Terapi Hiperbarik
Terapi Hiperbarik
Pembimbing:
dr. Ni Komang S. D. U., Sp.S
Disusun oleh:
1. Gerson Joahari 2015.04.2.0059
2. Gabriela Noviyanti 2015.04.2.0057
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT LAKESLA
PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP GUILLAIN BARRE
SYNDROME
Judul case report Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Guillain Barre
Syndrome ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Lakesla RSAL dr.
Ramelan Surabaya
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkah dan
rahmatNya, kami dapat menyelesaikan case report Pengaruh Terapi Oksigen
Hiperbarik terhadap Guillain Barre Syndrome dengan lancar. Case report ini
disusun sebagai salah satu penilaian tugas untuk menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian Lakesla RSAL dr. Ramelan Surabaya. Penulis berharap case
report ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
penulis maupun pembaca
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang membantu penulis dalam penyusunan case report ini, yaitu
1. dr. Titut Harnanik, M. Kes, selaku pembimbing dari case report ini
2. drg. Agung Wijayadi, Sp.Ort., dr. Djati Widodo, M. Kes, dr. Ni Komang S.D.U,
Sp.S, dr. Fransisca
3. Pegawai dan perawat di Lakesla RSAL dr. Ramelan Surabaya
Kami menyadari bahwa case report yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik yang
membangun dari semua pihak. Semoga case report ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan...............................................................................................i
Kata pengantar.......................................................................................................ii
Daftar isi..................................................................................................................iii
BAB 1 Guillain Barre Syndrome
1.1 Pendahuluan....................................................................................1
1.2 Manifestasi Klinis.............................................................................1
1.3 Epidemiologi....................................................................................2
1.4 Patologi............................................................................................3
1.5 Neurofisiologi...................................................................................5
1.6 Diagnosa..........................................................................................6
1.7 Terapi...............................................................................................7
1.8 Prognosis.........................................................................................8
BAB 2 Terapi Oksigen Hiperbarik
2.1 Definisi terapi oksigen hiperbarik.....................................................9
2.2 Fisiologi HBO...................................................................................10
2.3 Efek positif terapi HBO....................................................................10
2.4 Indikasi HBO....................................................................................12
2.5 Kontraindikasi terapi HBO...............................................................14
BAB 3 Hubungan HBOT dengan Guillain Barre Syndrome...................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
BAB 1
Guillain Barre Syndrome
1.1 PENDAHULUAN
Guillain Barre Syndrome (GBS) pertama kali dikemukakan pada tahun 1916
oleh Guillain G. dan pengetahuan tentang sindrom tersebut sudah sangat
berkembang saat ini. Awalnya GBS dikenal sebagai proses demyelinasi secara
patologis tetapi saat ini kita sudah mengenal berbagai subtipe. Banyak penyebab
diketahui dapat menyebabkan terjadinya GBS termasuk infeksi dan proses
autoimun.
Pada tahun 2016 telah banyak dikembangkan teori penyebab dan subtipe
dari GBS yang berawal dari deskripsi awal Guillain, Barre, dan Strohl. Mereka
mengemukakan bahwa GBS merupakan gangguan progresif motorik secara cepat
dengan hilangnya reflek-reflek dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal
(CSF) pada hilangnya pleositosis dalam CSF yang menandakan poliomyelitis. Saat
ini menjadi semakin jelas bahwa sindroma ini sangat bervariasi dari tingkat
keparahannya hingga menimbulkan paralisis pernafasan dan kematian.
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) merupakan
subtipe terbanyak yang ditemukan saat ini dengan patologi utamanya adalah
demyelinasi dengan berbagai variasi sekunder kerusakan akson. Subtipe kedua
terbanyak adalah acute motor axonal neuropathy (AMAN) dimana subtipe ini hanya
mempengaruhi saraf motorik. Variasi aksonal yang melibatkan baik saraf sensoris
maupun motoris sangat jarang disebut sebagai acute motor and sensory axonal
neuropathy (AMSAN) (J.B. Winer, 2014).
1.3 EPIDEMIOLOGI
GBS memiliki insiden sekitar 1/100.000 dari beberapa penelitian di beberapa
negara. Kejadiannya pada semua musim dan frekuensi tersering pada musim panas
musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Dari literatur lain
didapatkan puka bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober
yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur (Bachrudin, 2013).
Mortalitas pada studi populasi yaitu antara5-10%. GBS merupakan penyakit
yang monofasik dengan kelemahan mencapai tingkat terparahnya dalam 4 minggu
yang diikuti fase plateu dan penyembuhan. Enam puluh persen pasien dapat
berjalan tanpa bantuan dalam 12 bulan dan sisanya memiliki gejala sisa yang
bervariasi.
Studi epidemiologi terbaru terhadap pengaruh imunisasi terhadap GBS
ternyata sangat rendah. Diperkirakan resiko GBS dari imunisasi influenza lebih
rendah daripada terkena penyakit itu sendiri. Penelitian serologis menunjukkan
bahwa Campylobacter jejuni, EBV, dan sitomegalovirus merupakan infeksi
pendahulu yang paling sering. Kadang pasien terus mensekri C.jejuni pada fesesnya
sampa 3 bulan setelah onset GBS. Infeksi persisten dari CMV dan EBV sangat
jarang terjadi. Beberapa laporan menghubungkan GBS dengan pneumonia
mikoplasma, influenza, dan varisella (J. B. Winer, 2014).
1.4 PATOLOGI
Penelitian melalui otopsi pada GBS jarang terjadi karena selama ini kasus
kematian pada penyakit tersebut juga jarang. Penelitian awal melaporkan adanya
edema dari saraf perifer dengan infiltrat inflamasi. Penelitian oleh Asbury et al
menyimpulkan pentingnya limfosit perivaskular pada neuritis vaskular (J. B. Winer,
2014).
Reaksi autoimun menyebabkan terjadinya kerusakan myelin dan akson sabut
saraf tepi. Dasar dari reaksi autoimun adalah adanya protein mimicri di mana
susunan protein gangliosida saraf tepi mirip dengan susunan protein kuman,
sehingga antibodi yang timbul selain menyerang kuman juga menyerang gangliosida
sistem saraf tepi (Bachrudin, 2013).
Pada studi mikroskopis dengan menggunakan mikroskop elektron
menunjukkan adanya demyelinasi yang terkait makrofag. Makrofag terlihat
menginvasi basal membaran sel Schwann dan tampak fagositosis debris myelin.
Studi patologi menunjukkan bahwa makrofag merupakan salah satu penyebab
kerusakan saraf disamping adanya antibodi akson dan myelin.
Gambar 1.1 Patofisiologi GBS
Gambar 1.2 Subtipe GBS
1.5 NEUROFISIOLOGI
Neurofisiologi sangat berguna dalam mendiagnosis dan mendefinisikan
subtipe dari GBS. Pemeriksaan awal dari GBS menunjukkan potensial aksi yang
kecil, latensi motorik distal yang memanjang, gelombang F yang terlambat, dan
adanya blok konduksi. Kadang pada pemeriksaan pertama ditemukan gambaran
yang normal dari sistem saraf tepi sehingga diperlukan pengkajian ulang. Bentuk
aksonal dari GBS dikarakteristikan sebagai penurunan potensial aksi sensoris
maupun motoris dengan denervasi potensial ketika fase akut penyakit berakhir (J. B.
Winer, 2014).
Gambar 1.3 EMG
1.6 DIAGNOSA
1. Gejala klinis
2. Elektromiografi
Pada pemeriksaan ini akan memungkinkan kita menemukan tipe GBS yang
terjadi (AIDP, AMAN, dan AMSAN)
3. Lumbal pungsi
disosiasi cyto-albumin, terjadi peningkatan kadar protein pada cairan
serebrospinal tanpa disertai peningkatan jumlah sel.
Gambar 1.4 Diagnosa GBS
1.7 TERAPI
Aspek-aspek terapi suportif merupakan faktor utama untuk memperbaiki
mortalitas pada GBS dengan menggunakan metode ventilasi yang baik. Infeksi,
emboli, dan instabilitas autonomik merupakan faktor-faktor utama terjadinya
kematian. Pergerakan pasif dari ekstremitas saat fase akut jika dilakukan fisioterapi
secara cepat sangat menguntungkan bagi pasien meskipun belum ada uji klinis yang
terkontrol.
Modulasi imun aktif dengan IvIg atau pertukaran plasma merupakan terapi
yang aman untuk pasien dengan tekanan darah dan nadi yang tidak stabil. IvIg
biasanya diberikan dengan dosis 0,4 gram/kg selama 5 hari meskipun dosis optimal
masih belum ditentukan. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa metabolisme IvIg
lebih cepat pada pasien dengan prognosis yang lebih buruk dan juga didapatkan
penelitian dimana melihat keutungan penggunaan dosis IvIg yang lebih tinggi pada
pasien.
Perawatan GBS pada pasien lebih baik jika sisa gejala minimal. Inhibitor
komplemen seperti eculizumab diketahui efektif pada beberapa penelitian terhadap
Miller Fischer Syndrome dan aman untuk manusia.
1.8 PROGNOSIS
Dengan penanganan yang baik, penderita GBS dapat sembuh dalam waktu 6
bulan. Kematian sering terjadi karena kegagalan pernafasan.
BAB 2
Terapi Oksigen Hiperbarik
Pada tekanan 2,5 ATA, HBO dapat mengurangi half life dari
karboksihemoglobin dari 4 hingga 5 jam, sehingga merupakan terapi pilihan
untuk keracunan karbon monoksida, terhirup asap, dan keracuan sianida
akut. (Sahni, 2003)
2.4 INDIKASI HBO
Tabel 2.2 Indikasi terapi HBO (Sahni, 2003)
Terapi HBO Memiliki Manfaat dalam Perbaikan dan Regenerasi Saraf Perifer
Menurut Sanchez (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Hyperbaric
Oxygenation in Peripheral Nerve Repair and Regeneration, terapi HBO
meningkatkan produksi dari basic fibroblast growth factor (bFGF), vascular
endothelial growth factor, dan TGF-1. Mereka memiliki kemampuan untuk
merespon hiperoksia secara langsung, di mana menyebabkan perubahan
pada jalur cell signaling yang terlibat dalam proliferasi selular dan produksi
growth factor. HBO juga mempengaruhi faktor neurotrophin-3 (NT-3), di mana
merupakan faktor neurotropik penting yang terlibat dalam perbaikan dan
regenerasi saraf perifer.
Bradshaw et al meneliti kelinci dengan sciatic nerve crush (n=30) pada
lingkungan oksigen yang berbeda (pada tekanan 1 ATA; 2 ATA; 2,4 ATA; dan
3 ATA) dan HBO dimulai 4 hari setelah injury. Morfologi regeneratif dari saraf
dievaluasi menggunakan mikroskop elektron transmisi dan mikroskop cahaya.
Pada minggu ke-7, grup HBO menyerupai saraf normal. Myelinasi juga
serupa dengan saraf normal. Kolagen dan pembuluh darah lebih terlihat pada
terapi HBO dengan tekanan rendah daripada dengan tekanan tinggi. HBO
mempercepat perbaikan saraf perifer (Sanchez, 2007).
Tampaknya hasil yang tidak diinginkan terjadi pada protokol yang
menggunakan tekanan lebih dari 2 ATA (> 2,02 kPa). Penjelasan yang
mungkin adalah karena pentingnya ATP dan komponen energi tinggi lainnya
dalam regenerasi saraf perifer. Hampir 30 tahun yang lalu, Holbach et al
membuktikkan bahwa produksi ATP menurun ketika tekanan terapi di atas 1,5
ATA. Ini dapat menjelaskan mengapa hasil penelitian kurang baik jika tekanan
yang digunakan lebih tinggi daripada 2 ATA. Bradshaw et al menjelaskan
bahwa hasil paling baik adalah pada grup HBO yang menggunakan tekanan
< 2 ATA (Sanchez, 2007).
KESIMPULAN
Guillain-Barre Syndrome adalah penyakit autoimun, poliradikuloneuropati
akut.
Infeksi ringan dari respiratori dan gastrointestinal atau imunisasi mendahului
gejala neuropati selama 1-3 minggu pada sekitar 60% kasus biasanya
Campylobacter jejuni
Subtipe GBS: AIDP, AMAN, AMSAN, MFS, Acute panautonomic Neuropathy
Terapi HBO berperan sebagai immunosuppresant dalam mengobati penyakit
autoimun.
Terapi HBO tidak efektif sebagai agen immunosuppressant tunggal.
Terapi HBO meningkatkan kecepatan regenerasi axon dan proses remyelinasi
axon.
Terapi HBO dapat digunakan sebagai terapi penunjang GBS
DAFTAR PUSTAKA