Anda di halaman 1dari 15

Page |1

Page |2

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Identifikasi Permasalahan Regulasi
yang Bertautan dengan Perencanaan Pembangunan dengan tepat waktu. Penyusunan
makalah Tugas Hukum dan Administrasi Perencanaan ini bertujuan untuk memahami
ketentuan dalam peraturan perundangan yang bertautan dengan masalah atau pelanggaran
yang terjadi pada perencanaan dan pembangunan.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dosen-dosen mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan:
1. Ir. Sardjito, MT.
2. Surya Hadi Kusuma, ST, MT.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Melalui makalah ini penulis berharap
dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri serta kepada pembaca mengenai
indentifikasi permasalahan regulasi yang ada. Pada akhirnya penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya, 15 April 2016

Penulis
Page |3

Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................................................... 2


Daftar Isi ................................................................................................................................................ 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
Pendahuluan ......................................................................................................................................... 4
Latar belakang ..................................................................................................................................... 4
Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 5
Tujuan ................................................................................................................................................. 5
Sistematika Laporan............................................................................................................................ 5
BAB II ..................................................................................................................................................... 6
Pembahasan ......................................................................................................................................... 6
Identifikasi Studi Kasus ....................................................................................................................... 6
Regulasi Terkait ................................................................................................................................... 9
Pelanggaran Regulasi ........................................................................................................................ 12
BAB III .................................................................................................................................................. 14
Penutup................................................................................................................................................ 14
Kesimpulan........................................................................................................................................ 14
Lesson Learned ................................................................................................................................. 14
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 15
Page |4

BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan
terpadat. Letak yang berada pada pertemuan empat lempeng embuat Indonesia memiliki
anyak gunung Api yang membentang dari Pulau Sumatera-Pulau Jawa-kepulauan Nusa
tenggara-Pulau Sulawesi- dan sebagian Pulau Papua. Sabuk vulkanik yang membentang
tersebut menyebabkan Indonesia dikenal sebagai slaah satu Negara yang sangat rawan
terhadap bencana alam.
Ancaman bencana yang terdapat di indonesia tidak hanya terdiri dari bencana gunung
api, namun juga bencana longsor, banjir, tsunami, dan gempa bumi. Bencana merupakan
peristiwa yag mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
di sebabkan oleh faktor alam manupun non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Untuk
itu, pemerintah mulai memasukkan aspek kebencanaan dalam setiap perencanaan tata
ruang. Seperti dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007 yang menjelaskan tentang
bentuk kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyikapi bencana yang tidak terpisahkan
dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah.
Undang-undang nomor 26 tahun 2007 merupakan salah satu produk atau hasil dari
kegiatan perencanaan ruang yang memiliki fungsi untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang
dengan memperhatikan bidang secara komprehensif untuk mencegah terjadinya konflik
antar fungsi dalam proses pemanfaatan ruang dari bahya-bahaya lingkungan yang mungkin
timbul akibat pengembangan fungsi ruang pada lokasi yang tidak sesuai peruntukkan.
Fungsi rencana tata ruang pada daerah rawan bencana adalah sebagai instrumen
pengurangan resiko bencana, keran perencanaan tata ruang dilakukan pada saat bencana
tidak/belum terjadi. Rencaan tata ruang juga berfungsi sebagai kebijakan pembangunan.
Menurut Brody, 2004 dalam Sagala dan Bisri, 2011, keputusan dalam bentuk kebijkaan
pembangunan dapat diarahkan untuk mengurangi komponen pembentuk resiko, baik
menghindari lokasi bahaya, mengeliminasi kerentanan, dan emmperkuat kapasitas. Tujuan
perencanaan ruang pada daerah rawan bencana adalah untuk mengendalikan
pengembangan dan pembangunan didaerah-daerah yang rawan terhadap bahaya bencana.
Dampak positif dari pembatasan pembangunan pada daerah yang rawan terhadap bencana
akan menimalisir dan mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian jiwa serta kerusakan
harta benda di daerah-daerah rawan bencana. Pembangunan yang tidak mengindahkan
aspek kebencanaan dapat berakibat pada besarnya resiko bencana yang timbul.
Perkembangan suatu wilayah telah meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat
untuk berkativitas. Hal tersebut terkadang sampai mendorong pihak pengembang untuk
menempati lokasi yang tidak layak huni sampai yang termasuk dalam daerah yang rawan
terhadap bencanapun untuk memaksimalkan keuntungan. Adanya undang undang dan
peraturan yang mengatur pembangunan dan perencanaan wilayah rawan bencana ternyata
tidak lantas membuat pihak pengembang ini tertib terhadap hukum, malah terkesan mencari
alasan untuk mengakali hokum. Salah satu contohnya adalah kawasan rawan bencana di
Sleman yang telah dibangun wisata edukasi dan waterboom dengan bangunan permanen
yang luas. Dimana meski tidak mengantongi izin, pembangunan tetap dilakukan dengan
harapan akan dilegalkan izin bangunannya setelah pembangunan selesai.
Page |5

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terkait dengan penulisan makalah ini adalah
bagaimana mengidentifikasikan, mengumpulkan dan mensistemasikan peraturan
perundangan yang bertautan dengan permasalahan pembangunan yang berada di lokasi
rawan bencana dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan
Daerah yang mengatur masalah tersebut.
Tujuan
Tujuan penyusunan laporan ini adalah memahami ketentuan dalam peraturan
perundangan yang bertautan dengan masalah pembangunan, khususnya permasalahan
pelanggaran perundang-undangan terkait tata ruang pengembangan kawasan lindung
bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
Sistematika Laporan
Sistematika penyusunan laporan ini yaitu terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, serta sistematika pelaporan
dalam mengidentifikasi permasalahan regulasi yang berkaitan dengan perencanaan tata
ruang pengembangan kawasan lindung bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi diskripsi yang menjelaskan gambaran lokasi wilayah studi, gambaran
infrastruktur bangunan terkait dan pembahasan permasalahan yang dikaitkan dengan
regulasi yang relevan dengan membandingkan beberapa regulasi yang saling terkait dalam
suatu permasalahan tertentu.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai
identifikasi permasalahan dan regulasi terkait pembangunan kawasan rawan bencana
yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
Page |6

BAB II
Pembahasan
Identifikasi Studi Kasus
Lokasi yang menjadi wilayah studi adalah bangunan wisata The Lost World Castle
yang berada di Lereng Gunung Merapi, tepatnya berada di Dusun Petung, kepuhrejo,
cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Bangunan tersebut berada dekat dekat
Merapi Golf atau disebelah selatan Kali Adem, Yogyakarta. Adapun batas-batas wilayah
studi sebagai berikut :
Batas utara : Taman Nasional Gunung Merapi
Batas Selatan : Desa Wukirsaru
Batas Timur : Desa Glagaharjo
Batas Barat : Desa Umbulharjo
Wilayah desa Kepuhrejo secara geografis berada di koordinat 07O4042.7LS
07O4300.9LS dan 110O2759.9BT 110O2851.4BT. Dilihat dari topografi, ketinggian
wilayah kapuhrejo berada pada 600-1200 m ketinggian dari permukaan air laut dengan
curah hujan rata-rata 2500 mm/tahun, serta suhu rata-rata per tahun adalah 16-17 C.

Gambar 1. Lokasi wilayah studi di Kabupaten Sleman


Sumber : Survey sekunder, 2017

Gambar 2. Lokasi wilayah studi yang berada di Desa Wisata Petung


Sumber : Survey sekunder, 2017
Page |7

Wisata The Lost World Castle atau biasa disebut TLWC ini merupakan wisata yang
baru yang mulai dibangun tahun 2013 lalu. Wisata tersebut berupa bangunan yang memiliki
bentuk seperti castle yang unik menyerupai benteng kuno. Wisata TLWC ini disebut-sebut
sebagai benteng takeshi atau Tembok Besar Cina di Cangkringan. Hal tersbut karena bentuk
bangunan yang memiliki jalan memanjang yang unik dan bantuk bangunan yang
sampingnya memiiki kemiripan dengan tembok besar Cina.
Nama The Lost World Castle sendiri digunakan sebagai gambaran kedahsyatan erupsi
Merapi yang menghilangkan desa yang ada di derah setempat beberpa tahun silam. Wisata
TLWC ini dibangun pada lahan dengan luas 1,3 Hektare menggunakan bahan bangunan
dari batuan besar sisa letusan gunung berapi yang terjadi 6 tahun silam. Selain itu, The Lost
World Castle ini menyajikan artefak-artefak erupsi Merapi 2010 yang menambah daya tarik
wisata. Kemudian, terdapat pula situs Stonehenge KW 2 tau tiruan situs Stonehenge seperti
situs batu prasejarah yang ada di Inggris.
Wisata tersebut rencananya akan dijadikan sebagai wisata edukasi dan waterboom.
TLWC in memberikan pemandangan yang indah dan menarik bagi pengunjung. Melalui
Castle yang didirikan, pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Yogyakarta dan melihat
Gunung Merapi dengan jelas jika cuaca cerah. Hal tersebut yang membuat TLWC memiliki
jumlah pengunjung yang cukup banyak. Walaupun hingga saat ini TLWC belum resmi
dibuka, terdapat 2000 hingga 3000 orang pengunjung yang datang setiap harinya.
Kebanyakan pengunjung atau wisatawan yang datang adalah mereka yang masih muda
yang berkunjung untuk mengambil foto-foto dengan background castle tersebut.
Page |8

Gambar 3. Kondisi Wisata The Lost World Castle


Sumber : Survey sekunder, 2017

Meskipun menawarkan wisata yang menarik bagi wisatawan, namun hingga saat ini
TLWC masih belum resmi dibuka. Hal tersebut karena TLWC diduga melanggar peraturan
yang ada sebagai wisata. Pihak pengembangan wisata TLWC ini telah menerima surat
peringatan hingga SP3 dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Pemberian SP 3 ini
dikarenakna tidak adanya etikat baik dari pihak pengelola dengan tetap menjalankan
kegiatan pembangunan dan pengoperasian wisata tersebut walaupun telah menerima
suarat peringatan ke dua (SP 2). Padahal, SP 2 diterbitkan sebagai peringatan untuk
menghentikan pembangunan yang ada. Pihak pengembang mengaku sudah melaporkan
terkait pembangunan tersebut kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui tembusan
Dinas Pekerjaan Umum dan permukiman serta kepada Bupati. Namun, belum ada
tanggapan dari pihak terkait saat itu sehingga mereka melakukan pembangunan.
Page |9

Gambar 4. Kondisi wisata TLWC yang resmi ditutup


Sumber : Survey sekunder, 2017

Proses pembangunan TLWC yang sudah dilakukan lebih satu tahun hingga saat ini
masih belum selesai. Dalam perjalanannya, pembangunan TLWC ini mengalami kendala
perijinan dan harus berurusan dengan hukum. Proses pembangunan dan pengoperasian
wisata TWLC resmi ditutup sejak 13 Februari 2017.
Regulasi Terkait
Dalam kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak The Lost World Castle
akan dipaparkan keterkaitan terhadap regulasi yang ada, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Review Regulasi tentang Pelanggaran Pembangunan di Kawasan Lindung Taman
Nasional Gunung Merapi
No. Regulasi Bagian Isi Keterangan
1. Undang-Undang Pasal 5 Penataan ruang berdasarkan fungsi utama Melanggar
Republik Indonesia Ayat 2 kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan
Nomor 26 Tahun 2007 budi daya.
tentang Penataan Yang termasuk dalam kawasan lindung
Ruang diantaranya ada kawasan rawan bencana alam,
antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan
kawasan rawan banjir; Sehingga peruntukan lahan
yang bisa dilakukan di kawasan ini terbatas.
Pasal 6 Penataan ruang diselenggarakan dengan Melanggar
Ayat 1 memperhatikan kondisi fisik wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana;
Dengan keadaan tersebut, penyelenggaraan
penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan
secara komprehensif, holistik, terkoordinasi,
terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan
factor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
2. Peraturan Presiden Pasal 1 Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Melanggar
Republik Indonesia adalah kawasan strategis nasional yang mempunyai
Nomor 70 Tahun 2014 pengaruh sangat panting terhadap pelestarian
tentang Rencana Tata lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di
Ruang Kawasan kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Merapi
P a g e | 10

Taman Nasional yang merupakan Kawasan Rawan Bencana Alam


Gunung Merapi Geologi. Dimana karakteristik pemanfaatan
ruangnya ditetapkan untuk melindungi pelestarian
dan fungsi Taman Nasional Gunung Merapi.
Pasal 7, Strategi pelestarian lingkungan Kawasan Melanggar
8&9 Taman Nasional Gunung Merapi terdiri atas:
- Mencegah dan membatasi kegiatan
pemanfaatan ruang yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung di Kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi;
- Mengendalikan dan membatasi intensitas
kawasan terbangun untuk mendukung
pelestarian lingkungan Kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi;
Strategi pengembangan Kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi berbasis Mitigasi Bencana
terdiri atas:
- Menyesuaikan pemanfaatan ruang pada
Kawasan Rawan Bencana, supaya tidak
terlalu merugikan pihak tertentu
Pasal Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud Melanggar
30,31,3 adalah terdiri atas:
2, 34 a. Zona Lindung 1 (Zona L1) yang merupakan
Taman Nasional yang berada pada Kawasan
Rawan Bencana Alam Geologi Merapi yang
didalamnya terdapat zona-zona sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan.
Zona L1 sebagaimana dimaksud berada pada
sebagian wilayah:
- Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung
di Kabupaten Magelang;
- Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, dan
Kecamatan Musuk di Kabupaten Boyolali,
- Kecamatan Kemalang di Kabupaten Klaten;
dan
- Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, dan
Kecamatan Cangkringan di Kabupaten
Sleman.
b. Zona Lindung 2 (Zona L2) yang merupakan
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi yang
terdampak langsung; berupa kawasan yang
berpotensi terkena kembali dampak erupsi Gunung
Merapi berupa awan panas dan material panas
lainnya serta berdampak besar pada manusia,
permukiman, dan infrastruktur.
Zona L2 sebagaimana dimaksud berada pada
sebagian wilayah:
- Kecamatan Kemalang di Kabupaten Klaten;
dan
- Cangkringan di Kabupaten Sleman.
c. Zona Lindung 3 (Zona L3) yang merupakan
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi yang
berada pada sempadan sungai; berupa kawasan
yang berpotensi terkena aliran lahar atau banjir,
serta dapat berpotensi terkena perluasan awan
panas dan material panas lainnya.
P a g e | 11

Zona L3 sebagaimana dimaksud adalah daerah


yang memikili sungai-sungai yang menjadi jalur
aliran lahar.
d. Zona Lindung 4 (Zona L4) yang merupakan
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi yang
terdapat kantung (enclave) permukiman. berupa
kawasan yang berpotensi terkena dampak
kembali erupsi Gunung Merapi berupa awan panas
dan material panas lainnya yang berdampak kecil
pada manusia, permukiman, dan infrastruktur; dan
kawasan yang terdapat kantung (enclave)
permukiman dengan konsep kehidupan harmonis
berdampingan dengan Bencana Alam Geologi,
perumahan dengan kepadatan sangat rendah,
dan tidak melakukan pembangunan fisik baru.
Zona L4 sebagaimana dimaksud berada pada
sebagian wilayah:
- Kecamatan Sawangan, Kecamatan Dukun,
dan Kecamatan Srumbung di kabupaten
Magelang;
- Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, dan
Kecamatan Musuk di Kabupaten Boyolali;
- Kecamatan Kemalang di Kabupaten Klaten;
dan
- Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem,
Kecamatan Cangkringan, dan Kecamatan
Ngemplak di Kabupaten Sleman.
Pasal Arahan peraturan zonasi Kawasan Lindung, Melanggar
55,56,5 yang terdiri atas pengelompokan kegiatan yang
7,58 diperbolehkan, kegiatan yang diperbolehkan
bersyarat dan kegiatan yang tidak
diperbolehkan.
Pasal Setiap pemanfaatan ruang harus mendapatkan Melanggar
64 izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
Ayat 2,3 peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.
Setiap pemanfaatan ruang harus mendapatkan
izin sesuai dengan prosedur ketentuan yang ada
pada masing-masing sektor atau bidang yang
mengatur jenis kegiatan pemanfaatan ruang yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sektor atau bidang terkait
Pasal Sanksi akan diberikan terhadap kegiatan Melanggar
71 pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
Ayat 2 rencana rata ruang wilayah kabupaten beserta
rencana rincinya yang didasarkan pada Rencana
Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung
Merapi.
3. Peraturan Daerah Pasal Kawasan rawan bencana alam dimaksud Melanggar
Sleman Nomor 12 28 ayat sebagai kawasan lindung
Tahun 2012 tentan 1 Kawasan lindung merupakan kawasan yang
Rencana Tata Ruang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
Wilayah Kabupaten klestarian lignkungan hidup yang mencakup sumber
Sleman Tahun 2011- alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
2031 budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Sehingga pemanfaatannya
terbatas
P a g e | 12

Pasal Tidak diperbolehkan mengembangkan Melanggar


79 poin permukiman baru di kawasan rawan bencana
b Merapi III.
sinkron

4. Peraturan Bupati Pasal 3 Strategi pengurangan risiko bencana Gunungapi Melanggar


Sleman Nomor 20 Merapi :
Tahun 2011 tentang - Mengendalikan kegiatan di kawasan rawan
Kawasan Rawan bencana untuk mengurangi risiko bencana
Bencana Gunungapi Gunungapi Merapi
Merapi - Mengendalikan kegiatan yang berlokasi di
kawasan rawan bencana dengan cara
mmperketat pengaturan tata bangunan dna
lingkungan dan
- Mengembangkan prasarana dan sarana untuk
mengurangi risiko bencana
Pasal 6 Pengembangan diperbolehkan untuk kegiatan Melanggar
penanggulangan bencana, pemanfaatan sumber
daya air, hutan, pertanian lahan kering, konservasi,
ilmu pengetahuan, penelitian, dan wisata alam
Sumber : Analisis penulis, 2017
Pelanggaran Regulasi
Setelah melihat dan mengkaji, ternyata bangunan The Lost World Castle ini melanggar
setidaknya ada 4 regulasi, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Th. 2007
tentang Penataan Ruang, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Th. 2014
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Peraturan Daerah
Kabupaten Sleman Nomor 12 Th. 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sleman Tahun 2011-2031 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Th. 2011 tentang
Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Merapi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Th. 2007, bangunan The Lost
World Castle (TLWC) telah melanggar Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 1, yang mana
dikatakan bahwa penataan ruang harusnya terdiri atas fungsi utama kawasan, yakni
kawasan lindung dan kawasan budi daya. Penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana. Namun yang terjadi adalah dari pihak pengelola TLWC kurang perhatian
terhadap kriteria pengembangan pada kawasan lindung, terutama aspek bencana dengan
tidak memperhatikan faktor keamanan dan kelestarian lingkungan hidup serta malah
membangun di kawasan rentan terjadi bencana tersebut.
Pada regulasi lain, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, dijelaskan bahwa
bangunan The Lost World Castle (TLWC) telah melanggar Pasal 1, Pasal 7, 8 & 9, Pasal
30,31,32, 34, Pasal 55,56,57,58, Pasal 64 ayat 2,3, dan Pasal 71 ayat 2. Dimana Kawasan
Taman Nasional Gunung Merapi merupakan kawasan rawan bencana alam yang
pemanfaatan ruangnya dibatasi. Oleh karenanya dalam strategi pelestarian dan
pengembangan kawasan dilakukan pembatasan dan pengendalian kawasan terbangun,
supaya tidak terlalu merugikan pihak tertentu. Kawasan lindung Taman Nasional Gunung
Merapi, terdiri atas 4 zona yaitu : Zona Lindung 1, Zona Lindung 2, Zona Lindung 3 dan Zona
Lindung 4. Zona-zona tersebut telah memiliki arahan peraturan zonasi yang memuat
kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang diperbolehkan bersyarat dan kegiatan yang
tidak diperbolehkan. Namun pemanfaatan ruang dari TLWC sendiri tidak termasuk dalam
kategori kegiatan yang diperbolehkan dan kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, serta
P a g e | 13

lebih condong masuk pada kategori kegiatan yang tidak diperbolehkan. Pengelola TLWC
sendiri belum mengantongi izin pemanfaatan ruang dari dinas terkait, karenanya TLWC
mendapatkan sanksi penutupan operasional objek wisata selama pengkajian lebih lanjut.
Salah satu kebijakan dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Sleman adalah
mengelola Kawasan Rawan Bencana Alam Gunung Merapi. Dalam Peraturan Daerah
Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman
Tahun 2011-2031 diketahui bahwa bangunan the Lost World Castle telah melanggar Pasal
28 ayat 1 dan Pasal 79 poin b (sinkron) karena dibangun pada Kawasan rawan bencana
Merapi III yaitu kawasan yang letaknya dekat dengan sumber bahaya yang sering terlanda
awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Oleh karena
tingkat kerawanan yang tinggi, kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap. Batas
Kawasan Rawan Bencana III didasarkan pada sejarah kegiatan dalam waktu 100 tahun
terakhir dan dijadikan kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas. Meski secara khusus
bangunan the lost castle world memang bukan kawasan permukiman, tetapi substansi
peraturan ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa pembangunan yang
berlangsung pada Kawasan Rawan Bencana Merapi III sangat dibatasi untuk tidak adanya
bangunan tetap. Karena sifat kawasan yang berbahaya.
Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi disusun sebagai salah satu bentuk upaya Pemerintah dalam
mengantisipasi ancaman bencana Gunungapi Merapi. Secara umum, kawasan rawan
bencana merapi III diartikan dalam regulasi ini yakni sebagai kawasan yang letaknya dekat
dengan sumber bahaya yang sering terlanda awan panaas, aliran lava, gugurn bati, lontara
batu (pijar) dan hujan abu lebat. Tentunya dampak yang dijelaskan ini sangat berpengaruh
buruk bagi masyarakat apabila terjadi potensi bahaya. Bangunan the Lost World Castle telah
melanggar Pasal 3 dan Pasal 6 dengan memanfaatkan kawasan lindung sebagai kawasan
pariwisata. Kegiatan wisata tantuya melibatkan aktivitas banyak orang, sehingga dapat
berisiko apabila terjadi kondisi bahaya pada kawasan ini. Sehingga, salah satu cara
mengendalikan kegiatan, yaitu dapat dengan mengurangi kegiatan yang terlalu komersial
seperti kegiatan wisata buatan dan lebih dikembangkan sesuai arahan hanya diarahkan yaitu
untuk wisata alam.
P a g e | 14

BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pembangunan The Lost World Castle yang dinilai pihak pengelola sebagai
pengembangan kegiatan wisata yang potensial dikunjungi oleh masyarakat dipermasalahkan
karena dibangun di atas lahan yang dialokasikan sebagai kawasan rawan bencana alam III.
Kegiatan pembangunan ini, pada faktanya tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
yang sudah dirumuskan dalam perencanaan tata ruang wilayah.Yang menjadi indikator
dianggap tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah yakni melalui identifikasi
pelanggaran terhadap regulasi atau peraturan perundang-undangan, sebagai berikut :
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
- Peraturan Daerah Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031
- Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi
Secara umum, regulasi atau peraturan perundangan yang dilanggar yakni mengenai
pembangunannya yang dilakukan di kawasan rawan bencana alam. Dimana kawasan rawan
bencana alam ini dialokasikan sebagai kawasan lindung dan dibatasi pemanfaatannya.
Sinergis dengan tujuan perencanaan wilayah adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Adanya aktivitas di kawasan rawan bencana alam ini, tentunya akan mengancam
kenyamanan masyarakat secara tidak langsung karena karakteristik kawasan yang bersifat
bahaya. Sehingga konsistensi regulasi atau peraturan perundangan dalam implementasi
perencanaan tata ruang wilayah.

Lesson Learned
Dalam mengidentifikasi permasalhaan tata ruang dalam kaitannya dengan
pelanggaran regulasi yang telah dirumuskan dan ditetapkan, ada beberapa hal yang dapat
dipelajari oleh tim penyusun, yakni :
- Regulasi sebagai alat pengendali yang bersifat mengikat belum sepenuhnya dapat
mengawasi tindak pelanggaran masyarakat. Sehingga tindak lanjut dari hal ini adalah
diperlukannya ketegasan dalma menegakkan peraturan yang telah dibuat. Misalnya
dalam studi kasus lainnya, adanya kebijkan insentif dan disinsentif, sehingga adanya
rencana tata ruang bukan hanya tertulis di dokumen tetapi benar-benar dapat
membatasi pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana alokasi ruang.
- Regulasi atau peraturan dirumuskan secara terintegrasi dengan fungsi saling
memperkuat. Misalnya dalam pembahasanpelanggaran studi kasus di atas, terdapat
berbagai peraturan baik undang-undang, peraturan daerah, peraturan bupati dan lain
sebagainya yang memuat substansi rencana pengelolaan kawasan rawan bencana
alam. Dimana peraturan tersebut mengarah pada satu tujuan yang sama, yakni
mengelola kawasan rawan bencana alam agar tidak membahayakan masyarakat
sebagai objek sekaligus subjek dalam merencanakan.
- Perencanaan tata ruang mengenai alokasi ruang sangat penting ditetapkan dalam
sebuah peraturan, hal ini dikarenakan berbagai perencanaan yang dirumuskan adalah
sebuah peraturan yang sifatnya mengikat dan perlu dilaksanakan.
P a g e | 15

Daftar Pustaka
http://www.madiunpos.com/2017/02/14/the-lost-world-castle-ditutup-pengelola-berencana-
gugat-perpres-792832 diakses pada 19 April 2017
http://www.skanaa.com/en/news/detail/terima-sp2-the-lost-world-castle-tetap-
beroperasi/republika-online diakses pada 19 April 2017
https://www.tipswisata.com/2017/01/the-lost-world-castle.html diakses pada 19 April 2017
http://www.jogja.co/wisata-jogja-terbaru-benteng-the-lost-world-castle-di-lereng-merapi-
mulai-banyak-dikunjungi/ diakses pada 19 April 2017
http://www.hargajoss.com/2017/01/harga-tiket-masuk-lost-world-castle.html diakses pada 19
April 2017
http://www.skanaa.com/en/news/detail/terima-sp2-the-lost-world-castle-tetap-
beroperasi/republika-online diakses pada 19 April 2017
http://jogja.tribunnews.com/2017/02/14/pengelola-mulai-tutup-kastel-berencana-ajukan-
gugatan-jika-tak-diizinkan diakses pada 19 April 2017
http://www.hipwee.com/travel/the-lost-world-castle-destinasi-instagrammable-yang-udah-
ngehits-meski-belum-selesai-dibangun/ diakses pada 19 April 2017
http://www.starjogja.com/2017/01/17/nasib-the-lost-world-castle/ diakses pada 19 April 2017
https://www.klikmania.net/the-lost-world-castle/ diakses pada 19 April 2017
http://www.gunungkidulku.com/2017/02/pesona-lost-world-castle-cangkringan.html diakses
pada 19 April 2017
https://www.brilio.net/jalan-jalan/10-foto-megahnya-the-lost-world-jogja-tempat-hits-yang-
jadi-sengketa-170212m.html diakses pada 19 April 2017
https://www.radarjogja.co.id/the-lost-world-castle-resmi-ditutup/ diakses pada 19 April 2017
http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah diakses
pada 19 April 2017
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
Peraturan Daerah Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031
Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Merapi
`

Anda mungkin juga menyukai