Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan di dalam organisasi merupakan sesuatu yang pasti terjadi
di dalam perusahaan mengingat bertambah ketatnya persaingan
sehingga sebuah organisasi atau perusahaan harus mampu
mempertahankan daur hidup produknya dengan melakukan perbaikan,
penyesuaian internal dan eksternal, serta meningkatkan kualitas atau
kompetensi sumber daya manusia. Dalam proses perubahan, diperlukan
sosok pemimpin yang mampu merencanakan dan mengelola perubahan
dengan pendekatan kepemimpinan.
Perubahan memerlukan pemimpin yang kompeten untuk mengelola
perubahan dan bawahan yang mampu untuk menjalankannya. Proses
perubahan memerlukan pemimpin yang mampu menyeimbangkan
aktivitas operasional dengan aktivitas yang menyangkut sumber daya
manusia. Aktivitas operasional secara teknis lebih mudah ditangani,
namun apabila tidak diimbangi dengan pengelolaan sumber daya
manusia, akan kurang mampu mencapai hasil yang diharapkan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pendekatan
kepemimpinan perubahan dan juga ketrampilan memimpin. Di sisi lain,
tantangan terbesar dalam dunia usaha adalah membuat pemimpin itu
sendiri untuk berubah. Maka, untuk bisa mengubah suatu organiasi
diperlukan pengubahan pola pikir pemimpinnya sehingga dalam makalah
ini juga akan dijelaskan mengenai penyakit dari kepemimpinan dan satu
contoh kasus terkait salah satu sub pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah pendekatan kepemimpinan perubahan?
2. Bagaimanakah keterampilan memimpin dalam perubahan?
3. Apa sajakah pennyakit kepemimpinan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pendekatan kepemimpinan perubahan
2. Untuk mengetahui ketrampilan memimpin perubahan
3. Untuk mengetahui penyakit kepemimpinan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Kepemimpinan Perubahan


A.1. Kepemimpinan dalam Perubahan Strategis

Kepemimpinan perubahan strategis diperlukan ketika dalam organisasi


mengalami kendala mengubah anggotanya karena sudah memiliki peta
mental sebelumnya. Hal strategis yang dilakukan pemimpin adalah merubah
peta mental indidvidu (anggota) terlebih dahulu disusul dengan perubahan
organisasional (Supriyanto, 2009: 79). Perubahan individu dimulai dari
adanya kesadaran bahwa pada dasarnya setiap orang di dalam benaknya
telah memiliki peta mental, tentang bagaimana mereka melihat organisasi
dan pekerjaan mereka. peta mental tersebut mengarahkan perilaku orang
dalam kehidupan organisasi. Jika seorang pemimpin perubahan tidak mampu
mengubah peta mental individu tersebut, mereka tidak akan dapat
mengubah tujuan organisasi. Keberhasilan suatu perubahan strategis perlu
memfokuskan pada individu dengan melakukan penggambaran ulang peta
mental mereka. jika tidak dilakukan pemetaan kembali apa yang ada dalam
benak seseorang, maka tidak akan dapat memecahkan brain barrier, suatu
rintangan yang tertanam dalam otak seseorang. Oleh karena itu, seorang
pemimpin perubahan strategis harus mampu menjadi map maker atau
pembuat peta yang efektif (Wibowo, 2006: 234-235).
1. Tantangan
Manusia pada dasarnya tidak mudah percaya pada sesuatu yang baru
sampai mempunyai pengalaman aktual sendiri tentang masalah tersebut.
Sementara itu, pada zaman modern sekarang ini telah terjadi peningkatan
perubahan yang sangat besar dalam lingkup, ukuran dan kompleksitas.
Biaya atas keterlambatan melakukan perubahan, tidak hanya berupa
ketidaknyamanan, tetapi sering merupakan bencana besar bagi suatu
organisasi (Black dan Gregersen dalam Wibowo, 2006: 235).
Perubahan strategis akan selalu dan tetap sulit sampai dapat digali
semakin dalam untuk menemukan dasarnya. Semakin cepat pemimpin
memaksakan perubahan, maka akan semakin besar gelombang tekanan
resistensi terhadap perubahan sehingga membentuk rintangan yang kuat
untuk sukses.
Pemimpin perubahan menghadapi brain barrier yang terbentuk dari
peta mental yang telah ada sebelumnya. Peta mental yang sangat kuat

2
menunjukkan bagaimana orang melihat dunia kerja, mengarahkan langkah
dan perilaku sehari-hari. Pembuat peta perubahan harus memahami,
memecahkan dan menggambar ulang peta mental individu satu per satu,
orang per orang. Dengan demikian, pekerjaan seorang pemimpin perubahan
sangatlah berat dan memerlukan perhatian penuh.

2. Hambatan
Adanya tantangan untuk memetakan kembali mental individu
membawa kita pada rintangan kritis yang menghalangi perubahan strategis
secara berkelanjutan. Untuk itu, brain barrier harus dipecahkan dengan
mempelajari penyebab kegagalan perubahan.
Penyebab kegagalan perubahan (Black dan Gregersen dalam Wibowo,
2006: 236) adalah:
a. Karena kegagalan melihat akan perlunya perubahan;
b. Walaupun dapat melihat perlunya perubahan, tetapi sering gagal
untuk bergerak untuk melakukan perubahan;
c. Walaupun mampu melihat perlunya perubahan dan dapat bergerak
melakukan perubahan, tetapi gagal untuk menyelesaikan perubahan.
Salah satu perbedaan paling penting tentang memimpin perubahan
strategis adalah dengan menjaga konsep tetap sederhana dan memfokuskan
pada yang mendasar. Kenyataannya, terobosan perubahan memerlukan
penguasaan lengkap tentang fundamental perubahan. Dengan menguasai
dasar-dasar perubahan, dapat memberikan kunci untuk menerobos
rintangan resistensi perubahan.
3. Menerobos Inovasi dan Pertumbuhan
Orang sering lupa bahwa suatu keberhasilan pada dasarnya menjadi
awal kegagalan. Setiap perubahan penting berakar dari keberhasilan
sebelumnya. Kebutuhan akan perubahan lahir dari keberhasilan sebelumnya.
Keberhasilan adalah merupakan ukuran tentang melakukan sesuatu yang
benar dan melakukan sesuatu dengan baik (Black dan Gregersen dalam
Wibowo, 2006: 237).
Perubahan dimulai dengan terjadinya pergeseran dari sesuatu keadaan
yang semula benar sekarang menjadi salah, meskipun masih tetap dilakukan
dengan baik. Pergeseran ini merupakan pergeseran dari tahp pertama ke
tahap kedua.pergeseran lingkungan terjadi antara lain karena pesaing baru
datang dengan kualitas sama, tetapi dengan harga yang secara signifikan
lebih rendah, atau teknologi baru membuat hilangnya keandalan standar

3
produk, atau peraturan pemerintah tidak mengizinkan praktek bisnis yang
lalu, atau pelanggan mengganti preferensinya, atau pergeseran lainnya.
Perubahan tahap kedua dimulai dengan mengenal bahwa sesuatu yang
benar pada waktu yang lalu, sekarang menjadi salah. Kita kemudian
membayangkan bagaimana wujud sesuatu yang baru yang benar menjadi
lebih jelas. Akan tetapi, karena sesuatu hal yang benar masih baru, biasanya
tidak dilakukan dengan baik. Ini merupakan tantangan pada tahap
perubahan ketiga. Setelah menguasai sesuatu baru yang benar dan mulai
melakukan dengan baik, kehidupan bisnis sudah menjadi baik, dengan
tumbuhnya pendapatan dan keuntungan.Uraian tersebut menunjukkan peta
secara keseluruhan untuk menguasai tantangan dalam memimpin
perubahan startegis dan menunjukkan bagaimana menerobos brair barrier.
4. Taktik Menentukan Perubahan
Terdapat tiga macam taktik untuk menentukan perubahan, yaitu
bersifat berikut ini (Black dan Gregersen dalam Wibowo, 2006: 238).

a. Anticipatory Change (Perubahan Antisipatif)


Anticipatory change merupakan antisipasi terhadap kebutuhan
perubahan. Dalam Anticipatory change dituntut untuk melihat ke depan lebih
dahulu dengan melihat tanda-tanda yang menunjukkan perubahan.
Pendekatan ini membantu mengenal lebih dini bahwa peta lama yang benar
mungkin segera berubah menjadi salah. Atas dasar pengenalan ini,
tantangan yang dihadapi adalah merumuskan terlebih dahulu bagaimana
seharusnya wujud peta baru yang benar. Dengan demikian, dapat
direncanakan antisipasi yang diperlukan apabila benar-benar terjadi
perubahan.
b. Reactive Change (Perubahan Reaktif)
Pendekatan ini berkisar pada memberikan reaksi pada tanda yang jelas
dan memberi tanda bahwa perubahan diperlukan. Dengan demikian,
reactive change merupakan reaksi karena terlihatnya tanda-tanda bahwa
akan terjadi perubahan.
Tanda-tanda ini dapat muncul dari pelanggan, pesaing, pemegang saham,
pekerja, stakeholder lain, yang memberikan indikasi bahwa harus berubah
sekarang atau mungkin harus membayar harga yang lebih tinggi di
kemudian hari apabila tidak segera melakukan reaksi.
c. Crisis Change (Perubahan Krisis)
Crisis Change dihadapi perusahaan apabila tanda-tanda untuk
perubahan sudah sedemikian besar dan intensif, pada suatu tingkatan yang
tidak dapat dielakkan lagi. Hal tersebut terjadi karena pesaing kita telah
mulai melakukan perubahan, sementara kita masih tenang-tenang saja.

4
Apabila tanda-tanda tersebut diabaikan terlalu lama, maka dapat dihitung
konsekuensinya pada kinerja finansial. Perubahan harus segera dilakukan
karena kondisinya sudah kritis.
Memahami adanya tiga pendekatan perubahan ini penting karena bersifat
langsung secara intuitif. Tidak sulit untuk dapat dipahami tentang elemen
penting masing-masing.
Reactive change lebih mudah dijalankan daripada anticipatory change.
Anticipatory change lebih sulit, tetapi biayanya lebih murah secara signifikan
dalam jangka panjang, dibandingkan dengan harus mengurangi setengah
tenaga kerja, membuat pabrik yang mahal menganggur dan merusak
reputasi perusahaan di mata pelanggan, rekanan dan masyarakat. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dasar-dasar memimpin perubahan
strategis bekerjasama baiknya dalam reactive change dan crisis change
maupun dengan anticipatory change.
Anticipatory change merupakan perubahan yang paling sulit dilakukan
karena harus memperkirakan antisipasi terhadap perubahan yang mungkin
akan terjadi, namun belum tentu benar-benar terjadi, tetapi biaya yang
menjadi beban akan paling murah. Sebaliknya terjadi pada crisis change,
masalahnya sudah jelas terjadi sehingga biaya yang timbul sebagai
konsekuensinya relatif paling murah. Sementara itu, reactive change berada
di antara keduanya, tingkat kesulitan maupun biayanya sedang.

A.2 Kepemimpinan dalam Perubahan Fundamental


Perubahan fundamental merupakan perubahan mendasar, perubahan
yang menyangkut prinsip-prinsip sehingga akan mempunyai dampak yang
sangat besar dan luas terhadap organisasi. Untuk memimpin perubahan
secara efektif, Hussey (dalam Wibowo, 2006: 242-246) menyarankan
pendekatan langkah demi langkah yang dinamakan EASIER, merupakan
akronim di bawah ini.
1. Envisioning (Memimpikan)
Visi merupakan impian seorang pemimpin yang dapat mencakup
besaran dan lingkup kegiatan, kekuatan ekonomi, hubungan dengan
pelanggan dan budaya internal organisasi. Dalam kaitan dengan manajemen
perubahan, kita bicarakan masalah visi masa depan yang berbeda dengan
visi sekarang ini. Visi biasanya terinspirasi oleh kenyataan bahwa perubahan
itu diperlukan.
Mendefinisikan visi secara jelas merupakan elemen penting dalam
kepemimpinan perubahan. Visi yang tidak didefinisikan dengan baik dapat

5
menyebabkan berbagai variasi interpretasi di berbagai tingkatan organisasi,
yang pada gilirannya dapat mendistorsi implementasi perubahan. Langkah
pertama yang harus dilakukan seorang pemimpin perubahan adalah
merumuskan gambaran organisasi dimasa depan yang ingin dicapai.
2. Activating (Mengaktifkan)
Salah satu tugas setiap pemimpin adalah mengaktifkan followers atau
pengikutnya. Dalam konteks ini mengandung makna suatu tugas untuk
memastikan bahwa orang lain di dalam organisasi memahami, mendukung
dan bahkan membagikan visi. Visi tidak akan dapat dipahami sampai
dikomunikasikan, dan tidak dapat dikomunikasikan sampai didefinisikan
dengan cara yang masuk akal. Awalnya, tugas pemimpin adalah
mengembangkan visi bersama di antara pemain kunci dalam implementasi.
Akan tetapi, berdasarkan strategi perubahan, tugas pengaktifan direntang
sedalam mungkin di dalam organisasi.
Komitmen terhadap visi merupakan prasyarat untuk keberhasilan
terutama di antara orang yang memiliki peran kunci dalam membuat visi
menjadi kenyataan. Bahkan dalam situasi di mana pendekatan diktatorial
dalam perubahan dapat dilakukan, pemimpin tidak akan mampu melakukan
setiap tugas.
3. Supporting (Mendukung)
Kepemimpinan yang baik bukan sekedar memberitahu orang tentang
apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, lebih pada memberi inspirasi kepada
mereka untuk melakukan lebih baik daripada yang mungkin mereka capai,
dan memberikan dukungan moral yang memungkinkan hal tersebut terjadi.
Untuk mencapai hal tersebut, pemimpin harus mempunyai empati yang kuat
dengan orang yang akan diberi inspirasi, dan membayangkan melihat
sesuatu dari sudut pandang mereka Diperlukan saling pengertian antar
kapabilitas saat ini dengan potensinya.
Seorang pemimpin perubahan juga harus bersikap jujur dan dapat
dipercaya. Apabila seorang pemimpin ingin dipercaya oleh bawahannya, dia
harus bersedia memberikan kepercayaan kepada bawahannya. Sambil
memberikan dukungan membantu bawahan mencapai tujuan baru,
pemimpin harus dapat mengenal masalah yang dihadapi orang, tanpa
pernah ragu bahwa orang tersebut akan berhasil.
4. Implementing (Melaksanakan)
Langkah implementasi adalah tentang rencana rinci dan jadwal yang
harus diselesaikan untuk menjadikan visi menjadi kenyataan. Instrumennya
akan beragam, tergantung pada sifat perubahannya dan jangka waktu yang
tersedia untuk mencapainya, tetapi alasan dasarnya tetap, yaitu: (a)
memastikan bahwa semua konsekuensi perubahan dapat dimengerti, (b)

6
mengidentifikasi semua tindakan yang harus dilakukan untuk melakukan
perubahan, (c) membagikan tanggung jawab untuk berbagai tindakan yang
harus dilakukan, (d) membangun prioritas berbagai tindakan, terutama
apabila proses tidak dapat dilakukan pada waktunya, (e) mengusahakan
anggaran yang diperlukan untuk menjaminrencana pelaksanaan, (f)
menerapkan tim dan struktur yang diperlukan untuk implementasi rencana,
(g) membagikan hak sumber daya manusia terhadap tugas, (h) menerapkan
tujuan untuk program perubahan, dan (i) mempertimbangkan kebijakan yang
diperlukan untuk membuat proses implementasi berjalan.
5. Ensuring (Memastikan)
Rencana, struktur implementasi, dan kebijakan diformulasikan, dan
implementasi perubahan dilakukan. Di atas kertas, organisasi dapat
mencakup semua hal tersebut di atas. Akan tetapi, hal tersebut tidak cukup,
dan masih perlu diciptakan proses monitoring dan pengawasan untuk
memastikan hal-hal tersebut.
a. Semua tindakan dilakukan pada waktunya, sampai terdapat
keputusan secara sadar untuk mengubah tindakan.
b. Di mana tindakan diubah, terdapat alasan yang baik untuk
perubahan dan merencanakan kembali lingkungan baru.
c. Hasil suatu tindakan seperti diharapkan, atau jika tidak, dilakukan
tindakan koreksi.
d. Rencana masih tetap cocok jika situasi telah berubah.
Ensuring bersifat memastikan bahwa implementasi telah dilakukan
sesuai dengan rencana, dan apabila terdapat deviasi, apakah telah dilakukan
koreksi sebagaimana seharusnya. Ensuring juga memastikan apakah hasil
yang diinginkan telah dapat dicapai.
6. Recognizing (Mengenal)
Langkah terakhir dalam model kepemimpinan perubahan fundamental
adalah dengan memberikan pengakuan kepada mereka yang terlibat dalam
proses perubahan. Pengakuan dapat bersifat positif atau negatif, dan harus
digunakan untuk memperkuat perubahan dan memastikan bahwa hambatan
terhadap kemajuan disingkirkan.
Meskipun pengakuan mungkin termasuk penghargaan finansial, tetapi
mungkin perupakan bagian terkecil dari apa yang diperlukan. Pengakuan
publik menunjukkan bahwa apa yang sudah dilakukan dihargai. Promosi
seseorang yang memainkan peran utama mungkin merupakan konsekuensi
kinerja dalam membantu melaksanakn perubahan. Perubahan fundamental
juga perlu mengenal aspek negatif tertentu, seperti berpindahnya orang
yang berharga bagi organisasi, yang menolak perubahan pada suatu peran
yang tidak memungkinkan merusak proses perubahan.

7
A.3. Kepemimpinan Berbasis Kultural
Kepemimpinan yang lebih mengedepankan tauladan bagi para
anggotanya dan keseimbangan antara nilai-nilai kemanusian (human value)
dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam organisasi. Ia harus
berhadapan dengan transisi dari budaya lama ke baru. Ia perlu memberikan
contoh atau model praktik budaya baru dalam lingkup pekerjaan sehari-hari,
termasuk di dalamnya cara memimpin dan melatih anggota untuk
mengikutinya (Pheagean, dalam Supriyanto, 2009: 84). Cara yang dapat
ditempuh pemimpin dalam memimpin pekerja menurut Pheagen (dalam
Wibowo, 2006: 255-256) meliputi:
a. Creating the Right Environment (Menciptakan Lingkungan yang
Tepat)
Pemimpin menjadi model peran, mendorong dan menghargai mereka
yang menunjukkan perilaku kepemimpinan baru. Pemimpin melakukan hal ini
dengan menjadikan dirinya terbuka dan mau menerima pendapat orang lain
dalam diskusi, mendiskusikan nilai kemanusiaan dalam percakapan dan
pertemuan. Pemimpin merayakan dan menghargai orang yang menunjukkan
nilai budaya yang diinginkan, dan meninggalkan ilai budaya lama tanpa
ragu-ragu dan menuju pada perilaku yang tepat sesuai dengan kondisi
lingkungan yang dihadapi.
b. Installing the Right Processes (Menyusun Proses yang Tepat)
Pemimpin mengusahakan proses yang formal dan memberi petunjuk
kepada bawahan untuk berpartisipasi dalm pengambilan keputusan sehingga
orang pada semua tingkatan dapat memberi kontribusi pada keputusan yang
mempengaruhi mereka. kepemimpinan baru ini, yaitu cultural leader,
bersifat mau menerima, terbuka, kooperatif, partisipatif, komunikatif,
berorientasi saling menguntungkan. Pemimpin ini mengusahakan visi yang
jelas, tujuan, arah, batas, pembatasan, dan stbilitas. Mereka menghargai
keberhasilan dan melihat kegagalan sebagai peluang untuk belajar.

A.4. Strategi Pemimpin Perubahan


Sengen dan Drucker (dalam Hesselbein dan Johnston dalam Wibowo,
2006: 268-272) membahas berbagai hal yang bersangkutan dengan startegi
yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin perubahan.
1. Akselerasi Perubahan di Masa Depan
Menurut Drucker, setiap pemimpin organisasi harus menjadi change
leader. Berbeda dengan pendapat pada umumnya, Drucker berpendapat
bahwa kita tidak dapat mengelola perubahan, tetapi kita harus berada di

8
depannya. Kita harus dapat membuat atau menciptakan perubahan itu
sendiri agar dapat menjadi pemimpin perubahan.
2. Pemimpin dalam Pusaran Perubahan
Drucker menegaskan bahwa kita harus dapat menerima kenyataan
bahwa organisasi harus berkaitan dengan perubahan dan pemimpin harus
menciptakan kesediaan untuk berubah. Pikiran manajer dikonsentrasikan
pada mengetahui bahwa produk saat ini akan ditinggalkan dalam dua tahun
lagi. Apabila tidak dilakukan perubahan, maka tidak akan ada inovasi. Akan
tetapi, inovasi adalah pekerjaan yang berat, memerlukan beberapa tahun
sebelum kelihatan hasilnya. Menurut Drucker, tidak hanya kekurangan dalam
kreativitas untuk mendorong terjadinya penciptaan perubahan. Ia tidak
menganjurkan terlalu banyak melakukan studi, dengan pengalaman yang
telah dimiliki, lebih baik langsung dengan mencobanya.
3. Langkah Memimpin Perubahan
Pemimpin harus mampu mempengaruhi seluruh organisasi dengan
pola pikir bahwa perubahan adalah peluang dan bukan hambatan. Menurut
Drucker, kita harus mempunyai seseorang di puncak dan menyenangi
sesuatu yang tidak terduga. Di sisi lain kita tempatkan satu-dua orang untuk
mengerjakan. Kepada mereka di puncak organisasi perlu diberi tahu bahwa
merek dibayar tidak hanya untuk menjadi pandai, tetapi untuk menjadi
benar. Seorang pemimpin perubahan tidak harus selalu menjalankan
pekerjaannya sendiri, tetapi dapat menunjuk orang yang dapat di percaya
untuk menerima delegasi guna menjalankan sebagian dari kekuasaan dan
kewenangan yang tidak menjadi prioritas untuk dikerjakan sendiri.
4. Keseimbangan antara Perubahan dan Kontinuitas
Apabila perubahan yang harus dilakukan bagi organisasi yang
dipimpinnya merupakan suatu kontinuitas, maka tidak akan menimbulkan
stress. Perubahan merupakan suatu hal yang wajar terjadi dan tidak perlu
menjadi bingung atau takut karenanya. Demi kelangsungan perubahan,
maka di dalam organisasi diperlukan adanya kepercayaan (trust), yaitu suatu
komitmen untuk tetap sama-sama saling mempercayai. Kepercayaa
merupakan nilai-nilai atau value yang berlaku dalm organisasi.
5. Meningkatkan Kepuasan Pekerja
Apabila orang menyenangi pekerjaannya, mereka takan membuat
inovasi, berani mengambil resiko. Mereka saling percaya satu sama lain
karena mereka mempunyai komitmen pada apa yang mereka kerjakan.
Edwards Deming mengemukakan orang yang senang dengan pekerjaanya
merupakan indikasi adanya kepuasan kerja. Pekerjaan merupakan dimensi
makhluk hidup, dan orang berprestasi karena menyenangi pekerjaannya.
Perusahaan mempertahankan pekerja yang memiliki kinerja baik dengan
berbagai hadiah seperti bonus berupa saham dan opsi lainnya.

9
B. Keterampilan Memimpin

Peran seorang pemimpin sangatlah luas dan berat. Pemimpin harus


mencapai hasil yang diharapkan organisasi, mengembangkan lingkungan
yang dihadapi dan sekaligus lebih memperhatikan kepentingan orang lain.
Untuk itu menurut Wibowo (2006: 273-278) pemimpin sebaiknya mampu
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menciptakan hubungan kerja efektif
Hubungan kerja yang efektif akan membangkitkan iklim
pemberdayaan. Untuk itu, seorang pemimpin diharapkan dapat
menunjukkan perilaku terhadap bawahannya dengan cara berikut: a)
Menghargai Mereka b). Menunjukkan Empati c). Bersikap Tulus
2. Pergeseran Fungsi Manajer
Di dalam organisasi konvensional, seorang manajer berada dipuncak
piramid, sedangkan bawahannya berada di bawah pada posisi untuk
mendukung eksistensinya. Manajer tinggal memberikan perintah dan tugas
dilakukan seluruhnya oleh pekerja. Pekerja bekerja keras untuk kesuksesan
manajer.
3. Memimpin dengan Contoh
Pada dasarnya, pemimpin harus percaya dengan orang. Namun,
pemimpin juga harus dapat menjadi model bagi orang yang harus
diberdayakan. Terdapat beberapa cara bagi pemimpin untuk menunjukkan
contoh baik bagi timnya. Apapun yang diputuskan, penting membentuk
model perilaku yang diinginkan untuk dicontoh orang lain (Smith dalam
Wibowo, 2006:274). Smith (dalam Wibowo, 2006:274) memberikan beberapa
contoh berikut.
a. Jika pemimpin ingin mereka melakukan apa yang mereka katakan, ia harus
membuktikan bahwa dirinya dapat dipercaya.
b. Jika pemimpin menginginkan mereka inovatif. Ia harus bersiap untuk
menerima resiko atau inovasi yang mereka lakukan.
c. Jika pemimpin ingin orang lain melakukan ekstra usaha, ia harus
mendorong diri sendiri bekerja lebih keras
d. Jika pemimpin ingin mereka terbuka, ia harus jujur dan tulus kepada
mereka sehingga mendapat kesan tidak ada yang disembunyikan.
e. Jika pemimpin ingin mereka saling mempercayai, ia harus mempercayai
mereka.
f. Jika pemimpin ingin mereka menunjukkan keajaiban, ia harus melengkapi
mereka dengan visi masa depan yang positif. Menggairahkan dan
memberikan inspirasi.
4. Memengaruhi Orang Lain
Dalam peranan kita sebagai empowering manager perlu memengaruhi
berbagai orang, yaitu kolega kita, orang yang bertanggung jawab kepada

10
kita, line manager, bahkan mungkin direksi jika di sector public atau
organisasi sosial. Pemimpin dapat mengubah sikap orang atau pola perilaku
mereka.
5. Mengembangkan Team work
Kecenderungan perkembangan organisasi di masa depan adalah
berkembangnya bentuk team-based organization. Dengan demikian,
operasionaliasi organisasi dilakukan dengan membentuk cross- functional
team. Maka, pemimpin harus mampu memnafaatkan potensi yang terdapat
dalam tim-tim tersebut
6. Melibatkan Bawahan dalam Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan dalam manajemen konvensional lebih
didominasi oleh pemimpin berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Proses
pengambilan keputusan lebih bersifat top-down peran bawahan hanya
sekedar menjalankan perintah atasan. Kondisi demikian tidak menumbuhkan
kreatifvitas dan motivasi bawahan yang sangat diperlukan.
7. Menjadikan Pemberdayaan Sebagai Way of Life
Dengan manjdikan pemberdayaan berlangsung secara alamiah di
dalam organisasi, akan tercipta suatu keadaan di mana tim yang dibentuk
menjadi lebih bahagia dan termotivasi. Iklim kerja menjadi lebih terbuka dan
santai, hambatan yang terjadi antara berbagai kelompok akan dapat
dipecahkan karena terjadi komunikais internal yang lebih baik.

8. Membangun Komitmen
Pemberdayaan merupakan perubahan peran dan perilaku manajemen.
Pemberdayaam merupakan susatu proses yang dpaat dimulai dalam iklim di
mana terdapat harapan yang tinggi, di mana setiap orang merasa dihormati
dan dihargai dan dimana orang orang bersedia memberikan yang terbaik
yang dimiliki.

C. Penyakit Kepemimpinan

Ada beberapa penyakit pemimpin yang dapat mengancam perubahan


organisasional yang telah diputuskan. Penyakit yang menghinggapi
pemimpin menurut Wibowo (2006: 279-283) antara lain:
1. Pemimpin yang Tidak Mendengarkan
Penyakit kepimpinan yang terbesar adalah ketika pemimpin menolak
untuk mendengarkan, terdapat pemimpin yang menolak nasihat baik,
mereka yang menutup orang lain untuk memberi saran atau gagasan yang
baik dan mereka yang sangat dikuasai oleh gagasannya sendiri yang tidak
mempertimbangkan pandangan lainnya, kecuali pendaptnya sendiri.
2. Pemimpin yang Tidak Mempraktikan Apa yang Dikatakan

11
Kesalahan besar lain dari beberapa pemimpin adalah kecenderungan
menjadi munafik. Banyak yang mengatakan sesuatu, tetapi melakukan
lainnya. Mereka tidak membuat baik janjinya dan mereka kelihatan tidak
konsisten dan tidak berprinsip.
3. Pemimpin yang Memprakatikan Favoritisme
Satu cara yang paling pasti untuk memastikan kepercayaan dalam
organisasi adalah dengan favoritisme. Pembicaraan umum dalam organisasi
adalah adanya pemimpin yang cenderung memperlakukan beberapa staf
lebih baik dari lainnya. Ketidaksenangan sering timbul apabila perlakuan
khusus yang diberikan kepada staf tidak berdasar. Pemimpin misalnya
memihak staf tertentu tanpa melihat apakah staf tadi benar atau salah.
Sering kali perlakuan khusus tadi tidak ada hubungannya dengan kinerja. Di
sini terjadi standar ganda pemimpin.
4. Pemimpin yang Mengintimdasi Orang Lain
Banyak pemimpin yang sangat berkuasa dalam dunia usaha. Akan
tetapi, masalah dengan pemimpin yang sangat berkuasa adalah bahwa
mereka sering menyalahgunakan kekuasaannya dan mengintimidasi
bawahannya. Pemimpin ini menciptakan lingkungan kerja yang mencekik di
mana staf tidak didorong untuk menyatakan pikirannya atau menjadi kreatif.
Karena orang takut berbicara, sering terjadi apa yang dikatakan adalah apa
yang mereka pikir ingin didengar pemimpin.
5. Pemimpin yang Mendemoralisasi Orang Lain
Mungkin penyakit terbesar kepemimpinan yang jelek adalah caranya
mendemoralisasi orang lain. Terdapat pemimpin yang sepertinya mempunyai
kebiasaan yang tidak dapat disembuhkan dengan menjatuhkan orang pada
setiap kesempatan. Mereka hidup dengan menginjak terhadap ego orang
orang lain. Pemimpin tidak memberikan pujian dengan mudah, tetapi cepat
mengkritik. Mereka sering sinis dan curiga atas maksud dari bawahannya.
Mereka membunuh gagasan dan saran yang baik. Bukannya membangun
orang, mereka menghilangkan harga diri mereka. Orang yang bekerja di
bawah pemimpin seperti ini tidak dapat menghasilkan kerja terbaiknya.
Tingkat kinerjanya merosot karena moral dan motivasi terpengaruh
sebaliknya.
6. Pemimpin yang Gagal Menciptakan Arah
Tidak akan ada kepemimpin besar tanpa arah yang jelas bagi orang
untuk mengikuti. Arah yang memaksa sangat diperlakukan dalam
pandangan ekonomi yang merosot sekarang. Pemimpin yang terus berjalan
tanpa mengambil pertimbangan perubahan lingkungan akan menyebabkan
ketidakpastian dan ketakutan di tempat kerja, yang pada gilirannya
memengaruhi moral staf dan kinerja.

12
7. Pemimpin yang Tidak Mengembangkan Orangnya
Terdapat pemimpin yang tidak melihat perlunya mengcoach dan men-
train orang lain. Banyak di antara mereka menunjukkanb bahwa terlalu
makan waktu dan merepotkan untuk memengaruhi ketrampilannya pada
orang lain. Mereka berargumen bahwa hanya mereka tahu melakukan tugas
tertentu sehingga mereka menggantung pada pekerjaan dan tidak
mendelegasikan.
8. Pemimpin yang Merasa Puas dengan Dirinya
Kesalahan terbesar dalam kepemimpinan di samping kurangnya
kompetensi adalah complacency atau merasa puas dengan dirinya sendiri.
Dunia usaha penuh dengan pemimpin yang kompeten, tetapi menjadi puas
dengan dirinya sendiri. Terdapat kesalahan besar dengan mengatakan bahwa
knowledge is power. Pengetahuan bukanlah kekuasaan, tetapi merupakan
kekuasaan potensial. Kekuasaan potensial tidak berguna apabila tidak
digunakan dengan baik. Pemimpin yang complacent adalah orang yang tidak
dapat masuk kedalam kekuasaan potensial.
Ketika dalam perjalanan memimpin perubahan timbul penyakit
tersebut, tindakan kuratif harus diambil pleh oara pihak terkait untk
meningkatkan mulai dengan cara-cara halus sampai dengan yang
bersengkutan menyadari dan menyembuhkannya. Orang-orang yang
berpengaruh (sponsor utama) dapat melakukan intervensi untuk
menyadarkan dia (pemimpin perubahan) agar kembali ke jalan yang lurus
dalam membawa perubahan organisasi dalam jangka panjang (Supriyanto,
2009: 88).

Contoh Kasus: Manajemen Perubahan PT. Astra Internasional


Tbk
Grup Astra merupakan kelompok bisnis nasional yang memiliki sistem
manajemen termaju di Indonesia. Astra menyebut sistem manajemennya
dengan nama Astra Management System (AMS). Sistem manajemen ini
menjadi roda penggerak organisasi Astra untuk mewujudkan visi, misi,
tujuan, moto, dan filosofi korporat Astra. Kehadiran AMS menjadi cermin PT.
Astra Internasional Tbk sebagai organisasi yang tanggap terhadap
perubahan dan seringkali menjadi motor perubahan dalam konteks bisnis
nasional.
Manajemen perubahan merupakan pendekatan terstruktur dalam
rangka membawa PT. Astra Internasional Tbk dari kondisi saat ini (current
state) ke masa depan yang diinginkan (desired future state) untuk mencapai
kinerja yang lebih baik. Dalam lingkungan PT. Astra Internasional Tbk,
perubahan tersebut meliputi perubahan didalam struktur organisasi, proses,
tata laksana, sumber daya manusia, pola pikir dan budaya kerja. Fokus
13
utama dari dari manajemen perubahan adalah sumber daya manusia yang
pada akhirnya akan mengarah kepada pembelajaran organisasi (Building
Learning Organization).
Pembelajaran organisasi merupakan kegiatan organisasi ketika
pemimpin dan karyawan secara terus menerus meningkatkan kapasitas
mereka untuk mencapai tujuan, saat pola pikir baru dipelihara, aspirasi
kolektif bebas, diutamakan dalam rangka perbaikan dan orang-orangnya
memiliki keinginan untuk belajar. Manajemen perubahan selalu dibutuhkan
oleh PT. Astra Internasional Tbk untuk menciptakan tata kelola organisasi
dan bisnis yang lebih efektif, produktif, efisian, kreatif, dan mempunyai
kinerja. Melalui perubahan yang jelas dan terbuka, PT.Astra Internasional Tbk
berpotensi untuk memperkuat dirinya melalui kinerja dan komunikasi serta
integrasi dalam kolaborasi yang menyatukan semua fakta keunggulan di
lingkungan PT.Astra Internasional Tbk secara profesional. Manajemen
perubahan PT.Astra Internasional Tbk harus memastikan bahwa setiap
kegiatan perubahan dilakukan secara terencana dan terukur, sehingga
keberhasilan penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang diinginkan
dapat diwujudkan secara sempurna. Astra terus melakukan perubahan
sejalan dengan prinsip kaizen (continous improvement), yaitu :
1. Berfokus pada pelanggan
2. Mengadakan peningkatan secara terus menerus
3. Mengakui masalah secara terbuka; Membangun kultur yang tidak
saling menyalahkan.
4. Mempromosikan keterbukaan; Ilmu pengetahuan adalah untuk
saling dibagikan & hubungan-hubungan komunikasi yang mendukungnya
merupakan sumber efisiensi yang lebih besar.
5. Menciptakan tim kerja; pertama, pengaruh antar sesama teman dan
kepemimpinan bisa memelihara disiplin untuk memastikan bahwa tidak ada
seorangpun dibiarkan mengganggu keseimbangan didalam tim dan
keharmonisan antar tim, kedua, setiap orang diberi semangat untuk
memanfaatkan pendidikan dan pelatihan guna memastikan bahwa kontribusi
pribadi menambah nilai pada hasil hasil tim.
6. Memanajemeni proyek melalui tim fungsional silang; menggunakan
sumber daya antar departemen bahkan dari luar perusahaan.
7.Memelihara proses hubungan yang benar; Mendesain dan
memastikan proses hubungan antar manusianya.
8. Mengembangkan disiplin pribadi; Melalui pendidikan, agama, dan
norma norma sosial untuk menjaga keutuhan
9. Memberikan informasi pada semua karyawan; Misi, nilai, produk,
kinerja, manusia dan rencana perusahaan dari tantangan perusahaan
menjadi tantangan pribadi.

14
10. Memberikan wewenang kepada setiap karyawan; Melalui pelatihan
dalam berbagai keahlian, dorongan semangat, tanggung jawab pengambilan
keputusan, akses pada sumber-sumber data dan anggaran, timbal balik,
rotasi pekerjaan dan penghargaan.
PT. Astra Internasional Tbk. melakukan perubahan organisasi dan
menetapkan figur-figur yang tepat untuk mengisi posisi yang ada
berdasarkan kebutuhan organisasi serta kompetensi baru yang dibutuhkan.
Setiap perubahan memberikan dampak yang kuat terhadap individu karena
awalnya, setiap perubahaan mendatangkan ketidakpastian.
Pada periode 1998-1999, Krisis ekonomi menyebabkan Astra harus
melakukan penjadwalan pembayaran utang dengan para kreditur. Astra
terpaksa mem-PHK 20.000 karyawan tetap dan 5.000 pegawai kontrak
sehingga jumlah karyawan Astra tinggal sekitar 100.000 orang. Meski sering
dikatakan lebih beruntung, karyawan yang masih tinggal (tidak diPHK)
sebetulnya tidak lebih baik ketimbang yang di PHK. Mereka justru
menghadapi berbagai persoalan, baik di dalam maupun diluar pekerjaan.
Persoalan ini muncul terutama karena privatisasi umumnya diikuti dengan
perubahan kebijakan perusahaan seperti perubahan struktur organisasi,
tujuan organisasi, teknologi dan sekaligus perubahan lingkungan kerjanya.
Perubahan-perubahan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan
kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Sebagai contoh, jika
perusahaan menerapkan kebijakan downsizing perusahaan tidak
mengganti karyawan yang di PHK, artinya karyawan yang bertahan harus
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang semula ditangani mereka yang di
PHK. Bagi karyawan yang masih bertahan memiliki beban kerja bertambah
dan tentunya menuntut mereka meluangkan lebih banyak waktu, dan
mengeluarkan lebih banyak energi.
PT.Astra Internasional Tbk. memberikan kesempatan karyawannya
untuk mengikuti training yang diselenggarakan oleh AMDI (Astra
Management Development Institute), lembaga khusus yang bertugas
merekrut dan mengembangkan kualitas pegawai PT.Astra Internasional Tbk.
Proses perubahan di Astra selalu diikuti dengan proses evaluasi secara
berkala, di mana manajemen mengikuti setiap perkembangan yang terjadi
seperti melakukan training masif sampai pada setiap akhir tahun,
manajemen Astra mengadakan perayaan sebagai apresiasi terhadap tim
yang dinilai terbaik dalam melakukan improvement, baik teknik maupun
non-teknik. Pemenang ke-1 mendapat sepeda motor atau hadiah uang Rp 20
juta. Award ini dimaksudkan agar seluruh perusahaan atau unit usaha Grup
Astra berlomba meraih yang terbaik dengan membangun winning team
spirit, menghayati budaya dan semangat strive for excellence.

15
Dalam merubah suatu organisasi dari bentuknya yang lama kearah
yang lebih baru, Astra perlu melakukan inovasi. Perubahan dapat dilakukan
dengan mengubah bidang-bidang inovasi, yaitu struktur, teknologi dan atau
orang-orangnya. Sistem administrasi back office seluruh cabang Astra
diseragamkan dengan memakai teknologi SAP. Selama ini, sistem
administrasi setiap cabang berbeda-beda sehingga masing-masing cabang
membutuhkan tenaga akunting dan Administration Dept. Head sendiri-
sendiri. Kompilasi data juga menjadi lambat. Dewasa ini, proses administrasi
pemesanan mobil, pembayaran, dan berbagai hal lainnya seragam serta
online sehingga pengumpulan dan penyatuan data di akhir bulan bisa
dilaksanakan dengan cepat.
Hasil yang diperoleh dari perubahan tersebut adalah pada saat
PT.Astra Internasional Tbk berulang tahun yang ke-48, berhasil mencatat
rekor laba bersih Rp 5,4 triliun pada 2004, naik 22,3% dari 2003. Nilai hutang
perusahaan pun menurun tajam, bahkan per 31 Maret 2005 hutang Astra
kepada 19 sindikasi bank asing telah dibayar luas sehingga hutang Astra
menjadi nol.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kepemimpinan perubahan dalam konteks ini menunjuk pada perilaku


pemimpin dalam membawa perubahan organisasional. Kepemimpinan
perubahan dapat ditinjau dari prespektif yang ada, yaitu kepemimpinan
perubahan strategis, fundamental, cultural. Pemimpin harus memiliki
strategi dan peran untuk melakukan perubahan di organisasi. Strategi yang
harus dilakukan pemimpin perubahan antara lain adalah akselerasi
perubahan di masa depan, pemimpin dalam pusaran perubahan, langkah
memimpin perubahan, keseimbangan antara perubahan dan kontinuitas, dan
meningkatkan kepuasan pekerja.
Peran sebagai pemimpin sangatlah luas, untuk melakukan perubahan
diperlukan strategi, keterampilan, dan peran pemimpin. Strategi dan peran
tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan untuk perubahan organisasional
positif untuk jangka panjang. Dalam melakukan perubahan, terdapat
penyakit kepemimpinan yang harus dicegah agar proses perubahan dapat
berjalan sesuai tujuannya.

B. Saran

16
Setiap pemimpin organisasi harus melakukan perubahan, baik
perubahan organisasi maupun perubahan anggota-anggota di dalam
organisasi. Pemimpin harus memiliki strategi dan keterampilan untuk
memimpin perubahan, untuk itu perlu banyak belajar dan dari berbagai
pengalaman.

DAFTAR PUSTAKA

http://meriatipanjaitan93.blogspot.co.id/ (diakses pada 5 Mei 2017)


http://rulitaayupratiwi.blogspot.co.id/ (diakses pada 5 Mei 2017)

17

Anda mungkin juga menyukai