada umumnya tidak memberikan bukti
audit yang cukup untuk mendukung kesimpulan tentang efektivitas desain dan
operasi pengendalian tertentu. Apabila auditor menentukan bahwa prosedur
pengendalian atas asersi tertentu dapat berpengaruh signifikan dalam mengurangi
risiko pengendalian pada tingkat yang lebih rendah, biasanya is perlu melakukan

144
pengujian tambahan untuk mendapatkan bukti audit yang cukup dalam mendukung
kesimpulan mengenai efektivitas desain dan operasi pengendalian tersebut.
c) Ketepatan Waktu Bukti Audit
Ketepatan waktu bukti audit berkaitan dengan kapan bukti itu diperoleh dan
hubungannya dengan bagian dari masa audit yang l ersangkutan. Dalam
mengevaluasi tingkat keyakinan yang diberikan oleh suatu bukti, auditor harus
memperhatikan bahwa bukti audit yang diperoleh dengan beberapa pengujian atas
pengendalian, misalnya dengan pengamatan, hanya tepat untuk waktu tertentu, pada
saat prosedur tersebut diterapkan oleh auditor. Sebagai akibatnya, bukti audit tersebut
mungkin tidak cukup untuk mengevaluasi efektivitas desain dan operasi
pengendalian untuk masa yang tidak termasuk dalam pengujian tersebut. Dalam hal
demikian, auditor mungkin memutuskan untuk menambah pengujian dengan
pengujian atas pengendalian lainnya, untuk dapat memberikan bukti audit untuk
seluruh masa yang diaudit. Sebagai contoh, untuk aktivitas pengendalian yang
dilakukan dengan program komputer, auditor mungkin menguji pelaksanaan
pengendalian pada satu waktu tertentu untuk mendapatkan bukti apakah program
tersebut melakukan pengendalian secara efektif. Kemudian auditor dapat melakukan
pengujian atas pengendalian yang diarahkan terhadap desain dan operasi aktivitas
pengendalian lainnya, yang berhubungan dengan modifikasi dan penggunaan
program komputer tersebut selama masa yang diaudit, untuk mendapatkan bukti
apakah aktivitas pengendalian yang sudah diprogramkan bekerja secara konsisten
selama masa yang diaudit.
Bukti audit tentang efektivitas desain dan operasi pengendalian yang diperoleh pada
audit sebelumnya, dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam menaksir risiko
pengendalian untuk tahun sekarang. Dalam mengevaluasi penggunaan bukti audit
seperti itu untuk masa sekarang, auditor harus mempertimbangkan pentingnya asersi
yang bersangkutan, pengendalian tertentu yang dievaluasi dalam masa audit
sebelumnya, tingkat efektivitas desain dan operasi pengendalian tersebut yang
dievaluasi, hasil pengujian atas pengendalian yang digunakan dalam melakukan
evaluasi, dan bukti audit mengenai desain dan operasi yang mungkin diperoleh dari
pengujian substantif yang dilakukan dalam audit sekarang. Auditor juga harus
memperhatikan bahwa semakin lama waktu berlalu sejak pelaksanaan pengujian
pengendalian untuk mendapatkan bukti audit mengenai risiko pengendalian, semakin
kurang keyakinan yang dapat diberikannya.
Pada waktu mempertimbangkan bukti audit yang diperoleh dari audit sebelumnya
auditor harus mendapatkan bukti audit dari audit sekarang mengenai apakah telah
terjadi perubahan dalam pengendalian intern, termasuk perubahan kebijakan, prosedur
dan personel setelah audit yang lalu. Pertimbangan bukti audit mengenai perubahan

145
tersebut, bersama-sama dengan pertimbangan mengenai hal yang diuraikan
dalam paragraf terdahulu mendukung penambahan atau pengurangan bukti audit
tambahan yang harus dikumpulkan dalam audit sekarang mengenai efektivitas
desain dan operasi yang harus diperoleh dalam periode sekarang.
Pada waktu auditor memperoleh bukti audit mengenai desain dan operasi
pengendalian selama masa interim, is harus menentukan bukti audit tambahan
apa yang harus diperoleh untuk masa yang tersisa. Dalam membuat keputusan
tersebut, auditor harus mempertimbangkan pentingnya asersi yang bersangkutan,
pengendalian khusus yang dievaluasi selama masa interim, tingkat efektivitas desain
dan operasi pengendalian yang dievaluasi tersebut, hasil pengujian pengendalian
yang digunakan dalam membuat evaluasi terhadap lamanya waktu yang masih
tersisa dan bukti audit mengenai desain dan operasi yang mungkin diperoleh dari
pengujian substantif yang dilakukan dalam masa yang tersisa. Auditor harus
mendapatkan bukti audit tentang sifat dan lingkup perubahan signifikan dalam
pengendalian intern, termasuk perubahan kebijakan, prosedur dan personel,
yang terjadi setelah masa interim
d) Keterkaitan Bukti Audit
Auditor harus mempertimbangkan pengaruh gabungan dari berbagai tipe bukti
audit yang ada kaitannya dengan suatu asersi dalam mengevaluasi tingkat
keyakinan yang diberikan oleh bukti audit. Dalam beberapa hal, satu tipe bukti
audit saja mungkin tidak cukup untuk mengevaluasi efektivitas desain dan operasi
pengendalian. Untuk mendapatkan bukti audit memadai, auditor dapat melakukan
pengujian pengendalian yang berkaitan dengan pengendalian tersebut. Misalnya;
auditor mungkin mengamati bahwa pemrogram tidak diberi wewenang
mengoperasikan komputer. Karena pengamatan hanya berkaitan dengan waktu
kegiatan tersebut dilakukan, auditor harus melengkapi pengamatannya dengan
permintaan keterangan mengenai seringnya atau dalam hal apa pemrogram dapat
melakukan akses ke komputer, dan mungkin memeriksa dokumentasi yang lalu,
yang pemrogram mencoba mengoperasikan komputer, untuk menentukan
bagaimana usaha tersebut dicegah atau dideteksi
Di samping itu, dalam mengevaluasi tingkat keyakinan yang diberikan oleh bukti
audit, auditor harus mempertimbangkan keterkaitan lingkungan pengendalian
perusahaan, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi,
dan pemantauan. Walaupun salah satu komponen pengendalian intern mungkin
mempengaruhi sifat, saat, dan lingkup pengujian substantif untuk asersi laporan
keuangan tertentu, auditor harus mempertimbangkan bukti audit untuk masing-
masing komponen dalam hubungannya dengan bukti audit mengenai komponen
lainnya dalam mempertimbangkan risiko pengendalian untuk asersi tertentu.

146
Pada umumnya, apabila berbagai tipe bukti audit mendukung kesimpulan yang
sama mengenai desain dan operasi pengendalian, tingkat keyakinan yang diberikan
oleh bukti audit tersebut akan meningkat. Sebaliknya, apabila berbagai tipe bukti
audit mengakibatkan kesimpulan yang berbeda mengenai desain dan operasi
pengendalian keyakinan yang diberikan oleh bukti audit tersebut akan berkurang.
Misalnya, berdasarkan bukti audit bahwa lingkungan pengendalian adalah efektif,
auditor mungkin mengurangi jumlah lokasi penerapan prosedur audit. Namun,
apabila dalam mengevaluasi prosedur pengendalian tertentu, auditor
mendapatkan bukti audit bahwa prosedur pengendalian tersebut tidak efektif, ia
mungkin mengevaluasi ulang kesimpulan mengenai lingkungan pengendalian
antara lain dengan menerapkan prosedur audit pada lokasi tambahan.
Demikian pula, bukti audit yang menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian
tidak efektif dapat berdampak negatif terhadap komponen yang tadinya efektif untuk
asersi tertentu. Misalnya, lingkungan pengendalian yang tampaknya
memungkinkan perubahan yang tidak diotorisasi dalam program komputer dapat
mengurangi keyakinan yang diberikan oleh bukti audit yang diperoleh dari evaluasi atas
efektivitas program pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini, auditor dapat memutuskan
untuk mendapatkan bukti audit tambahan mengenai desain dan operasi program
tersebut selama masa yang diaudit. Misalnya, auditor mungkin meminta dan
mengawasi satu copy program dan mempergunakan teknik audit berbantuan
komputer untuk membandingkan copy tersebut dengan program yang dipakai
perusahaan untuk memproses data.

Audit atas laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif; ketika auditor menaksir
risiko pengendalian, informasi yang diperoleh mungkin menyebabkan is mengubah
sifat saat, dan lingkup pengujian pengendalian lain yang sudah direncanakan
untuk menaksir risiko pengendalian. Di samping itu, mungkin ada informasi yang
masuk ke dalam perhatian auditor sebagai hasil pelaksanaan pengujian substantif
atau dari sumber lain selama melakukan audit, yang sangat berbeda dengan informasi
yang dijadikan dasar untuk perencanaan pengujian pengendalian dalam menaksir
risiko pengendalian. Sebagai contoh, luasnya salah saji yang ditemukan auditor
ketika melakukan pengujian substantif, mungkin mengubah pertimbangannya
mengenai tingkat risiko pengendalian taksiran. Dalam hal ini, auditor mungkin
perlu mengevaluasi ulang prosedur substantif yang direncanakan,yang berdasarkan
atas pertimbangan baru mengenai tingkat risiko pengendalian taksiran untuk
seluruh atau sebagian asersi laporan keuangan.

E. PENGUJIAN KEPATUHAN

147
Dalam memenuhi standar auditing kedua, perlu dibedakan antara prosedur
pemahaman atas struktur pengendalian intern dan pengujian pengendalian (test of
controls). Dalam pelaksanaan standar tersebut, auditor melaksanakan prosedur
pemahaman struktur pengendalian intern dengan cara mengumpulkan informasi
tentang desain struktur pengendalian intern dan informasi apakah desain tersebut
dilaksanakan. Di samping itu, pelaksanaan standar tersebut juga mengharuskan
auditor melakukan pengujian terhadap efektivitas struktur pengendalian intern dalam
mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pengujian ini desebut dengan
pengujian pengendalian (test of controls).
Untuk menguji kepatuhan terhadapa pengendalian intern, auditor melakukan dua
macam pengendalian:

1. Pengujian adanya kepatuhan terhadap struktur pengendalian intern.


Untuk menentukan apakah informasi mengenai struktur pengendalian yang
dikumpulkan oleh auditor benar-benar ada, auditor melakukan dua macam
pengujian :
a) Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu.
Dalam membuktikan adanya kepatuhan pengendalian intern, auditor dapat
memilih transaksi tertentu, kemudian melakukan pengamatan adanya unsur-
unsur strukur pengendalian intern dalam transaksi tersebut, sejal transaksi
tersebut dimulai sampai dengan selesai. Misalnya auditor memilih transaksi
penerimaan kas dari piutang sebagai objek yang akan dibuktikan adanya
kepatuhan pengendalian internnya. Auditor melakukan pengamatan unsur-
unsur struktur pengendalian sejak dari cek diterima oleh fungsi penerima
surat sampai dengan cek disetor oleh fungsi penerima cek disetor oleh
fungsi penerima kas ke bank. Pengujian transaksi tersebut dapat berupa :
a. Pengamatan (mungkin bersifat mendadak) terhadap penerimaan cek
dan surat pemberitahuan dari debitur yang dilakukan oleh fungsi
penerima surat. Auditor mengamati pembuatan daftar surat
pemberitahuan oleh fungsi penerima surat dan cek ke fungsi penerima
kas serta pengiriman surat pemberitahuan dan daftar surat
pemberitahuan ke fungsi pencatat piutang.
b. Pengamatan terhadap pembuatan bukti setor bank. Auditor mengamati
endorsement atas setiap cek oleh pejabat yang berwenang,
memastikan bahwa jumlah cek yang diterima disetor segera ke bank
dengan melakukan rekonsiliasi bukti setor bank dengan daftar surat
pemberitahuan yang dibuat oleh fungsi penerima surat.
c. Pengamatan penyetoran cek ke bank. Dalam hal tertentu auditor tidak
melakuakn pengamatan penyetotan cek ke bank, namun menempuh

148
konfirmasi ke bank untuk memastikan bahwa jumlah kas yang diterima
dari piutang disetor seleruhnya ke bank dengan segera.
d. Pemeriksaan atas pencatatan penerimaan kas dari debitur tersebut ke
dalam kartu pitang debitur yang bersangkutan dan ke dalam jurnal
penerimaan kas.
b) Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi dan telah dicatat.
Dalam membuktikan adanya kepatuhan pengendalian intern, auditor dapat
memilih transaksi tertentu, kemudian melakukan pengamatan adanya unsur-
unsur strukur pengendalian intern dalam transaksi tersebut, sejal transaksi
tersebut dimulai sampai dengan selesai. Misalnya auditor memilih transaksi
penerimaan kas dari piutang sebagai objek yang akan dibuktikan adanya
kepatuhan pengendalian internnya. Auditor melakukan pengamatan unsur-
unsur struktur pengendalian sejak dari cek diterima oleh fungsi penerima
surat sampai dengan cek disetor oleh fungsi penerima cek disetor oleh
fungsi penerima kas ke bank. Pengujian transaksi tersebut dapat berupa :

a. Pengamatan (mungkin bersifat mendadak) terhadap penerimaan cek


dan surat pemberitahuan dari debitur yang dilakukan oleh fungsi
penerima surat. Auditor mengamati pembuatan daftar surat
pemberitahuan oleh fungsi penerima surat dan cek ke fungsi penerima
kas serta pengiriman surat pemberitahuan dan daftar surat
pemberitahuan ke fungsi pencatat piutang.
b. Pengamatan terhadap pembuatan bukti setor bank. Auditor mengamati
endorsement atas setiap cek oleh pejabat yang berwenang,
memastikan bahwa jumlah cek yang diterima disetor segera ke bank
dengan melakukan rekonsiliasi bukti setor bank dengan daftar surat
pemberitahuan yang dibuat oleh fungsi penerima surat.
c. Pengamatan penyetoran cek ke bank. Dalam hal tertentu auditor tidak
melakuakn pengamatan penyetotan cek ke bank, namun menempuh
konfirmasi ke bank untuk memastikan bahwa jumlah kas yang diterima
dari piutang disetor seleruhnya ke bank dengan segera.
d. Pemeriksaan atas pencatatan penerimaan kas dari debitur tersebut ke
dalam kartu pitang debitur yang bersangkutan dan ke dalam jurnal
penerimaan kas.

dalam hal tertentu, auditor seringkali melakukan pengujian pengendalian


terhadap transaksi tertentu yang telah terjadi dan telah dicatat dalam
catatan akuntansi. Dalam hal ini auditor harus memilih transaksi tertentu
kemudian mengikuti pelaksanaanya (reperforming) sejak awal sampai
selesai, melalui dokumen-dokumen yang dibuat dalam transaksi tersebut

149
dan pencatatannya dalam catatan akuntansi. Sebagai contoh untuk
menyelidiki apah sistem pembelian benar-benar dilaksanakan sesuai
dengan yang tercantum dalam Buku Panduan Sistem Akuntansi, auditor
memeriksa surat permintaan pembelian, surat penawaran harga, surat
order pembelian, laporan penerimaan barang dan bukti kas keluar.
Informasi yang perlu diperiksa di sini adalah tanda tangan otorisasi pejabat
yang berwenang, untuk membuktikan apakah sistem otorisasi yang telah
ditetapkan benar-benar dilaksanakan.
2. Pengujian tingkat kepatuhan terhadap struktur pengendalian intern.
Dalam pengujian pengendalian terhadap pengendalian intern, auditor tidak
hanya berkepentingan terhadap eksistensi unsur-unsur struktur
pengendalian intern, namun auditor juga berkepentingan terhadap tingkat
kepatuhan klien terhadap pengendalian intern. Dalam pengujian tingkat
kepatuhan klien terhadap pengendalian intern pembelian, auditor dapat
menempuh prosedur audit berikut ini :

a) Mengambil sampel bukti kas masuk dan memeriksa kelengkapan


dokumen pendukungnya (surat order pembelian, laporan penerimaan
barang, dan faktur dari pemasok) serta tanda tangan pejabat yang
berwenang baik dalam bukti kas keluar maupun dokumen
pendukungnya. Tujuan pengujian ini adalah untukmendapat kepastian
transaksi pembelian telah diotorasi oleh pejabat-pejabat berwenang.

b) Melaksanakan pengujian bertujuan ganda (dual-purpose test), yang


merupakan kombinasi antara pengujian yang tujuannya untuk menilai
efektivitas pengendalian intern (pengujian pengendalian) dan pengujian
yang tujuannya menilai kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan (pengujian substantif).

F. PERTIMBANGAN TAMBAHAN
Auditor secara khusus pertama kali menilai risiko pengendalian untuk asersi yang
berkenaan dengan kelas transaksi seperti penerimaan kas dan pengeluaran kas.
Penilaian tersebut kemudian digunakan untuk menilai risiko pengendalian asersi saldo
akun yang signifikan sehingga kesesuaian dari tingkat pengujian substantif yang
direncanakan untuk saldo akun dapat ditentukan, dan pengujian substantif khusus
dapat dirancang. Proses dipertimbangkan selanjutnya, pertama untuk akun-akun yang

150
dipengaruhi oleh suatu kelas transaksi tunggal dan kemudian untuk akun-akun yang
dipengaruhi oleh kelas transaksi ganda.
1. Menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun yang dipengaruhi oleh suatu
kelas transaksi tunggal
Proses menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun langsung ditujukan
kepada akun-akun yang dipengaruhi oleh suatu kelas transaksi tunggal. Hal ini
merupakan kasus dalam kebanyakan akun laporan laba rugi. Sebagai contoh,
penjualan meningkat oleh kredit untuk transksi penjualan dalam siklus pendapatan,
dan banyak akun beban meningkat dengan mendebet transaksi pembelian dalam
siklus pengeluaran. Dalam kasus ini, penilaian risiko pengendalian auditor untuk
setiap asersi saldo akun adalah sama dengan penilaian risiko pengendalian untuk
asersi kelas transaksi yang sama. Sebagai contoh, penilaian risiko pengendalian
atas asersi keberadaan atau keterjadian untuk saldo akun penjualan seharusnya
sama dengan penilaian risiko pengendalian atas asersi keberadaan atau keterjadian
untuk transaksi penjualan. Demikian pula, penilaian risiko pengendalian atas asersi
pengendalian atas asersi penilaian atau alokasi untuk kebanyakan beban harus
sama dengan asersi penilaian atau alokasi untuk transaksi pembelian.
2. Menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun yang dipengaruhi oleh suatu
kelas transaksi ganda
Banyak akun neraca yang secara signifikan dipengaruhi oleh lebih dari satu kelas
transaksi. Sebagai contoh, saldo kas ditingkatkan oleh transaksi penerimaan kas
dalam siklus pendapatan dan diturunkan oleh transaksi pengeluaran kas dalam
siklus pengeluaran. Dalam kasus ini, menilai risiko pengendalian untuk suatu asersi
saldo akun memerlukan pertimbangan atas penilaian risiko pengendalian yang
relevan untuk setiap kelas transaksi yang secara signifikan mempengaruhi neraca.
Oleh karena itu, penilaian risiko pengendalian atas asersi penilaian atau alokasi
untuk saldo kas didasarkan pada penilaian risiko pengendalian untuk asersi
penilaian atau alokasi baik untuk transaksi penerimaan kas maupun transaksi
pengeluaran kas.
Untuk suatu akun yang dipengaruhi lebih dari satu kelas transaksi, penilaian risiko
pengendalian untuk suatu asersi saldo akun tertentu didasarkan pada penilaian
risiko pengendalian untuk asersi yang sama yang berkenaan dengan semua kelas
transaksi dipengaruhi saldo akun tersebut, dengan satu pengecualian utama.
Penilaian risiko pengendalian untuk asersi keberadaan atau keterjadian dan asersi
kelengkapan untuk satu kelas transaksi yang menurunkan saldo akun berhubungan
dengan asersi berlawanan yang dipengaruhi. Hal ini, yang mungkin merupakan
hubungan yang tidak diharapkan, diilustrasikan dalam Gambar 1. gambar ini
menunjukkan penilaian risiko pengendalian yang relevan dengan asersi kelas

151
transaksi yang digunakan untuk menilai risiko pengendalian dari asersi keberadaan
atau keterjadian dan asersi kelengkapan untuk saldo kas.

Asersi Saldo Kas di Penilaian Risko Penjelasan


mana Risiko Pengendalian yang Relevan
Pengendalian Dinilai untuk Kelas Transaksi yang
Mempengaruhi Saldo Kas
Keberadaan atau Keberadaan atau keterjaidan Jika beberapa
Kejadian dari penerimaan kas penerimaan kas yang
meningkatkan risiko. tercatat tidak terjadi,
sebagian dari saldo kas
tidak ada.
Keberadaan atau keterjadian Jika beberapa
pengeluaran kas yang pengeluaran kas yang
menurunkan saldo. tercatat tidak muncul,
saldo kas tidak lengkap.

Kelengkapan Kelengkapan dari


Jika beberapa
pengeluaran kas yang
pengeluaran kas tidak
menurunkan saldo.
dicatat, bagian dari saldo
kas tidak ada lagi
Kelengkapan dari
Jika beberapa
penerimaan kas yang
penerimaan kas tidak
meningkatkan saldo.
dicatat, saldo kas tidak
lengkap

Tabel 4 : Mengkombinasikan Asersi Saldo Akun untuk Saldo Kas

3. Mengkombinasikan Penilaian Risiko Pengendalian Yang Berbeda


Dengan merujuk contoh sebelumnya, misalkan auditor memperoleh penilaian risiko
pengendalian berikut untuk saldo kas dari kertas kerja berdasarkan pemahamannya
mengenai bagian pengendalian intern yang relevan berdasarkan pengujian
pengendalian:

Asersi Penilaian Risiko

152
Pengendalian
Keberadaan atau keterjadian dan penerimaan kas Rendah
Kelengkapan dari penerimaan kas Sedang

Apabila penilaian risiko pengendalian untuk asersi kelas transaksi yang relevan
berbeda, auditor dapat menimbang signifikansi dari setiap penilaian guna mencapai
suatu penilaian kombinasi. Kemungkinan lain, beberapa kantor akuntan publik
memilih untuk menggunakan penilaian relevan yang paling konservatif (paling tinggi).
Demikian pula halnya jika penilaian risiko pengendalian auditor atas asersi penilaian
atau alokasi untuk transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas masing-masing
berada pada tingkat sedang atau tinggi, maka risiko pengendalian atas asersi
penilaian atau alokasi untuk saldo kas akan tinggi.
Ketika risiko pengendalian untuk asersi saldo akun telah ditentukan, seharusnya
risiko pengendalian tersebut dibandingkan dengan penilaian tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan. Ketika tingkat yang direncanakan didukung,
auditor dapat melanjutkan untuk merancang pengujian substantif berdasarkan
strategi audit pendahuluan. Jika tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk
dinilai tidak didukung tingkat pengujian substantif yang direncanakan dan pengujian
audit yang berhubungan seharusnya direvisi untuk memperoleh tingkat risiko audit
yng diinginkan.

4. Mendokumentasikan Penilaian Tingkat Risiko Pengendalian


Kertas kerja auditor seharusnya memasukkan pendokumentasian penilaian risiko
pengendalian (documentation of the controls risk assesment). Persyaratan tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Risiko pengendalian dinilai pada tingkat maksimum : Hanya kesimpulan ini
yang diperlukan untuk didokumentasikan.
b. Risiko pengendalian dinilai pada tingkat dibawah maksimum : dasar untuk
penilaian harus didokumentasikan.

AU 319 tidak mengilustrasikan atau menawarkan petunjuk dalam bentuk


pendokumentasian. Dalam praktik, suatu pendekatan umum adalah dengan
menggunakan memorandum naratif yang diorganisasikan oleh asersi laporan
keuangan. Pendekatan ini diilustrasikan dalam gambar 10-10, yang
mendokumentasikan penilaian risiko pengendalian untuk asersi transaksi penjualan
yang terpilih.perhatikan bahwa dasar untuk penilaian di bawah maksimum untuk
asersi kelengkapan telah diberikan, di mana hanya kesimpulan yang dinyatakan
ketika penilaian berada pada tingkat maksimum, seperti ditunjukkan untuk asersi hak
dan kewajiban.

153
5. Mengkomunikasikan Masalah Pengendalian Intern
Auditor diminta untuk mengidentifikasi dan melapor kepada komite audit, atau
personel entitas lain dengan otoritas dan tanggung jawab yang sama, kondisi
tertentu yang berhubungan dengan pengendalian intern suatu entitas yang diamati
selama audit laporan keuangan. AU 325, Communication of Internal Control Related
Matters Noted in a Audit (SAS 60 dan SAS 78) mendefinisikan suatu kondisi yang
dapat dilaporkan (Reportable condition) sebagai berikut :
masalah-masalah yang menarik perhatian auditor yang, dalam pertimbangannya,
seharusnya dikomunikasikan dengan komite audit karena menyajikan kekurangan
yang signifikan dalam rancangan dan pengoperasian pengendalian intern yang
dapat secara berlawanan mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mencatat,
memproses, meringkas, dan melaporkan data keuangan secara konsisten dengan
asersi manajemen dalam laporan keuangan.
Suatu kondisi yang dapat dilaporkan dapat begitu besar sehingga membentuk
kelemahan material dalam pengendalian intern. AU 325.15 mendefinisikan suatu
kelemahan material (material weakness) sebagai :
...suatu kondisi yang dapat dilaporkan di mana rancangan dan pengoperasian dari
satu atau lebih komponen pengendalian intern tidak dapat mengurangi tingkat risiko
salah saji sampai ke tingkat yang rendah karena kekeliruan atau kecurangan di
mana jumlah yang material dalam hubungannya dengan laporan keuangan yang
sedang diaudit dapat muncul dan tidak dapat dideteksi selama satu periode secara
tepat waktu oleh karyawan dalam cara yang normal untuk melaksanakan fungsi
yang ditugaskan kepadanya.
Seorang auditor dapat tidak diharuskan untuk secara terpisah mengidentifikasikan
kondisi yang dapat dilaporkan yang memiliki kelemahan material dalam
komunikasinya kepada komite audit.
Pengkomunikasian masalah-masalah yang berhubungan dengan pengendalian
intern adalah suatu produk penting yang menggunakan pengetahuan yang diperoleh
auditor selama audit laporan keuangan. Auditor akan secara normal mengevaluasi
apakah klien memiliki pengendalian yang cukup untuk mengatasi masalah yang
diciptakan oleh risiko usaha suatu entitas. Sebagai contoh, dalam usaha untuk
mengelola sistem persediaan just-in-time, klien mungkin merancang suatu sistem
yang menggunakan pertukaran data elektronik untuk mengkomunikasikan kuantitas
persedian kepada penjual dan memesan barang ketika persediaan berada di bawah
tingkat yang telah ditentukan. Pengendalian intern klien seharusnya menyediakan
keyakinan yang memadai bahwa salah saji dapat dicegah, dideteksi, dan diperbaiki
pada waktu yang tepat. Manajemen dan komite audit tertarik pada hasil evaluasi
auditor tentang kualitas sistem pengendalian intern mereka.

154
Materi X: RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI SUBSTANTIF

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan risiko deteksi

155
b. Menjelaskan rancangan uji substantif
c. Menjelaskan pengembangan program audit untuk uji substantif
d. Menjelaskan pertimbangan khusus dalam rancangan substantif

Pembahasan Materi:
A. MENENTUKAN RISIKO DETEKSI
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan menemukan salah satu material
yang ada dalam sebuah asersi. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan
rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen
keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu
pernyataan/asersi. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang
dinyatakan dengan model sebagai berikut: (Mulyadi, 1998:225)

RD = RA / RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi

Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diuraikan sebagai berikut:


Untuk tingkat risiko audit tertentu (RA) yang diteteapkan oleh auditor, risiko deteksi
berbanding terbalik dengan taksiran bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP).
Hubungan antara strategi, risiko deteksi yang direncanakan, audit pendahuluan, dan
tingkat pengujian substantif: (Boynton, 2003:502)

Strategi Audit Risiko Deteksi Memperoleh Tingkat Pengujian


Pendahuluan yang Keyakinan yang Substantif yang
Direncanakan Direncanakan dari Direncanakan
:

Pendekatan Rendah atau Pengujian rincian Tingkat yang lebih


pengujian sangat rendah atas transaksi dan tinggi
substantif utama saldo
yang menekankan
pengujian rincian

156
Tingkat risiko Sedang atau tinggi Pengujian Tingkat yang lebih
pengendalian yang pengendalian rendah
dinilai lebih rendah

Pendekatan Rendah atau Prosedur analitis Tingkat yang lebih


pengujian sangat rendah tinggi
substantif utama
yang menekankan
prosedur analitis

Penekanan pada Sedang atau tinggi Bukti mengenai Tingkat sedang


risiko bawaan dan risiko bawaan dan atau lebih rendah
prosedur analitis prosedur analitis

Tabel 1: Strategi Audit Pendahuluan, Risiko Deteksi yang Direncanakan, dan


Penekanan pada Pengujian Audit yang Direncakan

Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen
tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah
saji yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka
auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko
deteksi yang berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan
oleh auditor untuk dikumpulkan.
1. Mengevaluasi Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Pada saat mengevaluasi tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk
setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, auditor akan mempertimbangkan
bukti yang diperoleh dari :
1) Penilaian risiko bawaan
2) Prosedur untuk memahami bisnis dan industri klien dan prosedur analitis terkait
yang dilengkapi.
3) Pengujian pengendalian, meliputi :
a. Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang didapat ketika
memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern.
b. Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang mendukung penilaian
tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah (seperti pengujian
pengendalian manajemen yang berhubungan dengan asersi-asersi spesifik,
pengujian pengendalian umum komputer, pengujian pengendalian aplikasi
komputer, dan pengujian tindak lanjut manual).
Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian
awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik

157
berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai
komponen keempat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian
substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk
mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.
2. Merevisi Risiko Deteksi yang Direncanakan
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah
direvisi) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian
sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk
asersi yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi
penetapan risiko, maka tingkat risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan
dengan menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit untuk risiko deteksi.
Jika risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan berdasarkan
pertimbangan (judgement).
3. Menspesifikasi Risiko Deteksi untuk Pengujian Substantif yang Berbeda Pada
Asersi yang Sama.
Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif yang
digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan
gagal dalam mendeteksi salah saji material. Dalam merancang pengujian substantif,
auditor kadang-kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi
berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula
mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan aumsi bahwa bukti yang
diperoleh dari suatu pengujian atau sejumlah pengujian akan mengurangi risiko
salah saji material tetap tak terdeteksi setelah pengujian dilakukan, maka akan lebih
tepat untuk menggunakan tingkat risiko deteksi lebih tinggi untuk pengujian
selebihnya.
B. PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan
keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti
disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian
substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan
bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam
pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk
memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.
1. Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur
pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah

158
maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih
mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur
yang kurang efektif yang biasanya lebih murah.
Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis (Falah Wilayudha, 2013:online):
a. Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi
daerah daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji.
b. Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk
menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas
pengendalian.
c. Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti
secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing
masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
a. Prosedur Analitis
Penggunaan prosedur analitis dalam perencanaan audit untuk mendukung
strategi audit dan untuk mengidentifikasi bidang risiko yang lebih besar atas
salah saji. Untuk beberapa asersi, prosedur analitis dianggap kurang efektif
dibanding pengujian rincian. Namun demikian, dalam beberapa kasus berlaku
kebalikannya. Pengujian rincian atas transaksi bervolume besar dan
pendapatan bernilai kecil, akan sangat membosankan dan mahal. Di pihak lain,
pendapatan dalam kasus seperti itu sering diestimasi dengan derajat ketepatan
yang wajar dengan menggunakan variable independen seperti jumlah
pelanggan, tingkat penagihan untuk berbagai jenis jasa, data temperature, dan
sebagainya
Menurut Mulyadi (1998:227) prosedur analitik dapat digunakan oleh auditor
pada:
1) Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang memiliki
risiko salah saji yang tinggi
2) Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif
untuk memperoleh bukti audit tentang asersi tertentu.
3) Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan
4) Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif
PSA No 22, Prosedur Analitis (SPAP 329.11), menyatakan bahwa efektivitas
dan efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan
kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Ketersediaan dan keandalan
data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan harapan.
Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu
melakukan pengujian detil. Prosedur ini biasanya tidak begitu mahal biaya
pelaksanaannya.Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan
penggunaan prosedur ini untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima sebelum memutuskan untuk melakukan pengujian detil.

159
b. Pengujian Rincian atas Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan
pencocokan ke dokumen pendukung (voucbing). Pengujian dilakukan auditor
terutama untuk menentukan kesalahan jumlah rupiah, bukan pada
penyimpangan atas pengendalian. Penelusuran berguna dalam pengujian atas
pelaporan terlalu rendah (understatement), sedangkan pencocokan ke
dokumen terutama ditunjukkan untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi
(overstatement). Hasil pengujian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang
saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian biasanya dilakukan dengan
menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas
pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Efisiensi
biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan
pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda. Kekurangan
dari pengujian ini adalah banyaknya waktu yang tersita, lebih mahal bila
dibandingkan dengan review analistsis, akan tetapi metode ini masih lebih
murah jika dibandingkan dengan pengujian detil atas saldo saldo.
c. Pengujian Rincian atas Saldo-Saldo
Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara
langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing-masing
pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan bukti yang
diperoleh. Keefektifan pengujian ini juga bergantung pada prosedur tertentu
yang dilakukan dan jenis bukti yang diperoleh. Berikut digambarkan bagaimana
efektivitas pengujian saldo dapat disesuaikan guna memenuhi tingkat risiko
deteksi yang berbeda untuk penilaian atau alokasi asersi kas di bank:
Risiko deteksi Pengujian Rincian atas Saldo
Tinggi Menscan rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi ketepatan matematis atas rekonsiliasi
tersebut
Sedang Review rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi pos-pos rekonsiliasi yang penting serta
ketepatan matematis rekonsiliasi tersebut.
Rendah Siapkan rekonsiliasi bank dengan menggunakan
laporan bank yang diperoleh dari klien dan dilakukan
verifikasi pos-pos rekonsiliasi yang penting serta
ketepatan matematisnya.
Sangat rendah Meminta laporan bank langsung dari bank,
menyiapkan rekonsiliasi bank, dan melakukan
verifikasi pada seluruh pos-pos rekonsiliasi serta

160
ketepatan matematisnya.
d. Pengujian rincian atas estimasi akuntansi.
Estimasi akuntansi Merupakan perkiraan elemen laporan keuangan, item, atau
akun atas tidak adanya pengukuran yang tepat. Biasanya meliputi pengujian
atas saldo, tetapi selalu memerlukan bukti yang unik. Estimasi akuntansi
biasanya meliputi elemen prospektif yang signifikan. Pertimbangan diperlukan
dalam pembuatan estimasi akuntansi yang mempunyai dampak yang signifikan
terhadap laporan keuangan perusahaan. Tujuan auditor dalam mengevaluasi
estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk
memberikan kepastian yang layak.
Dalam SPAP 342.7 disebutkan bahwa tujuan auditor pada waktu mengevaluasi
estimasi akuntansi adalah memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa:
a) Semua estimasi akuntansi yang dapat material bagi laporan keuangan telah
ditetapkan
b) Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan
c) Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
diungkapakn secara memadai
Untuk mengevaluasi kelayakan estimasi diatas, dalam SPAP 342.09 diuraikan
bahwa auditor harus mengonsentrasikan pada jumlah asumsi-asumsi dan
faktor-faktor penting yang digunakan manajemen, seperti (1) signifikansi
terhadap estimasi akuntansi, (2) sensitif terhadap variasi, (3) penyimpangan
dari pola lama, (4) subjektif serta dapat berpengaruh salah saji dan bias.
Bukti tentang kewajaran estimasi tersebut dapat diperoleh auditor dari satu atau
beberapa pendekatan berikut:
a) Melakukan prosedur untuk meriview dan menguji proses manajemen dalam
membuat estimasi
b) Membuat ekspektasi yang independen atas estimasi
c) Meriview transaksi dan keterjadian yang berikutnya yang terjadi sebelum
menyelesaikan audit yang berkaitan dengan estimasi tersebut.
e. Penerapan empat jenis pengujian substantif
Penerapan keempat jenis pengujian substantif dapat digambarkan dalam
konteks rekening-rekening berikut :
Untuk menentukan saldo akhir telah disajikan secara wajar, auditor harus
mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti dari berbagai pengujian
substantif sebagai berikut :
1. Prosedur analisis, meliputi:
a) Perbandingan antara nilai absolute saldo akhir tahun ini dalam rekening
kontrol dengan saldo akhir yang lalu,jumlah menurut anggaran, atau
ekspetasi lain.

161
b) Menggunakan saldo akhir untuk menentukan persentase piutang
dagang terhadap aktiva lancar untuk dibandingkan dengan persentase
tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain.
c) Menggunakan saldo akhir untuk menghitung rasio perputaran piutang
untuk dibandingkan dengan perputaran piutang tahun lalu, data industri,
atau nilai ekspektasi lain.
2. Pengujian detil transaksi, meliputi:
a) Suatu sampel pendebetan dan pengkreditan atas rekening-rekening
piutang.
b) Penelusuran data transaksi dari bukti transaksi dan jurnal ke
pendebetan dan pengkreditan dalam rekening-rekening piutang.
3. Pengujian detil saldo-saldo, meliputi:
a) Menentukan total semua saldo akhir piutang dagang dalam buku
pembantu, sama dengan saldo piutang dagang di rekening control.
b) Mengkonfirmasi saldo akhir sejumlah rekening piutang langsung ke
debitur atau pelanggan.
4. Pengujian rincian atas saldo yang melibatkan estimasi akuntansi.
Kemungkinanya meliputi:
a) Menguji penetapan umur piutang dengan memvouching jumlah-jumlah
dalam kategori penetapan umur piutang untuk akun-akun sampel ke
dokumen pendukung.
b) Untuk akun-akun yang telah berlalu, menguji bukti keterkaitan seperti
korespondensi dengan pelanggan dan agen-agen penagihan luar,
laporan kredit dan laporan keuangan pelanggan, serta membicarakan
jumlah-jumlah yang dapat ditagih dengan personel manajemen yang
sesuai
c) Mengevaluasi proses manajemen dalam mengestimasi akun penyisihan
piutang tak tertagih dengan peninjauan kembali.
d) Mengevaluasi kecukupan penyisihan informasi yang diberikan tentang
kecenderungan industri, kecendurungan penetapan umur piutang, dan
sejarah untuk pelanggan tertentu.
Dalam hal piutang dagang, ketiga jenis pengujian subtantif di atas semuanya
dapat diterapkan. Sedangkan untuk rekening rekening yang lain, terkadang
yang dapat diterapkan hanya satu atau dua jenis saja untuk mendapatkan bukti
yang cukup untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.Untuk
menentukan bahwa rekening penjualan telah dilaporkan dengan jumlah yang
wajar, auditor bisa mendapatkan bukti melalui hal-hal berikut :
1. Prosedur analisis.
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi:
a) Perbandingan antara jumlah absolute saldo akhir dengan saldo akhir
tahun lalu, jumlah menurut anggaran, atau nilai ekspetasi lain.

162
b) Perbandingan antara saldo akhir dengan saldo akhir menurut estimasi
independen.
2. Pengujian detil transaksi.
Prosedur-prosedur audit yang dilakukan meliputi:
a) Pencocokan ke dokumen pendukung atas setiap pengkreditan dengan
pendebetan ke rekening piutang dagang, bukti pengiriman barang, dan
order penjualan.
b) Menelusur data transaksi dari dokumen dasar.
3. Pengujian detil saldo-saldo
Mengingat bahwa penjualan memiliki hubungan langsung dengan piutang
dagang, maka berbagai bukti yang diperoleh untuk pengujian detil atas
saldo piutang dagang dapat juga digunakan sebagai bukti untuk saldo
rekening penjualan.
4. Pengujian rincian atas saldo yang melibatkan estimasi akuntansi.
Pengakuan pendapatan untuk beberapa perusahaan dilakukan secara
langsung. Oleh karena pentingnya estimasi presentasi penyelesaian,
auditor dapat menggunakan seorang ahli dalam industri untuk
mengevaluasi estimasi tersebut. Auditor dapat juga mengevaluasi retur
penjualan dan penyisihan, untuk membantu retur yang diestimasi dengan
penjualan pada tahun berjalan.

2. Saat Pengujian Substantif


Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat
pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa
bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan
dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun.
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal
interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus
didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :
a) Mengendalikan bertambahnya risiko audit bahwa salah saji yang material akan
ada dalam akun tersebut pada tanggal neraca namun tidak dapat dideteksi oelh
auditor. Risiko tersebut semakin besar jika periode waktu yang tersisa antara
tanggal pengujian interm dan tanggal neraca diperpanjang.
b) Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.
Menurut Boynton (2003:513) yang mengutip SAS No.45 meyebutkan bahwa
Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
a) Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif
b) Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk
membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa.

163
c) Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bias diprediksi
secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun
komposisinya.
d) Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa
yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan
pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus
mencakup :
a) Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi
jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah
tersebut.
b) Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan
dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal
neraca.
3. Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas
pengujian substantif yang dilakukan. Luas dalam praktik mengandung arti
banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian atau diterapkan
prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik dalam pengujian substantif
dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang
diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi.
4. Pemilihan Staf
Due Profesional Care in the Performance of Work menyebutkan bahwa auditor
harus menetapkan tugas dan supervise yang sepadan dengan tingkat
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan mereka sehingga mereka dapat
mengevaluasi bukti audit yang sedang mereka uji
5. Hubungan antara komponen risiko audit dan sifat, waktu, serta luas
pengujian substantive

164
Gambar 2: hubungan antara komponen risiko audit, dan sifat, waktu dan luas
pengujian substantif

C. MENGEMBANGKAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF


1. Penggunaan teknologi informasi untuk mendukung pengujian substantive
Disamping menggunakan teknik audit berbantuan computer untuk pengujian
pengendalian, perangkat lunak audit telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi
pengujian substantive yang luas.
a. Perangkat lunak audit yang umum. Perangkat lunak tersebut digunakan
oleh auditor untuk arsip-arsip computer klien yang dihasilkan dalam
berbagai data organisasi dan metode pemrosesan, sehingga hal tersebut
dapat dihubungkan dari sau klien ke klien lainnya. Tergantung pada aplikasi,
satu atau lebih fase berikut ini tercakup dalam penggunaan paket peringkat
lunak audit:

165
1) Pengidentifikasian tujuan auditor dan tujuan pengujian yang dilakukan
2) Penentuan kelayakan penggunaan paket perangkat lunak tersebut
dengan sistem klien
3) Perancangan aplikasi , yang meliputi logika, perhitungan, dan bentuk
ouputnya
4) Pengkodean dan pengujian aplikasi, termasuk pembuatan bentuk-
bentuk standar dan informasi penting
5) Pemrosesan aplikasi pada data arsip aktual klien dan me-rivew hasil-
hasilnya.
b. Pemilihan dan pencetakan sampel-sampel audit
Sampel-sampel tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Piutang
usaha pelanggan secara individual mungkin dipilih untuk konfirmasi, atau
auditor mungkin tertarik dalam memperoleh daftar seluruh item yang
nilainya melebihi jumlah normal tertentu. Sampel tersebut dipilih
berdasarkan berbagai criteria. Dalam kasus permintaan konfirmasi tersebut
komputer juga dapat digunakan untuk mencetak surat dan amplop
permintaan konfirmasi.
c. Pengujian kalkulasi dan pembuatan perhitungan
Keguanaan lainnya dari komputer adalah untuk menguji keakuratan
perhitungan dalam mesin yang dapat membaca artsip data. Pengujian
penjumlahan ke samping, penjumlahan ke bawah atau perhitungan lain dapat
dilakukan. Kuantitas persediaan dapat dihitung dengan biaya per unit dan
jumlah persediaan yang di kalkulasi ulang, piutang usaha pelanggan dapat
dijumlah ke bawah secara individual dan total seluruh akun yang dibuat.

d. Peringkasan data dan pelaksanaan analisis


Auditor biasanya menginginkan data klien disusun kembali dalam cara yang
akan sesuai dengan tujuan tertentu. Dalam melaksanakan prosedur analitis,
auditor dapat menggunakan computer untuk menghitung rasio yang
diinginkan dan data komperatif lainnya.
e. Perbandingan data audit dengan catatan computer
Data audit yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh auditor dapat
dibandingkan dengan informasi dalam catatan computer. Uji hitung yang
dibuat oleh auditor atas kuantitas persediaan di tangan dapat dibandingkan
dengan kuantitas yang ditunjukkan pada catatan persediaan perpetual atau
kuantitas yang ditentukan oleh perusahaan sebagai hasil dari perhitungan
fisik persediaan.
2. Hubungan antara asersi,tujuan audit khusus, dan pengujian substantive
Dalam perancangan pengujian substantive, auditor harus menemukan bahwa
pengujian yang sesuai telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit khusus
yang ada dalam setiap asersi.

166
a. Program audit ilustratif untuk pengujian substantive
Program audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilakukan. Selain
untuk daftar prosedur audit, setiap program audit harus mempunyai kolom
untuk (1) referensi silang kertas kerja lainnya yang berisi bukti yang diperoleh
dari setiap prosedur (ketika apat diterapkan), (2) titik awal auditor yang
melakukan setiap prosedur, dan (3) tampilan tanggal pada prosedur yang
telah diselesaikan. Program audit harus cukup rinci memberikan : (a)Garis
besar pekerjaan yang akan dilakukan; (b) Dasar koordinasi, supervise, dan
pengendalian audit; (c) Catatan pekerjaan yang dilakukan
3. Kerangka kerja umum pengembangan program audit untuk pengujian
substantive
Pemahaman mengenai signifikansi kelompok transaksi dan pemicu ekonomi
yang mendasari kelompok transaksi tersebut, memberikan konteks penting untuk
melakukan dan mengevaluasi kewajaran bukti yang mendukung asersi
manajemen dalam laporan keuangan. Pengujian substantive berikutnya sering
dilakukan pada catatan-catatan buku pembantu, skedul pendukung, atau sampel-
sampel yang ditarik darinya, maka merupakan hal yang logis untuk memulai
dengan memastikan bahwa catatan pendukung dikerjakan sesuai dengan buku
besar.
Spesifikasi prosedur analitis dipertimbangkan berikutnya karena, ketersediaan
prosedur efektif dapat mengurangi atau menghilangkan kebutuhan pengujian
rincian yang lebih mahal. Pengujian rincian atas transaksi biasanya dilakukan
berikutnya karena dalam beberapa kasus hal tersebut akan lebih murah untuk
dilakukan daripada pengujian rincian atas saldo. Auditor kemudian harus
melakukan pengujian rincian atas saldo untuk memperoleh bukti secara langsung
tentang kewajaran penyajian saldo yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Program ini harus menspesifikasikan persyaratan khusus yang sebelumnya tidak
ada dan prosedur untuk menentukan bahwa penyajian dan pengungkapan yang
ada dalam asersi tersebut dikupas oleh program yang sesuai dengan GAAP.
4. Program audit dalam perikatan awal
Dalam sebuah perikatan awal, spesifikasi rinci dari pengujian substantive dalam
program audit umumnya tidak sempurna. Pertimbangan khusus untuk
merancang program audit dalam perikatan awal adalah (1) menentukan
ketepatan saldo akun pada periode awal audit, dan (2) memastikan prinsip
akuntansi yang digunakan dalam periode sebelumnya sebagai dasar untuk
menentukan konsistensi penerapan prinsip semacam itu dalam periode berjalan.
5. Program audit dalam perikatan berulang
Auditor mempunyai akses ke program audit yang digunakan dalam periode
sebelumnya dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Program

167
audit untuk perikatan saat ini sering dipersiapkan sebelum auditor menyelesaikan
penelitian dan evaluasinya terhadap struktur pengendalian intern. Jika informasi
yangyang diperoleh dalam periode berjalan menunjukkan asumsi awal tingkat
risiko dan program yang dibuat tidak sepenuhnya sesuai, akan dilakukan
modifikasi program.
D. PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM MERANCANG UJI SUBSTANTIF
1. Akun-akun laporan laba rugi
Secara tradisional, pengujian rincian atas saldo lebih berfokus pada asersi laporan
keuangan yang berkaitan dengan akun-akun neraca daripada akun laporan laba
rugi. Pendekatan ini efisien dan logis berkaitan dengan satu atau lebih akun-akun
neraca.:

Akun-akun Neraca Akun laporan laba rugi terkait

Piutang usaha Penjualan


Persediaan Harga Pokok Penjualan
Beban dibayar di muka Berbagai beban terkait
Investasi Pendapatan investasi
Aktiva tetap Beban penyusutan
Aktiva tak berwujud Beban amortisasi
Hutang akrual Beban bunga
Kewajiban berbunga
Jika dibandingkan dengan uji substantive atas akun neraca, pengujian laporan laba
rugi lebih condong ke prosedur analitis dan sedikit ke pengujian rincian.
a. Prosedur analitis untuk akun-akun laporan laba rugi
Jenis pengujian substantive ini dapat digunakan secara langsung atau tidak
langsung. Pengujian langsung terjadi ketika akun pendapatan atau akun beban
dibandingkan dengan data relevan lainnya untuk menentukan kewajaran saldo
tersebut. Pengujian ini tidak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo
laporan laba rugi diperoleh dari prosedur analitis yang dipakai untuk akun
neraca yang berhubungan.
Auditor mungkin memilih untuk menggunakan prosedur analitis sebagai
pengujian langsung atas beberapa saldo laporan laba rugi. Jika pengendalian
terhadap transaksi penyesuaian penjualan cukup andal, hanya prosedur analitis
yang dipakai untuk akun retur penjualan dan penyisihan.
b. Pengujian rincian atas akun-akun laporan laba rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian rincian
atas akun-akun neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi menjadi
lebih rendah. Hal ini dapat terjadi pada saat :
1) Risiko bawaan tinggi. Hal ini terjadi dalam kasus asersi-asersi yang
dipengaruhi oleh transaksi yang tidak rutin dan pertimbangan serta estimasi
manajemen.

168
2) Risiko pengendalian tinggi. Keadaan ini dapat terjadi ketika (1)
pengendalian intern yang berkaitan dengan transaksi rutin dan tidak rutin
tidak efektif atau (2) auditor memilih untuk tidak menguji pengendalian intern
3) Prosedur analitis menentukan adanya fluktuasi hubungan yang tidak bias
dan tidak diharapkan.
4) Akun memerlukan analisis. Analisis biasanya diperlukan untuk akun-akun
yang (a) memebutuhkan pengungkapan khusus dalam laporan laba-rugi, (b)
beisi informasi yang diperlukan dalam mempersiapkan SPT pajak dan
laporan kepada instansi yang berwenang, seperti SEC (amerika) atau
Bapepam (Indonesia), dan (c) mempunyai judul akun yang kemungkinan
mengandung kesalahan klasifikasi dan kekeliruan.
2. Akun-akun yang ada dalam transaksi pihak yang mempunyai hubungan
istimewa
Auditor harus mengidentifikasi transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dalam perencanaan audit. jenis transaksi ini menjadi perhatian auditor karena
transaksi tersebut tidak dilakukan berdasarkan sikap yang independen dari pihak-
pihak yang bersangkutan. Tujuan auditor dalam mengaudit transaksi pihak yang
mempunyai hubugan istimewa adalah untuk memperoleh bahan bukti berkenaan
dengan tujuan, sifat, dan luas transaksi tersebut dan pengaruhnya terhadap laporan
keuangan. SPAP 334.09 menunjukkan bahwa pengujian substantive harus
mencakup :
a) Memperoleh pemahaman tentang tujuan bisnis dari transaksi tersebut
b) Memeriksa faktur, pelaksanaan persetujuan, kontrak, dan dokumen lain yang
berkaitan
c) Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris
d) Menguji kewajaran kompilasi jumlah yang akan digunakan
e) Menyusun audit atas saldo akun antarperusahaan yang dilakukan berulang
pada tanggal-tanggal berikutnya
f) Menginspeksi dan memperoleh kepuasan berkaitan dengan transfer dan nilai
jaminan

169
Materi XI: PENGAMBILAN SAMPEL AUDIT DALAM UJI PENGENDALIAN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar pengambilan sampel audit
b. Menjelaskan perancangan sampel atribut statistik untuk uji pengendalian
c. Menjelaskan penyelesaian sampel atribut statistik dan pegevaluasian hasil

Pembahasan Materi:
A. KONSEP-KONSEP DASAR SAMPLING AUDIT
1. Sifat Dan Tujuan Sampling Audit
AU 350.01 mendefinisikan sampling audit (audit sampling) sebagai penerapan
prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi
yang kurang dari 100 % dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo
akun atau kelompok transaksi tersebut. Sampling audit diterapkan baik untuk
pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Namun demikian, hal tersebut
bukan berarti dapat diterapkan untuk seluruh prosedur audit yang dapat digunakan
dalam pengujian-pengujian tersebut. Contoh, sampling audit secara luas di gunakan

170
dalam pemeriksaan (vouching), konfirmasi (confirming), dan penelusuran (tracing),
tetapi hal tersebut tidak biasa digunakan dalam pengajuan pertanyaan, observasi,
dan prosedur analitis.
2. Ketidakpastian Dan Sampling Audit
Standar pekerjaan lapangan kedua dan ketiga berisi elemen ketidakpastian. Contoh,
perhitungan auditor atas resiko pengendalian yang mempengaruhi sifat (nature),
waktu (timing), luas (extent) dan pemilihan staf (staffing) atas prosedur-prosedur
audit lainnya yang dilakukan.Ketidakpastian yang melekat dalam audit sering
disebut sebagai risiko audit. Sampling audit menerapkan dua komponen risiko audit,
yaitu : (a) Risiko pengendalian yaitu risiko bahwa pengendalian intern tidak dapat
mendeteksi atau menghindari salah saji material dalam asersi laporan keuangan.;
(b) Pengujian rincian risiko, merupakan risiko bahwa salah saji material tidak akan
diungkapkan dengan pengujian rincian oleh auditor.
Sampling audit dalam pengujian pengendalian memberikan informasi yang secara
langsung berhubungan dengan penilaian auditor atas risiko pengendalian, dan
sampling audit dalam pengujian substantif membantu auditor mengkuantifikasi dan
mengendalikan pengujian rincian atas risiko.
3. Risiko Sampling dan Risiko Nonsampling
a. Risiko Sampling
Risiko sampling(sampling risk) adalah risiko bahwa auditor mencapai
kesimpulan yang salah karena sampel populasi tidak representatif. Risiko
sampling adalah bagian sampling yang melekat akibat menguji lebih sedikit dari
populasi secara keseluruhan. Sebagai contoh, asumsikan auditor memutuskan
bahwa pengendalian dianggap tidak efektif jika terdapat tingkat pengecualian
populasi 6 persen. Asumsikan auditor menerima bahwa pengendalian dianggap
efektif berdasarkan pengujian pengendalian dengan sampel sebanyak 100 item
yang memiliki dua pengecualian. Jika populasi sebenarnya memiliki tingkat
pengecualian sebesar 8 persen, auditor menerima populasi yang salah karena
sampel tidak cukup mewakili populasi. berkaitan dengan kemungkinan bahwa
sampel yang diambil tidak menggambarkan secara benar populasi tersebut.
Dalam melakukan pengujian pengendalian jenis risiko sampling berikut dapat
terjadi :

a) Risiko atas penilaian tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (the
risk of assessing control risk too low) adalah risiko bahwa penilaian tingkat
risiko pengendalian berdasarkan sampel mendukung penilaian tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan pada saat efektivitas operasi aktual dari
prosedur atau kebijakan struktur pengendalian, jika diketahui, dianggap
tidak cukup mendukung tingkat penilaian yang di rencanakan.

171
b) atas penilaian tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (the risk od
assessing control risk too high) adalah risiko bahwa penilaian tingkat risiko
pengendalian berdasarkan sampel tidak mendukung penilaian tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan pada saat efektivitas operasi aktual dari
prosedur atau kebijakan struktur pengendalian, jika diketahui, dianggap
cukup untuk mendukung tingkat penilaian yang direncakan.

Sedangkan dalam melakukan pengujian substantif risiko sampling berikut dapat


terjadi:

a) Risiko kesalahan penerimaan


Risiko kesalahan penerimaan ( risk of incorrrect acceptance) adalah risiko
bahwa sampel mendukung kesimpulan bahwa saldo akun yang dicatat tidak
salah saji secara material, padahal saldo akun tersebut salah saji secara
material.
b) Risiko kesalahan penolakan
Risiko kesalahan penolakan ( risk of incorrrect rejection) adalah risiko
bahwa sampel mendukung kesimpulan bahwa saldo akun yang dicatat
salah saji secara material, padahal saldo akun tersebut tidak salah saji
secara material

Risiko-risiko tersebut mempunyai dampak yang signifikan terhadap efektivitas


dan efesiensi audit.Risiko penilaian tingkat risiko pengendalian yang terlalu
rendah dan risiko kesalahan penerimaan, masing-masing dijelaskan sebagai
risiko beta (beta risk) dalam istilah umum statistik, berkaitan dengan efektivitas
audit.Pada saat auditor menarik kesimpulan yang salah ini, prosedur-prosedur
auditor tidak cukup untuk mendeteksi salah saji secara material, dan dia tidak
mempunyai dasar alasan untuk pendapatnya.Sebaliknya, risiko penilaian tingkat
risiko pengendalian yang terlalu tinggi dan risiko kesalahan penolakan, masing-
masing dapat dijelaskan sebagai risiko alfa (alpha risk) adalah istilah umum
statistik berrkaitan ddengan efisiensi audit. Ketika kesimpulan yang salah ini
terjadi, auditor akan meningkatkan pengujian substantive. Namun demikian,
upaya-upaya ini akan mengarah kepada kesimppulan yang benar, dan audit
akan efektif.

b. Risiko nonsampling
Risiko nonsampling(nonsampling risk) adalah risiko bahwa pengujian audit
tidak menemukan pengecualian yang ada dalam sampel. Dua penyebab risiko
nonsampling adalah kegagalan auditor untuk mengenali pengecualian dan
prosedur audit yang tidak sesuai atau tidak efektif.

172
Auditor mungkin gagal mengenali pengecualian karena kelelahan, bosan atau
tidak memahami apa yang harus dicari. Contoh di asumsikan 3 dokumen
pengiriman tidak dilampirkan ke salinan faktur penjualan dalam sampel
sebanyak 100. Jika auditor menyimpulkan bahwa tidak ada pengecualian, hal
tersebut merupakan kesalahan nonsampling. Prosedur audit yang tidak efektif
untuk mendeteksi pengecualian yang diragukan adalah dengan memeriksa
sampel dokumen pengiriman dan menentukan apakah masing-masing telah
dilampirkan ke faktur penjulan, dan bukan memeriksa sampel salinan faktur
penjualan untuk menentukan apakah dokumen pengiriman telah dilampirkan.
Dalam kasus ini, auditor telah melakukan pengujian dengan arah yang salah
karena memulainya dengan dokumen pengiriman dan bukan salinan faktur
penjualan. Prosedur audit yang dirancang dengan cermat, instruksi yang tepat,
pengawasan, dan review merupakan cara untuk mengendalikan risiko
nonsampling. Sumber-sumber risiko nonsampling meliputi : (a) Kesalahan
manusia; (b) Penerapan prosedur audit yang tidak sesuai dengan tujuan audit;
(c) Salah menginterpretasikan hasil sampel; (d) Kepercayaan pada informasi
yang salah diterima dari pihak lain.
4. Sampling Nonstatistik dan Statistik
Metode sampling audit dapat dibagi menjadi dua kategori utama: sampling statistik
dan sampling nonstatistik. Dalam melakukan pengujian audit yang sesuai dengan
GAAS, auditor dapat menggunakan sampling nonstatistik (nonstatistical sampling)
atau samping statistik (statistical sampling) atau keduanya.

Tujuan dari perencanaan sampel adalah memastikan bahwa pengujian audit


dilakukan dengan cara yang memberikan risiko sampling yang diinginkan dan
meminimalkan kemungkinan kesalahan nonsampling. Sampling statistik (statistical
sampling) dengan menerapkan aturan matematika, auditor dapat mengkuantifikasi
(mengukur) resiko sampling dalam merencanakan sampel, dicontohkan anda
mungkin ingat penghitungan hasil statistik dengan tingkat keyakinan 95%
memberikan risiko sampling sebesar 5%.Sampling nonstatistik (nonstatistical
sampling) auditor tidak mengkuantifikasi risiko sampling. Kedua jenis sampling
memerlukan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana sampling
serta pengevaluasian hasil-hasilnya. Lebih dari itu, kedua jenis sampling tersebut
dapat memberikan bahan bukti yang cukup sebagaimana dipersyaratkan dalam
standar pekerjaan lapangan yang ketiga. Perbedaan penting antara kedua jenis
sampling ini adalah bahwa hukum probabilitas digunakan untuk mengendalikan risiko
sampling dalam sampling statistik. Piliha antara kedua jenis sampling tersebut
terutama didasarkan pada pertimbangan biaya/manfaat (cost/benefit considerations).

173
Sampling statistik dalam hal tertentu tepat pada saat populasi audit besar, seperti
ketika mengkonfirmasi piutang. Jika pengujian pengendalian menggunakan teknologi
informasi, secara biaya akan lebih efektif jika auditor menggunakn teknik audit
berbantuan komputer yang merupakan bentuk sampling nonstatistik.

Dalam sampling nonstatistik, auditor menentukan ukuran sampel dan mengevaluasi


hasil sampel yang diinginkan berdasarkan kriteria subjektif dan pengalaman yang
dimiliki. Dengan demikian, auditor mungkin tidak mengetahui kalau dia
menggunakan sampel yang terlalu besar untuk satu bidang, dan sampel yang terlalu
kecil untuk bidang yang lain. Untuk memperluas kecukupan bukti audit yang
didasarkan pada sampel, auditor mungkin, pada saat tertentu, memperoleh lebih
banyak (atau lebih sedikit) bukti dari pada kebutuhan sesungguhnya untuk
mempunyai dasar alasan pendapat yang dikemukakan. Namun demikian, sampel
nonstatistik yang dirancang dengan baik bisa sama efektifnya dengan sampel
statisik. Dalam sampel statistik, diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk melatih
auditor dalam menggunakan statistik dan merancang serta mengimplementasikan
sampel yang telah direncanakan. Namun demikian, sampling statistik harus
menguntungkan auditor dalam : (a) Perancangan sampel yang efisien; (b) Mengukur
kecukupan bukti yang diperoleh; (c) Mengevaluasi hasil sampel

5. TEKNIK SAMPLING AUDIT


Auditor dapat menggunakan sampling untuk memeperoleh informasi tentang
beberapa perbedaan karakteristik populasi. Namun demikian, kebanyakan sampel
audit mengarah pada :

a. Tingkat penyimpangan (deviation rate)

b. Jumlah uang

Pada saat sampling statistik dugunakan, teknik sampel ini masing-masing


ditunjukkan sebagai sampling atribut dan sampling variabel.

B. SAMPLING NONSTATISTIK UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN


1. Pengendalian yang Dapat Diuji dengan Menggunakan Sampling Nonstatistik
Dalam lingkungan saat ini di mana beberapa prosedur pengendalian di program
untuk mendapatkan keunggulan teknologi informasi, efektivitas biaya dapat dicapai
dengan mempertimbangkan rencana sampling nonstatistik. Pada saat auditor
sedang mengembangkan rencana audit untuk menguji prosedur pengendalian yang
diprogram, auditor perlu mempertimbangkan efisiensi bukti mengenai pengendalian
yang diprogram, pengendalian umum komputer, dan prosedur tindak lanjut manual.

174
Namun demikian, auditor dapat mempertimbangkan rencana pengembangan untuk
menguji pengendalian manajemen pada seluruh transaksi. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, pengujian statistik pada pengendalian mungkin sesuai dalam situasi
ini.
a. Pengujian prosedur pengendalian dengan program komputer (Testing
Computer-Programmed Control Procedures)
Teknologi informasi telah memberikan sumbangan yang berarti pada konsisten
prosedur pengendalian. Dalam era di mana prosedur pengendalian dilakukan
secara manual, seseorang dapat membandingkan dengan benar, misalnya,
informasi dalam voucher dengan pesanan pembelian, laporan, penerimaan,
dan faktur pemasok. Namun pada akhirnya, kelelahan dapat timbul dan
prosedur yang sama mungkin dilakukan dengan salah.Untuk prosedur
pengendalian yang diprogram secara spesifik sesuai kehendak, biasanya
cukup bagi auditor untuk menguji pengendalian yang diprogram dengan hanya
dua transaksi yang sesuai : satu transaksi yang diproses dengan benar dan
satu transaksi yang harus ditandai sebagai suatu pengecualian. Akan tetapi,
auditor dapat menguji setiap aspek pengendalian yang diprogram dengan
ukuran sampel dua pengujian transaksi.
b. Pengujian prosedur pengendalian umum komputer(Testing Computer General
Control Procedures)
Prosedur pengendalian umum komputer meliputi pengendalian organisasi dan
operasi, pengembangan sistem dan pengendalian dokumentasi, pengendalian
perrangkat keras (hardware) dan sistem perangkat lunak (system software),
pengendalian akses, serta pengendalian data dan prosedur. Semua itu
meninggalkan jejak audit (audit trail) atas laporan perubahan sistem,
bagaimana perubahan diuji dan disetujui, dan keamanan perangkat lunak yang
dapat menghasilkan laporan dan catatan mengenai siapa yang telah
mengakses program dan arsip data. Auditor dapat menguji pengendalian-
pengendalian ini dengan menginspeksi laporan dan catatan dan dengan
membuat pertanyaan serta observasi. Pertanyaan dan observasi tidak
termasuk sampling audit, dan auditor dapat menggunakan teknik sampling
nonstatistik ketika membuat keputusan tentang perluasan inspeksi atas
laporan, catatan komputer, dan catatan-catatan lain yang memberikan bukti
tentang prosedur pengendalian umum komputer.
c. Pengujian Prosedur Tindak Lanjut Manual
Prosedur pengendalian berprogram computer biasanya memberikan
pengecualian untuk tindak lanjut manual.Hal itu apata menunjukan
pengecualian pada layar komputer dan tidak dapat memproses lebih lanjut
sebuah transaksi sampai perkecualian tersebut dikoreksi.Pengujian

175
pengendalian yang ditampilkan di layar diuji terutama dengan pengajuan
pertanyaan dan observasi, dan dengan menyerahkan transaksi yang dapat
menghasilkan pesan yang diduga salah.Alternatifnya, pengecualian dicetak
dan dilaporkan secara harian atau mingguan untuk tindak lanjut dan
koreksi.Karyawan biasanya membuat notasi pada laporan pengecualian yang
dicetak, yang berkaitan dengan langkah yang diambil dalam mengoreksi
transaksi tersebut termasuk hal-hal yang berkaitan. Sampling nonstatistik
merupakan cara yang tepat untuk memilih laporan pengecualian dengan tujuan
menguji efektivitas prosedur tindak lanjut manual.
d. Pengujian Pengendalian Manajemen
Banyak prosedur pengendalian manajemen meliputi adanya review
manajemen terhadap berbagai laporan keuangan dan kinerja bisnis. Laporan
siklus pendapatan dapat mengurutkan order pelanggan berdasarkan
profitabilitas, laporan pelanggan baru, laporan pelanggan pasif empat bulan
terkahir, atua menunjukan volume aktivitas, harga penjualan, dan marjin
produk. Laporan siklus pengeluaran dapat menunjukan pembelian yang
dilkakukan selama minggu terakhir yang disusun berdasarkan pemasok atau
produk dan penerimaan jasa.Pengendalian ini mengharapkan manajemen
untuk me-review dan menyetujui kelengkapan, keakuratan, dan alasan-alasan
dilakukannya transaksi dalam satu minggu. Samping nonstatistik merupakan
metode yang tepat untuk menentukan efektivitas pengujian audit atas
pengendalian manajemen yang memanfaatkan laporan-laporan jenis ini dari
sistem akuntansi.
2. Langkah-Langkah Dalam Sampling Nonstatistik
Sampel nonstatistik tepat digunakan ketika auditor menginspeksi ringkasan laporan
yang dapat memberikan bukti tentang efektivitas pengendalian umum, prosedur
tindak lanjut manual, atau pengendalian manajemen. Langkah-langkah yang
tercakup dalam rencana sampling nonstatistik meliputi hal-hal berikut ini :

a. Menentukan tujuan audit dan prosedur untuk memenuhi tujuan tersebut

b. Menentukan populasi dan unit sampling

c. Menspesifikasi pengendalian yang dikehendaki dan bukti bahwa pengendalian


tersebut efektif atau tidak efektif

d. Menggunakan pertimbangan profesional untuk menentukan ukuran sampel

176
e. Menggunakan pertimbangan profesional untuk menentukan metode pemilihan
sampel

f. Menetapkan prosedur audit untuk pengujian pengendalian

g. Menerapkan prosedur audit untuk pengujian pengendalian

h. Mengevaluasi hasil sampel

a) Menentukan Tujuan Audit dan Prosedur Audit


Tujuan menyeluruh dari pengendalian adalah untuk mengevaluasi efektivitas
rancangan dan operrasi pengendalian intern. Beberapa pengendalian, seperti
prosedur pengendalian yang terprogram, dapat dirancang untuk menghindari
atau mendeteksi dan mengoreksi salah saji tertentu. Sebagai contoh, prosedur
pengendalian yang terprogram dapat dirancang untuk menjamin bahwa seluruh
pembelian dicatat atau seluruh penjualan adalah valid (eksistensi atau
keterjadiannya). Pengendalian manajemen dapat mendeteksi salah saji untuk
beberapa tujun audit. Sebagai contooh, review manajemen atas transaksi
pembelian dapat memberikan kepastian bahwa pembelian adalah valid dan
dinilai dengan benar. Beberapa pengendalian, seperti prosedur pengendalian
umum komputer, dapat mempunyai pengaruh pervasif pada beberapa tujuan
audit. Akhirnya, auditor harus memahami bagaimana pengendalian tertentu
akan mempengaruhi penilaian risiko pengendalian untuk asersi tertentu atau
tujuan audit.
b) Menentukan Populasi dan Unit Sampling
Populasi (population) didefinisakn oleh pengendalian intern sebagai seluruh
situasi di mana pengendalian harus dilakukan. Unit sampling (sampling unit)
merupakan cara audiitor mengidentifikasikan kinerja pengendalian intern yang
dikehendaki. Sebagai contoh, auditor mungkin ingin menguji populasi seluruh
perubahan program selama tahun ini untuk menguji pengendalian umum pada
seluruh perubahan program. Pada contoh ini, unit sampling secara individual
merupakan perubahan program. Selain itu, auditor juga dapat menguji populasi
seluruh laporan manajemen dalam siklus pengeluaran dimana manajemen
diminta untuk me-review dan menyetujui seluruh beban pengeluaran pada
pusat pertanggungjawabannya. Unit samping tersebut merupajan laporan
individual yang dikirim ke manajmen. Walaupun laporan tersebut berisi
informasi tentang sejumlah transaksi, namun laporan itu merupakan unit
sampling karena laporan inilah yang direspon oleh manajemen dalam

177
melakukan pengendalian transaksi.Dalam atribut sampel statistik untuk
pengujian pengendalian, populasi merupakan kelompok transaksi yang diuji.
Auditor harus menentukan bahwa penyajian secara fisik atas populasi tersebut
adalah sesuai tujuan rencananya. Identifikasi populasi juga termasuk
pertimbangan homogenitas populasi pada pengendalian yang diuji.
Unit sampling merupakan elemen individual dalam populasi. Unit sampling
dapat berupa dokumen, item-item dalam dokumen, ayat jurnal atau register
atau cataatn dalam arsip komputer. Unit sampling mempunyai dampak yang
signifikan terhadap terhadap efisiensi audit.
c) Menspesifikasi Pengendalian yang Dikehendaki dan Bukti efektivitas Operasi
Auditor harus menentukan bukti yang menunjuka efektif tidaknya suatu
pengendalian intern. Dalam kasus pengendalian umum atas perubahan
progrma, auditor dapat mengharapkan departemen pemakai untuk
mendokumentasikan proses koreksi transaksi yang nampak pada laporan
pengecuualian. Dalam kasus pengendalian manajemen, klien dapat
mengharapkan manajemen untuk me-review dan memberikan persetujuan
berdasarkan laporan transaksi mingguan yang dibebankan pada pusat
pertanggungjawannya. Pada saat auditor memperooleh pemahaman atas
pengendalian itern, hal tersebut membantu untuk memahami dokumentasi
audit, sehingga perkecualian tersebut diakui secara jelas.
d) Menggunakan Pertimbangan Profesional untuk Menentukan Ukuran Sampel
Factor-faktor utama pada ukuran sampel dalam sampel nonstatistik adalah: (1)
Risiko atas penilaian risiko pengendalian yang terlalu rendah; (2) Tingkat
penyimpangan yang dapat di toleransi; (3) Tingkat penyimpangan populasi
yang diharapkan untuk setiap pengendalian.
Tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi (tolerable deviation rate) adalah
tingkat maksimum penyimpangan dari pengendalian yang dapat diterima oleh
auditor denan menggunakan risiko pengendalian yang direncanakan dan
sebelum mengevaluasi bukti, auditor menentukan berapa banyak
penyimpangan dari pengendalian yang ditentukan yang dapat diterima.
Akhirnya, auditor harus mengestimasi tingkat penyimpangan populasi yang
diharapkan (expected population deviation rate), yaitu yang merupakan
taksiran terbaik auditor atas tingkat penyimpngan actual dalam populasi.Auditor
dapat mengestimasi tingkat penyimpangan populasi berdasarkan pengalaman
sebelumnya dengan klien atau pengetahuan yang diperoleh pada saat
memperoleh pemahaman atas pengendalian intern.Pada saat menentukan
ukuran sampel, semakin rendah tingkat penyimpangan yang diharapkan,
semakin kecil ukuran sampel.

178
e) Menggunakan Pertimbangan Profesional untuk Menentukan Metode Pemilihan
Sampel
Setelah auditor mengidentifikasi populasi serta unit sampling dan menentukan
ukuran sampel, langkah utama selanjutnya adalah memilih item sampel
(Pengendalian utama bukti, laporan pengecualian, atau laporan yang ditujukan
ke pengendalian manajemen).Teknik sampling nonstatistik yang biasa adalah
sampling sembarang (haphazard sampling). Metode ini mencakup pemilihan
item pada, tanpa memperhatikan jumlah transaksi, bulan dalam tahun tersebut,
atau hal-hal lainnya.
f) Menerapkan Prosedur Audit untuk Pengujian Pengendalian
Ketika menggunkan data untuk menguji prosedur pengendalian yang terprogra,
auditor mencari satu transaksi yang dip roses dengan baik (transaksi yang ada
di bawah pengujian terbatas) dan satu transaksi yang akan di laporkan sebagai
pengecualian (transaksi yang ada di atas pengujian terbatas). Auditor juga
dapat mengevaluasi efektivitas pengguna yang terlibat dalam pengembangan
program, atau mengevaluasi efektitivitas prosedur tindak lanjut manual atau
pengendalian manajemen.Tahapan ini terutama ditujukan pada risiko
nonsampling jika auditor tidak mengidentifikasi kegagalan pengendalian pada
risiko nonsampling jika auditor tidak dapat mengidentifikasikan kegagalan
pengendalian pada saat bukti ada di tangan.Auditor trsebut perlu mengevaluasi
apakah pengendalian intern pada auditor yang dikehendaki beroperasi secara
efektif.
g) Evaluasi Hasil
Penyimpangan dari prosedur pengendalian yang ditentukan harus ditabulasi,
diringkas dan di evaluasi.Pertimbangan professional diperlukan dalam
mengevaluasi hasil secara kuantitatif dan kualitatif.Pada saat mengevaluasi
hasil secara kuantitatif, auditor harus membandingkan bukti dengan tingkat
penyimpangan yang dapat ditoleransi pada saat perencanaan sampel
nonstatistik.
Jika pengujian atas pengendalian yang terprogram gagal (misalnya, program
tersebut tidak menolak pengujian transaksi yang melebihi batas), maka
pengendalian terprogram tersebut akan menjadi tidak efektif untuk atribut
tertentu (dalam contoh ini, pengendalian melebihi peenilaian), auditor
kemudian perlu mempertimbangkan apakah ada pengendalian lain yang
berkaitan dengan atribut yang sama, atau apakah risiko pengendalian harus
dinilai pada tingkat maksimum.

C. MERANCANG ATRIBUT SAMPEL STATISTIK UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN


Langkah-langkah dalam rencana sampling statistic untuk pengujian pengendalian
adalah sebagai berikut :

179
a. Menentukan tujuan audit
b. Menentukan populasi dan unit yang sampling
c. Menspesifikasi atribut-atribut yang dikehendaki
d. Menentukan ukuran sampel
e. Menentukan metode pemilihan sampel
f. Melaksanakan rencana sampling
g. Mengevaluasi hasil sampel.

1) Menentukan Tujuan Audit


Tujuan menyeluruh dari pengujian pengendalian adalah untuk mengevaluasi
efektivitas rancangan dan operasi pengendalian intern. Satu atau lebih rencana
sampling atribut dapat dirancang untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian yang
benrkaitan dengan kelompok transaksi tertentu
2) Menentukan Populasi dan Unit Sampling
Dalam atribut sampel statistic untuk pengujian pengendalian, populasi (population)
merupakan kelompok transaksi yang diuji.Auditor harus menentukanbahwa
penyajian secara fisik atas populasi tersebut adalah sesuai tujuan rencananya.
3) Menspesifikasi Atribut-Atribut yang Dikehendaki
Atribut (attribute) harus ditunjukan untuk setiap pengendalian yang diperlukan untuk
mengurangi risiko pengendalian atas sebuah asersi. Jika pengendalian tersebut
masryarakat departemen kredit untuk menyetujui kredit sebelum pengiriman,
atributnya dapat disajikan sebagai : persetujuan kredit oleh personel departemen
kredit yang di otorisasi.
4) Menentukan Ukuran Sampel.
Dalam menentukan ukuran sampel untuk setiap atribut atau pengendalian yang diuji,
auditor harus menspesifikasi pengurutan nilai setiap factor-faktor berikut : (1) Risiko
atas perkiraan risiko pengendalian yang terlalu rendah; (2) Tingkat penyimpangan
yang dapat ditoleransi; (3) Tingkat penyimpangan populasi yang di harapkan
Disamping itu, pada saat sampling dari populasi kecil (kurang dari 5.000 unit), ukuran
sampel tersebut harus diperkiran sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut dalam
bagian akhir.
a. Risiko atas Penilaian Risiko Pengendalian Yang Terlalu Rendah
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dua jenis risiko sampling yang
berkaitan dengan pengujian pengendalian :
1. Risiko atas penilaian risiko pengendalian yang terrlalu tinggi, yang
berhubungan dengan efisiensi audit
2. Risiko atas penilaian resiko pengendalian yang terlalu rendah, yang
berhubungan dengan efektivitas audit.
Akibat adanya konsekuensi serius potensi yang berkaitan dengan
ketidakefisiensi audit dank arena pengujian pengendalian merupakan sumber
utama bukti mengenai penyimpangan, auditor menginginkan untuk

180
mempertahankan risiko atas penilaian risiko pengendalian yang terlalu rendah
pada level yang rendah.

b. Tingkat Penyimpangan yang Dapat Ditoleransi


Tingkat Penyimpangan yang Dapat Ditoleransi (tolerable deviation rate) adalah
tingkat maksimum penyimpangan pengendalian yang mana auditor tetap
menerima dan masih menggunakan risiko pengendalian yang direncanakan.
Dalam memutuskan tingkat yang dapapt di toleransi, auditor harus
mempertimbangkan hubungan setiap penyimpangan dengan
1. Catatan akuntansi yang sedang di uji
2. Beberapa pengendalian intern yang berkaitan
3. Tujuan evaluasi auditor
c. Tingkat Penyimpangan Populasi yang Diharapkan
Auudiitor menggunakan satu atau lebih dari hal-hal berikut untuk mengestimaasi
tingkat penyimpangan populasi yang diharapkan (expected population deviation
rate) untuk setiap pengendalian :
1. Tingkat penyimpangan sampel tahun lalu, yang disesuaikan berdasarkan
pertimbangan auditor dengan perubahan tahun berjalan dalam efektivitas
pengendalian.
2. Estimasi berdasarkan penilaian awal tahun berjalan atas pengendalian
tesebut
3. Tingkat yang ditemukan dalam sampel pendahuluan atas 50 item yang
diperkirakan.
4. Ukuran Populasi
ukuran populasi (Population size) mempunyai sedikit pengaruh atau tidak
berpengaruh terhadap ukuran sampel. Pedoman sampling audit

D. MEMBUAT ATRIBUT SAMPEL SECARA STATISTIK DAN MENGEVALUASI HASIL-


HASILNYA
1. Melaksanakan Rencana sampling
Metelah rencana sampling dirancang, item-item sampel di pilih dan diuji untuk
menentukan sifat dan penyimpanan dari pengendalian.Penyimpanan meliputi
kesalahan dokumen, tidak ada inisial yang menunjukkan kinerja pengendalian,
ketidaksesuaian dalam dokumen dan cacatan yang berkaitan, tidak adany aharga
dengan pengerjaan kembali (reperformance) oleh auditor.
Jika unit sampling adalah dokumen, maka audtor dapat memilih jumlah yang lebih
besar dari yang di butuhkan.Jumlah ekstra tersebut digunakan sebagai pengganti
apabila ada dokumen yang dibatalkan atau item yang dipilih yang tidak dapat
digunakan dalam sampel yang dibutuhkan.Item yang tidak dapat diterapkan tersebut
terjadi pada aat pengendalian atau atribut tidak ada dalam item yang dipilih. Sebagai
contoh, jika atribut yang di uji adalah adanya penerimaan laporan untuk mendukung
voucher, maka voucher untuk pembayaran tagihan bulanan atas jasa fasilitas umum

181
tidak akan dapat diterapkan, karena laporan penerimaan tidak dibuat untuk jasa.
Dengan demikian, voucher akan di gantikan oleh jumlah ekstera dalam membuat
rencana sampel.
2. Mengevaluasi Hasil-Hasil Sampel
Penyimpanan yang ditemukan dalam sampel harus ditabulasi, diringka, dan
dievaluasi.Pertimbangan prefesional diperklukan dalam mengevaluasi faktor-faktor
utama pada kesimpulan menyeluruh.
a. Menentukan Tingkat Penyimpanan Sampel
Tingkat Penyimpanan Sampel (sample deviation rate) untuk setiap pengendalian
yang diuji dihitung dengan membagi jumlah penyimpanan yang ditemukan
dengan ukuran sampel yang diuji.Tingkat tersebut merupakan estimasi terbaik
auditor atas tingkat penyimpanan aktual dalam populasi.
b. Menentukan Batas Penyimpangan Atas
Batas penyimpanan atas (upper deviation limit) menunjukkan tingkat
penyimpanan atas dalam populasi berdasarkan jumlah penyimpangan yang
ditemukan dalam sampel. Batas atas tersebut dinyatakan dalam dalam bentuk
persentase, dan terkadang dianggab sebagai batas ketepatan atsa yang dapat
dicapai (achieved upper precision limit) atau tingkat penyimpangan populasi
maksimum (maximum population deviation rate).
Jika ukuran sampel yang digunakan tidak tmapak dalam tabel evaluasi tersebut,
auditor dapat : (a) menggunakan ukuran sampel terbesar dalam tabel, selama
tidak melebihi ukuran sampel yang digunakan, (b) melakukan interpolasi, (c)
memperolehnya dari tabel yang lebih lengkap, atau, (d) menggunakan program
komputer yang akan menghasilkan batas atas untuk beberapa ukuran sampel.
Batas penyimpangan atas yang ditentukan dari tabel secara implisit termasuk
cadangan risiko sampling.Dengan demikian, bats penyimpangan atas dapat
digunakan untuk menentukan apakah sampel mendukung risiko pengendalian
yang direncanakan. Jika batas penyimpangan atas kurang dari atau sama
dengan tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam merancang sampel,
hasilnya mendukung risiko pengendalian yang direncanakan; jika sebaliknya,
hasilnya tidak mendukug risiko pengendalian yang direncanakan.
c. Menentukan Cadangan untuk Risiko Sampling
Ingat bahwa risiko sampling berkaian dengan kemungkinan bahwa sampel yang
diperoleh secara layak tidak selalu mencerminkan populasinya. Sebaimana yang
ditunjukkan diatas, evaluasi dapat dilakukan tanpa menghitung cadangan untuk
risiko samping secara eksplisit. Akan tetapi, pengetahuan bagaimana cadangan
ditentukan dapat membantu proses evaluasi. Cadangan risiko sampling
(allaowance for sampling risk) yang ditambahkan pada tingkat penyimpagan
sampel merupakan batas penyimpangan atas yang akan melebihi
d. Mempertimbangkan Aspek Penyimpangan Kualitatif

182
Setiap penyimpangan yang terjadi pada pengendalian harus dianalisis untuk
menentukan hakikat penyimpangan dan sebab-sebabnya.
e. Menarik Kesimpulan Secara Menyeluruh
Auditor menggunkan hasil-hasil dari sampel tersebut, pengetahuan tentang
lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi, dan pertimbangan professional
untuk membuat penilaian akhir atas risiko pengendalian untuk pengandalian yang
dicerminkan oleh atribut-atribut yang tercakup dalam rencana sampling. Penilaian
tersebut kemudian digunakan untuk menilai risiko pengendalian atas asersi
laporan keuangan relevan yang dipengaruhi oleh kelompok transaksi yang diuji.
E. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN LAINNYA
1. Sampling Penemuan
Sampling penemuan adalah bentuk dari sampling atribut yang dirancang untuk
menemukan sedikitnya satu pengecualian jika tingkat penyimpangan dalam populasi
sama atau diatas tingkat yang ditentukan. Sampling penemuan bermanfaat ketika
auditor :

a. Sedang menguji sebuah populasi besar yang terdiri dari item-item berisi proporsi
risiko pengendalian yang sangat tinggi

b. Curiga bahwa telah terjadi ketidaksesuaian dengan ketentuan

c. Mencari bukti tambahan dalam sebuah kasus untuk menentukan apakah


ketidaksesuaian dengan ketentuan merupakan kejadian yang terisolasi atau
bagian dari pola yang berulang-ulang

Membuat sampel mencakup penggunaan kembali item-item yang dipilih untuk


sampel tersebut dan melakukan pengujian pengendalian berdasarkan sampel-
sampel tersebut. Pengevaluasian hasil-hasilnya mencakup penentuan mengenai
ada tidaknya sampel yang mendukung risiko pengendalian yang direncanakn
berdasarkan frekuensi penyimpanan dari pengendalian yang diobservasi dalam
sampel tersebut.

Materi XII: PENGAMBILAN SAMPEL AUDIT DALAM UJI SUBSTANTIF

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar pengambilan sampel audit

183
b. Menjelaskan probabilitas dan proporsional untuk ukuran pengambilan sampel
c. Menjelaskan pengambilan sampel variabel klasik
d. Menjelaskan pengambilan sampel nonstatistik dalam uji substantif

Pembahasan Materi:
A. KONSEP DASAR
1. Sifat dan Tujuan
Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo
akun atau kelopok transaksi yang krang dari 100% dengan tujuan untuk menilai
beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Rencana
sampling untuk pengujian substantif dapat dirancang untuk memperoleh bukti bahwa
saldo akun tidak mengandung salah saji material atau membuat estimasi independen
mengenai jumlah tertentu.
2. Ketidakpastian, Resiko Sampling, dan Resiko Audit
Auditor dibenarkan menerima beberapa ketidakpastian dalam pengujian substantif
jika biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pengujian data 100% atas
item dalam populasi, dalam pertimbangannya, lebih besar daripada konsekuensi
kemungkinan kesalahan pendapat karena menguji sampel data. Sampling audit
dalam pengujian substantif ditujukan baik untuk resiko sampling dan non sampling.
Resiko sampling yang berkaitan dengan pengujian substantif adalah resiko kesalahan
penerimaan dan resiko kesalahan penolakan. Resiko kesalahan penerimaan
berkaitan dengan efektifitas audit, dan resiko kesalahan penolakan berkaitan dengan
efisiensi audit. Resiko kesalahan penerimaan adapt ditentukan dengan rumus :

AR
TD=
IR x CR x AP

3. Pendekatan Sampling Statistik


Ada dua pendekatan sampling yang adapt digunakan auditor, yaitu sampling PPS
(probability-proportional-to size) dan sampling variabel klasik (classical variables
sampling. Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut adalah bahwa
sampling PPS didasarkan pada teori sampling atribut, sedangkan sampling variabel
klasik didasarkan pada teori distribusi normal. Setiap pendekatan bermanfaat dalam
memperoleh bukti yang cukup sesuai standar pekerjaan lapangan.

B. SAMPLING PPS (PROBABILITY-PROPORTIONAL-TO SIZE)

184
Sampling PPS adalah pendekatan yang meggunakan teori sampling atribut untuk
membuat kesimpulan dalam jumlah nominal, bukan dalam tingkat penyimpanan. Bentuk
sampling ini dapat digunakan dalam pengujian substantif atas transaksi dan saldo akun.
Tujuan utama atas sampling ini adalah untuk mengestimasi secara independen nilai
kelompok transaksi atau saldo.
1. Rencana Sampling
a. Menentukan tujuan rencana
Tujuan rencana sampling PPS adalah untuk memperoleh bukit bahwa saldo
akun yang dicatat tidak salah saji secara material. Asersi laporan keuangan
tertentu yang mempengaruhi bukti sampel yang dipakai tergantung pada
prosedur audit yang dipakai untuk item sampel tersebut.
b. Menetapkan populasi dan unit sampling
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo akun yang diuji. Untuk setiap
populasi, auditor harus memutuskan apakah sleuruh item tersebut akan
diikutkan. Sebagai contoh, empat populasi adalah masuk akal apabila populasi
itu didasarkan pada saldo akun dalam buku besar piutang usaha yaitu, seluruh
saldo, saldo debet, saldo kredit, dan saldo nol. Unit sampling adalah dollar itu
sendiri, dan populasinya adalah jumlah dollar yang sama dengan jumlah total
dollar pada populasi tersebut. Setiap dollar dalam populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
c. Menentukan ukuran sampel
Rumus untuk menentukan ukuran sampel adalah
BV x RF
n=
TM ( AM x EF)

BV : nilai buku populasi yang diuji (book value)


RF : faktor reliabilitas untuk resiko kesalahan penerimaan
TM : salah saji yang dapat ditoleransi
AM : salah saji yang diantisipasi
EF : faktor eksapansi untuk salah saji yang diantisipasi

d. Menentukan metode pemilihan sampel


Metode pemilihan sampel yang paling banyak digunakan dalam sampling PPS
adalah pemilihan sistematis. Metode ini memisahkan total populasi dalam dollar
ke interval yang sebanding dengan dollar. Unit logis kemudian dipilih secara
sistematis dari setiap interval. Dengan demikian, interval sampling dihitung :
BV
SI =
n

e. Melaksanakan rencana sampling


Dalam fase perencanaan, audtor memaai prosedur auditing yang sesuai untuk
menentukan nilai audit setiap unit logis yang ada dalam sampel. Ketika terjadi
perbedaan, auditor mencatat nilai buku dan nilai auditnya dalam kertas kerja.

185
Informasi ini kemudian digunakan untuk memproyeksikan salah saji dalam
populasi.

f. Mengevaluasi hasil sampel


Dalam mengevaluasi hasil sampel, auditor memperhitungkan batas atas salah
saji (upper misstatement limit / UML) dari data sampel dan membandingkannya
dengan salah saji yang dapat ditoleransi dalam perancangan sampel. Jika UML
lebih kecil dari atau sama dengan salah saji yang dapat ditoleransi, hasil sampel
mendukung kesimpulan bahwa nilai buku populasi tidak dicatat melebihi TM
pada resiko kesalahan penerimaan yang ditetapkan. UML dihitung sebagai
berikut :
UML = PM + ASR
PM : salah sajitotal yang diproyeksikan dalam populasi
ASR : cadangan resiko sampling

ASR = BP + IA
BP: ketepatan dasar
IA : cadangan incremental untuk resiko sampling

Hasil sampel digunakan untuk mengestimasi proyeksi salah saji dalam populasi.
Jika tidak ada salah sajiyang ditemukan dalam sampel, faktor PM dalam rumus
di atas adalah nol. Jika salah saji ditemukan dalam sampel, auditor harus
menghitung total salah saji yang diproyeksikan dalam populasi dan cadangan
resiko sampling untuk menentukan batas atas salah saji.

2. Keuntungan dan Kekurangan Sampling PPS


a. Keuntungan :
1) Lebih mudah digunakan karena auditor adapt mengitung ukuran sampel dan
mengevaluasi hasil sampel secara langsung atau dengan bantuan tabel.
2) Ukuran sampel PPS tidak didasarkan pada beberapa ukuran penyimpangan
yang diestimasi pada nilai audit.
3) Sampling PPS secara otomatis menghasilkan sampel yang sudah
distratifikasi karena item-itemnya dipilih dalam proporsi pada nilai dollarnya.
4) Pemilihan sampel menunjukkan beberapa item yang secara individual
signifikan jika nilai-nilainya melebihi pisah batas atas moneter.
5) Jika auditor memperkirakan tidak ada salah saji, sampling PPS biasanya
akan menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil daripada hasil dari
sampling variabel klasil.
6) Sampel PPS lebih mudah dirancang dan peilihan sampel dapat dimulai
sebelum tersedia populasi yang lengkap.
b. Kekurangan :
1) Sampling PPS mengandung asumsi bahwa nilai audit unit sampling harus
tidak kurang dari nol atau lebih besar dari nilai buku. Ketika kurang saji atau

186
nilai audit kurang dari nol diantisipasi, pertimbangan perancangan khusus
diperlukan.
2) Jika kekuragan sajian ditunjukkan dalam sampel tersebut, evaluasi atas
sampel tersebut memerlikan pertimbangan khusus.
3) Pemilihan saldo nol atau saldo dengan tanda yang berbeda memerlukan
pertimbangan khusus.
4) Evaluasi PPS dapat melebihi ASR jika salah saji ditemukan dalam sampel.
5) Sejalan dengan meningkatnya jumlah salah saji yang diperkirakan, ukuran
sampel yang sesuai juga meningkat. Dengan demikian, adapt terjadi ukuran
sampel yang lebih besar daripada sampling variabel kalsik.

C. SAMPLING VARIABEL KLASIK


Dalam pendekatan ini, teori distribusi normal digunakan dalam pengevaluasian
karakteristik populasi berdasarkan hasil sampel yang digambarkan dari populasinya.
Sampling variabel klasik bermanfaat bagi auditor pada saat tujuan audit berkaitan
dengan kemungkinan krang saji atau lebih saji dari saldo akun dan keadaan lain
ketisampling PPS tidak tepat atau tidak efektif.
1. Jenis-jenis Teknik Sampling Variabel Klasik
a. Rata-rata per unit (mean-per-unit/MPU)
Sampling estimasi MPU mencakup penentuan niali audit untuks setiap item
dalam sampel. Rata-rata nilai audit ini kemudian dihitung dan dikalikan dengan
jumlah unit dalam populasi yang ditemukan pada estimasi total nilai populasi.
Cadangan resiko sampling yang berkaitan dengan estimasi ini juga dihitung
untuk digunakan dalam mengevaluasi hasil-hasil sampel tersebut.
Tujuan rencana MPU adalah untuk memperoleh bukti bahwa catatan saldo akun
tidak salah saji secara material atau mengembangkan estimasi independen
tentang jumlah ketika tidak ada catatan nilai buku yang tersedia.
b. Diferensiasi (difference)
Dalam teknik ini, perbedaan dihitung untuk setiap item sampel dari nilai audit
item tersebut dikurangi nilai bukunya. Rata-rata perbedaan ini kemudian
digunakan untuk memperoleh estimasi nilai total populasi dan variabilitas
perbedaan digunakan untuk menentukan cadangan resiko sampling yang
dicapai. Metode ini hanya adapt digunakan untuk memperoleh bukti bahwa saldo
yang dicatat tidak salah saji secara material.
c. Rasio
Dalam teknik ini, pertama auditor menentukan nilai audit untuk setiap item dalam
sampel. Berikutnya, rasio dihitung dengan membagi jumlah nilai audit dengan
jumlah nilai buku untuk item sampel tersebut. Rasio ini dikalikan dengan total
nilai buku untuk mendapatkan estimasi nilai populasi total. Cadangan resiko

187
sampling kemudian dihitung berdasarkan variabilitas rasio nilai audit dan nilai
buku untuk item sampel secara individual.
2. Estimasi Mean Per Unit (MPU)
Sampling estimasi MPU mencakup penentuan nilai audit untuk setiap unsur dalam
sampel. Rerata dari nilai-nilai audit tersebut kemudian dihitung dan dikalikan dengan
jumlah unit dalam popualsi sehingga bisa diperoleh taksiran total nilai populasi.
a. Menentukan Tujuan Rencana Sampling MPU
Tujuan suatu rencana sampling MPU bisa untuk (1) mendapatkan bukti bahwa
saldo rekening menurut catatan adalah tidak salah saji secara material, (2)
mengembangkan suatu estimasi independen tentang suatu jumlah, apabila tidak
tersedia buku berdasarkan catatan.
b. Menetapkan Populasi dan Unit Sampling
Dalam menetapkan populasi, auditor harus mempertimbangkan sifat item-item
yang ada dalam populasi dan apakah seluruh item memenuhi ketentuan untuk
dipilih dalam sampel tersebut. Namn demikian, tidak perlu memverifikasi bahwa
nilai buku item individual sama dengan nilai buku populasi tersebut karena total
nilai buku secara individual bukan merupakan variabel dalam perhitungan MPU.
Unit sampling harus disesuaikan dengan tujuan audit dan prosedur audit yang
dilakukan.
c. Menentukan Ukuran Sampel
Faktor-faktor berikut menetukan ukurans ampel dalam estimasi sampel MPU:
1) Ukuran Populasi
Sangatlah penting memiliki pengetahuan yang tetap atas jumlah unit-unit
dalam populasi karena faktor ini masuk dalam perhitungan ukuran sampel
dalam hasil sampel. Ukuran populasi secara langsung mempengaruhi ukuran
sampel, semakin besar populasi maka semakin besar ukuran sampel.
2) Estimasi penyimpangan standar populasi
Dalam estimasi MPU, ukuran sampel diperlukan untuk mencapai tujuan
statistik yang ditetapkan yang dikaitkan secara langsung dengan variabilitas
nilai-nilai pada item populasi. Ukuran variabilitas yang digunakan adalah
penyimpangan standar. Oleh karena nilai audit tidak ditemukan untuk setiap
populasi, maka penyimpangan standar standar nilai audit untuk item-item
dalam sampel dapat digunakan sebagai pangan standar sampel tidak
diketahui sebelum sampel dipilih, maka hal ini juga harus diestimasi.
Ada tiga cara pengestimasian faktor ini. Pertama, dalam perikatan berulang
pentimpangan satndar yang ditemukan dalam audit terdahulu dapat
digunakan untuk mengestimasi penyimpangan standar tahun berjalan.
Kedua, penyimpangan standar dapat dietimasikan dari nilai buku yang
tersedia. Ketiga, auditor dapat mengambil prasampel kecil yang terdiri dari 30
sampai 50 item dan mendasarkan estimasi tersebut populasi tahun berjalan
dari nilai audit item-item sampel ini.

188
3) Salah saji yang dapat ditoleransi
4) Risiko kesalahan penolakan
Faktor ini memperbolekan auditor untuk mengendalikan risiko bahwa hasil
sampel akan mendukung kesimpulan dimana saldo akun yang dicatat
mengandung salah saji secara material oada saat tidak terjadi salah saji.
Konsekuensi penting dari risiko ini adalah potensi terjadinya biaya tambahan
berkaitan dengan prosedur audit tambahan harus menghasilkan kesimpulan
bahwa saldo tidak mengandung salah saji secara material.
Berbeda dengan sampling PPS, auditor harus mengkuantifikasi risiko
kesalahan penolakan dalam sampling MPU, demikian juga halnya dengan
risiko penerimaan. Risiko kesalahan penolakan mempunyai pengaruh terbalik
terhadap ukuran sampel. Jika auditor menetapkan risiko kesalahan
penolakan yang sangat rendah, maka ukuran dan biaya perlakuan sampel
awal akan lebih besar.
5) Risiko kesalahan penerimaan
Faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan risiko ini sama dengan
sampling PPS. Risiko kesalah penerimaan sakah saji saldo secara material
biasanya ditetapkan dalam kisaran 5 % sampai 30 %, bergantung pada
penilaian tingkat risiko pengendalian auditor dan hasil pengujian substantif
lainnya. Risiko kesalahan penerimaan memiliki pengaruh terbalik terhadap
ukuran sampel, yaitu, semakin rendah risiko yang ditetapkan, semakin besar
ukuran sampel.
6) Cadangan risiko sampling yang direncanakan
Cadangan risiko sampling yang direncakan kadang-kadang disebut sebagai
ketepatan yang diinginkan, ditentukan sebagai berikut
A = R x TM
Dimana:
A= cadangan risiko sampling yang direncakan atau diinginkan
R= rasio cadangan risiko sampling yang diinginkan untuk salah saji yang
dapat ditoleransi
TM= salah saji yang dapat ditoleransi.

Rumus ukuran sampel. Rumus Ukuran sampel yang digunakan untuk


menentukan ukuran sampel untuk estimasi sampel MPU:

2
N .Ur . Sxj
(
n=
A )
n = ukuran populasi

UR = standar deviasi normal untuk risiko keliru menolak yang diinginkan

Sxj = estimasi standar deviasi populasi

189
A = cadangan untuk risiko sampling direncakan atau diinginkan

Pengaruh dari perubahan nilai suatu faktor terhadap ukuran sampel,


sementara faktor lain konstan, diringkas sebagai berikut:

Faktor Hubungan dengan


Ukuran Sampel
Ukuran populasi Langsung
Variasi dalam populasi (penyimpangan Langsung
standar
Risiko keasalah penolakan Terbalik
Cadangan risiko sampling yang direncanakan Terbalik
Risiko kesalahan penerimaan Terbalik
Salah saji yang dapat ditoleransi Terbalik

Meskipun dua faktor terakhir dalam daftar diatas tidak tampak dalam rumus
ukuran sampel, namun kedua faktor tersebut mempengaruhi ukuran sampel,
yang ditunjukkan dengan pengaruhnya terhadap perhitungan cadangan risiko
sampling yang direncanakan.

a) Menentukan metode pemilihan sampel


Metode pemilihan nomor acak yag sederhana lainnya atau metode
pemilihan sistematis.
b) Melaksanakan rencana sampling
Fase pelaksanaan pada rencana sampling estimasi MPU meliputi tahap-
tahap berikut:
i. Melakukan prosedur audit yang tepat untuk menentukan nilai audit
setiap item sampel
ii. Menghitung statistik berikut berdasarkan data sampel:
(a) Rata-rata audit sampel
(b) Penyimpangan standar pada nilai audit sampel
c) Evaluasi hasil sampel
Ini merupakan langkah terakhir dalam rencana sampling, dimana auditor
melakukan perhitungan kuantitatif dan kualitatif pada hasil-hasil sampel
dan kemudian membuat kesimpulan menyeluruh.
3. Estimasi Diferensiasi
Dalam samplinh estimasi diferensiasi perbedaan dihitung untuk setiap item sampel
dari nilai audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Tiga kondisi berikut diperlukan
dalam penggunaan teknik ini:
a. Nilai buku setiap item populasi harus diketahui
b. Total nilai buku populasi harus diketahui dan sesuai dengan jumlah nilai buku
item-item secara individual

190
c. Terdapat perbedaan yang besar antara nilai audit dan nilai buku yang
diperkirakan.

1) Menentukan tujuan dan menetapkan populasi dan unit sampling


Oleh karena nilai buku harus diketahui dalam estimasi diferensiasi, metode ini
hanya dapat digunakan untuk memperoleh bukti bahwa saldo yang dicatat tidak
salahs aji secara material. Pertimbangan lain yang relevan dengan tahap-tahap
ini adalah sama dengan sampling MPU.
2) Menentukan ukuran sampel
Faktor-faktor yang sama diperlukan dalam menentukan ukuran sampel untuk
sampel estimasi MPU dan estimasi diferensiasi, dengan satu pengecualian.
Dalam estimasi diferensiasi, digunakan estimasi penyimpangan standar dari
perbedaan antara nilai audit dan niali buku, bukan estimasi penyimpangan
standar nilai audit itu sendiri.auditor dapat mendasarkan estimasi ini pada sampel
tahun-tahun sebelumnya atau pada perbedaan yang ditemukan dalam
prassampel audit berjalan.
Perubahan-perubahan diperlukan dalam rumus-rumus sebelumny dalam
estimasi MPU untuk menghitung standar penyimpangan dan ukuran sampel.
Dalam rumus penyimpangan standar, diperlukan substitusi dalam smbol berikut:
a) Sdj (estimasi penyimpangan standar dari perbedaan populasi) untuk Sxj.
b) dj (perbedaan antara nilai audit dan nilai buku pada item sampel individual)
unutk Xj.
c) d (rata-rata perbedaan antara nialai audit dan nilai buku untuk item-item
sampel) untuk x
3) Menentukan metode pemilihan sampel
Metode pemilihan dalam tahap ini sama, baik dalam estimasi MPU maupun
estimasi diferensiasi.
4) Melaksanakan rencana sampling
Tahap awal dalam pelaksanaan rencana sampling adalah menentukan nilai audit
pada setiap item sampel. Dengan demikian, hal ini sama dengan pada sampling
MPU. Namun demikian, untuk selanjutnya diperlukan tahap-tahap berikut:
a) Menghitung perbedaan untuk setiap item sampel yang sama pada nilai audit
item-item tersebut dikurangi nilai bukunya. Perbedaannya mungkin positif
(nilai audit melebihi nilai buku), negatif (nilai audit lebih kecil dari nilai buku),
atau no (nilai audit sama dengan niali buku)
b) Jumlah perbedaan-perbedaan item sampel individual
c) Membagi jumlah perbedaan tersebut dengan jumlah item dalam sampel
untuk memperoleh rata-rata perbedaan
d) Menghitung standar penyimpangan perbedaan sampel.
Untuk melakukan penilaian kuantitatif, estimasi diferensiasi perbedaan proyeksi
total dalam populasi tersebut pertama-tama dilakaukan sebagai berikut:

D=N x d

191
Estimasi nilai total populasi kemudian ditentukan sebagai berikut:

X= BV + D

Langkah kedua dalam penilaian kuantitatif adalah mengitung cadangan risiko


sampling yang dicapai. Dalam melakukan perhitungan ini, diperlukan substitusi
penyimpangan standar perbedaa-perbedaan sampel untuk penyimpangan
standar nilai audit sampel.

Langkah terakhir dalam penilaian kuantitatif adalah menghitung kisaran estimasi


nilai populasi total dan menentukan apakah nilai bukunya anjlok dalam kisaran
tersebut.

4. Estimasi Rasio
a. Melaksanakan Rencana Sampel
Setelah dilakukan audit untuk item sampel ditentukan, dalam estimasi rasio
penting untuk:
1) Hitung rasio antara jumlah nilai audit dengan jumlah nilai buku untuk unsur-
unsur sampel (R).
2) Hitung rasio antara nilai audit dengan nilai buku untuk setiap unsur.
3) Hitung standar deviasi untuk rasio individual dari unsur-unsur sampel (Srj).
b. Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam estimasi rasio, estimasi nilai total populasi ditentukan dengan rumus
berikut:

Rumus untuk menentukan cadangan untuk risiko sampling dicapai sama dengan
rumus pada estimasi selisih, kecuali standar deviasi selisih diganti dengan
standar deviasi untuk rasio individual dalam sampel. Tahap akhir adalah
melakukan penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap hasil sampel
sebagai dilakukan dalam estimasi MPU dan estimasi selisih.

5. Keuntungan dan Kekurangan Sampling Variabel Klasik


a. Keuntungan :
1) Sampelnya lebih mudah untuk diperluas daripada sampel PPS
2) Saldo nol dan saldo yang bertanda berbeda tidak memerlukan pertimbangan
perancangan khusus.
3) Jika ada perbedaan besar antara nilai audit dan nilai buku, tujuan auditor
dapat terpenuhi hanya dengan ukuran sampel yang lebih kecil dibandingkan
sampling PPS.
b. Kekurangan :

192
1) Lebih rumit dibandingkan dengan PPS. Auditor perlu bantuan program
computer untuk merancang sampel yang efisien dan mengevaluasi hasil
sampel.
2) Untuk menentukan ukuran sampel, auditor harus mempunyai estimasi
penyimpangan standar karakteristik yang dikehendaki dalam populasi.

D. SAMPLING NON STATISTIK DALAM PENGUJIAN SUBSTANTIF


Perbedaan utama antara sampling non statistik dan statistik terletak dalam tahap-tahap
penentuan ukuran sampel dan pengevaluasian hasil sampel. Tahap-tahap ini sering
dipahami lebih objektif atau lebih teliti dalam sampling statistik, serta lebih subjektif dan
mendasarkan pada pertimbangan dalam sampel-sampel non statistik.
1. Menentukan Ukuran Sampel
Pertimbangan yang hati-hati dalam perancangan sampel harus dilakukan untuk
memperoleh sampel-sampel yang efisisen dan efektif. Hal ini dihasilkan dalam
sampel statistik yang secara eksplisit menspesifikasikan faktor-faktor penting dan
menghubungkannya ke model matematika. Sebagai contoh, auditor harus
mempertimbangkan hubungan berikut :

Faktor Pengaruhnya terhadap ukuran sampel


Ukuran populasi Langsung
Variasi dalam populasi Langsung
Salah saji yang dapat ditoleransi Terbalik
Salah saji yang diharapkan Langsung
Resiko kesalahan penerimaan Terbalik
Resiko kesalahan penolakan Terbalik

2. Mengevaluasi Hasil Sampel


Dala sampling non statistik seperti halnya sampling statistik, auditor harus
memproyeksikan salah saji yang ditemukan dalam sampel pada populasinya dan
mempertimbangkan resiko sampling ketika mengevaluasi hasil sampel. Dua metode
yang dipakai dalam memproyeksian salah saji dalam sampling non statistik adalah :
a. Metode rasio di mana auditor mengestimasi nilai audit populasi berdasarkan
rasio nilai audit sampel dibagi dengan nilai buku sampel-sampel tersebut.
Auditor akan menentukan nilai audit setiap strata dengan menggunakan rumus
berikut :

193
AV x BV i
i=
BV
AV
b. Metode diferensiasi di mana auditor mengestimasi nilai audit populasi dengan
menambah (atau mengurangi) proyeksi diferensiasi antara nilai audit dan nilai
buku dari populasi. Auditor akan menentukan nilai audit setiap strata dengan
menggunakan rumus berikut :
AV i =BV iD i

dimana

AV BV
D i=
( ni )x Ni

Materi XIII: PENGAUDITAN SISTEM EDP

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, maka kita diharapkan untuk mampu:
a. Menjelaskan sistem EDP
b. Menjelaskan dampak sistem EDP terhadap struktur pengendalian intern
c. Menjelaskan metodologi untuk menyesuaikan dengan standar pekerjaan lapangan

194
Pembahasan Materi:
A. PEMAHAMAN MENGENAI EDP
1. Definisi Komputer dan Pengolahan Data
Komputer adalah serangkaian atau sekelompok mesin elektronik yang terdiri dari
ribuan bahkan jutaan komponen yang dapat saling bekerja sama, serta membentuk
sebuah sistem kerja yang rapi dan teliti untuk mengolah informasi menurut
prosedur yang telah dirumuskan, menerima input, mengolah input, memberikan
informasi, menggunakan suatu program yang tersimpan di memori komputer, dan
dapat menyimpan program dan hasil pengolahan, serta bekerja secara otomatis.
Pada mulanya pengolahan informasi hampir eksklusif berhubungan dengan
masalah aritmatika, tetapi komputer modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak
hanya berhubungan dengan matematika.
Data adalah kumpulan kejadian yang diangkat dari suatu kenyataan,
penggambaran fakta, pengertian instruksi yang dapat disampaikan dan diolah oleh
manusia atau mesin yang berupa angka-angka, huruf-huruf atau simbol-simbol
khusus atau gabungan darinya. Data mentah masih belum bisa bercerita banyak,
sehingga perlu diolah lebih lanjut.
Pengolahan data (Data Processing) adalah manipulasi pengubahan atau
transformasi dari data, simbol-simbol seperti nomor dan huruf ke dalam bentuk
yang lebih berguna atau lebih berarti berupa suatu informasi untuk tujuan
peningkatan kegunaannya.
Informasi adalah hasil dari kegiatan pengolahan data yang memberikan bentuk yg
lebih berarti dari suatu kejadian.
Sistem Pengolahan Data adalah adalah sistem yang melakukan pengolahan data.
Contoh : sistem pengolahan data penjualan, sistem pengolahan data pegawai dll.
Pengolahan data yang diolah dengan menggunakan komputer dikenal dengan
Pengolahan Data Elektronik (PDE) atau Electronik Data Processing (EDP).
Jadi Pengolahan Data Elektronik (PDE) atau Electronic Data Processing (EDP)
adalah manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berarti berupa suatu
informasi dengan menggunakan suatu alat elektronik, yaitu komputer.
2. Karakteristik PDE :
a) Kompleksitas teknis
Sistem PDE dapat ditentukan menurut kompleksitas teknisnya dan sejauh
mana sistem PDE digunakan dalam organisasi. Sistem yg tidak kompleks dapat
dibuat kompleks melalui salah satu atau kombinasi dari beberapa cara:
Pemrosesan on-line : memungkinkan akses langsung ke dalam komputer.
Transaksi-transaksi dimasukkan langsung ke dalam sistem sehingga master file
dimutakhirkan pada saat entri dibuat daripada ditangguhkan seperti pada basis
batch.
Sistem komunikasi : menghubungkan komputer secara langsung dengan para
pemakai di seluruh dunia.

195
Pemrosesan yang terditribusi : funsi komputer disebar di antara beberapa CPU
yang tersebar secara geografis dan dihubungkan oleh suatu sistem komunikasi.
Manajemen data base : untuk pemakaian file secara efisien dan dapat
memutakhirkan file secara terus menerus, yaitu dengan cara menyortir secara
fisik setiap elemen dan data hanya sekali dan pada waktu aplikasi komputer
diproses datanya diformat ke dalam struktur file yang diinginkan.
Sistem operasi yang kompleks : memungkinkan berbagai fungsi dijalankan
secara simultan.
b) Luas Pemakaian
Keluasan pemakaian PDE dalam suatu sistem juga berkaitan dengan
kompleksitasnya. Biasanya bila lebih banyak fungsi perusahaan dan akuntansi
dilaksanakan oleh komputer, maka sistemnya harus menjadi kompleks agar
dapat menampung kebutuhan-kebutuhan pemrosesan. Cara agar sistem dapat
menjadi kompleks ialah dengan menambah jumlah siklus transaksi yang
dikomputerisasikan.
3. KOMPONEN SISTEM PDE
Ada empat komponen sistem PDE, yaitu:
a) Perangkat keras (hardware) komputer
Hardware merupakan peralatan fisik yang digunakan dalam sistem PDE.
Konfigurasi hardware berisi lima komponen, yaitu:
1) Central processing unit (CPU)
2) Peralatan input (input device)
3) Peralatan output
4) Peralatan komunikasi komputer
5) Secondary storage
b) Perangkat lunak (software) komputer
Perangkat lunak komputer yang terkait dengan sistem PDE adalah system
software dan aplication software. Perangkat lunak sistem terdiri dari:
1) Sistem operasi.
2) Program utility.
3) Compilers dan assemblers.
4) Sistem manajemen basis data atau database management system.
c) Metode pengorganisasian data
Metode organisasi data merupakan cara bagaimana data diorganisasi dalam
file komputer. Ada dua jenis metode pengorganisasian data yang dapat
digunakan, yaitu:
1) Traditional File Method
Pada metode ini, master file dan file transaksi dipisahkan untuk setiap
aplikasi akuntansi atas siklus transaksi yang berbeda.
2) Database Method
Database method merupakan organisasi data yang didasarkan pada
kemampuan data dalam file untuk diakses langsung oleh berbagai
program aplikasi.
d) Metode pemrosesan data
Ada tiga jenis metode pemrosesan data yang dapat digunakan, yaitu:
1) Batch Entry/Batch Processing

196
Pada metode batch entry/batch processing data transaksi yang ada
dikumpulkan dalam suatu batch atau kelompok. Setelah itu, data yang
ada dalam kelompok tersebut dimasukan sekaligus ke dalam komputer
untuk diproses bersama-sama. Pengolahan data menggunakan batch
processing, dilakukan dalam dua bentuk yang berbeda yang terletak
pada urutan datanya. Ada dua jenis pengolahan data sesuai dengan
urutan data yaitu:
i) Data diproses secara urut seperti urutan data dalam file. Pada cara
ini, transaksi yang terjadi perlu disortir ke dalam urutan yang sesuai
dengan urutan data dalam file. Setelah itu pengolahan data dapat
dilaksanakan.
ii) Data diproses secara urut seperti urutan transaksi yang terjadi. Pada
cara ini, transaksi yang terjadi tidak perlu disortir terlebih dahulu
karena transaksi yang ada akan diproses sesuai urutan transaksi.
2) On-Line Entry/Batch Processing
Pada metode on-line entry/batch processing, data transaksi yang terjadi
langsung dimasukkan melalui terminal, tetapi tidak langsung diproses.
Data yang dimasukkan melalui terminal, disimpan terlebih dahulu dalam
suatu file transaksi menunggu saat pemrosesan. Validitas transaksi akan
diverifikasi terlebih dahulu sebelum dicatat dalam file transaksi.
Pengolahan data yang menggunakan batch processing, dilakukan
sekaligus oleh komputer.
Metode on-line entry/batch processing dapat dibedakan menjadi dua
cara, yaitu:
i) Pengecekan validitas dilakukan dengan menggunakan data referensi
yang ada dalam file.
ii) Pengecekan validitas dilakukan dengan menggunakan program-
program yang berisi nilai-nilai tertentu.
3) On-Line Entry /On-Line Processing
Pada metode on-line entry/on-line processing data transaksi yang terjadi
langsung dimasukan melalui terminal untuk langsung di proses. Terminal
tidak hanya merupakan alat input data, tetapi juga merupakan alat output
data. Terminal merupakan alat output data karena hasil pengolahan data
transaksi yang dimasukkan, dapat segera tampak pada layar komputer.
Begitu data dimasukkan melalui terminal, validitas transaksi akan
langsung diverifikasi. Apabila data tersebut valid maka data langsung
diproses. Apabila data tersebut tidak valid, maka data tidak diproses, dan
kesalahan yang terjadi akan disampaikan melalui tampilan layar
komputer
4. Perbedaan antara sistem EDP dan sistem manual

197
Suatu organisasi dalam menjalankan kegiatannya perlu melakukan mekanisme
pelaporan keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik untuk internal
perusahaan maupun kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Suatu oraganisasi
juga perlu memastikan efektifitas dan efisiensi kegiatan-kegiatan operasionalnya.
Organisasi juga wajib mematuhi segala peraturan atau ketentuan yang mengikat
aktivitas organisasi tersebut. Usaha untuk menilai keandalan laporan keuangan,
efektifitas dan efisiensi kegiatan, serta kepatuhan terhadap peraturan inilah area-
area yang menjadi cakupan auditing. Dari berbagai area auditing itulah akhirnya
muncul istilah-istilah seperti financial audit, operational audit, dancompliance
audit. Arens mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif berdasarkan aseri-
asersi kegiatan ekonomi suatu entitas dan menentukan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan selanjutnya
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
Kegiatan ekonomi sutu entitas tersebut mengalami perubahan seiring dengan
kamajuan teknologi. Perubahan-perubahan juga terjadi dalam pengolahan data
yang dilakukan organisasi. Menurut Gore dan Stubbe (1979) tahap awal
pengolahan data dilakukan melalui sistem manual dengan menggunakan pena
atau tinta, selanjutnya pengolahan data dilakukan secara mekanik dengan alat
bantu semacam kalkulator dan register kas, tahap berikutnya adalah sistem
pengolahan data secara elektro mekanis dengan menggunakan listrik pada
berbagai macamm mesin penghitungan dan mesin pembukuan termasuk mesin-
mesin pelubang kartu, tahap terakhir adalah sistem pengolahan data secara
elektronik dengan bantuan komputer. Tahap terakhir inilah yang sering disebut
dengan Pengolahan Data Elektronik (PDE) atauElectronic Data Processing
(EDP). Basalamah (2008) mengartikan PDE sebagai serangkaian kegiatan
dengan menggunakan komputer untuk mengubah informasi yang masih mentah
(data) menjadi informasi yang berguna yang sesuai dengan tujuannya.
Rangkaian kegiatan pengolahan data tersebut terdiri dari lima bagian
yaitu: inputting, storing, processing, outputting, dan controlling.
Lingkup pengertian auditing PDE ditafsirkan berbeda oleh beberapa penulis.
Weber menyatakan bahwaauditing PDE sama dengan auditing sistem
informasi yaitu suatu proses pengumpulan dan penilaian bukti untuk menentukan
apakah suatu sistem komputer melindungi aktiva, mempertahankan integritas
data, serta memungkinkan bagi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan
penggunaan sumber daya secara efisien. Pengertian auditing sistem informasi di
atas lebih memokuskan pada pemeriksaan terhadap aktivitas komputer atau

198
PDE sehingga cenderung kepada audit operasional. Sedangkan Basalamah
(2008) mengartikan auditing PDE sebagai audit terhadap informasi yang
dihasilkan dari lingkungan yang terkomputerisasi. Dari pengertian auditing PDE
yang terakhir ini (yang selanjutnya dijadikan dasar pembahasan) sebenarnya ada
kesamaan antara auditing PDE dengan audit terhadap organisasi yang tidak
mengolah datanya dengan menggunakan komputer atau sering disebut dengan
audit konvensional.
Definisi auditing, auditor, dan jenis audit tidak dibedakan antara auditing PDE
dengan auditing konvensional. Demikian juga mengenai tujuan audit, opini
auditor, dan standar yang digunakan adalah sama di antara kedua jenis auditing
tersebut. Tetapi ada karakteristik khusus yang membedakan antara auditing PDE
dengan konvensional. Tahap-tahap yang dijalankan dalam audit juga mempunyai
sedikit perbedaan.

199
Secara ringkas dijelaskan dalam tabel berikut:

5. Kelebihan dan Kekurangan Sistem PDE dibandingkan dengan Sistem Manual


Metode pengelolaan data dengan sistem PDE mempunyai beberapa kelebihan dan
juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
a) Kelebihan sistem PDE yang berkaitan dengan auditing:
i. Sistem PDE dapat memberikan konsistensi yang lebih baik dalam
pemrosesan data daripada sistem manual.

200
ii. Sistem ODE dapat memberikan laporan akuntansi yang lebih tepat waktu
dan lebih efektif untuk pengawasan dan penelaahan operasi daripada
sistem manual.
iii. Sistem PDE dapat mencegah kesalahan perhitungan dan penulisan data
transaksi yang sering terjadi pada sistem manual.
iv. Pada sistem PDE ada fungsi pengendalian yang dimasukan secara built
up ke dalam komputer. Misalkan adanya password. Hal ini tidak terdapat
pada sistem manual.
b) Kelemahan Sistem PDE:
i) Sistem PDE menghasilakan jejak transaksi yang terbatas dibandingkan
sistem manual. Jejak transaksi untuk keparluan audit hanya tersedia untuk
jangka waktu yang pendek.
ii) Lebih sedikit bukti dokumenter mengenai kinerja prosedur pengendalian
pada sistem PDE daripada sistem manual.
iii) Informasi pada sistem PDE kurang Visible atau sulit dilihat daripada sistem
manual.
iv) Pengurangan campur tangan manusia dalam sistem PDE dapat
mengakibatkan tersembunyinya kesalahan yang sebenarnya dapat
diamati dalam sistem manual.
v) Informasi dalam sistem PDE lebih rawan terhadap kerusakan fisik
dibandingkan sistem manual.
vi) Berbagai fungsi dapat terkonsentrasikan dalam sistem PDE sehingga
mengurangi pemisahan tugas dan wewenang. Hal ini dapat berakibat
sistem PDE lebih rentan dari sisi pengendalian dinbandingkan sistem
manual.
vii) Pengubahan sistem dalam sistem PDE lebih sulit diimplementasikan
dalam dikendalikan daripada sistem manual.
viii) Pada sistem PDE, lebih banyak orang yang dapat mengakses sistem
daripada sistem manual

6. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengauditan sistem EDP


Menurut IAPI (SPAP seksi 327.8-16) faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam penggunaan Teknik audit Berbantuan Komputer adalah:

a. Pengetahuan, keahlian, dan pengalaman komputer yang dimiliki oleh auditor.


b. Tersedianya TABK dan fasilitas komputer yang sesuai.
Auditor harus mempertimbangkan tersedianya TABK, kesesuaian fasilitas
komputer dan sistem akuntansi serta file berbasis komputer yang diperlukan.
Auditor dapat merencanakan untuk menggunakan fasilitas komputer yang lain bila
penggunaan TABK atas komputer entitas dianggap tidak ekonomis atau tidak
praktis untuk dilakukan-sebagai contoh, karena adanya ketidaksesuaian antara
program paket yang digunakan oleh auditor dengan komputer entitas.

201
Kerja sama dari karyawan entitas dapat diperoleh untuk menyediakan fasilitas
pengolahan pada waktu yang tepat, untuk membantu seperti memuat dan
menjalankanTABK. Ke dalam sistem entitas, dan menyediakan copy file data
dalam format yang dikehendaki oleh auditor.
c. Ketidakpraktisan pengujian manual.
Banyak sistem akuntansi terkomputerisasi dalam melaksanakan tugas tertentu
tidak menghasilkan bukti yang dapat dilihat. Dalam keadaan ini, tidaklah
praktis bagi auditor untuk melakukan pengujian secara manual. Tidak
adanya bukti yang dapat dilihat dapat terjadi pada berbagai tahap proses
akuntansi-seperti:
a) Dokumen masukan dapat tidak ada bila order penjualan dimasukkan ke
dalam system secara on-line. Di samping itu, transaksi akuntansi, seperti
perhitungan potongan harga dan bunga, dapat dipicu dengan program
komputer tanpa otorisasi yang dapat dilihat untuk setiap transaksi secara
individual.
b) Sistem dapat tidak menghasilkan jejak audit (audit trail) yang dapat dilihat
untuk transaksi yang diolah melalui komputer. Surat penyerahan
barang dan faktur dari pemasok dapat ditandingkan dengan suatu
program komputer. Di samping itu, prosedur pengendalian program,
seperti pengecekan batas kredit pelanggan, dapat menyediakan bukti yang
dapat dilihat hanya atas dasar penyimpangan. Dalam hal ini, tidak
terdapat bukti yang dapat dilihat bahwa semua transaksi telah diolah.
c) Laporan keluaran dapat tidak diproduksi oleh sistem. Sebagai tambahan,
suatu laporan tercetak dapat hanya berisi total ringkasan sementara rincian
yang mendukung laporan tersebut tetap ditahan dalam file komputer.
d. Efektivitas dan efisiensi
Efektivitas dan efisiensi prosedur audit dapat ditingkatkan melalui penggunaan
TABK dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit-seperti:
e) Beberapa transaksi dapat diuji lebih efektif untuk tingkat biaya yang
sama dengan menggunakan komputer untuk memeriksa semua atau
lebih banyak transaksi dibandingkan dengan jika dilaksanakan secara
manual.
f) Dalam penerapan prosedur analitik, transaksi atau saldo akun dapat di-
review dan dicetak laporannya untuk pos-pos yang tidak biasa dengan
cara yang lebih efisien dengan menggunakan komputer bila
dibandingkan dengan cara manual.
g) Penggunaan TABK dapat membuat prosedur pengujian substantif
tambahan lebih efisien daripada jika auditor meletakkan kepercayaan
atas pengendalian dan pengujian pengendalian yang bersangkutan.

202
Masalah yang berhubungan dengan efisiensi yang perlu
dipertimbangkan oleh auditor meliputi:
a) Waktu untuk merencanakan, merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi TABK.
b) Jam asisten dan review teknis.
c) Perancangan dan pencetakan formulir (seperti konfirmasi).
d) Pencatatan masukan ke dalam sistem komputer dan verifikasinya. d.
Waktu pemakaian komputer.
Dalam mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu TABK,
auditor dapat mempertimbangkan daur hidup aplikasi TABK.
Perencanaan mula-mula, perancangan, dan pengembangan suatu
TABK biasanya akan memberikan manfaat terhadap audit periode
berikutnya.
e. Saat pelaksanaan.
File komputer tertentu, seperti file transaksi rinci, seringkali ditahan hanya
untuk jangka waktu pendek, dan mungkin tidak disediakan dalam bentuk
yang dapat dibaca oleh mesin pada saat diperlukan oleh auditor. Jadi, auditor
akan memerlukan pengaturan untuk mempertahankan data yang
dibutuhkannya, atau is dapat mengubah saat pekerjaannya memerlukan
data tersebut.
Jika waktu yang tersedia untuk melaksanakan audit terbatas, auditor
dapat merencanakan.penggunaan TABK karena program tersebut akan dapat
memenuhi persyaratan waktu lebih baik dibandingkan dengan prosedur lain.
B. PENGENDALIAN INTERN PADA SISTEM PDE
Pengendalian dalam sistem PDE mencakup prosedur-prosedur manual dan prosedur
yang dirancang dalam program komputer. Prosedur pengendalian manual dan program
komputer terdiri dari pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
1. Pengendalian Umum
Pengendalian umum merupakan pengendalian menyeluruh yang berdampak
terhadap lingkungan PDE. Pengendalain Umum berhubungan dengan keseluruhan
bagian sistem PDE. Ada empat (4) jenis pengendalian umum dalam sistem PDE,
yaitu:
a. Pengendalian organisasi dan operasi
Pada sistem PDE komputerlah yang melakukan penjualan, dan melaksanakan
posting. Oleh karena itu, perlu pengendalaian khusus pada sistem PDE. Fungsi-
fungsi pada departemen PDE meliputi:
1) Manajer departemen PDE
2) Analisis sistem
3) Pemrogram
4) Operator komputer
5) Pustakawan (librarian)
6) Kelompok pengendalian data
7) Administratur database

203
b. Pengendalian perancangan sistem dan dokumentasi
Pengendalian ini merupakan bagian integral dari metode pemisahan otoritas
dan tanggung jawab yang memadai. Pengendalian pengembangan sistem
berkaitan dengan pengevaluasian sistem baru, pengendalian pengubahan
program, dan prosedur dokumentasi. Halhal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan sistem adalah:
1) Pengembangan sistem harus melibatkan departemen lain seperti pemakai
sistem PDE, departemen akuntansi, dan auditeo intern.
2) Setiap tahap pengembangan sistem harus ditelaah dan disetujui oleh
departemen pemakai dan manajemen.
3) Pegujian sistem yang dikembangkan, harus melibatkan kerja sama antara
departemen PDE, dan departemen pemakai.
4) Sistem yang baru harus disetujui oleh manajer PDE, administrator database,
pemakai dan manajemen, sebelum diimplementasikan pada operasi normal.
5) Perubahanperubahan program harus disetujui sebelum diimplementasikan
untuk menentukan apakah perubahanperubahan program tersebuttelah
diauntorisasi, di uji, dan didokumentasikan.
Auditor menggunakan dokumentasi untuk menghasilkan sumber informasi
untuk mengenai menghasilkan sumber informasi utama mengenai aliran
transaksi melalui sistem dan pengendalian akuntansi terkait. Dokumentasi
meliputi:
a) Deskripsi dan diagram alur dari sistem dan program.
b) Instruksi operasi bagi operator komputer.
c) Prosedur pengendalian yang telah dijalankan dengan lebih baik oleh
operator dan pemakai sistem.
d) Deskripsi dan sampel input data dan output yang diperlukan.
e) Pengendalian hardware dan software sistem.
c. Pengendalian akses untuk mencegah penggunaan peralatan PDE, file data,
dan program komputer tanpa autoritas.
Ada tiga katagori pengendalian yang terkait erat dengan penjagan peralatan
PDE, data dan program. Ketiga katagori pengendalian tersebut, meliputi:
1) Pengendalian fisik.
Pengendalian fisik berkaitan dengan perlindungan fasilitas komputer.
Pengendalian ini dilakukan dalam bentuk:
a) Pemberian kunci pada pintu ruang.
b) Pemberian kunci pada terminal komputer.
c) Penyimpanan file data dan software pada tempat yang aman agar tidak
rusak atau hilang.
2) Pengendalian akses.
Pengendalian akses dilakukan untuk memastikan bahwa hanya orang yang
berhak dan berwewenamg saja yang dapt menggunakan peralatan
komputer, dan mengakses data atau program. Pengendalian ini dapat
dilakukan dalam bentuk pemberian password pada komputer.

204
3) Prosedur backup dan pemulihan
Pengendalian backup dan pemulihan dapat dilakukan perusahan untuk
mencegah hilangnya data atau program. Backup merupakan salinan suatu
file data atau program. Backup sebaiknya disimpan ditempat terpisah dari
file asli. Dengan demikian apabila terjadi kebakaran yang menghanguskan
file asli, maka file backup tetap ada.
4. Pengendalian Aplikasi
Pengendalian aplikasi merupakan pengendalian khusus atas aplikasi akuntansi,
seperti pemrosesan penjualan atau penerimaan kas, pemrosesan gaji dan upah
karyawan dan sebagainya. Pengendalian aplikasi berkaitan erat dengan tugas
tugas khusus yang dilaksanakan oleh sistem PDE. Ada tiga jenis pengendalian
aplikasi dalam sistem PDE, yaitu:
a. Pengendalian Input
Pengendalian ini merupakan pengendalian prosedural yang perlu untuk
menangani data dari luar komputer atau data input. Pengendalian input meliputi
pengendalian terhadap:
i. Autorisasi.
ii. Pelaksanaan konversi data masukan.
iii. Koreksi kesalahan.
b. Pengendalian Pemrosesan
Pengendalian pemrosesan dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
bahwa pemrosesan bukti kas keluar yang salah dihentikan dan tidak dilakukan
koreksi, maka akun kas akan overstated. Pengendalian pemrosesan meliputi:
i. Batch control
ii. Pengujian urutan
iii. Pengujian batas kewajaran
iv. Laporan master file
v. Pengujian penjumlahan mendatar
c. Pengendalian Output
Pengendalian output bertujuan untuk memastikan ketepatan dan kebenaran hasil
pemrosesan, dan hanya personel yang mempunyai otoritas yang menerima
outputnya. Pengendalian keluaran dapat dilaksanakan dengan:
i. Rekonsilisasi antara total output yang dihasilkan program komputer, dengan
total input dan pemrosesan yang dihasilkan departemen yang memberikan
data input bagi PDE.
ii. Perbandingan mendetail antara data output dengan dokumen sumber
iii. Penelahaan visual.
Pengendalian distribusi output dapat dilakukan dengan mengadakan password
sehingga hanya yang berwenang saja yang dapat mengetahui dan mengakses
suatu output PDE.
C. METODOLOGI UNTUK MEMENUHI STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN
Standar pekerjaan lapangan kedua mengharuskan auditor untuk menghimpun
pemahaman struktur pengendalian intern klien. Metodologi yang digunakan dalam
sistem PDE secara konseptual sama dengan sistem manual.

205
1. Perencanaan Audit
Standar pekerjaan lapangan yang pertama dari SPAK menyatakan bahwa
pekerjaan audit harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Perencanaan
memungkinkan auditor dapat melaksanakan audit secara efisien dengan biaya
yang memadai, serta memungkinkan bagi auditor untuk menghindari
kesalahpahaman yang mungkin timbul dengan pihak-pihak yang diaudit.
AICPA memasukan perencanaan ini dalam tahap penelaahan pendahuluan.
Penelaahan ini bertujuan untuk memperoleh pemaham-an mengenai sistem
akuntansi baik berbasis elektronik maupun non elektronik melalui unsur-unsur tsb:
a. Arus transaksi dan keluaran yang signifikan
Tujuannya adalah auditor dapat merancang dan menerapkan prosedur-
prosedur yang sesuai untuk menelaah dan menilai pengendalian akuntansi.
b. Sejauh mana penggunaan komputer dalam aplikasi akuntansi
Agar dapat memahami sejauh mana PDE digunakan dalam aplikasi
akuntansi, maka auditor harus mempertimbangkan:
i. Jumlah dan jensi transaksi yang diproses
ii. Nilai total rupiah setiap jenis transaksi
iii. Sifat dan sampai sejauh mana pengolahan menggunakan PDE,
termasuk yang dilaksanakan oleh program komputer.
iv. Pembagian arus transaksi antara aktivitas PDE dengan non PDE
c. Struktur dasar dari pengendalian akuntansi, baik pengendalian bagian PDE
maupun pengendalian bagian pengguna. Auditor harus memperhatikan hal-
hal berikut ini
i. Pengendalian yang ada
ii. Pembagian tanggungjawab terhadap pengendalian di dalam sistem
antara bagian PDE dan non PDE
iii. Hubungan antara pengendalian berdasarkan PDE maupun non PDE
iv. Sifat, sejauh mana dan tersedianya informasi yang memberikan jejak
audit.

Metode yang digunakan untuk memperoleh pemahaman mengenai sistem


akuntansi adalah dengan kuesioner dan wawancara, observasi, penelaahan
terhadap dokumentansi; mentrasir transaksi-transaksi, kuesioner pengendalian
serta daftar pengujian.

Secara umum penelaahan pendahuluan terdiri menjadi tiga tahapan, yaitu


pengumpulan data umum, identifikasi terhadap aplikasi keuangan, dan penyiapan
rencana pemeriksaan.

Pada tahapan pengumpulan data umum auditor bermaksud mengumpulkan


informasi yang bersifat umum seperti struktur organisasi satuan usaha, bagan
perkiraan yang ada, hardware dan software yang digunakan, termasuk bagan alir
(flowchart), prosedur-prosedur yang ada serta pengamanan fisik yang dilakukan.

206
Berdasarkan informasi umum tsb, seharusnya auditor dapat menentukan masalah-
masalah penting yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan audit, seperti
banyak waktu yang diperlukan, para personel dan kecakapan yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan audit, serta kapan suatu pekerjaan audit harus
dilaksanakan (penjadwalan).

Pada tahapan indentifikasi terhadap aplikasi keuangan yang dapat dintukan dengan
mempertimbangkan banyak hal seperti:

a. Keinginan dari pimmpinan objek pemeriksaan, yang ditentukan dalam surat


penugasan
b. Kemungkinan terjadinya potential error
c. Histori keuangan di masa lalu.

Setelah tahapan di atas dilaksanakan, maka auditor dapat menyusun rencana


audit antara lain meliputi lingkup audit, uraian mengenai prosedur dan
pengendalian PDE yang ada, pengaruh kekuatan dan kelemahan pengendalian
aplikasi yang ada, pengujian ketaatan yang mungkin dilakukan.

Dalam perencanaan ini auditor dapat menggunakan komputer untuk melakukan:

i. Perancangan audit program


ii. Pengembangan kuesioner pengendalian internal
iii. Pelaksanaan analisis terhadap risiko satuan usaha yang tengah diaudit
iv. Pelaksanaan analisis atas data keuangan
v. Penjadwalan pekerjaan yang akan dilakukan dan biaya-biayanya

2. Penghimpunan Pemahaman Struktur Pengendalian Intern


Pemahaman struktur pengendalian intern tersebut harus mencakup tiag elemen
yaitu: struktur pengendalian intern, pengendalian umum, dan pengendalian aplikasi.
Auditor harus menilai rancangan pengedalian PDE dan menguji apakah sudah
dijalankan dalam operasi.
Prosedur untuk menghimpun pemahaman semakin ekstensif bila auditor
menggunakan strategi audit dengan pendekatan lower assessed level of control
risk. Auditor harus menghimpun pemahaman yang cukup untuk memahami:
a. Kelompok transaksi operasi entitas yang di prosese dengan sistem PDE dan yang
signifikan unutk laporan keuangan.
b. Catatan akuntansi, dokumen pendukung, mesin readable information dan akun
khusus dalam laporan keuangan yang mencakup pemrosesan dan laporan sistem
PDE.
c. Bagaimana computer digunakan dalam memproses data.
d. Jenis salah saji potensial yang dapat terjadi
Pemahaman yang dihimpun tersebut harus di dokumentasikan dalam kertas
kerja.

207
3. Pengumpulan dan pengevaluasian Bukti
Penggunaan komputer oleh auditan dalam proses bisnisnya bagi auditor
menimbulkan pengaruh pada bagaimana bukti harus dikumpulkan dan dievaluasi.
a. Mengumpulkan bukti mengenai keandalan sistem PDE adalah lebih
kompleks, sehingga auditor harus memahami pengen-dalian internal
dilingkungan PDE.
b. Perkembangan teknologi pengendalian berubah dengan cepat, sehingga
auditor harus menyesuaikan terhadap perkembangan tersebut dalam
mengumpulkan bukti mengenai keandalan pengendalian.
Dalam evaluasi bukti Weber menyebutkan:
a. Meningkatnya kerumitan sistem PDE dan teknologi pengen-dalian internal
maka auditor juga akan menjadi lebih sulit
b. untuk menilai keandalan sistem berdasarkan kekuatan dan kelemahan
pengendalian sistem yang bersangkutan.
c. Kesalahan PDE yang berulang-ulang menambah beban bagi auditor untuk
memastikan bahwa pengendalian dalam satuan usaha sudah memadai untuk
mengamankan aktiva, integritas data, efektivitas dan efisiensi sistem serta
memastikan pengendalian yang ada benar-benar ada dan berfungsi.
Untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan oleh auditor dalam
mengevaluasi pengendalian internal, yaitu :
i. Penelaahan dokumentasi
ii. Interview dengan personel PDE dan departemen pengguna
iii. Melakukan pengamatan terhadap praktik-praktik yang dilakukan di dalam
satuan usaha yang akan di audit.

208
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Silvi. 2011. Jasa yang diberikan Kantor Akuntan Publik. (online)
(http://www.scribd.com/doc/51203333/Jasa-Yang-Diberikan-Kantor-Akuntan-Publik.
diakses taggal 10 September 2014)
Anonim. 2010. Standar dan metode auditing pada sistem PDE. (online)
(http://zetzu.blogspot.com/2010/10/standar-dan-metode-auditing-pada-sistem.html.
diakses pada tanggal 25 November 2014)
Bilayudha, Falah. 2013. Risiko Detektif dan Perancangan Uji Pengendalian. (online)
(http://falahbilayudha.blogspot.com/2013/04/resiko-detektif-dan-
perancangan_8096.html. diakses PadaTanggal 4 November 2014)
Boynton, William C., Johnson, Raymond N., dan Kell, Walter G. 2003. Modern Auditing.
Jakarta: Erlangga.
Castle. 2010. Definisi auditing dan tipe auditor. (online)
(http://aricastle.blogspot.com/2010/10/definisi-auditing-dan-tipe-auditor.html. Diakses
pada tanggal 9 September 2014).

Dase Ira. Tanpa tahun. Bukti Audit, Tujuan Audit, Program Audit dan Kertas Kerja. (online)
(https://www.academia.edu/5155562/BUKTI_AUDIT_TUJUAN_AUDIT_PROGRAM_A
UDIT_DAN_KERTAS_KERJA. diakses tanggal 8 Oktober 2014)

Eleks. 2009. Sistem Pengendalian Intern. (online) (http://eleks-


mulyadi.blogspot.com/2009/12/pengendalian-intern-auditing.html, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2014)

Farahaul. 2012. Audit Menilai Risiko Pengendalian: Uji Pengendalian. (Online) (http://farah-
aul.blogspot.com/2012/10/audit-menilai-risiko-pengendalian-uji.html. Diakses pada
tanggal 30 Oktober 2014)

Farahaul. 2012. Risiko Deteksi dan Perancangan Uji Substantif. (online) (http://farah-
aul.blogspot.com/2012/10/audit-risiko-deteksi-dan-perancangan.html. Diakses Pada Tanggal
4 November 2014)

IAPI. 2011. Standar Profesi Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Gondodyoto, Sanyoto. . Program Kerja dan Laporan Audit. [pdf],


(http://repository.binus.ac.id/2009-1/content/F0174/F017412438.pdf. diakses pada
tanggal 15 Oktober 2014)

Hanggaryudha. 2012. Perencanaan Auditing. (online)


(http://hanggaryudha.wordpress.com/2012/11/06/perencanaan-auditing/. Diakses pada
tanggal 15 Oktober 2014)

209
Ikarosalia. 2012. Materialitas dan Risiko Audit. (online)
(http://fadjarika.blogspot.com/2012/01/materialitas-dan-risiko-audit.html diakses pada
tanggal 21 Oktober 2014.)

Irwanto Rudi._____. Matrialitas, Risiko Audit, dan Startegi Audit Awal. (online)
(http://rudiirawantofeuh.blogspot.com/2014/04/materialitas-risiko-audit-
strategi.html. diakses pada tanggal 22 Oktober 2014)Rizal, Ahmad. 2013. Hal-Hal
yang Mendasari Audit Keuangan. (online)
(http://ahmadrizal26.blogspot.com/2013/10/hal-hal-yang-mendasari-audit-
keuangan.html. diakses pada tanggal 17 September 2014)

Masguh. 2010. Perbedaan audit pde dan audit konvensional. (online)


(http://kuliahhurahura.blogspot.com/2010/04/perbedaan-audit-pde-dan-audit.html.
diakses pada tanggal 25 November 2014)

Qiqie. 2011. Mengaudit Pusat PDE dan Aplikasi Komputer. (online) (http://qiqie-
novrianty.blogspot.com/2011_03_01_archive.html. Diakses pada tanggal 26 November
2014)

Kurniawati, Efi. 2012. Menilai Risiko Pengendalian. (Online) (http://yuukichan-


lovelypink.blogspot.com/2012/10/menilai-risiko-pengendalian.html. Diakses Pada
tanggal 30 Oktober 2014)

Supriadi. 2012. Laporan Audit. (online)


(http://supardiakuntansi.blogspot.com/2012/01/laporan-audit.html. diakses pada
tanggal 17 September 2014)

Syamsidiq. 2012. Materialitas, Risiko Audit dan Strategi Audit Awal. (online)
(http://syamsidiq.wordpress.com/2012/06/04/materialitas-risiko-dan-strategi-audit-
awal/. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Syahroni, Ahmad. 2013. Pengertian Data Elektronik. (online) (http://ahmadsyahroni-


jepara.blogspot.com/2013/01/pengertian-pengolahan-data-elektronik.html. Diakses
pada tanggal 25 November 2014).
Wulandary, Feny. 2011. Profesi Akuntansi di Indonesia dan Internasional. (online)
(http://fenywulandari.blogspot.com/2011/10/profesi-akuntansi.html. diakses pada
tanggal 10 September 2014)

210

Anda mungkin juga menyukai