Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP GUILLAIN BARRE


SYNDROME

Pembimbing:
dr. Ni Komang S. D. U., Sp.S

Disusun oleh:
1. Gerson Joahari 2015.04.2.0059
2. Gabriela Noviyanti 2015.04.2.0057

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT LAKESLA
PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP GUILLAIN BARRE
SYNDROME

Judul case report Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Guillain Barre
Syndrome ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Lakesla RSAL dr.
Ramelan Surabaya

Surabaya, Mei 2016


Mengesahkan,
Dosen Pembimbing

dr. Ni Komang S. D. U., Sp.S


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkah dan
rahmatNya, kami dapat menyelesaikan case report Pengaruh Terapi Oksigen
Hiperbarik terhadap Guillain Barre Syndrome dengan lancar. Case report ini
disusun sebagai salah satu penilaian tugas untuk menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian Lakesla RSAL dr. Ramelan Surabaya. Penulis berharap case
report ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
penulis maupun pembaca
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang membantu penulis dalam penyusunan case report ini, yaitu
1. dr. Titut Harnanik, M. Kes, selaku pembimbing dari case report ini
2. drg. Agung Wijayadi, Sp.Ort., dr. Djati Widodo, M. Kes, dr. Ni Komang S.D.U,
Sp.S, dr. Fransisca
3. Pegawai dan perawat di Lakesla RSAL dr. Ramelan Surabaya
Kami menyadari bahwa case report yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik yang
membangun dari semua pihak. Semoga case report ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Surabaya, Mei 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

Lembar pengesahan...............................................................................................i
Kata pengantar.......................................................................................................ii
Daftar isi..................................................................................................................iii
BAB 1 Guillain Barre Syndrome
1.1 Pendahuluan....................................................................................1
1.2 Manifestasi Klinis.............................................................................1
1.3 Epidemiologi....................................................................................2
1.4 Patologi............................................................................................3
1.5 Neurofisiologi...................................................................................5
1.6 Diagnosa..........................................................................................6
1.7 Terapi...............................................................................................7
1.8 Prognosis.........................................................................................8
BAB 2 Terapi Oksigen Hiperbarik
2.1 Definisi terapi oksigen hiperbarik.....................................................9
2.2 Fisiologi HBO...................................................................................10
2.3 Efek positif terapi HBO....................................................................10
2.4 Indikasi HBO....................................................................................12
2.5 Kontraindikasi terapi HBO...............................................................14
BAB 3 Hubungan HBOT dengan Guillain Barre Syndrome...................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
BAB 1
Guillain Barre Syndrome

1.1 PENDAHULUAN
Guillain Barre Syndrome (GBS) pertama kali dikemukakan pada tahun 1916
oleh Guillain G. dan pengetahuan tentang sindrom tersebut sudah sangat
berkembang saat ini. Awalnya GBS dikenal sebagai proses demyelinasi secara
patologis tetapi saat ini kita sudah mengenal berbagai subtipe. Banyak penyebab
diketahui dapat menyebabkan terjadinya GBS termasuk infeksi dan proses
autoimun.
Pada tahun 2016 telah banyak dikembangkan teori penyebab dan subtipe
dari GBS yang berawal dari deskripsi awal Guillain, Barre, dan Strohl. Mereka
mengemukakan bahwa GBS merupakan gangguan progresif motorik secara cepat
dengan hilangnya reflek-reflek dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal
(CSF) pada hilangnya pleositosis dalam CSF yang menandakan poliomyelitis. Saat
ini menjadi semakin jelas bahwa sindroma ini sangat bervariasi dari tingkat
keparahannya hingga menimbulkan paralisis pernafasan dan kematian.
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) merupakan
subtipe terbanyak yang ditemukan saat ini dengan patologi utamanya adalah
demyelinasi dengan berbagai variasi sekunder kerusakan akson. Subtipe kedua
terbanyak adalah acute motor axonal neuropathy (AMAN) dimana subtipe ini hanya
mempengaruhi saraf motorik. Variasi aksonal yang melibatkan baik saraf sensoris
maupun motoris sangat jarang disebut sebagai acute motor and sensory axonal
neuropathy (AMSAN) (J.B. Winer, 2014).

1.2 MANIFESTASI KLINIS


Gejala-gejala sensoris pada ekstremitas bawah biasanya menandakan onset
penyakit dan diikuti kelemahan bagian distal secara progresif dan cepat yang dalam
waktu singkat menjalar ke proksimal atau disebut juga ascending paralysis
(Bachrudin, 2013). Nyeri lumbar sangat sering terjadi dan menandakan suatu
inflamasi pada sabut saraf dan mungkin terjadi kerusakan bersamaan pada CSF
barrier yang menyebabkan kebocoran protein ke CSF.
Kelemahan pada GBS mirip pada distribusi piramidal dengan dorsofleksi
ankle dan fleksi pinggul sering terkena parah dan begitu juga pada ekstremitas atas
keparahan lebih berat pada abduksi bahu dan ekstensi siku. Sementara gejala
sensoris biasanya merupakan gejala minor yang biasanya menyebabkan hilangnya
rasa getar dan proprioseptif. Reflek-reflek dapat berkurang secara signifikan atau
hilang dengan paralisis komplit sering menyebabkan salah diagnosa histeria.
Keterlibatan pernafasan mungkin terjadi mendadak dan tidak diperkirakan
karena kapasitas vital menurun secara stabil sehingga perlu monitoring dan
pemasangan alat bantu pernafasan seperti intubasi trakea dan ventilator. Ventilasi
yang dibutuhkan biasanya 1 liter. Sebagian kecil pasien mengalami tanda-tanda
yang jarang seperti papiledema yang diperkirakan sebagai efek sekunder dari
edema serebri dan hiponatremia. Beberapa pasien juga mengalami bradiaritmia
yang diketahui sebagai penyebab kematian yang jarang.
Sekitar tiga perempat pasien memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang
biasanya berhubungan dengan penyakit pernafasan maupun gastrointestinal
meskipun gejalanya sangat ringan. Neuropati biasanya muncul 7-10 hari setelah
infeksi pemicu. Banyak sumber yang menyatakan tindakan pembedahan dan
imunisasi dapat memicu gejala serupa (J. B. Winer, 2014).

1.3 EPIDEMIOLOGI
GBS memiliki insiden sekitar 1/100.000 dari beberapa penelitian di beberapa
negara. Kejadiannya pada semua musim dan frekuensi tersering pada musim panas
musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Dari literatur lain
didapatkan puka bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober
yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur (Bachrudin, 2013).
Mortalitas pada studi populasi yaitu antara5-10%. GBS merupakan penyakit
yang monofasik dengan kelemahan mencapai tingkat terparahnya dalam 4 minggu
yang diikuti fase plateu dan penyembuhan. Enam puluh persen pasien dapat
berjalan tanpa bantuan dalam 12 bulan dan sisanya memiliki gejala sisa yang
bervariasi.
Studi epidemiologi terbaru terhadap pengaruh imunisasi terhadap GBS
ternyata sangat rendah. Diperkirakan resiko GBS dari imunisasi influenza lebih
rendah daripada terkena penyakit itu sendiri. Penelitian serologis menunjukkan
bahwa Campylobacter jejuni, EBV, dan sitomegalovirus merupakan infeksi
pendahulu yang paling sering. Kadang pasien terus mensekri C.jejuni pada fesesnya
sampa 3 bulan setelah onset GBS. Infeksi persisten dari CMV dan EBV sangat
jarang terjadi. Beberapa laporan menghubungkan GBS dengan pneumonia
mikoplasma, influenza, dan varisella (J. B. Winer, 2014).

1.4 PATOLOGI
Penelitian melalui otopsi pada GBS jarang terjadi karena selama ini kasus
kematian pada penyakit tersebut juga jarang. Penelitian awal melaporkan adanya
edema dari saraf perifer dengan infiltrat inflamasi. Penelitian oleh Asbury et al
menyimpulkan pentingnya limfosit perivaskular pada neuritis vaskular (J. B. Winer,
2014).
Reaksi autoimun menyebabkan terjadinya kerusakan myelin dan akson sabut
saraf tepi. Dasar dari reaksi autoimun adalah adanya protein mimicri di mana
susunan protein gangliosida saraf tepi mirip dengan susunan protein kuman,
sehingga antibodi yang timbul selain menyerang kuman juga menyerang gangliosida
sistem saraf tepi (Bachrudin, 2013).
Pada studi mikroskopis dengan menggunakan mikroskop elektron
menunjukkan adanya demyelinasi yang terkait makrofag. Makrofag terlihat
menginvasi basal membaran sel Schwann dan tampak fagositosis debris myelin.
Studi patologi menunjukkan bahwa makrofag merupakan salah satu penyebab
kerusakan saraf disamping adanya antibodi akson dan myelin.
Gambar 1.1 Patofisiologi GBS
Gambar 1.2 Subtipe GBS

1.5 NEUROFISIOLOGI
Neurofisiologi sangat berguna dalam mendiagnosis dan mendefinisikan
subtipe dari GBS. Pemeriksaan awal dari GBS menunjukkan potensial aksi yang
kecil, latensi motorik distal yang memanjang, gelombang F yang terlambat, dan
adanya blok konduksi. Kadang pada pemeriksaan pertama ditemukan gambaran
yang normal dari sistem saraf tepi sehingga diperlukan pengkajian ulang. Bentuk
aksonal dari GBS dikarakteristikan sebagai penurunan potensial aksi sensoris
maupun motoris dengan denervasi potensial ketika fase akut penyakit berakhir (J. B.
Winer, 2014).
Gambar 1.3 EMG
1.6 DIAGNOSA
1. Gejala klinis
2. Elektromiografi
Pada pemeriksaan ini akan memungkinkan kita menemukan tipe GBS yang
terjadi (AIDP, AMAN, dan AMSAN)
3. Lumbal pungsi
disosiasi cyto-albumin, terjadi peningkatan kadar protein pada cairan
serebrospinal tanpa disertai peningkatan jumlah sel.
Gambar 1.4 Diagnosa GBS

1.7 TERAPI
Aspek-aspek terapi suportif merupakan faktor utama untuk memperbaiki
mortalitas pada GBS dengan menggunakan metode ventilasi yang baik. Infeksi,
emboli, dan instabilitas autonomik merupakan faktor-faktor utama terjadinya
kematian. Pergerakan pasif dari ekstremitas saat fase akut jika dilakukan fisioterapi
secara cepat sangat menguntungkan bagi pasien meskipun belum ada uji klinis yang
terkontrol.
Modulasi imun aktif dengan IvIg atau pertukaran plasma merupakan terapi
yang aman untuk pasien dengan tekanan darah dan nadi yang tidak stabil. IvIg
biasanya diberikan dengan dosis 0,4 gram/kg selama 5 hari meskipun dosis optimal
masih belum ditentukan. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa metabolisme IvIg
lebih cepat pada pasien dengan prognosis yang lebih buruk dan juga didapatkan
penelitian dimana melihat keutungan penggunaan dosis IvIg yang lebih tinggi pada
pasien.
Perawatan GBS pada pasien lebih baik jika sisa gejala minimal. Inhibitor
komplemen seperti eculizumab diketahui efektif pada beberapa penelitian terhadap
Miller Fischer Syndrome dan aman untuk manusia.

1.8 PROGNOSIS
Dengan penanganan yang baik, penderita GBS dapat sembuh dalam waktu 6
bulan. Kematian sering terjadi karena kegagalan pernafasan.
BAB 2
Terapi Oksigen Hiperbarik

2.1 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik


Terapi oksigen hiperbarik(HBO2) adalah modalitas terapi, di mana seseorang
menghirup oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang lebih tinggi. Terapi ini
dijalankan di dalam chamber yang berisi satu orang(mono), atau beberapa sekaligus
hingga 2-14 pasien(Multiplace). Tekanan yang diaplikasikan selama di dalam
chamber adalah 2-3 atmosfer absolut(ATA). Terapi berlangsung selama 1,5 jam
hingga 2 jam, dan tergantung indikasi dapat dilaksanakan 1-3 kali sehari. Chamber
monoplace terkompresi dengan oksigen murni, sedangkan chamber multiplace
diberikan udara bertekanan dan pasien bernafas menggunakan masker oksigen
atau endotracheal tube.Selama terapi, tekanan oksigen di arterial dapat melebihi
2000mmHg dan mencapai 200 hingga 400mmHg di jaringan.( Stephen, 2011)

Gambar 2.1 Chamber multiplace(hyox)


2.2 FISIOLOGI HBO
Tekanan parsial arteri pada umumnya adalah 100mmHg, Hb tersaturasi 95%
dan 100ml darah membawa 19ml O 2 yang bergabung bersama Hb dan 0.32ml
terlarut dalam plasma. Jika konsentrasi O2 yang terinspirasi dinaikkan menjadi
100%, O2 yang bergabung dengan Hb akan meningkat menjadi 20ml maximumnya
saat Hb tersaturasi 100% dan jumlah O2 yang terlarut dalam plasma dapat
meningkat menjadi 2.09ml. Saat HBO, selain saturasi Hb yang tersaturasi 100%,
jumlah O2 yang dapat diangkut dalam larutan meningkat menjadi 4,4ml% pada
tekanan 2 ATA ke 6,8ml% pada 3 ATA yang hamper mencukupi suplai resting
kebutuhan oksigen di banyak jaringan tanpa membutuhkan kontribusi dari oksigen
yang terikat pada Hb. Hal inilah yang berkontribusi pada sebagian besar efek positif
HBO.(Sahni, 2003)

Tabel 2.1 Efek tekanan pada oksgien di arteri (Sahni, 2003)

2.3 EFEK POSITIF TERAPI HBO


a. Efek Mekanis
Mengurangi ukuran gelembung gas: Peningkatan tekanan oleh efek
mekanis langsung mengurangi ukuran gelembung gas pada keadaan
seperti emboli udara dan Decompression Sickness(DCS).
b. Hiperoksigenasi
Stimulasi imun : Hiperoksigenasi mengakibatkan stimulasi imun
dengan mengembalikan fungsi sel darah putih, meningkatkan
kemampuan fagositik dan memediasi pembunuhan kuman oleh
neutrofil.
Neovaskularisasi : HBO2 mempercepat neovaskularisasi pada area-
area hipoksia dengan cara augmentasi aktivitas fibroblastic yang turut
membantu pertumbuhan kapiler.
Peningkatan fibroblast
Peningkatan osteoclast
Efek bakterisid : Terapi oksigen untuk efek bakterisidal terhadap
organisme anaerobik seperti Clostridi welchii, dan juga menginhibisi
pertumbuhan kuman anaerobik pada tekanan 1,3 ATA.
Mengurangi edema : HBO mengakibatkan vasokonstriksi pada jaringan
normal, tetapi dengan peningkatan suplai oksigen secara umum
karena hiperoksigenasi. Hal ini merupakan dasar untuk mengurangi
efek edema dan pembengkakan jaringan. Pada edema cerebri, hal ini
membantu mengurangi edema sembari mempertahankan hiperoksia.
HBO juga mengurangi perlekatan sel darah putih ke dinding pembuluh
kapiler, dan berguna untuk trauma otak dan korda spinalis.

Pada tekanan 2,5 ATA, HBO dapat mengurangi half life dari
karboksihemoglobin dari 4 hingga 5 jam, sehingga merupakan terapi pilihan
untuk keracunan karbon monoksida, terhirup asap, dan keracuan sianida
akut. (Sahni, 2003)
2.4 INDIKASI HBO
Tabel 2.2 Indikasi terapi HBO (Sahni, 2003)

1. Ulkus yang tidak kunjung sembuh, kerusakan cangkok kulit: Luka-luka


tersebut memiliki masalah dasar, yaitu hipoksia jaringan dengan tekanan
oksigen dibawah 20mmHg, sehingga rentan terhadap infeksi. Efek dari HBO
akan mengakibatkan peningkatan kinerja leukosit dan aktivitas bakterisidal
serta mendukung fibroblast dan kolagen yang dibutuhkan untuk
neovaskularisasi.
2. ATI: Terjadi jika suatu trauma mengakibatkan kerusakan sirkulasi. Hal ini akan
meningkatkan risiko nekrosis dan amputasi serta infeksi. HBO meningkatkan
oksigenasi jaringan dan mengurangi edema. Terapi utama tetap
pembedahan, namun HBO dapat menjadi terapi adjuvant untuk secara drastic
mengurangi morbiditas dan mortalitas serta mengurangi biaya penanganan
secara umum.
3. Gas gangrene: Kuman penyebab, yaitu Clostridi welchii tidak dapat
memproduksi alfa toksin saat pasien menjalani terapi oksigen. HBO tidak
membunuh organisme tersebut dan tidak memiliki efek detoks, namun setelah
produksi toksin berhenti maka alfa toksin akan terfiksir di jaringan selama 30
menit. Saat inilah antibiotic seperti aminoglikosi, kuinolon, dan golongan sulfa
akan bekerja sinergis dan berikatan dengan toksin. Sehingga 3 pendekatan
yaitu HBO, pembedahan, dan antibiotika merupaka pendekatan esensial
dalam terapi gas gangrene.
4. Infeksi jaringan lunak yang nekrosis: Peningkatan tekanan oksigen akan
meningkatkan kemampuan sel darah putih membunuh bakteri serta
menginhibisi pertumbuhan bakteri anaerob, dan meningkatkan potensi
oksidasi dan reduksi.
5. Penanganan kerusakan jaringan oleh radiasi: Pasien yang mengalami radiasi
antara 2000 hingga 5000 rads akan mengalami kesulitan dalam
penyembuhan jaringan dan di atas 5000 akan benar-benar susah untuk
sembuh. Hal ini terjadi karena endarteritis progresif yang mengakibatkan
hipoksia, dan iskemik jaringan. Terapi HBO menginduksi neovaskularisasi dari
jaringan sehingga mempercepat penyembuhan luka.
6. Luka bakar: HBO mengakibatkan pengurangan cairan, mempertahankan
jaringan yang viable, peningkatan mikrosirkulasi, epithelisasi yang lebih cepat,
respon inflamasi yang lebih cepat, peningkatan aktivitas PMN,
mempertahankan kreatinin fosfat jaringan, ATP dan menurunkan laktat pada
luka.
7. Keracunan gas: Mengurangi waktu paruh ikatan karboksihemoglobin.
8. Osteomyelitis: HBO meningkatkan tekanan oksigen pada tulang dan jaringan
dari hipoksia menjadi hiperoksia. Hal ini mendukung angiogenesis, aktivitas
leukosit, transport aminoglikosid, dan aktivitas osteoklas dalam membuang
tulang yang nekrosis.
9. Decompression Sickness(DCS)/ emboli gas dan udara : HBO merupakan
pilihan utama untuk penanganan segala jenis emboli gas dan udara serta
DCS.
10. Anemia: HBO akan membantu suplai oksigen untuk mendukung kebutuhan
metabolic dasar hingga sel darah merah dapat diatasi.
11. Abses intracranial: HBO berguna karena membunuh bakteri anerobik,
mengurangi edema, dan meningkatkan mekanisme pertahanan pasien.
12. Tuli mendadak: Aktivitas koklear sangat sensitive dan butuh suplai oksigen
yang konstan sehingga penggunaan HBO bersama dengan obat-obat
vasoaktif dan hemodilusi dianjurkan.
13. Ensefalopati post anoxic: HBO meningkatkan suplai oksigen ke neuron yang
iskemik, mengurangi edema, dan memutar balikkan berkurangnya fleksibilitas
eritrosit.
14. Gangguan vaskuler penglihatan: HBO dapa tdigunakan pada thrombosis
arteri retina dan sangat baik untuk pasien yang masih bisa mengenali terang
dan gelap. Hal ini dikarenakan HBO mengurangi edema vasogenik.

2.5 KONTRAINDIKASI TERAPI HBO


2.5.1 Kontraindikasi absolut terapi HBO
1. Pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen
hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi penumothorx
tersebut.
2. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum
diobati atau keganasan metastatic akan menjadi lebih buruk pada pemakaian
oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut
kecuali pada keadaan-keadaan luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang
dikerjakan akhir-akhir ini menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih
cepat dalam suasana oksigen hiperbarik. Penderita keganasan yang diobati
dengan oksigen hiperbarik biasanya secara bersama-sama juga menerima
terapi radiasi atau kemoterapi.
3. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial oksigen yang
tinggi berhubungan dengan penutupan patent ductus artriosus, sehingga
pada bayi premature secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun
penelitian yang kemudian dikerjakan menunjukan bahwa komplikasi ini
nampaknya tidak terjadi.
2.5.2 Kontraindikasi relative
Beberapa keadan yang memerlukan perhatian tetapi bukan merupakan
kontraindikasi absolut pemakaian oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut:
1. Infeksi saluran napas bagian atas dan sinusitis kronis: Menyulitkan penderita
untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat diatasi dengan menggunakan
dekongestan dan miringotomi bilateral.
2. Penyakit kejang: Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi
oksigen. Namun bilamana diperlukan penderita dapat diberi anti konvulsan
sebelumnya.
3. Emfisema yang disertai retensi CO2: Ada kemungkinan bahwa penambahan
oksigen lebih dari normal akan menyebabkan penderita scara spontan
berhenti bernafas akibat hilangnya rangsangan hipoksik. Pada penderita-
penderita dengan penyakit paru disertai retensi CO 2, terapi oksigen hiperbarik
dapat dikerjakan bila penderita diintubasi dan memakai ventilator.
4. Panas tinggi yang tidak terkontrol: Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi
oksigen Kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian aspirin dan
selimut hipotermia. Juga sebagai pencegahan dapat diberikan anti
konvulsan.
5. Riwayat pnemotorak spontan: Penderita yang mengalami pnemothorak
spontan dalam RUBT kamar tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di
dalam RUBT kamar ganda dapat dilakukan pertolonganpertolongan yang
memadai. Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pnemothorak
spontan. harus dilakukan persiapan persiapan untuk dapat mengatasi
terjadinya hal tersebut.
6. Riwayat operasi dada: Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang
timbul saat dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus
untuk menentukan Iangkah-langkah yang harus diambil. Tetapi jelas proses
dekompresi harus dilakukan sangat lambat.
7. Riwayat operasi telinga.:Operasi pada telinga dengan penempatan kawat
atau topangan plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu
kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan tekanan dapat
menggangu implan tersebut. Konsultasi dengan seorang ahli THT periu
dilakukan.
8. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada penerangan atau
pemotretan dengan sinar X: Memerlukan proses dekompresi yang sangat
lambat. Menurut pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak
menimbulkan masaiah.
9. lnfeksi virus: Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus
menjadi Iebih hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan
alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma (common cold)
menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik sampai gejala akut
menghilang apabiia tidak memerlukan pengobatan segera dengan oksigen
hiperbarik.
10. Spherositosis kongenital: Pada keadaan ini butirbutir darah merah sangat
fragil dan pemberian oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang
berat. Bila memang pengobatan oksigen hiperbarik mutlak diperlukan
keadaan ini tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan
langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
11. Riwayat Neuritis optic: Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis
optic, terjadinya kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik.
Namun kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan
riwayat neuritis optic diperkirakan mengalami gangguan penglihatan yang
berhubungan dengan retina, bagaimanapun kecilnya pemberian oksigen
hiperbarik harus segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata.
(Lakesla, 2013)
BAB 3
HUBUNGAN HBOT DENGAN GUILLAIN BARRE SYNDROME

Pengaruh Terapi HBO Terhadap GBS Sebagai Penyakit Autoimun

Yang dan Cheng (2005) dalam jurnalnya yang berjudul Comparison of


Therapeutic Effeicacy of Three Rehabilitation Maneuvers to Treat Recovery of
Myodynamia in Children with Guillain-Barre Syndrome
74 kasus GBS, kemudian dibagi menjadi 3 grup secara acak.
24 kasus mendapatkan terapi oksigen hiperbarik (HBO) dan massage, 21
kasus mendapatkan ultrasonic wave dan medium frequency dan massage, 29
kasus diterapi hanya dengan massage. Semua pasien dimassage 2 kali
sehari selama paling sedikit 8 jam masing-masing 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan efikasi terapi pada grup HBO dan
ultrasonic wave dan medium frequency lebih baik daripada grup
massage. Jadi, terapi HBO dan ultrasonic wave dan medium
frequency adalah salah satu terapi yang efektif untuk anak-anak
dengan Guillain-Barre Syndrome.

Toledo, Gutierrez, Coraline, et al (2004) dalam jurnalnya yang berjudul


Sindrome de Guillain Barre Y Oxigenoterapia Hiperbarica
Pasien yang menderita Guillain-Barre Syndrome (GBS) disertai optical
neuropathy (ON).
Terapi oksigen hiperbarik (HBO) pada tekanan 2 ATA.
Hasil terapi menunjukkan adanya perbaikan komplit dari visus pasien.
Menurut, Wallace, Silverman, Goldstein, dan Hughes (1995) dalam jurnalnya
yang berjudul Use of Hyperbaric Oxygen in Rheumatic Diseases: case report
and critical analysis
Pada orang sehat yang diberi terapi HBO menunjukkan peningkatan
signifikan pada level CD8 dan penurunan pada level CD4.
Temuan yang sama juga ditemukan pada tikus normal pada 2 studi
yang terpisah.
Pemberian terapi HBO pada tikus NZB atau MRL/lpr menekan
produksi immunoglobulin oleh sel limpa. Pemberian terapi HBO jangka
panjang menunda perkembangan proteinuria, eritema facial, dan
lymphadenopathy pada tikus MRL/lpr.
Saito, Tanaka, Ota, et al (1991) dalam jurnalnya yang berjudul Suppressive
Effect of Hyperbaric Oxygenation on Immune Responses of Normal and
Autoimmune Mice
Pengaruh terapi oksigen hiperbarik (HBO) pada respon imun dari tikus
normal dan tikus autoimun.
Tikus dipapar dengan HBO di dalam chamber hewan pada tekanan
252,5 kPa selama 1 jam, satu kali sehari selama 5 hari dan 2 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi HBO dapat digunakan
untuk mengobati penyakit autoimun.
Kesimpulan:
HBO memiliki aktivitas supresif pada respon imun yang diinduksi
antigen menyebabkan antibodi anti-sheep erythrocyte menurun.
HBO tidak mengganggu fase spesifik dari respon imun dimana
paparan HBO pada tikus pada tahap awal dan akhir sama.
HBO memiliki efek supresi pada fungsi sel B dan sel T helper.
HBO menekan produksi spontan Ig oleh sel B, berbanding lurus
dengan durasi paparan.
HBO jangka panjang menghasilkan tingkat survival meningkat, gejala
autoimun membaik.
Mekanisme immunosuppresant HBO:
Sitotoksisitas oksigen
Stress oksidatif meningkatkan hormon steroid adrenal (masih
dipertanyakan)

Terapi HBO Tidak Efektif Sebagai Agen Immunosuppresant Tunggal


Gassas, Min, Evans (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Hyperbaric
Oxygen Therapy as a Sole Agent is not Immunosuppresant in a Highly
Immunogenic Mouse Model
Model hewan coba skin graft yang dipapar HBO dengan tekanan 240
kPa selama 19 sesi dan 300 kPa selama 29 sesi, masing-masing sesi
90 menit.
Pada studi ini peneliti menemukan bahwa terapi HBO sebagai agen
tunggal tidak cukup imunosupresant dalam menunda allo-skin graft
rejection. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada bukti imunosupresi
pada hewan coba.
Peneliti menghipotesiskan bahwa sistem imun sangatlah kompleks dan
melibatkan banyak faktor dan signaling sitokin. HBO dapat mereduksi
rasio limfosit CD4:CD8 dan menurunkan proliferasi limfosit, tapi dapat
meningkatkan sitokin atau signaling effect yang mungkin dapat
mengaktivasi bagian lain dari sistem imun sehingga hasil imunosupresi
tidak signifikan.
Kesimpulannya, terapi HBO tidak efektif sebagai agen immunosuppresant
tunggal. Mungkin terapi HBO dapat efektif jika dikombinasikan dengan agen
immunosuppresant lainnya (Gassas, Min, Evans, 2011).

Pengaruh Terapi HBO Terhadap Regenerasi Axon

Menurut Nakajima, Kuwabara, Uchino, et al (1994) dalam jurnalnya yang


berjudul Enhaced Regeneration of Terminal Axons After Hyperbaric Oxygen
Therapy in a Patient Resembling Progressive Postpoliomyelitis Muscular
Atrophy
Seorang pria, usia 38 tahun yang pernah sembuh parsial selama 34
bulan dari acute onset paraplegia setelah infeksi gastrointestinal yang
kemudian mengalami atrofi muskular dan kelemahan pada
ekstremitas.
Pasien ini diterapi dengan terapi HBO pada tekanan 2 ATA menghirup
oksigen 100% selama 2 jam. Terapi ini dilanjutkan selama 1 bulan, lalu
1 kali dalam seminggu selama 1 tahun.
Ditemukan adanya bukti elektromiografikal adanya rekonstruksi
terminal saraf motor setelah terapi HBO Perubahan ini
mengindikasikan penurunan degenerasi dan peningkatan regenerasi
axon terminal.
Diperkirakan terapi HBO memiliki manfaat pada metabolisme oksigen
dari motorneuron yang tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolik
yang berlebihan dari semua sprouting axon.
Menurut Nazario dan Kuffler (2011) dalam jurnalnya yang berjudul
Hyperbaric Oxygen Therapy and Promoting Neurological Recovery Following
Nerve Trauma
Terapi HBO dapat memicu dan meningkatkan regenerasi axon dengan
cara memicu mekanisme yang berhubungan dengan regenerasi axon,
yaitu:
meningkatkan metabolisme neuron dan sel-sel lain yang
berhubungan, angiogenesis
meningkatkan persentase oksigen
sintesis dan deposisi kolagen
proliferasi sel Schwann
sintesis dan pelepasan faktor neurotropik, induksi neuron axon untuk
memanjangkan axon, elongasi axon, meningkatkan diameter myelinasi
axon, dan perkembangan kecepatan konduksi axon yang normal.
Terapi HBO juga meningkatkan jumlah sel stem pada sumsum tulang
dalam sirkulasi sistemik, di mana dapat menyediakan sel-sel baru yang
dapat membantu dalam memicu regenerasi axon.
Menurut Nakajima, Kuwabara, Uchino, et al (1994) dalam jurnalnya yang
berjudul Enhaced Regeneration of Terminal Axons After Hyperbaric Oxygen
Therapy in a Patient Resembling Progressive Postpoliomyelitis Muscular
Atrophy
Seorang pria, usia 38 tahun yang pernah sembuh parsial selama 34
bulan dari acute onset paraplegia setelah infeksi gastrointestinal yang
kemudian mengalami atrofi muskular dan kelemahan pada
ekstremitas.
Pasien ini diterapi dengan terapi HBO pada tekanan 2 ATA menghirup
oksigen 100% selama 2 jam. Terapi ini dilanjutkan selama 1 bulan, lalu
1 kali dalam seminggu selama 1 tahun.
Ditemukan adanya bukti elektromiografikal adanya rekonstruksi
terminal saraf motor setelah terapi HBO Perubahan ini
mengindikasikan penurunan degenerasi dan peningkatan regenerasi
axon terminal.
Diperkirakan terapi HBO memiliki manfaat pada metabolisme oksigen
dari motorneuron yang tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolik
yang berlebihan dari semua sprouting axon.

Meningkatkan pengiriman oksigen


Meningkatkan metabolisme oksigen
Angiogenesis
Menginduksi sintesis dan pelepasan faktor neurotropik dan sitokin yang
dibutuhkan untuk regenerasi axon
Menginduksi sintesis dan pelepasan faktor neurotropik dan sitokin yang
dibutuhkan untuk regenerasi axon
Menginduksi sintesis sejumlah faktor neurotropik dan faktor lain yang
penting dalam memicu regenerasi axon dan perbaikan neurologis,
seperti nerve growth factor (NGF), brain-derived neurotrophic factor
(BDNF), endothelial nitric oxide synthase factor, GDNF, basic fibroblast
growth factor (bFGF), hepatocyte growth factor (HGF) expression,
neuro-trophin-3 (NT-3), dan neurotrophin (NT-4).
Meningkatkan vaskularisasi saraf dengan memicu sintesis dari
endothelial nitric oxide synthase factor, TNF-alpha, MMP-9, dan TIMP-
1, IL-10, dan VEGF. Dengan menstimulasi produksi interleukin-10 (IL-
10), di mana mereduksi formasi luka, terapi HBO mengarah pada
regenerasi axon yang lebih baik.
Meningkatkan pertumbuhan fibroblast dan produksi autocrine growth
factors. Jadi, terapi HBO yang dikombinasikan dengan platelet derived
growth factor (PDGF) dan tumor growth factor-beta 1 (TGF-beta 1)
memicu terjadinya regenerasi axon.
Terapi HBO menyebabkan up-regulation dari gen untuk faktor, seperti
gen target untuk sitokin erythropoietin (EPO). EPO memiliki efek
angiogenik dan neuroprotektif dan meningkatkan regenerasi saraf
perifer, fungsi anti-inflamatori yang signifikan, fungsi antiapoptotik dan
neuroprotektif.
Jadi, terapi HBO memicu regenerasi axon dengan menginduksi
akumulasi sitokin anti-inflamatori, akumulasi invading macrophages,
yang kemudian melepaskan kemokin yang berhubungan dengan
perbaikan fungsi motor, menurunkan kecepatan apoptosis neuronal.

Terapi HBO Dapat Memblok Produksi Radikal Bebas Oksigen, Termasuk


Reactive Oxygen Species (ROS)
Reactive Oxygen Species memerankan demyelinasi pada inflammatory
demyelinating disorders, seperti pada Guillain-Barre syndrome. Konsentrasi
ROS dapat sangat meningkat dalam kondisi inflamasi. Stress oksidatif dapat
merusak lipid, protein, dan asam nukleat dari sel dan mitokondria, serta
berpotensi menyebabkan kematian sel. Oligodendrosit lebih sensitif terhadap
stress oksidatif daripada astrosit dan microglial secara in vitro. Stress oksidatif
juga menyebabkan kematian oligodendrosit dan demyelinasi secara in vivo.
ROS juga dapat merusak selubung myelin, memicu serangan makrofag.
Kerusakan myelin dapat terjadi secara langsung oleh peroksidasi lipid, dan
secara tidak langsung oleh aktivasi protease dan phospholipase A2 (Smith,
Kapoor, Felts, 1999). Jadi, dengan memblok produksi ROS, terapi HBO dapat
menurunkan terjadinya demyelinasi pada inflammatory demyelinating
disorders, seperti pada Guillain-Barre syndrome. Terapi HBO juga
menginduksi regenerasi axon dengan mereduksi atau memblok produksi
radikal oksigen, di mana menginhibisi regenerasi axon (Nazario dan Kuffler,
2011).

Terapi HBO Memiliki Manfaat dalam Perbaikan dan Regenerasi Saraf Perifer
Menurut Sanchez (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Hyperbaric
Oxygenation in Peripheral Nerve Repair and Regeneration, terapi HBO
meningkatkan produksi dari basic fibroblast growth factor (bFGF), vascular
endothelial growth factor, dan TGF-1. Mereka memiliki kemampuan untuk
merespon hiperoksia secara langsung, di mana menyebabkan perubahan
pada jalur cell signaling yang terlibat dalam proliferasi selular dan produksi
growth factor. HBO juga mempengaruhi faktor neurotrophin-3 (NT-3), di mana
merupakan faktor neurotropik penting yang terlibat dalam perbaikan dan
regenerasi saraf perifer.
Bradshaw et al meneliti kelinci dengan sciatic nerve crush (n=30) pada
lingkungan oksigen yang berbeda (pada tekanan 1 ATA; 2 ATA; 2,4 ATA; dan
3 ATA) dan HBO dimulai 4 hari setelah injury. Morfologi regeneratif dari saraf
dievaluasi menggunakan mikroskop elektron transmisi dan mikroskop cahaya.
Pada minggu ke-7, grup HBO menyerupai saraf normal. Myelinasi juga
serupa dengan saraf normal. Kolagen dan pembuluh darah lebih terlihat pada
terapi HBO dengan tekanan rendah daripada dengan tekanan tinggi. HBO
mempercepat perbaikan saraf perifer (Sanchez, 2007).
Tampaknya hasil yang tidak diinginkan terjadi pada protokol yang
menggunakan tekanan lebih dari 2 ATA (> 2,02 kPa). Penjelasan yang
mungkin adalah karena pentingnya ATP dan komponen energi tinggi lainnya
dalam regenerasi saraf perifer. Hampir 30 tahun yang lalu, Holbach et al
membuktikkan bahwa produksi ATP menurun ketika tekanan terapi di atas 1,5
ATA. Ini dapat menjelaskan mengapa hasil penelitian kurang baik jika tekanan
yang digunakan lebih tinggi daripada 2 ATA. Bradshaw et al menjelaskan
bahwa hasil paling baik adalah pada grup HBO yang menggunakan tekanan
< 2 ATA (Sanchez, 2007).
KESIMPULAN
Guillain-Barre Syndrome adalah penyakit autoimun, poliradikuloneuropati
akut.
Infeksi ringan dari respiratori dan gastrointestinal atau imunisasi mendahului
gejala neuropati selama 1-3 minggu pada sekitar 60% kasus biasanya
Campylobacter jejuni
Subtipe GBS: AIDP, AMAN, AMSAN, MFS, Acute panautonomic Neuropathy
Terapi HBO berperan sebagai immunosuppresant dalam mengobati penyakit
autoimun.
Terapi HBO tidak efektif sebagai agen immunosuppressant tunggal.
Terapi HBO meningkatkan kecepatan regenerasi axon dan proses remyelinasi
axon.
Terapi HBO dapat digunakan sebagai terapi penunjang GBS
DAFTAR PUSTAKA

1. Winer J. B., 2014, Review Artricle an Update in Guillain-Barre Syndrome,


Hindawi Publishing Corporation
2. Bahrudin M, 2013, Neurologi Klinis, Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang
3. Basuki M, 2011, Kelainan Saraf Tepi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf,
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Universitas Airlangga
4. Mahdi, H et al, 2013, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman Dan Hiperbarik
Lakesla
5. Sahni T, Singh P, John MJ, 2003 Hyperbaric oxygen Therapy : Current Trends
and Applications
6. Yang dan Cheng, 2005, Comparison of Therapeutic Effeicacy of Three
Rehabilitation Maneuvers to Treat Recovery of Myodynamia in Children with
Guillain-Barre Syndrome
7. Toledo, Gutierrez, Coraline, et al, 2004, Sindrome de Guillain Barre Y
Oxigenoterapia Hiperbarica
8. Wallace, Silverman, Goldstein, dan Hughes, 1995, Use of Hyperbaric Oxygen
in Rheumatic Diseases: case report and critical analysis
9. Saito, Tanaka, Ota, et al, 1991, Suppressive Effect of Hyperbaric Oxygenation
on Immune Responses of Normal and Autoimmune Mice
10. Gassas, Min, Evans, 2011, Hyperbaric Oxygen Therapy as a Sole Agent is
not Immunosuppresant in a Highly Immunogenic Mouse Model
11. Nakajima, Kuwabara, Uchino, et al, 1994, Enhaced Regeneration of Terminal
Axons After Hyperbaric Oxygen Therapy in a Patient Resembling Progressive
Postpoliomyelitis Muscular Atrophy
12. Nazario dan Kuffler, 2011, Hyperbaric Oxygen Therapy and Promoting
Neurological Recovery Following Nerve Trauma
13. Nakajima, Kuwabara, Uchino, et al, 1994, Enhaced Regeneration of Terminal
Axons After Hyperbaric Oxygen Therapy in a Patient Resembling Progressive
Postpoliomyelitis Muscular Atrophy
14. Sanchez, 2007, Hyperbaric Oxygenation in Peripheral Nerve Repair and
Regeneration

Anda mungkin juga menyukai