Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SOFT SKILL MANAJERIAL


Manajemen Perubahan dan Berpikir Strategis

DOSEN PENGAMPU :
Dr.Yuni Istanto, M.Si

Disusun
KELOMPOK 8 :

FEBRILIA CATUR H 141190117


SARA XENA MARTA SITEPU 141190138
CHYNTHIA PAULY 141190143
SYAHVERGIO DESTA N 141190135

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN VETERAN YOGYAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami
berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.
Yogyakarta,15 November 2021

Kelompok 8

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan pada hakikatnya merupakan upaya pergeseran dari kondisi status
quo ke kondisi yang baru. Perubahan ini untuk sebagian orang yang sedang
mendapatkan manfaat dari kekuasaan dirasakan akan mengandung resiko, sehingga
cenderung adanya resistensi atau penolakan. Demikian halnya dengan pada tingkat
organisasional akan terjadi halnya dengan penolakan.
Perubahan adalah merupakan suatu fenomena yang harus dihadapi, namun
tidak semua orang bersedia menerima kenyataan adanya perubahan, sehingga bersifat
resisten, menolak perubahan. Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan terlebih
dahulu harus di kenali siapa yang menunjukkan sikap resisten. Perlu adanya
komunikasi terlebih dahulu harus di kenali siapa yang menunjukkan sikap resisten.
Perlu adanya komunikasi dua arah agar bawahan dapat memahami manfaat dari
perubahan dan atasan tahu apa yang diharapkan bawahan.
Sedangkan Berpikir strategis adalah pemikir strategis memiliki rencana
matang untuk masa depan. Keluarga merupakan suatu organisasi yang dapat
dikatakan sebagai organisasi sederhana, kita dapat melihat keberhasilan suatu
keluarga dari cara berpikir strategis yang mereka miliki untuk menunjang
kesejahteraan mereka di masa depan. Biasa keluarga yang berpikir strategis mereka
lebih cenderung mengambil tindakan yang bersifat pada kemajuan di masa depan.
Dengan menetapkan suatu visi yang akan dipilih sebagai tujuan dari kehidupan
mereka dan sebagai implementasi mereka akan membuat suatu perencanaan yang
baik. Misalnya dalam sebuah keluarga hanya memiliki dua orang anak dengan rentang
jarak berkisar 4-5 tahun dan mereka sangat memperhatikan pertumbuhan sibuah hati
mereka, mulai dari menyiapkan material untuk sibuah hati sejak masih di dalam
kandungan sampai buah hatinya memperoleh pendidikan yang tinggi. Untuk
mewujudkan tindakan itu orang tua akan menekan tindakan-tindakan yang harus
mereka lakukan untuk sibuah hati seperti menyiapkan uang untuk pendidikan dan
perkembangan si buah hati, memilih tempat pendidikan yang baik, memasukan si
buah hati untuk ikut kursus agar dapat menghadapi persaingan di masa depan dengan
memperhatikan regulasi (aturan yang ada dalam keluarga) dan lain-lain. 1 Bahkan
keluarga yang memiliki kondisi keuangan yang lebih akan mengasuransikan semua
yang asset yang mereka miliki untuk meminimalisir apabila adanya kesalahan
manajemen. (Herlambang, 2012)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Manajemen Perubahan
2. Tipe-tipe dan tanda-tanda perlunya perubahan
3. Langkah-Langkah Perubahan
4. Menangani Resistensi Terhadap Perubahan
5. Pengertian dan Hakikat Berpikir Strategis
6. Manfaat Berpikir Strategis
7. Konsep Berpikir Strategis
8. Tahapan Berpikir Strategis

3
9. Teknik Berpikir Strategis
10. Rule of Thumb
C. TUJUAN
1. Memahami Manajemen Perubahan
2. Memahami Tipe-tipe dan tanda-tanda perlunya perubahan
3. Memahami Langkah-langkah perubahan
4. Memahami resistensi terhadap perubahan
5. Memahami pengertian dan hakikat berpikir strategis
6. Memahami konsep berpikir strategis
7. Memahami manfaat berpikir strategis
8. Memahami tahapan berpikir strategis
9. Memahami teknik berpikir strategis
10. Memahami rule of thumb

4
BAB I 3

PENDAHULUAN 3
LATAR BELAKANG 3
RUMUSAN MASALAH 3
TUJUAN 4

BAB II 6

PEMBAHASAN 6
MANAJEMEN PERUBAHAN 6
TIPE PERUBAHAN 6
TANDA - TANDA PERLUNYA PERUBAHAN 7
PENDEKATAN MANAJEMEN PERUBAHAN 14
JENIS-JENIS MANAJEMEN PERUBAHAN 16
MENANGANI RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN 19
B. BERPIKIR STRATEGIS 21
HAKIKAT DARI BERPIKIR STRATEGIS 22
MANFAAT BERPIKIR STRATEGIS 22
KONSEP DASAR BERPIKIR STRATEGIS 22
TAHAPAN BERPIKIR STRATEGIS 24
TEKNIK BERPIKIR STRATEGIS 25
RULE OF THUMB 26

BAB III 27

PENUTUP 27

KESIMPULAN 27

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. MANAJEMEN PERUBAHAN
Manajemen perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola
akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Manajemen perubahan adalah strategi untuk mempersiapkan, melengkapi dan
mendukung individu dalam organisasi agar berhasil mengadopsi perubahan untuk
mendorong keberhasilan organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang
berasal dari dalam maupun dari organisasi tersebut.

Setiap organisasi apakah itu berbentuk organisasi bisnis, publik ataupun


organisasi nirlaba senantiasa menghadapi perubahan. Pesatnya perubahan dalam
lingkungan memaksa organisasi untuk terus menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui perubahan internal yang mencakup struktur, proses, sistem, strategi ataupun
budaya yang dirasa kurang sesuai dengan tuntutan lingkungan. Intensitas perubahan
dalam organisasi akan tergantung pada seberapa besar tuntutan perubahan dari
lingkungan. Semakin sering terjadi perubahan pada lingkungan, maka semakin besar
tuntutan perubahan tersebut terhadap organisasi.
Fenomena perubahan yang terjadi pada organisasi bisnis dan publik
seringkali kita jumpai. Terjadinya liberalisasi pasar keuangan Malaysia mulai tahun
1997 memaksa perbankan Malaysia melakukan perubahan dalam sistem informasi
keuangan (Chow & Choo, 2008). Adanya pengambilalihan usaha, seperti yang
dilakukan Microsoft International terhadap Nokia International pada Juni 2014
menuntut kedua organisasi tersebut melakukan perubahan karena keduanya
mempunyai perbedaan yang substansial dalam hal struktur, sistem dan corporate
culture (budaya perusahaan). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun
1997 dilanjutkan dengan runtuhnya kekuasaan orde baru telah membuat organisasi
bisnis melakukan perubahan besar- besaran, mulai dari penerapan efisiensi sampai
pada pemutusan hubungan kerja pada karyawan.

B. TIPE PERUBAHAN
Waldesee dan Griffiths (2004) membedakan perubahan menjadi dua tipe
yaitu technical-structural change (perubahan teknis- struktural) dan behavioral-social
change (perubahan perilaku-sosial). Perubahan teknis-struktural berkaitan dengan

6
perubahan aspek teknis-struktural dalam organisasi seperti pembentukan struktur
organisasi, penerapan sistem, strategi, prosedur dan cara kerja; sedangkan perubahan
perilaku- sosial berkaitan dengan perubahan terhadap perilaku, hubungan sosial, tata
nilai dan budaya perusahaan.

Menurutnya perubahan teknis dalam organisasi dapat diterapkan tanpa


harus mengubah hubungan yang bersifat sosial ketika anggota organisasi tersebut
sudah terbiasa terhadap perubahan. Sebaliknya, jika anggotanya tidak terbiasa
terhadap perubahan maka perubahan teknis akan berdampak pada perubahan yang
bersifat sosial. Karenanya, antara kedua perubahan tersebut perlu bisa saling
menyesuaikan agar tercipta kondisi yang ideal bagi organisasi. Ketika perubahan
teknis memerlukan perubahan perilaku dan hubungan sosial anggota organisasi, atau
dimungkinkan akan berdampak pada hubungan sosial dalam organisasi maka
pemimpin perlu mendesain agar perubahan tersebut tingkat resikonya kecil dan tidak
kontraproduktif terhadap kinerja organisasi.

C. TANDA - TANDA PERLUNYA PERUBAHAN


Lingkungan internal dan eksternal dari organisasi akan memberikan
tanda-tanda perlunya perubahan. Pengabaian terhadap tanda-tanda tersebut akan
berakibat kurang optimal bahkan menurunnya peran dan fungsi organisasi.
Tanda-tanda tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Munculnya Konflik pada Level Tinggi

Konflik adalah sesuatu yang wajar dalam organisasi. Konflik bisa timbul
karena adanya perbedaan dan beragamnya anggota organisasi. Keragaman tersebut
akan menimbulkan perbedaan persepsi dan cara pandang mereka terhadap suatu hal.
Biasanya perbedaan tersebut meliputi perbedaan jabatan dan pengalam kerja,
perbedaan yang terlihat (visible) dan perbedaan nilai (Hobman, Bordia, Gallois, 2003)

7
Setiap anggota organisasi mempunyai pengalaman dan jabatan masing-masing.
Adanya pengalaman dan jabatan yang berbeda bisa menyebabkan timbulnya konflik
ketika antar anggota tidak mampu memahami perbedaan tersebut sebagai bentuk
keragaman yang perlu dikelola. Menurut, Hobman, Bordia dan Gallois, perbedaan
tersebut berpengaruh secara positif terhadap konflik tugas dan hubungan antar anggota
organisasi.
Perbedaan visible adalah perbedaan atribut dari anggota organisasi yang
terlihat jelas seperti umur, jenis kelamin dan etnis. Perbedaan tersebut akan
memunculkan kategori sosial yang pada akhirnya akan menyebabkan munculnya
pertukaran interpersonal yang negatif seperti timbulnya konflik hubungan. Sedangkan
perbedaan nilai menunjukkan perbedaan dalam etika kerja, nilai-nilai kerja dan
motivasi dari anggota organisasi dalam menjalankan tugas. Core value yang berbeda
antara individu dan diperparah dengan kurang pahamnya tentang nilai-nilai dari
anggota lain, hal ini akan meningkatkan friksi antar pribadi (Hobman, Bordia, Gallois,
2003)
Pada level rendah, konflik akan membuat organisasi lebih maju dan
memicu persaingan sehat dalam organisasi. Konflik akan memberikan efek positif
terhadap anggota organisasi karena memicu mereka untuk mengeluarkan ide-ide
kreatif dalam memecahkan persoalan organisasi dari sudut pandang yang berbeda.
Jika konflik sudah megarah pada tindakan destruktif di mana sudah mulai timbul
gejala pertentangan dan berujung pada tindakan pertikaian, maka konflik perlu segera
ditangani agar tidak mengganggu kinerja organisasi. Kesalahan dalam penanganan
konflik yang seringkali timbul adalah adanya anggapan bahwa konflik akan reda
dengan sendirinya tanpa harus ditangani karena beranggapan bahwa pihak yang
terlibat konflik mempunyai kematangan berpikir dan pengendalian emosi yang baik.
Ketika pemimpin menyadari bahwa konflik perlu ditangani, pada saat itu konflik
sudah berada pada level tinggi sehingga penanganannya akan

menguras sumber daya yang ada, baik waktu, pikiran atau bahkan dapat merugikan

8
organisasi karena menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan
bagi perusahaan atau menurunnya kinerja organisasi.
Untuk mengetahui apakah level konflik sudah pada level tinggi ataukah
belum, hal tersebut dapat dilihat dari efek konflik terhadap kekompakan tim, sinergitas
dan kinerja organisasi serta hubungan interpersonal antara pihak yang terlibat. Ketika
kekompakan tim sudah menurun yang diiringi dengan menurunnya sinergitas dan
kinerja organisasi serta memburuknya hubungan interpersonal antara pihak yang
terlibat dalam jangka waktu yang relatif lama dan permanen, maka peristiwa tersebut
memberikan sinyal bahwa konflik berada pada level tinggi sehingga perlu adanya
perubahan prosedur, sistem, struktur, tata nilai, kebijakan atau strategi yang ada.
Karenanya, diperlukan kepekaan pemimpin dalam melihat kondisi organisasi agar
penanganan konflik benar-benar memberikan solusi terhadap pihak yang terlibat.

2. Menurunnya Semangat Kerja Karyawan

Menurunnya semangat kerja karyawan merupakan tanda alamiah bahwa


ada sesuatu yang tak beres dalam organisasi; apakah itu bersumber dari karyawan
secara pribadi ataukah bersumber dari organisasi itu sendiri. Jika faktor penyebabnya
adalah berasal dari individu, maka perlu dilakukan konseling yang bersifat pribadi
untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang bersifat pribadi seringkali berdampak pada semangat kerja
karyawan. Isu-isu yang menyangkut work life balance (keseimbangan kehidupan
kerja) biasanya muncul dalam kehidupan kerja individu. Isu tersebut mencuat ketika
terjadi konflik keluarga dan kehidupan kerja. Kesulitan seorang karyawan dalam
menyisihkan waktu untuk keluarga dan kerja seringkali menjadi embrio munculnya
work- family conflict dalam organisasi. Tak jarang timbulnya konflik keluarga

akan berdampak pada kinerja seseorang, sebaliknya konflik dalam lingkungan kerja
akan menjadi pemicu timbulnya konflik keluarga. Individu yang terlibat pun pada

9
akhirnya tak merasakan optimal pada kedua kehidupan tersebut, baik dalam
kehidupan kerja maupun keluarga.
Penurunan semangat kerja secara individu juga dipicu oleh ketidakadilan
perlakuan pihak manajemen pada karyawan. Perbedaan pemberian kompensasi yang
bersifat financial ataupun non finanacial antar karyawan dapat menjadi penyebab
menurunnya semangat kerja karyawan secara permanen. Apalagi karyawan dengan
kompensasi lebih rendah, ternyata mempunyai beban kerja yang lebih berat
dibandingkan karyawan lain. Perilaku yang mengarah pada penurunan semangat kerja
biasanya ditunjukkan secara terbuka ataupun tidak, tergantung dari karakter
masing-masing individu. Karyawan yang bersifat terbuka biasanya akan
mengkomunikasikan hal tersebut secara terbuka dengan pihak manajemen dan
menunjukkan perilakunya secara terbuka. Penundaan pekerjaan, penolakan pekerjaan
bahkan konflik hubungan dengan teman sekerja biasanya akan mengiringi perilaku
karyawan tersebut sepanjang belum ada perubahan kebijakan dalam pemberian
kompensasi. Namun ketika sudah ada pernyataan dari pihak manajemen tentang
perubahan kebijakan kompensasi baik secara tertulis ataupun tidak, semangat kerja
karyawan akan pulih kembali.
Bagi karyawan dengan kepribadian introvert cenderung akan menyikapi
perlakuan pihak manajemen secara tertutup. Dia tidak menunjukkan perubahan
perilakunya secara eksplisit, namun terdapat perubahan semangat kerja. Sikap
ketidaksetujuan terhadap kebijakan manajemen biasanya diwujudkan dalam bentuk
keterlambatan penyelesaian pekerjaan atau pernyataan bahwa terdapat kelebihan
beban kerja pada dirinya. Jika kondisi tersebut berlangsung relatif lama maka akan
menimbulkan stress kerja pada karyawan, penurunan kinerja bahkan memicu tingkat
perputaran karyawan. Mereka yang mempunyai peluang kerja di tempat lain lebih
memilih untuk pindah kerja daripada

harus bertahan dengan resiko semakin tingginya tingkat stress yang akan diderita.
Jika penurunan semangat kerja pada karyawan terjadi secara

10
bersama-sama, hal tersebut menunjukkan tanda bahwa terdapat kesalahan prosedur,
sistem, proses atau tata nilai yang ada sehingga perubahan pada organisasi perlu
segera diterapkan. Prosedur dan proses dalam organisasi yang tidak sesuai dengan
kondisi organisasi, terlalu bertele-tele atau tidak mengakomodir saran perbaikan dari
karyawan pada akhirnya akan menurunkan semangat kerja. Karyawan akan
memandang bahwa prosedur dan proses yang ada akan menambah beban kerja dan
menghambatnya mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, sistem yang diterapkan dalam organisasi yang secara langsung
berkaitan dengan karyawan akan sangat rentan terhadap penurunan semangat kerja.
Penerapan sistem penggajian, kompensasi, paket remunerasi dan jenjang karir
seringkali menjadi isu yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan karyawan.
Kepincangan dalam sistem tersebut akan berdampak secara langsung pada semangat
kerja karyawan bahkan menyulut pemogokan kerja. Karenanya, sistem tersebut perlu
dirancang agar menimbulkan rasa keadilan kolektif pada karyawan. Keefektifan
sistem tersebut perlu ditopang oleh penerapan sistem penilaian kinerja (performance
appraisal) yang obyektif sehingga hasil dari penilaian kinerja dapat dijadikan dasar
dalam menentukan pemberian kompensasi, penggajian, paket remunerasi dan jenjang
karir pada karyawan

3. Banyaknya Komplain dari Customer

Customer merupakan salah satu komponen lingkungan eksternal yang


sangat berpengaruh terhadap kondisi organisasi. Perubahan pada lingkungan tersebut
secara langsung mampu menentukan kelangsungan hidup organisasi. Terjadinya
penurunan tingkat kepuasan customersecara terus-menerus dapat berdampak pada
menurunnya tingkat kepercayaan customer terhadap organisasi..Sebaliknya,
peningkatan kepuasan customer akan menjadikan organisasi tetap survive dalam
menghadapi persaingan.
Periilaian dari customer merupakan tolok ukur apakah kinerja organisasi sudah
mampu memenuhi keinginan mereka. Penilaian yang positif menunjukkan bahwa
kinerja organsiasi secara keseluruhan mampu merealisasikan keinginan dan harapan
customer. Sebaliknya, penilaian negatif yang dilanjutkan dengan banyaknya komplain
dari customer mengisyaratkan bahwa organisasi perlu mengevaluasi diri karena ada

11
yang kurang atau salah sehingga berdampak pada tidak terpenuhinya kepuasan
customer.
Tidak adanya komplain dari customer belum tentu menandakan bahwa
organisasi berada dalam zona aman. Ada beberapa customer yang tidak menyatakan
ketidakpuasannya secara terbuka melalui komplain, namun mereka langsung
meninggalkan organisasi kita tanpa sinyal apapun. Mereka cenderung berpindah ke
produk dan jasa lain yang mampu memenuhi harapannya. Tipe customer seperti inilah
yang justeru tidak menguntungkan bagi organisasi. Karenanya, diperlukan kepekaan
dari pemimpin dalam menghadapi perubahan lingkungan sehingga mereka mampu
merespon perubahan yang ada dengan tindakan yang tepat sebelum keadaan yang
lebih buruk menimpa organisasi.

4. Lemahnya Budaya Organisasi

Budaya oraganisasi adalah seperangkat nilai-nilai, kepercayaan, kebiasaan,


cara berpikir dan bertindak yang berfungsi sebagai pedoman anggota organisasi.
Karenanya, tanpa kontrol yang ketat pun anggota organisasi mampu menjalankan
peran dan fungsinya (Awal, et.al, 2006).
Budaya yang kuat dalam organisasi akan tercermin dari perilaku anggotanya.
Budaya tersebut akan terinternalisasi pada anggota dan diaktualisasikan dalam bentuk
perilaku dan tindakan nyata. Perilaku positif

dari anggota pun terlihat dalam bentuk tingginya komitmen terhadap organisasi, kerja
sama, rasa memiliki organisasi, sikap saling membantu, disiplin dan hubungan
interpersonal yang baik. Sebaliknya, budaya yang lemah juga akan tercermin dalam
perilaku anggotanya. Mereka akan bertindak sesuai dengan persepsinya
masing-masing. Terkadang persepsi tiap individu tidaklah sama dengan rumusan
budaya sehingga muncul banyak keragaman dalam bersikap, cara pandang dan
perilaku dalam organisasi.
Mereka yang mempunyai persepsi, cara berpikir dan cara pandang yang

12
sama cenderung untuk berkelompok dan membuat tata nilai baru yang dimungkinkan
berseberangan dengan tata nilai yang ada. Keadaan tersebut diperparah dengan tidak
adanya penguatan budaya dari pemimpin. Ketka tak terlihat perilaku pemimpin yang
mencerminkan budaya yang ada, pada akhirnya akan terjadii disfungsi budaya dalam
organisasi di mana sikap, perilaku dan cara pandang anggota organisasi tidak
mencerminkan budaya yang ada dan budaya tak berfungsi lagi sebagai pedoman
dalam berorganisasi.

5. Tanda-tanda Khusus bagi Organisasi Bisnis

Pada organisasi bisnis, tanda –tanda perlunya perubahan organisasi akan


terlihat sebagai berikut:
● Perubahan Pemasok. Perubahan yang ada pada pemasok biasanya akan berdampak
pada organisasi. Adanya perubahan jangka waktu pembayaran dan harga bahan baku
misalnya, akan berdampak pada manajemen piutang perusahaan dan berpengaruh
terhadap penetapan struktur modal yang optimal bagi perusahaan. Di samping itu,
juga akan berpengaruh terhadap bagian produksi dan bagian marketing karena
berhubungan dengan kuantitas unit yang diproduksi dan kebijakan marketing,
termasuk di dalamnya penentuan harga produk akhir dan promosi.

● Perubahan Kondisi Persaingan. Perubahan kondisi persaingan biasanya terjadi


ketika munculnya pesaing baru dalam industri yang sama atau adanya kebijakan baru
dari pesaing lama dalam hal kualitas, harga produk, diversifikasi produk, perubahan
segmen pasar atau strategi baru yang diterapkan pesaing. Kondisi tersebut tentunya
memerlukan perubahan dalam organisasi sesuai dengan strategi yang akan
diterapkan perusahaan.
● Menurunnya Profit Perusahaan. Dalam kondisi ekonomi yang bisa diperdiksi,
penurunan profit perusahaan perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menandakan
penurunan kinerja perusahaan sehingga perlu dicari penyebabnya, apakah karena

13
penurunan tingkat penjualan ataukah karena terjadi inefisiensi dalam perusahaan.
Jika terjadi karena penurunan tingkat penjualan, maka strategi perubahan pun
ditujukan untuk mendorong tingkat penjualan, sedangkan jika terjadi inefisiensi,
maka perusahan perlu menerapkan kebijakan penghematan dalam perusahaan.

6. Munculnya Perubahan dalam Lingkungan Eksternal

Perubahan dalam lingkungan eksternal menjadi tanda bahwa perlu


perubahan dalam organisasi. Lingkungan eksternal tersebut meliputi kondisi
perubahan dalam bidang perburuhan yaitu berkaitan dengan pemberian kesejahteraan,
kompensasi dan upah minimum yang berlaku; perubahan kondisi eknomi yang terjadi
karena krisis ekonomi atau sebab- sebab lain seperti bencana alam; perubahan kondisi
politik yang berkaitan dengan munculnya pemimpin baru dalam pemerintahan atau
berubahnya peta perpolotikan; perubahan bidang sosial yang berkaitan dengan
semakin pedulinya masyarakat terhadap lingkungan sosial; semakin meningkatnya
pengetahuan maasyarakat terhadap hukum dan terjadinya perubahan-perubahan dalam
bidang hukum; perubahan dalam hal peraturan pemerintah; semakin pesatnya
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin banyaknya organisasi non
profit yang selalu mengkritisi keberadaan organisasi dan perannya terhadap
masyarakat. Adanya peruban dalam lingkungan eksternal tersebut menjadi pendorong
perlunya perubahan dalam organisasi.
A. PENDEKATAN MANAJEMEN PERUBAHAN
Davidson (2005) dalam bukunya mengatakan bahwa terjadinya perbedaan budaya
pada suatu organisasi akan memengaruhi penyusunan rencana perubahan yang akan
dilakukan secara tepat. Perusahaan bisa memilih salah satu dari empat pendekatan
manajemen perubahan, yaitu pendekatan rasional-empiris, pendekatan
normatif-reedukatif, pendekatan kekuasaan-koersif dan pendekatan
lingkungan-adaptif. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat pendekatan tersebut:

● Pendekatan Rasional-Empiris. Pendekatan rasional-empiris digunakan dengan


dasar keyakinan bahwa perilaku orang mampu diprediksi dan mereka akan
memberikan perhatian khusus atas kepentingannya sendiri. Dengan memahami
perilaku tersebut, maka akan memberikan manajer perubahan pada suatu strategi

14
yang berguna untuk melangkah. Beberapa komponen atas pendekatan ini meyakini
bahwa seluruh target perubahan akan terselimuti oleh beragam mitos, ketidak tahuan,
kebenaran semu, walaupun tetap memelihara rasionalitasnya. Seluruh target
perubahan tersebut akan mengikuti diri mereka sendiri jika itu dikatakan pada
mereka yang berarti, dan seringkali mereka tidak memahami apa yang terbaik untuk
mereka. Mereka akan berubah dengan sendirinya saat mereka menerima komunikasi
yang lebih informatif, efektif dan saat ada insentif pada perubahan yang mereka nilai
lebih memadai.
● Pendekatan Normatif-Reedukatif. Pendekatan ini akan lebih fokus pada
bagaimana seorang manajer perubahan mampu memberikan pengaruh atau
bertingkah laku dengan berbagai cara tertentu, agar selanjutnya para anggota
manajer mampu melakukan perubahan. Pada dasarnya, manusia akan berubah saat
ada suatu perusahaan tersendiri bahwa perubahan adalah demi kepentingan yang
terbaik. Perubahan tersebut akan paling siap terjadi saat satu orang dalam kelompok
tersebut masuk dalam perubahan dan menganut sistem nilai dan keyakinan
kelompoknya.
● Pendekatan Kekuasaan-Koersif. Pendekatan ini akan memaksa pihak manajemen
perubahan untuk melakukan caranya secara semena-mena oleh sebagian pihak secara
naif oleh sebagian yang lain, dan sering menjadi bentuk standar dalam manajemen
perubahan. Premis utama dari pendekatan ini adalah mereka yang pada dasarnya
patuh akan siap untuk melakukan apapun yang diperintahkan dengan tanpa atau
sedikit usaha dalam meyakinkan. Dalam hal ini, membuat orang-orang untuk
berubah dilakukan dengan dasar penegakan kewenangan, ancaman, atau adanya
sanksi atas performa yang buruk. Pendekatan ini bisa juga disebut sebagai
pendekatan kekuatan penindas. Pendekatan ini memiliki risiko yang besar dan
potensi balasannya pun sangat besar.
● Pendekatan Lingkungan-Adaptif. Premis utama yang digunakan dalam
pendekatan manajemen ini adalah bahwa walaupun mereka berubah berdasarkan
insting, namun mereka berusaha menghindari segala bentuk kerugian, jadi
sebenarnya mereka mempunyai kemampuan dalam beradaptasi dengan berbagai
kondisi dan situasi baru.

15
B. JENIS-JENIS MANAJEMEN PERUBAHAN

Harischandra (2007) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis perubahan dalam suatu
organisasi berdasarkan sifatnya, yakni:

● Smooth incremental change, perubahan akan terjadi secara lambat, sistematis, dan
bisa diprediksi serta mencakup atau seluruh rentetan perubahan dalam kecepatan yang
cenderung konstan.
● Bumpy incremental change, adalah perubahan yang mempunyai periode relatif
tenang dan sesekali disela dengan percepatan gerakan perubahan dengan dipicu oleh
perubahan lingkungan organisasi dan bisa juga berasal dari internal, seperti adanya
tuntutan dalam meningkatkan efisiensi dan perbaikan metode kerja.
● Discontinuous change, adalah perubahan yang ditandai dengan adanya pergeseran
cepat terhadap struktur, budaya, strategi dan ketiganya secara bersamaan. Perubahan
ini lebih bersifat revolusioner dan juga cepat.

LANGKAH-LANGKAH PERUBAHAN

Menurut Kanter (1991) dalam Randall (2004) ada sepuluh langkah yang perlu dilalui
dalam mengelola perubahan dalam organisasi, yaitu:

1. Menganalisis Kebutuhan Perubahan dalam Organisasi Tiap organisasi membutuhkan


jenis perubahan yang berbeda. Kebutuhan akan perubahan tersebut dapat dilihat dari
tanda-tanda yang muncul dalam organisasi. Di samping itu, untuk
mengidentifikasinya, organisasi bisa melakukan riset, sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan (Kanter, 1991 dalam Randall, 2004 ).
2. Mengomunikasikan Visi Setelah diidentifikasi jenis kebutuhan perubahan, maka
rencana perubahan tersebut perlu dikomunikasikan kepada anggota organisasi
sehingga mereka menyadari perlunya perubahan dalam organisasi. Karenanya,
pemimpin tidak hanya mengomunikasikan perubahan, namun lebih kepada
menyampaikan visi ke depan agar anggota terbuka pandangannya (Kanter, 1991
dalam Randall, 2004 ).

16
3. Meninggalkan Kebiasaan Lama Kebiasaan lama yang terbentuk menjadi budaya
dalam organisasi biasanya akan menyatu pada diri anggota organisasi. Perilaku
mereka terbentuk dengan budaya yang ada. Adanya perubahan berarti akan memaksa
perubahan perilaku mereka dalam berorganisasi. Yang diharapkan dari organisasi
adalah adanya tanggapan positif dari anggotanya sehingga mereka mampu
meninggalkan kebiasaan lama tanpa munculnya bentuk-bentuk perlawanan (Kanter,
1991 dalam Randall, 2004 ).
4. Menciptakan Rasa Pentingnya Perubahan Jika anggota organisasi tidak merasa
bahwa perubahan adalah sebagai sesuatu yang penting, maka perubahan yang akan
diterapkan tidak akan efektif dan pada akhirnya tak akan mampu merealisasikan
tujuan dari perubahan itu sendiri. Namun jika rasa pentingnya perubahan sudah
melekat pada benak anggota, maka perubahan yang akan diterapkan akan
mendapatkan dukungan positif dari mereka. Karenanya rasa pentingnya perubahan
perlu diciptakan melalui sosialisasi perubahan baik yang dilakukan secara formal
maupun informal (Kanter, 1991 dalam Randall, 2004 ).
5. Mendukung Peranan Pemimpin yang Kuat Pemimpin yang kuat sangat dibutuhkan
dalam perubahan apalagi perubahan tersebut berkenaan dengan perubahan budaya
dalam organisasi. Kehadiran pemimpin yang kuat diharapkan mampu menggerakkan
anggota organisasi untuk melakasanakan program perubahan. Selain itu, pemimpin
yang kuat akan menjadi model peran bagi bawahan dalam menjalankan proyek
perubahan. Pada perubahan yang menyangkut perubahan nilai-nilai, keyakinan dan
cara pandang, dukungan dari seluruh anggota sangat dibutuhkan. Seringkali
perubahan terhambat ketika dukungan dari anggota sangat rendah dan tidak adanya
pemimpin yang kuat dalam organisasi (Kanter, 1991 dalam Randall, 2004).
6. Meminta Dukungan Poltitik dari Pemain Kunci Penerapan perubahan tidak akan
efektif ketika tingkat dukungan dari para pemain kunci sangat rendah. Perubahan
memerlukan para pemain kunci atau agen-agen perubahan yang bertindak secara
langsung menerapkan perubahan pada tataran implementatif. Mereka dipilih dari
jajaran manajer dan supervisor yang benar-benar mempunyai komitmen
terhadapperubahan. Bisa juga berasal dari karyawan yang mempunyai
kelompokkelompok kecil dalam organisasi dan rmampu menyebarkan opini tentang
perubahan kepada kelompoknya. Para pemain kunci tersebut yang akan menciptakan

17
iklim perubahan dalam organisasi sehingga memiliki peran yang penting (Kanter,
1991 dalam Randall, 2004 ).
7. Membuat Perencanaan Implementasi yang Tepat Rencana implementasi perubahan
mencakup identifikasi tindakantindakan taktis yang akan dilakukan saat
implementasi perubahan. Termasuk di dalamnya pemilihan para pelaku perubahan,
bagaimana dan kapan perubahan akan diterapkan serta prediksi masalah yang akan
timbul dan cara mengatasinya. Maka dibutuhkan ketepatan dalam menyusun rencana
implementasi. Pembuat rencana implementasi perlu memperhatikan bahwa
perubahan sebagai sesuatu yang strategis karena akan berdampak pada organisasi
dan individu yang terlibat di dalamnya (Kanter, 1991 dalam Randall, 2004 ).
8. Mengembangkan Struktur yang Tepat Pada organisasi dengan anggota yang
beragam, di mana kompleksitas masalah perubahan juga beragam, maka sangat
diperlukan bagian yang menangani perubahan dan dampaknya. Namun, saat
kompleksitas masalah perubahan sangat homogen, kehadiran bagian baru dalam
struktur organisasi yang khusus menangani perubahan tidak diperlukan. Perubahan
dapat ditangani dengan mengoptimalkan bagian yang sudah ada misalnya bagian
pengembangan sumber daya manusia. Ketika perubahan menyangkut knowledge
atau skill, maka bagian tersebut akan menjalankan program pendidikan dan
pelatihan. Bisa juga perubahan pada level individu dilakukan dengan menjalankan
program coaching untuk karyawan (Kanter, 1991 dalam Randall, 2004 ).
9. Mengomunikasikan Perubahan, Melibatkan Anggota dan Bersikap Jujur Pada tahap
implementasi perubahan, para agen perubahan akan mengomunikasikan secara
terbuka kebijakan perubahan dalam organisasi, seeperti sasaran yang ingin dicapai,
siapa yang terlibat dalam perubahan, target perubahan, kriteria keberhasilan
perubahan, prosedur yang harus dilalui dan imbalan yang mungkin akan diberikan
kepada anggota jika perubahan tersebut berhasil. Selain bertujuan untuk
menginformasikan kebijakan perubahan, komunikasi tersebut bertujuan untuk
membangun keterlibatan anggota karena keberhasilan dari proses perubahan akan
sangat tergantung dari tingkat keterlibatan anggota. Komunikasi yang disampaikan
perlu mengedepankan kejujuran terutama ketika proses perubahan tersebut berakibat
berpindahnya jabatan atau bertukarnya jabatan antar anggota organisasi (Kanter,
1991 dalam Randall, 2004 ).

18
10. Menguatkan dan Melembagakan Perubahan Penguatan (reinforcement) berfungsi
untuk memotivasi anggota organisasi agar mereka menerapkan perubahan secara
terus-menerus sehingga mencapai tujuan dari perubahan yang direncanakan. Tanpa
adanya penguatan, perubahan dimunginkan tidak akan permanen atau munculnya
keinginan dari anggota untuk kembali pada pola lama; bahkan mendorong
munculnya sikap penolakan terhadap perubahan. Penguatan tersebut dilakukan oleh
pimpinan baik pada tingkatan top, midle atau manajer lini (supervisor). Di samping
itu, bisa juga dengan mengoptimalkan fungsi agen perubahan yang telah dibentuk
sebelumnya. Agar perubahan yang diterapkan menjadi formal, dipatuhi oleh semua
anggota organisasi dan terintegrasi menjadi sistem dalam organisasi, maka
perubahan perlu dilembagakan sehingga terdapat konsekuensi bagi mereka yang
melakukan penolakan ataupun yang berhasil dalam menerapkan perubahan (Kanter,
1991 dalam Randall, 2004 ).

MENANGANI RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN

Resistensi atau penolakan terhadap perubahan menjadi fenomena yang umum dalam
setiap program perubahan. Adanya informasi yang tidak berimbang pada anggota,
ketidakjelasan tentang hakikat perubahan atau karena tak terlihatnya kebutuhan akan
perubahan seringkali menjadi penyulut penolakan anggota terhadap perubahan.
Perilaku negatif pun tampak seperti ketakutan akan hilangnya posisi dan kepuasan
kerja, adanya perubahan kondisi kerja, perbedaan tingkat gaji, hilangnya kontrol
individu terhadap pekerjaan dan bertambah besarnya kontrol manajemen terhadap
karyawan (Mullins, 2005).

Penolakan tersebut dapat ditangani dengan mendesain seefektif mungkin rencana


perubahan. Keberhasilan manajemen perubahan tidak terletak pada seberapa bagus
sebuah perubahan tersebut, namun lebih cenderung melihat apakah organisasi mampu
menangani penolakan dari anggota organisasi terhadap perubahan yang ada (Teck
et.al. 2012). Semakin sedikit penolakan terhadap perubahan hal tersebut menunjukkan
bahwa manajemen perubahan dalam organisasi tersebut ditangani dengan baik.
Sebaliknya, tingginya penolakan menunjukkan kurang ahlinya pemimpin dalam
merencanakan dan menerapkan manajemen perubahan. Rencana dan implementasi
perubahan yang ideal dapat mengikuti tahapan perubahan seperti pendapat Kanter

19
tentang 10 langkah perubahan. Namun ketika perubahan telah diterapkan dan masih
terdapat penolakan, maka perlu dilakukan umpan balik penerapan perubahan pada
anggota. Dari umpan balik tersebut dapat diidentifikasi akar masalah penolakan
sehingga pemecahannya tergantung dari masalah yang muncul.

Menurut Rahe dan Morales (2005) cara lain untuk mengurangi penolakan perubahan
adalah dengan menerapkan manajemen pengetahuan (knowledge management) dalam
organisasi. Keberadaan manajemen pengetahuan akan mampu mengintegrasikan
kebutuhan individu dengan organisasi. Individu dalam organisasi membutuhkan
pengetahuan untuk menjalankan perannya; sedangkan organisasi mengelola
pengetahuan tersebut termasuk di dalamnya pengetahuan tentang perubahan. Jika
perubahan sudah menjadi pengetahuan dan selanjutnya tersebar ke seluruh anggota,
maka hal tersebut akan berdampak pada perilaku mereka yang kooperatif terhadap
perubahan.

PERUBAHAN DARI BAWAH, BISAKAH?

Ilmu manajemen selalu membahas pengelolaan organisasi dari sisi


pengelola/pemimin sehingga mempelajari manajemen adalah menggali pengetahuan
tentang bagaimana mengelola organiasasi dengan baik agar mampu memenuhi
tuntutan lingkungan, baik internal maupun eksternal. Diharapkan para pemimpin
menjadi inisiator dalam penciptaan organisasi yang baik termasuk bagaimana
mengelola perubahan.

Dalam praktiknya, tak semua pemimpin mampu menjalankan fungsi


kepemimpinannya sehingga mempunyai tingkat kepekaan yang kurang terhadap
kondisi organisasi. Hal tersebut berdampak pada pengelolaan perubahan.Isu mengenai
perubahan menjadi isu yang kurang menarik. Mereka beranggapan bahwa kondisi
organisasi adalah statis. Hal tersebut didasarkan pada pengalaman-pengalaman mereka
sebelumnya dalam mengelola organisasi. Padahal perubahan senantiasa bergulir
seiring dengan perkembangan jaman dan kompleksitas masalah yang dihadapi
organisasi.

Dalam kondisi seperti itu, penerapan perubahan tak lagi efektif. Ketika isu tentang

20
perubahan digulirkan oleh anggota organisasi maka akan muncul penolakan yang
justeru datang dari pimpinan. Kekhawatiran tentang ketidakstabilan organisasi,
kebutuhan akan investasi dan sumberdaya, munculnya ancaman terhadap kekuasaan
dan pengaruh, atau hilangnya sebagian reward yang akan diterima akan menjadi
alasan penolakan mereka terhadap perubahan. Dalam titik ini, perubahan yang bersifat
teknis-struktural tidak efektif untuk diterapkan. Yang sangat dimungkinkan adalah
perubahan perilaku dan sosial yang menyangkut nilai-nilai dan kebiasan dari anggota
organisasi. Itu pun perlu alasan dan komitmen yang kuat dari anggota. Perubahan
tersebut akan membutuhkan proses yang relatif lama karena mereka harus
menyamakan persepsi dan visi terlibih dahulu sebelum menerapkan perubahan.

B. BERPIKIR STRATEGIS

Pemikiran strategis melibatkan dua proses yang berbeda perencanaan dan pemikiran.
Perencanaan strategis melibatkan analisis masalah serta melibatkan pembangunan
sistem dan proses sedangkan pemikiran melibatkan sintesis dan mendorong pemikiran
yang intuitif, inovatif dan kreatif di semua tingkat organisasi.Pemikiran strategis
berkaitan dengan berpikir dalam cara baru untuk bersaing dalam lingkungan ambigu
dan kompetitif (bukannya direncanakan) tetapi strategi muncul dari waktu ke waktu.

Sementara itu secara tradisional strategi adalah tentang membangun posisi bertahan
jangka panjang atau keunggulan kompetitif berkelanjutan Kemampuan untuk berpikir
secara strategis memerlukan pengembangan dari konsep berpikir, kemampuan
berpikir. gaya berpikir, dan teknik berpikir. Makin besar jumlah total dari pemikiran
strategis dan pemikir strategis dalam organisasi, lebih mudah dan efektif organisasi
dapat merespons untuk mengambil keuntungan dari perubahan yang terjadi di
lingkungan bisnis saat ini.

Karakteristik umum dari pemikiran strategis yang disebutkan oleh sejumlah literatur
adalah visioner, kreatif, dan sintetis. Pemikiran strategis meliputi lima unsur yaitu:
a. Memiliki sistem perspektif
b. Menjadi fokus
c. Berpikir tepat waktu.
d. Menjadi hipotesis-driven
e. bertindak dengan cara cerdas oportunis

21
Peran pemikiran strategis sebagai pemberi inovasi dan anggota masa depan yang baru
dan sangat berbeda yang dapat menyebabkan perusahaan mendukung kembali strategi
inti dan industrinya Berpikir strategi sebagai cara untuk memperbaiki masalah strategis,
perlu dicari strategis rasional dan konvergen dengan proses berpikir kreatif dan
konvergen, serta pembahasan kerja konseptual pemikiran strategis yang terdiri dari
pemikiran sistem,kreativitas, dan visi.
Pemikiran strategis penting untuk pengembangan strategi dan manajemen strategik dan
memberikan kontribusi untuk output perusahaan. dan profitabilitas Hubungan antara
strategi dan kinerja yang disetujui oleh studi kasus longitudinal pada ukuran kinerja
bisnis dan dampak pada strategi.

HAKIKAT DARI BERPIKIR STRATEGIS


Berpikir strategis sangat sederhana. yaitu kita mencoba keluar dari masalah-masalah
kecil teknis menuju pola berpikir sepenuhnya dan melihat segala sesuatu sebagai saling
terkoneksi.
MANFAAT BERPIKIR STRATEGIS
Berpikir strategis memiliki beberapa Manfaat yang sangat penting. Yaitu:
a. Memungkinkan kita untuk tidak terjebak dalam rutinitas harian yang membuat kita
tidak meningkatkan kualitas.
b. Menciptakan peluang yang lebih besar bagi kita untuk sukses.
c. Terciptanya terasa nyaman dan aman dalam diri kita.
KONSEP DASAR BERPIKIR STRATEGIS
Perencanaan yang strategis dengan sangat jelas memaparkan apa yang dikehendaki
oleh organisasi Di dalamnya terkandung pengertian strategi sebagai serangkaian
kegiatan terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu dalam jangka waktu
yang ditentukan dan dilaksanakan oleh sekelompok orang yang terkoordinasi. Strategi
dapat menghasilkan solusi yang tepat mengarah pada segala penyebab masalah yang
tengah diupayakan penyelesaiannya oleh organisasi Perencanaan strategis
membutuhkan cara berpikir strategis karena perencanaan itu juga melibatkan
perumusan atau klarifikasi visi, misi, sasaran, serta perumusan strategi yang didasarkan
pada penilaian yang realistis tentang lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan)

22
serta eksternal (peluang dan ancaman) organisasi.
Tips Berpikir Strategis :
1. Pikiran Kedepan
Menjadi pemikir strategis berarti Anda harus menjadi seorang visioner. Inilah
mengapa Anda harus membiasakan diri untuk berpikir ke depan. Memahami masa
depan tidak berarti hanya berfokus pada apa yang akan terjadi di masa depan. Namun,
Anda harus bisa sekaligus mempertimbangkan apa yang terjadi di masa lalu,
sekarang, dan masa depan.Dengan cara ini, Anda dapat menentukan strategi dan
tindakan yang benar. Lihatlah tujuan Anda saat ini, perubahan di masa lalu,
bayangkan hambatan dan tantangan apa yang mungkin Anda hadapi di masa depan,
dan kemudian kembangkan strategi untuk mengatasi tantangan tersebut ketika
masalah memang muncul. Membiasakan cara berpikir seperti ini juga dapat
membantu Anda mengatasi rintangan atau masalah dengan lebih cepat.
2. Biasakan menetapkan prioritas
Dengan membiasakan diri memilih prioritas sesuai tugas dan waktu dalam pekerjaan
sehari-hari, Anda dapat mengasah kemampuan berpikir strategis Anda. Selalu periksa
tugas Anda untuk menentukan mana yang bisa menunggu, dan mana yang akan
membawa manfaat paling banyak jika diselesaikan sekarang.
3. Perhatikan bias pribadi
Kesadaran diri untuk memantau dan mempertanyakan ide-ide sendiri merupakan
bagian penting dari pemikiran strategis. Penyebabnya tidak bisa dihindari, cara
berpikir dan berperilaku akan dipengaruhi oleh bias pribadi.Jadi dengan selalu
memeriksa dan mempertanyakan pikiran Anda secara kritis, Anda dapat mengontrol
pikiran Anda. Misalnya, ajukan pertanyaan seperti apa yang sedang terjadi, apakah
pandangan Anda realistis, apa arti sebenarnya dari pandangan Anda dan pandangan
apa yang seharusnya tidak Anda miliki.Sadarilah bahwa pemikiran atau opini Anda
tidak selalu sempurna, hal ini tidak akan menurunkan kredibilitas Anda. Nyatanya,
menyadari bias pribadi ini justru bisa membuat Anda berpikir out of the box dan
muncul dengan ide-ide baru
4. Tingkatkan kemampuan mendengarkan
Setelah menerima bahwa keyakinan dan pendapat Anda tidak selalu sempurna,
langkah selanjutnya dalam mengembangkan keterampilan berpikir strategis adalah

23
meningkatkan keterampilan mendengarkan Anda. Cobalah untuk berbicara dengan
kolega Anda, perluas jaringan Anda, dan pahami perspektif mereka yang
berbeda.Buka pikiran Anda, dapatkan umpan balik dan evaluasi semua yang Anda
dengar. Latih kemampuan untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut. Dengan
melakukan ini, Anda dapat menemukan berbagai solusi dan menarik kesimpulan yang
paling tepat.
5. Selalu belajar dan kembangkan ilmu
Ketika Anda memiliki pengalaman dan pengetahuan berdasarkan perkembangan,
kemampuan Anda untuk berpikir secara strategis akan menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, teruslah perluas pengetahuan dan pengalaman Anda. Baca buku, berita,
statistik, dan tren.Bangun jaringan, terhubung dengan kolega, dan cari mentor. Karena
Anda juga bisa belajar dari ilmu dan pengalaman orang lain. Melalui pembelajaran
berkelanjutan, Anda dapat memperoleh lebih banyak ide dan pengalaman, yang dapat
membantu Anda mengintegrasikan berbagai ide, rencana, dan strategi secara
keseluruhan

TAHAPAN BERPIKIR STRATEGIS


Berpikir strategis dilaksanakan berdasarkan beberapa tahap sebagai berikut :
a) Pada tahap pertama dibahas faktor-faktor umum yang berpengaruh, seperti
komplikasi kepentingan kita dan kepentingan lawan. baik langsung maupun tidak.
Selanjutnya, kita harus mencari faktor destabilisator yang dapat mengganggu,
termasuk keadaan kebatinan kita dan lawan pada saat tertentu.
b) Pada tahap kedua dianalisis mengenai kepentingan kita dihadapkan dengan
kepentingan lawan serta konsekuensi bagi para pihak. Pada tahap ini, para pemimpin
mulai menghitung kekuatan yang dapat digelar dan dikerahkan, merencanakan
hubungan dan komunikasi, merencanakan kebutuhan logistik personel dan
cadangannya.
c) Tahap ketiga merupakan tahap yang penting karena pada saat ini pemimpin sudah
mulai membuat gambaran skenario kemampuan menggelar. mengerahkan, dan
melibatkan kekuatan sesuai konteks pertentangan, friksi, aksi reaksi, serta kekerasan
dalam variabel dan intensitas yang berubah-ubah, tahap ini adalan tahap yang
menentukan karena semua taktik dan tipu daya

24
d) Pada tahap ini kita menghadapkan kemampuan kekuatan dalam melaksanakan
tugas generik terhadap lawan. Sementara itu, tugas-tugas generik yaitu mampu
mengorganisasi, mendapatkan informasi, menempatkan pasukan serta
memproyeksikan kekuatan dengan menggunakan dan menggerakkan kekuatan,
menjamin keamanan sendiri.
e) Tahap kelima merupakan tahap lanjutan, di mana para pemimpin dapat memilih
cara bertindak dengan selalu memperhatikan apa yang akan dilakukan lawan jika
sudah atau belum mengetahui niat yang terkandung. Sangatlah penting bagi para
pemimpin dan pejuang untuk selalu mengembangkan sikap kewaspadaan dan
kesiapan.

TEKNIK BERPIKIR STRATEGIS


Menurut Peter Drucker terdapat tiga teknik berpikir strategis, yaitu :
a) Teknik menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membangkitkan
pilihan-pilihan kreatif. Drucker fokus kepada isu-isu dengan dua pertanyaan yang
dapat membuat manajemen langsung sadar dan berpikir bebas. Yaitu:
1. Bisnis apa yang tidak boleh dimasuki? Pertanyaan ini mengimplikasikan
bahwa rencana yang telah kita putuskan dapat saja menghasilkan sesuatu yang
negatif sehingga pertu dikaji kembali secara hati-hati dan menyeluruh Bisnis
apa yang tidak boleh kita masuki?
2. Dengan pengetahuan yang ada saat ini, apakah kita akan memasuki bisnis
itu sekarang? Pertanyaan ini akan membuat kita benar-benar mengena bisnis
yang dijalankan. Pertanyaan-pertanyaan Drucker membantu manajer
melepaskan fantasi-fantasi optimis mereka mengenai masa depan. Pertanyaan
ini mendorong mereka untuk menghadapi kenyataan pahit.
b) Teknik membingkai dan menyederhanakannya untuk keperluan review dan
pengaturan. Manajemen harus mulai memikirkan sumber daya manusia yang
berpengetahuan tinggi dan pada gilirannya akan membuat daya kreativitas dan
inovasi perusahaan meningkat. Hal ini akan mengantarkan perusahaan dalam
mencapai manfaat kompetitif.
c) Teknik mempertimbangkan asumsi alternative dan menyelidiki implikasinya.
Untuk berpikir secara strategis mengenai masa depan perusahaan. Drucker

25
mengharuskan agar perusahaan belajar untuk mengolah perbedaan pendapat dan
mengelolanya secara konstruktif. Pemikiran Drucker yang lebih strategis
mendorong para pemimpin untuk menyelidiki dan mempertanyakan premis lain,
misalnya pelanggan menentukan bisnis. Selanjutnya, ia mengajukan serangkaian
pertanyaan siapa pelanggannya? di mana pelanggan berada? apa keinginan
pelanggan? bagaimana kita menyediakan apa yang pelanggan inginkan

RULE OF THUMB
Rules of thumb merupakan alat yang digunakan untuk para ahli strategi dan
pemimpin. Ada tiga cara di mana Rule of Thumb dapat digunakan dalam berpikir
strategis, yaitu:
a. Tidak berpikir untuk ikut-ikutan dan mengandalkan perubahan bertahap.
b. Persempit strategi-strategi alternatif menjadi daftar pendek untuk analisis yang
lebih detail
c. Membawa semua anggota tim di jalur yang sama.

Sementara itu, prinsip-prinsip dalam menggunakan Rules of Thumb adalah:


a. Aturan yang baik melekat pada tujuan yang spesifik.
b. Aturan yang baik mengakar pada proses bisnis yang tepat
c. Manajer yang baik menargetkan aturan lama.

26
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal. Perubahan


berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang
sesuatu. Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme
kerja, SDM, dan budaya.
Tujuan perubahan disatu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan disisi lain,
mengupayakan perubahan perilaku karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan, terlebih dahulu harus
dikenali siapa yang menunjukkan sikap menolak perubahan, kemudian dilakukan
komunikasi timbal balik agar bawahan yang menolak perubahan dapat memahami
manfaat dari perubahan dan atasan mengetahui apa yang diharapkan bawahannya.

27

Anda mungkin juga menyukai