Anda di halaman 1dari 12

MEWARISKAN HARTA KEKAYAAN KEPADA ANAK YANG LAHIR DI LUAR

NIKAH YANG DI AKUI

Oleh :
Marie Muhammad Falah Akbar
8111416180
Dibuat untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah Hukum Perdata

ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan anak menjadi sangat dibanggakan oleh kedua orang tua. Anak memiliki arti
arti yang berbeda-beda bagi setiap orangtua. Anak itu sebagai penyambung keturunan,
investasi masa depan, dan anak merupakan harapan orangtua ketika lanjut usia. Setiap anak
suatu saat akan memiliki tanggaung jawab baik secara pribadi maupun secara keluarga
terhadap orang tua maupun keluarga yang akan dibangun dikemudian hari. Untuk mendapatkan
hal tersebut maka anak harus mendapatkan kesempatan untuk berkembang baik secara rohani
maupun jasmani.

Anak digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Menurut pasal 42 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyatakan anak


yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
2. Menurut pasal 43 Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 menyatakan anak
yang diluar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/UUP-VIII/2010; pada
pokoknya merubah bunyi pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang
menyatakan Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya dirubah sehingga anak tersebut juga memiliki hubungan
perdata dengan bapak biologisnya

1
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

1
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/UUP-VIII/2010berarti di mana
anak yang diluar nikah juga memiliki hubungan perdata dengan bapak biologisnya. Jadi
maksud dari putusan itu memberikan hak anak sama seperti anak yang lainya dalam hal
memberikan warisan sebagaimana mestinya karena anak itu merupakan anak darah daging
ayahnya dan semua itu dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
dapat dijadikan bukti autentik didepan hakim di pengadilan.

Dalam KUHPerdata sendiri dituliskan pada pasal 832 Menurut Undang-Undang yang
berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar nikah
dan si suami atau istri yang hidup terlama.

Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang
meninggalkan sejumlah harta kekayaan baik berupa hak maupun kewajiban yang harus
dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat.2
Sedangkan menurut Eman Suparman Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima pusaka
(peninggalan orang yang telah meninggal) sekalian orang yang menjadi waris yang berarti
orang-orang berhak menerima harta peninggalan pewaris.

Dapat terjadi pewarisan apabila memenuhi syarat-syarat pewarisan.Syarat dari


pewarisan ada 3, yaitu:3

1. Ada orang yang meninggal dunia (pewaris);


2. Ada orang yang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan
pada saat pewaris meniggal dunia (ahli waris)
3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris (harta warisan).

Menurut pasal 830 KUH Perdata, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dalam
hal ini terkadang penting sekali untuk menetapkan dengan cermat saat kematian. Saat kematian
yang biasa dipakai sebagai patokan, yaitu berhentinya detak jantung atau ungkapan
tradisionalnya disebut menghembuskan napas terakhir.Baik terhentinya detak jantung maupun
tidak berfungsinya alat-alat pernafasan merupakan tanda-tanda iminensi. Namun dalam
beberapa kasus kepastian tersebut tampaknya belum memadai, sehingga perlu ditetapkan
adanya kematian otak. Misalnya, pada saat menghadapi pasien yang dalam keadaan koma dan

2
Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia dalam Perpektif Islam, Adat dan BW. (Bandung:
Refika Aditama, 2005), hlm. 28
3
H. Zainuddin Ali, Pelaksannaan Hukum Waris diIndonesia. (Jakarta: Sinar Grafika,2008).hlm. 83

2
sedang dibantu dengan alat pernafasan serta alat-alat tubuhnya diperlukan untuk tujuan
memindahkan alat.

Tentang kematian, ada beberapa pengecualian dalam pasal 830 KUH Perdata, antara lain
orang uang dinyatakan meninggal dunia berdasarkan persangkaan dianggap masih hidup.
Namun bagi hukum ia merupakan orang yang sudah tiada sampai ada bukti yang dapat
ditunjukan bahwa ia masih hidup. Dalam kasus ini pembuat undang-undang menetapkan
tenggang waktu 20tahun sebelum pewarisan definitive diselenggarakan selama 10 tahun
pertama, ahli waris atau penerima hibah wasiat belum dapat menikmati hak-hak lengkap yang
dipunya pemilik, dan mereka diharuskan membuat pencatatan dan memberikan jaminan, hanya
dengan alasan-alasan mendesak dan atas seizin hakim mereka dapat mengesampingkan barang
tersebut dan apabila sudah 20 tahun, maka gugurlah segala perbuatan tersebut.

Menurut pasal 836 KUH Perdata untuk dapat bertindak sebagai ahli waris ia harus ada
pada saat harta peninggalan terbuka. Namun menurut pasal 2 KUH Perdata menentukan anak
yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, jika
kepentingan si anak menghendakinya. Jadi, apabila janin yang ada dalam kandungan ibunya
lahir hidup maka ia akan menerima bagian harta peninggalan ayahnya, sama besar dengan ibu
dan kakak-kakaknya. Pengecualian dari pasal ini diatur dalam pasal 895 KUH Perdata.

Setelah terpenuhinya syarat-syarat diatas para ahli waris diberi kelonggaran oleh undang-
undang untuk selanjutnya menentukan sikapa terhadap suatu harta warisan.ahli waris diberi
hak untuk berfikir selama empat bulan setelah itu ia harus menentukan sikapnya apakah
menerima warisan dengan syarat yang dinamakan menerima warisan secara beneficiaire, yang
merupakan suatu jalan tengah antara menerima dan menolak warisan.

Selama ahli waris menggunakan haknya untuk berfikir guna menentukan sikap tersebut,
ia tidak dapat dipaksa untuk memenuhi kewajiban sebagai ahli waris sampai jangka waktu itu
berakhir selama empat bulan (pasal 1024 BW). Setelah jangka waktu yang ditetapkan undang-
undang berakhir, seorang ahli waris dapat memilih antara kemungkinan, yaitu :

a. Menerima warisan dengan penuh.


b. Menerima warisan tetapi dengan ketentuan bahwa ia tidak akan diwajibkan membayar
hutang hutang pewaris yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.
c. Menolak warisan.

3
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik mengangkat tulisan ini yang berjudul
MEWARISKAN HARTA KEKAYAAN KEPADA ANAK DI LUAR NIKAH YANG DI
AKUI.

1.2 Rumusan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas menjadi jelas dan mencapai tujuan yang diinginkan maka
perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang diatas.Adapun
rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana anak yang diluar nikah diakui memiliki kedudukan yang sama dengan anak
lain yang sah secara hukum perdata?
2. Bagaimana hak waris yang dimiliki anak diluar nikah diakui secara sah menurut
undang-undang yang berlaku?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini semoga dapat memberikan manfaat dan mampu menyelesaikan masalah.
Berdasarkan tersebut, penulisan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah anak yang diluar nikah memiliki kedudukan yang sama
dengan anak lain yang secara hukum perdata.
2. Untuk mengetahui bagaimana hak waris yang dimiliki anak diluar nikah menurut
undang-undang yang berlaku.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana Kedudukan Anak di Luar Nikah yang di Akui

Anak diluar nikah adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan
perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang
menyetubuhinya. Sedangkan pengertian diluar nikah adalah hubungan seorang pria dengan
seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak dalam
ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama yang dipeluknya.4
Pengertian anak diluar nikah menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan adalah anak yang dilahirkan dari akibat pergaulan seks antara pria dan wanita yang
tidak dalam perkawinan yang sah antara mereka dan dari perbuatan ini dilarang oleh
pemerintah maupun Agama.

Dalam praktik hukum perdata pengertian anak luar kawin ada dua macam, yaitu (1)

apabila orang tua salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan ini, kemudian

mereka melakukan hubungan seksual dengan wanita atau pria lain yang mengakibatkan hamil

dan melahirkan anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, bukan anak luar kawin, (2)

apabila orang tua anak di luar kawin itu masih sama-sama bujang, mereka mengadakan

hubungan seksual dan hamil serta melahirkan anak, maka anak itu disebut anak luar nikah.

Beda keduanya adalah anak zina dapat diakui oleh orang tua biologisnya, sedangkan anak luar

kawin dapat diakui oleh orang tuabilogisnya apabila mereka menikah, dalam akta perkawinan

dapat dicantumkan pengakuan (erkennen) di pinggir akta perkawinannya.5

4
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). Hlm. 45
5
Ibid., hlm. 81

5
Adanya anak di luar nikah itu sendiri karena adanya kemajuan teknolgi sehingga

remaja sekarang terpengaruhi budaya luar yang tidak baik. Gaya hidup yang kebarat-baratan

membuat pola hidup yang berkembang dalam masyarakat tidak lagi sesuai norma-norma yang

berlaku di masyarakat Indonesia pada umumnya. Kelak yang dirugikan dengan adanya seks

bebas adalah perempuan dan apabila seks bebas itu menimbulkan anak maka anak tersebut

akan merasa dirugikan atas perbuatan kedua orang tuanya, kemudian anak tersebut akan

merasa binggung dengan kedudukannya kelak.

Sebagai penduduk Indonesia yang menganut norma-norma pancasila tentunya harus

tunduk dengan aturan-aturan yang ada, namun karena penduduk Indonesia mayoritas

memeluk Agama Islam tentunya norma-norma dan aturan-aturan yang ada dalam Hukum

Islam tidak bisa diabaikan karena tanpa dipungkiri ini sangat berdampak besar dalam

menjalankan norma-norma yang ada agar sesuai dengan kaidah yang baik.

Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menggolongkan kedudukan anak

menjadi dua yaitu anak sah dan anak luar kawin. Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan No. 1

Tahun 1974menyebutkan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah. Anak sah menurut Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam yang diterangkan

Anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah Hasil pembuahan suami

istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.6

Kedudukan anak luar kawin menjadi sangat ironis ketika kesalahan atas adanya anak luar

kawin hanya ditunjukan pada sang ibu. Karena bagaimanapun lahirnya seorang anak tidak

hanya berperan pada sang ibu, seorang ayah sangat berperan dalam hal ini. Sehingga anak luar

kawin ialah anak yang dihasilkan dari hubungan seorang pria dengan seorang

6
Abdurrahman, Muslan.2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum Cetakan Pertama. Malang: UMM Press.
Hlm. 137

6
dapat melahirkan keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan

yang sah menurut hukum positif dan agama yang dipeluknya.7

Untuk dapat menjadi seorang ahli waris KUHPerdata telah menetapkan syarat-syarat

sebagai berikut :

1. Berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata untuk dapat menjadi ahli waris harus memiliki

hubungan darah baik sah atau luar kawin. Dimungkinkan menjadi ahli waris melalui

pemberian melalui surat wasiat sebagaimana diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata.

2. Berdasarkan Pasal 836 KUHPerdata Ahli waris, harus sudah ada pada saat pewaris

meninggal dunia. Namun, ketentuan ini disimpangi oleh Pasal 2 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap

sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.

Ketentuan Pasal 832 KUHPerdata memperjelas kedudukan masing-masing ahli waris

harus didasari oleh suatu hubungan darah baik sah maupun luar kawin. Dalam hal ini, perlu

diidentifikasi lebih lanjut tentang kedudukan anak-anak pewaris sebagai ahli waris.

Mengingat dalam suatu pewarisan menurut KUHPerdata dikenal anak luar kawin baik yang

diakui secara sah maupun tidak. KUHPerdata tidak menjelaskan lebih lanjut pengertian yang

jelas tentang anak luar kawin. KUHPerdata hanya memberikan penjelasan tentang pengertian

anak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 250 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa anak

sah adalah setiap anak yang dilahirkan dan atau dibuahkan dari suatu perkawinan yang sah.

Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Pasal 250 KUHPerdata dapat ditarik kesimpulan

bahwa yang disebut dengan anak luar kawin adalah setiap anak

yangdilahirkandiluarperkawinanyangsah.

7
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

7
Bagaimana kalau ayah biologis menolak mengakui atau ia mengingkari sang anak seperti
dimungkinkan dan dipersyaratkan dalam Pasal 251 KUH Perdata atau Pasal 101 Kompilasi
Hukum Islam? Malah dalam konsep hukum perdata, Pasal 287 KUH Perdata, dilarang
menyelidiki siapa ayah seorang anak. Norma ini dihubungkan dengan Pasal 285-288, 294 dan
332 KUH Pidana (persetubuhan di luar perkawinan).

Dalam praktik, sering terjadi anak luar kawin tak mendapat kejelasan atau tidak dibuktikan
ayah biologisnya. Inilah yang mendasari pandangan Mahkamah, bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti test DNA (deoxyribonucleic acid), atau sistim pembuktian
hukum, dapat dipergunakan untuk memperjelas ayah biologis anak.

Norma hukum anak luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
membawa konsekuensi antara lain pada akta kelahiran. Pada akta kelahiran biasanya hanya
tertulis nama ibu yang melahirkan. Sekalipun ayah biologis berusaha merebut si anak lewat
jalur pengadilan, umumnya pengadilan tetap mengukuhkan hubungan perdata anak hanya
dengan ibunya. Pasal 55 ayat (1) UUP menyebutkan asal usul anak hanya dapat dibuktikan
dengan akta kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang.

Namun seteleah adanya putusan MK tahun 2010 Ayah biologis dapat mengakui anak luar
kawin sebagai anaknya sehingga mempunyai hak dan kewajiban terhadap anak luar kawin atas
persetujuan sang ibu. Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 menyebutkan anak
luar kawin ialah anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki 29 sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lainya menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.8

Menurut pasal 280 KUHPerdata anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan dari
hasil hubungan antara seorang perempuan, yang kedua-keduanya tidak terikat perkawinan
dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk saling menikahi, anak-anak yang demikianlah
yang bisa diakui secara sah oleh ayahnya. Pengakuan terhadap seorang anak luar kawin apabila
yang demikian itu tidak telah dilakukan dalam akta kelahiran si anak atau pada
waktuperkawinan berlangsung, dapat dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh pegawai
catatan sipil dan dibukukan dalam register kelahiran hari penanggalanya menurut
pasal281KUHPerdata.

8
http://www.bphn.go.id/data/documents/putusan_46-puu-viii-2010_(perkawinan).pdf

8
2.2 Bagaimana Hak Waris yang Dimiliki Anak Diluar Nikah yang Diakui

Dalam halnya pewarisan anak luar nikah diatur didalam pasal 862-873 yang dijelaskan
bahwa jika pewaris meninggalkan anak-anak luar kawin telah diakui secara sah maka warisan
harus dibagi sepertiga dari bagian yang mereka sedianya. Namun bila pewaris tidak
meninggalkan keturunan, maka anak yang diluar nikah berhak mendapatkan setengah harta
dari bagian yang mereka sedianya. Dan juga apabila tidak meninggalkan ahli waris, baik ahli
waris berdasarkan hubungan darah maupun hubungan perkawinan, anak yang diluar nikah itu
mendapatkan seluruh harta peninggalan dari si pewaris. Dan menurut pasal 866 KUHPerdata
apabila anak diluar nikah meninggal terlebih dahulu maka ahli waris yang sah berhak menuntut
bagian yang diberikan kepada mereka. Dan juga apabila anak diluar nikah tadi meninggal dunia
dengan tidak meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri yang masih hidup, maupun
saudara-saudara keturunan mereka, maka warisanya dengan mengesampingkan negara, dapat
diwariskan kepada keluarga sedarah terdekat dari garis bapak dan dalam garis ibu yang masing-
masingnya memiliki hak harta waris 50:50, yang diatur didalam pasal 873 (2) KUHPerdata.

Jika dibandingkan dengan peraturan yang ada di KHI (Kompilasi Hukum Islam) pada
pasal 186 menegaskan bahwa anak diluar nikah hanya mempunyai hubungan waris dengan ibu
kandungnya dan pihak dari ibu kandungnya. Artinya dalam hukum islam anak yang diluar
nikah tidak berhak mendapatkan harta peninggalan dari ayah kandungnya meskipun selama
masih hidup sang ayah mengakui anak diluar nikahnya.

Dalam hal ini memang seharusnya dibenarkan anak yang diluar nikah mendapatkan
harta warisan dari bapaknya, mengingat anak itu pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan suci,
jadi tidak pernah bisa menghendaki anak itu dilahirkan di luar nikah. Kedua orangtua
tersebutlah yang seharusnya menanggung si anak itu karena telah melahirkan sebuah anak.
Dengan adanya undang-undang ini juga dapat membuat efek jera kepada laki-laki hidung
belang yang suka melakukan hubungan badan tanpa adanya status pernikahan.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010, kedudukan


anak diluar nikah terkait waris terhadap bapak biologisnya sama dengan anak
lainya secara sah dengan syarat ayah biologisnya telah mengakui anak itu didalam
akta otentik yang dibuktikan dirumah sakit menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan diketahui apakah itu memang anak kandungnya ataubukan.
2. Dalam halnya pewarisan anak luar nikah diatur didalam pasal 862-873 yang
dijelaskan bahwa jika pewaris meninggalkan anak-anak luar kawin telah diakui
secara sah maka warisan harus dibagi sepertiga dari bagian yang mereka sedianya.
Namun bila pewaris tidak meninggalkan keturunan, maka anak yang diluar nikah
berhak mendapatkan setengah harta dari bagian yang mereka sedianya. Dan juga
apabila tidak meninggalkan ahli waris, baik ahli waris berdasarkan hubungan darah
maupun hubungan perkawinan, anak yang diluar nikah itu mendapatkan seluruh
harta peninggalan dari si pewaris. Dan menurut pasal 866 KUHPerdata apabila
anak diluar nikah meninggal terlebih dahulu maka ahli waris yang sah berhak
menuntut bagian yang diberikan kepada mereka. Dan juga apabila anak diluar
nikah tadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan, maupun suami
atau istri yang masih hidup, maupun saudara-saudara keturunan mereka, maka
warisanya dengan mengesampingkan negara, dapat diwariskan kepada keluarga
sedarah terdekat dari garis bapak dan dalam garis ibu yang masing-masingnya
memiliki hak harta waris 50:50, yang diatur didalam pasal 873 (2) KUHPerdata.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Suparman, Eman. 2005. Intisari Hukum Waris Indonesia dalam Perpektif Islam, Adat dan BW.
Bandung: Refika Aditama.

Ali, Zainuddin. 2008. Pelaksannaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang.

Internet

http://www.bphn.go.id/data/documents/putusan_46-puu-viii-2010_(perkawinan).pdf

Undang-Undang

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai