Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

SEJARAH DAN TEORI PERENCANAAN DAN

PENGEMBANGAN WILAYAH

MOHAMMAD ANSHORI

P0205216003

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH/

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN PEMUDA

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan wilayah berkenaan dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan

pembangunan. Didasari pemikiran bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang

yang tidak homogen, oleh karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi

lainnya, maka kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai

dengan potensi dan relatif lokasi yang mendukungnya.


Begitu pula kesejahteraan penduduk akan tergantung pada sumber daya dan

aksebilitasnya terhadap suatu lokasi, dimana eskonomi terikat. Usaha-usaha untuk

mengaitkan kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor pertanian,

atau pengkaitan beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan aspek

ruang, karena masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Oleh karena itu, arti

pembangunan juga perlu diberi perspektif baru sebagai upaya pengorganiasaian ruang.

Untuk tujuan ini maka pendekatan pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek

tata ruang mendapatkan peranannya.


Pendekatan melaui pengembangan wilayah mempunyai beberapa keuntungan.

Pertama, akan didasari pengenalan pengenalan yang lebih baik atas penduduk dan

budaya pada berbagai wilayah, serta pengenalan atas potensu unit daerah. Sehingga

untuk memudahkan pembangunan daerah yang sesuai dengan potensi, kapasitas serta

problem khusus daerah tersebut. Denagn pengembangan wilayah ini dapat diharapkan

kemungkinan lebih baik untuk memperbaiki keseimbangan sosial ekonomi antar

wilayah. Alasan politis diterapkannya perencanaan pengembangan wilayah antara lain

adalah bahwa pembangunan nasional yang terlalu bersifat sektoral dan tidak

mempertimbangkan faktor-faktor lokasi, atau bagaiman penjalaran pertumbuhan tersebut

dalam ruang ekonomi. Tindakan mengabaikan dimensi tata ruang, ditambah dengan
hanya menekankan pemikiran jangka pendek, akan memberikan kontribusi terhadap

semakin tajamnya kesenjangan antar wilayah.


B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1. Secara umum makalah ini dibuat untuk memberikan informasi secara singkat

mengenai perencanaan dan pengembangan wilayah.


2. Secara khusus makalah ini bertujuan untuk memaparkan sekilas mengenai teori

perencanaan wilayah yang dikemukakan oleh Sutami (1970).


C. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini diharapkan dengan hadirnya makalah ini

bisa memberikan sumbangsi pemikiran dan pengetahuan khususnya dibidang

perencanaan dan pengembangan wilayah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Ir.Sutami


Ir. Sutami (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 19 Oktober 1928 meninggal

di Jakarta, 13 November 1980 pada umur 52 tahun) adalah seorang insinyur sipil yang

pernah menjabat Menteri Pekerjaan Umum Indonesia. Ia sudah menjadi Menteri sejak

tahun 1964pada Kabinet Dwikora I masa pemerintahan Presiden Soekarno sebagai

Menteri Negara diperbantukan pada Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga

untuk urusan penilaian konstruksi hingga tahun 1978 pada Kabinet Pembangunan II masa

pemerintahan Presiden Soeharto selama 13,5 tahun. Ir. Sutami adalah Menteri Pekerjaan

Umum "terlama" dengan masa jabatan selama 12 tahun pada 6 kabinet dihitung sejak

menjabat Menteri Koordinator Kompartimen Pekerjaan Umum dan Tenaga pada Kabinet

Dwikora II (22 Februari 1966).

Ir. Sutami yang membantu menghitung konstruksi bangunan Gedung

MPR/DPR adalah lulusan Teknik Sipil ITB tahun 1956, sudah terkenal cerdas sejak

menempuh pendidikan dasar dan menengah di Solo, salah satunya di SMA Negeri 1

Surakarta. Ketika menjadi Direktur Hutama Karya (1961-1966), ia menjadi pimpinan

pusat proyek pembangunan Jembatan Ampera di Sungai Musi, Palembang. Dia juga

memelopori penggunaan konstruksi beton pratekan saat membangun Jembatan Semanggi.

Menteri PU dan Tenaga Listrik pada 1973-1978 ini lahir pada 1928 dan tutup usia pada 13

November 1980. Namanya diabadikan menjadi sebuah waduk di Kabupaten

Malang yakni Waduk Ir. Sutami.

B. Teori Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Ir.Sutami

Secara garis besar, teori perkembangan wilayah di bagi atas 4 (empat) kelompok

yaitu: Kelompok pertama adalah teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran

wilayah (local prosperity). Kelompok kedua menekankan pada sumberdaya lingkungan

dan faktor alam yang dinilai sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi
di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai

sangat perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kelompok

ketiga memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan di

tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab

(responsible) dan berkinerja bagus (good).Kelompok keempat perhatiannya tertuju kepada

kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity).

Menurut Sutami (1970) bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk

mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu mempercepat

pengembangan wilayah. Era transisi meberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-

kota dan dan hirarki prasarana jalan melalui orde kota.

Perkembangan wilayah tergantung dari sumber daya alam yang terdapat di daerah

tersebut, karena pada umumnya wilayah dengan pusat industri akan manarik masyarakat

untuk datang karena potensi lapangan pekerjaan terbuka luas. Contohnya adalah adanya

pembangunan infrastruktur industri pertambangan nikel (PT. Inco) di sorowako membuat

daerah sorowako yang dulunya terpencil berubah menjadi kota industri (kota yang tercipta

karena adanya industri) contoh lainnya adalah Kabupaten Asiki (papua) berkembang

karena adanya industri tripleks di daerah tersebut (PT. Korindo).

Perkembangan wilayah berkenaan dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan

pembangunan. Didasari pemikiran bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang

yang tidak homogen, oleh karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi

lainnya, maka kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai

dengan potensi dan relatif lokasi yang mendukungnya.

Begitu pula kesejahteraan penduduk akan tergantung pada sumber daya dan

aksebilitasnya terhadap suatu lokasi, dimana eskonomi. Usaha-usaha untuk mengaitkan

kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor pertanian, atau pengkaitan
beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan aspek ruang, karena

masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Oleh karena itu, arti pembangunan juga perlu

diberi perspektif baru sebagai upaya pengorganiasaian ruang. Untuk tujuan ini maka

pendekatan pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek tata ruang mendapatkan

peranannya.

C. Konsep Konsep Wilayah


1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa

faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor

yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat

dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam.

Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor

basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada dan

pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing masing

wilayah;
2. Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang

terpisah berdasarkan fungsinya. konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu sel

hidup yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat

pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang ( hinterland );


3. Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen di suatu

wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan;
4. Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya

sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga

perlu perencanaan secara integral;


5. Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada

dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau

sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. wilayah yang dipilih tergantung dari

jenis analisis dan tujuan perencanaannya. Sering pula wilayah administratif ini sebagai
wilayah otonomi. Artinya suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan

keputusan dan kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-

sumberdaya di dalamnya.
D. Klasifikasi Wilayah

Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk mengadakan penggolongan wilayah secara

sistematis ke dalam bagian-bagian tertentu berdasarkan property tertentu. Penggolongan

yang dimaksud haruslah memperhatikan keseragaman sifat dan memperhatikan semua

individu. Semua individu yang ada dalam populasi mendapat tempat dalam golongannya

masing-masing. Usaha untuk mengubah atau mengeliminir (menghilangkan) data seperti

yang terjadi dalam proses generalisasi, tidak terdapat dalam klasifikasi.

Tujuan utama klasifikasi adalah tidak untuk menonjolkan sifat tertentu dari sejumlah

individu, melainkan mencari defferensiasi antar golongan. Cara-cara yang dapat

dikerjakan dalam klasifikasi dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Secara garis

besar, klasifikasi dapat diperbedakan ke dalam dua golongan, yaitu klasifikasi yang

bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis dan klasifikasi yang bertujuan untuk

mengetahui deferensiasi tingkat.

E. Prinsip Pewilayahan
1. Pewilayahan wilayah formal (homogen)
Berarti pengelompokan unit-unit lokal yang memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria

tertentu. Tipe dan jumlah kriteria yang digunakan cukup menentukan tingkat kesulitan

pewilayahan.
2. Pewilayahan wilayah fungsional
Berarti pengelompokan unit lokal yang memperlihatkan tingkat interdependensi yang

cukup besar. Tekanan perhatian pada aliran yang terkait dengan titik sentral (nodal)

bukan pada keseragaman wilayah. Beberapa cara yang dapat digunakan antara lain (1)

analisa aliran (flow analysis), baik kegiatan sosial, ekonomi maupun fisik; baik berupa
barang maupun jasa, (2) analisa gravitasi, yang menekankan pada aspek kekuatan daya

tarik antar wilayah.


3. Pewilayahan daerah perencanaan (administratif)
Meski awal penentuannya berdasar pada dua hampiran di atas, namun pada tahap

selanjutnya lebih menekankan pada pertimbangan politis, khususnya untuk kepentingan

program-program pembangunan.Wilayah yang dibentuk seagai realisasi gabungan

beberapa topik, tentu saja berbeda dengan yang hanya mendasarkan pada satu topik

saja. Topik-topik yang dibicarakan di sini adalah termasuk dalam cakupan topik yang

lebih besar. Sebagai contoh dapat dikemukakan, suatu wilayah yang dihasilkan dari

delimitasi atau curah hujan saja akan menghasilkan wilayah dengan satu topik saja

(single topic region), sedangkan delimitasi regional yang mendasarkan pada gabungan

dari beberapa topic seperti data curah hujan, masa hawa, temperature, dan tekanan

udara dalam jangka panjang akan menghasilkan wilayah-wilayah iklim yang

mempunyai karakteristik berbeda-beda. Wilayah dalam perwujudan seperti terakhir ini

disebut combined topic region. Contoh ini diharapkan dapat diekstrapolasi sendiri

dalam bidangnyua masing-masing.


Di samping mendasarkan pada topik-topikdalam delimitasi wilayah dapat pula

mendasarkan pada topik-topik yang tidak berhubungan dengan erat. Sebagai contoh dapat

dikemukakan di sini tentang eksistensi wilayah ekonomi (economi region); dasar-dasar

delimitasinya tidak semata-mata pada faktor-faktor ekonomi, tetapi faktor-faktor

nonekonomi pun perlu dipertimbangkan.


Keuntungan total region terletak pada pelaksanaannya, terutama ditinjau dari segi

administrative conrinience-nya. Namun pendekatan wilayah (region approach) yang

mendasarkan pada cara-cara klasik tersebut lebih banyak menimbulkan kesulitan daripada

kemudahannya. Hal ini semata-mata karena berhubungan dengan keluasaan masalah yang

harus dicakup. Untuk keperluan perencanaan, konsep-konsep seperti ini selalu dihindarkan

mengingat derajat homogenitas gejkala biasanya sangat kecil.


F. Tujuan Utama Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan perangkap yang melengkapi, diarahkan untuk

mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar desa dan

kota, antar sektor serta pembukaan dan percepatan dan pembangunan Kawasan Timur

Indonesia, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerh perbatasan, dan daerh

terbelakang lainnya, yang disesuaikan tujuan dan prinsip dan penekatan dalam

pengembangan wilayah juga tidak terlepas dari tujuan dn prinsip pembangunan nasional.

Hal ini berarti setiap kegiatan pembangunan di daerah harus mempertimbangkan

kondisi dan situasi regional (aspek kewilayahan) disamping pertimbangan-pertimbangan

yang bersifat sektoral. Kebijaksanaan pembangunan regional di Indonesia paling tidak

mempunyai empat tujuan utama (Tojiman S, 1981) yaitu :

1. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian antara pembangunan antar sektoral dan

pembangunan regional, dengan meletakkan berbagai pembangunan sektoral pada

wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan potensi dan prioritasnya.


2. Meningkatkan keseimbangan dan keharmonisan aerta pemerataan pertumbuhan antar

wilayah.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan.
4. Meningkatkan keserasian hubungan antar pusat-pusat wilayah dengan hinterlandnya

dan antar kota dan desa.

Pada dua dasawarsa terakhir, perencanaan regional Indonesia semakin menunjukan aura

recpectability (pancaran kehormatan), seiring semakin kompleksnya tantangan dan

masalah pembangunan dan adanya keyakinan bahwa pendekatan kewilayahan merupan

jawaban yang paling tepat untuk mengatasi ketimpanagn hasil-hasil pelaksanaan

pembangunan, khususnya ketimpangan antar wilayah. Denagn demikian pembangunan

regional diharapkan dapat muncul sebagai salah satu alternatif paradigma pembangunan

yang berfungsi sebagai balance terhadap penerapan pola kebijaksanaan pertumbuhan

ekonomi yang dianut oleh para pemegang kebijaksanaan ekonomi orde baru.

G. Prinsip Prinsip Pengembangan Wilayah


Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang,

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), Prinsip-prinsip dasar dalam

pengembangan wilayah adalah :

1. Sebagai growth center dimana pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal

wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan

yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional

2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah

dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah

3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-

daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.

H. Langkah Langkah Perencanaan Wilayah

Perencanaan dapat ditinjau pula dari sudut langkah-langkah yang harus terdapat

dalam kegiatan perencanaan yang dilakukan. Glasson (1974) dalam mengatakan

bahwamajor features of general planning include a sequence of actions which are

designed to solve problems in the feature. Dengan demikian perencanaan dalam

arti umum adalah menyangkut serangkaian tindakan yang ditujukan untuk memecahkan

persoalan di masa depan (Tarigan, R., 2009). Glasson menetapkan urutan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. The identification of the problem;


2. The formulation of general goals and more specific and measurable objectives relating

to the problem;
3. The identification of possible constraints;
4. Projection of the future situation;
5. The generation and evaluation of alternative courses of action and the production of a

preferred plan, which in generic form may include any policy statement or strategy as

well as a definitive plan.


Khusus untuk kebutuhan perencanaan di Indonesia, apa yang dikemukakan

Glasson tersebut masih perlu diperluas (Tarigan, R., 2009). Perencanaan wilayah di

Indonesia setidaknya memerlukan unsur-unsur yang urutan/langkah-langkahnya meliputi:

1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan (baik jangka pendek, menengah,

maupun panjang). Untuk dapat menggambarkan kondisi saat ini (existing condition)dan

permasalahan yang dihadapi diperlukan pengumpulan data terlebih dahulu (data primer

dan sekunder);
2. Penetapan visi, misi, dan tujuan umum;
3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan

dihadapi pada masa mendatang;


4. Pemproyeksian berbagai variabel terkait, baik yang dapat dikendalikan maupun yang di

luar jangkauan pengendalian perencana.


5. Penetapan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu (berupa

tujuan yang dapat diukur);


6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran tersebut (dengan

memperhatikan keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia);


7. Pemilihan alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung

yang akan dilaksanakan;


8. Penetapan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan;
9. Penyusunan kebijakan dan strategi agar kegiatan pada tiap lokasi berjalan sesuai

dengan yang diharapkan.


I. Konsep Pengembangan Wiliyah Di Indonesia

Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang

menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman

praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain,

konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori

dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian

dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan pembangunan di Indonesia.


Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia,

terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah

Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-

akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-

ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan

teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan

suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga

adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah

maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect.

Keempat adalahFriedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan

hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal

dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang

memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (rural - urban linkages) dalam

pengembangan wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian

diperkayadengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra

bangsa. Diantaranya adalahSutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa

pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi

sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era

transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana

jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang

memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama

bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula,

lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan

sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional.
Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program

Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh

untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.Pada era 90-an,

konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah,

misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan

perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan,

mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

J. Konsep Wilayah Berbasis Karakter Sumber Daya yang Dimiliki

Kebutuhan akan pengembangan daerah dengan pendekatan kewilayahan yang

berkembang pada masa kini pada umumnya didasari atas adanya masalah-masalah

ketidakseimbangan demografi dalam suatu daerah, tingginya biaya, turunnya taraf hidup

masyarakat, ketertinggalan pembangunan suatu daerah dengan daerah lainnya, dan adanya

kebutuhan yang sangat mendesak di daerah tertentu. Pengembangan wilayah

sesungguhnya merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan,

yang didasarkan atas sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu

wilayah tertentu. Dengan demikian, dalam mengembangkan suatu wilayah diperlukan

pendekatan-pendekatan tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik daerah yang

bersangkutan.

Beberapa pendekatan pengembangan wilayah berdasarkan karakter dan sumber daya

daerah yang bersangkutan, antara lain dikemukakan sebagai berikut:

1. Pengembangan wilayah berbasis sumber daya

Konsep ini menghasilkan sejumlah pilihan strategi sebagai berikut :

a. Pengembangan wilayah berbasis input namun surplus sumber daya manusia

Bagi wilayah yang memiliki SDM yang cukup banyak namun lahan dan SDA
terbatas maka labor surplus strategy cukup relevan untuk diterapkan. Tujuan utama

strategi ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat karya dan

mengupayakan ekspor tenaga kerja ke wilayah lain.

b. Pengembangan wilayah berbasis input namun surplus sumber daya alam

Strategi ini mengupayakan berbagai SDA yang mengalami surplus yang dapat

diekspor ke wilayah lain baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan setengah

jadi. Hasil dari ekspor SDA ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengimpor

produk yang jumlahnya sangat terbatas di wilayah tersebut, misalnya barang modal,

bahan baku, bahan penolong, barang konsumsi atau jasa.

Yang dimaksud kondisi eksternal adalah masalah globalisasi, otonomi daerah dan

kesenjangan antar daerah. Sedangkan kondisi internal adalah kondisi di dalam

wilayah tersebut yang diperkirakan akan mempengaruhi kinerja pengembangan

wilayah, yaitu mencakup sumberdaya manusia, prasarana, kelembagaan, keterkaitan

antar industri, dsbnya.

c. Pengembangan wilayah berbasis sumber daya modal dan manajemen

Strategi pengembangan wilayah berdasarkan pengembangan lembaga keuangan

yang kuat dan pengembangan sistem manajemen yang baik, yang dapat ditempuh

oleh wilayah yang memiliki keterbatasan dalam hal modal dan manajemen tersebut.

d. Pengembangan wilayah berbasis seni budaya dan keindahan alam

Wilayah dengan potensi-potensi pantai dan pemandangan yang indah, seni budaya

yang menarik dan unik, dapat mengembangkan wilayahnya dengan cara membangun

transportasi, perhotelan dan restoran, indutri-industri kerajinan, pelayanan travel,

dan lainnya yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan.

2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan

Konsep ini menekankan pada pilihan komoditas unggulan suatu wilayah sebagai motor
penggerak pembangunan, baik di tingkat domestik maupun internasional.

3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi

Konsep ini menekankan pengembangan wilayah melalui pembangunan bidang ekonomi

yang porsinya lebih besar dibandingkan dengan bidang-bidang lain. Pembangunan

ekonomi ini dilaksanakan dalam kerangka pasar bebas/pasar persaingan sempurna.

4. Pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan

Peranan setiap pelaku pembangunan menjadi fokus utama dalam pengembangan

wilayah konsep ini. Pelaku pembangunan ekonomi tersebut dapat dipilah menjadi lima

kelompok yaitu : usaha kecil/rumah tangga (household), usaha lembaga sosial

(nonprofit institution), lembaga bukan keuangan (nonfinancial institution), lembaga

keuangan (financial institution), dan pemerintah (government). Di Indonesia, di

samping kelima pelaku tersebut, juga terdapat pelaku pembangunan ekonomi lain yaitu

koperasi (UUD 1945).

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk

menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi

pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pembangunan wilayah

dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek

pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan

berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah

dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang

menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan

kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need

approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan

(suistainable development).
Merujuk pada pendapat Sutami, potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh sebuah

wilayah sangat berpotensi bagi pengembangan wilayah tersebut. Sutami menitik beratkan

faktor utama yang menjadi pemicu pengembangan suatu wilayah adalah sumber daya

alam. Dengan tersedianya sumber daya alam maka akses menuju daerah tersebut tentunya

mengalami kemajuan. Bukan itu saja , selain infrastruktur sarana dan pra sarana tentukan

kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan.


B. Rangkuman Hasil Presentasi Kelas
Berdasarkan hasil persentasi dikelas maka timbul beberapa pertanyaan kemudian

didiskusikan bersama. Berikut beberapa tanggapan yang muncul:


1. Apakah daerah yang tidak memiliki SDA akan sulit untuk berkembang ?
Jika saya coba untuk mengaitkan dengan teori Sutami, daerah yang memiliki SDA

tentunya lebih berpeluang mengalami perkembangan yang sangat pesat jika

dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki SDA sama sekali. Tetapi, bukan

berarti daerah tersebut tidak akan bisa maju. Pengembangan suatu wilayah bukan saja

ditentukan oleh faktor SDA saja tetapi masih banyak faktor pertimbangan lain seperti

nilai nilai ekonomi, sosial, budaya, dan politik.


2. Bagaimana jika suatu daerah memiliki SDA yang berada pada daerah yang sangat

terpencil seperti pegunungan papua ?


Disini SDA menjadi daya tarik atau stimulus pengembangan suatu wilayah , bisa saja

dibangun sebuah infrastruktur untuk dapat mengakses daerah sekitar sumber tersebut.

Tetapi kita tentunya tetap memperhitungkan aspek ekonomi dan nilai kegunaannya

kedepan. Sehingga apa yang telah dikerjakan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai