1. yasrulefendi
Anggota
Maret 16, 2008 - 11:05 AM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siswa mampu membaca bukan karena secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi
karena diajari. Membaca bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen yang
dikuasai secara pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan menjadi otomatis.
Dalam hal ini William S. Gray (dalam I Gusti Ngurah Oka 2005: 34) menekankan bahwa
membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah keterampilan
mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan.
Dalam proses pembelajaran biasanya seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca
bukan hanya sebagai peristiwa pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan
pengetahuan dan kebahagiaan. Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena memiliki
berbagai pengalaman tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan hanya fiksi tetapi juga
non fiksi yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak kemungkinan mereka menemukan
kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan dan arahan para orang tua dan guru.
Tujuan tambahan pelajaran membaca adalah menciptakan anak yang gemar membaca.
Biasanya hal ini dapat diransang dengan mempergunakan cerita. Karena cerita pasti menjadi
bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dipahami dengan melihat
bagaimana bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan tuturan orang lain dalam
perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap dan menganalisa pengalaman,
dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak memanfaatkan kemampuan membacanya
dengan santai, sesuai dengan kebutuhan: apakah sekedar kenikmatan atau penambah
pengetahuan.
Tetapi dalam era yang maha cepat sekarang, ketika tanpa kita kehendaki tuntutan kehidupan
meningkat, pembaca tak lagi boleh hanya sebagai membawa kenikmatan, tetapi sebagai alat
pencapai percepatan itu sendiri. Artinya orang wajib mengejar semua informasi. Ia harus
memiliki keterampilan mengumpulkan data dengan cepat sekaligus benar. Dan disini
membaca cepat menjadi utama.
Muchlishoh (1992: 153) mengatakan membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan
dengan tujuan agar para siswa dalam waktu singkat dapat membaca secara lancar, serta dapat
memahami isinya. Sementara itu, Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004)
mengatakan metode speed reading merupakan semacam
latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi. Seseorang akan dituntut
untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan
dalam otak.
Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca
lebih cepat. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus
dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera
menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan
pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula.
Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995: 127) menyatakan keterampilan
membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang
tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa
yang tertulis dengan tepat dan cepat.
Untuk hasil yang demikian besar tentu diperlukan cara. Dan pendekatan yang pertama adalah
mengetahui apa yang ingin kita kuasai. Dengan begitu, kita tidak membuang waktu membaca
informasi yang tidak relevan dengan yang kita cari. Diantaranya dengan meyakini maksud
atau tujuan, yang melahirkan fokus dan berdampak konsentrasi. Kesemua itu memerlukan
teknik yang sering kali berbeda dari orang ke orang. Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet.
51, 2005) mengatakan bahwa:
Yang pertama berkaitan dengan jenis serta ketepatan kwalitas penerangan dan yang kedua
mengenai postur serta cara duduk bahkan penentuan jarak dan letak buku. Sambil melorot,
melingkar, membungkuk, atau berbaring dan bersantai bukanlah cara yang tepat. Buku
sebaiknya berada pada sudut 450 dari mata.
Selain itu, Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet. 51, 2005) mengatakan bahwa ada empat
cara atau alternatif membaca yaitu:
1. Membaca kata perkata, baris demi baris, yang sangat berguna untuk membaca materi yang
sulit.
2. Skimming, yaitu alinea pilihan atau baris pertama alinea.
3. Scanning, yaitu memeriksa semua materi untuk mencari sesuatu yang khas misalnya nama
atau angka.
4. Membaca visual, mengejar kelompok kata dengan urutan mana suka. Cara ini cocok untuk
memahami bacaan yang agak sulit serta yang mudah.
Membaca cepat tentu saja bukan tujuan, sebab keterpahamanlah yang tujuan dalam membaca
cepat. Speed reading adalah metode, metode ini bisa mengangkat kita dalam labirin bacaan
yang tak jelas ditengah banjir bahan bacaan saat ini. Speed reading bisa pula dikatakan
mencari gizi dari sebuah bacaan.
Collin Rose dalam K.U.A.S.A.I Lebih Cepat (Kaifa, 1999) dan Soedarso, Speed reading,
(Gramedia, cet. 11, 2004) mengatakan bahwa membaca cepat memiliki beberapa efek, yaitu:
1. Mencegah godaan setan membaca ulang atau regresi. Kerap sekali kita melakukan itu.
Entah disebabkan tidak percaya diri bahwa kalimat yang sudah kita lewati terlupa atau karena
kebiasaanm dibangku pendidikan yang selalu mentradisikan anak didiknya menghafal. Atau
tiba-tiba muncul dibenak yang membisikkan bahwa ada sesuatu yang tertinggal dibelakang.
Jadi membaca cepat membuat kita bisa berlari sekencang-kencangnya.
2. Membaca cepat adalah upaya melepas ketergantungan pada mendengar kata-kata yang
dibenak. Terkadang kita tak sadari walau dalam kondisi mulut terkatub kita masih bersedia
mendengar bunyi yang menggema dalam pikiran.
3. Membaca cepat bisa melepaskan kita dari gerakan fisik yang tak perlu seperti
menggerakkan kepala atau memakai jari atau memakai alat seperti lidi atau pensil mengikuti
kemana baris-baris melangkah.
Dengan menggunakan teknik membaca cepat para siswa diharapkan dapat lebih efesien
dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat
puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami suatu
bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed reading. Dengan
pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat membaca dengan kecepatan hingga
800 kata per menit tanpa menghilangkan makna bacaan.
Pengenalan ini menambah kecepatan karena konsentrasi pada format yang sudah hampir
baku. Jadi kita tidak lagi mengharap-harap atau merisaukan yang tidak perlu, dari segi format
atau sistematika memang membaca cepat dapat membantu penyelesaian pekerjaan. Untuk
kecepatan yang kita kejar, kita kehilangan dan meninggalkan banyak kata serta beragam rasa
dan nuansa. Oleh karena itu harus tetap diingat penting dan perlunya membaca sebagai
pembawa kenikmatan rohani, sebagai penyeimbang. Karena kita tidak mungkin sanggup
bertahan hanya mengejar dan mengingat begitu banyak informasi tanpa menghayati dan
menghidupinya. Oleh sebab itu jangan lupa meninjau membaca sebagai kegiatan yang
menyenangkan.
Sesuai dengan harapan tersebut, sekolah dasar berperan sangat penting. Karena sekolah dasar
adalah wadah pertama penanaman segala keterampilan hidup, termasuk keterampilan
membaca. Maka sekolah dasar perlu memasyarakatkan kegiatan membaca, terutama
membaca cepat.
Berbeda halnya dengan harapan di atas, proses belajar membaca yang diselenggarakan oleh
pendidik saat ini hanya menekankan pada kemampuan siswa untuk membaca tanpa
memandang keefektifan dan keefesienan proses membaca itu sendiri. Fakta ini akan
mengakibatkan ketertinggalan siswa akan informasi yang berkembang dengan sangat cepat
dan gencar.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk memberikan sedikit solusi
bagaimana upaya agar kemampuan membaca siswa khususnya di sekolah dasar dapat
ditingkatkan, dan mereka dapat mengimbangi laju bahan bacaan yang semakin hari semakin
gencar. Untuk itu penulis memberi judul penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan
Kemampuan Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading Bagi Siswa
Kelas V Sekolah Dasar Negeri 31 Batipuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan membaca cepat
dengan menggunakan metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar negeri 31
Batipuh. Secara terperinci rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Bagaimana merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan
menggunakan metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan
membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Bagaimana melaksanakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut
sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah
dasar.
3. Bagaimana format penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode
speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di
kelas V sekolah dasar.
4. Bagaimana bentuk hasil yang telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam
pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan penelitian tindakan kelas
ini adalah untuk mendeskripsikan tentang cara meningkatkan kemampuan membaca cepat
melalui metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar.
Secara terperinci tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Rancangan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan menggunakan
metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat
siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Pelaksanaan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut sehingga dapat
menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
3. Format penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading
sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah
dasar.
4. Hasil yang telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam pembelajaran membaca
yang menggunakan metode speed reading
D. Manfaat Penelitian
Adapaun manfaat yang dapat diambil dari penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam pengajaran membaca yang
menunjang kepada peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Memberikan informasi kepada guru sekolah dasar tentang pentingnya kemampuan
membaca cepat sekaligus sebagai salah satu panduan dalam menjalankan tugas mengajar
yang menyangkut dengan upaya membimbing siswa terampil dalam membaca cepat.
3. Lebih meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas V sekolah dasar dalam
keterampilan membaca cepat.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. KAJIAN TEORI
1. Membaca
a. Pengertian Membaca
Anderson dalam tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca
merupakan suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan proses pembacaan
sandi (dekonding process). Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words) dengan
makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau
cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis
melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat
memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu
pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat
terpenuhi maka pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses
membaca sudah terlaksana dengan baik.
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk
berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak tidak
terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan
demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda
yang dimilikinya pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata
tulis tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan
mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan
yang lumayan (Gusnetti, 1997:13).
Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat besar untuk
mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha
yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya
kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan
menjelaskan arti suat kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu
mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata,
kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para
siswa dengan menyuruh mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan
menjelaskan tujuan membaca.
Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud
skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman
suatu bacaan adalah menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang
memadai tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling
memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian
dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca merupakan
salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep skema.
Tarigan (1980:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu
bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan, (2)
mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi
kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide
pokok apa yang dibaca.
Be (1980:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca
meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan
artinya dalam konteksnya, (2)memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi
tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang
valid dari bahan yang dibaca.
Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang
dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga
informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara lisan maupun
secara tulisan.
Abdullah (1990:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari
informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan membaca
akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam membaca,
diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat
tercapai dengan baik.
c. Jenis-jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada
niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada
tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca
inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan
kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta
menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian
kegiatan yang dilakukannya.
2. Membaca Cepat
a. Pengertian Membaca Cepat
Nurhadi ( 1987:31-32) menyatakan membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang
mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek
bacaannya.
Muchlisoh (1992:149) mengatakan bahwa:
Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau
halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar
siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar dan dapat
memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara.
B. KERANGKA TEORITIS
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan membaca yang perlu
ditumbuhkembangkan dalam diri siswa semenjak dini. Karena membaca cepat sangat penting
dimiliki oleh siswa guna menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin hari
semakin canggih.
Kemampuan membaca cepat dapat ditingkatkan melalui latihan yang dilaksanakan secara
bertahap dan kontiniu, karena membaca cepat bukanlah bakat ataupun kemampuan warisan.
Oleh karena itu, kecepatan membaca hendaklah diajarkan dan dilatihkan secara terus menerus
semenjak dini sampai waktu yang tak terbatas seiring dengan perkembangan teknologi.
Banyak ahli yang menawarkan berbagai teknik/metode agar seseorang mampu dan memiliki
kemampuan membaca cepat. Salah satu diantaranya adalah metode yang dikenal dengan
speed reading.Speed reading merupakan metode praktis, sederhana, dan terbaru yang akan
mengantarkan seseorang kepada kemampuan membaca cepat yang maksimal. Peningkatan
kemampuan membaca cepat dengan speed reading ditempuh dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
3. Pasca Baca
a. Mencatat waktu selesai membaca
b. Menjawab pertanyaan
c. Mencek jawaban pertanyaan
d. Hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut, konversikan waktu
membaca (menit,detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca.
e. Mengkonversikan tingkat pemahaman
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Ada dua macam pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dimana peneliti
akan bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan pendekatan
kualitatif dimana peneliti akan bekerja dengan informasi-informasi data dan di dalam
menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif action research. Penelitian ini
bertujuan menyelidiki pengaruh penggunaan metode speed reading dalam terhadap
peningkatan kemampuan membaca cepat siswa, dengan mengetahui ada tidaknya perbedaan
hasil pre-test dan post-test .
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 31 Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada semester Juli-Desember 2007 dan menganalisis data pada
Desember 2007.
C. Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar
(1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor,
kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam suatu
penelitian eksperimen, Sutrisno Hadi (1982:437) membedakan variabel menjadi dua yaitu (1)
variabel eksperimen atau treatment variable yaitu kondisi yang hendak diselidiki bagaimana
pengaruhnya terhadap gejala atau behaviour variable, (2) variabel non eksperimental yaitu
variabel yang dikontrol dalam arti baik untuk kelompok eksperimental
Sedangkan Suharsimi Arikunto (1998:101) membedakan variabel menjadi dua yaitu variabel
yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas, atau independent variabel
(X), dan variabel akibat yang disebut variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat,
atau dependent variabel (Y).
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang
meliputi:
1. Variabel bebas : Penggunaan metode speed reading
2. Variabel terikat : Peningkatan kemampuan membaca siswa
Sedangkan variabel non-eksperimetal dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan
prestasi belajar.
b. Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok
eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain ini efek dari
suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara membandingkan keadaan
variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah dikenai perlakuan dengan kelompok
kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
K-1 : Pre Test
K-2 : Post Test
2. Paradigma Penelitian
Kelinger (1993:484) mengartikan paradigma penelitian sebagai model relasi antara variabel-
variabel dalam suatu kajian penelitian. Paradigma dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
Berdasarkan macam-macam angket diatas, dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup
dengan jawaban pilihan ganda.
Menurut Suharsimi (1998:141), kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2. dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan menurut waktu
senggang responden.
4. dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawab
5. dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-
benar sama.
Adapun tujuan penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui minat
belajar siswa baik sebelum dikenai perlakuan ataupun sesudah dikenai perlakuan. Kisi-kisi
angket minat belajar adalah sebagai berikut:
Variable Indikator Jumlah Item
a. Perhatian a. Mempunyai perhatian untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Mempunyai perhatian untuk memahami materi pelajaran
c. Mempunyai perhatian untuk menyelasaikan soal-soal pelajaran. 5
5
b. Ketertarikan a. Ada ketertarikan untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Ada ketertarikan untuk menyelesaikan soal-soal pelajaran.
c. Ada ketertarikan untuk memahami bahan pelajaran 5
5
5
c.Rasa Senang a. Mengetahui bahan belajar dengan rasa senang
b. Memahami bahan belajar dengan rasa senang
c. Mampu menyelesaikan soal-soal dengan rasa senang. 5
5
5
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan tiga teknik pengumpulan data lainnya, yaitu
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan instrumen pengumpulan data adalah
peneliti sendiri. Menurut Sudjana dan Ibrahim (1989:201) bahwa teknik observasi partisipan
dan wawancara spontan merupakan teknik yang paling utama dalam penelitian kualitatif.
Wawancara dapat dilakukan secara spontan dengan observasi partisipan dan dapat pula secara
sendiri.
1. Observasi
Untuk mengumpulkan data di lapangan peneliti melakukan observasi langsung. Menurut W.
Gulo (2003:115) observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat
informasi yang mereka saksikan selama penelitian, penyaksian terhadap peristiwa dengan
melihat, mendengar dan merasakan yang kemudian dicatat secara seobjektif mungkin.
Pelaksanaan observasi peneliti dilakukan dengan tiga tahapan sebagaimana dikatakan
Sanapiah faisal (1990:80), yaitu; (a) observasi deskriptif, observasi ini dilakukan pada tahap
ekspolarasi umum, pada tingkat observasi ini , peneliti berusaha memperhatikan dan
merekamsebanyak mungkin aspek/elemen situasi sosial yang diobservasi sehingga mendapat
gambaran umum masih berkisar pada apa yang tengah berlangsung pada suatu situasi sosial,
(b) observasi terfokus yaitu observasi yang dilakukan sebagai kelanjutan dari ibservasi
deskriptif, pada tahap ini observasi lebih terfokus pada tahap-tahap detil atau rincian-rincian
suatu domain, ini dilakukan terutama untuk kebutuhan analisis taksonomi, guna memperoleh
data terinci pada domain-domain tertentu yang telah dipilih untuk analasis taksonomis,
observasi ini yaitu suatu kegiatan observasi yang telah disempitkan fokusnya, akan tetapi
lebih dicermati secara mendetail atau terinci, (c) observasi terseleksi, observasi ini dilakukan
atau dikembangkan untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan untuk analisis
komponsial: suatu analisis dalam penelitian kualitatif yang arahnya menegenai kontras-
kontras antar set kategori (warga suatu domain) dalam berbagai dimensi yang mungkin saling
berbeda antar set kategori yang satu dengan set kategori yang lainnya.
Pelaksanaan observasi tahap manapun dilakukan, serta jenis observasi apapun yang
dipergunakan, penelitian kualitatif dituntut untuk banyak bertanya pada diri sendiri. Diwaktu
yang bersamaan peneliti perlu menempatkan dirinya sebagai informan bagi dirinya. Kegiatan
bertanya pada diri sendiri akan dapat mengarahkan kegiatan observasi, dan inilah slah satu
makna posisi peneliti sebagai instrumen penelitian. Pada pelaksanaan observasi peneliti
mengumpulkan informasi dengan menggunakan alat tulis seperti buku, pena dan alat audio
(tape recorder) serta alat visual (camera photo).
2. Wawancara
Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh informasi verbal secara langsung dari
informan. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian maka peneliti
menetapkan bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, dengan tujuan
agar responden yang diwawancarai dapat mengetahui tujuan dari wawancara tersebut.
Penetapan bentuk wawancara ini dipertegas oleh Moleong (2002:137) yang menyatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para
subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud
wawancara itu. Selain wawancara terbuka dalam penelitian ini peneliti menetapkan bentuk
wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri masalah dan aspek pertanyaan
yang diajukan.
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data selain dengan observasi dan wawancara juga dapat dilakukan studi
dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan administrasi, kondisi fisik, dan
keadaan sosial dalam bentuk visual (data gambar). Data yang dikumpulkan dengan cara-cara
ini adalah tentang guru, pelaksanaan, kondisi sosial pembelajaran pada kelas yang diajarkan.
dengan pengertian
x : X- X
y:YY
X : skor rata-rata dari X
Y : skor rata-rata dari Y
Sedangkan di bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena
instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut cukup baik
sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian ini untuk
mengukur reliabilitas instrumen