Page |2
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Identifikasi Permasalahan Regulasi
yang Bertautan dengan Perencanaan Pembangunan dengan tepat waktu. Penyusunan
makalah Tugas Hukum dan Administrasi Perencanaan ini bertujuan untuk memahami
ketentuan dalam peraturan perundangan yang bertautan dengan masalah atau pelanggaran
yang terjadi pada perencanaan dan pembangunan.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dosen-dosen mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan:
1. Ir. Sardjito, MT.
2. Surya Hadi Kusuma, ST, MT.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Melalui makalah ini penulis berharap
dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri serta kepada pembaca mengenai
indentifikasi permasalahan regulasi yang ada. Pada akhirnya penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis
Page |3
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan
terpadat. Letak yang berada pada pertemuan empat lempeng embuat Indonesia memiliki
anyak gunung Api yang membentang dari Pulau Sumatera-Pulau Jawa-kepulauan Nusa
tenggara-Pulau Sulawesi- dan sebagian Pulau Papua. Sabuk vulkanik yang membentang
tersebut menyebabkan Indonesia dikenal sebagai slaah satu Negara yang sangat rawan
terhadap bencana alam.
Ancaman bencana yang terdapat di indonesia tidak hanya terdiri dari bencana gunung
api, namun juga bencana longsor, banjir, tsunami, dan gempa bumi. Bencana merupakan
peristiwa yag mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
di sebabkan oleh faktor alam manupun non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Untuk
itu, pemerintah mulai memasukkan aspek kebencanaan dalam setiap perencanaan tata
ruang. Seperti dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007 yang menjelaskan tentang
bentuk kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyikapi bencana yang tidak terpisahkan
dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah.
Undang-undang nomor 26 tahun 2007 merupakan salah satu produk atau hasil dari
kegiatan perencanaan ruang yang memiliki fungsi untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang
dengan memperhatikan bidang secara komprehensif untuk mencegah terjadinya konflik
antar fungsi dalam proses pemanfaatan ruang dari bahya-bahaya lingkungan yang mungkin
timbul akibat pengembangan fungsi ruang pada lokasi yang tidak sesuai peruntukkan.
Fungsi rencana tata ruang pada daerah rawan bencana adalah sebagai instrumen
pengurangan resiko bencana, keran perencanaan tata ruang dilakukan pada saat bencana
tidak/belum terjadi. Rencaan tata ruang juga berfungsi sebagai kebijakan pembangunan.
Menurut Brody, 2004 dalam Sagala dan Bisri, 2011, keputusan dalam bentuk kebijkaan
pembangunan dapat diarahkan untuk mengurangi komponen pembentuk resiko, baik
menghindari lokasi bahaya, mengeliminasi kerentanan, dan emmperkuat kapasitas. Tujuan
perencanaan ruang pada daerah rawan bencana adalah untuk mengendalikan
pengembangan dan pembangunan didaerah-daerah yang rawan terhadap bahaya bencana.
Dampak positif dari pembatasan pembangunan pada daerah yang rawan terhadap bencana
akan menimalisir dan mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian jiwa serta kerusakan
harta benda di daerah-daerah rawan bencana. Pembangunan yang tidak mengindahkan
aspek kebencanaan dapat berakibat pada besarnya resiko bencana yang timbul.
Perkembangan suatu wilayah telah meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat
untuk berkativitas. Hal tersebut terkadang sampai mendorong pihak pengembang untuk
menempati lokasi yang tidak layak huni sampai yang termasuk dalam daerah yang rawan
terhadap bencanapun untuk memaksimalkan keuntungan. Adanya undang undang dan
peraturan yang mengatur pembangunan dan perencanaan wilayah rawan bencana ternyata
tidak lantas membuat pihak pengembang ini tertib terhadap hukum, malah terkesan mencari
alasan untuk mengakali hokum. Salah satu contohnya adalah kawasan rawan bencana di
Sleman yang telah dibangun wisata edukasi dan waterboom dengan bangunan permanen
yang luas. Dimana meski tidak mengantongi izin, pembangunan tetap dilakukan dengan
harapan akan dilegalkan izin bangunannya setelah pembangunan selesai.
Page |5
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terkait dengan penulisan makalah ini adalah
bagaimana mengidentifikasikan, mengumpulkan dan mensistemasikan peraturan
perundangan yang bertautan dengan permasalahan pembangunan yang berada di lokasi
rawan bencana dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan
Daerah yang mengatur masalah tersebut.
Tujuan
Tujuan penyusunan laporan ini adalah memahami ketentuan dalam peraturan
perundangan yang bertautan dengan masalah pembangunan, khususnya permasalahan
pelanggaran perundang-undangan terkait tata ruang pengembangan kawasan lindung
bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
Sistematika Laporan
Sistematika penyusunan laporan ini yaitu terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, serta sistematika pelaporan
dalam mengidentifikasi permasalahan regulasi yang berkaitan dengan perencanaan tata
ruang pengembangan kawasan lindung bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi diskripsi yang menjelaskan gambaran lokasi wilayah studi, gambaran
infrastruktur bangunan terkait dan pembahasan permasalahan yang dikaitkan dengan
regulasi yang relevan dengan membandingkan beberapa regulasi yang saling terkait dalam
suatu permasalahan tertentu.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai
identifikasi permasalahan dan regulasi terkait pembangunan kawasan rawan bencana
yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
Page |6
BAB II
Pembahasan
Identifikasi Studi Kasus
Lokasi yang menjadi wilayah studi adalah bangunan wisata The Lost World Castle
yang berada di Lereng Gunung Merapi, tepatnya berada di Dusun Petung, kepuhrejo,
cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Bangunan tersebut berada dekat dekat
Merapi Golf atau disebelah selatan Kali Adem, Yogyakarta. Adapun batas-batas wilayah
studi sebagai berikut :
Batas utara : Taman Nasional Gunung Merapi
Batas Selatan : Desa Wukirsaru
Batas Timur : Desa Glagaharjo
Batas Barat : Desa Umbulharjo
Wilayah desa Kepuhrejo secara geografis berada di koordinat 07O4042.7LS
07O4300.9LS dan 110O2759.9BT 110O2851.4BT. Dilihat dari topografi, ketinggian
wilayah kapuhrejo berada pada 600-1200 m ketinggian dari permukaan air laut dengan
curah hujan rata-rata 2500 mm/tahun, serta suhu rata-rata per tahun adalah 16-17 C.
Wisata The Lost World Castle atau biasa disebut TLWC ini merupakan wisata yang
baru yang mulai dibangun tahun 2013 lalu. Wisata tersebut berupa bangunan yang memiliki
bentuk seperti castle yang unik menyerupai benteng kuno. Wisata TLWC ini disebut-sebut
sebagai benteng takeshi atau Tembok Besar Cina di Cangkringan. Hal tersbut karena bentuk
bangunan yang memiliki jalan memanjang yang unik dan bantuk bangunan yang
sampingnya memiiki kemiripan dengan tembok besar Cina.
Nama The Lost World Castle sendiri digunakan sebagai gambaran kedahsyatan erupsi
Merapi yang menghilangkan desa yang ada di derah setempat beberpa tahun silam. Wisata
TLWC ini dibangun pada lahan dengan luas 1,3 Hektare menggunakan bahan bangunan
dari batuan besar sisa letusan gunung berapi yang terjadi 6 tahun silam. Selain itu, The Lost
World Castle ini menyajikan artefak-artefak erupsi Merapi 2010 yang menambah daya tarik
wisata. Kemudian, terdapat pula situs Stonehenge KW 2 tau tiruan situs Stonehenge seperti
situs batu prasejarah yang ada di Inggris.
Wisata tersebut rencananya akan dijadikan sebagai wisata edukasi dan waterboom.
TLWC in memberikan pemandangan yang indah dan menarik bagi pengunjung. Melalui
Castle yang didirikan, pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Yogyakarta dan melihat
Gunung Merapi dengan jelas jika cuaca cerah. Hal tersebut yang membuat TLWC memiliki
jumlah pengunjung yang cukup banyak. Walaupun hingga saat ini TLWC belum resmi
dibuka, terdapat 2000 hingga 3000 orang pengunjung yang datang setiap harinya.
Kebanyakan pengunjung atau wisatawan yang datang adalah mereka yang masih muda
yang berkunjung untuk mengambil foto-foto dengan background castle tersebut.
Page |8
Meskipun menawarkan wisata yang menarik bagi wisatawan, namun hingga saat ini
TLWC masih belum resmi dibuka. Hal tersebut karena TLWC diduga melanggar peraturan
yang ada sebagai wisata. Pihak pengembangan wisata TLWC ini telah menerima surat
peringatan hingga SP3 dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Pemberian SP 3 ini
dikarenakna tidak adanya etikat baik dari pihak pengelola dengan tetap menjalankan
kegiatan pembangunan dan pengoperasian wisata tersebut walaupun telah menerima
suarat peringatan ke dua (SP 2). Padahal, SP 2 diterbitkan sebagai peringatan untuk
menghentikan pembangunan yang ada. Pihak pengembang mengaku sudah melaporkan
terkait pembangunan tersebut kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui tembusan
Dinas Pekerjaan Umum dan permukiman serta kepada Bupati. Namun, belum ada
tanggapan dari pihak terkait saat itu sehingga mereka melakukan pembangunan.
Page |9
Proses pembangunan TLWC yang sudah dilakukan lebih satu tahun hingga saat ini
masih belum selesai. Dalam perjalanannya, pembangunan TLWC ini mengalami kendala
perijinan dan harus berurusan dengan hukum. Proses pembangunan dan pengoperasian
wisata TWLC resmi ditutup sejak 13 Februari 2017.
Regulasi Terkait
Dalam kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak The Lost World Castle
akan dipaparkan keterkaitan terhadap regulasi yang ada, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Review Regulasi tentang Pelanggaran Pembangunan di Kawasan Lindung Taman
Nasional Gunung Merapi
No. Regulasi Bagian Isi Keterangan
1. Undang-Undang Pasal 5 Penataan ruang berdasarkan fungsi utama Melanggar
Republik Indonesia Ayat 2 kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan
Nomor 26 Tahun 2007 budi daya.
tentang Penataan Yang termasuk dalam kawasan lindung
Ruang diantaranya ada kawasan rawan bencana alam,
antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan
kawasan rawan banjir; Sehingga peruntukan lahan
yang bisa dilakukan di kawasan ini terbatas.
Pasal 6 Penataan ruang diselenggarakan dengan Melanggar
Ayat 1 memperhatikan kondisi fisik wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana;
Dengan keadaan tersebut, penyelenggaraan
penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan
secara komprehensif, holistik, terkoordinasi,
terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan
factor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
2. Peraturan Presiden Pasal 1 Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Melanggar
Republik Indonesia adalah kawasan strategis nasional yang mempunyai
Nomor 70 Tahun 2014 pengaruh sangat panting terhadap pelestarian
tentang Rencana Tata lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di
Ruang Kawasan kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Merapi
P a g e | 10
lebih condong masuk pada kategori kegiatan yang tidak diperbolehkan. Pengelola TLWC
sendiri belum mengantongi izin pemanfaatan ruang dari dinas terkait, karenanya TLWC
mendapatkan sanksi penutupan operasional objek wisata selama pengkajian lebih lanjut.
Salah satu kebijakan dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Sleman adalah
mengelola Kawasan Rawan Bencana Alam Gunung Merapi. Dalam Peraturan Daerah
Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman
Tahun 2011-2031 diketahui bahwa bangunan the Lost World Castle telah melanggar Pasal
28 ayat 1 dan Pasal 79 poin b (sinkron) karena dibangun pada Kawasan rawan bencana
Merapi III yaitu kawasan yang letaknya dekat dengan sumber bahaya yang sering terlanda
awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Oleh karena
tingkat kerawanan yang tinggi, kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap. Batas
Kawasan Rawan Bencana III didasarkan pada sejarah kegiatan dalam waktu 100 tahun
terakhir dan dijadikan kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas. Meski secara khusus
bangunan the lost castle world memang bukan kawasan permukiman, tetapi substansi
peraturan ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa pembangunan yang
berlangsung pada Kawasan Rawan Bencana Merapi III sangat dibatasi untuk tidak adanya
bangunan tetap. Karena sifat kawasan yang berbahaya.
Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi disusun sebagai salah satu bentuk upaya Pemerintah dalam
mengantisipasi ancaman bencana Gunungapi Merapi. Secara umum, kawasan rawan
bencana merapi III diartikan dalam regulasi ini yakni sebagai kawasan yang letaknya dekat
dengan sumber bahaya yang sering terlanda awan panaas, aliran lava, gugurn bati, lontara
batu (pijar) dan hujan abu lebat. Tentunya dampak yang dijelaskan ini sangat berpengaruh
buruk bagi masyarakat apabila terjadi potensi bahaya. Bangunan the Lost World Castle telah
melanggar Pasal 3 dan Pasal 6 dengan memanfaatkan kawasan lindung sebagai kawasan
pariwisata. Kegiatan wisata tantuya melibatkan aktivitas banyak orang, sehingga dapat
berisiko apabila terjadi kondisi bahaya pada kawasan ini. Sehingga, salah satu cara
mengendalikan kegiatan, yaitu dapat dengan mengurangi kegiatan yang terlalu komersial
seperti kegiatan wisata buatan dan lebih dikembangkan sesuai arahan hanya diarahkan yaitu
untuk wisata alam.
P a g e | 14
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pembangunan The Lost World Castle yang dinilai pihak pengelola sebagai
pengembangan kegiatan wisata yang potensial dikunjungi oleh masyarakat dipermasalahkan
karena dibangun di atas lahan yang dialokasikan sebagai kawasan rawan bencana alam III.
Kegiatan pembangunan ini, pada faktanya tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
yang sudah dirumuskan dalam perencanaan tata ruang wilayah.Yang menjadi indikator
dianggap tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah yakni melalui identifikasi
pelanggaran terhadap regulasi atau peraturan perundang-undangan, sebagai berikut :
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
- Peraturan Daerah Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031
- Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi
Secara umum, regulasi atau peraturan perundangan yang dilanggar yakni mengenai
pembangunannya yang dilakukan di kawasan rawan bencana alam. Dimana kawasan rawan
bencana alam ini dialokasikan sebagai kawasan lindung dan dibatasi pemanfaatannya.
Sinergis dengan tujuan perencanaan wilayah adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Adanya aktivitas di kawasan rawan bencana alam ini, tentunya akan mengancam
kenyamanan masyarakat secara tidak langsung karena karakteristik kawasan yang bersifat
bahaya. Sehingga konsistensi regulasi atau peraturan perundangan dalam implementasi
perencanaan tata ruang wilayah.
Lesson Learned
Dalam mengidentifikasi permasalhaan tata ruang dalam kaitannya dengan
pelanggaran regulasi yang telah dirumuskan dan ditetapkan, ada beberapa hal yang dapat
dipelajari oleh tim penyusun, yakni :
- Regulasi sebagai alat pengendali yang bersifat mengikat belum sepenuhnya dapat
mengawasi tindak pelanggaran masyarakat. Sehingga tindak lanjut dari hal ini adalah
diperlukannya ketegasan dalma menegakkan peraturan yang telah dibuat. Misalnya
dalam studi kasus lainnya, adanya kebijkan insentif dan disinsentif, sehingga adanya
rencana tata ruang bukan hanya tertulis di dokumen tetapi benar-benar dapat
membatasi pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana alokasi ruang.
- Regulasi atau peraturan dirumuskan secara terintegrasi dengan fungsi saling
memperkuat. Misalnya dalam pembahasanpelanggaran studi kasus di atas, terdapat
berbagai peraturan baik undang-undang, peraturan daerah, peraturan bupati dan lain
sebagainya yang memuat substansi rencana pengelolaan kawasan rawan bencana
alam. Dimana peraturan tersebut mengarah pada satu tujuan yang sama, yakni
mengelola kawasan rawan bencana alam agar tidak membahayakan masyarakat
sebagai objek sekaligus subjek dalam merencanakan.
- Perencanaan tata ruang mengenai alokasi ruang sangat penting ditetapkan dalam
sebuah peraturan, hal ini dikarenakan berbagai perencanaan yang dirumuskan adalah
sebuah peraturan yang sifatnya mengikat dan perlu dilaksanakan.
P a g e | 15
Daftar Pustaka
http://www.madiunpos.com/2017/02/14/the-lost-world-castle-ditutup-pengelola-berencana-
gugat-perpres-792832 diakses pada 19 April 2017
http://www.skanaa.com/en/news/detail/terima-sp2-the-lost-world-castle-tetap-
beroperasi/republika-online diakses pada 19 April 2017
https://www.tipswisata.com/2017/01/the-lost-world-castle.html diakses pada 19 April 2017
http://www.jogja.co/wisata-jogja-terbaru-benteng-the-lost-world-castle-di-lereng-merapi-
mulai-banyak-dikunjungi/ diakses pada 19 April 2017
http://www.hargajoss.com/2017/01/harga-tiket-masuk-lost-world-castle.html diakses pada 19
April 2017
http://www.skanaa.com/en/news/detail/terima-sp2-the-lost-world-castle-tetap-
beroperasi/republika-online diakses pada 19 April 2017
http://jogja.tribunnews.com/2017/02/14/pengelola-mulai-tutup-kastel-berencana-ajukan-
gugatan-jika-tak-diizinkan diakses pada 19 April 2017
http://www.hipwee.com/travel/the-lost-world-castle-destinasi-instagrammable-yang-udah-
ngehits-meski-belum-selesai-dibangun/ diakses pada 19 April 2017
http://www.starjogja.com/2017/01/17/nasib-the-lost-world-castle/ diakses pada 19 April 2017
https://www.klikmania.net/the-lost-world-castle/ diakses pada 19 April 2017
http://www.gunungkidulku.com/2017/02/pesona-lost-world-castle-cangkringan.html diakses
pada 19 April 2017
https://www.brilio.net/jalan-jalan/10-foto-megahnya-the-lost-world-jogja-tempat-hits-yang-
jadi-sengketa-170212m.html diakses pada 19 April 2017
https://www.radarjogja.co.id/the-lost-world-castle-resmi-ditutup/ diakses pada 19 April 2017
http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah diakses
pada 19 April 2017
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
Peraturan Daerah Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031
Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi
`