Disusun Oleh :
Pekanbaru
2017
KATA PENGANTAR
Bismilahhirrahmannirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh Dosen Pembimbing ini tepat pada batas waktu yang telah
ditentukan. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada Nabi
junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW dengan mengucapkan Allah
humma shali ala Muhammad wa ala ali muhammad .
Adapun tujuan Penyusun, menyusun makalah yang berjudul Drug
Induce Liver Disease (Obat Penginduksi Penyakit Hati) ini adalah sebagai
pemenuhan tugas yang telah diberikan dosen pembimbing kepada
mahasiswa untuk memenuhi persyaratan dalam mata kuliah Farmasi
Klinik.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................i
Daftar Isi..................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...............................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................
BAB II. ISI..................................................................
2.1 Definisi......................................................................
2.2 Epidemiologi..................................................................
2.3 ......................................................................................
2.4 ......................................................................................
2.5.......................................................................................
2.6.......................................................................................
BAB III. PENUTUP.......................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................
3.2 Saran........................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat
metabolisme tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi yang kompleks di
antaranya mempunyai peranan dalam memetabolisme karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan obat-obatan (Ganong, 2008).
Obat yang dikatakan hepatotoksik adalah obat yang dapat menginduksi kerusakan
hati atau biasanya disebut drug induced liver injury (Sonderup, 2006). Obat
penginduksi kerusakan hati semakin diakui sebagai penyebab terjadinya penyakit hati
akut dan kronis (Isabel et al, 2008).
Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensi obat yang paling sering
dijumapai dalam resep, hal ini mungkin dikarenakan peran hati dalam memetabolisme
obat (Aithal dan Day, 1999).
Sekitar 1000 sampai 3000 kasus obat ditarik dari pasaran dikarenakan
hepatotoksik (Department of Health and Human Services Food and Drug
Administration, 2009). Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensi obat yang
paling sering dijumpai dalam resep, hal ini mungkin dikarenakan peran hati dalam
memetabolisme obat. Hepatotoksisitas akibat obat harus selalu
dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab penyakit hati. Sebuah survei dari
Acute Liver Failure Study Group (ALFSG) yang dilakukan pada pasien rawat inap di
17 rumah sakit Amerika Serikat menunjukan bahwa obat yang diresepkan (termasuk
asetaminofen) menyebabkan > 50% kasus gagal hati akut. Saat ini, efek hepatotoksik
merupakan alasan utama terhentinya pengembangan obat lebih lanjut dan ditariknya
obat yang telah disetujui oleh FDA dari pasaran (Andrade, et al, 2007).
Salah satu alasan penarikan obat di pasaran adalah karena obat-obat tersebut
menyebabkan peningkatan kadar enzim-enzim di hati (Dipiro, 2005)
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Hati adalah salah satu organ terbesar pada tubuh manusia dengan bobot kurang
lebih sekitar 1,5 kg. Meskipun bobot hati hanya 2-3% dari bobot tubuh manusia, namun
organ hati terlibat sekitar 25-30% pemakaian oksigen (Koolman 1995). Hati sendiri
memiliki fungsi untuk membentuk kantong empedu dan isinya, melepaskan dan
menyimpan karbohidrat, membentuk urea, dan banyak fungsi lainnya yang
berhubungan dengan metabolisme lemak dan melakukan detoksifikasi berbagai obat
dan racun (Ganong, 1991). Organ hati mempunyai sistem enzim yang dapat
mensisntesis trigliserol, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein dan juga hati aktif
mengubah berbagai asam-asam lemak menjadi benda keton (Martin, 1984).
Menurut Koolman (1995), hati atau hepar dapat mengantur konsentrasi asam
amino dalam plasma sehingga dapat memecah kelebihan asam amino dengan cara
mengubah nitrogen menjadi urea dan menyalurkannya ke ginjal. Jumlah fodfatidilkolin
dalam plasma merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan hati untuk
memetabolisme obat (Gibson, 2006).
Hati atau hepar memiliki bagian-bagian yang disebut dengan lobus yang terbagi
menjadi beberapa bagian seperti lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra yang
masing-masing memiliki fungsinya sendiri (Moore & Agur, 1996). Lobus hepatis
dextra dibatasi dengan lobus hepatis sinister oleh fossa vesicae bilaris dan sulcus venae
carva pada facies visceralis hepatis.
Kerusakan hati akibat obat ( Drug Induced Liver Disease) adalah kerusakan hati
yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh karena terpajan obat
atau agen non-infeksius lainnya.
FDA-CDER (2001) mendefinisikan kerusakan hati sebagai peningkatan level
alanineaminotransferase (ALT/SGPT) lebih dari tiga kali dari batas atas nilainormal,
dan peningkatan level alkaline phosphatase (ALP) lebih dari dua kalidari batas atas
nilai normal, atau peningkatan level total bilirubine (TBL) lebih dari dua kali dari batas
atas nilai normal jika berkaitan dengan peningkatan alanine aminotransferase atau
alkaline phosphatase.
2.2 Epidemiologi
Gangguan fungsi hati dapat diakibatkan dari proses menghirup, menelan atau
pemberian parenteral dari sejumlah zat farmakologi dan kimia. Lebih dari 900 jenis
obat, racun dan herbal telah dilaporkan menyebabkan gangguan tersebut. 20-40% kasus
kegagalan hati tingkat berat (fulminan) diakibatkan karena obat. Sekitar 75% reaksi
idiosinkrasiobat mengakibatkan perlunya transplantasi hati atau parahnya dapat
menimbulkan kematian.
Angka kejadian DILD pada populasi umumdiperkirakan 1 2 kasus per 100.000
orang pertahun. Pada pusat rujukantersier kira-kira terdapat 1,2% hingga 6,6% kasus
penyakit hati akut yangdiakibatkan oleh DILI. Sedangkan estimasi insiden DILD
adalah 14 per 100.000 pasien per tahun pada penelitian prospektif yang dilakukan di
Prancis bagian utara, yang berarti 10 kali lebih tinggi dari rata-rata yangdilaporkan oleh
penelitian lain.
Laporan terbaru mengindikasikan bahwa DILD terjadi dalam 1/100 pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam. DILD adalah kejadian yang jarang tetapi terkadang
menjadi penyakit yangserius. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting di dalam
praktek sehari-hari. Sebanyak 14% kasus DILD menyebabkan transplatasi hati bahkan
kematian di Singapore (Wai, 2006)
2.3 Etiologi
Obat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dalam beberapa cara. Sebagian
langsung merusak hati, lainnya diubah oleh hati menjadi bahan kimia yang dapat
berbahaya bagi hati secara langsung maupun tidak langsung. Ada 3 jenis penyebab
hepatotoksisitas, yaitu toksisitas bergantung dosis (dose-dependent toxicity), toksisitas
idiosinkratik (idiosyncratic toxicity), dan alergi obat (drug allergy).
a. Hepatotoksik tergantung dosis
Hepatotoksisitas ini terjadi karena pemberian obat dengan dosis yang terlalu
tinggi. Overdosis acetaminophen (tylenol) merupakan contoh kasus hepatotoksik
tergantung dosis (Lee, 2012).
b. Toksisitas idiosinkratik
Toksisitas idiosinkratik ditemukan pada seseorang yang mewarisi gen
spesifik yang dapat mengontrol perubahan senyawa kimia obat tertentu dan dapat
mengakibatkan akumulasi obat yang menimbulkan bahaya bagi hati (Lee, 2012).
c. Alergi obat.
Alergi obat dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan mekanisme hati
mengalami peradangan ketika terjadi reaksi antigen-antibodi antara sel imun
tubuh terhadap obat (Lee, 2012).
2.4 Patofisiologi
Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati
dibedakan atas dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang
unpredictable
a. Predictable Drug Reactions (intrinsik)
Predictable Drug Reactions (intrinsic) merupakan obat yang
dapatdipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila
diberikankepada setiap penderita dengan dosis yang cukup tinggi. Dari
golonganini ada obat yang langsung merusak sel hati, ada pula yang
merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan metabolisme
atau faalsel hati. Obat hepatotoksik predictable yang langsung merusak sel
hatiumumnya tidak digunakan lagi untuk pengobatan. Contohnya ialahkarbon
tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin yang predictable yangmerusak secara
tidak langsung masih banyak yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin,
metotreksat, etanol, steroid kontrasepsi danrifampisin. Tetrasiklin, etanol dan
metotreksat menimbulkan steatosisyaitu degenerasi lemak pada sel hati.
Parasetamol menimbul kannekrosis, sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid
yang mengalamialkilasi pada atom C--17 menimbulkan ikterus akibat
terhambatnya pengeluaran empedu. Rifampisin dapat pula menimbulkan
ikteruskarena mempengaruhi konjugasi dan transpor bilirubin dalam hati.
b. Unpredictable Drug Reactions/ Idiosyncratic drug reactions
Kerusakan hati yang timbul disini bukan disebabkan karena
toksisitasintrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya
terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifatidiosinkrasi ini
ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya terjadi pada sejumlah
kecil orang yang rentan.Menurut sebab terjadinya, reaksi yang berdasarkan
idiosinkrasi inidapat dibedakan dalam dua golongan yaitu karena
reaksihipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme.
c. Reaksi Hipersensitivitas
Biasanya terjadi setelah satu sampai lima minggu dimana terjadi
prosessensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam
kulit, eosinofilia dan kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau
eosinofilik pada hati. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-
gejala di atas biasanya segera timbul lagi.
d. Reaksi idiosinkrasi karena kelainan metabolisme ( Metabolic-idiosyncratic )
Mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu
minggusampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai demam, ruam
kulit,eosinofilia maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di
atas.Dengan memberikan satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat
diinduksi untuk timbul lagi ; untuk ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa
hari sampai beberapa minggu Hal ini menunjukkan bahwadiperlukan waktu yang
cukup lama agar penumpukan metabolit hepatotoksik dari obat sampai pada taraf
yang memungkinkan terjadinya kerusakan hati.
Gejala-gejala dan tanda-tanda yang adalah spesifik untuk penyakit hati termasuk:
Penyakit hati yang berat dan telah berlanjut dengan sirosis dapat menghasilkan
gejala-gejala dan tanda-tanda yang berhubungan dengan sirosis; gejala-gejala ini
termasuk:
2.7 Obat-obatan yang dapat menyebabkan Drug Induced Liver Disease (DILD)
Obat-obat penyebab hepatotoksisitas antara lain :
a. Analgesik
Asetaminofen (parasetamol) merupakan salah satu
analgesik yang paling umum digunakan. Obat ini secara efektif
menurunkan demam dan mengurangi nyeri ringan sampai
sedang, dan dianggap, secara umum, sebagai obat yang sangat
aman.
Kerusakan sel yang disebabkan oleh acetaminophen tidak
hanya berhubungan dengan overdosis atau penggunaan dosis
tinggi, melainkan juga dapat diakibatkan oleh penggunaan
kronis pada dosis rendah (<4g / hari), terutama ditambah faktor
predisposisi lain, seperti konsumsi alkohol kronis. Injury sel hati
setelah meminum acetaminophen bukan karena disebabkan oleh
obat itu sendiri, tetapi karena metabolit beracun dari
acetaminophen yang dihasilkan oleh kelompok enzim dalam
hati,yaitu sitokrom P450. Metabolit ini biasanya tidak berbahaya
melalui karena berinteraksi dengan antioksidan endogen,
glutathione. Namun, bila terjadi overproduksi dari metabolit
asetaminofen, cadangan glutathione dalam hati menjadi habis,
dan metabolit mulai menumpuk dan menyebabkan kerusakan
jaringan. Injury sel hepar dapat dibatasi dengan pemberian N-
acetylcysteine, yang mengembalikan cadangan glutathione liver.
Aspirin telah diketahui berpotensi hepatotoksik. Hampir
semua kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda dengan kelainan pada jaringan ikat seperti Still's
disease, rheumatoid arthritis dan systemic lupus
erythematosus,, dan perempuan telah lebih sering terpengaruh
daripada laki-laki. Aspirin terlibat dalam sebagian besar kasus
tersebut. Sekitar 50% dari pasien dengan juvenile rheumatoid
arthritis terbukti menderita/mengalami berbagai derajat injury
sel liver yang ditandai oleh peningkatan dari plasma
aminotransferases selama menjalani terapi aspirin dosis tinggi
konvensional (conventional high-dosage aspirin therapy). Obat
lain dalam kategori ini termasuk gabapentin yang menunjukkan
hepatotoksisitas sebagai salah satu efek samping.
b. Obat-obatan anti tuberkulosis
Hepatotoksisitas adalah salah satu efek samping obat
paling penting yang terkait dengan obat anti-tuberkulosis yang
mungkin membatasi penggunaan obat tersebut. Beberapa studi
sebelumnya menunjukkan peningkatan sementara serum enzim
hepatoseluler (misalnya alanine aminotransferase dan aspartat
aminotransferase) pada sekitar 10% dari pasien yang menerima
kombinasi kemoterapi standar, termasuk isoniazid dan
rifampisin, dari 1-2% penderita keluar/menghentikan terapi
karena hepatotoksisitas berat yang akhirnya menyebabkan
hepatitis fulminan. Meskipun terjadinya hepatotoksisitas yang
diinduksi obat sulit diprediksi, telah diamati bahwa pasien
tertentu memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
hepatotoksisitas selama menjalani kemoterapi anti-tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis lain yang dapat menyebabkan
hepatotoksisitas yaitu pirazinamid, rifabutin.
c. Anti-hyperlipidemic
Atorvastatin:
Lovastatin:
Simvastatin
Simvastatin hepatotoksisitas dihipotesiskan terjadi karena
drug-drug interactions.
Pravastatin:
Niacin
e. Agen-agen anaesthesi
2.8 Diagnosis
Terdapat beberapa metode diagnostik yang digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis DILD diantaranya adalah The Naranjo Adverse Drug Reactions
Probability Scale (NADRPS) yang digunakan untuk menilai reaksiefek samping obat,
The Council for International Organizations of Medical Sciences or Roussel Uclaf
Causality Assessment Method (CIOMS/RUCAM),Maria and Victorino (M&V), dan di
Jepang terdapat skala diagnostik yangdigunakan untuk mendiagnosis DILI berdasarkan
kriteria CIOMS/RUCAM dengan menambahkan Drug-lymphocyte stimulation test
(DLST) yang disebut Digestive Disease Week Japan(DDW-J). Skala DDW-J telah
dilaporkan mempunyai nilai sensitivitas yang lebih tinggi bila dibandingkandengan
CIOMS/RUCAM (93,8% vs 77,8%) pada analisis terhadap 127 pasien di Jepang.
Bagaimanapun, skala ini harus dievaluasi pada pasien non-Jepang untuk melihat
efektivitas penggunaannya secara universal.
Diantarasemua kriteria yang ada, CIOMS/RUCAM merupakan metode
diagnostik yang paling banyak digunakan dan baru-baru ini menjadi metode
standar untuk diagnosis DILI.
Berdasarkan international concensus criteria maka diagnosis hepatotoksisitas karena
obat berdasarkan :
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksinyata
adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel(kurang dari
lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dantidak lebih 15 hari
dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dantidak lebih dari 30 hari dari
penghentian obat untuk reaksi kolestatik)dengan hepatotoksisitas obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan
enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atasnormal dalam 8
hari) atau sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50%dari konsentrasi di atas
batas atas normal dalam 30 hari untuk reaksihepatoseluler dan 180 hari untuk
reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
3. Alternatif sebab lain telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biopsi
hati tiap kasus.
4. Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling
tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati.
Dikatakan reaksi drugs related jika semua ketiga kriteria terpenuhi atau jika dua
dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang obat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lee WM. 2003. Acute liver failure in the United States. Semin Liver Dis.
23:217226